ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INFLASI DAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA

(1)

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INFLASI DAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA TERHADAP

TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA

(Skripsi)

Oleh

INAYA INSANIA FITRIE

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(2)

ABSTRACT

ANALYSIS OF ECONOMIC GROWTH, INFLATION AND QUALITY OF HUMAN RESOURCES ON

UNEMPLOYMENT RATE IN SUMATERA

By

INAYA INSANIA FITRIE

This study aims to obtain empirical evidence on the influence of economic growth, inflation and quality of human resources on unemployment rate in Sumatera in 2009 – 2013. The secondary data as used in the research such as panel data from 10 province of Sumatera from the periode 2009 until 2013. The analytical tool used is multiple regression method of Ordinary Least Square (OLS) approach to Fixed Effect Model. The research finding indicate that economic growth and quality of human resources have a negative and significant impact whereas inflation does not have significant impact on unemployment rate in Sumatera.

Key Words: Economic growth, inflation, quality of human resources, unemployment rate, sumatera, OLS


(3)

ABSTRAK

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INFLASI DAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA TERHADAP

TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA

Oleh

INAYA INSANIA FITRIE

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bukti empiris tentang pengaruh pertumbuhan ekonomi, inflasi dan kualitas sumber daya manusia terhadap tingkat pengangguran di Sumatera Tahun 2009 – 2013. Data yang digunakan adalah data sekunder yang disusun secara panel yang tersusun atas 10 Provinsi di Sumatera dari Tahun 2009 hingga Tahun 2013. Alat analisis yang digunakan adalah regresi berganda metode Ordinary Least Square (OLS) dengan pendekatan Fixed Effect Model. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi dan kualitas sumber daya manusia mempunyai pengaruh negatif dan signifikan sedangkan inflasi tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pengangguran di Sumatera.

Kata Kunci: Pertumbuhan ekonomi, inflasi, kualitas sumber daya manusia, tingkat pengangguran, sumatera, OLS


(4)

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INFLASI DAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA TERHADAP

TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA

Oleh

INAYA INSANIA FITRIE

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA EKONOMI

Pada

Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar ... Halaman

1.1 Kerangka Pemikiran ... 12

2.1 Kurva Philips ... 30

2.2 Gambaran Umum Indeks pembangunan Manusia ... 34

4.1 Rata-rata Inflasi di Sumatera Tahun 2009 – 2013 ... 87

4.2 Rata-Rata Lama Sekolah dan Angka Melek Huruf Menurut Provinsi di Sumatera Tahun 2009 – 2012... 90


(6)

DAFTAR ISI

... Halaman

DAFTAR ISI ... . i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... ... iv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penulisan ... 10

E. Kerangka Pemikiran ... 10

F. Hipotesis ... 13

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 14

A. Pengangguran ... 14

B. Pertumbuhan Ekonomi ... 18

C. Hukum Okun ... 24

D. Inflasi ... 27

E. Kurva Philips... 30

F. Kualitas Sumber Daya Manusia... 32

G. Teori Data Panel... 37

H. Uji Kesesuaian Model... 44

I. Penelitian Terdahulu... 47

III. METODE PENELITIAN ... 49

A. Ruang Lingkup Penelitian ... 49

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 49

C. Jenis Penelitian dan Sumber Data ... 51

D. Definisi Operasional Variabel ... 51

E. Spesifikasi Model Penelitian... 53

F. Uji Kesesuaian Model... 58

G. Evaluasi Model... 59

H. Pengujian Hipotesis... 63


(7)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 65

A. Keadaan Geografis ... 65

B. Analisis Data ... 66

C. Hasil Regresi Data Panel ... 69

D. Hasil Pemilihan Teknik Estimasi Regresi Data Panel ... 70

E. Regresi Data Panel Metode Fixed Effect... ... 72

F. Hasil Pengujian Terhadap Penyimpangan Asumsi Klasik ... 78

G. Pengujian Hipotesis... . 81

H. Penafsiran Koefisien Determinasi (R2) ... 83

I. Pembahasan Hasil Penelitian... 83

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 95

A. Kesimpulan ... 95

B. Saran ... 96

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel ... Halaman

2.1 Nilai Maksimum dan Nilai Minimum IPM ... ... 35

2.2 Penelitian Terdahulu ... 47

3.1 Nama Variabel Simbol, Satuan Pengukuran dan Sumber Data 52 3.2 Uji Statistik Durbin-Watson ... 62

4.1 Tingkat Pengangguran Menurut Provinsi ... 67

4.2 Hasil Regresi Data Panel. ... 69

4.3 Redundant Test... 71

4.4 Hasil Estimasi Panel Data Dengan Fixed Effect Model... 72

4.5 Nilai Koefisien Fixed Effect Model Pada Intersep Tiap Provinsi di Sumatera... 74

4.6 Rata-rata Tingkat Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi dan Kualitas Sumber Daya Manusia di Sumatera Tahun 2009 – 2013... . 77

4.7 Hasil Uji Heterokedastisitas Metode General Lease Square (Cross Section Weight)... 79

4.8 Hasil Uji Multikoleniaritas... 80

4.9 Hasil Uji Autokorelasi Dengan Menggunakan LM-test... 80

4.10 Hasil Uji Parsial (Uji t-statistik)... 81


(9)

(10)

(11)

MOTO

After every difficulty theres a relief.” (Al insyirah 5 – 6)

The happiest people are the ones who make others happy.” (Anonymous)

“Don’t stop when you’re tired, stop when you’re done.” (Anonymous)


(12)

(13)

PERSEMBAHAN

Dengan puji syukur kepada Allah SWT dan nabi besar Muhammad SAW atas rahmat dan hidayahnya, kupersembahkan karya yang sederhana ini dengan segala

ketulusan dan kerendahan hati kepada:

Mama dan Papa tercinta Dra. Ennywati Abidin dan Sugandhi Putra, S.Km, terima kasih atas doa dan kasih sayang yang diberikan kepadaku selama ini. Serta

dukungan semangat dari mama selama mengerjakan tugas akhir ini

Saudaraku Kiyay, Iyak yang telah menjadi motivasiku selama ini

Partner setiap hari M. Dany Bermanu yang telah memberi semangat dan waktunya selama ini

Sahabatku Raisa, Oyen, Wanda, Hana dan Hani yang telah memberi dukungan serta warna pada kehidupanku

Sahabat-sahabatku dari Jurusan Ekonomi Pembangunan terima kasih atas kebersamaan kita selama ini di Fakultas Ekonomi.

Dan

Almamater tercinta Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.


(14)

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap penulis adalah Inaya Insania Fitrie, penulis dilahirkan pada tanggal 5 Agustus 1992 di Bandar Lampung. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara, dari pasangan Sugandhi Putra S.Km (Alm.) dan Dra. Ennywati Abidin.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SDN II Rawa Laut Bandar Lampung pada Tahun 2004, sekolah menengah pertama di SMP Negeri 4 Bandar Lampung pada Tahun 2007 dan sekolah menengah atas di SMA Negeri 2 Bandar Lampung pada Tahun 2010.

Tahun 2010 penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas lampung Jurusan Ekonomi Pembangunan melalui jalur Seleksi Ujian Mandiri. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di lembaga kemahasiswaan Economics’ English Club (EEC) selaku secretary of 3rd division (2012/2013). Pada Tahun 2013 penulis melakukan kuliah kunjungan lapangan (KKL) ke Bank Indonesia, Kementrian Koperasi dan Badan Kebijakan Fiskal.


(15)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi dan Kualitas Sumber Daya Manusia Terhadap Tingkat Pengangguran di Sumatera” sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak terbantu dan didukung oleh berbagai pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini dengan ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Satria Bangsawan, S.E., M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

2. Bapak Muhammad Husaini, S.E., M.E.P. selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung. 3. Ibu Asih Murwiati, S.E., M.E. selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi

Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung. 4. Dr. Saimul, S.E., M.Si. selaku Dosen Pembimbing sekaligus Pembimbing


(16)

5. Ibu Emi Maimunah, S.E., M.Si. selaku Dosen Penguji Skripsi yang telah memberikan saran, pengetahuan nasihat, motivasi dan semangat kepada penulis untuk penyelesaian skripsi ini.

6. Seluruh dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan ilmu dan pelajaran yang sangat bermanfaat selama masa perkuliahan.

7. Mama dan Papa tercinta, Dra. Ennywati Abidin dan Sugandhi Putra, S.Km (Alm). Terima Kasih atas Cinta dan Kasih sayang serta dukungan yang diberikan selama ini, kesabaran serta doa yang tidak pernah lelah demi yang terbaik untuk anak-anaknya.

8. Kakak-kakaku Imam Nur Ramadhany dan Imanuriea Annisa Putri. Terima Kasih atas semangat dan motivasi untuk terus berjuang.

9. Team-mates terbaik M. Dany Bermanu. Terima Kasih atas dukungan, doa, tawa dan candanya selama masa penyelesaian skripsi ini.

10.Sahabat terdekatku, Raisa, Oyen, Wanda, Hana, Hani yang telah memberikan dukungan dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

11.Sahabat-sahabat Ekonomi Pembangunan 2010 selama kuliah, Ata, Gege, Cepew, Gege, Citra, Deni, Angga, Irfan serta seluruh teman-teman EP’10 yang tidak dapat disebutkan satu-persatu karena keterbatasan yang ada. 12.Keluarga Der Mondlicht Arlenti, Aulia, Ghisna, Ninis, Yessi, Dyra, Dima,

Diaz, Dina, Fania, Akbar, dan Aip atas waktu serta dukungannya selama ini. 13.Seluruh pengajar dan staff Soesilo43 yang telah memberikan semangat serta


(17)

15.Berbagai pihak yang telah memberikan kontribusi dalam penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi penulis berharap semoga karya sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Bandar Lampung, 19 Oktober 2015 Penulis,


(18)

I. PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang dalam

pengelompokkan negara berdasarkan taraf kesejahteraan masyarakat, dimana salah satu permasalahan yang dihadapi oleh negara berkembang (termasuk Indonesia) adalah masalah pengangguran. Pengangguran merupakan masalah yang sangat kompleks karena mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh

beberapa faktor yang saling berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila pengangguran tersebut tidak segera diatasi maka dapat

menimbulkan kerawanan sosial dan berpotensi mengakibatkan kemiskinan (Badan Pusat Statistik, 2013).

