JURNAL KULIT CRITICAL
JOURNAL READING
Efficacy and Safety of Terbinafine Hydrochloride 1% Cream Vs Eberconazole
Nitrate 1% Cream in Localised Tinea Corporis and Tinea Cruris
Sanjiv V. Choudhary, Taru Aghi, Shazia Bisati
Dipresentasikan Oleh:
Fathia Rahma (11711103)
Pembimbing:
dr. Rahajeng Musy, Sp.KK
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SOEDONO
MADIUN
2015
Efficacy and Safety of Terbinafine Hydrochloride 1% Cream Vs Eberconazole
Nitrate 1% Cream in Localised Tinea Corporis and Tinea Cruris
Sanjiv V. Choudhary, Taru Aghi, Shazia Bisati
Dipresentasikan Untuk Memenuhi Syarat Kepaniteraan
Stase Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD dr. Soedono Madiun
Oleh:
Fathia Rahma (11711103)
Telah dipresentasikan tanggal:
… September 2015
DM RSUD dr. Soedono Madiun
Dokter Pembimbing
Fathia Rahma
dr. Rahajeng Musy, Sp.KK
2
Judul Jurnal: Efficacy and Safety of Terbinafine Hydrochloride 1% Cream Vs
Eberconazole Nitrate 1% Cream in Localised Tinea Corporis and Tinea Cruris.
Terjemahan: Keefektifan dan keamanan Krim Terbinafin Hidroklorida 1% Versus
Krim Eberkonazol Nitrat 1 % pada Tinea Corporis dan Tinea Cruris Terlokalisasi.
Penulis: Sanjiv V. Choudhary, Taru Aghi, Shazia Bisati
Nama Jurnal: Indian Dermatology Online Journal.
Tahun terbit: 2014.
3
Efficacy and Safety of Terbinafine Hydrochloride 1% Cream Vs Eberconazole
Nitrate 1% Cream in Localised Tinea Corporis and Tinea Cruris
Keefektifan dan keamanan Krim Terbinafin Hidroklorida 1% Versus Krim
Eberkonazol Nitrat 1 % pada Tinea Corporis dan Tinea Cruris Terlokalisasi
Sanjiv V. Choudhary, Taru Aghi, Shazia Bisati
ABSTRAK
Tujuan: Untuk meneliti dan membandingkan keefektifan dan keamanan dari krim
terbinafin hidroklorida topikal dan krim eberkonazol nitrat 1% pada tinea korporis
dan kruris terlokalisasi. Metode dan Material: Pasien dirandomisasi setelah
mempertimbangkan berbagai kriteria inklusi dan eksklusi ke dalam dua kelompok.
Kelompok A (diobati dengan krim terbinafin 1% selama 3 minggu) dan kelompok B
(diobati dengan krim eberkonazol 1% selama 3 minggu). Jumlah sampel adalah 30
pasien dengan 15 pasien di setiap kelompok. Penilaian dari perbaikan klinis,
pemeriksaan KOH dan kultur dilakukan setiap minggu sampai minggu ketiga untuk
menilai penyembuhan secara menyeluruh. Hasil: Pada perbandingan di antara dua
kelompok, dapat diamati bahwa krim eberkonazol nitrat 1% sama efektifnya dengan
krim terbinafin hidroklorida 1% pada akhir minggu pertama (Non-signifikan (NS); P
= 0.608, 1.00), minggu kedua (NS; P = 0.291, 0.55) dan minggu ketiga (P = 1.00,
1.00) dengan nilai klinis dan mikologikal tidak signifikan secara statistik. Pada kedua
kelompok, secara klinis tidak terdapat efek samping lokal berarti yang ditemukan.
Kesimpulan: Fungistatik terbaru krim eberkonazol nitrat 1% sama efektifnya dengan
fungisidal krim terbinafin hidroklorida 1%. Kedua obat menunjukkan tolerabilitas
yang baik dengan tidak adanya efek merugikan.
Key words: Dermatofitosis, krim eberkonazol nitrat 1%, krim terbinafin hidroklorida
1%.
4
INTRODUKSI
Dermatofitosis merupakan infeksi jamur superfisial kulit yang disebabkan
oleh spesies jamur keratinofilik trichophyton, epidermophyton dan microsporum.
Tinea korporis dan tinea kruris merupakan dermatofitosis dari kulit dan lipat paha,
secara terpisah. Preparat topikal dengan bioavaibilital lokal yang baik merupakan
agen yang paling umum digunakan dan merupakan first line yang lebih dipilih dalam
pengobatan dermatofitosis terlokalisasi. Keefektifan mereka yang ditingkatkan
bertujuan untuk mempersingkat waktu pengobatan dengan efek samping yang lebih
sedikit. Kemudahan dalam pemberian, peningkatan kepatuhan pasien dan rekurensi
minimal juga ditambahkan dalam respon terapeutik.
Antifungal topikal terbaru seperti eberkonazol, sertakonazol, lulikonazol dan
lain sebagainya yang juga merupakan kelompok azol dari agen antifungal.
Eberkonazol merupakan fungistatik derivat imidazole topikal spektrum luas dengan
cara kerja yang sama dengan antifungal azol lainnya, yaitu dengan menghambat
lanosterol jamur 14-demetilase. Telah ditunjukkan bahwa ia mempunyai spektrum
aktfitas antimikroba yang luas dan efektif untuk dermatofitosis, kandidiasis dan
infeksi jamur lainnya seperti Malassezzia furfur.
Terbinafin hidroklorida merupakan satu dari kelompok obat alilamin
fungisidal dengan aktifitas antifungal spektrum luas. Ia mengintervensi dengan
biosintesis sterol jamur pada stadium awal. Ia juga menghambat skualen epoksidase,
menyebabkan akumulasi skualen toksis intraselular dan kematian sel jamur.
Sepanjang pengetahuan yang ada selama ini, tidak terdapat penelitian yang
tersedia mengenai perbandingan keefektifan klinis dari terbinafin topikal dan krim
eberkonazol pada pengobatan tinea korporis dan tinea kruris. Penelitian ini bertujuan
untuk membandingkan respon klinis dari eberkonazol topikal, agen fungistatis,
dengan krim terbinafin yang merupakan fungisidal.
5
MATERIAL DAN METODE
Percobaan randomized control trial dengan two arms ini membandingkan
keefektifan klinis dan efek samping dari terbinafin hidroklorida 1% topikal dengan
krim eberkonazol nitrat 1% pada pengobatan dari tinea korporis dan tinea kruris
terlokalisasi
(melibatkan
<
20%).
