Penentuan keputusan dapat diambil berdasarkan nilai-nilai yang ada pada urutan prioritas. Alternatif keputusan dapat diambil berdasarkan urutan prioritas
yang tertinggi. Uji coba di lapangan dilakukan terhadap teknologi pengolahan yang
dipilih dari hasil perhitungan MPE untuk mendapatkan gambaran hasil yang sebenarnya dari kondisi optimum laboratorium. Uji coba dilakukan dengan
menggunakan alat pengolahan dari industri yang sejenis. Alat ini kemudian dicobakan untuk bahan kulit kayu manis dengan berdasarkan parameter-parameter
yang sesuai dengan proses pengolahan secara laboratorium. Proses uji coba dilakukan sebanyak dua kali. Dalam tahap ini dilakukan analisa sebagai berikut:
1. Pengukuran rendemen
2. Pengukuran mutu produk
3. Penghitungan neraca massa produk
Analisis Finansial
Analisis finansial terhadap industri pengolahan kulit kayu manis dilakukan dengan menghitung nilai Net Present Value NPV, Internal Rate of Ratio IRR,
Net Benefit Cost Ratio Net BC, Pay Back Period PBP, Break Event Point
BEP dan analisa sensitivitas. Net Present Value
NPV Net Present Value
NPV merupakan perbedaan antara nilai sekarang dari manfaat dan biaya. Dengan demikian apabila NPV bernilai positif, dapat diartikan
sebagai keuntungan yang diperoleh dari proyek. Sedangkan nilai NPV negatif menunjukkan sebagai kerugian yang didapatkan dari proyek tersebut Husnan dan
Suwarsono, 1997. NPV dapat dihitung dengan persamaan berikut : N B
t
– C
t
NPV = Ʃ t=1 1 + i
t
dimana : B
t
= keuntungan kotor pada tahun ke t C
t
= biaya kotor pada tahun ke t n = umur ekonomis
i = tingkat bunga
Internal Rate of Ratio IRR
Internal Rate of Ratio IRR merupakan tingkat bunga yang menyebabkan
nilai NPV sama dengan nol, sehingga nilai sekarang present value dari aliran uang tunai yang masuk sama dengan nilai sekarang dari aliran uang tunai yang
keluar Kadariah et al, 1978. Nilai IRR dapat dicari dengan rumus : PV i
2
– i
1
IRR = i
1
+ PV + NV
Dimana : PV = NPV positif
NV = NPV negatif i
1
= tingkat bunga PV i
2
= tingkat bunga NV Net Benefit Cost Ratio
Net BC Net Benefit Cost Ratio
Net BC adalah perbandingan antara Present Value
total dari hasil keuntungan bersih terhadap Present Value dari biaya bersih Kadariah et al, 1978. Rumus untuk menghitung net BC adalah :
n Bt – Ct Ʃ untuk Bt – Ct 0
t=0 1 + i Net BC =
n Ct – Bt Ʃ untuk Bt – Ct 0
t=0 1 + i
t
Pay Back Period PBP
Pay Back Period PBP atau waktu pengembalian modal merupakan
jangka waktu yang dipelrukan untuk pengembalian investasi semula Husnan dan Suwarsono, 1997.
Modal PBP =
Penerimaan produktahun
Break Event Point BEP
Break Event Point BEP atau titik pulang pokok menunjukkan suatu
kondisi dimana tingkat penjualan perusahaan tidak menguntungkan dan tidak merugikan Husnan dan Suwarsono, 1997. Titik pulang pokok dicari dengan cara
: Biaya tetap
BEP dalam unit = Harga jualunit – biaya variabelunit
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kajian Pengembangan Produk
Produk utama tanaman kayu manis adalah kulit kering kayu manis. Kulit kering kayu manis dapat diolah lagi menjadi beberapa produk lanjutan yaitu
bubuk kayu manis dan minyak atsiri kayu manis. Tujuan pengolahan lebih lanjut adalah untuk melakukan pengembangan produk dan memberikan variasi produk
yang akan memberikan nilai tambah terhadap produk kulit kering kayu manis. Untuk mengembangkan produk kayu manis menjadi beberapa produk
lanjutan perlu mempertimbangkan beberapa faktor yaitu adanya ketersediaan bahan baku kayu manis yang cukup untuk menjamin kelangsungan produksi,
peluang pasar serta dukungan teknologi yang dapat digunakan untuk mengolah kayu manis menjadi produk lanjutannya.
4.1.1. Potensi bahan baku
Pengembangan produk kayu manis di daerah Sumatera Barat menjadi beberapa produk lanjutan yaitu bubuk kayu manis dan minyak atsiri kayu manis
perlu ditunjang oleh adanya bahan baku kayu manis yang mencukupi dan tersedia secara terus menerus. Untuk itu perlu diketahui kondisi produksi kayu manis di
beberapa daerah Sumatera Barat dan perkiraan produksinya untuk beberapa tahun yang akan datang.
Daerah Sumatera Barat merupakan pusat produksi tanaman kayu manis di Indonesia. Produksi tanaman kayu manis di daerah selama sepuluh tahun terakhir
ini cenderung mengalami peningkatan, namun peningkatan produksi tidak begitu besar. Pertumbuhan produksi kulit kayu manis kering dapat dilihat pada Tabel 6.
Kecilnya peningkatan produksi kayu manis setiap tahun disebabkan oleh pengaruh harga pasaran produk kulit kayu manis yang juga tidak mengalami
peningkatan yang berarti terutama di tingkat petani. Kondisi tersebut
menyebabkan petani melakukan panen kayu manis hanya pada saat membutuhkan uang atau pada saat harga pasaran kayu manis membaik. Pada saat harga kulit
kayu manis di pasaran cukup tinggi maka petani akan meningkatkan produksi tanaman kayu manisnya, sebaliknya bila harga kulit kayu manis di pasaran
rendah, maka petani menunda untuk memanen tanaman kayu manisnya.
Tabel 6. Pertumbuhan produksi kayu manis di Sumatera Barat Tahun
Produksi ton Pertumbuhan
1999 20.499
-11,73 2000
18.093 -5,079
2001 17.174
24.46 2002
21.375 97,65
2003 42.248
2,70 2004
43.389 5,708
2005 45.866
-22,80 2006
35.407 0,497
2007 35.231
0,697 2008
35.407 1,087
Peningkatan harga kulit kayu manis di pasaran dapat mendorong petani untuk menigkatkan produksi kulit kayu manis dan perluasan areal penanaman
kayu manis. Peningkatan produksi dan perluasan areal penanaman diperlukan untuk menjamin kelangsungan usaha pengolahan kulit kayu manis. Perkembangan
luas areal penanaman kayu manis dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Perkembangan luas lahan
Tahun Luas lahan ha
Pertumbuhan 1999
42.317 6,094
2000 44.896
14,070 2001
51.216 2,036
2002 52.259
10,240 2003
57.611 0,020
2004 57.623
0,026 2005
57.638 -0,586
2006 57.300
0,872 2007
57.800 0,254
2008 57.947
0,048
Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa perkembangan luas lahan perkebunan rakyat cenderung mengalami sedikit peningkatan. Hal ini kemungkinan
disebabkan karena penanaman kayu manis adalah dalam bentuk perkebunan rakyat yang diusahakan oleh petani dengan luas lahan yang kecil. Rendahnya
peningkatan luas areal penanaman juga disebabkan karena tidak adanya insentif bagi petani untuk mendorong perluasan areal. Adanya insentif berupa jaminan
pasar yang jelas dan harga yang lebih baik akan mendorong petani untuk memperluas kebunnya, untuk itu diperlukan adanya suatu industri pengolahan
kayu manis yang akan menampung hasil produksi kayu manis petani. Peningkatan produksi dapat dilakukan dengan perbaikan cara budidaya
dan pemeliharaan tanaman serta dengan perluasan areal penanaman dengan mempertimbangkan daerah yang potensial untuk penanaman kayu manis. Hampir
di semua daerah kabupatenkotamadya di Sumatera Barat ditanami kayu manis. Beberapa daerah kabupaten memiliki lahan penanaman kayu manis dengan luas
areal yang cukup besar yaitu dengan total lahan lebih dari seribu hektar, sehingga daerah-daerah tersebut berpotensi besar untuk pengembangan usaha penanaman
kayu manis. Data penyebaran areal penanaman kayu manis di Sumatera Barat dapat dilihat pada Tabel 8.
Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa luas areal penanaman terbesar terdapat di daerah kabupaten Solok, Tanah Datar, Agam dan Tanah Datar. Daerah Solok
mempunyai areal dengan tanaman yang belum siap panen paling besar yaitu 2.459 ha, hal ini disebabkan karena di daerah ini banyak dilakukan penanaman baru
untuk tanaman kayu manis. Selain itu tanaman yang siap panen juga cukup besar yaitu 7.396 ha, dengan jumlah petani yang terlibat dalam usaha penanaman yang
cukup besar yaitu hampir mencapai 50.000 KK. Dengan adanya potensi bahan baku yang cukup besar maka daerah ini sangat potensial untuk menjaga kestabilan
bahan baku dan dapat mempunyai usaha produksi kulit kayu manis menjadi produk lanjutan seperti bubuk kayu manis dan minyak kayu manis.