Persoalan pengangguran ini juga masih menjadi perhatian yang serius di antara banyak pihak, khususnya pemerintah dan masyarakat. Keadaan di Indonesia dalam beberapa tahun ini menunjukan bahwa pembangunan ekonomi yang telah tercipta tidak dapat mengadakan kesempatan kerja yang lebih banyak dan cepat. Semakin tingginya tingkat kelahiran penduduk namun tidak sejalan dengan banyaknya lapangan kerja yang tersedia, membuat jumlah pengangguran di Indonesia menjadi semakin tinggi. Oleh karenanya masalah pengangguran yang kita hadapi dari tahun ke tahun semakin bertambah banyak.


(19)

Sejalan dengan persoalan pengangguran diatas, negara manapun di dunia ini baik yang dikategorikan negara maju maupun negara sedang berkembang senantiasa menghadapi masalah pengangguran. Perbedaannya, negara berkembang tidak dapat mampu memberikan tunjangan kepada warga negaranya yang menganggur, sedangkan negara maju mampu memberikan jaminan tersebut.

Penduduk merupakan unsur penting dalam kegiatan ekonomi dan dalam usaha untuk membangun suatu perekonomian, meningkatkan produksi serta

mengembangkan kegiatan ekonomi, karena penduduk menyediakan tenaga kerja dan tenaga ahli yang di perlukan untuk menciptakan kegiatan ekonomi. Tetapi harus di sadari bahwa dengan jumlah penduduk yang besar saja bukan merupakan jaminan yang besar bagi berhasilnya pembangunan, karena tanpa ada peningkatan kesejahteraan justru dapat menjadi hambatan bagi program-program

pembangunan yang di laksanakan (Sukirno, 2011).

Sumatera memiliki jumlah penduduk yang cukup besar dan merupakan pulau terbesar kedua di Indonesia setelah Kalimantan. Tingkat kepadatan penduduk diperkirakan sebesar 105 jiwa per km2, dengan kepadatan tertinggi di Provinsi Kep. Riau mencapai 205 jiwa per km2, dan terendah Provinsi Jambi sebesar 62 jiwa per km2. Laju pertumbuhan penduduk Wilayah Sumatera dalam periode 2000-2010 mencapai 1,8 % per tahun, lebih tinggi dari laju pertumbuhan penduduk nasional 1,5 persen per tahun (BPS, 2013).

Jumlah penduduk yang banyak mempunyai akibat bagi kesempatan kerja. Jumlah penduduk yang banyak disertai kemampuan dan usaha dapat meningkatkan produktivitas dan membuka lapangan kerja baru, akan tetapi apabila jumlah


(20)

penduduk yang banyak tidak disertai dengan kemampuan dan usaha dapat menghambat kesempatan kerja dan bisa berakibat menimbulkan pengangguran.

Angka tingkat pengangguran di Indonesia hingga saat ini sebesar 7,39 juta orang dari total angkatan bekerja 118,19 juta orang. Sedangkan orang yang bekerja mencapai 110,80 juta orang (Badan Pusat Statistik, 2013). Tingkat pengangguran di Sumatera pada Februari 2013 mencapai 5,42 %, lebih rendah dibanding

dengan tingkat pengangguran nasional sebesar 5,92 %, dengan tingkat tertinggi di Provinsi Aceh dan terendah di Kepulauan Bangka Belitung. Dalam periode 2008 – 2013. jumlah penduduk bekerja bertambah sebanyak 11.468 orang, dengan jumlah penduduk bekerja pada Februari 2013 sebanyak 114.021 orang (Bappenas, 2013).

Kinerja yang dilakukan pemerintah dalam menekan jumlah tingkat pengangguran sebenarnya masih kurang maksimal. Salah satu sumber permasalahan banyaknya pengangguran adalah kurangnya lapangan pekerjaan, peluang usaha, urbanisasi, dan lain-lain. Banyak aspek yang menyebabkan kurangnya lapangan kerja dan peluang usaha, salah satu contoh adalah aspek kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah merupakan aspek yang penting karena kebijakan adalah bentuk intervensi pemerintah terhadap suatu hal yang menjadi wewenangnya.

Peran pemerintah berfungsi untuk melakukan kebijakan yang dapat menciptakan lapangan pekerjaan, serta menjalankan kebijakan yang konsisten tersebut dengan sungguh-sungguh sampai terlihat hasil yang maksimal. Pemerintah memberikan penyuluhan, pembinaan dan pelatihan kerja kepada masyarakat untuk bisa


(21)

masing-masing untuk mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktifitas dan kesejahteraan. Selain dari pemerintah, masyarakat juga harus ikut berpartisipasi dalam upaya pengurangan jumlah tingkat

pengangguran serta membantu dalam pembangunan ekonomi di Indonesia.

Menurut Keynes, campur tangan pemerintah sangat diperlukan dalam mengatasi masalah perekonomian. Pada tingkat makro, pemerintah harus aktif dalam mengendalikan perekonomian ke arah posisi full employment. Full employment merupakan sesuatu yang hanya bisa dicapai dengan tindakan yang terencana, dan bukan sesuatu yang akan datang secara otomatis.

Pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan rill per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan (Arsyad, 2004). Pembangunan mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat baik dilihat dari aspek ekonomi maupun sosial. Salah satu sasaran pembangunan adalah untuk menciptakan kesempatan kerja sebanyak-banyaknya agar angkatan kerja yang ada dapat terserap dalam kegiatan ekonomi (Rimbawan, 2010).

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya-sumber daya yang ada dan

membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad, 1999). Pembangunan ekonomi daerah pada intinya adalah menciptakan lapangan


(22)

kerja bagi penduduk daerah sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi pada daerah tersebut.

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator dalam menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan suatu dampak nyata dari kebijakan pembangunan yang dilaksanakan khususnya dibidang ekonomi. Tanpa adanya pertumbuhan ekonomi, maka pembangunan ekonomi kurang bermakna.

Perkembangan perekonomian wilayah Sumatera dalam kurun waktu 2009 – 2013 rata meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 6,35 % per tahun, dengan pertumbuhan ekonomi Tahun 2012 sebesar 6, 53 %. Pada tahun 2012 pertumbuhan ekonomi seluruh provinsi tumbuh positif (Bappenas, 2013). Pemerintah di tiap provinsi perlu untuk melakukan upaya dalam meningkatkan pertumbuhan ekonominya. Kegiatan perekonomian di provinsi dapat tumbuh dikarenakan di setiap daerah melakukan bermacam aktifitas/kegiatan ekonomi yang timbul di tiap daerah.

Tingkat pertumbuhan ekonomi merupakan indikator makro yang dapat menggambarkan peningkatan kinerja ekonomi wilayah. Dengan tingkat

pertumbuhan yang tinggi diharapkan produktivitas dan pendapatan masyarakat akan meningkat melalui penciptaan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha.

Selain itu, masalah pengendalian inflasi merupakan usaha yang penting dan menjadi tantangan bagi pemerintah. Meskipun laju pertumbuhan pendapatan perkapita meningkat tapi jika dibarengi dengan kenaikan harga yang melebihi peningkatan pendapatan maka akan mempengaruhi masyarakat dalam memenuhi


(23)

kebutuhan hidupnya dan hal ini akan mempengaruhi kesejahteraan (Per Menaker PER 01/MEN/1999 nomor 2). Pertumbuhan inflasi yang tinggi berdampak pada tingkat pengangguran. Bila tingkat inflasi tinggi, dapat menyebabkan angka tingkat pengangguran tinggi, ini berarti perkembangan kesempatan kerja menjadi semakin mengecil atau dengan kata lain jumlah tenaga kerja yang diserap juga akan kecil.

Namun, pada Tahun 1929 A.W Philips mengamati hubungan antara tingkat inflasi dan tingkat pengangguran di Inggris.A.W. Phillips menggambarkan bagaimana sebaran hubungan antara inflasi dengan tingkat pengangguran

didasarkan pada asumsi bahwa inflasi merupakan cerminan dari adanya kenaikan permintaan agregat. Dengan naiknya permintaan agregat, maka sesuai dengan teori permintaan, jika permintaan naik maka harga akan naik. Dengan tingginya harga (inflasi) maka untuk memenuhi permintaan tersebut produsen

meningkatkan kapasitas produksinya dengan menambah tenaga kerja (tenaga kerja merupakan satu satunya input yang dapat meningkatkan output). Akibat dari peningkatan permintaan tenaga kerja maka dengan naiknya harga-harga (inflasi) maka, pengangguran berkurang. Hasil pengamatan Phillips ini dikenal dengan Kurva Phillips.

Penerapan teori Phillips’s Curve di Indonesia diharapkan dapat memberikan penjelasan mengenai hubungan inflasi dan tingkat pengangguran di Indonesia. Pengangguran sebenarnya bukan masalah baru di Indonesia. Pengangguran sendiri adalah suatu kondisi dimana terjadi kelebihan jumlah pekerja yang ditawarkan dibandingkan permintaan. Karena pengangguran ini disebabkan adanya imbas dari naik turunnya kondisi ekonomi sehingga permintaan tenaga


(24)

kerja lebih rendah dari penawaran. Terjadi trade-off antara tingkat pengangguran dengan tingkat inflasi, seperti yang tergambarkan dalam Kurva Philip. Dimana saat angka tingkat pengangguran ingin diturunkan, angka tingkat inflasi akan meninggi dan begitupun sebaliknya, disaat kita ingin menurunkan tingkat inflasi, angka tingkat pengangguran menjadi tinggi. Diperlukan keadaan equilibrium yang sesuai antara kedua trade-off di atas.

Amir (2003) menganalisis pengaruh inflasi dan pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat pengangguran di Indonesia pada periode 1980 – 2005 dengan

menggunakan analisis grafis dan metode ANOVA. Variabel dependennya adalah tingkat pengangguran dan variabel independennya adalah inflasi. Hasilnya adalah terdapat hubungan negatif namun tidak signifikan antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat pengangguran baik secara statistik maupun grafis. Hal ini diduga karena inflasi di Indonesia lebih cenderung disebabkan oleh adanya kenaikan biaya produksi, seperti misalnya kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM), bukan karena kenaikan permintaan.

