Lahan Rawa Pasang Surut

16 Lahan Rawa Lahan rawa adalah lahan yang sepanjang tahun, atau selama waktu yang panjang dalam setahun, selalu jenuh air saturated atau tergenang waterlogged air dangkal. Sebenarnya lahan rawa merupakan lahan yang menempati posisi peralihan di antara sistem daratan dan sistem perairan sungai, danau atau laut, yaitu antara daratan dan laut, atau di daratan sendiri, antara wilayah lahan kering uplands dan sungaidanau. Karena menempati posisi peralihan antara sistem perairan dan daratan, maka lahan ini sepanjang tahun, atau dalam waktu yang panjang dalam setahun beberapa bulan tergenang dangkal, selalu jenuh air, atau mempunyai air tanah dangkal Subagyo, 1997. Lahan rawa yang terdapat di dataran rendah, baik yang menempati dataran banjir sungai maupun yang menempati wilayah dataran pantai,khususnya di sekitar muara sungai-sungai besar danpulau-pulau deltanya. Pada kedua wilayah ini posisinya bersambungan dengan laut terbuka, pengaruh pasang surut dari laut sangat dominan. Di bagian muara sungai dekat laut, pengaruh pasang surut sangat dominan, dan ke arah hulu atau daratan, pengaruhnya semakin berkurang sejalan dengan semakin jauhnya jarak dari laut BBSDL, 2006. Berdasarkan pengaruh air pasang surut, khususnya sewaktu pasang besar spring tides di musim hujan, bagian daerah aliran sungai di bagian bawah down stream area dapat dibagi menjadi 3 tiga zona. Menurut Subagyo 1997 klasifikasi zona-zona wilayah rawa terdiri dari : - Zona I : Wilayah rawa pasang surut air asinpayau - Zona II : Wilayah rawa pasang surut air tawar - Zona III : Wilayah rawa lebak, atau rawa non-pasang surut

a. Lahan Rawa Pasang Surut

Lahan rawa pasang surut adalah lahan yang rejim airnya dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut atau sungai. Untuk keperluan praktis dan guna memudahkan pengelolaan lahannya, maka berdasarkan macam dan tingkat kendala yang diperkirakan dapat ditimbukan oleh faktor fisiko-kimia tanahnya, pada awalnya lahan pasang surut dibagi ke dalam empat tipologi utama, 17 yaitu :lahan potensial, lahan sulfat masam, lahan gambut dan lahan salin Widjaya Adhi, 1995. Lahan potensial dan sulfat masam mengandung lapisan pirit dan bertanah sulfat masam. Lahan sulfat masam di daerah pasang surut dikelompokkan berdasarkan jangkauan air pasang yang dikenal dengan tipe luapan air. Badan Litbang Pertanian membagi tipe luapan air lahan pasang surut menjadi tipe luapan A, B, C dan D Subagyo ,1997. Lahan bertipe luapan A selalu terluapi air pasang, baik pada musim hujan maupun musim kemarau, sedangkan lahan bertipe luapan B hanya terluapi air pasang pada musim hujan saja. Lahan bertipe luapan C tidak terluapi air pasang tetapi mempengaruhi muka air tanahnya dengan kedalaman kurang dari 50 cm, sedangkan lahan bertipe luapan D adalah seperti tipe C hanya kedalaman air tanahnya lebih dari 50 cm. Luas lahan rawa pasang surut di Kalimantan Selatan sekitar 372.637 ha, sedangkan menurut Direktorat Bina Rehabilitasi dan Pengembangan Lahan 1995, luas lahan pasang surut yang telah direklamasi di provinsi Kalimantan Selatan sekitar 250.051 ha, dimana 44,5 berupa lahan sawah. Penggunaan lahan sawah pasang surut umunya adalah tanaman pangan, tetapi sejak tahun 1990-an dengan menerapkan penataan lahan sistem surjan maka bagian atasnya diusahakan tanaman jeruk siam banjar. Menurut Antarlina dan Izzuddin 2006,pada lahan pasang surut tipologi luapan A menghasilkan buah jeruk yang memiliki rasa lebih manis dibandingkan dengan jeruk yang dihasilkan dari lahan dengan tipologi luapan B dan C. Menurut Noor 2004, pada lahan pasang surut tipologi luapan A memiliki sifat kimia tanah yang lebih baik dibandingkan dengan tipologi luapan B dan C.

b. Lahan rawa lebak