HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN KADER TERHADAP PENEMUAN KASUS TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT

(1)

HUBUNGAN PENGETAHUAN KADER TERHADAP PENEMUAN KASUS TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS KABUPATEN TULANG

BAWANG BARAT

(Skripsi)

Oleh

MUTIA AGUSTINA MAHARANI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(2)

ABSTRACT

THE CORRELATION BETWEEN CADRE KNOWLEDGE AND LUNG TUBERCULOSIS CASE FINDINGS IN PUBLIC HEALTH CENTERS IN

TULANG BAWANG BARAT REGENCY By

MUTIA AGUSTINA MAHARANI

Indonesia is in fifth rank of 22 countries having the most tuberculosis incidents in the world with 0.35 – 0.52 million cases. Lampung has 38,440 cases of lung tuberculosis incidents. Currently, there are some regions or regencies in Lampung province that do not achieve target of national indicator success. The success of tuberculosis case findings is closely related to cadre knowledge about tuberculosis, so that the cadre is able to inform about tuberculosis disease. The objective of this research is to find out the correlation between cadre knowledge and lung tuberculosis case findings in public health centers in Tulang Bawang Barat regency.

This is an observational research with cross sectional approach. Samples were all cadres assigned to detect tuberculosis who are formed by the cooperation between Global Found and Indonesian Red Cross (or PMI). Data analysis used spearman method to see the correlation and strength between two variables.

The results of data analysis show that there is a correlation between the cadre knowledge and tuberculosis finding case in Tulang Bawang Barat regency with p-value = 0.000,α = 0.05, and close relationship of r = 0.658.

The conclusion is that there is a significant correlation between cadre knowledge and tuberculosis case finding in working areas of public health centers in Tulang Bawang Barat regency.


(3)

ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN KADER TERHADAP PENEMUAN KASUS TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS KABUPATEN TULANG

BAWANG BARAT

Oleh

MUTIA AGUSTINA MAHARANI

Indonesia menempati peringkat kelima dari 22 negara dengan kasus TB terbesar di dunia yaitu 0,35-0,52 juta kasus. Provinsi Lampung adalah salah satu provinsi di Indonesia dengan angka kejadian tuberculosis paru sebanyak 38.440 kasus. Saat ini masih terdapat beberapa daerah atau kabupaten di Provinsi Lampung yang belum mencapai target keberhasilan indikator nasional. Berhasilnya penemuan kasus TB tidak terlepas dari pengetahuan kader mengenai TB sehingga kader dapat memberikan informasi tentang penyakit TB. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan kader terhadap penemuan kasus tuberkulosis paru di Puskesmas Kabupaten Tulang Bawang Barat.


(4)

Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan melakukan pendekatan

cross sectional. Sampel adalah seluruh kader yang bertugas mendeteksi TB yang dibentuk atas kerjasama Global Found dan PMI. Analisis data dilakukan dengan metode spearman untuk melihat adanya hubungan dan kuatnya hubungan antara dua variabel.

Hasil penelitian dan analisis data menunjukkan adanya hubungan antara pengetahuan kader dengan penemuan kasus TB di Kabupaten Tulang Bawang Barat dengan

p=0,000dan nilai α=0,05 dengan keeratan hubungan kuat (r=0,658).

Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan kader terhadap penemuan kasus TB di wilayah kerja puskesmas Kabupaten Tulang Bawang Barat.


(5)

HUBUNGAN PENGETAHUAN KADER TERHADAP PENEMUAN KASUS TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS KABUPATEN TULANG

BAWANG BARAT

Oleh

MUTIA AGUSTINA MAHARANI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(6)

Judul Skripsi : HUBUNGAN PENGETAHUAN KADER TERHADAP PENEMUAN KASUS TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS

KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT Nama Mahasiswa : Mutia Agustina Maharani

Nomor Pokok Mahasiswa : 0818011033 Program Studi : Pendidikan Dokter Fakultas : Kedokteran

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

dr. Fitria Saftarina, M.Sc

dr. Dwi Indria Anggraini, M.Sc

NIP. 197809032006042001

NIP. 198110242006042003

2. Dekan Fakultas Kedokteran Unila

Dr. Sutyarso, M.Biomed


(7)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua :

dr. Fitria Saftarina, M.Sc

Sekretaris :

dr. Dwi Indria Anggraini, M.Sc

Penguji

Bukan Pembimbing :

dr. Nurul Islamy, M.Kes

2. Dekan Fakultas Kedokteran

Dr. Sutyarso, M.Biomed

NIP. 19570424198731001


(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

(13)

(14)

(15)

(16)

(17)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia. LaporanWorld Health Organitation

(WHO) tahun 2010 menyatakan bahwa pada tahun 2009 terdapat 9,4 juta kasus baru di dunia (setara dengan 137 kasus per 100.000 penduduk). Jumlah kasus terus meningkat dari tahun ke tahun dan banyak dialami oleh wanita dan anak-anak.

