HUBUNGAN KEJADIAN EFEK SAMPING OBAT ANTITUBERKULOSIS TERHADAP KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TUBERKULOSIS DI KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT

(1)

(2)

Khairunnisa

ABSTRACT

CORRELATION BETWEEN SIDE EFFECTS OF ANTITUBERCULOSIS DRUG WITH THE COMPLIANCE IN CONSUMING ANTITUBERCULOSIS

DRUG IN TULANG BAWANG BARAT DISTRICT

By

Neny Khairunnisa

Tuberculosis (TB) is a disease caused by Mycobacterium tuberculosis that is still being in the world. Health Department of Tulang Bawang Barat District reported that there are 1153 suspect TB and 141 smear positive cases on 2010. Tuberculosis cure rate is only 55,7%, wich is still far from national indicator. There are 11 cases or about 0,05% default and also drop out from all cases. Side effect drug is one of the causal factor of failure on TB treatment. It make the TB patient to be indiscipline on consuming their drugs and the therapy will be stopped then.

This study is aimed to (1) find out the correlation between the incident of side effect of antituberculosis drugs and compliance in consuming drug on patient with TB in Tulang Bawang Barat District; (2) know the pattern of side effects of antituberculosis drugs on patient with TB; and (3) know the compliance of consuming drug on patient with TB.


(3)

Khairunnisa Sample of this study is TB patient with inclusion criterias are consuming antituberculosis drug and will finish their treatment on September–November 2011. These samples were taken from 4 primary care providers on Tulang Bawang Barat District. They were taken by purposive sampling technique based on inclusion and exclusion criteria.

Results showed that: (1) proportion of the incidence of side effect of antituberculosis drug in Tulang Bawang Barat District was 90,5% and 9,5% is not occurred; (2) proportion of the complience rate on patient with TB in Tulang Bawang Barat District is 71,4% and is only 28,6% who are indiscipline; (3) there is no correlation between side effect of antituberculosis drugs and complience of consuming drugs of patient with TB in Tulang Bawang Barat District.


(4)

Khairunnisa

ABSTRAK

HUBUNGAN KEJADIAN EFEK SAMPING OBAT ANTITUBERKULOSIS TERHADAP KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TUBERKULOSIS DI KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT

Oleh

Neny Khairunnisa

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang masih menjadi perhatian dunia. Dinas Kesehatan Tulang Bawang Barat melaporkan adanya 1153 suspek TB pada tahun 2010, dengan 141 BTA Positif. Angka kesembuhan(Cure Rate)TB di Kabupaten Tulang Bawang Barat hanya 55,7% dan angka tersebut masih jauh dari target indikator nasional, dan dari semua kasus TB yang terjadi, terdapat 11 kasus atau sekitar 0,05% default ataupun putus berobat (drop out). Efek samping obat menjadi salah satu faktor penyebab kegagalan pengobatan TB karena menyebabkan pasien malas meminum obat sehingga pengobatan terhenti.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui hubungan kejadian efek samping OAT terhadap kepatuhan minum obat pada penderita TB di Kabupaten Tulang Bawang Barat; (2) mengkaji pola efek samping OAT pada penderita TB; (3) mengkaji tingkat kepatuhan meminum OAT pada penderita TB.


(5)

Khairunnisa

Penelitian dilakukan di Kabupaten Tulang Bawang Barat pada bulan Oktober–

Desember 2011. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian adalah penderita TB di Kabupaten Tulang Bawang Barat. Sampel penelitian ini adalah penderita TB yang menggunakan OAT dan menyelesaikan pengobatannya pada periode bulan September–November 2011. Sampel pada penelitian ini diperoleh dari 4 puskesmas di Kabupaten Tulang Bawang Barat. Sampel pada penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling dengan kriteria inklusi dan eksklusi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) proporsi kejadian efek samping OAT pada penderita TB di Kabupaten Tulang Bawang Barat sebanyak 90,5% dan yang tidak terjadi hanya 9,5%; (2) proporsi tingkat kepatuhan pada penderita TB di Kabupaten Tulang Bawang Barat sebanyak 71,4% dan penderita yang tidak patuh hanya 28,6%; (3) tidak ada hubungan antara efek samping OAT terhadap kepatuhan minum obat pada penderita TB di Kabupaten Tulang Bawang Barat.

Kata kunci: tuberkulosis, efek samping obat, obat antituberkulosis, kepatuhan minum obat.


(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

Hidup ini indah dan akan lebih indah ketika kamu bisa

membuat orang yang kamu sayangi bahagia.

Jangan remehkan diri sendiri, tak seorangpun yang

biasa-biasa saja, yang ada hanya mereka yang tidak

menyadari betapa luar biasanya mereka.

Jangan rendahkan dirimu untuk mendapatkan sesuatu,

tetapi rendahkan hatimu untuk memberikan sesuatu.

Belajarlah mengucap syukur dari hal-hal baik

dihidupmu dan belajarlah menjadi kuat dari hal-hal

buruk dihidupmu.


(11)

(12)

Khairunnisa-SANWACANA

Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Skripsi dengan judul “Hubungan Kejadian Efek Samping Obat Antituberkulosis Terhadap Kepatuhan Minum Obat pada Penderita Tuberkulosis di Kabupaten Tulang Bawang Barat” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kedokteran di Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Sutyarso, M.Biomed., selaku dekan Fakultas Kedokteran;

2. dr. Dwi Indria Anggraini, M.Sc., selaku pembimbing pertama yang telah memberikan bimbingan, saran, nasehat, dan membantu penulis selama proses penelitian sampai penyelesaian skripsi ini;

3. dr. M. Ricky Ramadhian, selaku pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan, saran, dan nasehat kepada penulis selama proses pembuatan skripsi;

4. dr. Nurul Islamy, M.Kes., selaku pembahas yang telah memberikan kritik, saran dan penjelasan mengenai materi dalam skripsi penulis;


(13)

5. H. Muhammad Hakim Pasaribu, M.Pd., dan Hj. Darwati Siregar, S.Pd.I., selaku orang tua penulis yang tidak pernah lelah membimbing penulis sejak dilahirkan sampai saat ini, memberikan cinta dan kasih sayangnya kepada penulis, memberikan dorongan moril dan materiil kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini;