Percobaan
dilaksanakan
di
departemen
Dermatologi dari J.N. Medical College & AVBRH, Sawangi, selama periode
Desember 2010 hingga November 2011. Pasien dirandomisasi ke dalam kelompok A
(angka ganjil) dan kelompok B (angka genap): kelompok A (diobati dengan krim
terbinafin) dan kelompok B (diobati dengan krim eberkonazol). Total 42 pasien
terdaftar dalam penelitian ini, 22 dalam kelompok A dan 20 dalam kelompok B.
Kemudian, 7 pasien dari kelompok A dan 5 pasien dari kelompok B hilang dari
follow-up. Sehingga, jumlah sampel akhir adalah 30 pasien dengan masing-masing 15
pasien pada kelompok A dan kelompok B. Pasien pada kelompok A dan B diobati
dengan terbinafin hidroklorida 1% dan krim eberkonazol nitrat 1% secara terpisah,
dua kali sehari selama 3 minggu.
Kriteria inklusi termasuk di antaranya pasien dermatofitosis yang belum
diobati pada semua kelompok umur, melibatkan kurang dari 20% area permukaan
tubuh dan pasien yang diagnosisnya dikonfirmasi dengan pemeriksaan KOH. Kriteria
ekslusi adalah pasien dermatofitosis yang telah diatasi permasalahannya, pasien yang
sudah diobati dengan antifungal topikal dan sistemik, melibatkan lebih dari 20% area
permukaan tubuh dan pasien dengan penyakit imunosupresif atau mengonsumsi obat
imunosupresif.
Diagnosis dibuat dengan gejala klinis dan mikologikal (KOH dan kultur).
Semua pasien mempunyai pola demografik yang sama berkaitan dengan usia, jenis
kelamin dan durasi penyakit. Mereka difollow up setiap minggu untuk melihat
keefektifan dan adanya efek merugikan seperti eritem lokal, pembengkakan dan rasa
perih atau gatal yang bertambah, selama 3 minggu. Pasien dikelompokkan
berdasarkan perbaikan tanda dan gejala dari setiap parameter klinis, seperti gatal,
eritem, papul, pustul, vesikel dan sisik. Perbaikan secara keseluruhan kemudian
6
dikelompokan menjadi grade I (perbaikan 25%), grade II (perbaikan 50%), grade III
(perbaikan 75%) dan grade IV (perbaikan 100%). Pemeriksaan KOH dan kultur
dilakukan mingguan sampai 3 minggu untuk menilai penyembuhan mikologikal.
Kultur jamur dilakukan pada agar dekstrosa Sabouraud’s dengan kloramfenikol dan
sikloheksimid.
Dilakukan penilaian mikologikal pada baseline, pada akhir minggu pertama
dan juga dengan skala minimal tersedia pada akhir minggu kedua dan ketiga.
Penyembuhan mikologika
didefinisikan sebagai
KOH
dan kultur
negatif.
Penyembuhan total didefinisikan sebagai penyembuhan mikologikal dengan tidak
adanya tanda dan gejala sama sekali. Analisis statistikal dilakukan menggunakan
Student’s paired and unpaired t- tests dari data yang didapatkan.
HASIL
Pada kedua kelompok terbinafin dan eberkonazol, penyembuhan total yang
signifikan secara statistik (P < 0.05) terlihat di antara baseline dan minggu kedua,
begitu pula antara baseline dan minggu ketiga. Akan tetapi, secara individu pada
kedua kelompok hasil non-signifikan secara statistik terlihat pada penyembuhan total
ketika perbandingan dilakukan di antara minggu kedua dan ketiga (NS, P = 0.317,
0.317; P = 0.083, 0.157).
Dalam perbandingan di antara kedua kelompok ini, terlihat bahwa krim
eberkonazol nitrat 1% [Gambar 2a – d] sama efektifnya dengan krim terbinafin
hidroklorida 1% [Gambar 1a – d] pada akhir minggu pertama (NS. P = 0.608, 1.00),
minggu kedua (NS. P = 0.291,0.55) dan minggu ketiga (P = 1.00, 1.00) dengan klinis
non-signifikan secara klinis [Tabel 1 dan Gambar 3] dan nilai mikologikal [Tabel 2
dan Gambar 4].
Namun, pada akhir minggu kedua, angka penyembuhan total untuk
eberkonazol adalah 93.33% bila dibandingkan dengan terbinafin yaitu 80% dengan
tidak adanya signifikansi stastistik. Perbandingan di antara kedua kelompok untuk
7
penyembuhan total (klinis dan mikologikal) pada akhir minggu ketiga menunjukkan
angka kesembuhan 100%.
Pada kedua kelompok A dan B, tidak terdapat efek samping yang bermakna
secara klinis seperti eritem lokal, bengkak, rasa perih, atau peningkatan rasa gatal
yang ditemukan. Respon klinis dengan kedua antifungal topikal sangat baik sehingga
sulit ditemukan adanya sisik pada lesi di akhir minggu kedua dan ketiga. Namun,
tetap dilakukan kultur walaupun dengan sisik yang minimal. Mayoritas pasien di
kedua kelompok mempunyai hasil kultur yang menunjukkan pertumbuhan dari
Trichophyton rubrum atau Epidermophyton floccosum. Pada baseline, kelompok A,
12 pasien menunjukkan pertumbuhan Trichophyton rubrum, 2 pasien menunjukkan
pertumbuhan Epidermophyton floccosum dan 1 pasien menunjukkan pertumbuhan
Trichophyton mentagrophytes. Pada kelompok B, 11 pasien menunjukkan
pertumbuhan
Trichophyton
rubrum,
3
pasien
menunjukkan
pertumbuhan
Epidermophyton floccosum dan 1 pasien menunjukkan pertumbuhan Trichophyton
mentagrophytes. Respon terapeutik kurang lebih sama dengan infeksi oleh spesies
berbeda.
DISKUSI
Pada salah satu penelitian untuk mengevaluasi keefektifan dan keamanan dari
formulasi gel topikal terbinafin 1% pada pengobatan tinea korporis/kruris, gel
terbinafin diberikan sekali sehari selama 1 minggu. Penyembuhan total terlihat pada
59% pasien, dibandingkan 13% pada pasien yang menerima plasebo (P < 0.001).
Penulis kemudian menyimpulkan bahwa pemberian gel terbinafin 1% selama 1
minggu secara bermakna lebih efektif dalam pengobatan tinea korporis/kruris
dibandingkan gel plasebo untuk penyembuhan total (klinis dan mikologikal).