Lima negara dengan jumlah insiden terbesar pada tahun 2009 adalah India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria dan Indonesia, dengan angka kejadian 0,35-0,52 kasus (WHO, 2010). Kasus TB yang tinggi paling banyak terjadi pada

kelompok masyarakat dengan sosial ekonomi lemah. Terjadinya peningkatan kasus ini dipengaruhi oleh daya tahan tubuh, status gizi, kebersihan diri individu, serta kepadatan hunian lingkungan tempat tinggal (WHO, 2004). Sebagian besar (98%) kasus kematian akibat TB paru terjadi di negara-negara yang sedang berkembang, dan sebanyak 75% penderita berada pada usia produktif yaitu 20-49 tahun.

Provinsi Lampung adalah salah satu provinsi yang ada di Indonesia dengan angka kejadian TB sebanyak 38.440 penduduk. Pencapaian angka kesembuhan


(18)

2

penderita TB di Provinsi Lampung menurut Dinas Kesehatan Provinsi Lampung (2007) telah mencapai target maksimal yaitu melebihi indikator pengobatan sebesar 85% (Dinkes Provinsi Lampung, 2010). Meskipun

demikian, masih terdapat beberapa daerah atau kabupaten di Provinsi Lampung yang belum mencapai target keberhasilan indikator nasional (85%). Salah satunya adalah Kabupaten Tulang Bawang Barat.

Penyakit TB Paru di Kabupaten Tulang Bawang Barat masih menjadi masalah kesehatan karena penyakit ini menyerang pada semua kelompok, persentase kasus tertinggi pada kelompok usia produktif, dan penemuan penderita TB dengan Basil Tahan Asam (BTA) masih rendah. Dinas Kesehatan Kabupaten Tulang Bawang Barat melaporkan pada tahun 2008, terdapat 125 jumlah kasus TB Paru dengan BTA positif, sedangkan pada tahun 2009 terdapat sebanyak 210 kasus BTA positif (Dinkes Kabupaten Tulang Bawang Barat, 2010). Kabupaten Tulang Bawang Barat memiliki angka penemuan kasus TB pada tahun 2010 mencapai 50% dengan target penemuan kasus > 85% (Dinkes Kabupaten Tulang Bawang Barat, 2010). Angka penemuan kasus TB di Kabupaten Tulang Bawang Barat tersebut masih belum mencapai target indikator nasional.

Beberapa cara dilakukan dalam upaya penemuan kasus TB salah satunya dilakukan secara pasif, artinya penemuan tersangka penderita dilaksanakan pada mereka yang datang berkunjung ke unit pelayanan kesehatan. Penemuan secara pasif tersebut dapat didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh


(19)

3

petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka penderita. (Depkes, 2007).

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penemuan kasus TB, antara lain tingkat pemahaman masyarakat dan petugas kesehatan tentang bahaya dan gejala TB, tingkat pemahaman masyarakat tentang upaya yang dilakukan jika ada keluarga yang menderita TB, tingkat pendidikan masyarakat, penyuluhan tentang TB, jenis pekerjaan, kondisi ekonomi, jarak dan kemudahan

transportasi, petugas kesehatan. Menurut Islamy (2008), salah satu faktor penting adalah peran kader kesehatan yang ada di tiap daerah. Kader kesehatan yang diberikan pelatihan kesehatan mengenai TB paru dapat secara aktif mencari, memotivasi, dan melakukan supervise terhadap Pengawas Minum Obat (PMO). Pemberdayaan kader kesehatan secara aktif diharapkan dapat meningkatkan cakupan penemuan, pemeriksaan dan pengobatan penderita TB paru. Menurut penelitian Lubis (2010) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan kader dalam penemuan kasus TB paru adalah umur, pekerjaan, pendidikan, pengetahuan dan pendapatan kader.

Rendahnya penemuan kasus TB di Kabupaten Tulang Bawang Barat diduga dipengaruhi oleh kader. Namun hal ini belum diketahui secara pasti. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh pengetahuan kader terhadap penemuan kasus TB di Kabupaten Tulang Bawang Barat.


(20)

4

B. Rumusan Masalah

1. Adakah hubungan antara pengetahuan kader terhadap penemuan kasus TB paru di Kabupaten Tulang Bawang Barat?

2. Bagaimanakah kekuatan hubungan antara pengetahuan kader terhadap penemuan kasus TB paru di Kabupaten Tulang Bawang barat?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

a. Mengetahui hubungan antara pengetahuan kader terhadap penemuan kasus TB paru di Puskesmas Kabupaten Tulang Bawang Barat. b. Mengetahui kekuatan hubungan antara pengetahuan kader terhadap

penemuan kasus TB paru di Kabupaten Tulang Bawang Barat. 2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui tingkat pengetahuan kader Puskesmas Kabupaten Tulang Bawang Barat.

b. Mengetahui tingkat penemuan kasus TB paru di Puskesmas Kabupaten Tulang Bawang Barat

D. Manfaat penelitian

Manfaat dari penelitian yang akan dilakukan adalah: 1. Bagi institusi kesehatan


(21)

5

Mendapatkan masukan berupa saran untuk perencanaan yang lebih baik tentang penanggulangan penyakit TB paru di puskesmas Kabupaten Tulang Bawang Barat.