Perkembangan inflasi di Sumatera dari Tahun 2009 – 2013 sangat berfluktuatif. Beberapa faktor yang diperkirakan dapat mempengaruhi inflasi tetap berada di kisaran sasarannya antara lain terkait dengan prospek harga komoditas global yang masih akan rendah, ekspektasi inflasi yang terjaga, serta prospek

peningkatan produksi bahan pangan. Berdasarkan teori kurva philip, maka diharapkan inflasi yang rendah berkontribusi terhadap tingkat pengangguran yang tinggi, dan sebaliknya. Oleh karena itu berdasarkan pemaparan di atas, penelitian ini bermaksud untuk menganalisis hubungan antara inflasi dengan


(25)

tingkat pengangguran di Sumatera sesuai dengan pendekatan Kurva Phillips sehingga dapat diperoleh mekanisme kerja kedua variabel tersebut.

Dalam pembangunan ekonomi, peningkatan kualitas manusia merupakan sasaran utama pembangunan ekonomi, ini berarti bahwa semua sumber daya yang

diperlukan dalam pembangunan harus dikelola untuk meningkatkan kapabilitas manusia (Ul Haq, 1998). Berbagai ukuran pembangunan manusia dibuat untuk melihat pembangunan sosial dan ekonomi suatu negara, namun sejak publikasi pertama dari Laporan Pembangunan Manusia (Human Development Reports) pada 1990 oleh UNDP, Human Development Index (HDI) atau Indeks

Pembangunan Manusia (IPM) dibuktikan sebagai indikator pengukuran pembangunan manusia di seluruh dunia. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup atau kualitas sumber daya manusia.

Secara teori ekonomi, peningkatan pertumbuhan ekonomi dan kualitas sumber daya manusia seharusnya dapat menurunkan tingkat pengangguran yang ada. Teori ekonomi menyatakan jika pertumbuhan ekonomi meningkat menunjukkan semakin banyaknya output nasional, mengindikasikan semakin banyaknya orang yang bekerja sehingga seharusnya akan mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan (Hermanto,2008).

Kualitas sumber daya manusia dapat di lihat dari indeks kualitas hidup/indeks pembangunan manusia. Rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) akan berakibat pada rendahnya produktivitas kerja dari penduduk. Peningkatan


(26)

kualitas sumber daya manusia adalah upaya meningkatkan kualitas manusia yang menyangkut pengembangan aktivitas dalam bidang pendidikan dan latihan.

Keberhasilan pembangunan khususnya pembangunan manusia dapat dinilai secara parsial dengan melihat seberapa besar permasalahan yang paling mendasar di masyarakat tersebut dapat teratasi. Permasalahan-permasalahan tersebut

diantaranya adalah kemiskinan, pengangguran, buta huruf, ketahanan pangan, dan penegakan demokrasi. Namun persoalannya adalah capaian pembangunan

manusia secara parsial sangat bervariasi dimana beberapa aspek pembangunan tertentu berhasil dan beberapa aspek pembangunan lainnya gagal.

Keadaan pembangunan di provinsi-provinsi yang berada di Pulau Sumatera yang sedang dilakukan sekarang ini tidak luput dari permasalahan pengangguran. Berdasarkan hal ini maka penelitian akan difokuskan pada objek penelitian pengaruh pertumbuhan ekonomi, inflasi dan kualitas sumber daya manusia terhadap tingkat pengangguran di Sumatera.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat pengangguran di Sumatera

2. Bagaimana pengaruh inflasi terhadap tingkat pengangguran di Sumatera 3. Bagaimana pengaruh kualitas sumber daya manusia terhadap tingkat


(27)

C.Tujuan Penulisan

Untuk melihat seberapa besar jumlah pertumbuhan ekonomi, inflasi dan kualitas sumber daya manusia berpengaruh terhadap tingkat pengangguran di Sumatera

D.Manfaat Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dilakukan nya penelitian ini adalah:

1. Sebagai syarat kelulusan untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

2. Mahasiswa bisa mengetahui seberapa besar pengaruh pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi dan kualitas sumber daya manusia dengan tingkat pengangguran di Sumatera.

3. Sebagai Ilmu Pengetahuan. Secara umum penelitian ini diharapkan menambah khasanah ilmu ekonomi khususnya ekonomi pembangunan. Manfaat khusus bagi ilmu pengetahuan ini yaitu dapat melengkapi kajian mengenai

ketenagakerjaan serta pengangguran di Sumatera yang pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi, inflasi dan kualitas sumber daya manusia.

E.Kerangka Pemikiran

Tujuan utama pembangunan ekonomi diantaranya adalah untuk mengurangi jumlah tingkat pengangguran. Pengangguran merupakan salah satu indikator pengukur prestasi kegiatan ekonomi untuk menentukan tingkat kesejahteraan suatu masyarakat.


(28)

Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan tingkat pengangguran dijelaskan dalam teori hukum okun. Analisis pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat pengangguran menggunakan aplikasi Hukum Okun telah banyak diteliti. Metode yang digunakan adalah metode OLS untuk estimasi kuantitatifnya dengan tingkat pengangguran sebagai variabel dependen, pertumbuhan ekonomi dan angkatan kerja serta jumlah pengangguran periode sebelumnya sebagai variabel independen. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara pertumbuhan ekonomi dengan tingkat pengangguran sesuai dengan Hukum Okun (Simamare, 2006).

Kondisi perekonomian dengan tingkat inflasi yang tinggi dapat menyebabkan perubahan-perubahan dalam output dan kesempatan kerja. Tingkat inflasi yang tinggi berdampak pada tingkat pengangguran. Kurva Philips menyatakan terdapat trade off antara inflasi dengan tingkat pengangguran, yaitu apabila tingkat inflasi tinggi maka tingkat pengangguran rendah. Bila tingkat inflasi tinggi,

menyebabkan perusahaan membutuhkan tenaga kerja lebih untuk meningkatkan output. Hal ini berarti perkembangan kesempatan kerja menjadi bertambah atau dengan kata lain jumlah tenaga kerja yang diserap juga akan tinggi dan tingkat pengangguran akan menurun. (Samuelson dan Nordhaus, 2004).

Meningkatnya kualitas sumber daya manusia disuatu provinsi mempengaruhi pembangunan ekonomi yang sedang dijalankan suatu provinsi. Secara umum, peningkatan sumber daya manusia Indonesia ditandai dengan meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM terdiri dari tiga komponen yang berhubungan dengan tingkat produktifitas masyarakatnya. Dengan masyarakat yang sehat dan berpendidikan, produktifitas masyarakat akan meningkat dan


(29)

akan meningkatkan pula pengeluaran untuk konsumsinya. Pembangunan manusia merupakan tujuan pembangunan itu sendiri, yang mana pembangunan manusia memainkan peranan kunci dalam membentuk kemampuan sebuah negara dalam menyerap teknologi modern dan untuk mengembangkan

kapasitasnya agar tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan. Dimana dalam pembangunan berkelanjutan tersebut adalah dengan salah satunya mengurangi jumlah pengangguran yang ada (Putu Eka, 2005).

Dari pernyataan-pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat

pengangguran, pertumbuhan ekonomi, inflasi dan peningkatan kualitas SDM adalah isu-isu yang penting bagi kehidupan sosial dan ekonomi dari setiap negara. Penelitian terdahulu banyak mengacu pada masalah pengangguran, yang menjelaskan bahwa pengangguran merupakan sifat endemik di banyak negara, terutama negara berkembang.

Untuk memudahkan kegiatan penelitian yang akan dilakukan serta untuk memperjelas akar pemikiran dalam penelitian ini, berikut ini gambar kerangka pemikiran yang sistematis:

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran Pertumbuhan Ekonomi

Inflasi

Kualitas SDM


(30)

F. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian, yang kebenarannya harus diuji secara empiris. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Diduga variabel pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif terhadap tingkat pengangguran di Sumatera

2. Diduga variabel inflasi berpengaruh negatif terhadap tingkat pengangguran di Sumatera

3. Diduga kualitas sumber daya manusia berpengaruh negatif terhadap tingkat pengangguran di Sumatera


(31)

II.TINJAUAN PUSTAKA

A.Pengangguran

Penduduk usia kerja adalah penduduk berusia di atas 15 tahun. Penduduk usia kerja dibagi menjadi dua kelompok, yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Tenaga kerja atau man power terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja atau labor force terdiri dari (1) golongan yang bekerja, dan (2) golongan yang menganggur dan mencari pekerjaan (Belante, 1990).

Pengangguran adalah penduduk yang tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan atau sedang mempersiapkan suatu usaha atau penduduk yang mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan atau yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi belum memulai bekerja (BPS, 2013).

Pengangguran dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu pengangguran siklis, pengangguran friksional, dan pengangguran struktural. Pengangguran siklis adalah penganggur yang terjadi karena permintaan yang tidak memadai untuk membeli semua potensi output ekonomi, sehingga mengakibatkan senjang resesi di mana output aktual lebih kecil dari keluaran potensial. Kelompok penganggur ini juga dikatakan sebagai orang yang menganggur dengan terpaksa, dengan kata lain mereka ingin bekerja dengan tingkat upah yang berlaku tetapi pekerjaan yang


(32)

mereka inginkan tidak tersedia. Pengangguran struktural mengacu pada pengangguran yang disebabkan akibat ketidaksesuaian antar struktur angkatan kerja berdasarkan jenis keterampilan, pekerjaan, industri atau lokasi geografis dan strutur permintaan tenaga kerja. Pengangguran struktural merupakan pengangguran yang disebabkan oleh kekakuan upah dan penjatahan pekerjaan (Mankiw, 2000). Para pekerja yang tidak dipekerjakan bukan karena mereka aktif untuk mencari pekerjaan yang cocok untuk mereka, namun pada tingkat upah yang berlaku, penawaran tenaga kerja melebihi permintaannya. Sedangkan pengangguran friksional diakibatkan oleh perputaran normal tenaga kerja. Sumber penting pengangguran friksional adalah orang-orang muda yang memasuki angkatan kerja dan mencari pekerjaan (Lipsey,1997).

Pengangguran akan selalu muncul dalam suatu perekonomian karena beberapa alasan. Alasan pertama adalah adanya proses pencarian kerja, yaitu

dibutuhkannya waktu untuk mencocokkan para pekerja dan pekerjaan. Alasan kedua adalah adanya kekakuan upah. Kekakuan upah ini dapat disebabkan oleh tiga hal, yaitu adanya kebijakan upah minimum, daya tawar kolektif dari serikat pekerja, dan upah efisiensi (Mankiw, 2000).

