Laporan Resmi Biologi Pengamatan Plamoli

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM

PLAMOLISIS

BAB I

PENDAHULUAN

Latar belakang

Plasmolisis adalah peristiwa terlepasnya membran plasma dari dinding sel pada sel tumbuhan. Plamolisis terjadi jika sel tumbuhan diletakkan pada larutan garam terkonsentrasi (hipertonik), sel tumbuhan akan kehilangan air dan juga tekanan turgor, menyebabkan sel tumbuhan lemah. Tumbuhan dengan sel dalam kondisi seperti ini layu. Kehilangan air lebih banyak akan menyebabkan terjadinya plasmolisis : tekanan terus berkurang sampai di suatu titik dimana protoplasma sel terkelupas dari dinding sel, menyebabkan adanya jarak antara dinding sel dan membran. Plasmolisis hanya terjadi pada kondisi ekstrim dan jarang terjadi di alam. Biasanya terjadi secara sengaja di laboratorium dengan meletakkan sel pada larutan bersalinitas tinggi atau larutan gula untuk menyebabkan eksosmosis, seringkali menggunakan tanaman Elodea atau sel epidermal bawang yang memiliki pigmen warna sehingga proses dapat diamati dengan jelas.

Deplasmolisis merupakan kebalikan dari plasmolisis, yaitu menyatunya kembali membran plasma yang telah lepas dari dinding sel. Deplasmolisis terjadi jika sel tumbuhan diletakkan di larutan hipotonik, sel tumbuhan akan menyerap air dan juga tekanan turgor meningkat. Banyaknya air yang masuk ke dalam sel akan menyebabkan terjadinya deplasmolisis. Membran plasma akan mengembang sehingga akan melekat kembali pada dinding sel.


(2)

Maksud dan Tujuan Praktikum


(3)

BAB II

LANDASAN TEORI

Plasmolisis adalah peristiwa mengkerutnya sitoplasma dan lepasnya membrane plasma dari dinding sel tumbuhan jika sel dimasukkan ke dalam larutan hipertonik (larutan garam lebih dari 1%).

Plasmolisis merupakan proses yang secara nyata menunjukkan bahwa pada sel, sebagai uni terkecil kehidupan, terjadi sirkulasi keluar masuk suatu zat. Adanya sirkulasi ini menjelaskan bahwa sel dinamis dengan lingkungannya. Jika memerlukan suaru materi dari luar maka sel harus mengambil materi itu dengan segala cara, misalnya dengan mengatur tekanan agar terjadi perbedaan tekanan sehingga materi dari luar bisa masuk. Plasmolisis merupakan dampak dari peristiwa osmosis. Jika sel tumbuhan diletakkan pada larutan hipertonik, sel tumbuhan akan kehilangan air dan tekanan turgor, yang menyebabkan sel tumbuhan lemah. Tumbuhan dengan kondisi sel seperti ini disebut layu. Kehilangan air lebih banyak lagi menyebabkan terjadinya plasmolisis : tekanan terus berkurang sampai di suatu titik dimana sitoplasma mengerut dan menjauhi dinding sel. Sehingga dapat terjadi cytorrhysis (yaitu, runtuhnya dinding sel). Tidak ada mekanisme di dalam sel tumbuhan untuk mencegah kehilangan air secara berlebihan, juga mendapatkan air secara berlebihan, tetapi plasmolisis dapat dibalikkan jika sel diletakkan di larutan hipotonik.

Plasmolisis biasanya terjadi pada kondisi yang ekstrim dan jarang terjadi di alam. Biasanya terjadi secara sengaja di laboratorium dengan meletakkan sel pada larutan bersalinitas tinggi ataupun larutan gula untuk menyebabkan ekosmosis.