Pada penelitian lain, pemberian terbinafin krim 1% sehari sekali selama 7 hari
secara bermakna lebih efektif dibandingkan plasebo dalam mencapai dan
mempertahankan penyembuhan mikologikal (84.2% vs 23.3%, P < 0.001). Krim
terbinafin 1% juga secara bermakna lebih efektif dibandingkan plasebo dalam respon
8
klinis, penurunan nilai tanda dan gejala dan keefektifan secara keseluruhan. Pada
penelitian ini, digunakan formulasi krim terbinafin 1%, diberikan 2 kali sehari, 80 dan
100% angka penyembuhan terlihat pada akhir minggu kedua dan ketiga dari periode
pengobatan. Pada penelitian lain, 60 pasien yang secara mikologikal terbukti terkena
tinea korporis dan tinea kruris diobati dengan krim eberkonazol 1% sekali sehari
(kelompok A, 15 pasien), krim 1% dua kali sehari (kelompok B, 15 pasien), krim 2%
sekali sehari (kelompok C, 15 pasien), dan krim 2% dua kali sehari (kelompok D, 15
pasien), selama 6 minggu. Eberkenazol efektif pada 93% pasien pada kelompok A,
100% pada pasien kelompok B dan D, serta 61% pada kelompok C di akhir minggu
keenam.
Pada percobaan terandomisasi, multisentrik, double blind, dengan krim
eberkonazol nitrat 1% vs krim mikonazol 2% yang diberikan 2 kali sehari selama 4
minggu, ditemukan bahwa krim eberkenazol 1% merupakan pengobatan efektif untuk
dermatofitosis dengan profil keamanan yang baik (keefektifan klinis 76.1% pada
kelompok eberkonazol vs 75% pada kelompok mikonazol).
Pada percobaan perbandingan dari krim eberkonazol 1% vs krim klotrimazol
1% yang diberikan dua kali sehari pada infeksi dermatofit untuk mengobati 133 kasus
selama 4 minggu, hasil yang efektif terlihat pada 61% pasien yang menggunakan
eberkonazol vs 46% pasien yang menggunakan klotrimazol. Pada penelitian ini, krim
eberkonazol digunakan dua kali sehari dan menunjukkan 93.33% dan 100%
penyembuhan total pada akhir minggu kedua dan ketiga, secara terpisah.
Sejauh pengetahuan, tidak terdapat penelitian yang tersedia dalam
membandingkan keefektifan klinis dari terbinafin topikal dank rim eberkonazol
dalam mengobati tinea korporis dan tinea kruris. Jumlah sampel dalam penelitian ini
sedikit, sehingga penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih banyak
perlu dilakukan untuk mendukung temuan ini.
Sejauh pengetahuan, tidak terdapat penelitian yang serupa dengan penelitian
ini dalam membandingkan bahwa krim eberkonazol nitrat 1% sama efektifnya
dengan krim terbinafin hidroklorida 1% pada akhir minggu pertama, kedua dan
9
ketiga, dengan angka kesembuhan 100% pada akhir minggu ketiga. Efek samping
lokal seperti eritem, bengkak, rasa perih dan gatal, seperti yang disebutkan dalam
beberapa penelitian, tidak ditemukan dalam penelitian ini.
KESIMPULAN
Obat fungistatik terbaru, krim eberkonazol nitrat 1% sama efektifnya dengan
krim terbinafin hidroklorida 1%, yang merupakan salah satu obat fungisidal. Kedua
obat menunjukkan tolerabilitas yang baik dengan tidak adanya efek merugikan.
10
Worksheet Critical Appraisal
Jurnal Terapi
Efficacy and Safety of Terbinafine Hydrochloride 1% Cream Vs Eberconazole
Nitrate 1% Cream in Localised Tinea Corporis and Tinea Cruris
P : Keefektifan dan keamanan Krim Eberkonazol Nitrat 1% untuk Tinea Korporis dan
Kruris.
I : Pemberian terapi Krim Eberkonazol Nitrat 1%.
C : Pemberian terapi Krim Terbinafin Hidroklorida 1%.
O : Pemberian terapi Krim Eberkonazol Nitrat 1% sama atau lebih efektif dan aman
dibandingkan dengan pemberian terapi Krim Terbinafin Hidroklorida 1%.
Validitas
1a. Apakah alokasi pasien terhadap Ya
Hal ini dijelaskan dalam abstrak dan
terapi/perlakukan
metode penelitian.
dilakukan
secara [ √ ]
random ?
Pasien
dirandomisasi
setelah
Tidak
mempertimbangkan
[
kriteria inklusi dan eksklusi ke
]
dalam
dua
berbagai
kelompok….
(abstrak, hlm. 4).
Pasien dirandomisasi ke dalam
kelompok A (angka ganjil) dan
kelompok B (angka genap)…
(hlm. 6, paragraf 1).
11
1b. Apakah randomisasi dilakukan Ya
Tidak
tersembunyi ?
randomisasi
[ ]
dijelaskan
mengenai
dilakukan
tersembunyi
atau
tidak.
apakah
secara
Hanya
Tidak
dijelaskan mengenai cara randomisasi
[√]
pada jurnal ini. Hal ini dijelaskan dalam
metode penelitian.
Pasien dirandomisasi ke dalam
kelompok A (angka ganjil) dan
kelompok B (angka genap):
kelompok A (diobati dengan
krim terbinafin) dan kelompok B
(diobati
dengan
krim
eberkonazol)… (hlm. 6, paragraf
1c. Apakah antara subyek penelitian Ya
1).
Tidak terdapat penjelasan sama sekali
dan peneliti ‘blind’ terhadap terapi/ [ ]
mengenai hal ini di dalam jurnal.
perlakukan yang akan diberikan ?
Tidak
[√]
2a. Apakah semua subyek yang ikut Ya
Tidak semua subyek yang ikut dalam
serta dalam penelitian diperhitungkan [
penelitian diperhitungkan dalam hasil.
dalam
hasil/kesimpulan?
]
(Apakah
pengamatannya cukup lengkap?)
Terdapat beberapa peserta yang hilang
Tidak
saat follow up sehingga dikeluarkan dari
[√]
penelitian
dan
tidak
diikutsertakan
dalam hasil/kesimpulan.
Hal ini tercantum dalam material dan
metode.
Kemudian,
7
pasien
dari
12
kelompok A dan 5 pasien dari
kelompok B hilang dari followup. Sehingga, jumlah sampel
akhir adalah 30 pasien… (hlm.
