III. BAHAN DAN METODE 3.1.Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Sungai Kampar Provinsi Riau Gambar 6, laboratorium parasit dan penyakit dan laboratorium lingkungan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Adapun waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juli - September 2006.
Keterangan : 1. Stasiun 1 : Hulu sungai
2. Stasiun 2 : Sekitar pabrik 3. Stasiun 3 : Muara sungai
Gambar 6. Lokasi penelitian di Provinsi Riau
3.2. Bahan dan Alat
Untuk pengukuran kualitas air, bahan dan alat yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 5, sedangkan untuk kegiatan lainnya yang dilakukan dalam
penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 6.
Stasiun 1 Stasiun 3
Stasiun 2
Tabel.5. Metode pengukuran parameter kualitas air
No. Parameter Kualitas
air Alat
Keterangan
1 2
Fisika Suhu air ºC
TSS Termometer
Gravimetrik Insitu
Laboratorium 3
4 5
Kimia Salinitas ppt
pH Logam Pb,Cd
Refraktometer pH meter
Spektofotometrik Insitu
Insitu Laboratorium
Tabel 6. Bahan dan alat yang dipergunakan
No Alat
Bahan
1 Penangkapan Ikan
Jaring insang Dasar 2 Sedimen
Petersen Grabe
Pengawet 3 Histologi
Botol film, gelas objek glass, microtome, incubator, water
bath, mikroskop dan kamera, scaple.
insang dan ginjal ikan BNF buffered neutral
formalin , ethanol 70 ,
80, 90 dan absolut, xylol, parafin
4 Logam Spektrofotometer AAS
air, sedimen dan organ ikan insang dan ginjal
3.3. Metode 3.3.1. Stasiun Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan di tiga stasiun yang dipilih atas dasar jenis aktivitas-aktivitas di sekitarnya yang dapat menimbulkan pencemaran. Pada setiap
stasiun dilakukan 3 kali pengulangan. Penentuan stasiun tersebut adalah sebagai berikut:
Stasiun I: Bagian hulu dari muara sungai Stasiun II: Sekitar aktivitas pabrik
Stasiun III: Muara sungai Pada masing-masing stasiun pengamatan diambil sampel ikan baung
Hemibagrus nemurus. Jumlah ikan yang diambil pada masing-masing stasiun sebanyak 3 ekor untuk dilihat perubahan karakteristik dari organ tubuh ikan yang
terkena dampak dari limbah tersebut dan untuk pengamatan histologi.
3.3.2.Metode Parameter Kualitas Air
Metode pengambilan dan penanganan contoh air serta metode kualitas air mengacu pada APHA 1989.
3.3.3.Pembuatan Preparat Histologi
Pengamatan biota ikan yang terkena dampak limbah, dilakukan pengamatan dengan menggunakan metode mikroteknik, yaitu dengan cara
membuat preparat histologis. Preparat histologis yang dibuat adalah insang dan ginjal ikan. Adapun prosedur dalam pembuatan preparat histologis adalah:
1. Ikan dibedah dan diambil bagian insang dan ginjalnya.
2. Diawetkan dengan formalin 4 selama 24 jam.
3. Difiksasi dengan alkohol 70 selama 24 jam.
4. Alkohol 80, 90, 95 , absolut i dan ii masing-masing 1 jam.
5. Alkohol : xylol 1:1 selama 1 jam.
6. Xylol I dan II masing-masing 1 jam
7. Infiltrasi parafin dalam oven 60
C, xylol:parafin 1:1, Parafin I dan II masing-masing 1 jam
8. Sampel ditanam dalam cetakan dan dibiarkan mengeras.
9. Blok ditempel pada holder atau blok kayu.
10. Sampel dipotong dengan microtome dengan ketebalan 6-10 mikron.
11. Potongan ditempel pada objek glass yang sebelumnya telah diolesi dengan
glycerin albumin.
12. Sample dikeringkan pada incubator 40
C selama 24 jam lalu diwarnai dengan HE. Proses pewarnaan dengan menggunakan hemotoxylin dan
eosin dengan langkah sebagai berikut : Deparaffinasi dengan xylol I dan II masing-masing 2 menit.
Dimasukkan ke dalam alkohol absolut, 96 dan 90 masing-masing selama 2 menit.
Kemudian dimasukkan ke dalam alkohol 80 dan 70 masing-masing selama 20 detik.
Dicuci dengan air mengalir lebih kurang 2 menit Dimasukkan ke dalam haemotoxylin selama 4 menit
Dicuci dengan air mengalir sampai jernih. Dimasukkan ke dalam eosin selama 1,5 menit.
Dicuci dengan air mengalir sampai jernih Direndam dengan alkohol 70 , 89, 90, absolute, xylol i dan ii
masing-masing 2 menit. 13.