(4)

BAB III

METODOLOGI

Alat :

1. Mikroskop 2. Kaca preparat 3. Pipet tetes 4. Gelas kimia 5. Tissue (pengelap)

6. Kamera (alat foto lainnya)

Bahan :

1. Daun Rheo discolor (daun adam hawa) 2. Larutan A

3. Larutan B 4. Air (aquades)

Prosedur Kerja :

1. Mengatur mikroskop terlebih dahulu.

a. Mengatur perbesaran (dalam praktikum ini, kelompok kami menggunakan perbesaran 4 x 10)

b. Mengatur pencahayaan

c. Membersihkan fisik mikroskop (agar dapat digunakan dengan nyaman) 2. Membuat preparat dari epidermis daun Rheo discolor yang berwarna ungu dengan

cara menyobek. Tetapi dalam tahap penyobekan, epidermis daun tidak boleh disentuh benda apapun.

3. Meletakkan objek (sobekan epidermis daun) di atas kaca preparat yang sudah dibersihkan dengan tisu (alat pengelap lainnya) tanpa menambah cairan / zat apapun.

4. Kemudian, kaca preparat diletakkan di bawah lensa objektif (dimana perbesarannya adalah 4x).

5. Setelah itu, mencari sel yang akan diamati (sel yang penuh dengan warna ungu). 6. Kemudian, mengambil foto untuk keperluan laporan pengamatan.

7. Selanjutnya, sel epidermis bawah daun Rheo discolor ditetesi dengan larutan A (belum diketahui berapa konsentrasinya).

8. Mengamati dengan cermat dan menghitung waktu (berapa detik) perubahan yang terjadi pada sel yang diamati (pemudaran atau penghilangan warna ungu).

9. Mengambil foto hasil perubahan sel setelah ditetesi larutan A.


(5)

11. Mengamati dengan cermat dan menghitung waktu (berapa detik) terhadap perubahan yang terjadi pada sel yang diamati. Kemudian, mengambil foto hasil perubahan.

12. Mencatat hasil pengamatan perlakuan I (ditetesi dengan larutan A) pada sel epidermis bawah daun Rheo discolor.

13. Mengambil objek epidermis bawah daun Rheo discolor untuk preparat baru. 14. Meletakkan preparat di atas kaca preparat yang sudah dibersihkan.

15. Meletakkan preparat di bawah lensa objektif (preparat tidak ditambahi dengan cairan / zat apapun).

16. Mencari sel yang akan diamati. Kemudian, mengambil foto sel tersebut.

17. Menetesi preparat dengan larutan B (belum diketahui konsentrasi larutannya) dengan menggunakan pipet tetes.

18. Menghitung waktu perubahan yang terjadi pada sel. Kemudian, mengambil foto perubahan sel saat ditetesi larutan B.

19. Mencatat hasil pengamatan perubahan sel saat ditetesi larutan B. 20. Preparat yang telah ditetesi larutan B, ditetesi kembali dengan air.

21. Mengamati dengan cermat dan menghitung waktu (detik) perubahan yang terjadi pada sel tersebut.

22. Mengambil gambar perubahan sel yang diamati tersebut.

23. Mencatat hasil pengamatan perlakuan II (ditetesi larutan B) pada sel epidermis bawah daun Rheo discolor.

Hasil pengamatan :

1. Sebelum ditetesi larutan A atau B, sel yang kami amati berwarna ungu penuh dan merata.

2. Setelah ditetesi larutan A atau B, sel yang kami amati warnanya tidak merata atau tampak samar (tidak seperti sel sebelum ditetesi larutan A atau B), warna ungu menjadi mengumpul di tengah atau tepi.

3. Dan setelah ditetesi larutan A atau B kemudian ditetesi kembali dengan air (aquades), sel yang kami amati warna ungunya menjadi pudar (tidak ada), berubah warna putih.

Berikut gambar sel epidermis daun Rheo discolor menggunakan mikroskop dengan perbesaran 4 x 10.

Gambar Keterangan


(6)

(I.i)

memenuhi setiap bilik (ruang – ruang berdinding).

