Manfaat penelitian Kerangka Penelitian

6. Diagnosis TB a. Diagnosis TB Pada Orang Dewasa 1. BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga SPS BTA hasilnya positif. 2. Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan spesimen SPS diulang. 3. Jika hasil rontgen mendukung TB, maka penderita didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif. 4. Jika hasil rontgen tidak mendukung TB, maka pemeriksaan lain misalnya biakan. Bila tiga spesimen dahak negatif, diberikan antibiotik spektrum luas misalnya kotrimoksasol atau amoksisilin selama 1 - 2 minggu. Bila tidak ada perubahan, namun gejala klinis tetap mencurigakan TB, ulangi pemeriksaan dahak SPS : 1. Jika hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif. 2. Jika hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen dada, untuk mendukung diagnosis TB. 3. Bila hasil rontgen mendukung TB, diagnosis sebagai penderita TB BTA negatif rontgen positif. 4. Bila hasil rontgen tidak mendukung TB, penderita tersebut bukan TB. b. Diagnosis TB Pada Anak Seorang anak harus dicurigai menderita TB kalau: 1 Mempunyai sejarah kontak erat serumah dengan penderita TB BTA positif 2 Terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikan BCG dalam 3-7 hari 3 Terdapat gejala umum TB 7. Pengobatan TB Tujuan pengobatan TB paru adalah: a. menyembuhkan penderita b. mencegah kematian c. mencegah kekambuhan d. menurunkan tingkat penularan Sedangkan jenis dan dosis OAT adalah: a. Isoniasid H Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. b. Rifampisin R Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dormantpersister yang tidak dapat dibunuh oleh Isoniasid. c. Pirasinamid Z Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. d. Streptomisin S Bersifat bakterisid e. Etambutol E Bersifat sebagai bakteriostatik Obat TB diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman termasuk kuman persisten dapat di bunuh. Dosis tahap intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada saat perut kosong. Apabila paduan obat yang digunakan tidak adekuat jenis, dosis, dan jangka waktu pengobatan, kuman TB akan berkembang menjadi kuman kebal obat resisten. Menjamin kepatuhan penderita menelan obat, pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung oleh PMO. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan tahap lanjutan Depkes RI, 2002.

B. Case Detection Rate CDR atau Angka Penemuan Penderita TB

1. Definisi Angka penemuan penderita TB BTA positif baru adalah persentase penderita baru TB yang diobati melalui DOTS. 2. Manfaat Indikator ini memberikan informasi tentang perkembangan penderita TB dan penanganan pengobatannya yang tuntas atau tidak. Penyakit TB berjangkit melalui udara, namun pengawasan yang efektif melalui penemuan dan penanganan kasus infeksi akan membatasi risiko penyebarannya. Pendekatan yang direkomendasikan untuk pengawasan adalah melalui strategi DOTS sebuah strategi murah dan dapat mencegah jutaan penderita dari kematian. 3. Penemuan Penderita TB paru Penemuan penderita TB paru dilakukan secara: a. Passive promotif case finding yaitu penemuan penderita secara pasif dengan promotif aktif pada pengunjung tersangka atau suspek di unit pelayanan kesehatan. Penemuan secara pasif tersebut didukung dengan penyuluhan secara aktif baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka penderita TB paru. b. Pemeriksaan pada tersangka yang kontak dengan penderita Yaitu semua orang yang kontak dengan penderita TB Paru dengan BTA positif dengan gejala yang sama, kemudian diperiksa dahaknya meliputi 3 spesimen dahak Sewaktu, Pagi, Sewaktu SPS, dilakukan selama 2 hari berturut-turut dan dahak yang terkumpul dikirim ke laboratorium.

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN KEJADIAN EFEK SAMPING OBAT ANTITUBERKULOSIS TERHADAP KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TUBERKULOSIS DI KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT

8 43 52

HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN PENGAWAS MINUM OBAT (PMO) TERHADAP KETERATURAN MINUM OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT) PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT

3 16 52

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN MOTIVASI KADER DENGAN PENEMUAN SUSPEK TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS SANANKULON

8 40 96

HUBUNGAN ANTARA KONDISI RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS KISMANTORO Hubungan Antara Kondisi Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Kismantoro Kabupaten Wonogiri.

0 3 15

HUBUNGAN ANTARA KONDISI RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS KISMANTORO Hubungan Antara Kondisi Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Kismantoro Kabupaten Wonogiri.

0 3 20

PENDAHULUAN Hubungan Antara Kondisi Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Kismantoro Kabupaten Wonogiri.

0 2 7

Hubungan antara Karakteristik Penderita Tuberkulosis Paru dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Kayen Kabupaten Pati.

0 0 1

HUBUNGAN MOTIVASI DAN PENGETAHUAN TENTANG TUBERKULOSIS PARU DENGAN KETAATAN PERIKSA DAHAK PENDERITA SUSPECT TUBERKULOSIS PARU (Di Puskesmas Trenggalek Kabupaten Trenggalek).

0 0 13

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK KADER KESEHATAN DENGAN PRAKTIK PENEMUAN TERSANGKA KASUS TUBERKULOSIS PARU (Studi Kasus Di Wilayah Kerja Puskesmas Tlogosari Kulon Semarang)

0 0 80

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU DENGAN KETERATURAN BEROBAT DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KASSI-KASSI

0 0 52