Pengangguran sering diartikan sebagai angkatan kerja yang belum bekerja atau bekerja secara tidak optimal (Sadono, 2001). Berdasarkan pengertian tersebut, maka pengangguran dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:

1. Pengangguran Terbuka (Open Unemployment)

Pengangguran terbuka adalah tenaga kerja yang betul-betul tidak mempunyai pekerjaan. Pengangguran ini terjadi ada yang karena belum


(33)

mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara maksimal dan ada juga yang karena malas mencari pekerjaan atau malas bekerja.

2. Pengangguran Terselubung (Disguessed Unemployment)

Pengangguran terselubung yaitu pengangguran yang terjadi karena terlalu banyaknya tenaga kerja untuk satu unit pekerjaan padahal dengan

mengurangi tenaga kerja tersebut sampai jumlah tertentu tetap tidak mengurangi jumlah produksi. Pengangguran terselubung bisa juga terjadi karena seseorang yang bekerja tidak sesuai dengan bakat dan

kemampuannya, akhirnya bekerja tidak optimal. 3. Setengah Menganggur (Under Unemployment)

Setengah menganggur ialah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena tidak ada pekerjaan untuk sementara waktu. Ada yang mengatakan bahwa tenaga kerja setengah menganggur ini adalah tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam dalam seminggu atau kurang dari 7 jam sehari. Misalnya seorang buruh bangunan yang telah menyelesaikan pekerjaan di suatu proyek, untuk sementara menganggur sambil

menunggu proyek berikutnya.

Bila ditinjau dari sebab-sebabnya, pengangguran dapat digolongkan menjadi 7, yaitu (Marius, 2004):

1. Pengangguran Friksional (Transisional)

Pengangguran ini timbul karena perpindahan orang-orang dari satu daerah ke daerah lain, dari satu pekerjaan ke pekerjaan yang lain dan karena tahapan siklus hidup yang berbeda.


(34)

2. Pengangguran Struktural

Pengangguran ini terjadi karena adanya perubahan dalam struktur perekonomian yang menyebabkan kelemahan di bidang keahlian lain. Contoh: Suatu daerah yang tadinya agraris (pertanian) menjadi daerah industri, maka tenaga bidang pertanian akan menganggur.

3. Pengangguran Siklikal atau Siklus atau Konjungtural

Pengangguran ini terjadi karena adanya gelombang konjungtur, yaitu adanya resesi atau kemunduran dalam kegiatan ekonomi. Contoh: Disuatu perusahaan ketika sedang maju butuh tenaga kerja baru untuk perluasan usaha. Sebaliknya ketika usahanya merugi terus maka akan terjadi PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) atau pemecatan.

4. Pengangguran Musiman (Seasonal)

Pengangguran musiman terjadi karena adanya perubahan musim. Contoh: pada musim panen, para petani bekerja dengan giat, sementara

sebelumnya banyak menganggur. 5. Pengangguran Teknologi

Pengangguran ini terjadi karena adanya penggunaan alat–alat teknologi yang semakin modern.

6. Pengangguran Politis

Pengangguran ini terjadi karena adanya peraturan pemerintah yang secara langsung atau tidak, mengakibatkan pengangguran.


(35)

7. Pengangguran Deflator

Pengangguran deflatoir ini disebabkan tidak cukup tersedianya lapangan pekerjaan dalam perekonomian secara keseluruhan, atau karena jumlah tenaga kerja melebihi kesempatan kerja, maka timbullah pengangguran.

B.Pertumbuhan Ekonomi

Teori pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai penjelasan mengenai faktor-faktor apa yang menentukan kenaikan output perkapita dalam jangka panjang, dan penjelasan mengenai bagaimana faktor-faktor tersebut sehingga terjadi proses-proses pertumbuhan (Boediono, 1999). Output per kapita adalah output total dibagi dengan jumlah penduduk (Aditya, 2010).

Menurut Nafziger (Aditya, 2010), pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan produksi suatu negara atau kenaikan pendapatan per kapita suatu negara, sedangkan menurut Kuznets, pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk

menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau

penyesuaian-penyesuaian teknologi, institusional (kelembagaan), dan ideologis terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada. Tiga faktor utama dalam

pertumbuhan ekonomi, yaitu :

1) Akumulasi modal termasuk semua investasi baru yang berwujud tanah (lahan), peralatan fiskal, dan sumber daya manusia (human resources). Akumulasi modal akan terjadi jika ada sebagian dari pendapatan sekarang di tabung yang kemudian diinvestasikan kembali dengan tujuan untuk


(36)

memperbesar output di masa-masa mendatang. Investasi juga harus disertai dengan investasi infrastruktur, yaitu berupa jalan, listrik, air bersih, fasilitas sanitasi, fasilitas komunikasi, demi menunjang aktivitas ekonomi produktif. Investasi dalam pembinaan sumber daya manusia bermuara pada peningkatan kualitas modal manusia, yang pada akhirnya dapat berdampak positif terhadap angka produksi.

2) Pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja. Pertumbuhan penduduk dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan jumlah angka kerja (labor force) secara tradisional telah dianggap sebagai faktor yang positif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi. Artinya, semakin banyak angkatan kerja semakin produktif tenaga kerja, sedangkan semakin banyak penduduk akan meningkatkan potensi pasar domestiknya.

3) Kemajuan Teknologi. Kemajuan teknologi disebabkan oleh teknologi cara-cara baru dan cara-cara lama yang diperbaiki dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan tradisional. Ada 3 klasifikasi kemajuan teknologi, yaitu:

a. Kemajuan teknologi yang bersifat netral, terjadi jika tingkat output yang dicapai lebih tinggi pada kuantitas dan kombinasi-kombinasi input yang sama.

b. Kemajuan teknologi yang bersifat hemat tenaga kerja (labor saving) atau hemat modal (capital saving), yaitu tingkat output yang lebih tinggi bisa dicapai dengan jumlah tenaga kerja atau input modal yang sama.


(37)

c. Kemajuan teknologi yang meningkatkan modal, terjadi jika

penggunaan teknologi tersebut memungkinkan kita memanfaatkan barang modal yang ada secara lebih produktif (Todaro, 2004). Laju pertumbuhan ekonomi pada satu tahun tertentu dapat dilihat dengan menggunakan rumus berikut (Djojohadikusumo, 1994):

G(t-1,t) = GDPt– GDPt-1 x 100%

GDPt-1

Dimana :

G : Tingkat pertumbuhan ekonomi yang dinyatakan dalam persen GDPt : Pendapatan nasional pada tahun t

GDPt-1 : Pendapatan nasional pada tahun sebelumnya

Menurut Nugraheni, pengukuran akan kemajuan sebuah perekonomian

memerlukan alat ukur yang tepat, beberapa alat pengukur pertumbuhan ekonomi antara lain yaitu (Aditya, 2010):

a) Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik Bruto (PDB), atau di tingkat regional disebut Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), merupakan jumlah barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh suatu perekonomian dalam satu tahun dan dinyatakan dalam harga pasar. Baik PDB atau PDRB merupakan ukuran yang global sifatnya, dan bukan merupakan alat ukur pertumbuhan ekonomi yang tepat, karena belum dapat mencerminkan kesejahteraan penduduk yang sesungguhnya, padahal sesungguhnya kesejahteraan harus dinikmati oleh setiap penduduk di negara atau daerah yang bersangkutan. b) Produk Domestik Bruto Per kapita/Pendapatan Per kapita


(38)

Produk domestik bruto per kapita atau produk domestik regional bruto perkapita pada skala daerah dapat digunakan sebagai pengukur

pertumbuhan ekonomi yang lebih baik karena lebih tepat mencerminkan kesejahteraan penduduk suatu negara dari pada nilai PDB atau PDRB saja. Produk domestik bruto per kapita baik di tingkat nasional maupun di daerah adalah jumlah PDB nasional atau PRDB suatu daerah dibagi dengan jumlah penduduk di negara maupun di daerah yang bersangkutan, atau dapat disebut juga sebagai PDB atau PDRB rata-rata.

Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah pada periode tertentu adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDRB pada dasarnya merupakan nilai tambah (value added) yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun, sedang PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK)

menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan harga yang berlaku pada satu waktu tertentu sebagai tahun dasar (BPS, 2013).

Perkembangan PDRB ADHB dari tahun ke tahun menggambarkan

perkembangan yang disebabkan oleh adanya perubahan dalam volume produksi barang dan jasa yang dihasilkan dan perubahan dalam tingkat harganya dan menunjukkan pendapatan yang dapat dinikmati oleh penduduk suatu daerah serta menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada setiap tahun. PDRB ADHB ini digunakan untuk melihat struktur ekonomi


(39)

pada suatu tahun. Oleh karenanya untuk dapat mengukur perubahan volume produksi atau perkembangan produktivitas secara nyata, faktor pengaruh atas perubahan harga perlu dihilangkan dengan cara menghitung PDRB ADHK.

Penghitungan atas dasar harga konstan ini berguna antara lain dalam perencanaan ekonomi, proyeksi dan untuk menilai pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan maupun sektoral. PDRB menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan apabila dikaitkan dengan data mengenai tenaga kerja dan barang modal yang dipakai dalam proses produksi, dapat memberikan gambaran tentang tingkat produktivitas dan kapasitas produksi dari masing-masing lapangan usaha tersebut. Penghitungan PDRB ada tiga pendekatan yang digunakan, antara lain (BPS, 2013):

1. Pendekatan Produksi

PDRB adalah jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah tertentu pada periode tertentu. Nilai tambah merupakan hasil pengurangan output dengan input antara. Unit-unit produksi dikelompokkan menjadi 9 (sembilan) lapangan usaha (sektor). PDRB menurut lapangan usaha dikelompokkan dalam sembilan sektor:

a. Pertanian

b. Pertambangan dan Penggalian c. Industri Pengolahan

d. Listrik, gas, dan air bersih e. Bangunan

f. Perdagangan, hotel, dan restoran g. Pengangkutan dan komunikasi

h. Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan i. Jasa-jasa


(40)

2. Pendekatan Pendapatan

PDRB merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi pada suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Balas jasa faktor produksi tersebut adalah upah dan gaji (balas jasa tenaga kerja), sewa tanah (balas jasa tanah), bunga modal (balas jasa modal) dan keuntungan (balas jasa kewiraswastaan), semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam definisi ini, PDRB mencakup penyusutan dan pajak tak langsung neto (pajak tak langsung dikurangi subsidi).