2b.
Apakah
pengamatan
yang Ya
dilakukan cukup panjang?
[√]
6, paragraf 1).
Ya, pengamatan dilakukan selama 3
minggu.
Hal
ini
dijelaskan
dalam
abstrak dan material & metode.
Tidak
[ ]
Kelompok A (diobati dengan
krim terbinafin 1% selama 3
minggu)
dan
(diobati
dengan
eberkonazol
2c. Apakah subyek dianalisis pada Ya
kelompok dimana subyek tersebut [ √ ]
perlakuan
[ ]
yang Ya
apakah
subyek [ √ ]
dieksperimenkan,
krim
selama
3
Akan tetapi, secara individu
pada kedua kelompok hasil non-
Tidak
Selain
1%
B
minggu) (hlm. 4).
Hal ini diterangkan dalam hasil.
dikelompokkan dalam randomisasi ?
3a.
kelompok
diperlakukan sama?
signifikan secara statistik terlihat
… (hlm. 7, paragraf 1).
Hal ini dijelaskan pada material dan
metode.
Mereka
difollow
Tidak
minggu
untuk
[ ]
keefektifan dan adanya efek
up
setiap
melihat
merugikan seperti eritem lokal,
pembengkakan dan rasa perih
atau
gatal
yang
bertambah,
selama 3 minggu ... (hlm. 6,
paragraf 3).
13
Dilakukan penilaian mikologikal
pada
baseline,
pada
akhir
minggu pertama dan juga dengan
skala minimal tersedia pada
akhir
3b.
Apakah
kelompok
dalam Ya
penelitian sama pada awal penelitian?
[√]
minggu
kedua
dan
ketiga… (hlm. 7, paragraf 4).
Ya, karena hal ini dijelaskan dalam
material dan metode, di mana di sana
diterangkan mengenai kriteria inklusi
Tidak
dan ekslusi dari pasien yang akan
[ ]
dilibatkan dalam penelitian.
Kriteria inklusi termasuk di
antaranya pasien dermatofitosis
yang belum diobati pada semua
kelompok
kurang
umur,
dari
melibatkan
20%
area
permukaan tubuh dan pasien
yang diagnosisnya dikonfirmasi
dengan
pemeriksaan
KOH.
Kriteria ekslusi adalah pasien
dermatofitosis
yang
telah
diatasi permasalahannya, pasien
yang
sudah
diobati
dengan
antifungal topikal dan sistemik,
melibatkan lebih dari 20% area
permukaan tubuh dan pasien
dengan penyakit imunosupresif
atau
mengonsumsi
obat
imunosupresif. (hlm. 6, paragraf
14
1).
Semua pasien mempunyai pola
demografik
yang
sama
berkaitan dengan usia, jenis
kelamin dan durasi penyakit.
(hlm. 6, paragraf 3).
Importance
1. Berapa besar efek terapi?
1.
Pada
akhir
minggu
kedua,
angka
penyembuhan total untuk eberkonazol adalah
93.33% bila dibandingkan dengan terbinafin
2.
Seberapa
terapi ?
tepat
estimasi
efek
yaitu 80% dengan tidak adanya signifikansi
stastistik.
Perbandingan
di
antara
kedua
kelompok untuk penyembuhan total (klinis dan
mikologikal)
pada
akhir
minggu
ketiga
menunjukkan angka kesembuhan 100%.
2.
Pada
kedua
kelompok
terbinafin
dan
eberkenazol, penyembuhan total yang signifikan
secara statistik (P < 0.05) terlihat di antara
baseline dan minggu kedua, begitu pula antara
baseline dan minggu ketiga. Akan tetapi, secara
individu pada kedua kelompok hasil nonsignifikan
secara
penyembuhan
total
statistik
ketika
terlihat
pada
perbandingan
dilakukan di antara minggu kedua dan ketiga
(NS, P = 0.317, 0.317; P = 0.083, 0.157).
Dalam perbandingan di antara kedua kelompok
ini, terlihat bahwa krim eberkonazol nitrat 1%
[Gambar 2a – d] sama efektifnya dengan krim
terbinafin hidroklorida 1% [Gambar 1a – d] pada
15
akhir minggu pertama (NS. P = 0.608, 1.00),
minggu kedua (NS. P = 0.291,0.55) dan minggu
ketiga (P = 1.00, 1.00) dengan klinis nonsignifikan secara klinis [Tabel 1 dan Gambar 3]
dan nilai mikologikal [Tabel 2 dan Gambar 4].
Applicable
1. Apakah pasien yang kita miliki Ya
sangat berbeda dengan pasien dalam [
Pasien
]
penelitian ?
yang
kemiripan
kita
miliki
dengan
memiliki
pasien
dalam
penelitian dikarenakan tinea korporis
Tidak
umum terjadi dengan gejala yang tidak
[√]
2. Apakah hasil yang baik dari Ya
banyak berbeda.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
penelitian dapat diterapkan dengan [ √ ]
eberkonazol krim dapat secara efektif
kondisi yang kita miliki ?
dan aman digunakan untuk pengobatan
Tidak
tinea korporis, akan tetapi ketersediaan
[ ]
eberkonazol sebagai golongan terbaru
untuk mengobati dermatofitosis masih
sangat sedikit di lapangan, sehingga
penggunaan
terbinafin
masih
lebih
3. Apakah semua outcome klinis yang Ya
umum dilakukan.
Ya. Semua outcome klinis yang penting
penting
sudah
dipertimbangkan
(efek [ √ ]
samping yang mungkin timbul)?
dipertimbangkan.
Hal
ini
tercantum dalam material dan metode,
Tidak
di mana disebutkan bahwa pasien
[
difollow up setiap minggu untuk melihat
]
keefektifan dan adanya efek merugikan
seperti eritem lokal, pembengkakan dan
rasa perih atau gatal yang bertambah,
4. Apakah sudah memahami harapan Ya
selama 3 minggu.
Ya. Sudah memahami harapan pasien
16
dan pilihan pasien ?
[√]
dimana terapi eberkonazol ini dinilai
efektif dan aman, serta tidak adanya
Tidak
efek merugikan selama penggunaan.
[
Sayangnya, ketersediaan obat ini masih
]
5. Apakah intervensi yang akan Ya
sangat minimal.
Ya, dikarenakan hasil penelitian ini
diberikan akan memenuhi harapan [ √ ]
menunjukkan hasil bahwa obat tersebut
pasien?
efektif tanpa adanya efek samping.