6. Dyah Wulan Sumekar RW, SKM, M.Kes., dan dr. Iswandi Darwis selaku Pembimbing Akademik;

7. Abdul Rohim Pasaribu, S.Or, M.M., Kiki Yuli Handayani, Ahmad Husein Pasaribu, Nur Aisyah Febriani yang telah membantu serta memberikan semangat dan nasehat kepada penulis selama penulisan skripsi;

8. Teman-teman seperjuangan Shitrai Eunice, Rifa’atul Mahmudah, Evi Emilia, Octaria Anggraini, Intan Rehana, Tri Hasan Basri, Putri Aptalia Ayu, S.Ked., Dwi Verayati, S.Ked., Indria Febriani, S.Ked., Rizka Yunanda,S.Ked., Yeni Marlina, Adi Pasaribu, Anantyo Kusuma, yang telah bersedia membantu penulis dalam penyelesain penulisan skripsi;

9. Linggar Suprayogi, S.P., yang telah membantu penulis dalam pengambilan data, terima kasih telah memberikan bantuan tenaga, pikiran, dan memberikan motivasi kepada penulis selama proses penelitian sampai penyelesaian skripsi; 10. Muhammad Asrul, A.Md.Kep., yang telah membantu penulis dalam

pengambilan data di Dinkes Tulang Bawang Barat;

11. Oki Tri Laksani, A.Md.KL., yang telah membantu dan memberikan motivasi agar penulis tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi;


(14)

12. Semua teman-teman SDN 1 Tumijajar, SMPN 1 Tumijajar, SMAN 1 Tumijajar dan FK angkatan 2007 yang telah membantu dan memberikan motivasi kepada penulis agar menyelesaikan penulisan skripsi.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah mereka berikan kepada penulis dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Bandar Lampung, Januari 2012


(15)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

I . PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1 Tujuan Umum ... 4

1.3.2 Tujuan Khusus ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Kerangka Pemikiran ... 5

1.5.1 Kerangka Teori... 5

1.5.2 Kerangka Konsep ... 7

1.6 Hipotesis ... 7

II . TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis ... 8

2.1.1 Pengertian Tuberkulosis ... 8

2.1.2 Penyebab Tuberkulosis ... 8

2.1.3 Cara Penularan ... 10

2.1.4 Perjalanan Penyakit ... 11

2.1.5 Gejala dan Diagnosis ... 12

2.2 Tatalaksana Tuberkulosis ... 14

2.3 Efek Samping Obat Antituberkulosis ... 19


(16)

2.3.2 Macam-macam Efek Samping Obat

Antituberkulosis ... 19

2.4 Kepatuhan Minum Obat ... 20

2.4.1 Definisi Kepatuhan ... 20

2.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Minum Obat ... 21

III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian... 24

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 24

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 24

3.4 Prosedur Penelitian ... 26

3.5 Variabel Penelitian ... 26

1. Variabel Bebas ... 26

2. Variabel Terikat ... 26

3.6 Definisi Operasional... 27

3.7 Analisis Data ... 29

3.8 Uji Instrumen Data ... 30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 31

4.1.1 Karakteristik responden... 31

4.1.2 Kejadian efek samping OAT ... 33

4.1.3 Hubungan kejadian efek samping OAT terhadap kepatuhan ... 36

4.2 Pembahasan ... 37

4.2.1 Karakteristik responden... 37

4.2.2 Efek samping OAT ... 39

4.2.3 Hubungan kejadian efek samping OAT terhadap kepatuhan ... 39

V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan... 43


(17)

DAFTAR PUSTAKA ... 44 LAMPIRAN... 47


(18)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Efek Samping Ringan ... 19

2. Efek Samping Berat ... 20

3. Definisi Operasional ... 27

4. Karakteristik Responden ... 32

5. Karakteristik Efek Samping OAT ... 34


(19)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka teori ... 6

2. Kerangka konsep ... 7

3. BakteriMycobacterium tuberculosa ... 10

4. Penyebaran BakteriMycobacterium tuberculosa ... 11

5. Prosedur Penelitian ... 26

6. Tingkat Kepatuhan ... 33


(20)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang masih menjadi perhatian dunia. Angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium tuberculosis masih cukup tinggi. Pada tahun 2009, terdapat 1,7 juta orang meninggal karena TB sementara ada 9,4 juta kasus TB baru. World Health Organization (WHO) memperkirakan akan terjadi 583 ribu kasus baru TB setiap tahunnya di Indonesia (Rita, 2009). Laporan WHO pada tahun 2009, mencatat bahwa Indonesia berada pada posisi 5 dengan jumlah penderita TB sebesar 429 ribu orang (WHO, 2010).

Menurut Dinas Kesehatan Propinsi Lampung tahun 2007, pencapaian angka-angka kesembuhan penderita TB di Propinsi Lampung telah mencapai target maksimal yaitu melebihi indikator pengobatan sebesar 85%. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa daerah atau kabupaten di Propinsi Lampung yang belum mencapai target keberhasilan pengobatan sesuai indikator nasional. Salah satunya adalah Kabupaten Tulang Bawang Barat yang merupakan kabupaten baru di Propinsi Lampung.

Dinas Kesehatan Tulang Bawang Barat pada tahun 2010 melaporkan adanya 1153 suspek TB pada tahun 2010, dengan 141 BTA Positif. Angka kesembuhan(Cure


(21)

2

Rate) TB di Kabupaten Tulang Bawang Barat hanya 55,7% dan angka tersebut masih jauh dari target indikator nasional (Dinkes Kabupaten Tulang Bawang Barat, 2010), dan dari semua kasus TB yang terjadi, terdapat 11 kasus atau sekitar 0,05%defaultataupun putus berobat (drop out).

Penatalaksanaan TB yang tepat menjadi faktor penting dalam keberhasilan pemberantasan TB. Penularan penyakit TB sangat cepat dan setiap 1 penderita TB basil tahan asam (BTA) positif bisa menularkan penyakit tersebut kepada 10 hingga 15 orang per tahunnya. Namun demikian, penanggulangan TB terutama di negara berkembang masih belum memuaskan, yang ditunjukkan oleh angka kesembuhan hanya mencapai 30%. Beberapa faktor yang menyebabkan gagalnya penanggulangan TB antara lain adanya peningkatan populasi TB yang seiring dengan letusan HIV; timbulnya resistensi terhadap beberapa obat antituberkulosis (OAT); kurangnya biaya pengadaan OAT seperti rifampisin dan pirasinamid yang relatif mahal; kurangnya perhatian aparat pemerintah terhadap besarnya masalah TB; kurangnya sistem penanggulangan TB secara terpadu (Bahar, 2001). Menurut Tahitu dan Amarudin (2006), terdapat faktor risiko utama terjadinya kegagalan pengobatan TB yakni Pengawas Minum Obat (PMO), kepatuhan berobat, dan efek samping obat.