2. Bagi peneliti

Penelitian ini dapat menjadi pengalaman dan menambah pengetahuan mengenai hubungan antara pengetahuan kader terhadap penemuan kasus TB.

3. Bagi masyarakat

Penelitian ini diharapkan akan meningkatkan angka penemuan penderita TB paru dan dapat ditangani dengan baik sehingga angka kesembuhan penderita TB paru meningkat.

E. Kerangka Penelitian

1. Kerangka Teori

Menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003), bahwa penyebab perubahan perilaku seseorang dibedakan menjadi tiga faktor yaitu faktor predisposisi, faktor pemungkin, faktor penguat. Masing-masing faktor tersebut mempunyai pengaruh yang berbeda atas terjadinya perilaku seseorang. Demikian pula pada upaya kader mendeteksi suspek TB Paru. Faktor-faktor penentu pada upaya kader mendeteksi suspek TB Paru adalah


(22)

6

Gambar 1. Kerangka teori Faktor predisposisi(predisposing

factors) 1. Umur

2. Pendidikan

3. Pengetahuan

4. Sikap

5. Pekerjaan

6. Status sosial ekonomi

Faktor pemungkin(enabling factors) 1. Ketersediaan fasilitas Posyandu

2. Pelatihan

3. Pembinaan 4. Cara pemilihan

Faktor Penguat(reinforcing factors)

1. Keluarga

2. Masyarakat sekitar atau tokoh masyarakat

3. Imbalan

Penemuan kasus TB Paru


(23)

7

2. Kerangka Konsep

Adapun kerangka konsep adalah sebagai berikut :

Variabel Bebas Variabel Terikat

Gambar 2. Kerangka konsep

F. HIPOTESIS

a. Ada hubungan antara pengetahuan kader terhadap penemuan kasus TB paru di Puskesmas Kabupaten Tulang Bawang Barat.

b. Ada hubungan positif yang kuat antara pengetahuan kader terhadap penemuan kasus TB paru di Puskesmas Kabupaten Tulang Bawang Barat.

Pengetahuan Kader : 1. Penyebab TB

2.Gejala 3.Pemeriksaan 4. Pengobatan

Kad

Penemuan kasus tubekulosis


(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tuberkulosis Paru

1. Definisi TB

Tuberkulosis paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah sangat lama dikenal manusia, misalnya dihubungkan dengan tempat tinggal di daerah urban, lingkungan yang padat, dibuktikan dengan adanya

penemuan kerusakan tulang vertebra torak yang khas pada TB (Sudoyo. AW. dkk, 2007).

TB adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium TB), sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Depkes RI, 2002).

2. Epidemiologi TB a. Epidemologi global

Pada tahun 2009 terdapat 9,4 juta kasus baru di dunia, setara dengan 137 kasus per 100.000 penduduk. Jumlah kasus terus meningkat dari tahun ke tahun. Sebagian besar dari perkiraan jumlah kasus pada tahun 2009 terjadi di Asia (55%) dan Afrika (30%) sedangkan 3 kasus


(25)

9

dengan jumlah lebih rendah terjadi di wilayah Mediterania Timur (7%), daerah Eropa (4%) dan daerah Amerika (3%). Perkiraan jumlah kasus TB meningkat pada kalangan anak-anak dan perempuan (WHO, 2010).

Alasan utama munculnya atau meningkatnya beban TB global ini antara lain:

1) Kemiskinan pada berbagai penduduk.

2) Adanya perubahan demografik dengan meningkatnya penduduk dunia dan prubahan dari struktur usia manusia yang hidup.

3) Perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi terutama di Negara miskin.

4) Tidak memadainya pendidikan mengenai TB diantara para dokter. 5) Terlantar dan kurangnya biaya untuk obat, sarana diagnostic, dan

pengawasan kasus TB dimana terjadi deteksi dan tata laksana kasus yang tidak adekuat.

6) Adanya epidemi HIV terutama di Afrika dan Asia.

b. Epidemologi di Indonesia

Indonesia adalah negara dengan prevalensi TB ke-5 tertinggi di dunia setelah Nigeria. Perkiraan kejadian BTA sputum yang positif di Indonesia adalah 0,35-0,52 juta pada tahun 2010 (WHO, 2010).


(26)

10

3. Cara Penularan

Lingkungan hidup yang sangat padat, dan pemukiman di wilayah

perkotaan kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan berperan sekali atas peningkatan jumlah kasus TB. Proses terjadinya infeksi olehMycobacterium TBbiasanya secara inhalasi, sehingga TB paru merupakan manifestasi klinis yang paling sering dibandingkan organ lainnya. Penularan penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi basil yang mengandungdroplet nuele.Khususnya yang di dapat dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang mengandung basil tahan asam (BTA) (Sudoyo. AW. dkk, 2007).