Tabel 8. Luas areal dan produksi perkebunan kayu manis di daerah tingkat II Sumatera Barat tahun 2007
KabupatenKotamadya Tanaman
belum siap panen Ha
Tanaman siap panen
Ha Jumlah Ha
Produksi ton
Jumlah KK
petani Kab. Pesisir Selatan
1.440 121
1.587 122
7.935 Kab. Solok
2.459 7.396
9.855 5.445
49.275 Kab. SwlSijunjung
96 572
670 729
3.350 Kab. Tanah Datar
1600 3.551
5.153 6.728
25.765 Kab. Padang Pariaman
569 4.216
4.791 5.983
23.955 Kab. Agam
613 6.970
7.583 7.244
37.915 Kab. Limapuluh Kota
1.340 1.533
2.873 1.776
14.365 Kab. Pasaman
582 582
657 2.910
Kab. Solok Selatan 400
3.640 4.040
5.744 20.200
Kab. Pasaman Barat 58
69 127
121 635
Kod. Padang 100
194 294
329 1.470
Kod. Solok 162
93 255
99 1.275
Kod. Sawahlunto 38
116 160
126 800
Kod. Padang Panjang 142
30 172
44 860
Kod. Bukittinggi 7
41 48
82 240
Kod. Payakumbuh 89
89 445
Jumlah 9.043
29.126 38.300
35.231 191.500
Sumber: Statistik Perkebunan Indonesia 2007 Di daerah Kabupaten Agam, areal tanaman yang belum siap panen sangat
kecil yaitu 613 ha, sedangkan yang siap panen lebih besar yaitu 6.970 ha. Hal ini disebabkan karena pada daerah ini lebih banyak tanaman tua atau tanaman
warisan turun temurun sehingga tidak banyak dilakukan penanaman baru dan lebih banyak terdapat tanaman tua yang siap untuk dipanen. Jumlah petani yang
mengusahakan penanaman kayu manis di Kabupaten Agam cukup besar, yaitu lebih dari 30.000 kepala keluarga KK. Untuk pengembangan usaha penanaman
maka daerah ini cukup potensial sebagai daerah penghasil bahan baku kayu manis untuk menunjang industri pengolahan kayu manis dengan melakukan usaha
penanaman baru. Daerah lain yang potensial adalah Kabupaten Tanah Datar, karena di
daerah ini usaha penanaman kayu manis telah berkembang dengan cukup baik,
yang ditunjang oleh kebijakan pemerintah daerah yang berharap menjadikan daerah ini menjadi penghasil utama kayu manis. Di daerah ini juga telah
berkembang usaha pemasaran dalam bentuk usaha koperasi.
Pemasaran
Pemasaran kulit kayu manis ditujukan untu pasaran ekspor, selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pengembangan produk kayu manis menjadi
beberapa produk lanjutan diharapkan dapat membuka pasar baru bagi produk kayu manis. Sebagian besar ekspor kulit kayu manis masih dalam bentuk
gulungan kulit kering, hanya sedikit ekspor dalam bentuk kayu manis bubuk. Pemasaran produk kayu manis menurut negara tujuan ekspor pada tahun 2007
dapat dilihat pada Tabel 9. Amerika Serikat merupakan pasar yang paling penting bagi kulit kayu
manis Sumatera Barat karena ekspor ke negara ini merupakan 88 dari total produksi kayu manis Sumatera Barat dengan nilai sebesar 7.678 juta US .
Pemasaran kulit kayu manis ke negara lain seperti Eropa masih lebih kecil dan mempunyai peluang untuk ditingkatkan. Harga jual kulit kayu manis untuk tujuan
ekspor rata-rata adalah US1,5kg atau Rp. 12.000kg pada nilai US 8000. Di dalam dunia perdagangan internasional, kulit kayu manis asal Indonesia
Cinnamomum burmanii, sangat disukai di Amerika dan beberapa negara di Eropa Sanusi dan Isdiyoso, 1977. Oleh karena itu peluang untuk meningkatkan
ekspor kulit kayu manis masih sangat besar terutama untuk pasaran Eropa, dengan memperbaiki kualitas produk kulit kayu manis agar sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan. Mutu kulit kayu manis Indonesia masih perlu ditingkatkan terutama dalam
hal kebersihan dari jamur serta kadar air yang masih belum memenuhi standar. Oleh karena itu, meskipun volume ekspor kulit kayu manis Indonesia cukup
besar, tetapi nilainya relatif berfluktuasi tergantung pada mutu kulit kayu manis yang dihasilkan. Agar nilai ekspor meningkat, selain memperbaiki mutu produk,
maka alternatif ekspor dapat dikembangkan dalam bentuk produk olahan.
Tabel 9. Negara tujuan ekspor kayu manis tahun 2007 No
Bahan ekspor Negara
Volume ton Nilai
US 1
Gulungan kulit kering Kayu manis
Amerika Serikat 9.721
7.678 Thailand
1.771 1.273
Belanda 1.561
1.174 Jerman
995 888
Malaysia 982
645 Brasil
947 610
Perancis 603
489 Pakistan
601 482
Philipina 579
443 Lain-lain
4.683 3.131
Jumlah 22.443
16.813 2
Kulit kayu manis Chip pecahan
India 8.999
5.458 Amerika Serikat
1.185 510
Uni Emirat
Arab 1.028
510 Singapura
296 131
Mesir 147
73 Brazil
144 24
Venezuela 122
21 Aljazair
115 28
Malaysia 107
90 Lain-lain
736 2.131
Jumlah 12.880
9.367 3
Bubuk kayu manis Amerika Serikat
7.397 5.142
Uni Emirat
Arab 1.131
310 Belanda
771 461
Brazil 619
260 India
615 392
Kanada 560
361 Aljazair
439 158
Swedia 424
302 Singapura
421 212
Maroko 393
209 Jerman
362 250
Lain-lain 2.242
1.502 Jumlah
15.374 9.560
Total 50.696
35.740 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan 2007.
Di pasaran Sumatera Barat, harga kulit kayu manis rata-rata lebih rendah dan cenderung tidak mengalami peningkatan yang berarti selama lima tahun
terakhir. Harga kulit kayu manis di Sumatera Barat dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Harga kulit kayu manis di Sumatera Barat
Tahun Harga kulit kayu manis
2001 Rp. 4113kg
2002 Rp.4083kg
2003 Rp.2475kg
2004 Rp.4117kg
2005 Rp.3689kg
2006 Rp.4104kg
Sumber : Dinas Perkebunan Propinsi Sumatera Barat 2007 Untuk meningkatkan harga jual kulit kayu manis dapat dilakukan dengan
peningkatan mutu di tingkat petani sehingga petani akan memperoleh peningkatan pendapatan. Namun di tingkat eksportir, harga kulit kayu manis rata-rata berkisar
antara 1 – 2 US per kg dan sulit mencapai harga yang lebih tinggi lagi karena adanya negara pesaing yang dapat menghasilkan kulit kayu manis dengan harga
yang lebih rendah. Untuk meningkatkan nilai tambah produk kulit kayu manis maka perlu dikembangkan produk lanjutan seperti minyak kulit kayu manis yang
mempunyai harga jual yang lebih tinggi. Minyak kulit kayu manis cukup banyak diminati oleh negara-negara
pengimpor kayu manis seperti Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Jerman dan Belanda untuk keperluan industri makanan, kosmetika dan farmasi. Harga minyak
kayu manis mencapai 240 US per kgnya dan jumlah kebutuhannya sekitar 200- 250 ton per tahun. Selama ini kebutuhan minyak kayu manis dipenuhi oleh negara
pengekspor kayu manis lainnya seperti Srilangka yang mengekspor dalam jumlah yang kecil serta Cina yang mengekspor dalam jumlah yang lebih besar tetapi mutu
dan harganya lebih rendah. Indonesia sebagai pengekspor kayu manis yang cukup besar dengan mutu yang lebih baik dari Cina, mempunyai peluang untuk
memenuhi kebutuhan minyak atsiri kayu manis.
Teknologi
Tingkat teknologi yang digunakan untuk mengembangkan proses pengolahan kulit kering kayu manis menjadi produk lanjutan berupa bubuk dan
minyak kayu manis cukup sederhana. Untuk membuat kulit kering kayu manis hanya dengan membersihkan dan mengikis kulit kayu manis, kemudian dijemur
dengan sinar matahari, setelah kering maka akan terbentuk gulungan kulit kering kayu manis. Gulungan kulit kering kayu manis kemudian dipotong-potong sesuai
dengan ukuran standar pemasaran untuk ekspor dengan gergaji pemotong. Dari proses pemotongan dengan gergaji pemotong, akan diperoleh
beberapa bentuk produk yaitu berupa gulungan kulit kayu manis yang sesuai dengan standar pemasaran ekspor. Sisa-sisa pemotongan berupa potongan-
potongan kecil kulit kayu manis chips, dan serbuk yang dihasilkan oleh proses penggergajian berupa bubuk kulit kayu manis.
Pemasaran yang dilakukan oleh eksportir selama ini adalah dengan mengemas masing-masing produk berupa gulungan kulit kering kayu manis, chips
dan bubuk kayu manis yang langsung dipasarkan. Kulit kayu manis kualitas baik AA, biasanya ditujukan untuk pasaran
ekspor yaitu yang memenuhi persyaratan ukuran panjang tertentu, biasanya panjang 10-15 cm. Kulit kayu manis dengan mutu yang lebih rendah lebih
ditujukan untuk memenuhi pasaran lokal. Data ekspor tahun 2007, diketahui ekspor dalam bentuk gulungan kulit kering sebesar lebih kurang 45 dari jumlah
yang tersedia untuk ekspor. Selain itu juga diekspor kulit kayu manis dalam bentuk potongan kecil chips sisa pemotongan kulit kayu manis kualitas baik,
yaitu sebesar lebih kurang 25 dari jumlah yang tersedia untuk ekspor. Sisanya sebesar lebih kurang 30 diekspor dalam bentuk bubuk.
Untuk pengembangan produk, bahan berupa chips sisa potongan kulit kayu manis dari kulit kayu manis mutu baik AA, dapat diolah lebih dulu
menjadi minyak atsiri kayu manis dan selanjutnya baru dipasarkan. Minyak kayu manis diolah dari kulit kering kayu manis dengan cara
destilasi atau penyulingan. Teknologi penyulingan minyak kayu manis juga sederhana dan telah banyak dilakukan oleh petani di Cina dan Srilangka. Metode
penyulingan minyak kayu manis juga hampir sama untuk minyak atsiri lainnya
seperti minyak nilam yang telah banyak dilakukan oleh petani di Sumatera Barat sehingga dapat diterapkan oleh petani kayu manis. Harga minyak atsiri kayu
manis cukup tinggi, bahkan lebih tinggi dari minyak atsiri lainnya seperti minyak pala atau minyak cengkeh.