Efek samping obat menjadi salah satu faktor penyebab kegagalan pengobatan TB. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa efek samping OAT menyebabkan pasien malas meminum obat sehingga pengobatan terhenti. Beberapa efek samping OAT yaitu hilangnya nafsu makan, mual, sakit perut, nyeri sendi, warna kemerahan


(22)

3

pada urine, gatal dan kemerahan pada kulit, tuli, gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan (Depkes, 2008).

Efek samping obat berpengaruh terhadap kepatuhan meminum obat pada penderita TB. Semakin berat gejala efek samping obat maka semakin tidak patuh penderita dalam pengobatan. Oleh karena itu, efek samping obat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan meminum obat pada penderita TB. Menurut Pariyamah (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat adalah karakteristik penderita, kategori obat, lama pengobatan dan efek samping obat.

Namun demikian, belum diketahui dengan pasti bagaimana hubungan antara efek samping OAT dengan kepatuhan pasien meminum obat. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian yang mengkaji bagaimana hubungan kejadian efek samping OAT terhadap kepatuhan minum obat sebagai upaya penatalaksanaan pengobatan TB yang tepat.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut, maka dapat

dirumuskan pertanyaan penelitian “Bagaimana hubungan kejadian efek samping OAT terhadap kepatuhan minum obat pada penderita TB di Kabupaten Tulang Bawang Barat ?”


(23)

4

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan kejadian efek samping OAT terhadap kepatuhan minum obat pada penderita TB di Kabupaten Tulang Bawang Barat.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengkaji pola efek samping OAT pada penderita TB.

2. Mengkaji tingkat kepatuhan meminum OAT pada penderita TB.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi ilmu pengetahuan dan teknologi

Hasil penelitian ini dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan terutama di bidang ilmu kedokteran.

2. Bagi penderita

Penelitian yang dilakukan dapat memberikan pengetahuan kepada penderita tentang TB.

3. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Tulang Bawang Barat

Penelitian yang di lakukan dapat menjadi acuan tatalaksana TB yang tepat di Kabupaten Tulang Bawang Barat.


(24)

5

1.5 Kerangka Pemikiran

1.5.1 Kerangka teori

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Sumber penularan adalah dahak dari pasien yang mengandung kuman TB. Bila tidak diobati, maka penderita dapat meninggal dunia. Sekitar 25% dari seluruh kematian yang terjadi akibat TB sebenarnya dapat dicegah (preventable death) (Siswono, 2004).

Pengobatan TB mengacu pada perawatan medis dari penyakit menular TB. Pengobatan TB biasanya timbul efek samping. Efek samping biasanya dianggap sebagai gejala-gejala yang muncul akibat pemberian obat dan tidak berhubungan dengan kerja obat yang dimaksud atau diinginkan. Meskipun tidak diharapkan dan mengganggu, efek samping cukup sering terjadi pada dosis biasa sehingga pasien harus waspada mengenai kemungkinan terjadinya dan bagaimana menghadapinya (Deglin dan Vallerand, 2005).

Efek samping obat adalah setiap efek dari suatu pengobatan yang tidak dikehendaki, merugikan atau membahayakan pasien. Efek samping tidak mungkin dihindari atau dihilangkan sama sekali, tetapi dapat ditekan atau dicegah seminimal mungkin dengan menghindari faktor-faktor risiko yang sebagian besar dapat diketahui. Dampak negatif masalah efek samping obat dalam klinik antara lain dapat menimbulkan keluhan atau penyakit baru karena obat, meningkatkan biaya pengobatan, mengurangi kepatuhan berobat serta meningkatkan potensi kegagalan pengobatan(Santoso, 2007).


(25)

6

Efek samping OAT dapat menyebabkan pasien malas minum obat sehingga menjadi salah satu faktor putus obat sehingga pengobatan TB terhenti. Efek samping OAT yaitu hilangnya nafsu makan, mual, sakit perut, nyeri sendi, kesemutan sampai dengan rasa terbakar di kaki, warna kemerahan pada urine, gatal dan kemerahan pada kulit, tuli, gangguan penglihatan dan lain sebagainya (Depkes RI, 2008).

Semakin berat efek samping yang ditimbulkan OAT semakin menyebabkan pasien tidak patuh meminum obat. Kepatuhan dalam pengobatan dapat diartikan sebagai perilaku pasien yang mentaati semua nasehat dan petunjuk yang dianjurkan oleh kalangan tenaga medis, seperti dokter dan apoteker (Slamet, 2007).

Gambar 1. Kerangka teori TB OAT ESO Menimbulkan keluhan atau penyakit baru karena obat Meningkatkan biaya pengobatan Meningkatkan potensi kegagalan pengobatan Mengurangi kepatuhan berobat


(26)

7

1.5.2 Kerangka Konsep

Variabel bebas Variabel terikat

Gambar 2. Kerangka konsep

Terdapat efek samping dari pengobatan TB. Beberapa efek samping yang ditimbulkan oleh OAT yaitu hilangnya nafsu makan, mual, sakit perut, nyeri sendi, warna kemerahan pada urine, gatal, vertigo, penyakit kuning, kemerahan pada kulit, tuli, dan gangguan penglihatan. Efek samping yang ditimbulkan OAT menjadi salah satu faktor yang menyebabkan berkurangnya kepatuhan minum obat pada penderita TB.

1.6 Hipotesis

Hipotesis penelitian ini:

Adanya hubungan kejadian efek samping OAT terhadap kepatuhan minum obat pada penderita TB di Kabupaten Tulang Bawang Barat.

Efek samping OAT Kepatuhan minum


(27)

8

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberkulosis (TB)

2.1.1 Pengertian TB

Penyakit TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Depkes RI, 2008).

2.1.2 Penyebab TB

Penyebab TB adalah kuman Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium tuberculosismerupakan kelompok bakteri gram positif, berbentuk batang dengan ukuran panjang 1–4 mikron dan tebal 0,3–0,6 mikron (Bahar, 2001).

