Maghreyeh  2004  mengungkapkan  bahwa  harga  minyak  dunia  tidak  terlalu dominan mempengaruhi indeks harga saham di negara-negara berkembang. Selain
itu, hasil impulse response menunjukan bahwa  gejolak pasar minyak dunia  yang ditunjukan  oleh  harga  minyak  dunia  tidak  terlalu  direspon  oleh  indeks  harga
saham. Hasil ini menunjukan bahwa pergerakan harga minyak dunia tidak selalu berarti  pergerakan  indeks  harga  saham.  Selain  itu,  hasil  penelitian  Maghreyeh
2004  ini  juga  membuktikan  bahwa  arus  modal  di  pasar  saham  negara-negara berkembang  tidak  berjalan  efektif  karena  pengaruh  spekulasi  dari  beberapa
investor. Jika  dibandingkan  dengan  penelitian  sebelumnya  maka  penelitian  ini
memiliki  perbedaan.  Pertama,  terkait  dengan  indeks  harga  saham  di  negara eksportir dan importir minyak. Beberapa penelitian sebelumnya lebih fokus pada
salah  satu  tipe  negara  saja,  yakni  apakah  negara  tersebut  eksportir  atau  importir minyak.  Pada  penelitian  ini,  hasil  analisis  akan  disajikan  berdasarkan  apakah
negara  tersebut  adalah  eksportir  minyak  atau  importir  minyak.  Sekaligus, penelitian  ini  juga  menyajikan  hasil  berdasarkan  pada  tingkat  perekonomian
masing-masing  negara  sehingga  diperoleh  perbandingan  pengaruh  harga  minyak dunia  terhadap  indeks  harga  saham  di  negara  maju  dan  indeks  harga  saham  di
negara berkembang. Penelitian ini juga akan menggunakan variabel dummy yakni krisis  subprime  mortgage.  Hal  ini  dikarenakan  periode  penelitian  ini  mencakup
periode  krisis  dan  sebelum  krisis  subprime  mortgage  terjadi.  Selain  itu, penggunaan  variabel  dummy  ini  diharapkan  dapat  menunjukan  seberapa  besar
pengaruh krisis subprime mortgage terhadap pergerakan indeks harga saham.
2.5. Kerangka Pemikiran
Skema  alur  pemikiran  pada  Gambar  8  menunjukan  analisis  pengaruh pergerakan harga minyak dunia dan variabel makroekonomi terhadap pergerakan
indeks harga saham. Namun ada beberapa variabel yang tidak dimasukkan dalam lingkup penelitian yakni jumlah produksi dan konsumsi minyak mentah, investasi
pada  instrumen  obligasi,  pengeluaran  konsumen,  biaya  produksi  perusahaan, output perusahaan dan arus kas perusahaan serta harga saham perusahaan. Selain
itu,  penelitian  ini  memasukkan  variabel  dummy  untuk  menjelaskan  periode
sebelum  dan  selama  krisis  subprime  mortgage  yang  terjadi  di  Amerika  Serikat yang  berawal  pada  bulan  Juli  2007.  Berdasarkan  beberapa  literatur  teori  dan
penelitian  terdahulu  maka  diduga  terdapat  pengaruh  pergerakan  harga  minyak dunia  dan  variabel  makroekonomi  terhadap  indeks  harga  saham,  khususnya  di
negara-negara Asia Tenggara, Asia Timur, Eropa, dan Amerika. Inti  permasalahan  pada  penelitian  ini  adalah  apakah  terdapat  pengaruh
pergerakan  harga  minyak  dunia  terhadap  aktivitas  perekonomian  dunia,  yang ditunjukan oleh pergerakan pasar saham. Alasan pasar saham dijadikan indikator
aktivitas  perekonomian  di  suatu  negara  pada  penelitian  ini  ialah  karena  pasar keuangan  ini  merupakan  tempat  atau  sarana  bagi  aliran  modal  dari  luar  negeri