3. Pendekatan Pengeluaran

PDRB adalah jumlah semua komponen permintaan akhir yang terdiri dari: (1) pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba, (2) konsumsi pemerintah, (3) pembentukan modal tetap domestik bruto, (4) perubahan stok dan (5) ekspor neto (ekspor dikurangi impor). Dengan kata lain, PDRB merupakan jumlah dari empat kelompok pengeluaran yaitu konsumsi, investasi, pembelian pemerintah, dan ekspor neto (Mankiw, 2000). Jika dituliskan ke dalam suatu formula, dimana PDRB disimbolkan dengan Y, maka: Y = C + I + G + NX.

Konsumsi (C) terdiri barang dan jasa yang dibeli rumah tangga. Konsumsi dibagi menjadi tiga subkelompok yaitu barang tidak tahan lama, barang tahan lama, dan jasa. Investasi (I) terdiri dari barang-barang yang dibeli untuk penggunaan masa depan. Pengeluaran pemerintah (G) adalah barang dan jasa yang dibeli oleh pemerintah pusat, negara bagian, dan daerah. Kelompok ini meliputi peralatan militer, jalan layang, dan jasa yang diberikan pegawai pemerintah. Ekspor neto


(41)

(NX) memperhitungkan perdagangan dengan negara lain. Ekspor neto adalah nilai barang dan jasa yang diekspor ke negara lain dikurangi nilai barang dan jasa yang diimpor dari negara lain.

PDRB per kapita merupakan gambaran nilai tambah yang bisa diciptakan oleh masing-masing penduduk akibat dari adanya aktivitas produksi. Nilai PDRB per kapita didapatkan dari hasil bagi antara total PDRB dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. PDRB per kapita sering digunakan untuk mengukur tingkat kemakmuran penduduk suatu daerah. Apabila data tersebut disajikan secara berkala akan menunjukkan adanya perubahan kemakmuran. Menurut Jhingan (2010), kenaikan pendapatan per kapita dapat tidak menaikkan standar hidup riil masyarakat apabila pendapatan per kapita meningkat akan tetapi konsumsi per kapita turun. Hal ini disebabkan kenaikan pendapatan tersebut hanya dinikmati oleh beberapa orang kaya dan tidak oleh banyak orang miskin. Di samping itu, rakyat mungkin meningkatkan tingkat tabungan mereka atau bahkan pemerintah sendiri menghabiskan pendapatan yang meningkat itu untuk keperluan militer atau keperluan lain.

C.Hukum Okun

Pada Tahun 1962, Okun dalam artikelnya menyajikan dua hubungan empiris yang menghubungkan tingkat pengangguran dan output riil, yang kemudian dikenal menjadi Hukum Okun. Hingga saat ini,kedua persamaan sederhana yang dikembangkan Okun telah digunakan sebagai aturan praktis sejak saat itu.


(42)

Kedua hubungan Okun muncul dari pengamatan dimana lebih banyak tenaga kerja biasanya diperlukan untuk menghasilkan lebih banyak barang dan jasa dalam suatu perekonomian. Lebih banyak tenaga kerja bisa diartikan dalam berbagai bentuk, seperti memiliki karyawan yang bekerja lebih lama atau menyewa lebih banyak pekerja. Untuk menyederhanakan analisis, Okun

mengasumsikan bahwa tingkat pengangguran dapat berfungsi sebagai pengganti variabel dari jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam perekonomian.

The difference version (Okun, 1962). Hubungan Okun yang pertama mengungkap bagaimana perubahan dalam tingkat pengangguran dari satu seperempat hingga berikutnya berpindah secara triwulanan dalam output riil. Bentuk formulanya (Knotek, 2007):

Perubahan pada tingkat pengangguran = a + b * (pertumbuhan output Real)

Hubungan ini disebut difference version dari hukum Okun. Disini Okun

menemukan bahwa terdapat hubungan yang terjadi dalam waktu yang bersamaan antara pertumbuhan output dan perubahan dalampengangguran yaitu, bagaimana output tumbuh bervariasi secara bersamaan dengan perubahan dalam tingkat pengangguran. Parameter b sering disebut sebagai "koefisien Okun".

The gap version (Okun, 1962). Pada hubungan okun yang pertama didasarkan pada statistik makroekonomi mudah diakses, sedangkan hubungan kedua Okun mengaitkan tingkat pengangguran dengan kesenjangan antara output potensial dan output aktual. Dalam output potensial, Okun berusaha untuk mengidentifikasi berapa banyak perekonomian akan memproduksi dalam kondisi fullemployment. Dalam kondisi full employment, Okun mempertimbangkan apa yang dia yakini


(43)

bahwa tingkat pengangguran berada pada level cukup rendah untuk menghasilkan sebanyak mungkin output tanpa menghasilkan terlalu banyak tekanan inflasi.

Tingkat pengangguran yang tinggi, menurut Okun, biasanya akan dikaitkan dengan sumber daya yang tidak terpakai. Dalam keadaan seperti itu, yang akan terjadi adalah tingkat output aktual berada dibawah kemampuan potensialnya. Tingkat pengangguran yang sangat rendah akan dikaitkan dengan skenario terbalik.

Dengan demikian hubungan kedua dari Hukum Okun, atau gap version dari hukum Okun memiliki formula (Knotek, 2007):

Tingkat Pengangguran = c + d *(Gap antara output potensial dan output aktual)

Variabel c dapat diartikan sebagai tingkat pengangguran yang terkait dengan full employment. Koefisien d akan bernilai positif agar sesuai dengan persamaan diatas.

The dynamic version (Okun, 1962). Salah satu dari pengamatan Okun menyatakan bahwa baik output masa lalu dan saat ini dapat berdampak pada tingkat pengangguran saat ini. Dalam difference version Hukum Okun, hal ini diartikan bahwa beberapa variabel yang relevan telah dihilangkan dari sisi kanan dari persamaan. Sebagian didasarkan pada saran dimana banyak dari ekonom lain untuk menggunakan versi dinamis dari Hukum Okun.

Bentuk umum untuk dynamic version Hukum Okun akan menunjukkan


(44)

tingkat pengangguran sebagai variabel di sisi kanan persamaan. Variabel ini akan menjelaskan perubahan tingkat pengangguran yang terjadi saat ini pada sebelah kiri persamaan. Dynamic version dari hukum Okun ini memberi ruang beberapa kemiripan dengan difference version asli dari hukum Okun. Namun, pada dasarnya tetap berbeda karena tidak hanya menangkap korelasi yang terjadi secara bersamaan antara perubahan tingkat pengangguran dan pertumbuhan output riil. Hubungan dinamis tidak ketat terkait waktu terjadinya hubungan antara pertumbuhan output dan perubahan tingkat pengangguran. Namun kelemahan dari versi ini adalah bahwa hubungan antar variabel tidak dapat ditafsirkan secara sederhana seperti difference version yang asli dari Hukum Okun.

D.Inflasi

Dalam rangka mendukung perkembangan ekonomi daerah yang

berkesinambungan dan menjaga kesejahteraan masyarakat, maka sangat penting untuk menjaga tingkat inflasi. Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan berfluktuasi memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat. Inflasi, selain menggerus dayabeli, juga akan menyulitkan pelaku usaha di dalam mengkalkulasi biaya input produksi dan secara makro dapat mengganggu kinerja pertumbuhan ekonomi.

Data historis menunjukkan bahwa inflasi di Indonesia lebih banyak dipengaruhi oleh supply shock dan kebijakan administered price. Jika sumber inflasi adalah


(45)

gangguan disisi produksi, maka penanganan jangka pendeknya dapat dilakukan dengan relatif cepat, yaitu antara lain dengan cara meningkatkan pasokan melalui impor maupun intervensi pasar yang terukur dengan tetap memperhatikan

keseimbangan disisi permintaan dan penawaran. Dalam penanganan jangka panjang dapat juga dilakukan dengan cara meningkatkan produksi melalui peningkatan kapasitas.

Namun demikian, jika faktor penyebab inflasi adalah kebijakan administered price, maka penanganannya relatif lebih sulit dan dampaknya dapat bersifat langsung maupun tidak langsung dan bersifat struktural. Sementara itu, kalau faktor penyebab inflasi adalah karena peningkatan konsumsi maka kebijakan Bank Indonesia akan lebih efektif. Mengingat inflasi di Indonesia lebih banyak dipengaruhi oleh sisi penawaran, maka koordinasi antara Bank Indonesia,

pemerintah dan pihak terkait lainnya harus kuat. Hal tersebut dilandasi kesadaran bahwa inflasi bukan hanya dipengaruhi oleh fenomena moneter, melainkan juga fenomena fiskal dan sektor riil. Koordinasi tidak hanya dilaksanakan di level pemerintah pusat, namun juga harus dilaksanakan di level daerah karena lebih dari 70% inflasi di Indonesia bersumber dari inflasi di daerah.

a. Definisi Inflasi

Secara sederhana inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi.


(46)

Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah Indeks Harga Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Sejak Juli 2008, paket barang dan jasa dalam keranjang IHK telah dilakukan atas dasar Survei Biaya Hidup (SBH) Tahun 2007 yang dilaksanakan oleh (BPS).

Kemudian, BPS akan memonitor perkembangan harga dari barang dan jasa tersebut secara bulanan di beberapa kota, di pasar tradisional dan modern terhadap beberapa jenis barang/jasa di setiap kota.

Indikator inflasi lainnya berdasarkan international best practice antara lain:

1. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Harga Perdagangan Besar dari suatu komoditas ialah harga transaksi yang terjadi antara penjual dan pedagang besar pertama dengan pembeli dan pedagang besar berikutnya dalam jumlah besar pada pasar pertama atas suatu komoditas.