Sebagian besar komponenMycobacterium tuberculosis adalah berupa lemak/lipid sehingga kuman tahan terhadap asam serta tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik. Mikroorganisme ini bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen (Somantri, 2008).


(28)

9

Menurut Darmajono (2001), karakteristik Mycobacterium tuberculosis adalah sebagai berikut

1. Merupakan jenis kuman berbentuk batang berukuran panjang 1–4 mm dengan tebal 0,3–0,6 mm.

2. Bakteri tidak berspora dan tidak berkapsul.

3. Pewarnaan Ziehl-Nellsen tampak berwarna merah dengan latar belakang biru. 4. Bakteri sulit diwarnai dengan Gram tapi jika berhasil, hasilnya Gram Positif. 5. Pemeriksaan menggunakan mikroskop elektron dinding sel tebal, mesosom

mengandung lemak (lipid) dengan kandungan 25%, kandungan lipid memberi sifat yang khas pada bakteri yaitu tahan terhadap kekeringan, alkohol, zat asam, alkalis dan germisida tertentu.

6. Sifat tahan asam karena adanya perangkap fuksin intrasel, suatu pertahanan yang dihasilkan dari komplek mikolat fuksin yang terbentuk di dinding.

7. Pertumbuhan sangat lambat, dengan waktu pembelahan 12–18 jam dengan suhu optimum 37oC.

8. Kuman kering dapat hidup di tempat gelap berbulan-bulan dan tetap virulen. 9. Kuman mati dengan penyinaran langsung matahari.


(29)

10

Gambar 3. BakteriMycobacterium tuberculosa

2.1.3 Cara penularan

Mycobacterium tuberculosisditularkan dari orang satu ke orang yang lain melalui jalan pernapasan. Pada waktu batuk/bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Setelah kuman TB masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran pernapasan/menyebar langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya (Khomsah, 2007).


(30)

11

Gambar 4. Penyebaran BakteriMycobacterium tuberculosa

2.1.4 Perjalanan penyakit

1) Tuberkulosis primer (infeksi primer)

Tuberkulosis primer terjadi pada individu yang tidak mempunyai imunitas sebelumnya terhadap Mycobacterium tuberculosis. Penularan TB terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara (Bahar, 2001).

Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan terjadinya infeksi sampai pembentukan komplek primer adalah 4–6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi


(31)

12

Menurut Soeparman (2003), komplek primer ini selanjutnya dapat berkembang menjadi:

1. Sembuh sama sekali tanpa menimbulkan cacat

2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, klasifikasi di hilus atau sarang

3. Berkomplikasi dan menyebar secara:

(a) Perkontinuiatum yakni dengan menyebar ke sekitarnya.

(b) Secara bronkogen ke paru sebelahnya, kuman tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus.

(c) Secara limfogen ke organ tubuh lainnya. (d) Secara hematogen ke organ tubuh lainnya.

2). Tuberkulosis pasca primer

Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan/tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat infeksi HIV/status gizi yang buruk. Ciri khas dari TB pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas/efusi pleura (Khomsah, 2007).

2.1.5 Gejala dan diagnosis

A. Gejala

Gejala penyakit TB dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu


(32)

13

khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik (Amin, 2006).

a. Gejala sistemik/umum

Gejala sistemik umum biasanya ditandai dengan adanya demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, demam biasanya dirasakan pada malam hari dan disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza yang bersifat hilang timbul. Selain demam, biasanya gejala sistemik umum di tandai dengan penurunan nafsu makan dan menyebabkan penurunan berat badan, batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah), adanya perasaan tidak enak (malaise), dan lemah.

b. Gejala khusus

Gejala khusus pada penderita TB tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak. Jika ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.


(33)

14

B. Penegakan Diagnosis

Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TB, maka beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak), pemeriksaan patologi anatomi (PA), Rontgen dada (thorax photo) dan uji tuberculin (Bahar, 2001).

2.2 Tatalaksana TB

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Menurut Depkes (2008), pengobatan TB dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Obat anti tuberkulosis biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.

2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT=Directly Observed Treatment) oleh seorang pengawas minum obat (PMO).


(34)

15

Tahap awal (intensif)

a. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.

b. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penularan pada pasien menjadi berkurang dalam kurun waktu 2 minggu. c. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam

2 bulan.

Tahap Lanjutan

a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama.

b. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

Menurut Depkes (2008), jenis obat OAT yang digunakan antara lain:

1) Isoniasid (H)

Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid,dapat membunuh kuman 90% populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB.


(35)

16

2) Rifampisin (R)

Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman semi-dormant (persister) yang tidak dapat dibunuh oleh Isoniasid. Dosis 10 mg/kg BB diberikan sama untuk pengobatan harian maupun intermiten 3 kali seminggu.

3) Pirasinamid (Z)

Bersifat bakterisid, yang dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg BB.

4) Streptomisin (S)

Bersifat bakterisid. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama. Penderita berumur sampai 60 tahun dosisnya 0,75 g/hari, sedangkan untuk berumur 60 atau lebih diberikan 0,50 g/hari.

5) Etambutol (E)

Bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis 30 mg/kg BB.

Program Nasional Penanggulangan TB di Indonesia menggunakan paduan OAT dengan beberapa kategori, yaitu

Kategori 1: 2HRZE/4H3R3

Kategori 2: 2HRZES/HRZE/5H3R3E3 Kategori 3: 2HRZ/4H3R3


(36)

17

Kategori 4: OAT sisipan ( HRZE )

Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket kombipak dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai satu (1) paket untuk satu (1) penderita dalam satu (1) masa pengobatan.

a) Kategori 1 (2HRZE/4H3R3)

Tahap intensif terdiri dari isoniasid (H), rifampisin (R), pirasinamid (Z) dan etambutol (E). Obat-obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZE). Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari isoniasid (H) dan rifampisin (R) diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3). Obat ini diberikan untuk:

- Penderita baru TB Paru BTA Positif

- Penderita TB Paru BTAnegatif Rontgen positif yang “sakit berat“ dan

- Penderita TB Ekstra Paru berat.

b) Kategori 2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)

Tahap intensif diberikan selama 3 bulan yang terdiri dari 2 bulan dengan isoniasid (H), rifampisin (R), pirasinamid (Z),dan etambutol (E) setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu. Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomisin diberikan setelah penderita selesai menelan obat.