Pasien
konsekuensinya?
siap
akan
Tidak
[ ]
17
Efficacy and Safety of Terbinafine Hydrochloride 1% Cream Vs Eberconazole
Nitrate 1% Cream in Localised Tinea Corporis and Tinea Cruris
Sanjiv V. Choudhary, Taru Aghi, Shazia Bisati
Dipresentasikan Oleh:
Fathia Rahma (11711103)
Pembimbing:
dr. Rahajeng Musy, Sp.KK
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SOEDONO
MADIUN
2015
Efficacy and Safety of Terbinafine Hydrochloride 1% Cream Vs Eberconazole
Nitrate 1% Cream in Localised Tinea Corporis and Tinea Cruris
Sanjiv V. Choudhary, Taru Aghi, Shazia Bisati
Dipresentasikan Untuk Memenuhi Syarat Kepaniteraan
Stase Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD dr. Soedono Madiun
Oleh:
Fathia Rahma (11711103)
Telah dipresentasikan tanggal:
… September 2015
DM RSUD dr. Soedono Madiun
Dokter Pembimbing
Fathia Rahma
dr. Rahajeng Musy, Sp.KK
2
Judul Jurnal: Efficacy and Safety of Terbinafine Hydrochloride 1% Cream Vs
Eberconazole Nitrate 1% Cream in Localised Tinea Corporis and Tinea Cruris.
Terjemahan: Keefektifan dan keamanan Krim Terbinafin Hidroklorida 1% Versus
Krim Eberkonazol Nitrat 1 % pada Tinea Corporis dan Tinea Cruris Terlokalisasi.
Penulis: Sanjiv V. Choudhary, Taru Aghi, Shazia Bisati
Nama Jurnal: Indian Dermatology Online Journal.
Tahun terbit: 2014.
3
Efficacy and Safety of Terbinafine Hydrochloride 1% Cream Vs Eberconazole
Nitrate 1% Cream in Localised Tinea Corporis and Tinea Cruris
Keefektifan dan keamanan Krim Terbinafin Hidroklorida 1% Versus Krim
Eberkonazol Nitrat 1 % pada Tinea Corporis dan Tinea Cruris Terlokalisasi
Sanjiv V. Choudhary, Taru Aghi, Shazia Bisati
ABSTRAK
Tujuan: Untuk meneliti dan membandingkan keefektifan dan keamanan dari krim
terbinafin hidroklorida topikal dan krim eberkonazol nitrat 1% pada tinea korporis
dan kruris terlokalisasi. Metode dan Material: Pasien dirandomisasi setelah
mempertimbangkan berbagai kriteria inklusi dan eksklusi ke dalam dua kelompok.
Kelompok A (diobati dengan krim terbinafin 1% selama 3 minggu) dan kelompok B
(diobati dengan krim eberkonazol 1% selama 3 minggu). Jumlah sampel adalah 30
pasien dengan 15 pasien di setiap kelompok. Penilaian dari perbaikan klinis,
pemeriksaan KOH dan kultur dilakukan setiap minggu sampai minggu ketiga untuk
menilai penyembuhan secara menyeluruh. Hasil: Pada perbandingan di antara dua
kelompok, dapat diamati bahwa krim eberkonazol nitrat 1% sama efektifnya dengan
krim terbinafin hidroklorida 1% pada akhir minggu pertama (Non-signifikan (NS); P
= 0.608, 1.00), minggu kedua (NS; P = 0.291, 0.55) dan minggu ketiga (P = 1.00,
1.00) dengan nilai klinis dan mikologikal tidak signifikan secara statistik. Pada kedua
kelompok, secara klinis tidak terdapat efek samping lokal berarti yang ditemukan.
Kesimpulan: Fungistatik terbaru krim eberkonazol nitrat 1% sama efektifnya dengan
fungisidal krim terbinafin hidroklorida 1%. Kedua obat menunjukkan tolerabilitas
yang baik dengan tidak adanya efek merugikan.
Key words: Dermatofitosis, krim eberkonazol nitrat 1%, krim terbinafin hidroklorida
1%.
4
INTRODUKSI
Dermatofitosis merupakan infeksi jamur superfisial kulit yang disebabkan
oleh spesies jamur keratinofilik trichophyton, epidermophyton dan microsporum.
Tinea korporis dan tinea kruris merupakan dermatofitosis dari kulit dan lipat paha,
secara terpisah. Preparat topikal dengan bioavaibilital lokal yang baik merupakan
agen yang paling umum digunakan dan merupakan first line yang lebih dipilih dalam
pengobatan dermatofitosis terlokalisasi. Keefektifan mereka yang ditingkatkan
bertujuan untuk mempersingkat waktu pengobatan dengan efek samping yang lebih
sedikit. Kemudahan dalam pemberian, peningkatan kepatuhan pasien dan rekurensi
minimal juga ditambahkan dalam respon terapeutik.
Antifungal topikal terbaru seperti eberkonazol, sertakonazol, lulikonazol dan
lain sebagainya yang juga merupakan kelompok azol dari agen antifungal.
Eberkonazol merupakan fungistatik derivat imidazole topikal spektrum luas dengan
cara kerja yang sama dengan antifungal azol lainnya, yaitu dengan menghambat
lanosterol jamur 14-demetilase. Telah ditunjukkan bahwa ia mempunyai spektrum
aktfitas antimikroba yang luas dan efektif untuk dermatofitosis, kandidiasis dan
infeksi jamur lainnya seperti Malassezzia furfur.
Terbinafin hidroklorida merupakan satu dari kelompok obat alilamin
fungisidal dengan aktifitas antifungal spektrum luas. Ia mengintervensi dengan
biosintesis sterol jamur pada stadium awal. Ia juga menghambat skualen epoksidase,
menyebabkan akumulasi skualen toksis intraselular dan kematian sel jamur.
Sepanjang pengetahuan yang ada selama ini, tidak terdapat penelitian yang
tersedia mengenai perbandingan keefektifan klinis dari terbinafin topikal dan krim
eberkonazol pada pengobatan tinea korporis dan tinea kruris. Penelitian ini bertujuan
untuk membandingkan respon klinis dari eberkonazol topikal, agen fungistatis,
dengan krim terbinafin yang merupakan fungisidal.
5
MATERIAL DAN METODE
Percobaan randomized control trial dengan two arms ini membandingkan
keefektifan klinis dan efek samping dari terbinafin hidroklorida 1% topikal dengan
krim eberkonazol nitrat 1% pada pengobatan dari tinea korporis dan tinea kruris
terlokalisasi
(melibatkan
<
20%).