4. Gejala-Gejala Klinis a. Demam

Biasanya subfebris menyerupai demam influenza.Tetapi panas badan kadang-kadang mencapai 40-41° C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya sehingga timbullah demam influenza ini sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman TB yang masuk.

b. Batuk/Batuk Darah

Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Karena terlibatnya pada bronkus penyakit tidak sama mungkin saja batuk ada setelah


(27)

11

penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. c. Sesak Nafas

Pada penyakit yang ringan belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas di temukan pada penyakit yang sudah lanjut, dengan infiltrasi sudah meliputi setengah bagian paru-paru.

d. Nyeri Dada

Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik atau melepaskan

nafasnya. e. Malaise

Gejala malaise sering di temukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dan lain lain.

5. Riwayat Terjadinya TB a. Infeksi Primer

Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosillier bronkus, dan terus


(28)

12

berjalan sehinga sampai di alveolus dan menetap disana. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4 - 6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, ada beberapa kuman yang akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita TB. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.

b. TB Pasca Primer (Post Primary TB)

TB pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari TB pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.


(29)

13

6. Diagnosis TB

a. Diagnosis TB Pada Orang Dewasa

1). BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga SPS BTA hasilnya positif. 2). Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan

lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan spesimen SPS diulang.

3). Jika hasil rontgen mendukung TB, maka penderita didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif.

4). Jika hasil rontgen tidak mendukung TB, maka pemeriksaan lain misalnya biakan.

Bila tiga spesimen dahak negatif, diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya kotrimoksasol atau amoksisilin) selama 1 - 2 minggu. Bila tidak ada perubahan, namun gejala klinis tetap mencurigakan TB, ulangi pemeriksaan dahak SPS :

1). Jika hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif.

2). Jika hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen dada, untuk mendukung diagnosis TB.

3). Bila hasil rontgen mendukung TB, diagnosis sebagai penderita TB BTA negatif rontgen positif.

4). Bila hasil rontgen tidak mendukung TB, penderita tersebut bukan TB.


(30)

14

b. Diagnosis TB Pada Anak

Seorang anak harus dicurigai menderita TB kalau:

1) Mempunyai sejarah kontak erat (serumah) dengan penderita TB BTA positif

2) Terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikan BCG (dalam 3-7 hari)

3) Terdapat gejala umum TB

7. Pengobatan TB

Tujuan pengobatan TB paru adalah: a. menyembuhkan penderita

b. mencegah kematian c. mencegah kekambuhan

d. menurunkan tingkat penularan

Sedangkan jenis dan dosis OAT adalah: a. Isoniasid (H)

Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90%populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. b. Rifampisin (R)

Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dormant(persister) yang tidak dapat dibunuh oleh Isoniasid.


(31)

15

c. Pirasinamid (Z)

Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam.

d. Streptomisin (S) Bersifat bakterisid e. Etambutol (E)

Bersifat sebagai bakteriostatik

Obat TB diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman (termasuk kuman persisten) dapat di bunuh. Dosis tahap intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada saat perut kosong. Apabila paduan obat yang digunakan tidak adekuat (jenis, dosis, dan jangka waktu pengobatan), kuman TB akan berkembang menjadi kuman kebal obat (resisten). Menjamin kepatuhan penderita menelan obat, pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung oleh PMO. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan tahap lanjutan (Depkes RI, 2002).

B.Case Detection Rate(CDR) atau Angka Penemuan Penderita TB

1. Definisi

Angka penemuan penderita TB BTA positif baru adalah persentase penderita baru TB yang diobati melalui DOTS.


(32)

16

2. Manfaat

Indikator ini memberikan informasi tentang perkembangan penderita TB dan penanganan pengobatannya yang tuntas atau tidak. Penyakit TB berjangkit melalui udara, namun pengawasan yang efektif melalui penemuan dan penanganan kasus infeksi akan membatasi risiko

penyebarannya. Pendekatan yang direkomendasikan untuk pengawasan adalah melalui strategi DOTS sebuah strategi murah dan dapat mencegah jutaan penderita dari kematian.

3. Penemuan Penderita TB paru

Penemuan penderita TB paru dilakukan secara: a. Passive promotif case finding

yaitu penemuan penderita secara pasif dengan promotif aktif pada pengunjung (tersangka atau suspek) di unit pelayanan kesehatan.

Penemuan secara pasif tersebut didukung dengan penyuluhan secara aktif baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka penderita TB paru.

b. Pemeriksaan pada tersangka yang kontak dengan penderita

Yaitu semua orang yang kontak dengan penderita TB Paru dengan BTA positif dengan gejala yang sama, kemudian diperiksa dahaknya meliputi 3 spesimen dahak Sewaktu, Pagi, Sewaktu (SPS), dilakukan selama 2 hari berturut-turut dan dahak yang terkumpul dikirim ke laboratorium.