Obat ini diberikan untuk:

- Penderita kambuh (relaps) - Penderita Gagal (failure)


(37)

18

- Penderita dengan Pengobatan setelah lalai (after default)

c) Kategori 3 (2HRZ/4H3R3)

Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ) diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu (4H3R3).

Obat ini diberikan untuk:

- Penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan

- Penderita ekstra paru ringan yaitu TB kelenjar limfe (limfadenitis) pleuritis eksudativa unilateral TB kulit, TB tulang (kecuali tulang belakang) sendi dan kelenjar adrenal.

d) OAT sisipan (HRZE)

Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2 hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan.

Kombinasi dosis tetap mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB (Depkes RI, 2008):

1. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping.

2. Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga menurunkan risiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep.

3. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.


(38)

19

2.3 Efek samping OAT

2.3.1 Definisi efek samping

Efek samping adalah setiap efek yang tidak dikehendaki yang merugikan atau membahayakan pasien dari suatu pengobatan. Efek samping obat merupakan hasil interaksi yang kompleks antara molekul obat dengan tempat kerjanya yang spesifik dalam sistem biologik tubuh (Yanuarti, 2010).

2.3.2 Macam-macam efek samping OAT

Efek samping OAT dapat dibagi menjadi efek samping ringan dan berat.

Tabel 1. Efek samping ringan

Efek samping Penyebab Penatalaksanaan Tidak ada nafsu makan,

mual, sakit perut

Rifampisin Semua OAT diminum malam sebelum tidur Nyeri sendi Pirasinamid Beri aspirin

Kesemutan s.d. rasa terbakar di kaki

INH Beri Vitamin B6

(piridoksin) 100 mg per hari

Warna kemerahan pada air seni (urine)

Rifampisin Tidak perlu diberi apa-apa, tapi perlu penjelasan kepada pasien


(39)

20

Tabel 2. Efek samping berat

Efek samping Penyebab Penatalaksanaan Gatal dan kemerahan

kulit

Semua jenis OAT Beri Anti-histamin sambil meneruskan pengobatan OAT dengan pengawasan ketat

Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan Gangguan keseimbangan Streptomisin Streptomisin dihentikan,

ganti Etambutol Ikterus tanpa penyebab

lain

Hampir semua OAT Hentikan semua OAT sampai ikterus

menghilang Bingung dan

muntah-muntah (permulaan ikterus karena obat)

Hampir semua OAT Hentikan semua OAT, segera lakukan tes fungsi hati

Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan Etambutol Purpura dan renjatan

(syok)

Rifampisin Hentikan Rifampisin

2.4 Kepatuhan Minum Obat

2.4.1 Definisi kepatuhan

Patuh adalah suka menurut perintah, taat pada perintah, sedangkan kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin (Pranoto, 2007). Kepatuhan (ketaatan) didefinisikan sebagai tingkat penderita melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokter atau orang lain (Slamet, 2007).


(40)

21

Kepatuhan juga dapat didefinisikan sebagai perilaku positif penderita dalam mencapai tujuan terapi (Degresi, 2005).

2.4.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat

Faktor-fakor yang mempengaruhi kepatuhan penderita adalah (Niven, 2002): 1) Faktor intrinsik adalah faktor yang tidak perlu rangsangan dari luar, yang

berasal dari diri sendiri, yang terdiri dari:

a) Motivasi

Motivasi adalah daya yang menggerakkan manusia untuk berperilaku. Hal yang berkaitan dengan motivasi dalam berperilaku yaitu kemajuan untuk berusaha dalam pencapaian tujuan dan pemenuhan kebutuhan individu.

b) Keyakinan, sikap dan kepribadian

Model keyakinan kesehatan berguna untuk memperkirakan adanya ketidakpatuhan.

c) Pendidikan

Pendidikan penderita meningkatkan kepatuhan penderita, jika pendidikan tersebut adalah pendidikan yang aktif seperti penggunaan buku-buku atau kaset yang berisi tentang kesehatan yang digunakan oleh penderita secara mandiri. Semakin tinggi pendidikan penderita semakin menambahkan pengetahuan penderita tentang penyakit yang dideritanya.

d) Persepsi penderita terhadap keparahan penyakit


(41)

22

e) Keadaan fisik penderita

Keadaan fisik penderita disini dimaksudkan bagaimana kondisi penderita, ada tidaknya penyakit penyerta lainnya yang kemungkinan dapat memperburuk keadaan penderita.

f) Kemampuan

Kemampuan adalah potensi seseorang untuk melakukan pekerjaan.

2) Faktor ekstrinsik adalah faktor yang perlu rangsangan dari luar, yang terdiri dari:

a) Dukungan sosial

Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga yang lain, teman dan uang merupakan faktor-faktor penting dalam kepatuhan. Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan skor kesehatan individu serta dapat juga menentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka terima.

b) Dukungan dari profesional kesehatan

Merupakan faktor lain yang dapat mempengaruhi kepatuhan, berupa gambaran tentang penyakit dan pengobatan yang diderita oleh penderita.

c) Kualitas interaksi

Kualitas interaksi antara profesional kesehatan dengan penderita merupakan bagian yang penting dalam menentukan kepatuhan.


(42)

23

d) Perubahan model terapi

Program-program kesehatan dapat dibuat sesederhana mungkin dan penderita terlibat dalam pembuatan program tersebut. Model terapi yang sederhana dapat mempermudah penderita dalam menjalankan pengobatannya.


(43)

24

III. METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional, yaitu studi observasional yang mencari hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat dengan melakukan pengukuran pada satu waktu (Kountur, 2005).

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kabupaten Tulang Bawang Barat. Penelitian akan dilakukan pada bulan Oktober–Desember 2011.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian adalah penderita TB di Kabupaten Tulang Bawang Barat. Sampel penelitian ini adalah penderita TB yang menggunakan OAT dan menyelesaikan pengobatannya pada periode bulan September–November 2011. Sampel pada penelitian ini diperoleh dari puskesmas D, K, M dan P di Kabupaten Tulang Bawang Barat.


(44)

25 Adapun alasan memilih 4 puskesmas tersebut adalah :

1. Lokasi yang strategis

2. Wilayah kerja puskesmas yang cukup luas 3. Jumlah penderita TB yang relatif banyak

Sampel pada penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik purposive samplingdengan kriteria inklusi dan eksklusi.

