TINJAUAN PUSTAKA Status Akrosom Dan Kualitas Post Thawed Spermatozoa Pada Beberapa Rumpun Sapi Dari Dua Balai Inseminasi Buatan

5 diikuti fertilisasi oosit. Spermatozoa dalam kondisi hidup di saluran reproduksi betina diperlukan untuk melakukan fungsi fisiologis pada waktu ovulasi Watson 2000; Graham dan Moce 2005. Gangguan lipid pada membran plasma selama kriopreservasi dapat menyebabkan kerusakan sel lebih lanjut serta dapat menyebabkan kematian spermatozoa Watson 1995. Tartaglione dan Ritta 2004 mengatakan kualitas dan keberhasilan kriopreservasi semen dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti bahan pengencer yang digunakan. Watson 2000 menambahkan kriopreservasi menyebabkan 50 spermatozoa imotil sehingga menimbulkan penurunan kemampuan fertilisasi. Berbagai pendekatan yang dilakukan dalam menurunkan potensi kerusakan spermatozoa seperti modifikasi pengencer dan protokol pembekuan semen. Agen krioprotektan seperti gliserol dan komponen lain seperti kuning telur, susu dalam pengencer telah dilaporkan dapat mengurangi efek kerusakan pembekuan tersebut Batellier et al. 2001. Pengencer berperan dalam melindungi spermatozoa dari kejutan dingin, stres osmotik dan perubahan stabilitas dan permeabilitas membran serta menyediakan substrat energi untuk metabolisme spermatozoa. Peran lipoprotein dan fosfolipid yang ditemukan dalam kuning telur melindungi membran spermatozoa dengan cara meningkatkan proporsi kolesterolfosfolipid di membran sehingga mengurangi kejutan dingin Medeiros et al. 2002 dan meningkatkan viabilitas sel Kulaksiz et al. 2010. Komposisi dan distribusi fosfolipid membran dalam dan luar dari spermatozoa sangat penting dalam memberikan sifat permeabilitas dan fluiditas pada membran. Phosphatidylserine PS dan phosphatidylethanolamine PE terutama terlokalisasi pada membran dalam sedangkan sphingomyeline SM dan phosphatidylcholine PC berada pada bagian luar membran Gadella et al. 1999; Hammerstedt et al. 1990. Mekanisme Kapasitasi dan Reaksi Akrosom Kemampuan fertilisasi spermatozoa ditentukan berdasarkan kapasitasi dan reaksi akrosom untuk memperoleh kemampuan fertilisasi. Spermatozoa selama berada di dalam saluran reproduksi betina mengalami serangkaian proses biokimia dan perubahan pada membran, terkapasitasi, serta memperoleh kemampuan mencapai tempat fertilisasi dan berikatan dengan zona pelusida melalui kejadian reaksi akrosom, penetrasi oosit dan fusi dengan oosit De Lamirande et al. 1997. Mekanisme kapasitasi ditandai dengan terjadinya penipisan kolesterol membran spermatozoa menyebabkan peningkatan permeabilitas membran terhadap kalsium dan bikarbonat intraseluler. Hal ini menyebabkan terjadinya pengaktifan adelynyl cyclase AC untuk memproduksi cAMP dan protein kinase A PKA sehingga fosforilasi pada protein tyrosine dapat dimulai. Peningkatan fosforilasi tersebut terjadinya polimerisasi actin dan translokasi phospholipase C PLC ke membran plasma Breitbart 2002. Penipisan kolesterol tersebut dapat menyebabkan peningkatan kalsium dan bikarbonat, peningkatan fluidity membran, serta perubahan pola pergerakan spermatozoa. Proses pengaturan Ca 2+ intraseluler merespon terhadap kejadian reaksi akrosom. Kapasitasi dan reaksi akrosom melewati beberapa tahapan mekanisme signalling yang ditunjukkan pada Gambar 1. 