Prospek pengembangan produk kayu manis menjadi beberapa produk lanjutan dapat dilihat pada Gambar 3.
Dengan mengembangkan industri pengolahan kulit kayu manis maka industri pengolahan kulit kayu manis dapat memproduksi beberapa macam
produk yaitu : a.
Produk kulit kering kayu manis sebesar 45, bisa langsung dikemas dan dipasarkan.
b. Produk bubuk kayu manis sebesar 30, langsung dikemas dan dipasarkan.
c. Produk minyak kayu manis sebesar 25, diolah dari chips menjadi minyak
kayu manis dengan proses penyulingan, baru kemudian dikemas dan dipasarkan.
R = 45 R=25 R=30
Gambar 3. Skenario pengembangan produk kulit kayu manis
Kulit kering kayu
manis
Gergaji
pemotong
Potongan kulit kering kayu manis siap dipasarkan
Chips potongan
kecil kulit kayu manis
Serbuk kayu manis
Minyak kayu manis
Bubuk kayu manis
Dengan melakukan pengembangan produk, maka produk yang akan mengalami pengolahan lebih lanjut adalah bahan berupa chips yang akan
didestilasi menjadi minyak atsiri. Apabila produksi kulit kayu manis kering di Sumatera Barat adalah sebesar 35.231.000 kgtahun, maka bahan yang dihasilkan
berupa chips adalah sebesar 8.807.750 kgtahun atau rata-rata sebesar 24.130,82 kghari. Apabila rendemen minyak rata-rata sebesar 1, maka akan diperoleh
rata-rata 241kghari minyak kulit kayu manis. Pengolahan kulit kayu manis lebih lanjut menjadi minyak kayu manis akan
memberikan peningkatan nilai tambah terhadap kulit kayu manis. Nilai tambah yang diperoleh adalah dari segi harga dan peningkatan teknologi yang digunakan.
4.2. Kajian Teknologi
4.2.1. Teknologi Tersedia
Pembuatan minyak kulit kayu manis dilakukan dengan cara penyulingan destilasi terhadap kulit kayu manis kering. Ada beberapa metode penyulingan
yang umum digunakan yaitu: a.
Metode penyulingan air b.
Metode penyulingan air dan uap sistem kukus c.
Metode penyulingan uap Ketiga metode penyulingan tersebut telah banyak berkembang dan dikenal
oleh masyarakat di daerah Sumatera Barat. Pada saat ini penyulingan yang dilakukan adalah terhadap produk minyak atsiri lainnya seperti minyak pala,
minyak nilam dan yang lainnya. Pada prinsipnya ketiga metode penyulingan tersebut dapat digunakan
untuk pembuatan minyak atsiri kayu manis, dan masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahan. Pemilihan metode penyulingan yang tepat akan
berpengaruh terhadap hasil dan mutu minyak. Penerapan tingkat teknologi tertentu dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain sumberdaya alam,
sumberdaya manusia, kemampuan teknologi yang dimiliki, modal dan kondisi sosial budaya.
Pemilihan metode penyulingan dapat dilakukan dengan penilaian secara kualitatif menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial dengan memberikan
bobot terhadap faktor-faktor yang berpengaruh dalam pemilihan metode penyulingan. Kriteria yang mempengaruhi pemilihan diusahakan merupakan
kriteria-kriteria kritis bagi industri pengolahan minyak kulit kayu manis. Kriteria- kriteria tersebut yaitu : 1. bahan baku, 2 sumberdaya manusia, 3 teknologi, 4
modal, 5. kondisi sosial budaya masyarakat. Sedangkan skor yang ditetapkan adalah baik 0,4, sedang 0,3, kurang baik 0,2 dan buruk 0,1.
Kriteria bahan baku didasarkan atas jenis bahan baku yang sesuai untuk metode penyulingan yang digunakan. Kriteria sumberdaya manusia didasarkan
atas kemampuan sumberdaya manusia yang tersedia untuk mengoperasikan alat penyulingan. Kriteria teknologi didasarkan pada alat yang dapat memberikan hasil
rendemen dan mutu yang baik. Kriteria modal didasarkan pada biaya yang akan digunakan untuk setiap metode penyulingan dan kriteria sosial budaya didasarkan
pada dukungan masyarakat terhadap penggunaan metode penyulingan yang akan ditetapkan.
1. Bahan baku Minyak atsiri kayu manis diperoleh dengan melakukan penyulingan
terhadap bahan baku berupa kulit kering kayu manis. Untuk penyulingan bahan berupa kulit, akar, kayu atau bahan yang mempunyai permukaan yang agak keras,
maka menurut Guenther 1987 sebaiknya menggunakan penyulingan uap, karena akan memberikan rendemen minyak yang lebih tinggi.
Metode penyulingan lain juga dapat digunakan tetapi rendemen minyak yang dihasilkan lebih rendah.
Pada Tabel 11 dapat dilihat hasil penyulingan minyak kayu manis dari beberapa metode penyulingan.
Tabel 11. Rendemen minyak kulit kayu manis yang diperoleh dengan menggunakan beberapa metode penyulingan
Metode penyulingan Rendemen minyak
Metode penyulingan air 0,86
Metode penyulingan air dan uap 0,97
Metode penyulingan uap 1,04
Rusli, Ma’mun dan Triantoro 1990 Widiyatmoko 1989
Nurdjannah danSyarif 1991
Dari segi biaya, penggunaan proses penyulingan dengan metode penyulingan air lebih rendah bila dibandingkan dengan metode penyulingan air
dan uap au metode penyulingan uap, tetapi rendemen yang dihasilkan lebih rendah. Metode penyulingan air biasanya dapat digunakan untuk proses
penyulingan dalam skala kecil dan biasanya dilakukan oleh petani di dekat lokasi penanaman bahan, karena bentuknya sederhana dan dapat dipindah-pindah. Tetapi
kelemahan lainnya menurut Guenther 1987 adalah pada penyulingan air komponen minyak yangbertitik didih tinggi dan bersifat larut dalam air tidak
dapat menguap secara sempurna, sehingga minyak yang tersuling mengandung komponen yang tidak lengkap.
Dengan menggunakan metode penyulingan air, Rusli et al 1990 melakukan penelitian penyulingan minyak kulit kayu manis pada skala
laboratorium. Rendemen minyak yang diperoleh adalah 0,86. Sedangkan dari penelitian yang dilakukan oleh Widiyatmoko 1989 yang menggunakan metode
penyulingan air dan uap, diperoleh rendemen minyak kulit kayu manis sebesar 0,97.
Dibandingkan dengan penyulingan air, maka sistem penyulingan air dan uap lebih baik karena proses dekomposisi minyak lebih kecil, jumlah bahan bakar
yang dibutuhkan lebih sedikit, waktu penyulingan lebih singkat dan rendemen minyak yang dihasilkan lebih besar Guenther, 1987.
Pada metode penyulingan uap, rendemen yang dihasilkan lebih tinggi, tetapi juga mempengaruhi senyawa aromatik yang terdapat di dalam bahan seperti
sinamaldehid yang merupakan komponen utama minyak kulit kayu manis. Untuk
mengatasi hal ini, menurut Guenther 1987 dapat dilakukan dengan penggunaan tekanan yang rendah pada awal penyulingan kemudian tekanan meningkat secara
bertahap sampai akhir proses, yaitu ketika komponen minyak yang bertitik didih tinggi yang tertinggal. Dari penelitian dengan menggunakan proses penyulingan
uap yang dilakukan oleh Nurdjannah dan Syarif 1981, diperoleh rendemen minyak kulit kayu manis sebesar 1,04. Dari segi bahan baku yang digunakan
serta rendemen dan mutu minyak yang dihasilkan maka sebaiknya digunakan metode penyulingan uap.
2. Sumberdaya Manusia Kemampuan sumberdaya manusia di daerah Sumatera Barat cukup baik
dan cukup tersebar di daerah-daerah kabupaten sehingga dapat diharapkan untuk menunjang industri pengolahan kayu manis. Permasalahan yang mungkin
dihadapi adalah kurangnya tenaga ahli yang mempunyai pengalaman dalam usaha pengolahan minyak kayu manis, karena untuk mengerjakan proses penyulingan
minyak atsiri diperlukan suatu keahlian untuk menghasilkan mutu minyak yang baik. Namun berdasarkan pengalaman petani yang mengolah minyak atsiri
lainnya, kemampuan untuk melakukam proses penyulingan dapat dilakukan melalui proses pelatihan.
Untuk menjalankan proses penyulingan dari ketiga jenis metode penyulingan yang ada pada prinsipnya hampir sama, dan dapt diterapkan oleh
tenaga kerja yang ada di daerah Sumatera Barat 3. Kemampuan teknologi dan industri lain yang mendukung
Pembuatan alat penyulingan dapat dilakukan secara lokal oleh bengkel yang ada dan bahan dapat diperoleh di daerah Sumatera Barat. Alat penyulingan
yang telah banyak digunakan berupa alat penyuling air atau alat penyuling air dan uap dengan bahan yang sederhana berupa drum atau dari bahan aluminium.
Pembuatan alat penyulingan uap dengan bahan stainless steel juga telah dapat dikerjakan, meskipun dengan biaya yang lebih tinggi.
Penggunaan jenis bahan alat akan mempengaruhi mutu dan hasil minyak, yang terbaik adalah dari bahan stainless steel. Sebaiknya menggunakan metode
penyulingan uap dengan bahan dari stainless steel agtau kombinasi dengan bahan lain.