(33)

17

4. Rumus Menentukan CDR

CDR= Jumlah Pasien Baru BTA Positif/Perkiraan Jumlah Pasien Baru x100%

Perkiraan jumlah pasien baru didapatkan dari perhitungan insidens kasus BTA paru positf dikali jumlah penduduk. Target CDR nasional adalah 70%.

C. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap sesuatu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan penelitian pun didapat bahwa perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan (Notoatmdjo, 2002).

Pengetahuan mempunyai 6 tingkatan, yaitu : 1. Tahu(know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali(recall)terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan.


(34)

18

2. Memahami(comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham tentang sesuatu harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, dan menyimpulkan. 3. Aplikasi(application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode maupun prinsip dalam situasi yang lain.

4. Analisis(analysis)

Analisis ialah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih ada kaitannya satu sama lain. 5. Sintesis(synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk yang baru. 6. Evaluasi(evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilain terhadap suatu materi atau objek berdasarkan kriteria yang ditetapkan sendiri maupun yang telah ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang diukur dari responden (Notoatmodjo, 2002).


(35)

19

D. Kader

1. Pengertian

Kader adalah siapa saja dari anggota masyarakat yang mau bekerja sama secara suka rela dan ikhlas, mau dan sanggup menggerakkan masyarakat dalam penanganan berbagai penyakit. Kader juga sebagai penggerak

masyarakat dalam hal membantu serta mendukung keberhasilan pemerintah dibidang kesehatan dan tidak mengharapkan imbalan berupa gaji dari pemerintah, melainkan bekerja secara sukarela. Kader merupakan ujung tombak dalam kegiatan yang mendukung permasalahan kesehatan. Mereka merupakan angggota masyarakat yang mau bekerja untuk menggerakkan masyarakat dalam menanggulangi masalah kesehatan (Trisnawati AG dan Rahayuningsih FB, 2008).

2. Tujuan Pembentukan Kader

Menurut Karo-Karo (2003), kader yang dinamis dengan pendidikan rata-rata tingkat desa ternyata mampu melaksanakan beberapa hal yang sederhana, akan tetapi berguna bagi masyarakat sekelompoknya meliputi:

a. Pengobatan ringan atau sederhana, pemberian obat cacing pengobatan terhadap diare dan pemberian larutan gula garam, obat-obatan sederhana dan lain-lain.


(36)

20

b. Penimbangan dan penyuluhan gizi.

c. Pemberantasan penyakit menular, pencarian kasus, pelaporan vaksinasi, pemberian distribusi obat/alat kontrasepsi Keluarga Berencana.

d. Peyediaan dan distribusi obat atau alat kontasepsi Keluarga Berencana. e. Penyuluhan kesehatan dan bimbingan upaya keberhasilan

lingkungan, pembuatan jamban keluarga dan sarana air sederhana. f. Penyelenggaraan dana sehat dan pos kesehatan desa dan lain-lain.

3. Persyaratan menjadi kader

Bahwa pembangunan di bidang kesehatan dapat dipengaruhi oleh keaktifan masyarakat dan pemuka-pemukanya termasuk kader, maka pemilihan calon kader yang akan dilatih perlu mendapat perhatian. Secara disadari bahwa memilih kader yang merupakan pilihan masyarakat dan mendapat dukungan dari kepala desa setempat tidaklah mudah. Namun, proses pemilihan kader ini hendaknya melalui musyawarah dengan masyarakat, dan dukungan dari para pamong desa.

Berikut ini beberapa persaratan umum yang dapat dipertimbangkan untuk pemilihan calon kader.

a. Dapat baca, tulis dengan bahasa Indonesia

b. Secara fisik dapat melaksanakan tugas-tugas sebagai kader c. Mempunyai penghasilan sendiri dan tinggal tetap di desa yang


(37)

21

d. Aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial maupun pembangunan desanya e. Dikenal masyarakat dan dapat bekerjasama dengan masyarakat calon

kader lainnya dan berwibawa

f. Sanggup membina paling sedikit 10 kepala keluarga untuk meningkatkan keadaan kesehatan lingkungan

g. Mempunyai keterampilan

Kader kesehatan mempunyai peran yang besar dalam upanya meningkatkan kemampuan masyarakat menolong dirinya untuk mencapai derajat

kesehatan yang optimal. Selain itu peran kader ikut membina masyarakat dalam bidang kesehatan dengan melalui kegiatan yang dilakukan dengan baik di Posyandu (Zulkifli, 2003).

4. Peran Fungsi Kader

Peran dan fungsi kader sebagai pelaku penggerak masyarakat: a. perilaku hidup bersih dan sehat

b. pengamatan terhadap masalah kesehatan didesa c. upaya penyehatan dilingkungan

d. peningkatan kesehatan ibu, bayi dan balita


(38)

22

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan melakukan

pendekatancross sectional, yaitu jenis penelitian yang pengukuran variabel-variabelnya dilakukan hanya satu kali pengamatan pada kurun waktu tertentu (Notoatmodjo, 2002).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Tulang Bawang Barat selama bulan November 2011.

C. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah seluruh kader yang bertugas mendeteksi TB yang merupakan warga sukarelawan. Jumlah total kader adalah 30 orang dan Teknik sampel yang digunakan dalam penelitian adalahtotal sampling, yaitu keseluruhan populasi yang dijadikan sampel serta memenuhi kriteria inklusi.

Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah

1. Kader yang menangani TB di Kabupaten Tulang Bawang Barat 2. Setuju untuk bekerjasama di dalam penelitian ini.


(39)

23

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah

1. Dalam keadaan sakit sehingga tidak mampu menjawab kuesioner dengan baik.

D. Metode Pengumpulan Data

1. Jenis Data a. Data Primer

Data yang diperoleh dari hasil pengisian kuesioner yang dilakukan oleh 30 responden

b. Data sekunder

Data yang diambil langsung oleh peneliti di Dinas Kesehatan Kabupaten Tulang Bawang Barat. Data sekunder yang diambil meliputi hasil penemuan kasus yang ada di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Tumijajar, Gunung Agung, dan Gunung Terang.

.

E. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah

1. Variabel terikat (dependent)yakni penemuan kasus TB di Puskesmas yang terdapat di Kabupaten Tulang Bawang Barat.


(40)

24

F. Definisi Operasional

Definisi operasional dari penelitian ini adalah :

Tabel 1. Definisi Operasional Variabel

Definisi Alat ukur Hasil Skala

Bebas Pengetahuan Terikat Penemuan kasus TB Kemampuan/ pengetahuan responden menjawab pertanyaan/pernyata an tentang penyebab,gejala, pemeriksaan dan pengobatan TB paru dan cara mendeteksi penderita TB paru

Jumlah penemuan pasien TB Paru di Kabupaten Tulang Bawang Barat

Kuesioner

Data penemuan kasus TB di Dinas Kesehatan Kabupaten Tulang Bawang Barat Mean Mean Numerik Numerik


(41)

25

G. Alat dan Instrumen Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner pengetahuan yang dilengkapi dengan identitas kader di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Tulang Bawang Barat.

H. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data akan diubah kedalam bentuk tabel-tabel, kemudian data diolah menggunakan program SPSS 16 for Windows.

Kemudian, proses pengolahan data menggunakan program komputer ini terdiri dari beberapa langkah :

a. Koding, untuk menerjemahkan data yang dikumpulkan selama penelitian ke dalam simbol yang cocok untuk keperluan analisis.

b. Data entry,memasukkan data ke dalam komputer.

c. Verifikasi, melakukan pemeriksaan secara visual terhadap data yang telah dimasukkan ke komputer.

d. Outputkomputer, hasil analisis yang telah dilakukan komputer kemudian dicetak.

2. Analisis Data

Uji statistik yang digunakan adalah uji korelatif Pearson. Apabila distribusi data tidak normal maka uji statistik menggunakan uji Spearman


(42)

26

I. Prosedur Penelitian

Gambar 3. Prosedur Penelitian Meminta izin untuk melakukan penelitian di Kabupaten Tulang Bawang Barat.

Menyiapkan kuesioner yang sesuai dengan tujuan penelitian.

Pengisian Lembar Persetujuan oleh responden

Membagikan kuesioner kepada responden yang sudah ditentukan

Melakukan pengolahan data.


(43)

DAFTAR PUSTAKA

Berutu, RDN. 2006. Analisis Kompetensi Petugas Puskesmas dalam Penemuan Penderita TB Paru dalam Program Penanggulangan TB di Puskesmas Hutarakyat Kabupaten Dairi.

Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Chaisson, R.E.2007.Epidemiologi Tuberkulosis. EGC. Jakarta

Dahlan, S. 2004.Statistika Untuk Kedokteran Dan Kesehatan. PT. Arkans. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2007.Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis.Edisi Ke-2. Cetakan Pertama. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2008.Hari Tuberkulosis Sedunia tahun 2008.Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2002.Manajemen Tuberkulosi.Jakarta.

DINKES Tulang Bawang Barat. 2009. Profil Kesehatan Kabupaten Tulang Bawang Barat Tahun 2009.Pemkab Tulang Bawang Barat.

DINKES Provinsi Lampung. 2010. Profil Kesehatan Provinsi Lampung.Pemda Lampung.

Efendi, F. dan Cahyadi, A., 2005. Strategi Active Case Finding Berbasis Masyarakat Sebagai Upaya Peningkatan Cakupan Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS), Lingua,

Media Kedokteran dan Kesehatan, Edisi XXXII, September-Oktober 2005, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya.