(I.ii)

Gambar disamping merupakan gambar sel epidermis Rheo discolor setelah ditetesi larutan A selama 2 detik. Tampak warna ungu (sitoplasma bergerak ke kiri).

(I.iii)

Gambar di samping merupakan gambar sel epidermis daun Rheo discolor setelah ditetesi dengan air (aquades). Dan terjadi perubahan selama 6 detik. Tampak warna ungu (sitoplasma) memudar, di dalam bilik tampak warna putih (tanpa warna ungu / sitoplasma). Gambar di samping merupakan gambar asli sel epidermis bawah daun Rheo discolor setelah penyobekan kedua (preparat kedua).

Gambar di samping juga masih tampak warna ungu yang memenuhi bilik.


(7)

(II.i)

(II.ii)

Gambar di samping merupakan tampak sel setelah ditetesi larutan B. Perubahan terjadi selama 5 detik.

Perubahan yang dimaksud adalah warna ungu (sitoplasma) yang terdapat di dalam bilik, menjadi tidak penuh (artinya, sitoplasma bergerak ke kanan – menurut pengamatan kelompok kami –).

(II.iii)

Gambar di samping merupakan keadaan sel setelah ditetesi dengan air (aquades). Perubahan terjadi selama 9 detik.

Perubahan yang terjadi sama dengan perubahan pada gambar ketiga praktikum perlakuan pertama, yaitu tampak warna sel menjadi pudar, tidak dipenuhi dengan warna ungu (sitoplasma).


(8)

sitoplasma berwarna ungu memenuhi dinding sel. Ketika sel epidermis bawah daun ditetesi dengan larutan A dengan waktu 2 detik dan larutan B yaitu selama 5 detik, terjadi plasmolisis pada sel epidermis bawah daun Rheo discolor. Hal ini dikarenakan sel pada daun Rheo discolor diletakkan pada larutan yang berkonsentrasi tertentu (tinggi), sedangkan konsentrasi di dalam sel dalam keadaan hipotonik. Sehingga, menyebabkan sel tersebut akan kehilangan air (air akan keluar) dan juga tekanan turgor yang menyebabkan tumbuhan menjadi lemah. Tumbuhan dengan sel dalam kondisi seperti itu akan layu dan akan lebih banyak kehilangan air yang menyebabkan terjadinya plasmolisis.

Tekanan terus berkurang pada suatu titik dimana protoplasma sel terkelupas dari dinding sel, menyebabkan adanya jarak antardinding sel dan membrane. Akhirnya, terjadi cytorrhysis atau terjadi runtuhnya seluruh dinding sel.

Pada saat sel tumbuhan Rheo discolor yang telah ditetesi larutan A atau B dan kemudian ditetesi dengan air, maka yang terjadi adalah sitoplasma tidak memenuhi dinding sel lagi. Hal ini dikarenakan karena adanya perbedaan konsentrasi, dimana konsentrasi di dalam sel tinggi sedangkan sel berada dalam larutan hipotonik (konsentrasi larutan rendah). Sehingga, air akan masuk ke dalam sel dan sel akan terlihat putih (sitoplasma yang berwarna ungu menghilang). Itulah proses plasmolisis dan deplasmolisis pada sel daun Rheo discolor yang kami amati.

Sesuai dengan data yang kami ambil, yaitu proses plasmolisis dengan menggunakan larutan A adalah 2 detik dan menggunakan larutan B adalah 5 detik. Sehingga, dapat kami simpulkan bahwa larutan yang memiliki konsentrasi tinggi (hipertonik) adalah larutan A. Sedangkan larutan B merupakan larutan hipotonik (yang berkonsentrasi rendah).


(9)

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan :

Plasmolisis terjadi bila sel tumbuhan berada pada larutan yang berkonsentrasi tinggi (hipertonik). Sehingga, air akan keluar dari sel karena tekanan osmosis. Dan larutan yang berkonsentrasi tinggi (hipertonik) akan membuat proses plasmolisis menjadi cepat (dengan catatan waktu yang cepat).