6 Kapasitasi Reaksi Akrosom Gambar 1 Mekanisme signalling kapasitasi dan reaksi akrosom Breitbart 2002. Reaksi akrosom AR merupakan proses kejadian eksositosis pelepasan enzim hidrolitik yang terdapat pada akrosom spermatozoa yang diperlukan pada saat fertilisasi Allen dan Green 1997. Ikatan dengan zona pelusida menstimulasi spermatozoa mengalami reaksi akrosom diawali dengan terjadi fusi antara membran luar akrosom dengan melewati membran plasma Yanagimachi 1995. Zona pelusida oosit berikatan dengan dua reseptor pada membran plasma mengaktifkan PLC 1 dan memungkinkan pengaturan aktivitas AC untuk produksi cAMP dan pengaktifan PKA. Reseptor lainnya adalah tyrosine kinase TK dalam pengaktifan PLC dan bergabung dengan PLC 1 untuk menghasilkan IP 3 dan DAG. Protein kinase A dan IP 3 akan membuka kanal ion Ca 2+ pada membran luar akrosomal dan DAG mengaktifkan PKC untuk membuka kanal ion Ca 2+ pada membran plasma. Hasilnya, terjadinya peningkatan konsentrasi Ca 2+ pada sitosol dan akrosomal yang menyebabkan fusi antara plasma membran dan membran luar akrosom untuk melepaskan enzim dari akrosom Breirtbart 2002. Kapasitasi Pelepasan kolesterol Influx HCO 3 - dan Ca 2+ Adelynyl cyclase cAMP Protein kinase A Zona pelusida Reseptor cAMP Tryrosine kinase Protein kinase Kanal Ca 2+ OAM Protein tyrosine phosphorylation Polimerisasi F-actin Ikatan PLC pada membran plasma EGF Reseptor PLC PLC 1 IP 3 R IP 3 DAG Pelepasan Ca 2+ akrosom Aktivasi SOC [Ca 2+ ] i _ Activasi protein actin Penyebaran F-actin Fusi membran plasma dan OAM Protein kinase C Pelepasan Ca 2+ pada Membran plasma [Ca 2+ ] i _ 7 Akrosom spermatozoa berperan penting selama proses fertilisasi, akrosom terdiri atas enzim hidrolitik yang berperan dalam reaksi akrosom selama interaksi dengan zona pelusida oosit Yamagata et al. 1998. Akrosom spermatozoa harus dalam keadaan utuh untuk dapat mengikat zona pelusida sebelum pelepasan enzim dan memungkinkan spermatozoa menembus zona pelusida Wassarman et al. 2004. Spermatozoa terikat pada zona pelusida dari oosit melalui reseptor permukaan sel atau protein yang mengikat pada eksterior spermatozoa akrosom utuh Bookbinder et al. 1995. Permukaan spermatozoa dan akrosom mengandung enzim protease yang memiliki kemampuan dalam melisiskan sel kumulus dan zona pelusida oosit tersebut Bedford 1998. Pewarnaan Akrosom Spermatozoa Menggunakan Trypan blue-Giemsa dan Coomassie Brilliant Blue G-250 Pewarnaan TBG dan CBB G250 dalam evaluasi integritas akrosom memiliki beberapa keunggulan: 1 hasil pewarnaan dapat dianalisis menggunakan mikroskop cahaya; 2 fiksasi sederhana dan cepat, memiliki kemampuan mempertahankan integritas membran selama pewarnaan; dan 3 hasil pewarnaan dapat disimpan Didion et al. 1989. Giemsa dan CBB G250 merupakan pewarna yang mampu berikatan dengan protein pada membran sehingga diasumsikan dapat mewarnai spermatozoa dengan baik. Membran plasma spermatozoa diperkirakan terdiri atas 300 protein yang berbeda dan sekitar 92 protein membran ekstraseluler pada semua sel eukariotik berupa glikokonjugat Schroter et al. 1999. Integritas membran plasma spermatozoa dapat ditentukan oleh pewarna trypan blue yang tidak dapat melewati membran pada sel spermatozoa yang masih hidup, di mana pewarna akan melewati membran sel yang telah mati. Selanjutnya pewarna giemsa berhubungan dengan deteksi ada tidaknya akrosom spermatozoa dengan mengindikasikan akrosom bewarna ungu cerah pada saat utuh Serafini et al. 2013. Pewarna trypan blue menghasilkan warna gelap, lebih stabil dan tidak memiliki efek negatif terhadap pewarnaan giemsa. Oleh karena itu, pewarnaan trypan blue menghasilkan ulasan warna yang cerah untuk pewarnaan akrosom Kovacs dan Foote 1992. Coomassie Brilliant Blue G-250 merupakan salah satu metode dalam analisis protein, mampu berikatan terhadap sebagian besar protein sehingga lebih mudah mendeteksi protein pada membran. Protein membran spermatozoa dari berbagai spesies hewan dapat diwarnai menggunakan pewarna CBB G250 dengan cara mengikat rantai samping asam amino tertentu. Akrosom spermatozoa yang utuh berwarna gelap di bagian apikal kepala daerah akrosom. Spermatozoa dengan akrosom yang tidak utuh berwarna samar atau tidak ada warna di daerah akrosom Larson Dan Miller 1999. Prosedur pewarnaan TBG dan CBB G250 ini lebih sederhana dan lebih cepat daripada metode lain untuk menentukan status akrosom. Prosedur pewarnaan CBB G250 dapat dilakukan sebagai uji kemampuan fertilisasi spermatozoa dan bagian dari evaluasi kesuburan pejantan. 8