Percobaan
dilaksanakan
di
departemen
Dermatologi dari J.N. Medical College & AVBRH, Sawangi, selama periode
Desember 2010 hingga November 2011. Pasien dirandomisasi ke dalam kelompok A
(angka ganjil) dan kelompok B (angka genap): kelompok A (diobati dengan krim
terbinafin) dan kelompok B (diobati dengan krim eberkonazol). Total 42 pasien
terdaftar dalam penelitian ini, 22 dalam kelompok A dan 20 dalam kelompok B.
Kemudian, 7 pasien dari kelompok A dan 5 pasien dari kelompok B hilang dari
follow-up. Sehingga, jumlah sampel akhir adalah 30 pasien dengan masing-masing 15
pasien pada kelompok A dan kelompok B. Pasien pada kelompok A dan B diobati
dengan terbinafin hidroklorida 1% dan krim eberkonazol nitrat 1% secara terpisah,
dua kali sehari selama 3 minggu.
Kriteria inklusi termasuk di antaranya pasien dermatofitosis yang belum
diobati pada semua kelompok umur, melibatkan kurang dari 20% area permukaan
tubuh dan pasien yang diagnosisnya dikonfirmasi dengan pemeriksaan KOH. Kriteria
ekslusi adalah pasien dermatofitosis yang telah diatasi permasalahannya, pasien yang
sudah diobati dengan antifungal topikal dan sistemik, melibatkan lebih dari 20% area
permukaan tubuh dan pasien dengan penyakit imunosupresif atau mengonsumsi obat
imunosupresif.
Diagnosis dibuat dengan gejala klinis dan mikologikal (KOH dan kultur).
Semua pasien mempunyai pola demografik yang sama berkaitan dengan usia, jenis
kelamin dan durasi penyakit. Mereka difollow up setiap minggu untuk melihat
keefektifan dan adanya efek merugikan seperti eritem lokal, pembengkakan dan rasa
perih atau gatal yang bertambah, selama 3 minggu. Pasien dikelompokkan
berdasarkan perbaikan tanda dan gejala dari setiap parameter klinis, seperti gatal,
eritem, papul, pustul, vesikel dan sisik. Perbaikan secara keseluruhan kemudian
6
dikelompokan menjadi grade I (perbaikan 25%), grade II (perbaikan 50%), grade III
(perbaikan 75%) dan grade IV (perbaikan 100%). Pemeriksaan KOH dan kultur
dilakukan mingguan sampai 3 minggu untuk menilai penyembuhan mikologikal.
Kultur jamur dilakukan pada agar dekstrosa Sabouraud’s dengan kloramfenikol dan
sikloheksimid.
Dilakukan penilaian mikologikal pada baseline, pada akhir minggu pertama
dan juga dengan skala minimal tersedia pada akhir minggu kedua dan ketiga.
Penyembuhan mikologika
didefinisikan sebagai
KOH
dan kultur
negatif.
Penyembuhan total didefinisikan sebagai penyembuhan mikologikal dengan tidak
adanya tanda dan gejala sama sekali. Analisis statistikal dilakukan menggunakan
Student’s paired and unpaired t- tests dari data yang didapatkan.
HASIL
Pada kedua kelompok terbinafin dan eberkonazol, penyembuhan total yang
signifikan secara statistik (P < 0.05) terlihat di antara baseline dan minggu kedua,
begitu pula antara baseline dan minggu ketiga. Akan tetapi, secara individu pada
kedua kelompok hasil non-signifikan secara statistik terlihat pada penyembuhan total
ketika perbandingan dilakukan di antara minggu kedua dan ketiga (NS, P = 0.317,
0.317; P = 0.083, 0.157).
Dalam perbandingan di antara kedua kelompok ini, terlihat bahwa krim
eberkonazol nitrat 1% [Gambar 2a – d] sama efektifnya dengan krim terbinafin
hidroklorida 1% [Gambar 1a – d] pada akhir minggu pertama (NS. P = 0.608, 1.00),
minggu kedua (NS. P = 0.291,0.55) dan minggu ketiga (P = 1.00, 1.00) dengan klinis
non-signifikan secara klinis [Tabel 1 dan Gambar 3] dan nilai mikologikal [Tabel 2
dan Gambar 4].
Namun, pada akhir minggu kedua, angka penyembuhan total untuk
eberkonazol adalah 93.33% bila dibandingkan dengan terbinafin yaitu 80% dengan
tidak adanya signifikansi stastistik. Perbandingan di antara kedua kelompok untuk
7
penyembuhan total (klinis dan mikologikal) pada akhir minggu ketiga menunjukkan
angka kesembuhan 100%.
Pada kedua kelompok A dan B, tidak terdapat efek samping yang bermakna
secara klinis seperti eritem lokal, bengkak, rasa perih, atau peningkatan rasa gatal
yang ditemukan. Respon klinis dengan kedua antifungal topikal sangat baik sehingga
sulit ditemukan adanya sisik pada lesi di akhir minggu kedua dan ketiga. Namun,
tetap dilakukan kultur walaupun dengan sisik yang minimal. Mayoritas pasien di
kedua kelompok mempunyai hasil kultur yang menunjukkan pertumbuhan dari
Trichophyton rubrum atau Epidermophyton floccosum. Pada baseline, kelompok A,
12 pasien menunjukkan pertumbuhan Trichophyton rubrum, 2 pasien menunjukkan
pertumbuhan Epidermophyton floccosum dan 1 pasien menunjukkan pertumbuhan
Trichophyton mentagrophytes. Pada kelompok B, 11 pasien menunjukkan
pertumbuhan
Trichophyton
rubrum,
3
pasien
menunjukkan
pertumbuhan
Epidermophyton floccosum dan 1 pasien menunjukkan pertumbuhan Trichophyton
mentagrophytes. Respon terapeutik kurang lebih sama dengan infeksi oleh spesies
berbeda.
DISKUSI
Pada salah satu penelitian untuk mengevaluasi keefektifan dan keamanan dari
formulasi gel topikal terbinafin 1% pada pengobatan tinea korporis/kruris, gel
terbinafin diberikan sekali sehari selama 1 minggu. Penyembuhan total terlihat pada
59% pasien, dibandingkan 13% pada pasien yang menerima plasebo (P < 0.001).
Penulis kemudian menyimpulkan bahwa pemberian gel terbinafin 1% selama 1
minggu secara bermakna lebih efektif dalam pengobatan tinea korporis/kruris
dibandingkan gel plasebo untuk penyembuhan total (klinis dan mikologikal).