4. Modal Untuk menjalan usaha industri minyak kayu manis diperlukan
ketersediaan modal yang cukup besar. Industri pengolahan minyak kayu manis dapat memperoleh modal dari sisa keuntungan menjual kulit kering kayu manis
dan bubuk kayu manis atau dengan kredit dari bank yang ada dan banyak tersedia di Sumatera Barat seperti bank umum sebanyak 13 buah dan Bank Perkreditan
Rakyat sebanyak 104 buah. 5. Kondisi sosial budaya masyarakat
Kondisi masyarakat Sumatera Barat cukup mendukung usaha industri pengolahan kayu manis, terutama oleh petani kayu manis. Dengan adanya industri
pengolahan diharapkan adanya jaminan pemasaran kulit kayu manis yang dihasilkan oleh petani, sehingga petani dapat lebih berpartisipasi sebagai pemasok
bahan baku, bahkan sebagai pemilik usaha pengolahan kayu manis. Agar usaha pengolahan kayu manis dapat dilakukan oleh petani kayu
manis secara berkelompok dalam skala kecil, maka pemilihan jenis penyulingan yang tepat adalah metode penyulingan air kapasitas kecil karena dapat dipindah-
pindah. Tetapi karena rendemennya kecil, maka sebaiknya menggunakan metode penyulingan uap yang dapat diusahakan oleh petani secara berkelompok.
Dari perbandingan antar kriteria tersebut didapatkan bobot kepentingan dari masing-masing kriteria. Pemberian bobot pada masing-masing alternatif alat
dilakukan berdasarkan data-data kriteria pada masing-masing pilihan teknologi alat penyulingan secara objektif. Hal ini bertujuan agar tidak mempengaruhi
subyektivitas penilaiannya. Nilai terbesar menunjukkan prioritas utama pilihan terbaik berdasarkan faktor-faktor yang ditetapkan. Hasil perhitungan pemilihan
jenis penyulingan dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Perhitungan pemilihan metode penyulingan Alternatif alat
Kriteria Total
1 2
3 4
5 Destilasi air
0,2 0,2
0,3 0,3
0,3 3,80
Destilasi air dan uap 0,3
0,2 0,3
0,3 0,3
3,86 Destilasi uap
0,4 0,4
0,3 0,2
0,3 3,96
Bobot 1,0 0,2
0,2 0,2
0,2 0,2
Berdasarkan perhitungan pemilihan metode penyulingan maka prioritas metode penyulingan yang dapat digunakan adalah metode penyulingan uap,
selanjutnya metode penyulingan air dan uap serta pilihan yang terakhir adalah metode penyulingan air. Hal ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa
metode penyulingan uap lebih baik daripada metode penyulingan air dan uap serta metode penyulingan air. Menurut Guenther 1987, umumnya metode
penyulingan dengan uap langsung lebih baik daripada metode penyulingan dengan air, dan metode penyulingan dengan air dan uap ditinjau dari segi biaya,
kecepatan penyulingan dan kapasitas produksi minyak. Dari hasil perhitungan pemilihan metode penyulingan, yang mempunyai
bobot yang lebih tinggi adalah metode destilasi uap dengan bobot skor 3,96. Dari penelitian para peneliti sebelumnya Tabel 11 juga diketahui bahwa rendemen
minyak kulit kayu manis yang diperoleh dengan metode penyulingan uap lebih tinggi, sehingga dalam penelitian ini akan dikembangkan proses penyulingan
minyak kulit kayu manis dengan menggunakan metode penyulingan uap.
4.2.2 Uji Coba
Untuk mengembangkan usaha industri pengolahan kayu manis yang menghasilkan minyak kayu manis perlu dilakukan uji coba pembuatan minyak
kayu manis dalam skala kecil. Uji coba dilakukan dengan menggunakan alat yang telah digunakan untuk proses penyulingan minyak atsiri lainnya yaitu minyak
nilam. Alat yang digunakan adalah alat penyulingan uap dengan spesifikasi bahan konstruksi berupa kombinasi stainless steel untuk ketel penyuling dan pipa
pendingin dan drum untuk ketel pendingin dan boiler.
Alat yang digunakan pada metode penyulingan uap ini terdiri dari alat penyuling, alat pemanas boiler dan alat pendingin serta tabung pemisah. Pada
metode ini bahan baku yang akan disuling tidak berada dalam air. Uap air panas diperoleh dari ketel pemanas yang terpisah dan dialirkan ke dalam ketel bahan
baku melalui sebuah pipa. Di dalam ketel bahan baku, uap panas ini akan berkontak dengan bahan dan mengikat minyak yang kemudian diuapkan sebagai
destilat campuran minyak dan uap. Destilat kemudian dialirkan ke tangki pendingin dan selanjutnya dilakukan pemisahan antara minyak dan air.
1. Alat penyuling a. Kerangka
Kerangka terbuat dari bahan besi plat yang berbentuk lingkaran dengan diameter 15 cm yang berfungsi sebagai penahan atau tempat kedudukan ketel
bahan baku. Kerangka penyangga ketel bahan baku ditempatkan di atas alat pemanas secara permanen yang dihubungkan dengan tiang besi berjarak 16 cm.
b. Ketel bahan baku Ketel bahan baku terbuat dari bahan stainless steel dengan diameter 30 cm
dan tinggi 114 cm yang berfungsi sebagai tempat meletakkan bahan baku yang akan disuling. Di dalam ketel bahan baku terdapat saringan berlobang yang
terbuat dari bahan aluminium yang berfungsi sebagai penyangga bahan baku dalam ketel dengan jarak 5 cm dari bagian bawah ketel bahan baku. Untuk
menggunakan ketel penyulingan, maka bahan baku dimasukkan ke dalam ketel kemudian ditutup dengan saringan penyangga bahan dan ketel bahan baku
diletakkan pada kerangkanya dengan cara dibalik dan kemudian dikunci dengan 6 buah klemp pengunci yang terdapat di sekeliling ketel bahan baku.
c. Pipa destilat Pipa destilat terbuat dari bahan stainless steel dengan diameter 1,25 inci
yang terletak di bagian atas ketel bahan baku dan dihubungkan dengan ketel pendingin sepanjang 73 cm dengan sudut kemiringan 60ºC. Pipa ini berfungsi
sebagai tempat mengalirnya campuran minyak dengan uap air. Spesifikasi alat penyulingan dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Spesifikasi alat penyulingan Spesfisikasi
Keterangan Jenis bahan ketel bahan baku
Stainless steel Diameter ketel
30 cm Tinggi ketel
114 cm Berat ketel
3 kg Tinggi bahan dalam ketel
91 cm Kapasitas ketel
27 kg kulit kayu manis kering
2. Alat pemanas boiler a. Kerangka
Kerangka terbuat dari plat besi berbentuk segi empat dengan panjang dan lebar 53 x 58 cm dan tinggi 10 cm yang berfungsi sebagai tempat penyangga atau
kedudukan ketel uap. Kerangka besi dipasang secara permanen dengan bata yang diberi semen pada sisi kerangka besi kecuali pada bagian depannya karena akan
digunakan sebagai tempat untuk memasukkan bahan bakar. b. Ketel uap
Ketel uap terbuat dari bahan berupa drum tertutup dengan diameter 58 cm dan tinggi 44 cm yang berfungsi untuk tempat memanaskan air dan menghasilkan
uap yang akan diteruskan ke ketel penyulingan bahan baku. Bahan bakar yang digunakan adalah gas elpiji.
c. Pipa uap dan pipa air Pipa uap terdapat pada bagian tengan ketel pemanas terbuat dari bahan
stainless steel dengan diameter 3 cm dan dihubungkan dengan ketel bahan baku
yang berada di atas ketel pemanas dengan tinggi 16 cm. Pipa uap berfungsi untuk mengalirkan uap panas ke dalam ketel bahan baku.
Pipa air berfungsi sebagai tempat untuk mengalirkan air yang ditambahkan selama proses pemanasan dengan panjang 58 cm. Spesifikasi alat pemanas dapat
dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Spesifikasi alat pemanas Spesifikasi
Keterangan Jenis bahan tangki uap
Drum Jenis bahan bakar
Gas elpiji Diameter tangki uap
58 cm Tinggi tangki uap
44 cm Kapasitas tangki uap
58 liter Berat tangki uap
9 kg Panjang pipa air
58 cm Panjang pipa uap
16 cm Diameter pipa uap
3 cm
3. Alat pendingin dan pemisah a.
Kerangka Kerangka yang berfungsi sebagai penyangga atau tempat kedudukan
tangki pendingin terbuat dari batu bata yang disemen dengan ukuran 60 x 60 cm dan tinggi 20 cm.
b. Tangki pendingin
Bahan yang digunakan untuk membuat tangki pendingin adalah drum dengan ukuran diameter 58 cm dan tinggi 132 cm. Tangki pendingin berfungsi
sebagai tempat untuk mengisi air yang digunakan untuk mendinginkan pipa silinder yang berisi destilat campuran minyak dan uap. Pada bagian atas dekat
permukaan tangki pendingin terdapat pipa untuk mengeluarkan air dari tangki. c.
Pipa destilat dan pipa air Pipa destilat terbuat dari bahan stainless steel dengan diameter 1,25 inci
yang berisi destilat berupa campuran minyak dan uap yang menghubungkan tangki bahan baku dan tangki pendingin sepanjang 73 cm dan sudut kemiringan
sekitar 60ºC. Pipa destilat yang berada dalam tangki pendingin berbentuk silinder dengan jumlah silinder sebanyak 6 buah dan di bagian bawah berhubungan
dengan tabung penampung tempat memisahkan minyak dan uap air.
Pipa air yang terdapat pada tangki pendingin berfungsi untuk mengalirkan air tambahan sehingga air yang berada dalam tangki pendingin mempunyai suhu
yang relatif tetap. Tinggi pipa air 65cm, air dimasukkan dari bagian atas mengalir melalui pipa dan keluar pada bagian bawah tangki pendingin.
d. Alat pemisah destilat Terbuat dari bahan aluminium yang berfungsi untuk memisahkan minyak
dengan uap. Berbentuk tabung dengan diameter 10 cm, tinggi 17 cm. Pada bagian bawah terdapat saluran pipa tempat mengalirkan minyak ke wadah penampung.