Sedangkan deplasmolisis akan terjadi jika suatu sel diletakkan di dalam larutan yang berkonsentrasi rendah (hipotonik). Sehingga yang akan terjadi adalah air (zat pelarut) akan masuk ke dalam sel. Oleh karena itu, keadaan sel akan menjadi mengembang, dimana air akan memberikan tekanan kepada membrane sel, sehingga tekanan turgor akan meningkat.

Daftar Pustaka :

1. http://noberanagbio.blogspot.com/2012/08/bab-i-pendahuluan-latar-belakang.html?m=1

2. http://shafira-fadlilah.blogspot.com/2012/09/contoh-laporan-keg-praktikum-biologi.html?m=1


(10)

(1)

11. Mengamati dengan cermat dan menghitung waktu (berapa detik) terhadap perubahan yang terjadi pada sel yang diamati. Kemudian, mengambil foto hasil perubahan.

12. Mencatat hasil pengamatan perlakuan I (ditetesi dengan larutan A) pada sel epidermis bawah daun Rheo discolor.

13. Mengambil objek epidermis bawah daun Rheo discolor untuk preparat baru. 14. Meletakkan preparat di atas kaca preparat yang sudah dibersihkan.

15. Meletakkan preparat di bawah lensa objektif (preparat tidak ditambahi dengan cairan / zat apapun).

16. Mencari sel yang akan diamati. Kemudian, mengambil foto sel tersebut.

17. Menetesi preparat dengan larutan B (belum diketahui konsentrasi larutannya) dengan menggunakan pipet tetes.

18. Menghitung waktu perubahan yang terjadi pada sel. Kemudian, mengambil foto perubahan sel saat ditetesi larutan B.

19. Mencatat hasil pengamatan perubahan sel saat ditetesi larutan B. 20. Preparat yang telah ditetesi larutan B, ditetesi kembali dengan air.

21. Mengamati dengan cermat dan menghitung waktu (detik) perubahan yang terjadi pada sel tersebut.

22. Mengambil gambar perubahan sel yang diamati tersebut.

23. Mencatat hasil pengamatan perlakuan II (ditetesi larutan B) pada sel epidermis bawah daun Rheo discolor.

Hasil pengamatan :

1. Sebelum ditetesi larutan A atau B, sel yang kami amati berwarna ungu penuh dan merata.

2. Setelah ditetesi larutan A atau B, sel yang kami amati warnanya tidak merata atau tampak samar (tidak seperti sel sebelum ditetesi larutan A atau B), warna ungu menjadi mengumpul di tengah atau tepi.

3. Dan setelah ditetesi larutan A atau B kemudian ditetesi kembali dengan air (aquades), sel yang kami amati warna ungunya menjadi pudar (tidak ada), berubah warna putih.

Berikut gambar sel epidermis daun Rheo discolor menggunakan mikroskop dengan perbesaran 4 x 10.

Gambar Keterangan

Gambar sel epidermis bawah daun Rheo discolor sebelum ditetesi cairan apapun.


(2)

(I.i)

memenuhi setiap bilik (ruang – ruang berdinding).

(I.ii)

Gambar disamping merupakan gambar sel epidermis Rheo discolor setelah ditetesi larutan A selama 2 detik. Tampak warna ungu (sitoplasma bergerak ke kiri).

(I.iii)

Gambar di samping merupakan gambar sel epidermis daun Rheo discolor setelah ditetesi dengan air (aquades). Dan terjadi perubahan selama 6 detik. Tampak warna ungu (sitoplasma) memudar, di dalam bilik tampak warna putih (tanpa warna ungu / sitoplasma).

Gambar di samping merupakan gambar asli sel epidermis bawah daun Rheo discolor setelah penyobekan kedua (preparat kedua).

Gambar di samping juga masih tampak warna ungu yang memenuhi bilik.


(3)

(II.i)

(II.ii)

Gambar di samping merupakan tampak sel setelah ditetesi larutan B. Perubahan terjadi selama 5 detik.