Pada penelitian lain, pemberian terbinafin krim 1% sehari sekali selama 7 hari
secara bermakna lebih efektif dibandingkan plasebo dalam mencapai dan
mempertahankan penyembuhan mikologikal (84.2% vs 23.3%, P < 0.001). Krim
terbinafin 1% juga secara bermakna lebih efektif dibandingkan plasebo dalam respon
8
klinis, penurunan nilai tanda dan gejala dan keefektifan secara keseluruhan. Pada
penelitian ini, digunakan formulasi krim terbinafin 1%, diberikan 2 kali sehari, 80 dan
100% angka penyembuhan terlihat pada akhir minggu kedua dan ketiga dari periode
pengobatan. Pada penelitian lain, 60 pasien yang secara mikologikal terbukti terkena
tinea korporis dan tinea kruris diobati dengan krim eberkonazol 1% sekali sehari
(kelompok A, 15 pasien), krim 1% dua kali sehari (kelompok B, 15 pasien), krim 2%
sekali sehari (kelompok C, 15 pasien), dan krim 2% dua kali sehari (kelompok D, 15
pasien), selama 6 minggu. Eberkenazol efektif pada 93% pasien pada kelompok A,
100% pada pasien kelompok B dan D, serta 61% pada kelompok C di akhir minggu
keenam.
Pada percobaan terandomisasi, multisentrik, double blind, dengan krim
eberkonazol nitrat 1% vs krim mikonazol 2% yang diberikan 2 kali sehari selama 4
minggu, ditemukan bahwa krim eberkenazol 1% merupakan pengobatan efektif untuk
dermatofitosis dengan profil keamanan yang baik (keefektifan klinis 76.1% pada
kelompok eberkonazol vs 75% pada kelompok mikonazol).
Pada percobaan perbandingan dari krim eberkonazol 1% vs krim klotrimazol
1% yang diberikan dua kali sehari pada infeksi dermatofit untuk mengobati 133 kasus
selama 4 minggu, hasil yang efektif terlihat pada 61% pasien yang menggunakan
eberkonazol vs 46% pasien yang menggunakan klotrimazol. Pada penelitian ini, krim
eberkonazol digunakan dua kali sehari dan menunjukkan 93.33% dan 100%
penyembuhan total pada akhir minggu kedua dan ketiga, secara terpisah.
Sejauh pengetahuan, tidak terdapat penelitian yang tersedia dalam
membandingkan keefektifan klinis dari terbinafin topikal dank rim eberkonazol
dalam mengobati tinea korporis dan tinea kruris. Jumlah sampel dalam penelitian ini
sedikit, sehingga penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih banyak
perlu dilakukan untuk mendukung temuan ini.
Sejauh pengetahuan, tidak terdapat penelitian yang serupa dengan penelitian
ini dalam membandingkan bahwa krim eberkonazol nitrat 1% sama efektifnya
dengan krim terbinafin hidroklorida 1% pada akhir minggu pertama, kedua dan
9
ketiga, dengan angka kesembuhan 100% pada akhir minggu ketiga. Efek samping
lokal seperti eritem, bengkak, rasa perih dan gatal, seperti yang disebutkan dalam
beberapa penelitian, tidak ditemukan dalam penelitian ini.
KESIMPULAN
Obat fungistatik terbaru, krim eberkonazol nitrat 1% sama efektifnya dengan
krim terbinafin hidroklorida 1%, yang merupakan salah satu obat fungisidal. Kedua
obat menunjukkan tolerabilitas yang baik dengan tidak adanya efek merugikan.
10
Worksheet Critical Appraisal
Jurnal Terapi
Efficacy and Safety of Terbinafine Hydrochloride 1% Cream Vs Eberconazole
Nitrate 1% Cream in Localised Tinea Corporis and Tinea Cruris
P : Keefektifan dan keamanan Krim Eberkonazol Nitrat 1% untuk Tinea Korporis dan
Kruris.
I : Pemberian terapi Krim Eberkonazol Nitrat 1%.
C : Pemberian terapi Krim Terbinafin Hidroklorida 1%.
O : Pemberian terapi Krim Eberkonazol Nitrat 1% sama atau lebih efektif dan aman
dibandingkan dengan pemberian terapi Krim Terbinafin Hidroklorida 1%.
Validitas
1a. Apakah alokasi pasien terhadap Ya
Hal ini dijelaskan dalam abstrak dan
terapi/perlakukan
metode penelitian.
dilakukan
secara [ √ ]
random ?
Pasien
dirandomisasi
setelah
Tidak
mempertimbangkan
[
kriteria inklusi dan eksklusi ke
]
dalam
dua
berbagai
kelompok….
(abstrak, hlm. 4).
Pasien dirandomisasi ke dalam
kelompok A (angka ganjil) dan
kelompok B (angka genap)…
(hlm. 6, paragraf 1).
11
1b. Apakah randomisasi dilakukan Ya
Tidak
tersembunyi ?
randomisasi
[ ]
dijelaskan
mengenai
dilakukan
tersembunyi
atau
tidak.
apakah
secara
Hanya
Tidak
dijelaskan mengenai cara randomisasi
[√]
pada jurnal ini. Hal ini dijelaskan dalam
metode penelitian.
Pasien dirandomisasi ke dalam
kelompok A (angka ganjil) dan
kelompok B (angka genap):
kelompok A (diobati dengan
krim terbinafin) dan kelompok B
(diobati
dengan
krim
eberkonazol)… (hlm. 6, paragraf
1c. Apakah antara subyek penelitian Ya
1).
Tidak terdapat penjelasan sama sekali
dan peneliti ‘blind’ terhadap terapi/ [ ]
mengenai hal ini di dalam jurnal.
perlakukan yang akan diberikan ?
Tidak
[√]
2a. Apakah semua subyek yang ikut Ya
Tidak semua subyek yang ikut dalam
serta dalam penelitian diperhitungkan [
penelitian diperhitungkan dalam hasil.
dalam
hasil/kesimpulan?
]
(Apakah
pengamatannya cukup lengkap?)
Terdapat beberapa peserta yang hilang
Tidak
saat follow up sehingga dikeluarkan dari
[√]
penelitian
dan
tidak
diikutsertakan
dalam hasil/kesimpulan.
Hal ini tercantum dalam material dan
metode.
Kemudian,
7
pasien
dari
12
kelompok A dan 5 pasien dari
kelompok B hilang dari followup. Sehingga, jumlah sampel
akhir adalah 30 pasien… (hlm.
2b.