(44)

Handayani L, dkk,. 2006.Upaya Revitalisasi Pelayanan Kesehatan Puskesmas dan Jaringannya dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Kesehatan. P3SKK Litbang Depkes, Jakarta.

Irawati, A., 2002.Kajian Revitalisasi Posyandu pada Masyarakat Nelayanan dan Petani di Provinsi Jawa Barat. Center of Research and Development of Nutrition and Food. Jakarta.

Islamy, N. 2008. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Pada Kader Dalam Mendeteksi Suspek TB Paru.Tesis. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Jawetz, Mk & Adelberg. 1996.Mikobakteria. Dalam: Setiawan, Irawati. ed.Mikrobiologi Kedokteran.Jakarta: EGC, 302-304.

Lubis, E. H.2010. Pengaruh Karakteristik Kader Posyandu terhadap Penemuan Dini Kasus TB di Puskemas Mandala Wilayah Kecamatan Medan Tembung.Skripsi.Universitas Sumatera Utara. Medan

Nilawati. 2008.Analisis Keaktifan Kader Dalam Memberikan Pelayanan Untuk Revitalisasi Posyandu di Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara.Tesis Pascasarjana USU Medan.

Notoatmodjo, S.2002 .Metode Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

Notoatmodjo, S.2007 .Ilmu Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Rineka Cipta. Jakarta. Poeloengan, M. dkk.Bahaya dan Penanganan Tubeculosis.2005. Jakarta.

Sastroasmoro, S dan Sofyan I. 1995.Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Binarupa Aksara. Jakarta.


(45)

Sihombing, DM dan Yuristianti,G. 2000.Jayawijaya Watch Project: Health Section. Jayawijaya Women and Their Children’s Health Project AusAID- World Vision. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Simamora, J. 2005.Faktor yang Mempengaruhi Ketidakteraturan Minum Obat Penderita TB Paru Kota Binjai.Universitas Sumatera Utara. Medan

Sudoyo, Aru .W, 2007.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Trisnawati, AG dan Rahayuningsih FB. 2008.Pelatihan Peningkatan Kemampuan Kader Kesehatan Dalam Penanganan Tuberkulosis (Tbc) Di Wilayah Kerja Puskesmas Gemolong Ii Sragen.Universitas Muhamadiyah Surakarta. Surakarta

WHO Report. 2009.Global Tuberculosis Control, 2009.

Widiastuti, Kristiani. 2002.Pemanfaatan Pelayanan Posyandu di Kota Denpasar. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta


(1)

24

F. Definisi Operasional

Definisi operasional dari penelitian ini adalah :

Tabel 1. Definisi Operasional

Variabel

Definisi Alat ukur Hasil Skala

Bebas Pengetahuan Terikat Penemuan kasus TB Kemampuan/ pengetahuan responden menjawab pertanyaan/pernyata an tentang penyebab,gejala, pemeriksaan dan pengobatan TB paru dan cara mendeteksi penderita TB paru

Jumlah penemuan pasien TB Paru di Kabupaten Tulang Bawang Barat

Kuesioner

Data penemuan kasus TB di Dinas Kesehatan Kabupaten Tulang Bawang Barat Mean Mean Numerik Numerik


(2)

25

G. Alat dan Instrumen Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner pengetahuan yang dilengkapi dengan identitas kader di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Tulang Bawang Barat.

H. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data akan diubah kedalam bentuk tabel-tabel, kemudian data diolah menggunakan program SPSS 16 for Windows.

Kemudian, proses pengolahan data menggunakan program komputer ini terdiri dari beberapa langkah :

a. Koding, untuk menerjemahkan data yang dikumpulkan selama penelitian ke dalam simbol yang cocok untuk keperluan analisis.

b. Data entry,memasukkan data ke dalam komputer.

c. Verifikasi, melakukan pemeriksaan secara visual terhadap data yang telah dimasukkan ke komputer.

d. Outputkomputer, hasil analisis yang telah dilakukan komputer kemudian dicetak.

2. Analisis Data

Uji statistik yang digunakan adalah uji korelatif Pearson. Apabila distribusi data tidak normal maka uji statistik menggunakan uji Spearman


(3)

26

I. Prosedur Penelitian

Gambar 3. Prosedur Penelitian Meminta izin untuk melakukan penelitian di Kabupaten Tulang Bawang Barat.

Menyiapkan kuesioner yang sesuai dengan tujuan penelitian.

Pengisian Lembar Persetujuan oleh responden

Membagikan kuesioner kepada responden yang sudah ditentukan

Melakukan pengolahan data.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Berutu, RDN. 2006. Analisis Kompetensi Petugas Puskesmas dalam Penemuan Penderita TB Paru dalam Program Penanggulangan TB di Puskesmas Hutarakyat Kabupaten Dairi. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Chaisson, R.E.2007.Epidemiologi Tuberkulosis. EGC. Jakarta

Dahlan, S. 2004.Statistika Untuk Kedokteran Dan Kesehatan. PT. Arkans. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2007.Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis.Edisi Ke-2. Cetakan Pertama. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2008.Hari Tuberkulosis Sedunia tahun 2008.Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2002.Manajemen Tuberkulosi.Jakarta.