Ditutup dengan cover glass yang sudah di tetesi dengan entelan neu. 14.
Dikeringkan dalam oven pada suhu 40 C selama 24 jam, kemudian di
amati di bawah mikroskop.
3.3.4. Pengukuran Kandungan Logam Berat
Analisa logam berat dilakukan dengan menggunakan spektrofotometrik serapan atom AAS yaitu dengan menggunakan prinsip berdasarkan Hukum
Lambert-Beert yaitu banyaknya sinar yang diserap berbanding lurus dengan kadar zat. Persamaan garis antara konsentrasi logam berat dengan absorbansi adalah
persamaan linier dengan koefisien arah positif: Y = a + bX. Dengan memasukkan nilai absorbansi larutan contoh ke persamaan garis larutan standar maka kadar
logam berat contoh dapat diketahui Hutagalung et al., 1997. Larutan contoh yang mengandung ion logam dilewatkan melalui nyala
udara-asetilen bersuhu 2000 C sehingga terjadi penguapan dan sebagian tereduksi
menjadi atom. Lampu katoda yang sangat kuat mengeluarkan energi pada panjang gelombang tertentu dan akan diserap oleh atom-atom logam berat yang sedang di
analisis. Jumlah energi cahaya yang diserap atom logam berat pada panjang gelombang tertentu ini sebanding dengan jumlah zat yang diuapkan pada saat
dilewatkan melalui nyala api udara-asetilen. Setiap unsur logam berat membutuhkan lampu katoda yang berbeda. Keseluruhan prosedur ini sangat
sensitif dan selektif karena setiap unsur membutuhkan panjang gelombang yang sangat pasti Tinsley, 1979. Untuk lebih jelasnya prinsip kerja spektrofemetrik
dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Prinsip kerja spektrofotometrik 3.3.4.1. Pengukuran Kandungan Logam berat Untuk Ikan
Organ yang dibutuhkan untuk dapat digunakan dalam analisis AAS sebesar 5 gram. Kemudian ditimbang, dilakukan pengabuan kering sesudah
penghilangan bahan-bahan organik dengan pengabuan kering, residu dilarutkan dalam asam encer. Larutan disebarkan dalam nyala api yang ada dalam alat AAS
sehingga absorpsiemisi logam dapat dianalisa dan diukur pada panjang gelombang tertentu.
Adapun prosedur metode Spektrofotometrik AAS adalah : A.Larutan abu berasal dari pengabuan basah
1. Memindahkan larutan abu ke dalam labu takar. Pilih labu takar yang sesuai
sehingga diperoleh konsentrasi logam yang sesuai dengan kisaran kerjanya.
2. Ditepatkan sampai tanda tera dengan air lalu campur sampai merata.
B. Abu berasal dari pengabuan kering 1.
Ditambahkan 5-6 ml HCN 6 N ke dalam cawanpinggan berisi abu, kemudian dengan ginjal-ginjal panaskan di atas hot plate pemanas
dengan pemanasan rendah sampai kering. 2.
Ditambahkan 15 ml HCN 3N, dan cawan dipanaskan di atas pemanas sampai mulai mendidih.
3. Didinginkan dan saring dengan menggunakan kertas saring, masukkan
filtrat ke dalam labu takar yang sesuai. Usahakan padatan tertinggi sebanyak mungkin dalam cawan.
4. Ditambahkan 10 ml HCN 3N ke dalam cawan, kemudian panaskan sampai
larutan mendidih. 5.
Didinginkan, saring dan masukkan filtrat ke dalam labu takar. 6.
Cawan dicuci dengan air sedikitnya 3 kali, saring air cucian lalu masukkan ke dalam labu takar.
7. Cuci kertas saring dan masukkan air cucian ke dalam labu takar.
C. Kaliberasi alat dan penetapan sampel 1.
Diset alat AAS sesuai dengan instruksi dalam manual alat tersebut. 2.
Diukur larutan standar logam dan blanko. 3.
Diukur larutan sampel, selama penetapan sampel, diperiksa secara periodik apakah nilai standar konstan.
4. Dibuat kurva standar untuk masing-masing logam nilai absorpsiemisi vs
konsentrasi logam mml. Untuk mendapatkan konsentrasi logam berat yang sebenarnya digunakan rumus:
Kering Berat
Penetapan Vol.
x AAS
K Sebenarnya
K =
3.3.4.2. Pengukuran Kandungan Logam berat dalam Air
1. Contoh air laut 500 ml disaring dengan kertas saring 0,45 m. 2. pH diatur kisarannya 3,5-4 dengan menambahkan dengan HNO
3
pekat. 3. Ditambahkan 1 ml larutan HNO
3
pekat. 4. Ditambahkan 5 ml campuran penahan buffer asetat.