Spesifikasi alat pendingin pada proses penyulingan dapat dilihat pada Tabel 15. Bentuk alat penyulingan yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat
pada Gambar 4. Tabel 15. Spesifikasi alat pendingin
Spesifikasi Keterangan
Bahan pendingin Air
Jenis bahan tangki pendingin Drum
Diameter tangki 58 cm
Tinggi tangki 132 cm
Berat tangki 27 kg
Jenis bahan pipa destilat silinder Stainless steel
Jumlah lingkaran silinder 6 buah
Panjang pipa air 65 cm
Keterangan : 1.
Boiler 2.
Tangki penyuling 3.
Tangki pendingin
Gambar 4. Konstruksi alat penyulingan
Pada uji coba pembuatan minyak kulit kayu manis dilakukan dengan menggunakan proses penyulingan dengan metode uap, bahan baku yang
digunakan adalah kulit kayu manis kering. Bahan baku kulit kayu manis diperoleh langsung dari petani kayu manis di daerah Solok.
Panen kulit kayu manis dilakukan dengan cara membersihkan kulit luar kayu manis dari jamur atau cendawan, kemudian dikuliti dari pohon sekitar 5 cm
dari bagian bawah pohon. Selanjutnya dilakukan pengerokan kulit lapisan luar dan lapisan gabus dari kulit kayu manis dan dibersihkan dari jamur dan kotoran.
Setelah dicuci bersih kemudian dijemur dengan menggunakan panas matahari selama 3 hari sehingga diperoleh kulit kayu manis kering dengan kadar air
mencapai sekitar 14. Menurut Guenther 1985, pengeringan dilakukan dengan tujuan untuk
menurunkan kadar air sampai pada tingkat kadar air tertentu dan menguraikan senyawa-senyawa yang tidak berbau wangi dalam minyak atsiri sampai menjadi
berbau wangi. Proses pengeringan diharapkan dapat menghemat energi panas sehinga mengurangi biaya penyulingan, mengurangi kerusakan seminimal
mungkin serta mengurangi terjadinya proses hidrolisis pada bahan baku minyak atsiri yang mengandung ester.
Setelah kering kulit kayu manis dirajang menjadi potongan-potongan kecil dan disimpan sebelum digunakan untuk bahan baku proses penyulingan minyak
atsiri kayu manis. Menurut Guenther 1985, perajangan bertujuan untuk mengurangi sifat kamba bahan, meningkatkan kapasitas ketel suling,
mempercepat proses penyulingan dan mengurangi terjadinya jalur uap rat hole dalam ketel suling. Menurut Widiyatmoko 1989, ukuran kulitas kayu manis
yang terbaik adalah sekitar 1-3 cm. Dari hasil survey lapangan diketahui bahwa di daerah Sumatera Barat
telah banyak dilakukan proses penyulingan untuk memperoleh beberapa macam minyak atsiri untuk tujuan ekspor, seperti minyak nilam dan minyak biji pala.
Umumnya petani di pedesaan menggunakan metode penyulingan air dan uap dengan alat penyulingan dari bahan yang sederhana, sedangkan pihak pedagang
atau eksportir umumnya menggunakan metode penyulingan uap dengan
menggunakan alat penyulingan yang lebih baik seperti yang terbuat dari stainless steel
. Dalam penelitian ini dikembangkan proses penyulingan minyak atsiri kulit
kayu manis dengan menggunakan metode penyulingan uap dengan modifikasi alat penyulingan yang cukup baik milik Marius Anwar di Solok. Alat penyulingan
terbuat dari bahan stainless steel sedangkan ketel pemanas dan ketel pendingin terbuat dari bahan sederhana berupa drum. Alat ini telah digunakan untuk
penyulingan minyak nilam dan diharapkan juga dapat digunakan untuk menghasilkan minyak kulit kayu manis.
Pada tahap uji coba untuk memperoleh minyak kulit kayu manis skala industri maka penggunaan alat penyulingan uap ini didasarkan pada kondisi
optimum yang diperoleh dari hasil penelitian di laboratorium Nurdjannah dan Syarif, 1991, yaitu :
1. Alat penyulingan : menggunakan metode penyulingan uap.
2. Lama penyulingan : 7 jam
3. Ukuran bahan : ±3 cm
4. Kadar air bahan : ± 14
5. Keadaan bahan : dilakukan pengerokan kulit luar, bersih dari jamur dan
kotoran.
Neraca massa pembuatan minyak atsiri kayu manis dapat dilihat pada Gambar 5. Basis perhitungan neraca massa bahan adalah 27 kg bahan baku kulit
kayu manis untuk satu unit penyulingan. Lama waktu penyulingan adalah 7 jam. Perhitungan neraca massa adalah sebagai berikut :
Boiler R Masuk : V1 = 6 kgjam x 7 jam = 42 kg
Keluar : Uap atau V2 = V1 = 6 kgjam x 7 jam = 42 kg
Ketel Suling D Masuk : F kulit kayu manis = 27 kg kadar air 14, kadar minyak 1
Keluar : A1 Air bahan = 27 kg x 14 = 3,78 kg R1 uap minyak = 27 kg x 14 = 3,78 kg
A2 uap air = V2 + A1 = 42 + 3,78 = 45,78 kg W limbah = F – A1 + R1
= 27 – 3,78 + 0,27 = 22,95 kg
Kondensor K Masuk : R1 = 3,78 kg
A2 = 45,78 kg Keluar : R2 = R1 = 3,78 kg
A3 = A2 = 45,78 kg
R1 = 0,27 kg A2 = V2 + A1
R2 = 0,27 kg
A3 = A2 =
45,78 kg F = 27 kg
10 air dan 1
minyak V2 = 42 kg
V1 = 42 kg Gambar 5. Neraca massa pembuatan minyak atsiri kayu manis
Pada proses penyulingan yang dilakukan pada tahap uji coba ini bahan dimasukkan ke dalam tangki bahan baku yang berfungsi sebagai alat penyulingan
dengan cara membalik tangki bahan dan ditutup dengan saringan aluminium yang berfungsi sebagai penyangga bahan Kapasitas tangki penyulingan yang digunakan
adalah 70 liter. Bahan baku berupa kulit kayu manis kering yang dimasukkan K
D
B
mempunyai kadar air 14 adalah sebanyak 27 kg. Setelah bahan dimasukkan, tangki bahan baku dipasang pada kerangka unit penyulingan yang terletak di atas
alat pemanas. Alat pemanas berupa drum berisi air dipanaskan dengan menggunakan
bahan bakar berupa gas elpiji. Uap panas yang dihasilkan dari proses pemanasan air akan mengalir melalui pipa ke dalam tangki bahan baku dan melewati kulit
kayu manis untuk mengikat minyak atsiri yang berada dalam kulit kayu manis berupa destilat minyak dan uap. Selanjutnya destilat diuapkan ke atas melalui pipa
dan dihubungkan dengan tangki pendingin yang berisi air dingin yang mengalir. Pipa penghubung bersambung dengan pipa pendingin yang berbentuk enam
silinder melingkar yang berada dalam drum berisi air. Destilat mengalir ke bawah berupa campuran minyak atsiri dan air yang berasal dari uap air yang telah
didinginkan dan ditampung dalam tabung penampung. Fraksi minyak berada di bawah dan fraksi air di atas, kemudian dipisahkan.
Setelah dilakukan pemisahan, maka minyak kulit kayu manis yang dihasilkan disimpan dalam wadah berupa botol yang terbuat dari kaca untuk
menghindari oksidasi dan hidrolisa minyak sehingga mutu minyak yang dihasilkan tetap terjaga. Hasil uji coba pembuatan minyak atsiri kulit kayu manis
dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16.
Hasil uji coba pembuatan minyak atsiri kayu manis dengan metode penyulingan uap
Parameter Nilai
Rendemen minyak atsiri 0,9825
Bobot jenis 1,010
Kadar sinamaldehid 59,11
Standar mutu minyak kulit kayu manis menurut standar EOA Essential Oil Standart
dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Standar mutu minyak kulit kayu manis standar EOA Spesifikasi
Standar mutu Bobot jenis
1.010 – 1.030 Indeks bias
1.57 – 1.591 Putaran optik
-2 – 0 Kelarutan dalam etanol 70
1 : 3 larut Kandungan sinamaldehid
55 – 78
Dengan melihat standar mutu minyak kulit kayu manis, maka minyak atsiri kulit kayu manis yang diperoleh dari hasil uji coba dapat memenuhi
persyaratan mutu ditinjau dari nilai bobot jenis dan kadar sinamaldehid. Oleh karena itu, dari segi teknis, industri pengolahan minyak atsiri kulit kayu manis
mempunyai peluang untuk dikembangkan.
4.3. Analisis Finansial
4.3.1. Aspek Teknis
1. Lokasi Ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemilihan
lokasi industi. Menurut Assauri 1990, faktor utama yang mempengaruhi pemilihan lokasi industri adalah letak dari sumber bahan baku, letak dari pasar,
fasilitas pengangkutan, ketersediaan tenaga kerjan tenaga listrik serta kebijakan pemerintah.
Di daerah Sumatera Barat, bahan baku tanaman kayu manis tersebar hampir di semua daerah kabupaten antara lain kabupaten Tanah Datar, Agam,
Limapuluh Kota, Padang Pariaman, Solok, Sawahlunto Sijunjung, Pesisir Selatan dan Pasaman. Produksi kayu manis selama ini berupa gulungan kulit kering
dilakukan oleh petani di tiap-tiap daerah penghasil. Pemasaran dengan tujuan ekspor ke luar nengeri dilakukan melalui pelabuhan Teluk Bayur yang ada di kota
Padang. Selain itu, pemasaran hasil produksi dari daerah Kerinci juga dilakukan melalui pelabuhan di Padang. Dilihat dari potensi bahan baku dan letak dari lokasi
pemasaran maka industri pengolahan dapat dibuat di daerah Solok.