2. Deflator Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan pengukuran level harga barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi di dalam suatu ekonomi (negeri). Deflator PDB dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar harga nominal dengan PDB atas dasar harga konstan.

b. Pengelompokan Inflasi

Inflasi yang diukur dengan IHK di Indonesia dikelompokan ke dalam 7 kelompok pengeluaran (berdasarkan the classification of individual consumption by

purpose), yaitu :


(47)

2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau 3. Kelompok Perumahan

4. Kelompok Sandang 5. Kelompok Kesehatan

6. Kelompok Pendidikan dan Olah Raga 7. Kelompok Transportasi dan Komunikasi. E.Kurva Philips

Pada tahun 1958, ekonom A.W. Phillips menerbitkan sebuah artikel berjudul “The Relationship between Unemployment and the Rate of Change of Money Wages in United Kingdom, 1861-1957”. Pada artikel tersebut Phillips

memperlihatkan korelasi negatif antara tingkat pengangguran dan inflasi (tingkat perubahan upah). Phillips memperlihatkan bahwa tahun-tahun dengan tingkat pengangguran yang rendah cenderung disertai oleh inflasi yang tinggi, dan tahun-tahun dengan tingkat pengangguran tinggi cenderung disertai dengan inflasi yang rendah (Samuelson, 1985).

Gambar 2.1 Kurva Philips Inflation Rate

(%) Per Year

Unemployment Rate % Sumber: Salvatore, 2007


(48)

Berdasarkan gambar 2.1 A.W Phillips menggambarkan hubungan antara tingkat inflasi dengan tingkat pengangguran didasarkan pada asumsi bahwa inflasi merupakan cerminan dari adanya kenaikan permintaan agregat. Dengan naiknya permintaan agregat, berdasarkan teori permintaan, permintaan akan naik,

kemudian harga akan naik pula.

Dengan tingginya harga (inflasi) maka untuk memenuhi permintaan tersebut produsen meningkatkan kapasitas produksinya dengan menambah tenaga kerja (tenaga kerja merupakan satu-satunya input yang dapat meningkatkan output). Akibat dari peningkatan permintaan tenaga kerja, maka dengan naiknya harga-harga (inflasi) pengangguran berkurang.

Tiga komponen pembentuk kurva Phillips adalah: a) Ekspektasi inflasi (e)

b) Pengangguran siklis (U-Un) c) Guncangan penawaran (v)

Persamaan kurva Phillips adalah:

= e - (U-Un) + v

Di mana adalah inflasi, e adalah ekspektasi inflasi, U adalah tingkat

pengangguran dan Un adalah tingkat pengangguran alamiah (Non-Accelerating Inflation Rate of Unemployment) menunjukkan besarnya respon tingkat inflasi terhadap perubahan tingkat pengangguran siklis dapat menunjukkan besarnya rasio pengorbanan (sacrifice ratio) yang terjadi. Tanda negatif sebelum parameter


(49)

menunjukkan hubungan negatif antara inflasi dengan tingkat pengangguran (Amir, 2007).

F. Kulitas Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia merupakan daya yang bersumber dari manusia. Daya yang bersumber dari manusia dapat juga disebut tenaga atau kekuatan (energi atau power). Sesuatu yang harus utuh dan berkualitas, dapat dilihat dari aspek yang relatif mudah untuk dibangun sampai ke aspek yang relatif rumit.

Pengertian sumber daya manusia dikemukakan pula oleh Sedarmayanti (2001) dalam buku “Sumber Daya manusia dan produktivitas Kerja” bahwa sumber daya manusia adalah tenaga kerja atau pegawai di dalam suatu organisasi yang mempunyai peran penting dalam mencapai keberhasilan.

Dalam buku “Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Bisnis Kompetitif”, Nawawi (1997) mengartikan SDM manusia yang bekerja di suatu organisasi (disebut juga personal tenaga kerja, atau karyawan).

Sedangkan Menurut Ndraha (1997) dalam bukunya “Pengantar Teori

Pengembangan Sumber Daya Manusia” mengatakan bahwa pengertian kualitas sumber daya manusia, yaitu sumber daya manusia yang berkualitas adalah sumber daya manusia yang mampu menciptakan bukan saja nilai komparatif, tetapi juga nilai kompetitif – generatif – inovatif dengan menggunakan energi tertinggi seperti intelligence, creativity, dan imagination, tidak lagi semata-mata menggunakan energi kasar seperti bahan mentah, lahan, air, energi otot, dan sebagainya.


(50)

Pembangunan manusia secara holistik mempunyai 4 (empat) unsur penting, yaitu peningkatan produktivitas, pemerataan kesempatan, kesinambungan

pembangunan, dan pemberdayaan manusia, melalui perbaikan pendidikan dan kesehatan didaerah tersebut yang tertuang dalam indeks pembangunan manusia. Pembangunan manusia memiliki banyak dimensi. Indeks pembangunan manusia (IPM) merupakan ukuran capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. IPM menggambarkan beberapa komponen, yaitu (1) capaian umur panjang dan sehat yang mewakili bidang kesehatan. (2) angka melek huruf, partisipasi sekolah dan rata-rata lamanya bersekolah mengukur kinerja pembangunan bidang pendidikan. (3) kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya

pengeluaran per kapita (BPS, 2013).

Indikator Indeks Pembangunan Manusia merupakan salah satu indikator untuk mengukur taraf kualitas fisik dan non fisik penduduk. Kualitas fisik; tercermin dari angka harapan hidup; sedangkan kualitas non fisik (intelektualitas) melalui lamanya rata-rata penduduk bersekolah dan angka melek huruf; dan

mempertimbangkan kemampuan ekonomi masyarakat yang tercermin dari nilai Purcashing Power Parity Index (PPP) (Bappeda, 2007).

IPM mengukur pencapaian keseluruhan dari satu daerah/negara dalam tiga dimensi dasar pembangunan manusia, yaitu lamanya hidup, pengetahuan dan status standar hidup yang layak. Ketiganya diukur dengan angka harapan hidup, pencapaian pendidikan dan pengeluaran per kapita (Bappeda, 2007).


(51)

Sumber: BPS, BAPPENAS, UNDP (2004)

Gambar 2.2 Gambaran Umum Indeks Pembangunan Manusia Secara lebih lengkap, tiga dimensi pembangunan manusia diperlihatkan pada Gambar 2.2, yaitu (1) Dimensi ekonomi yang diwujudkan oleh kehidupan yang layak dan diukur dengan indikator pengetahuan per kapita riil; (2) Dimensi sosial, diwujudkan oleh tingkat pengetahuan dan diukur oleh angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah; (3) Dimensi kesehatan, perwujudannya adalah umur panjang dan sehat dengan indikator yaitu angka harapan hidup saat lahir (Siregar dalam Hidayat, 2008). Angka Harapan Hidup ketika lahir merupakan suatu perkiraan rata-rata lamanya hidup sejak lahir yang akan dicapai oleh sekelompok penduduk yang dilahirkan pada tahun tersebut. Angka Harapan Hidup ini dapat dijadikan sebagai tolak ukur indikator kesehatan. Semakin tinggi Angka Harapan

Umur panjang dan

sehat

Pengetahuan Kehidupan yang layak

Angka harapan hidup pada saat

lahir Indeks harapan hidup Angka Melek Huruf (AMH) Indeks AMH Rata-rata Lama Sekolah (RLS) Indeks RLS Indeks Pendidikan Pengeluaran per kapita riil

yang disesuaikan Indeks Pendapatan Indeks Pembangunan Manusia DIMENSI INDIKATOR INDEKS DIMENSI


(52)

Hidup (AHH) suatu masyarakat mengindikasikan tingginya derajat kesehatan masyarakat tersebut (BPS, 2004).

Perubahan dalam indeks pembangunan manusia dipengaruhi oleh tiga indikator, yaitu: indeks harapan hidup, indeks pendidikan, dan indeks daya beli. Oleh karena itu, perubahan dalam IPM terkait erat dengan perubahan ketiga indeks tersebut. Terdapat Nilai maksimum dan minimum dari indikator-indikator IPM yang diperlihatkan pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Nilai Maksimum dan Nilai Minimum IPM

Sumber: BPS, Bappenas, UNDP (2004)

Penghitungan IPM sebagai indikator pembangunan manusia memiliki tujuan penting, diantaranya:

 Membangun indikator yang mengukur dimensi dasar pembangunan manusia dan perluasan kebebasan memilih.

 Memanfaatkan sejumlah indikator untuk menjaga ukuran tersebut sederhana.

 Membentuk satu indeks komposit dari pada menggunakan sejumlah indeks dasar.

 Menciptakan suatu ukuran yang mencakup aspek sosial dan ekonomi.

Indikator IPM

Nilai Maksimum

Nilai

Minimum Catatan

Angka Harapan Hidup 85 25 Sesuai Standar Global (UNDP) Angka Melek Huruf 100 0 Sesuai Standar Global (UNDP) Rata-rata Lama

Sekolah 15 0 Sesuai Standar Global (UNDP)

Konsumsi per kapita

yang Disesuaikan 732,720 300,000

UNDP menggunakan PDB per kapita riil yang disesuaikan


(53)

Indeks tersebut merupakan indeks dasar yang tersusun dari dimensi berikut ini :  Umur panjang dan kehidupan yang sehat, dengan indikator angka harapan

hidup;

 Pengetahuan, yang diukur dengan angka melek huruf dan kombinasi dari angka partisipasi sekolah untuk tingkat dasar, menengah dan tinggi; dan  Standar hidup yang layak, dengan indikator PDRB per kapita dalam

bentuk Purchasing Power Parity (PPP) (Bappenas, 2004)

Beberapa tahapan dalam penghitungan IPM (Bappenas, 2004) dapat dijelaskan sebagai berikut:

 Tahap pertama penghitungan IPM adalah menghitung indeks masing-masing komponen IPM (harapan hidup, pengetahuan dan standar hidup layak)

Dimana :

Xi : indikator komponen pembangunan manusia ke-i, i = 1,2,3 Xmin : nilai minimum

Xmaks : nilai maksimum

 Tahap kedua penghitungan IPM adalah menghitung rata-rata dari masing-masing indeks Xi.

Dimana :

X1 : indeks angka harapan hidup X2 : indeks tingkat pendidikan X3 : indeks standar hidup layak.

Indeks (Xi) = (Xi – Xmin) / (Xmaks – Xmin)


(54)

 Tahap ketiga adalah menghitung reduksi shortfall yang digunakan untuk mengukur kecepatan perkembangan nilai IPM dalam suatu kurun waktu tertentu.