Apakah
pengamatan
yang Ya
dilakukan cukup panjang?
[√]
6, paragraf 1).
Ya, pengamatan dilakukan selama 3
minggu.
Hal
ini
dijelaskan
dalam
abstrak dan material & metode.
Tidak
[ ]
Kelompok A (diobati dengan
krim terbinafin 1% selama 3
minggu)
dan
(diobati
dengan
eberkonazol
2c. Apakah subyek dianalisis pada Ya
kelompok dimana subyek tersebut [ √ ]
perlakuan
[ ]
yang Ya
apakah
subyek [ √ ]
dieksperimenkan,
krim
selama
3
Akan tetapi, secara individu
pada kedua kelompok hasil non-
Tidak
Selain
1%
B
minggu) (hlm. 4).
Hal ini diterangkan dalam hasil.
dikelompokkan dalam randomisasi ?
3a.
kelompok
diperlakukan sama?
signifikan secara statistik terlihat
… (hlm. 7, paragraf 1).
Hal ini dijelaskan pada material dan
metode.
Mereka
difollow
Tidak
minggu
untuk
[ ]
keefektifan dan adanya efek
up
setiap
melihat
merugikan seperti eritem lokal,
pembengkakan dan rasa perih
atau
gatal
yang
bertambah,
selama 3 minggu ... (hlm. 6,
paragraf 3).
13
Dilakukan penilaian mikologikal
pada
baseline,
pada
akhir
minggu pertama dan juga dengan
skala minimal tersedia pada
akhir
3b.
Apakah
kelompok
dalam Ya
penelitian sama pada awal penelitian?
[√]
minggu
kedua
dan
ketiga… (hlm. 7, paragraf 4).
Ya, karena hal ini dijelaskan dalam
material dan metode, di mana di sana
diterangkan mengenai kriteria inklusi
Tidak
dan ekslusi dari pasien yang akan
[ ]
dilibatkan dalam penelitian.
Kriteria inklusi termasuk di
antaranya pasien dermatofitosis
yang belum diobati pada semua
kelompok
kurang
umur,
dari
melibatkan
20%
area
permukaan tubuh dan pasien
yang diagnosisnya dikonfirmasi
dengan
pemeriksaan
KOH.
Kriteria ekslusi adalah pasien
dermatofitosis
yang
telah
diatasi permasalahannya, pasien
yang
sudah
diobati
dengan
antifungal topikal dan sistemik,
melibatkan lebih dari 20% area
permukaan tubuh dan pasien
dengan penyakit imunosupresif
atau
mengonsumsi
obat
imunosupresif. (hlm. 6, paragraf
14
1).
Semua pasien mempunyai pola
demografik
yang
sama
berkaitan dengan usia, jenis
kelamin dan durasi penyakit.
(hlm. 6, paragraf 3).
Importance
1. Berapa besar efek terapi?
1.
Pada
akhir
minggu
kedua,
angka
penyembuhan total untuk eberkonazol adalah
93.33% bila dibandingkan dengan terbinafin
2.
Seberapa
terapi ?
tepat
estimasi
efek
yaitu 80% dengan tidak adanya signifikansi
stastistik.
Perbandingan
di
antara
kedua
kelompok untuk penyembuhan total (klinis dan
mikologikal)
pada
akhir
minggu
ketiga
menunjukkan angka kesembuhan 100%.
2.
Pada
kedua
kelompok
terbinafin
dan
eberkenazol, penyembuhan total yang signifikan
secara statistik (P < 0.05) terlihat di antara
baseline dan minggu kedua, begitu pula antara
baseline dan minggu ketiga. Akan tetapi, secara
individu pada kedua kelompok hasil nonsignifikan
secara
penyembuhan
total
statistik
ketika
terlihat
pada
perbandingan
dilakukan di antara minggu kedua dan ketiga
(NS, P = 0.317, 0.317; P = 0.083, 0.157).
Dalam perbandingan di antara kedua kelompok
ini, terlihat bahwa krim eberkonazol nitrat 1%
[Gambar 2a – d] sama efektifnya dengan krim
terbinafin hidroklorida 1% [Gambar 1a – d] pada
15
akhir minggu pertama (NS. P = 0.608, 1.00),
minggu kedua (NS. P = 0.291,0.55) dan minggu
ketiga (P = 1.00, 1.00) dengan klinis nonsignifikan secara klinis [Tabel 1 dan Gambar 3]
dan nilai mikologikal [Tabel 2 dan Gambar 4].
Applicable
1. Apakah pasien yang kita miliki Ya
sangat berbeda dengan pasien dalam [
Pasien
]
penelitian ?
yang
kemiripan
kita
miliki
dengan
memiliki
pasien
dalam
penelitian dikarenakan tinea korporis
Tidak
umum terjadi dengan gejala yang tidak
[√]
2. Apakah hasil yang baik dari Ya
banyak berbeda.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
penelitian dapat diterapkan dengan [ √ ]
eberkonazol krim dapat secara efektif
kondisi yang kita miliki ?
dan aman digunakan untuk pengobatan
Tidak
tinea korporis, akan tetapi ketersediaan
[ ]
eberkonazol sebagai golongan terbaru
untuk mengobati dermatofitosis masih
sangat sedikit di lapangan, sehingga
penggunaan
terbinafin
masih
lebih
3. Apakah semua outcome klinis yang Ya
umum dilakukan.
Ya. Semua outcome klinis yang penting
penting
sudah
dipertimbangkan
(efek [ √ ]
samping yang mungkin timbul)?
dipertimbangkan.
Hal
ini
tercantum dalam material dan metode,
Tidak
di mana disebutkan bahwa pasien
[
difollow up setiap minggu untuk melihat
]
keefektifan dan adanya efek merugikan
seperti eritem lokal, pembengkakan dan
rasa perih atau gatal yang bertambah,
4. Apakah sudah memahami harapan Ya
selama 3 minggu.
Ya. Sudah memahami harapan pasien
16
dan pilihan pasien ?
[√]
dimana terapi eberkonazol ini dinilai
efektif dan aman, serta tidak adanya
Tidak
efek merugikan selama penggunaan.
[
Sayangnya, ketersediaan obat ini masih
]
5. Apakah intervensi yang akan Ya
sangat minimal.
Ya, dikarenakan hasil penelitian ini
diberikan akan memenuhi harapan [ √ ]
menunjukkan hasil bahwa obat tersebut
pasien?
efektif tanpa adanya efek samping.
Pasien
konsekuensinya?
siap
akan
Tidak
[ ]
17