maupun  dari  domestik  yang  dipandang  memiliki  keterkaitan  dengan  tingkat kesejahteraan.  Dana  berlimpah  yang  dimiliki  masyarakat  atau  perusahaan,
khususnya kalangan investor, akan membuat arus modal semakin aktif mengalir di pasar  saham  dan  indeks  harga  saham  akan  menunjukan  tren  positif  sehingga
aktivitas perekonomian negara tersebut bisa dikatakan baik. Secara  umum,  penelitian  ini  ingin  melihat  apakah  ada  pengaruh
pergerakan  harga  minyak  dunia  terhadap  pergerakan  pasar  saham  di  masing- masing  negara  yang  akan  diuji.  Secara  khusus,  peneliti  akan  melihat  bagaimana
respon  indeks  harga  saham  di  setiap  negara  eksportir  dan  importir  minyak  yang sekaligus  merupakan  negara  maju  dan  negara  berkembang  terhadap  pergerakan
harga minyak dunia. Minyak  dunia  menjadi  komoditas  penting  bagi  setiap  negara  khususnya
bagi  negara-negara  yang  sedang  mengembangkan  sektor  industrinya.  Sehingga pergerakan  harga  komoditas  ini  menjadi  perhatian  khusus  bagi  pemegang
kebijakan  ekonomi  di  setiap  negara.  Pengaruh  kenaikan  harga  minyak  dunia sebenarnya  tidak  sama  bagi  setiap  negara.  Secara  umum,  bagi  negara  yang
memiliki  sumber  minyak  yang  berlimpah,  kenaikan  harga  minyak  dunia merupakan  berkah  karena  pendapatan  negara  meningkat  dan  berujung  pada
tingkat  kesejahteraan  yang  lebih  baik.  Sebaliknya  bagi  negara  yang  lebih  besar konsumsi  daripada  produksi  minyaknya,  kenaikan  harga  minyak  dunia  akan
meningkatkan pengeluaran negara pada sektor energi.
Bagi  negara  eksportir  minyak,  kenaikan  harga  minyak  dunia  akan membuat  nilai  tukar  mata  uang  lokal  mereka  terapresiasi.  Nilai  mata  uang  lokal
yang  meningkat  dibandingkan  nilai  mata  uang  asing  akan  membuat  industri sebagai  pengguna  bahan  bakar  minyak  dalam  kegiatan  produksinya  akan  lebih
leluasa  mengendalikan  biaya  produksinya.  Biaya  produksi  yang  stabil  akan berimbas pada harga jual produk  yang stabil pula. Sehingga tingkat inflasi dapat
dikendalikan  oleh  bank  sentral  melalui  kebijakan  moneter  yakni  suku  bunga diturunkan atau tetap.
Keadaan  ini  sebenarnya  dapat  dilihat  dari  dua  sisi  yakni  sisi  pemerintah dan  perusahaan  dalam  hal  ini  adalah  produsen  dan  pengguna  bahan  bakar
minyak dan sisi masyarakat sebagai pemegang dana investor. Bagi pemerintah, tambahan penerimaan dari sektor energi merupakan peluang untuk meningkatkan
perekonomian.  Pengaruh  jangka  menengah  ke  jangka  panjang,  bagaimanapun, tergantung  pada  apa  yang  dilakukan  oleh  pemerintah  terhadap  tambahan
penerimaan tersebut. Jika penerimaan tersebut digunakan belanja barang dan jasa di  negara  bersangkutan,  kenaikan  harga  minyak  menyebabkan  aktivitas  ekonomi
domestik  lebih  tinggi.  Oleh  karena  itu,  kesejahteraan  secara  nasional  akan meningkat  begitu  pula  dengan  permintaan  yang  meningkat.  Potensi  keuntungan
dari  sektor  energi  juga  dapat  menyediakan  peluang  investasi  dan  bisnis  secara keseluruhan, dengan meningkatnya permintaan terhadap tenaga kerja dan modal.