5. Ditambahkan 5 ml amonium pirolidin ditiokarbonat apdc, dikocok sekitar 5 menit.
6. Ditambahkan 10 ml pelarut organik metil iso butil keton mibk, dikocok sekitar 3 menit dan biarkan ke dua fasa terpisah.
7. Ditampung fasa airnya. Fasa air ini digunakan untuk pembuatan larutan blanko laboratorium dan standar.
8. Ditambahkan 10 ml air suling ganda-bebas ion dddw, dan dikocok
sekitar 5 detik dan biarkan kedua fasa terpisah. Buang fasa airnya. 9. Ditambahkan 1 ml HNO
3
pekat, dan dikocok sebentar dan dibiarkan sekitar 15 menit.
10. Ditambahkan 9 ml air suling ganda bebas ion dan dikocok sekitar 2 menit serta ke dua fasa dibiarkan terpisah.
11. Ditampung fasa airnya dan siap diukur dengan AAS menggunakan nyala udara-asetilen.
3.3.4.3. Pengukuran Kandungan Logam berat dalam sedimen
1. Dimasukkan masing-masing contoh sedimen ke dalam beaker teflon secara merata agar mengalami proses pengeringan sempurna.
2. Kemudian dikeringkan contoh sedimen dalam oven pada suhu 105 C
selama 24 jam. 3. Contoh sedimen yang telah kering kemudian ditumbuk sampai halus.
4. Setiap contoh sedimen ditimbang sebanyak kurang lebih 4 gram dengan alat timbang digital.
5. Contoh sedimen yang telah ditimbang dimasukkan kedalam beaker teflon yang tertutup.
6. Selanjutnya ditambahkan 5 ml larutan aqua regia dan dipanaskan pada suhu 130
C. 7. Setelah semua sedimen larut, pemanasan diteruskan hingga larutan hampir
kering dan selanjutnya didinginkan pada suhu ruang dan dipindahkan ke sentrifus polietilen.
8. Kedalamnya ditambahkan aquades hingga volumenya mencapai 30 ml dan dibiarkan mengendap, kemudian tampung fasa airnya. Selanjutnya siap
diukur dengan AAS, menggunakan nyala udara-asetilen.
Baku mutu sedimen
Baku mutu logam berat di dalam lumpur atau sedimen di Indonesia belum ditetapkan, sehingga sebagai acuan digunakan baku mutu yang dikeluarkan oleh
IADCCEDA 1997 mengenai kandungan logam yang dapat ditoleransi
keberadaannya dalam sedimen berdasarkan standar kualitas Belanda, seperti dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Kandungan logam berat dalam sedimen dalam ppm
Logam berat Level
target Level
limit Level
tes Level
intervensi Level
bahaya
Cadmium Cd 0,8
2 7,5
12 30
Timbal Pb 85
530 530
530 1000
Merkuri Hg 0,3
0,5 1,6
10 15
Sumber: IADCCEDA 1997 Keterangan :
a. Level target. Jika konsentrasi kontaminan yang ada pada sedimen memiliki
nilai yang lebih kecil dari nilai level target, maka substansi yang ada pada sedimen tidak terlalu berbahaya bagi lingkungan.
b. Level limit. Jika konsentrasi kontaminan yang ada di sedimen memiliki nilai
maksimum yang dapat ditolerir bagi kesehatan manusia maupun ekosistem. c.
Level tes. Jika konsentrasi kontaminan yang ada di sedimen berada pada kisaran nilai antara level limit dan level tes, maka dikategorikan sebagai
tercemar ringan. d.
Level intervensi. Jika konsentrasi kontaminan yang ada di sedimen berada pada kisaran nilai antara level tes dan level intervensi, maka dikategorikan
sebagai tercemar sedang. e.
Level bahaya. Jika konsentrasi kontaminan berada pada nilai yang lebih besar dari baku mutu level bahaya maka harus dengan segera dilakukan
pembersihan sedimen.
3.3.4.4. Pengukuran Koefisien Distribusi Kd dan Biokonsentrasi Faktor BCF
Untuk melihat perbandingan koefisien distribusi Kd logam berat dalam air sedimen dan ikan digunakan rumus:
air berat]
[Logam sedimen
t] bera
[Logam Kd
=
Untuk melihat tingkat biokonsentrasi faktor BCF digunakan rumus : air
berat] [Logam
ikan t]
bera [Logam
BCF
1
=
sedimen berat]
[Logam ikan
t] bera
[Logam BCF
2
=
3.4. Analisa Data dan Penyajian Data 3.4.1. Analisa Deskriptif