119 Dr. Akif Khilmiyah, M.Ag.
pandangan subordinat, stereotype, dan perlakuan kekerasan, marginalisasi serta burden yang dilakukan kepada madrasah
kepada guru dan karyawan perempuan.
Manifestasi Ketidakadilan Gender dalam Kepemimpinan 3.
Kepala Madrasah
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru dan kepala madrasah tentang pembagian peran dan tanggung jawab di
Madrasah ditemukan adanya berbagai manifestasi ketidakadilan gender, yaitu:
a. Marginalisasi
Sistem kepemimpinan yang demokratis belum membudaya di lingkungan madrasah, pengambilan
keputusan tentang sesuatu kebijakan lebih banyak ditentukan oleh kepala madrasah sendiri. Sebagaimana
yang diutarakan oleh beberapa guru MTsN berikut ini:
“Kepala madrasah
belum secara
maksimal melibatkan guru dalam pengambilan keputusan. Hal
ini menyebabkan kecemburuan di kalangan guru. Kepemimpinan kepala madrasah belum menunjukkan
adanya budaya demokrasi. Masih ada keberpihakan terhadap beberapa golongan. Hanya beberapa personil
yang dilibatkan dalam mengambil keputusan. Beberapa guru merasa terpinggirkan perannya, karena tidak
diikutsertakan dalam pengambilan sebuah keputusan”.
Ungkapan tersebut menunjukkan adanya kecemburuan tentang pembagian peran yang tidak merata pada guru.
Akibat dari tidak berjalannya sistem demokrasi dalam kepemimpinan kepala madrasah adalah munculnya sikap
cemburu dan iri yang berlebihan pada guru. Hal ni tentunya sangat tidak menguntungkan bagi kenyamanan suasana
kerja di Madrasah.
b. Stereotype
Masih ada beberapa pandangan yang merendahkan perempuan, baik yang berasal dari kepala madrasah, guru
laki-laki maupun komite madrasah. Sebagaimana yang dinyatakan oleh beberapa guru madrasah di MIN, MTsN dan
MAN. Seorang guru MTsN menuturkan sebagai berikut:
“Ada beberapa pandangan merendahkan yang dilakukan
120
Kepemimpinan Transformasional Berkeadilan Gender: Konsep dan Implementasi di Madrasah
kepala madrasah, salah satunya, dalam memberikan kritik kepada bawahan terkesan menggurui, dan kurang
bijaksana. Selain itu, juga sering terjadi pemberian label negatif pada guru dan karyawan yang kurang bagus
kinerjanya. Sebagian guru laki-laki masih memandang rendah pada beberapa guru perempuan”.
Perilaku kepala madrasah tersebut menunjukkan masih melekatnya budaya patriarkhi pada sebagian guru dan
kepala madrasah, sehingga memandang perempuan sebagai sosok yang tidak punya potensi yang layak diunggulkan.
Pandangan serupa juga dilakukan oleh salah seorang kepala madrasah MAN di kabupaten Kulonprogo, yang menuturkan
sebagai berikut:
“Guru perempuan dianggap tidak mampu membuat konsep, karena butuh pemikiran dan kebanyakan
guru perempuan trampil di bidang teknis, makanya dijadikan koordinator laboratorium, bukan waka wakil
kepala madrasah bagian kurikulum. Beban ganda juga dilakukan kepada guru laki-laki yang dekat dengan
kepala madrasah dan dipercaya kepala madrasah, biasanya akan mendapatkan beban yang lebih dari yang
lain”.
Guru perempuan biasanya diberi bagian untuk menangani kegiatan yang berkaitan dengan kerja teknis
yang tidak membutuhkan banyak pemikiran dan konsep. Pekerjaan teknis cenderung diberikan kepada guru
perempuan karena adanya sifat tekun dan sabar. Seperti yang disampaikan oleh seorang guru perempuan dari MTs
di kabupaten Bantul sebagai berikut:
“Kegiatan yang bersifat kepanitiaan lebih dipercayakan kepada guru perempuan daripada guru laki-laki, karena
kemampuan dan kompetensi. Di beberapa kegiatan, kepala madrasah lebih condong ke guru perempuan,
karena lebih tekun dan teliti dalam melaksanakan tugas. Untuk tugas yang berhubungan dengan personal
approach, kepala madrasah lebih percaya kepada guru perempuan, sedangkan untuk tugas yang bersifat
mendadak, yang membutuhkan kesigapan, serta penyelesaian masalah, kepala madrasah lebih percaya
121 Dr. Akif Khilmiyah, M.Ag.
kepada guru laki-laki”. Namun terkadang juga memang ditemukan perilaku
guru perempuan yang seakan membenarkan pandangan yang negatif terhadap kemampuan guru perempuan tersebut. Hal
ini menjadi salah satu penyebab langgengnya pandangan yang merendahkan kepada perempuan, karena adanya
sikap perempuan yang memang tidak mau maju tampil di depan untuk menunjukkan prestasinya. Sebagaimana
yang diungkapkan oleh seorang kepala madrasah di MIN Yogyakarta, sebagai berikut:
“Kecenderungan yang terjadi dalam setiap pembagian tugas adalah, guru perempuan lebih banyak diam, dan
memilih mendukung apa yang dilontarkan guru laki- laki. Ada juga karyawan yang etos kerjanya rendah
dan tidak tertib. Kesadaran disiplin guru perempuan kurang, sering telat dengan alasan masih ngurus anak
dan rumah.”
c. Subordinat