Dimana :

IPMt : IPM pada tahun t IPMt+n : IPM pada tahun t+n IPM ideal : 100

Konsep Pembangunan Manusia yang dikembangkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), menetapkan peringkat kinerja pembangunan manusia pada skala 0,0 – 100,0 dengan katagori sebagai berikut :

-Tinggi : IPM lebih dari 80,0 -Menengah Atas : IPM antara 66,0 – 79,9 -Menengah Bawah : IPM antara 50,0 – 65,9 -Rendah : IPM kurang dari 50,0

G.Teori Data Panel

Menurut Gujarati (2010), data panel (pooled data) atau yang disebut juga data longitudinal merupakan gabungan antara data cross section dan data time series. Data cross section adalah data yang dikumpulkan dalam satu waktu terhadap banyak individu, sedangkan data time series merupakan data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu terhadap suatu individu. Metode data panel merupakan suatu


(55)

metode yang digunakan untuk melakukan analisis empirik yang tidak mungkin dilakukan jika hanya menggunakan data time series atau cross section.

Kelebihan yang diperoleh dari penggunaan data panel adalah:

1. Dapat mengendalikan heterogenitas individu atau unit cross section. 2. Dapat memberikan informasi yang lebih luas, mengurangi kolinieritas di

antara variabel, memperbesar derajat kebebasan dan lebih efisien. 3. Dapat diandalkan untuk mengidentifikasi dan mengukur efek yang tidak

dapat dideteksi dalam model data cross section maupun time series. 4. Lebih sesuai untuk mempelajari dan menguji model perilaku yang

kompleks dibandingkan dengan model data cross section maupun time series.

5. Dapat diandalkan untuk studi dynamic of adjustment.

Estimasi model menggunakan data panel dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu metode kuadrat terkecil (pooled least square), metode efek tetap (fixed effect) dan metode efek random (random effect).

a. Metode Pooled Least Square

Pendekatan yang paling sederhana dalam pengolahan data panel adalah dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa, yang diterapkan dalam data yang berbentuk pool. Misalkan dalam persamaan berikut ini:

untuk i = 1,2,….,N dan t = 1,2,….,T Yit = β1+β2Qit+β3PFit+β4LFit+ it


(56)

dimana N adalah jumlah unit cross section (individu) dan T adalah jumlah periode waktunya. Dengan mengasumsi komponen error dalam pengolahan kuadrat terkecil biasa, kita dapat melakukan proses estimasi secara terpisah untuk setiap unit cross section.

Untuk periode t = 1, akan diperoleh persamaan regresi cross section sebagai berikut :

untuk I = 1, 2, …, N

yang akan berimplikasi diperolehnya persamaan sebanyak T persamaan yang sama. Begitu juga sebaliknya, akan dapat diperoleh persamaan deret waktu (time series) sebanyak N persamaan untuk setiap T observasi. Namun, untuk

mendapatkan parameter β yang konstan dan efisien, dapat diperoleh dalam bentuk regresi yang lebih besar dengan melibatkan sebanyak NT observasi. Akan tetapi, jika menggunakan metode Pooled Least Square, perbedaan antar individu maupun antar waktu tidak akan terlihat (Gujarati, 2010).

b. Metode Fixed Effect

Kesulitan terbesar dalam pendekatan metode kuadrat terkecil biasa adalah adanya asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan, baik antar daerah maupun antar waktu yang mungkin tidak beralasan. Generalisasi secara umum sering dilakukan dengan memasukkan variabel boneka (dummy variabel) untuk memungkinkan terjadinya perbedaan nilai parameter yang berbeda-beda baik lintas unit cross section maupun antar waktu. Pendekatan dengan memasukkan variabel boneka ini dikenal dengan sebutan model efek


(57)

tetap (fixed effect) atau Least Square Dummy Variabel atau disebut juga Covariance Model.

Secara umum, pendekatan fixed effect dapat dituliskan sebagai berikut:

Keterangan:

yit = variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i

αi = intersep yang berubah-ubah antar cross section unit

αiDi = variabel dummy

xjit = variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i βj = parameter untuk variabel ke j

eit = komponen error di waktu t untuk unit cross section i (Gujarati, 2010).

Dengan menggunakan pendekatan ini, akan terjadi degree of freedom sebesar NT - N - K. Keputusan memasukkan variabel boneka ini harus didasarkan pada pertimbangan statistik. Hal tersebut disebabkan, dengan melakukan penambahan variabel boneka akan dapat mengurangi jumlah degree of freedom yang pada akhirnya akan mempengaruhi keefisienan dari parameter yang diestimasi. Pertimbangan pemilihan pendekatan yang digunakan ini didekati dengan menggunakan statistik F yang berusaha memperbandingkan antara nilai jumlah kuadrat error dari proses pendugaan dengan metode kuadrat terkecil dan efek tetap yang telah memasukkan variabel boneka.


(58)

Secara umum dirumuskan sebagai berikut:

dimana ESS1 dan ESS2 adalah jumlah kuadrat sisa dengan menggunakan metode

kuadrat kecil biasa dan model efek tetap, sedangkan statistik F mengikuti distribusi F dengan derajat bebas NT-1 dan NT-N-K. nilai statistik F uji inilah yang kemudian diperbandingkan dengan nilai statistik F tabel yang akan menentukan pilihan model yang akan digunakan. Pada metode fixed effect, estimasi dapat dilakukan dengan tanpa pembobot (no weighted) atau Least Square Dummy Variabel (LSDV) dan dengan pembobot (cross section weight) atau General Least Square (GLS). Tujuan dilakukannya pembobotan adalah untuk mengurangi heterogenitas antar unit cross section (Gujarati, 2010).

c. Metode Random Effect

Keputusan untuk memasukkan variabel boneka dalam model efek tetap tak dapat dipungkiri akan dapat menimbulkan konsekuensi (trade off). Penambahan

variabel boneka ini akan dapat mengurangi banyaknya derajat kebebasan (degree of freedom) yang pada akhirnya akan mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. Berkaitan dengan hal ini, dalam model data panel dikenal pendekatan ketiga yaitu model random effect. Dalam model random effect,

parameter-parameter yang berbeda antar daerah maupun antar waktu dimasukkan ke dalam error. Karena hal inilah, model random effect juga disebut model komponen error (error component model) (Gujarati, 2010).


(59)

Bentuk model acak dijelaskan pada persamaan berikut ini :

dimana βit diasumsikan sebagai variabel random dari rata-rata nilai intersep (βi).

Nilai intersep untuk masing-masing individu dapat dituliskan: βit= βi + i i = 1, 2, ..., N

dimana βi adalah rata-rata intersep, it adalah random error (yang tidak bisa diamati) yang mengukur perbedaan karakteristik masing-masing individu. Bentuk model efek acak ini kemudian dapat ditulis dengan rumus:

dimana: it= it + uit

Bentuk ωit terdiri dari dua komponen error term yaitu it sebagai komponen cross

section dan uit yang merupakan gabungan dari komponen time series error dan komponen error kombinasi. Bentuk model random effect akhirnya dapat ditulis dengan persamaan:

Dimana: ωit= i + vt + wit

Keterangan:

i~ N(0, u2) = komponen cross section error

vt~ N(0, v2) = komponen time series error

wit~ N(0, w2) = komponen error kombinasi (Gujarati, 2010).

Dalam persamaan tersebut diasumsikan bahwa error secara individual tidak saling berkorelasi begitu juga dengan error kombinasinya. Dengan menggunakan

Y

it

= β

it

+ x

jit

β

j

+ u

it

Yit = βit + x j

itβj+εit + uit

Yit = βit + x j

itβj + it


(60)

model random effect ini, maka dapat menghemat pemakaian derajat kebebasan dan tidak mengurangi jumlahnya seperti yang dilakukan pada model fixed effect. Hal ini berimplikasi parameter yang merupakan hasil estimasi akan menjadi semakin efisien. Keputusan penggunaan model fixed effect atau pun random effect ditentukan dengan menggunakan Uji Hausmann.

Namun disamping dengan menggunakan tes statistika (uji Hausmann), terdapat beberapa pertimbangan untuk memilih apakah akan menggunakan fixed effect atau random effect. Apabila diasumsikan bahwa i dan variabel bebas X

berkorelasi, maka fixed effect lebih cocok untuk dipilih. Sebaliknya, apabila i

dan variabel bebas X tidak berkorelasi, maka random effect yang lebih baik untuk dipilih (Gujarati, 2010). Beberapa pertimbangan yang dapat dijadikan acuan untuk memilih antara fixed effect atau random effect adalah (Gujarati, 2010):

1. Bila T (banyaknya unit time series) besar sedangkan N (jumlah unit cross section) kecil, maka hasil fixed effect dan random effect tidak jauh

berbeda, sehingga dapat dipilih pendekatan yang lebih mudah untuk dihitung, yaitu fixed effect model.

2. Bila N besar dan T kecil, maka hasil estimasi kedua pendekatan akan berbeda jauh. Apabila diyakini bahwa unit cross section yang dipilih dalam penelitian diambil secara acak, maka random effect harus digunakan. Sebaliknya apabila diyakini bahwa unit cross section yang dipilih dalam penelitian tidak diambil secara acak, maka harus


(61)

3. Apabila komponen error individual (i) berkolerasi dengan variabel bebas

X, maka parameter yang diperoleh dengan random effect akan bias sementara parameter yang diperoleh dengan fixed effecy tidak bias. 4. Apabila N besar dan T kecil, kemudian apabila asumsi yang mendasari

random effect dapat terpenuhi, maka random effect lebih efisien dibandingkan fixed effect.

H. Uji Kesesuaian Model

Untuk menguji kesesuaian atau kebaikan model dari tiga metode pada

teknik estimasi data panel digunakan Chow Test dan Hausmann Test. Chow Test digunakan untuk menguji kesesuaian model antara model yang diperoleh dari pooled least square dan model yang diperoleh dari metode fixed effect. Selanjutnya dilakukan Hausmann Test terhadap model terbaik yang diperoleh dari hasil Chow Test dengan model yang diperoleh dari metode random effect (Gujarati, 2010).