Kriteria inklusi diantaranya sebagai berikut:

1. Penderita TB yang akan menyelesaikan pengobatan pada periode bulan September–November 2011.

2. Berusia 20–60 tahun.

3. Memiliki rekam medis untuk pengobatan TB dengan lengkap.

4. Bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani inform consent.

Kriteria eksklusi diantaranya sebagai berikut: 1. Penderita tidak dapat dihubungi.


(45)

26 3.4 Prosedur penelitian

Prosedur pada penelitian ini sebagai berikut:

Gambar 5. Prosedur penelitian

3.5 Variabel penelitian 1. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah efek samping OAT.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kepatuhan minum obat. Izin

kuesioner

Kriteria inklusi

Patuh/tidak patuh

Dihubungi/didatangi Subyek

Kartu berobat

Puskesmas

ESO : Terjadi Tidak terjadi Analisis


(46)

27

3.6 Definisi Operasional

Definisi operasional dari penelitian ini adalah :

Tabel 3. Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Alat ukur Skala Kategori

1. Independen Efek samping OAT Efek samping OAT adalah setiap efek yang tidak dikehendaki yang merugikan atau membahayakan pasien yang di timbulkan dari OAT (Yanuarti, 2010). Efek samping ringan adalah efek yang tidak diinginkan yang

ditimbulkan oleh OAT, efek samping ringan hilangnya nafsu makan, mual, sakit perut, nyeri sendi, kesemutan, warna kemerahan pada air seni (Depkes RI, 2008).

Efek samping berat adalah efek yang tidak diinginkan

kuesioner Nominal 0 = Tidak terjadi, Jika tidak ditemukan efek samping OAT. 1 = Terjadi, jika ditemukan 1 atau lebih efek samping OAT ringan ataupun berat.


(47)

28

ditimbulkan oleh OAT, efek samping berat berupa gatal dan kemerahan kulit, tuli, gangguan keseimbangan, ikterus tanpa penyebab lain, gangguan penglihatan, syok (Depkes RI, 2008). 2. Dependen Kepatuhan minum obat Kepatuhan (ketaatan) minum obat yaitu tingkat penderita melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokter atau orang lain (Slamet, 2007). Check list daftar pengambilan OAT di puskesmas.

Nominal 0 = Tidak patuh, jika penderita pernah terlambat mengambil obat selama dua hari atau lebih pada fase awal dan seminggu atau lebih pada fase lanjutan. 1 = Patuh,

jika penderita tidak terlambat mengambil obat.


(48)

29

3.7 Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan SPSS 16 for Windows. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu:

a. Analisis Data Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan distribusi frekuensi setiap variabel penelitian. Variabel yang dianalisis yaitu efek samping OAT sebagai variabel bebas, dan variabel terikat yaitu kepatuhan minum obat pada penderita TB di Kabupaten Tulang Bawang Barat. Selain itu juga analisis univariat digunakan untuk mengetahui gambaran distribusi usia, pendidikan, pekerjaan, dan jenis kelamin.

b. Analisis Data Bivariat

Analisis hubungan atau perbedaan prevalens antara kelompok-kelompok yang diobservasi dilakukan setelah validasi dan pengelompokan data penelitian yang diperoleh. Analisis ini dapat berupa suatu uji hipotesis ataupun analisis untuk memperoleh risiko relatif.

Analisis yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara efek samping OAT terhadap kepatuhan minum obat yaitu analisis bivariat. Analisis bivariat digunakan untuk mencari hubungan dan membuktikan hipotesis dua variabel. Uji statistik yang digunakan adalah uji Fisher, dengan derajat kemaknaan (taraf signifikansi) yang dipakai adalah (α=0,05).


(49)

30

3.8 Uji Instrumen Data

Uji Validitas

Untuk mengetahui apakah kuesioner yang akan dipakai untuk mengukur variabel penelitian valid atau tidak, peneliti melakukan pengujian validitas kuesioner dengan cara mengidentifikasi secara operasional konsep yang akan diukur, melakukan uji coba kuesioner pada sejumlah responden. Sebelumnya peneliti juga sangat memperhatikan validitas kuesioner yang telah dibuat dengan cara meminta pendapat ahli.

Uji Reliabilitas

Untuk melihat apakah rangkaian kuesioner yang dipergunakan sudah konsisten dalam memberikan penilaian atas apa yang diukur. Jika hasil penilaian yang diberikan oleh kuesioner konsisten memberikan jaminan bahwa kuesioner tersebut dapat dipercaya. Peneliti menggunakan pengujian reliabilitas internal consistency dengan pengujiankuder-richardson number 20.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Aru, Bambang dan Idrus. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. IPD FKUI: Jakarta.

Bahar. 2001. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peningkatan Tuberkulosis. Departemen Kesehatan: Jakarta.

Bungin, Burhan. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Raja Gravindo Persada: Jakarta.

Darmajono. 2001. Karakteristik Mycobacterium tuberculosis. Medicastore. Darwis, Iswandi. 2008.Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Pasien

Tuberculosis Paru dalam Mencari Pengobatan di Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2005. (Skripsi). Universitas Lampung.

Day, Rosmini. 2007.National TB Program. WHO: Jakarta. Degresi. 2005.Kepatuhan Minum Obat. LIPI: Jakarta.

Depkes RI. 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis. Departemen Kesehatan Cetakan ke 8: Jakarta.

Depkes RI, 2005.Pharmaceutical Care untuk Penyakit Tuberculosis. Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta.

Depkes RI, 2008. TBC Masalah Kesehatan Dunia. Departemen Kesehatan: Jakarta.

Deglin dan Vallerand, 2005.Pengobatan Tuberkulosis (TB).

http://anjangkn.wordpress.com. Diakses tanggal 11 Oktober 2011.

Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung. 2007. Profil Kesehatan Provinsi Lampung. Dinas Kesehatan: Lampung.

Dinkes Tulang Bawang Barat. 2009. Profil Kesehatan Kabupaten Tulang Bawang Barat Tahun 2009. Pemkab Tulang Bawang Barat: Panaragan.


(51)

✁✂

Erawatyningsih, Erni. 2009. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketidak Patuhan Berobat pada Penderita Tuberculosis Paru. LIPI. Jakarta.

Husada, Bakti. 2010. Pengendalian TB di Indonesia Mendekati Target MDG Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan: Jakarta.

Hutapea, Tahan P. 2006.Pengaruh Dukungan Keluarga terhadap Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberculosis. Jurnal respirologi: Jakarta.