3. METODE

Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium In Vitro Fertilization IVF, Divisi Reproduksi dan Kebidanan, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor pada bulan Maret - Juni 2016. Materi Penelitian Materi penelitian berupa semen beku dari empat rumpun sapi terdiri atas limousin, ongole, simmental dan brahman masing-masing 5 straw dari dua BIB yaitu BIB A BIB Nasional dan BIB B BIB Daerah. Semen beku disimpan dalam container nitrogen cair suhu -196 o C. Thawing Semen beku Semen beku dikeluarkan dari container penyimpanan menggunakan pinset dan dimasukkan ke dalam water bath suhu 37 o C selama 30 detik, seluruh isi straw dimasukkan ke dalam microtube. Selama pengamatan semen disimpan dalam water bath suhu 37 o C. Motilitas dan Gerakan Individu Penilaian motilitas spermatozoa dilakukan untuk mengetahui jumlah spermatozoa yang bergerak maju ke depan. Preparat motilitas disiapkan dengan cara meneteskan 20 µL semen menggunakan mikropipet di atas objek gelas kemudian ditutup dengan gelas penutup. Persentase motilitas spermatozoa dinilai dari 0 hingga 100 secara estimasi pada lima lapang pandang dengan cara membandingkan jumlah spermatozoa yang bergerak maju ke depan dengan gerakan spermatozoa yang lainnya. Motilitas spermatozoa dievaluasi menggunakan mikroskop Nikon FDX-35, pembesaran 400x dan dilengkapi heating table 37° C. Membran Plasma Utuh MPU Pemeriksaan keutuhan membran plasma spermatozoa menggunakan hypoosmotic swelling test HOS-Test. Komposisi larutan HOS adalah 0.135 g fruktosa dan 0.0737 g trisodium citrate 2H 2 O dalam 10 mL air mili-Q. Sampel semen sebanyak β0 μL dimasukkan dalam 80 μL larutan HOST-Test dan dibiarkan selama 30 menit dalam water bath 37 o C. Setelah diinkubasi 10 µL semen ditempatkan pada objek gelas dan ditutup dengan gelas penutup, kemudian diamati di bawah mikroskop cahaya Nikon FDX-35 dengan perbesaran 400x. Spermatozoa yang mengalami kerusakan membran plasma ditandai dengan ekor yang lurus sedangkan untuk membran plasma utuh ditandai dengan ekor spermatozoa yang melingkar atau menggembung. Jumlah spermatozoa diamati minimal 200 sel pada 10 bidang pandang. 9 Keutuhan Akrosom Spermatozoa a. Pewarnaan Trypan blue-Giemsa TBG Pewarnaan TBG dimulai dengan meneteskan semen dan larutan trypan blue yang dilarutkan menggunakan NaCl 0.81 secara bersamaan lalu dihomogenkan perlahan, dibuat preparat ulas dan dikeringkan secara vertikal. Preparat diwarnai menggunakan larutan neutral red dengan komposisi 86 mL HCl 1.0 N, 14 mL formaldehide 37 , 0.2 g neutral red, preparat diwarnai selama 2-5 menit dengan cara meratakan larutan ke permukaan preparat lalu dikeringkan, preparat dibilas menggunakan air mengalir serta dikeringkan kembali. Tahapan pewarnaan berikutnya preparat direndam dalam staining jar yang berisikan larutan giemsa 5, dibiarkan pada suhu ruang selama 3 hari, kemudian dibilas kembali dengan mencelupkan ke dalam wadah berisi air selama 2 menit. Setelah dikeringkan, ulasan dihangatkan menggunakan heating table 40 o C Kovacs dan Foote 1992. Preparat ditutup menggunakan gelas penutup menggunakan perekat entellan dan evaluasi dilakukan pada 200 sel menggunakan mikroskop cahaya dengan lensa objektif perbesaran 400x. Spermatozoa dengan Tudung Akrosom Utuh TAU berwarna ungu pada bagian kepala sedangkan spermatozoa dengan akrosom yang tidak utuh akan bewarna lavender pucat atau pudar. Status akrosom dihitung dengan menghitung jumlah spermatozoa dengan TAU dibagi dengan total jumlah spermatozoa dikali 100.