Industri minyak kulit kayu manis juga memerlukan pengaturan tata letak yang pada prinsipnya dilakukan terhadap posisi ruangan penerimaan dan
penyimpanan bahan baku, ruangan pengeringan, ruangan penyulingan, ruang mesin, bengkel, laboratorium, gudang produk dan kantor. Proses yang dilakukan
adalah proses pengeringan 1, perajangan, pengecilan ukuran 2, proses penyulingan 3, proses pemisahan minyak dan air 4.
2. Kapasitas produksi Rencana kapasitas produksi suatu industri didasarkan pada aspek pasar
dan pemasaran, ketersediaan bahan baku dan bahan penolong, kapasitas peralatan dan mesin produksi, serta ketersediaan tenaga kerja Sutojo, 1991.
Pengembangan industri minyak atsiri kayu manis di daerah Sumatera Barat direncanakan dalam skala kecil. Dengan demikian diharapkan dapat diterapkan di
tingkat masyarakat petani atau pengusaha kecil secara luas untuk mendorong peningkatan pendapatan serta usaha pengembangan agroindustri daerah Sumatera
Barat. Kapasitas produksi industri minyak kulit kayu manis direncanakan sesuai
dengan potensi dan prospek ketersediaan bahan baku.Untuk penyulingan minyak kulit kayu manis dalam skala kecil dapat dilakukan secara berkelompok oleh
petani atau oleh pengusaha swasta dengan sistem penyulingan yang relatif sederhana.
Produksi kulit kayu manis kering dari daerah Solok pada tahun 2007 adalah 5.445 ton dengan luas lahan 9.855 ha. Dari proses pengolahan kulit kering
kayu manis diperoleh rendemen potongan kecil kulit kayu manis chips sebesar 25, yang akan digunakan sebagai bahan baku minyak kayu manis. Dengan
demikian terdapat bahan baku berupa chips sebanyak 1.361.250 kgtahun atau sebanyak 3729,45 kghari.
Pada tahap awal, kapasitas produksi direncanakan sebesar kurang dari 10 dari bahan baku yang tersedia setiap hari, yaitu sekitar 372 kg. Bila kapasitas
alat yang digunakan untuk penyulingan skala kecil adalah sebesar 27 kg bahan baku chips maka untuk pengolahan 372 kg bahan baku diperlukan 8 kali proses
penyulingan. Bila penyulingan dilakukan dua kali sehari, maka diperlukan 4 alat penyulingan.
3. Peralatan dan mesin Proses penyulingan minyak kulit kayu manis relatif sederhana dan mesin
serta peralatan yang digunakan dapat diproduksi sendiri secara lokal di daerah. Pada proses penyulingan minyak kulit kayu manis, rendemen dan mutu minyak
yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh keadaan bahan baku, peralatan dan mesin serta metode penyulingan yang digunakan. Oleh karena itu untuk mendapatkan
rendemen dan mutu yang baik, maka perlu penggunaan konstruksi alat penyulingan yang tepat.
Proses penyulingan minyak kulit kayu manis pada dasarnya sederhana dan dalam pengembangn industri ini direncanakan untuk menggunakan alat
penyulingan dengan sistem penyulingan uap yang telah dikembangkan oleh Marius Anwar di daerah Solok. Alat ini dirancang dengan kodifikasi spesifikasi
bahan yang sederhana untuk skala industri kecil dengan kapasitas 27 kg bahan baku chips per batch.
Dalam perencanaan pengembangan industri minyak kulit kayu manis dibutuhkan peralatan sebagai berikut:
a. Ketel penyuling Ketel penyuling terbuat dari bahan stainless steel dengan kapasitas 70 liter
per batch yang dapat memuat 27 kg bahan baku berupa kulit kayu manis kering dengan kadar air 14. Proses penyulingan dilakukan 2 kali sehari dengan 4 unit
ketel penyulingan. b. Ketel pemanas boiler
Boiler merupakan alat untuk memanaskan air untuk menghasilkan uap
yang akan dialirkan ke dalam ketel penyling. Kebutuhan boiler untuk proses penyulingan dalam sehari adalah 4 buah.
c. Alat pendingin Alat pendingin digunakan untuk mendinginkan campuran uap air dan
minyak yang melalui pipa silinder di dalam ketel penyuling sehingga dapat dipisahkan antara air dan minyak kulit kayu manis.
d. Timbangan Timbangan yang digunakan adalah timbangan kapaitas besar 100 kg untuk
menimbang bahan baku kulit kayu manis. 4. Kebutuhan tenaga kerja
Kebutuhan tenaga kerja untuk industri pengolahan minyak kayu manis dalam skala kecil adalah direktur, manajer pabrik, sopir, satpam dan 4 orang staf
produksi.
4.3.2. Aspek Pasar
Di daerah Sumatera Barat telah berkembang beberapa industri minyak atsiri secara komersil dalam bentuk industri kecil antara lain minyak nilam dan
minyak pala yang ditujukan untuk ekspor. Minyak kulit kayu manis yang di pasaran luar negeri dikenal dengan nama Cinnamon oil belum dikenal secara luas
oleh masyarakat dan saat ini sedang dirintis pengembangannya. Berdasarkan data dari Balai Besar Industri Hasil Pertanian 195, perkiraan
kebutuhan dunia terhadap minyak kulit kayu manis adalah sekitar 200 – 300 ton per tahun dengan harga berkisar US 150 – US 420 per kg. Dengan demikian
terdapat peluang untuk menghasilkan minyak kulit kayu manis untuk tujuan ekspor sehingga dapat meningkatkan nilai tambah produk kulit kayu manis
4.3.3. Aspek Finansial
Dalam melakukan analisa finansial perlu dikemukakan asumsi-asumsi dasar yang akan digunakan dalam perhitungan. Asumsi-asumsi dasar tersebut
adalah : 1. Umur ekonomis proyek ditetapkan 5 tahun
2. Tingkat bunga pinjaman bank adalah 22 3. Harga bahan baku berupa kulit kayu manis kering ditetapkan sesuai dengan
harga rata-rata di pasaran yaitu Rp. 5000 per kg 4. Jumlah hari kerja dalam sebulan adalah 25 hari, satu hari kerja selama 16 jam
2 shift.
5. Harga jual produk ditetapkan Rp. 900.000 per kg minyak kulit kayu manis setara dengan US 120 dengan kurs Rp. 7500US. Harga tersebut diperoleh
dengan menurunkan harga pasar sekitar 20. 6. Besar pajak keuntungan sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 10 tahun
1994 yaitu 10 untuk keuntungan sampai 25 juta rupiah, 15 untuk keuntungan 20 juta rupiah sampai 50 juta rupiah dan 30 untuk keuntungan
selebihnya. a. Perkiraan modal proyek
Perkiraan modal proyek didasarkan pada rencana produksi dan kapasitas, serta komponen modal yang diperlukan. Biaya modal adalah biaya yang
dikeluarkan sampai berdirinya suatu proyek atau sampai proyek siap beroperasi. Biaya modal ini meliputi biaya pengadaan lahan, biaya pendirian pabrik dan
fasilitasnya, biaya pengadaan mesin dan peralatan. Perkiraan modal proyek pendirian industri minyak kayu manis adalah sebesar Rp. 118.580.000. Perkiraan
modal proyek secara rinci disajikan pada lampiran 3. -
Pengadaan lahan dan bangunan Biaya pengadaan lahan meliputi biaya pembelian lahan dan biaya
perizinan. Luas lahan yang dibutuhkan adalah 400 m
2
dengan harga Rp. 20.000 per m
2
. Biaya perizinan sebesar 5 persen dari biaya pembelian lahan Bangunan terdiri dari bangnan pabrik, gudang bahan baku, gudang produk,
kantor, lantai penjemuran dan pagar. Bangunan pabrik dibangun secara permanen dengan biaya dianggarkan sebesar Rp. 48.180.000 Lampiran 3.
- Pengadaan mesin dan peralatan
Biaya pengadaan mesin dan peralatan meliputi pembelian alat penyulingan dan biaya instalasi. Mesin dan peralatan yang dibutuhkan adalah ketel
penyulingan, ketel pemanas, ketel pendingin, timbangan, gas elpiji, tabung penampung minyak. Total biaya pengadaan mesin dan peralatan adalah Rp.
14.200.000 Lampiran 3. -
Fasilitas dan kendaraan Biaya fasilitas meliputi biaya peralatan kantor dengan anggaran sebesar
Rp. 5.300.000. Sedangkan kendaraan yang dibutuhkan adalah 1 unit kendaraan pick up dengan nilai Rp. 40.000.000 Lampiran 3.
b. Biaya operasional -
Bahan baku Bahan baku diperoleh dari petani dan pedagang pengumpul dari daerah di
sekitar lokasi pabrik. Kebutuhan bahan baku rata-rata pada skala normal adalah 216 kg per hari sesuai dengan kapasitas alat. Data mengenai harga kulit kayu
manis kering rata-rata adalah Rp. 5000 per kg. Dengan asumsi 25 hari kerja maka kebutuhan bahan baku kulit kayu manis kering adalah 5400 kg per bulan dengan
nilai sebesar Rp. 27.000.000 per bulan atau rata-rata Rp. 324.000.000 per tahun Lampiran 6.
- Bahan pembantu
Bahan pembantu yang digunakan adalah bahan bakar yang berupa bahan bakar gas dan air yang diperlukan untuk proses pemanasan dan pendinginan.
Kebutuhan bahan bakar gas per hari adalah 25 kg dengan harga Rp. 1000 per kg. Kebutuhan bahan bakar per bulan diperkirakan sebesar 625 kg dengan biaya Rp.
625.000 atau rata-rata Rp. 7.500.000 per tahun. Kebutuhan air diperkirakan sebesar Rp. 310.000 per bulan atau rata-rata
Rp. 3.720.000 per tahun. Total kebutuhan bahan pembantu adalah sebesar Rp. 11.220.000 per tahun Lampiran 6.