Khomsah, 2007.Cara Penularan Penyakit TBC.

http://www.infopenyakit.com. Diakses tanggal 28 Mei 2011.

Kountur, Ronny. 2005. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis. Penerbit PPM: Jakarta.

Lestari. 2011. Buku Panduan STOP Tuberkulosis. Puskesmas Panaragan Jaya: Lampung.

Muchtar, A. 2004. Farmakologi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) Sekunder. Departemen Kesehatan: Jakarta.

Niven, 2002. Evaluasi Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis dan Kepatuhan pada Pasien Dewasa dengan Diagnosa Tuberkulosis Paru di Puskesmas Mantingan Ngawi Periode Februari - April 2002. (Skripsi). Universitas Muhammadiyah Solo.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka cipta: Jakarta.

Nurmala. 2002. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Program Penanggulangan Tuberculosis (TB) Paru di Puskesmas Medan Helvetia Tahun 2002. (Skripsi). Universitas Sumatera Utara.

Pariyamah, 2009.Faktor-faktor Kepatuhan Minum Obat.

http://yosifebrianti.wordpress.com, diakses tanggal 11 oktober 2011. Pranoto. 2007.Kamus Besar Bahasa Indonesia. Gramedia: Jakarta.

Rita. 2009.Kasus Baru Tuberculosis di Indonesia. WHO: Jakarta.

Santoso, 2007. Efek Samping Obat. Universitas Gajah Mada: Yogyakarta. Siswono, 2004.Tuberkulosis.

http://id.wikipedia.org/wiki/Tuberkulosis, diakses 28 Mei 2011. Slamet, 2007.Kepatuhan Dalam Pengobatan.


(52)

✄☎

Soeparman, 2003.Perkembangan Tuberkulosis. Jurnal: Universitas Diponegoro. Soemantri, 2008.Apa itu Tuberkulosis.

http://www.scribd.com, diakses tanggal 23 Mei 2011.

Sutarji, 2005. Beberapa Faktor yang Berkaitan dengan Kepatuhan Penderita Tuberculosis Paru untuk Minum Obat Anti Tuberculosis pada Pengobatan Intensif di Puskesmas Selomerto Wonosobo. (Skripsi). Universitas Diponegoro.

Tahitu dan Amarudin. 2006. Faktor-faktor Risiko Kegagalan Konversi pada Penderita TBC Paru BTA Positif Baru di Kota Ambon Propinsi Maluku. (Skripsi). FKM Universitas Hasannudin.

Ummu, Kautsar. 2009.Tuberkulostatik, Obat dan Efek Sampingnya.

http://kautsarku.wordpress.com. Diakses tanggal 16 Desember 2011. WHO. 2008.TB di Indonesia Peringkat 5 Dunia. PPTI: Jakarta.

WHO, 2010.Global Tuberculosis Control 2010. WHO: Geneva. Yanuarti, F. 2010.Efek Samping Obat.

http://hilalahmar.com. Diakses tanggal 13 Oktober 2011.

Yusrizal, Anggi K. 2006.Hubungan Pengetahuan Orang Tua dengan Kepatuhan Berobat pada Penderita Tuberculosis Paru Anak. (Skripsi). Universitas Lampung.


(1)

28 ditimbulkan

oleh OAT, efek samping berat berupa gatal dan kemerahan kulit, tuli, gangguan keseimbangan, ikterus tanpa penyebab lain, gangguan penglihatan, syok (Depkes RI, 2008). 2. Dependen Kepatuhan minum obat Kepatuhan (ketaatan) minum obat yaitu tingkat penderita melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokter atau orang lain (Slamet, 2007). Check list daftar pengambilan OAT di puskesmas.

Nominal 0 = Tidak patuh, jika penderita pernah terlambat mengambil obat selama dua hari atau lebih pada fase awal dan seminggu atau lebih pada fase lanjutan. 1 = Patuh,

jika penderita tidak terlambat mengambil obat.


(2)

29 3.7 Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan SPSS 16 for Windows. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu:

a. Analisis Data Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan distribusi frekuensi setiap variabel penelitian. Variabel yang dianalisis yaitu efek samping OAT sebagai variabel bebas, dan variabel terikat yaitu kepatuhan minum obat pada penderita TB di Kabupaten Tulang Bawang Barat. Selain itu juga analisis univariat digunakan untuk mengetahui gambaran distribusi usia, pendidikan, pekerjaan, dan jenis kelamin.

b. Analisis Data Bivariat

Analisis hubungan atau perbedaan prevalens antara kelompok-kelompok yang diobservasi dilakukan setelah validasi dan pengelompokan data penelitian yang diperoleh. Analisis ini dapat berupa suatu uji hipotesis ataupun analisis untuk memperoleh risiko relatif.

Analisis yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara efek samping OAT terhadap kepatuhan minum obat yaitu analisis bivariat. Analisis bivariat digunakan untuk mencari hubungan dan membuktikan hipotesis dua variabel. Uji statistik yang digunakan adalah uji Fisher, dengan derajat kemaknaan (taraf signifikansi) yang dipakai adalah (α=0,05).


(3)

30 3.8 Uji Instrumen Data

Uji Validitas

Untuk mengetahui apakah kuesioner yang akan dipakai untuk mengukur variabel penelitian valid atau tidak, peneliti melakukan pengujian validitas kuesioner dengan cara mengidentifikasi secara operasional konsep yang akan diukur, melakukan uji coba kuesioner pada sejumlah responden. Sebelumnya peneliti juga sangat memperhatikan validitas kuesioner yang telah dibuat dengan cara meminta pendapat ahli.

Uji Reliabilitas

Untuk melihat apakah rangkaian kuesioner yang dipergunakan sudah konsisten dalam memberikan penilaian atas apa yang diukur. Jika hasil penilaian yang diberikan oleh kuesioner konsisten memberikan jaminan bahwa kuesioner tersebut dapat dipercaya. Peneliti menggunakan pengujian reliabilitas internal consistency dengan pengujiankuder-richardson number 20.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Aru, Bambang dan Idrus. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. IPD FKUI: Jakarta.

Bahar. 2001. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peningkatan Tuberkulosis. Departemen Kesehatan: Jakarta.

Bungin, Burhan. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Raja Gravindo Persada: Jakarta.