Perubahan yang dimaksud adalah warna ungu (sitoplasma) yang terdapat di dalam bilik, menjadi tidak penuh (artinya, sitoplasma bergerak ke kanan – menurut pengamatan kelompok kami –).

(II.iii)

Gambar di samping merupakan keadaan sel setelah ditetesi dengan air (aquades). Perubahan terjadi selama 9 detik.

Perubahan yang terjadi sama dengan perubahan pada gambar ketiga praktikum perlakuan pertama, yaitu tampak warna sel menjadi pudar, tidak dipenuhi dengan warna ungu (sitoplasma).

Pembahasan :


(4)

sitoplasma berwarna ungu memenuhi dinding sel. Ketika sel epidermis bawah daun ditetesi dengan larutan A dengan waktu 2 detik dan larutan B yaitu selama 5 detik, terjadi plasmolisis pada sel epidermis bawah daun Rheo discolor. Hal ini dikarenakan sel pada daun Rheo discolor diletakkan pada larutan yang berkonsentrasi tertentu (tinggi), sedangkan konsentrasi di dalam sel dalam keadaan hipotonik. Sehingga, menyebabkan sel tersebut akan kehilangan air (air akan keluar) dan juga tekanan turgor yang menyebabkan tumbuhan menjadi lemah. Tumbuhan dengan sel dalam kondisi seperti itu akan layu dan akan lebih banyak kehilangan air yang menyebabkan terjadinya plasmolisis.

Tekanan terus berkurang pada suatu titik dimana protoplasma sel terkelupas dari dinding sel, menyebabkan adanya jarak antardinding sel dan membrane. Akhirnya, terjadi cytorrhysis atau terjadi runtuhnya seluruh dinding sel.

Pada saat sel tumbuhan Rheo discolor yang telah ditetesi larutan A atau B dan kemudian ditetesi dengan air, maka yang terjadi adalah sitoplasma tidak memenuhi dinding sel lagi. Hal ini dikarenakan karena adanya perbedaan konsentrasi, dimana konsentrasi di dalam sel tinggi sedangkan sel berada dalam larutan hipotonik (konsentrasi larutan rendah). Sehingga, air akan masuk ke dalam sel dan sel akan terlihat putih (sitoplasma yang berwarna ungu menghilang). Itulah proses plasmolisis dan deplasmolisis pada sel daun Rheo discolor yang kami amati.

Sesuai dengan data yang kami ambil, yaitu proses plasmolisis dengan menggunakan larutan A adalah 2 detik dan menggunakan larutan B adalah 5 detik. Sehingga, dapat kami simpulkan bahwa larutan yang memiliki konsentrasi tinggi (hipertonik) adalah larutan A. Sedangkan larutan B merupakan larutan hipotonik (yang berkonsentrasi rendah).


(5)

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan :

Plasmolisis terjadi bila sel tumbuhan berada pada larutan yang berkonsentrasi tinggi (hipertonik). Sehingga, air akan keluar dari sel karena tekanan osmosis. Dan larutan yang berkonsentrasi tinggi (hipertonik) akan membuat proses plasmolisis menjadi cepat (dengan catatan waktu yang cepat).

Sedangkan deplasmolisis akan terjadi jika suatu sel diletakkan di dalam larutan yang berkonsentrasi rendah (hipotonik). Sehingga yang akan terjadi adalah air (zat pelarut) akan masuk ke dalam sel. Oleh karena itu, keadaan sel akan menjadi mengembang, dimana air akan memberikan tekanan kepada membrane sel, sehingga tekanan turgor akan meningkat.

Daftar Pustaka :

1. http://noberanagbio.blogspot.com/2012/08/bab-i-pendahuluan-latar-belakang.html?m=1

2. http://shafira-fadlilah.blogspot.com/2012/09/contoh-laporan-keg-praktikum-biologi.html?m=1


(6)