Bagaimanapun, aktivitas ekonomi yang tinggi dapat berakibat munculnya tekanan pada inflasi dan mata uang lokal apresiasi.
Bagi  masyarakat  sebagai  pemegang  dana  investor,  keadaan  mata  uang yang  terapresiasi  serta  penetapan  suku  bunga  yang  cenderung  rendah  oleh  bank
sentral  membuat  berinvestasi  pada  instrumen  dengan  pendapatan  tetap  fixed income
,  seperti  obligasi,  menjadi  tidak  menarik.  Suku  bunga  rendah  juga  dapat memicu meningkatnya jumlah uang beredar karena masyarakat tidak akan tertarik
menyimpan  dananya  di  deposito  ataupun  obligasi  dan  lebih  memilih  untuk menginvestasikannya pada instrumen investasi yang tidak tergantung pada tingkat
suku  bunga.  Instrumen  dengan  likuiditas  tinggi  seperti  saham  menjadi  pilihan investasi  bagi  sebagian  kalangan  dengan  tujuan  meningkatkan  kesejahteraan.
Potensi  keuntungan  di  instrumen  obligasi  yang  kurang  menarik  membuat
instrumen  saham  menjadi  alternatif  pilihan  bagi  investor  untuk  berinvestasi.  Hal tersebut akan meningkatkan indeks harga saham.
Gambar 8  Kerangka Pemikiran
Jika  kenaikan  harga  minyak  dunia  merupakan  keuntungan  bagi  negara eksportir minyak maka sebaliknya bagi negara importir minyak. Pada saat terjadi
kenaikan harga minyak mentah dunia maka negara importir minyak membutuhkan lebih banyak US Dollar untuk mengimpor minyak sehingga nilai tukar mata uang
Biaya Produksi
Arus Kas Perusahaan
Output Indeks Harga Saham
Inflasi Suku Bunga
Nilai Tukar
Pengeluaran Konsumen Negara-negara Asia Tenggara, Asia Timur, Eropa, dan Amerika
Jumlah Produksi dan Konsumsi Minyak Pergerakan Harga Minyak Dunia
Vector Autoregression
Pengaruh Harga Minyak Dunia dan Variabel Makroekonomi Terhadap Indeks Harga Saham
Harga Saham Perusahaan
Investasi Obligasi Krisis subprime mortgage
Keterangan : = alur penelitian
lokal negara importir terdepresiasi. Dimitrova 2005 mengungkapkan bahwa jika terjadi  depresiasi  maka  ekspektasi  inflasi  akan  meningkat  karena  ada
kekhawatiran  bahwa  harga  akan  naik  setelah  terjadinya  kenaikan  harga  minyak dunia.  Bank  sentral  sebagai  otoritas  moneter  dapat  mengendalikan  ekspektasi
inflasi  melalui  penetapan  suku  bunga  nominal,  sesuai  dengan  persamaan  Fisher bahwa  salah  satu  faktor  yang  menentukan  tingkat  suku  bunga  nominal,  selain
suku  bunga  riil,  adalah  tingkat  ekspektasi  inflasi  Mankiw  2007.  Jika  tingkat ekspektasi inflasi tinggi maka bank sentral perlu menaikkan suku bunga nominal,
dengan  kata  lain  bahwa  bank  sentral  melakukan  kebijakan  moneter  kontraktif. Menurut  mekanisme  transmisi  suku  bunga  yang  diungkapkan  oleh  Miskhin
2001, kebijakan moneter kontraktif, yakni menaikkan suku bunga nominal akan mempengaruhi  tingkat  bunga  di  instrumen  obligasi.  Hal  ini  akan  mempengaruhi
harga  saham  turun  karena  instrumen  obligasi  jauh  lebih  menarik  dan  beresiko rendah karena tingkat return-nya ditentukan oleh tingkat suku bunga.
2.6. Hipotesis Penelitian