Darmajono. 2001. Karakteristik Mycobacterium tuberculosis. Medicastore. Darwis, Iswandi. 2008.Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Pasien

Tuberculosis Paru dalam Mencari Pengobatan di Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2005. (Skripsi). Universitas Lampung.

Day, Rosmini. 2007.National TB Program. WHO: Jakarta. Degresi. 2005.Kepatuhan Minum Obat. LIPI: Jakarta.

Depkes RI. 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis. Departemen Kesehatan Cetakan ke 8: Jakarta.

Depkes RI, 2005.Pharmaceutical Care untuk Penyakit Tuberculosis. Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta.

Depkes RI, 2008. TBC Masalah Kesehatan Dunia. Departemen Kesehatan: Jakarta.

Deglin dan Vallerand, 2005.Pengobatan Tuberkulosis (TB).

http://anjangkn.wordpress.com. Diakses tanggal 11 Oktober 2011.

Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung. 2007. Profil Kesehatan Provinsi Lampung. Dinas Kesehatan: Lampung.

Dinkes Tulang Bawang Barat. 2009. Profil Kesehatan Kabupaten Tulang Bawang Barat Tahun 2009. Pemkab Tulang Bawang Barat: Panaragan.


(5)

✁✂

Erawatyningsih, Erni. 2009. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketidak Patuhan Berobat pada Penderita Tuberculosis Paru. LIPI. Jakarta.

Husada, Bakti. 2010. Pengendalian TB di Indonesia Mendekati Target MDG Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan: Jakarta.

Hutapea, Tahan P. 2006.Pengaruh Dukungan Keluarga terhadap Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberculosis. Jurnal respirologi: Jakarta.

Khomsah, 2007.Cara Penularan Penyakit TBC.

http://www.infopenyakit.com. Diakses tanggal 28 Mei 2011.

Kountur, Ronny. 2005. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis. Penerbit PPM: Jakarta.

Lestari. 2011. Buku Panduan STOP Tuberkulosis. Puskesmas Panaragan Jaya: Lampung.

Muchtar, A. 2004. Farmakologi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) Sekunder. Departemen Kesehatan: Jakarta.

Niven, 2002. Evaluasi Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis dan Kepatuhan pada Pasien Dewasa dengan Diagnosa Tuberkulosis Paru di Puskesmas Mantingan Ngawi Periode Februari - April 2002. (Skripsi). Universitas Muhammadiyah Solo.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka cipta: Jakarta.

Nurmala. 2002. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Program Penanggulangan Tuberculosis (TB) Paru di Puskesmas Medan Helvetia Tahun 2002. (Skripsi). Universitas Sumatera Utara.

Pariyamah, 2009.Faktor-faktor Kepatuhan Minum Obat.

http://yosifebrianti.wordpress.com, diakses tanggal 11 oktober 2011. Pranoto. 2007.Kamus Besar Bahasa Indonesia. Gramedia: Jakarta.

Rita. 2009.Kasus Baru Tuberculosis di Indonesia. WHO: Jakarta.

Santoso, 2007. Efek Samping Obat. Universitas Gajah Mada: Yogyakarta. Siswono, 2004.Tuberkulosis.

http://id.wikipedia.org/wiki/Tuberkulosis, diakses 28 Mei 2011. Slamet, 2007.Kepatuhan Dalam Pengobatan.


(6)

✄☎

Soeparman, 2003.Perkembangan Tuberkulosis. Jurnal: Universitas Diponegoro. Soemantri, 2008.Apa itu Tuberkulosis.

http://www.scribd.com, diakses tanggal 23 Mei 2011.

Sutarji, 2005. Beberapa Faktor yang Berkaitan dengan Kepatuhan Penderita Tuberculosis Paru untuk Minum Obat Anti Tuberculosis pada Pengobatan Intensif di Puskesmas Selomerto Wonosobo. (Skripsi). Universitas Diponegoro.

Tahitu dan Amarudin. 2006. Faktor-faktor Risiko Kegagalan Konversi pada Penderita TBC Paru BTA Positif Baru di Kota Ambon Propinsi Maluku. (Skripsi). FKM Universitas Hasannudin.

Ummu, Kautsar. 2009.Tuberkulostatik, Obat dan Efek Sampingnya.

http://kautsarku.wordpress.com. Diakses tanggal 16 Desember 2011. WHO. 2008.TB di Indonesia Peringkat 5 Dunia. PPTI: Jakarta.

WHO, 2010.Global Tuberculosis Control 2010. WHO: Geneva. Yanuarti, F. 2010.Efek Samping Obat.

http://hilalahmar.com. Diakses tanggal 13 Oktober 2011.

Yusrizal, Anggi K. 2006.Hubungan Pengetahuan Orang Tua dengan Kepatuhan Berobat pada Penderita Tuberculosis Paru Anak. (Skripsi). Universitas Lampung.


Dokumen yang terkait

Faktorfaktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat anti Tuberkulosis pada pasien Tuberkulosis Paru di Puskemas Pamulang Tangerang Selatan Provinsi Banten periode Januari 2012 – Januari 2013

5 51 83

Hubungan antara Dukungan Keluarga dan Kepatuhan Minum Obat pada Penderita Tuberkulosis di Wilayah Ciputat Tahun 2014

4 15 121

HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN PENGAWAS MINUM OBAT (PMO) TERHADAP KETERATURAN MINUM OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT) PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT

3 16 52

HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN PENGAWAS MINUM OBAT (PMO) TERHADAP KEPATUHAN MINUM OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT) PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS RAWAT INAP PANJANG TAHUN 2015

18 56 67

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TERHADAP KEPATUHAN MINUM OBAT ANTITUBERKULOSIS (OAT) PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI RS PARU SIDAWANGI, CIREBON, JAWA BARAT

11 58 88

Resistensi Mikobakterium Tuberkulosis Terhadap Obat Antituberkulosis Pada Penderita Meningitis Tuberkulosi Definit.

0 1 8

Hubungan antara Karakteristik Penderita Tuberkulosis Paru dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Kayen Kabupaten Pati.

0 0 1

TINGKAT PENGETAHUAN MEMPENGARUHI KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TUBERKULOSIS DI KECAMATAN BANJARSARI SURAKARTA

0 0 13

Pengaruh Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis Terhadap Kepatuhan Berobat Tuberkulosis Paru Di Bbkpm Surakarta

1 1 78

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT TB PARU PADA PENDERITA TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANARAGAN JAYA KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT TAHUN 2013

1 2 5