- Bahan kemasan
Produk berupa minyak kulit kayu manis dikemas dalam tabung kaca ukuran 5 kg. Kebutuhan bahan kemasan per bulan sesuai dengan kapasitas
produksi adalah 11 unit dengan biaya sebesar Rp. 550.000 per bulan atau rata-rata Rp. 6.600.000 per tahun Lampiran 6.
- Kebutuhan listrik
Dalam proses produksi listrik digunakan untuk penerangan dengan jumlah penggunaan sebesar 100 kwh atau sebesar Rp. 350.000 per bulan atau rata-rata
sebesar Rp. 4.200.000 per tahun Lampiran 6. - Gaji tetap karyawan
Gaji tetap karyawan diberikan dari direktur sampai satpam yang jumlahnya diperkirakan Rp. 5.100.000 per bulan atau sebesar Rp. 61.200.000 per
tahun. Perincian mengenai gaji tetap karyawan terdapat pada Lampiran 5.
- Biaya pemeliharaan Biaya pemeliharaan digunakan untuk kebutuhan kebersihan lingkungan
dan pemeliharaan alat-alat. Biaya pemeliharaan ini dperkirakan sebesar Rp. 1.200.000 per tahun Lampiran 6.
- Biaya penyusutan Biaya penyusutan terdiri dari penyusutan mesin dan peralatan, penyusutan
bangunan, penyusutan fasilitas kantor dan kendaraan. Perhitungan penyusutan dilakukan dengan metode garis lurus. Nilai penyusutan dihitung berdasarkan umur
ekonomis barang. Asumsi umur ekonomis untuk bangunan adalah 20 tahun, mesin dan kendaraan 10 tahun dan peralatan kantor 5 tahun. Dengan asumsi dan
perhitungan tersebut maka biaya penyusutan per tahun adalah sebesar Rp. 8.889.000. Perhitungan penyusutan terdapat pada Lampiran 4.
c. Pendapatan Pendapatan perusahaan diperoleh dari hasil penjualan produk minyak kulit
kayu manis. Rendemen minyak kulit kayu manis sebesar 1. Kapasitas alat yang digunakan adalah 27 kg bahan baku kulit kering kayu manis sehari dengan jumlah
alat 4 unit dan 2 kali penyulingan. Dalam satu hari akan dihasilkan minyak kulit kayu manis sebanyak 2,16 kg dan dalam sebulan sebesar 54 kg. Harga minyak
kulit kayu manis diperkirakan sebesar Rp. 900.000 per kg atau sama dengan US120 per kg. Dengan demikian maka perusahaan akan memperoleh pendapatan
sebesar Rp. 48.600.000 per bulan atau Rp. 583.200.000 per tahun.
4.3.4. Evaluasi Keuangan Proyek
Berdasarkan bilai investasi, biaya operasional dan penjualan produk maka dilakukan evaluasi keuangan untuk mendapatkan nilai NPV, Net BC ratio, Pay
Back Periuod , Internal Rate of Return dan Break Event Point.
1. NPV
Nilai Net Present Value dari industri minyak kulit kayu manis adalah sebesar Rp. 205.870.850. Karena nilai NPV positif, maka berdasarkan indikator
ini industri layak dijalankan Lampiran 9.
2. Net BC
Nilai net BC ratio industri minyak kulit kayu manis didapatkan sebesar 2,74. Karena nilai tersebut lebih besar dari 1, maka berdasarkan indikator net BC
ratio industri tersebut layak dijalankan Lampiran 9. 3.
PBP Dari perhitungan Pay Back Period terhadap industri minyak kulit kayu
manis didapatkan nilai sebesar 1,16 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa waktu pengembalian modal dapat tercapai antara tahun ke 1 dan ke 2, disajikan pada
Lampiran 9. 4.
IRR Berdasarkan perhitungan nilai Internal Rate of Return didapatkan nilai
sebesar 68,28. Hal ini menunjukkan bahwa industri ini mampu mengembalikan modal dalam tingkat bunga sebesar 68,28 per tahun. Industri ini layak untuk
dijalankan karena IRR lebih besar dari bunga bank yang berlaku yaitu 22 Lampiran 9.
5. BEP
Analisa Break Event point perlu dilakukan untuk mengetahui pada skala berapa industri tidak mengalami rugi dan tidak mengalami untung impas.
Perhitungan didasarkan atas volume produksi dalam unitkg. Dari hasil perhitungan didapatkan nilai BEP sebagai berikut:
Tahun 1 = 196,75 kg Tahun 2 = 196,75 kg
Tahun 3 = 196,78 kg Tahun 4 = 199,52 kg
Tahun 5 = 199,09 kg Besarnya nilai BEP setiap tahun operasi proyek selalu berada di bawah
kemampuan produksi periode tersebut, ini berarti proyek memperoleh laba sepanjang umur ekonomisnya Lampiran 10.
6. Analisa sensitivitas
Analisa sensitivitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana proyek tetap layak jika terjadi perubahan-perubahan perbandingan harga perusahaan dengan
harga umum yang berlaku, terlambatnya jadwal proyek, adanya kesalahan dalam
penaksiran hasil produksi, kenaikan biaya konstruksi dan sebagainya. Perubahan perbandingan harga yang ditetapkan perusahaan dengan harga pasar dapat berupa
kenaikan harga bahan baku dan bahan penolong atau penurunan harga jual produk. Perubahan ini akan mempengaruhi biaya produksi perusahaan. Simulasi
peningkatan biaya bahan baku dan penurunan harga jual produk dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Kriteria kelayakan proyek pada analisa sensitivitas Faktor perubah
NPV Rp IRR
Net BC Keterangan
Biaya bahan baku a. Naik 10
b. Naik 20 146.846.028
90.611.820 62,16
53,44 2,24
1,76 Layak
Layak Harga produk
a. Turun 10 b. Turun 20
99.626.170 -7.280.298
54,95 17,47
1,84 0,94
Layak Tidak layak
Dari tabel 18 dapat dilihat bahwa sensitivitas penurunan harga produk lebih tinggi dibandingkan dengan sensitivitas peningkatan biya bahan baku.
Dengan adanya peningkatan biaya bahan baku sampai 20 usaha ini masih layak untuk dijalankan. Sedangkan pada penurunan harga produk 20 usaha ini sudah
tidak layak untuk dijalankan karena nilai NPV negatif dan net BC kecil dari satu. Selain itu nilai IRR hanya 17,47 dimana nilai ini lebih rendah dari tingkat suku
bunga yang berlaku yaitu 22 sehingga usaha ini tidak lagi menguntungkan bila terjadi penurunan harga jual sampai 20.
Pada analisa sensitivitas terhadap nilai BEP dengan adanya peningkatan biaya bahan baku dan penurunan nilai jual terlihat bahwa nilai BEP berada di
bawah tingkat produksi atau tingkat penjualan per periode selama umur ekonomi proyek. Pengaruh peningkatan biaya bahan baku dan penurunan harga jual
terhadap BEP dapat dilihat pada tabel 19.
Tabel 19. Pengaruh perubahan biaya terhadap BEP BEP kg
Biaya bahan baku naik 10
Biaya bahan baku naik 20
Harga jual turun 10
Harga jual turun 20
Tahun 1 228,26
271,77 261,79
391,02 Tahun 2
228,26 271,77
261,79 391,02
Tahun 3 228,26
271,77 261,79
391,02 Tahun 4
231,37 275,32
265,24 395,52
Tahun 5 230,80
274,51 264,49
393,86
Pada kondisi normal, usaha pengolahan minyak kayu manis mencapai BEP pada jumlah produksi 196,76 kgtahun pada tahun pertama. Jadi dengan
memproduksi minyak kayu manis sebanyak 196,76 kg per tahun, maka perusahaan ini tidak mendapat untung dan tidak rugi.
Pada saat BEP maka bahan baku yang dibutuhkan adalah 19.676 kgtahun atau 1640 kgbulan kulit kayu manis kering. Atau dengan mengolah bahan baku
kulit kayu manis kering sebanyak 66 kghari, maka perusahaan telah mencapai BEP. Kapasitas produksi alat dalam sehari adalah 216 kg, dengan demikian bila
berproduksi dengan kapasitas 30 dari produksi harian, maka telah tercapai BEP.
4.4. Peluang Pengembangan
Jumlah panen yang dilakukan oleh petani dalam sehari berbeda-beda tergantung pada kemampuan para petani untuk menguliti pohon kayu manis dan
ketersediaan lahan untuk penjemuran. Menurut Wangsa dan Sri 2007, rata-rata produksi untuk satu pohon kayu manis lebih kurang 20 kg, dengan asumsi sekitar
80 adalah kulit kayu manis kualitas baik yang berasal dari batang pohon utama, dan sekitar 20 kualitas rendah yang berasal dari cabang dan ranting.
Bila rata-rata petani sehari dapat memanen kulit kayu manis sebanyak 100 kg kulit kayu manis kering, dengan asumsi 80 adalah kualitas baik, maka bahan
berupa chips yang tersedia dari satu orang petani adalah sebanyak 20 kg. Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku penyulingan sebesar lebih kurang 250 kghari,
maka usaha ini akan melibatkan 12 orang petani kayu manis yang secara terus menerus aktif sebagai pemasok bahan baku.