DINKES Tulang Bawang Barat. 2009. Profil Kesehatan Kabupaten Tulang Bawang Barat Tahun 2009.Pemkab Tulang Bawang Barat.

DINKES Provinsi Lampung. 2010. Profil Kesehatan Provinsi Lampung.Pemda Lampung.

Efendi, F. dan Cahyadi, A., 2005. Strategi Active Case Finding Berbasis Masyarakat Sebagai Upaya Peningkatan Cakupan Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS), Lingua, Media Kedokteran dan Kesehatan, Edisi XXXII, September-Oktober 2005, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya.


(5)

Handayani L, dkk,. 2006.Upaya Revitalisasi Pelayanan Kesehatan Puskesmas dan Jaringannya dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Kesehatan. P3SKK Litbang Depkes, Jakarta.

Irawati, A., 2002.Kajian Revitalisasi Posyandu pada Masyarakat Nelayanan dan Petani di Provinsi Jawa Barat. Center of Research and Development of Nutrition and Food. Jakarta.

Islamy, N. 2008. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Pada Kader Dalam Mendeteksi Suspek TB Paru.Tesis. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Jawetz, Mk & Adelberg. 1996.Mikobakteria. Dalam: Setiawan, Irawati. ed.Mikrobiologi Kedokteran.Jakarta: EGC, 302-304.

Lubis, E. H.2010. Pengaruh Karakteristik Kader Posyandu terhadap Penemuan Dini Kasus TB di Puskemas Mandala Wilayah Kecamatan Medan Tembung.Skripsi.Universitas Sumatera Utara. Medan

Nilawati. 2008.Analisis Keaktifan Kader Dalam Memberikan Pelayanan Untuk Revitalisasi Posyandu di Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara.Tesis Pascasarjana USU Medan.

Notoatmodjo, S.2002 .Metode Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

Notoatmodjo, S.2007 .Ilmu Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Rineka Cipta. Jakarta. Poeloengan, M. dkk.Bahaya dan Penanganan Tubeculosis.2005. Jakarta.

Sastroasmoro, S dan Sofyan I. 1995.Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Binarupa Aksara. Jakarta.


(6)

Sihombing, DM dan Yuristianti,G. 2000.Jayawijaya Watch Project: Health Section. Jayawijaya Women and Their Children’s Health Project AusAID- World Vision. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Simamora, J. 2005.Faktor yang Mempengaruhi Ketidakteraturan Minum Obat Penderita TB Paru Kota Binjai.Universitas Sumatera Utara. Medan

Sudoyo, Aru .W, 2007.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Trisnawati, AG dan Rahayuningsih FB. 2008.Pelatihan Peningkatan Kemampuan Kader Kesehatan Dalam Penanganan Tuberkulosis (Tbc) Di Wilayah Kerja Puskesmas Gemolong Ii Sragen.Universitas Muhamadiyah Surakarta. Surakarta

WHO Report. 2009.Global Tuberculosis Control, 2009.

Widiastuti, Kristiani. 2002.Pemanfaatan Pelayanan Posyandu di Kota Denpasar. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta


Dokumen yang terkait

HUBUNGAN KEJADIAN EFEK SAMPING OBAT ANTITUBERKULOSIS TERHADAP KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TUBERKULOSIS DI KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT

8 43 52

HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN PENGAWAS MINUM OBAT (PMO) TERHADAP KETERATURAN MINUM OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT) PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT

3 16 52

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN MOTIVASI KADER DENGAN PENEMUAN SUSPEK TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS SANANKULON

8 40 96

HUBUNGAN ANTARA KONDISI RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS KISMANTORO Hubungan Antara Kondisi Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Kismantoro Kabupaten Wonogiri.

0 3 15

HUBUNGAN ANTARA KONDISI RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS KISMANTORO Hubungan Antara Kondisi Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Kismantoro Kabupaten Wonogiri.

0 3 20

PENDAHULUAN Hubungan Antara Kondisi Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Kismantoro Kabupaten Wonogiri.

0 2 7

Hubungan antara Karakteristik Penderita Tuberkulosis Paru dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Kayen Kabupaten Pati.

0 0 1

HUBUNGAN MOTIVASI DAN PENGETAHUAN TENTANG TUBERKULOSIS PARU DENGAN KETAATAN PERIKSA DAHAK PENDERITA SUSPECT TUBERKULOSIS PARU (Di Puskesmas Trenggalek Kabupaten Trenggalek).

0 0 13

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK KADER KESEHATAN DENGAN PRAKTIK PENEMUAN TERSANGKA KASUS TUBERKULOSIS PARU (Studi Kasus Di Wilayah Kerja Puskesmas Tlogosari Kulon Semarang)

0 0 80

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU DENGAN KETERATURAN BEROBAT DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KASSI-KASSI

0 0 52