b. Pewarnaan Coomassie Brilliant Blue G-250 CBB G250.

Pewarna CBB G250 ditimbang sebanyak 27.5 mg, kemudian dilarutkan dalam 1.25 mL methanol, 2.5 mL glacial acetic, 6.2 ml air mili-Q dicampur hingga larut menggunakan stirrer. Semen diambil sebanyak 10 µl disentrifus pada 1400 rpm terlebih dahulu dalam 1 mL medium TALP. Supernatan dibuang dan endapan semen difiksasi menggunakan dua tetes paraformaldehyde 4 selama 10 menit. Sentrifus kedua menggunakan larutan amonium acetate pH 9, komposisi 0.7708 mg amonium acetate dengan menggunakan pelarut air mili-Q, setelah disentrifus selama 8 menit supernatan dibuang kembali dan endapan semen diambil menggunakan pipet, diteteskan bersamaan dengan larutan perwarna CBB G250 lalu dihomogenkan, kemudian dibuat preparat ulas dan dibiarkan selama 2 menit De Oliveira et al. 2011. Preparat dibilas dan dikeringkan, selanjutnya preparat ditutup dengan gelas penutup yang telah ditambahkan satu tetes entellan sebagai perekat. Preparat dievaluasi menggunakan mikroskop cahaya dengan pembesaran 400x dan dihitung 200 sel. Spermatozoa dengan kepala berwarna biru gelap dikategorikan sebagai TAU sedangkan kepala spermatozoa yang tidak menyerap warna dikategorikan sebagai akrosom yang tidak utuh. Status akrosom dihitung dengan menghitung jumlah spermatozoa dengan TAU dibagi dengan total jumlah spermatozoa dikali 100. Analisis Data Data dianalisis menggunakan uji ANOVA dengan program SPSS 15.0. Data berupa motilitas, membran plasma dan keutuhan akrosom disajikan dalam bentuk persentase dengan rerata ± SEM. 10

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL Motilitas dan gerakan individu merupakan indikator penting dalam keberhasilan fertilisasi. Persentase motilitas spermatozoa semen beku setelah thawing menunjukkan nilai 40 dengan gerakan individu antara 2-3. Tabel 1 menunjukkan persentase motilitas spermatozoa antara rumpun sapi dan kedua BIB. Motilitas spermatozoa sapi ongole dan simmental dari BIB A lebih tinggi dibandingkan BIB B, namun limousin di BIB B menunjukkan motilitas yang lebih baik dibandingkan BIB A, dan tidak terdapat perbedaan motilitas spermatozoa pada sapi brahman pada kedua balai P0.05. Tabel 1 Persentase motilitas spermatozoa semen beku pada Balai Inseminasi Buatan A BIB A dan Balai Inseminasi Buatan B BIB B Rerata±SEM. Rumpun BIB A BIB B Limousin Ongole Simmental Brahman 50±1.58 a,b 51±1.87 a,A 51±1.00 a,A 47±1.22 b 51±1.00 a 46±1.00 b,B 47±2.00 b,B 46±1.00 b Keterangan: A,B Huruf berbeda pada baris yang sama persentase motilitas rumpun sapi antara kedua balai menunjukkan perbedaan P0.05. a,b Huruf berbeda pada kolom yang sama persentase motilitas antara rumpun sapi menunjukkan perbedaan P0.05. Tabel 2 Gerakan individu spermatozoa semen beku dari berbagai rumpun pada Balai Inseminasi Buatan A BIB A dan Balai Inseminasi Buatan B BIB B Rerata±SEM. Rumpun BIB A BIB B Limousin Ongole Simmental Brahman 2.20±0.44 2.40±0.40 2.40±0.40 2.20±0.44 2.20±0.44 2.20±0.44 2.20±0.44 2.00±0.00 Gerakan individu merupakan kecepatan spermatozoa maju ke depan dengan nilai skor 1-5. Gerakan individu dari semua rumpun sapi dari kedua BIB tidak terlihat ada perbedaan dengan rata-rata skor gerakan individu antara 2.20-2.40 P0.05. Nilai gerakan antara 2.20-2.40 tersebut dapat diartikan bahwa gerakan spermatozoa antara lambat sampai sedang.