Bahan baku kayu manis yang tersedia di daerah Sumatera Barat tersebar di beberapa daerah kabupaten penghasil utama dengan jumlah produksi yang
berbeda-beda. Dengan demikian industri pengolahan kayu manis skala kecil dapat diusahakan di masing-masing daerah penghasil kayu manis, karena industri
pengolahan ini sebaiknya berada dekat dengan sumber bahan baku. Data ketersediaan bahan baku di setiap daerah tingkat II Sumatera Barat dapat dilihat
pada Tabel 20. Tabel 20. Produksi bahan baku kayu manis
Kabupatenkotamadya Produksi kulit kering
kayu manis kgtahun Produksi chips
kgtahun Kab. Solok
5.445.000 1.089.000
Kab. Solok Selatan 5.744.000
1.148.800 Kab. Tanah Datar
6.728.000 1.345.600
Kab. Padang Pariaman 5.983.000
1.196.600 Kab. Agam
7.244..000 1.448.800
Kab. Pasaman 1.776..000
355.200 Total
32.920.000 6.584.000
Bila usaha industri pengolahan kayu manis yang dikembangkan adalah dengan skala kecil dengan kapasitas bahan baku sekitar 250 kghari, maka usaha
ini dapat disebar di beberapa daerah kabupaten. Penyebaran usaha pengolahan kayu manis di kabupaten di Sumatera Barat dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21. Penyebaran industri pengolahan kayu manis skala kecil Kabupatenkotamadya
Produksi chips kghari
Jumlah industri Kab. Solok
2.983,56 11
Kab. Solok Selatan 3.147,39
12 Kab. Tanah Datar
3.686,57 14
Kab. Padang Pariaman 3.278,35
13 Kab. Agam
3.969,31 15
Kab. Pasaman 973,69
3 Jumlah
18.038,87 68
Daerah yang mempunyai bahan baku paling besar adalah kabupaten Agam, sehingga di daerah ini dapat didirikan 15 industri pengolahan kayu manis
skala kecil. Besarnya jumlah bahan baku yang tersedia karena di daerah ini umumnya merupakan tanaman tua dan telah siap panen. Untuk mendorong petani
supaya memanfaatkan lahannya kembali untuk penanaman kayu manis maka diperlukan adanya industri pengolahan kayu manis, sehingga petani dapat
berpartisipasi aktif dalam usaha tersebut. Daerah lain yang cukup potensial adalah kabupaten Solok, kabupaten
Solok Selatan dan Tanah Datar. Di daerah ini masih banyak terdapat tanaman muda atau yang belum siap panen sehingga dapat mendukung industri pengolahan
dari segi penyediaan bahan baku kayu manis. Karena usaha pengolahan kayu manis ini cukup sederhana, maka usaha ini
juga dapat dilakukan dalam skala kecil oleh petani secara berkelompok atau dengan membentuk suatu usaha koperasi. Dengan membentuk koperasi, petani
akan memperoleh beberapa manfaat yaitu keuntungan dari hasil penjualan produk serta pendapatan yang diperoleh dari sisa hasil usaha, dengan demikian dapat
memberi nilai tambah bagi petani berupa tambahan penghasilan dan peningkatan teknologi.
Selain memberikan manfaat secara finansial, usaha pengembangan industri minyak kayu manis juga akan memberikan manfaat ekonomi dan sosial. Secara
ekonomi, selain mendatangkan keuntungan bagi pemiliknya, juga dapat memberikan tambahan penghasilan bagi negara melalui penerimaan devisa negara
karena produk minyak kayu manis terutama ditujukan untuk pasaran ekspor. Selain itu peningkatan penerimaan negara juga dapat diperoleh melalui sektor
pajak. Untuk pengembangan industri pengolahan kayu manis juga akan
membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat di sekitar lokasi. Selain itu dengan adanya usaha pengolahan hasil kayu manis ini, akan memberikan dorongan pada
petani untuk meningkatkan produksi penanaman kayu manis dengan cara meningkatkan mutu panen dan perluasan areal penanaman.
Dengan adanya industri pengolahan kulit kayu manis yang berada di dekat sentra produksi kayu manis, dalam bentuk kemitraan antara pihak industri dan
petani, akan memberikan dampak positif bagi petani kulit manis, yaitu: 1 jaminan pasar dimana hasil produksi kulit kayu manis petani akan diserap oleh industri,
sehinga akan mendorong petani untuk memperluas areal penanaman kayu manis, 2 peningkatan pendapatan petani karena adanya peningkatan harga jual di
tingkat petani dengan meningkatkan mutu panen agar memenuhi standarisasi yang ditetapkan oleh industri, 3 peningkatan kualitas sumberdaya petani, dengan
adanya pelatihan yang diberikan baik dari pihak industri maupun dari pemerintah, 4 peningkatan teknologi berupa perbaikan teknologi budidaya dan pasca panen.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Pengembangan agroindustri diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah hasil pertanian, meningkatkan pendapatan petani dan menambah lapangan
pekerjaan. Propinsi Sumatera Barat yang dikenal sebagai penghasil tanaman kayu manis berpotensi untuk mengembangkan industri pengolahan kayu manis dengan
mendirikan industri bubuk kayu manis dan minyak kulit kayu manis. Ketersediaan dan produktivitas lahan di Sumatera Barat masih cukup
tinggi untuk pengusahaan tanaman kayu manis. Selain itu iklim dan kondisi alam cocok untuk pengembangan serta tersedianya sarana dan prasarana yang cukup
memadai. Pengembangan industri minyak kayu manis dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah produk kayu manis sehingga ekspor tidak hanya
dalam bentuk bahan baku berupa kulit kering kayu manis. Dari penelitian diketahui industri kayu manis dapat memproduksi
beberapa produk yaitu kulit kering kayu manis sebanyak 45, bubuk kayu manis sebanyak 25 dan minyak kayu manis sebanyak 30 dari kapasitas bahan baku
yang tersedia untuk satu industri pengolahan kayu manis. Produk yang harus dikembangkan dan diolah lebih lanjut adalah minyak kayu manis.
Dari pengkajian teknologi dengan analisa deskriptif dan perhitungan dengan cara pembobotan diperoleh hasil bahwa untuk membuat minyak kayu
manis di Sumatera Barat adalah dengan menggunakan metode penyulingan uap. Hasil penelitian uji coba pembuatan minyak kulit kayu manis dalam skala
kecil dengan menggunakan metode penyulingan uap memberikan rendemen minyak kulit kayu manis sebesar 0,98, bobot jenis 1,010 dan kadar
sinamaldehid 59,11. Hasil uji coba ini masih memenuhi syarat mutu EOA Essential Oil of Association.
Dari hasil analisa finansial diketahui bahwa perkiraan investasi untuk industri minyak kulit kayu manis dengan kapasitas 200 kg bahan baku perhari
adalah sebesar Rp. 118,58 juta. Dengan asumsi umur proyek selama 5 tahun, evaluasi keuangan proyek tersebut menghasilkan NPV sebesar Rp. 205.870.850,
PBP sebesar 1.16 tahun, net BC 2,74, IRR 68,28 dan BEP akan dicapai pada
tingkat produksi 196,75 kg per tahun tahun pertama. Berdasarkan indikator- indikator tersebut maka industri minyak kulit kayu manis layak secara fnansial.
Adanya pengembangan industri pengolahan kulit kayu manis di sentra produksi kayu manis memberikan dampak positif bagi petani kayu manis yaitu
peningkatan mutu kulit kayu manis, peningkatan produksi dan peningkatan pendapatan.
5.2. Saran
Untuk pengembangan agroindustri pengolahan kulit kayu manis maka perlu dikaji penggunaan teknologi pengolahan yang lebih baik dengan kapasitas
yang lebih besar. Selain itu juga perlu dukungan dari pemerintah dengan memberikan kebijakan-kebijakan yang mendorong pertumbuhan industri
pengolahan dan membatasi ekspor dalam bentuk bahan baku.
Dafar Pustaka
Asfaruddin dan A. Kasim. 1983. Kadar Minyak Pada Berbagai Tingkat Umur dari Beberapa Tanaman Kayu Manis. Universitas Andalas. Padang.
BPS. 2008. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia. Biro Pusat Statistik. Jakarta.
Dinas Perkebunan. 2007. Statistik Perkebunan Indonesia. Kayu Manis. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Direktorat Jenderal Perkebunan.
Jakarta. Dinas Perkebunan Sumatera Barat. 1991. Perkembangan dan Permasalahan Usaha
Tani Kayu Manis di Sumatera Barat dan Kemungkinannya Sebagai Sumber Minyak Atsiri. Prosiding Pengembangan Tanaman Minyak Atsiri di
Sumatera. Padang.
Djamin, Zulkarnain. 1984. Perencanaan dan Analisa Proyek. UI Press. Jakarta. Efendi, Bus. 1994. Studi Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Kayu Manis
Cinnamomum sp. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. Guenther, Ernest.1987. Minyak Atsiri. Jilid 1. UI Press. Jakarta.
Gusmailina. 1995. Profil Komoditi Kayu Manis di Sumatera Barat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial Ekonom Kehutanan.
Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor. Harahap, S. 1977. Mempelajari Pengaruh Cara Pengeringan dan Rehidrasi
Terhadap Mutu Kulit Kayu Manis Cinnamomum burmanii. Makalah Khusus. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.
Hernani. 1988. Penyulingan Minyak Dahan dan Ranting Kayu Manis. Jurnal Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor.
Husnan dan Suwarsono. 1999. Studi Kelayakan Proyek. UPP. AMP YPKN. Yogyakarta.
Kadariah, L. Karlina dan C. Gray. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. UI Press. Jakarta.
Kemala, Sjafril. 1980. Cassiavera di Sumatera Barat. Hubungan Umur Panen Terhadap Pendapatan dan Respon Petani Terhadap Harga. Lembaga
Penelitian Tanaman Industri. Bogor. Manning, W.A. 1984. Decision Making: How a Micricomputer Aids the Process.
Portland State University. Muhammad, M.T. 1973. Pedoman Bercocok Tanam Kayu Manis. Lembaga
Penelitian Tanaman Industri. Bogor. Mulyono, Edy. 2001. Pasca Panen Kayu Manis. Balai Penelitian Tanaman
Rempah dan Obat. Bogor. Nurdjannah, N dan A.M. Syarief. 1991. Liquid CO
2
Extraction of Cinnamon Oil. Paper Presented at the RISMC Seminar. Bogor.