1. Chow Test

Chow Test atau beberapa buku menyebutnya dengan pengujian F statistik adalah pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan Pooled Least Square atau Fixed Effect. Seperti yang diketahui, terkadang asumsi bahwa setiap unit cross section memiliki perilaku yang sama cenderung tidak realistis mengingat dimungkinkan saja setiap unit cross section memiliki perilaku yang berbeda. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut :


(62)

H1 : Model Fixed Effect

Dasar penolakan terhadap hipotesa nol tersebut adalah dengan menggunakan F statistik seperti yang dirumuskan oleh Chow :

Keterangan:

ESS1 = Residual Sum Square hasil pendugaan model fixed effect

ESS2 = Residual Sum Square hasil pendugaan model pooled least square N = jumlah data cross section

T = jumlah data time series K = jumlah variabel penjelas

Statistik Chow Test mengikuti distribusi F-statistik dengan derajat bebas (N-1, NT – N - NK). Jika Chow Statistik (Statistik) hasil pengujian lebih besar dari F-Tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesa nol sehingga model yang digunakan adalah model fixed effect, begitu juga

sebaliknya. Pengujian ini disebut Chow Test karena kemiripannya dengan Chow Test yang digunakan untuk menguji stabilitas dari parameter (stability test) (Gujarati, 2010).

2. Uji Hausman (Hausman Test)

Hausman Test adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan kita dalam memilih apakah menggunakan model fixed effect atau model random effect. Seperti yang diketahui bahwa penggunaan model fixed effect mengandung suatu


(63)

unsure trade off yaitu hilangnya derajat kebebasan dengan memasukkan variabel dummy. Namun, penggunaan metode random effect juga harus memperhatikan ketiadaan pelanggaran asumsi dari setiap komponen galat. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut :

H0 : Model Random Effect

H1 : Model Fixed Effect

Sebagai dasar penolakan hipotesa nol tersebut digunakan dengan menggunakan pertimbangan statistik Chi-Square. Statistik Hausmann dirumuskan dengan :

m = (β - b)(M0 - M1)-1(β - b)~ χ 2(K)

keterangan:

β = vektor statistik variabel fixed effect b = vektor statistik variabel random effect

(M0) = matriks kovarian untuk dugaan model fixed effect

(M1) = matriks kovarian untuk dugaan model random effect

Jika nilai m hasil pengujian lebih besar dari Chi-Square (χ2) tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesa nol sehingga model yang lebih baik digunakan adalah model fixed effect, begitu pula sebaliknya (Gujarati, 2010).


(64)

I. Penelitian Terdahulu

Beberapa jurnal yang menjadi acuan dalam penelitian ini:

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu

No Judul Penulis Hasil Penelitian

1 Pengaruh Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Pengangguran di Indonesia Amri Amir (2007)

Hasil yang didapatkan dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh antara tingkat pengangguran dengan tingkat pertumbuhan ekonomi. Apabila pertumbuhan ekonomi meningkat 1%, maka pengangguran akan menurun sekitar 0,46%. Dengan demikian, penggambaran kurva phillips yang menghubungkan inflasi dengan tingkat pengangguran untuk kasus Indonesia tidak tepat untukdigunakan sebagai kebijakan untuk menekan tingkat pengangguran. Hasil analisis statistik pengujian pengaruh inflasi terhadap pengangguran selama periode 1980 – 2005 ditemukan bahwa tidak ada pengaruh yang nyata antara inflasi dengan tingkat pengangguran.

2 Analisis Tingkat Pengangguran Di Indonesia Tahun 1980-2007 Farid Alghofari (2010)

Berdasarkan analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa jumlah penduduk, besaran upah, dan pertumbuhan ekonomi memiliki kecenderungan hubungan positif dan kuat terhadap jumlah pengangguran. Hal ini mengindikasikan bahwa kenaikan jumlah penduduk dan angkatan kerja, besaran upah, dan pertumbuhan ekonomi sejalan dengan kenaikan jumlah pengangguran.

Sedangkan tingkat inflasi hubungannya positif dan lemah, hal ini mengindikasikan tingkat inflasi tidak memiliki hubungan terhadap jumlah pengangguran.

3 Analisa Hubungan Antara Pengangguran dan Inflasi dalam Perekonomian Terbuka dengan Menggunakan Data Panel John Dinarno dan Mark P. Moore (1999)

Pada penelitian yang dilakukan ini berupaya untuk mencari hubungan antara tingkat inflasi (melalui GDP Deflator) dengan tingkat pengangguran yang terjadi di sembilan negara OECD (Open

Economic Countries Development) antara lain : Belgia, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Belanda, Inggris dan Amerika Serikat. Penelitian yang dilakukan ini menggunakan panel data dengan model penghitungan OLS (Ordinary Least Square). Data yang digunakan antara lain adalah data cross section pada tingkat inflasi (menggunakan IHK, kuartal), tingkat pengangguran dan tingkat suku bunga (untuk mengukur harapan inflasi di masa datang). Dari penelitian ini dihasilkan


(1)

95

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Hasil penelitian membuktikan bahwa variabel pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif secara statistik terhadap tingkat pengangguran, yang berarti semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi yang dipengaruhi tingkat produksi atas investasi, akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan hal ini akan menurunkan tingkat pengangguran di Sumatera.

2. Hasil penelitian membuktikan bahwa variabel inflasi secara teori memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat pengangguran di Sumatera. Phillips menggambarkan bagaimana sebaran hubungan antara inflasi dengan tingkat pengangguran didasarkan pada asumsi bahwa inflasi merupakan cerminan dari adanya kenaikan permintaan agregat sehingga tingkat pengangguran dapat ditekan. Namun pengaruh negatif tersebut tidak terjadi signifikan secara statistik.

3. Hasil penelitian membuktikan bahwa variabel kualitas sumber daya manusia berpengaruh negatif secara statistik, kualitas sumber daya manusia yang dicerminkan dengan indeks pembangunan manusia menunjukkan hubungan ketika meningkatnya kualitas sumber daya manusia akan menurunkan tingkat pengangguran di Sumatera.


(2)

96

B. Saran

1. Pembentukan investasi merupakan faktor penting yang bertanggung jawab terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi di Sumatera. Investasi di Sumatera harus didorong untuk dikembangkan dalam upaya meningkatkan kapasitas produksi dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi. Sehingga, dengan naiknya pertumbuhan ekonomi di Sumatera dapat mengurangi tingkat pengangguran sebelumnya.

2. Untuk jangka panjang akan lebih baik bila inflasi diusahakan pada tingkat yang stabil sebab tingkat inflasi yang stabil akan menurunkan tingkat suku bunga yang secara langsung kemudian akan tetap memicu banyaknya permintaan atas kredit usaha maupun konsumtif dan akan banyak sektor usaha yang bermunculan nantinya.

3. Pemerintah dan swasta harus lebih berperan aktif meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui lembaga pelatihan dan keterampilan ketenagakerjaan, disamping itu peningkatan kualitas pendidikan perlu dioptimalkan dalam program belajar 12 tahun yang diadakan oleh pemerintah.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Aceh News. 2013. http://www.acehnews.net/jumlah-pengangguran-di-aceh-meningkat/. Diakses pada tanggal 11 Agustus 2015.

Aditya, Sri. 2010. Analisis Ketimpangan antar Wilayah dan Faktor- Faktor yang

Mempengaruhinya dengan Model Panel Data (Studi Kasus 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2000-2007). Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro, Semarang.

Alghofari, Farid. 2010. Analisis Tingkat Pengangguran Di Indonesia Tahun 1980-2007. Jurnal Pengangguran. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Semarang.

Amir, Amri. 2007. Pengaruh inflasi dan pertumbuhan ekonomi terhadap pengangguran di Indonesia. Jurnal Inflasi dan Pengangguran, Vol.1, (No. 1).

Arsyad, Lincolin. 1999. Pembangunan ekonomi. Edisi Keempat. UPP STIM YKPN. _____________. 2004. Ekonomi Pembangunan. Edisi Kelima. STIE YKPN.

Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. 2013. Diakses dari

http://www.bps.go.id/Subjek/view/id/26#subjekViewTab1|accordion-daftar-subjek1 pada tanggal 24 Januari 2015.

_________________________________. 2013. Diakses dari

http://www.bps.go.id/Subjek/view/id/6#subjekViewTab3|accordion-daftar-subjek1 pada tanggal 8 Januari 2015.

_________________________________. 2014. Diakses dari

http://sumsel.bps.go.id/webbaru/site/content/240 pada tanggal 1 Agustus 2015. Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung. 2013. “Indonesia Dalam Angka“, Bandar

Lampung: BPS Provinsi Lampung.

______________________________________. 2013. Angka Partisipasi Sekolah (APS) Menurut Provinsi Tahun 2003-2012. www.bps.go.id. Diakses pada tanggal 1 Juni 2015. Badan Pusat Statistik (BPS). 2013. Survei Angkatan Kerja Nasional Tahun 2008-2012.

www.bps.go.id. Diakses pada tanggal 3 Juni 2015.

Bank Indonesia. 2008. Bank Indonesia Suatu Pengantar. BI, Jakarta

Bappeda, BPS. 2007. Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Lampung Tahun 2006. BPS Provinsi Lampung. Lampung.


(4)

____________. 2011. Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Lampung Tahun 2010. BPS Provinsi Lampung. Lampung.

Bappenas, BPS, UNDP. 2004. Laporan Pembangunan Manusia Indonesia 2004. BPS, Jakarta.

________. 2013. Buku Pegangan Perencanaan Pembangunan Daerah 2012-2013. http://www.bappenas.go.id/files/6513/7890/3135/3.Handbook_2012-2013.pdf Belante, D. dan M. Jackson. 1990. Ekonomi Ketenagakerjaan. Wimandjaja dan Yasin

[Penerjemah]. LPFEUI, Jakarta.

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN. 2013. Analisis Keberadaan Trade-off Inflasi dan Pengangguran.

http://www.dpr.go.id/doksetjen/dokumen/apbn_analisis_keberadaan_tradeoff_inflasi_d an_pengangguran_%28kurva_phillips%29_di_indonesia20140821142142.pdf. Diakses pada tanggal 24 Agutus 2015.

Boediono. 1999, Ekonomi Makro, Edisi ke-4, BPFE UGM, Yogyakarta.

Cahyadi, Putu. 2005. Pelacakan Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia Studi Kasus Kabupaten/Kota Provinsi Bali. Tesis. www. google.com

Departemen Keuangan RI. 2009. Nota Keuangan dan RAPBN 2009. Depkeu, Jakarta. Dinarno, J. dan Mark P. Moore. 1999. Analisa Hubungan Antara Pengangguran dan Inflasi

dalam Perekonomian Terbuka dengan Menggunakan Data Panel. (Journal in English). Djojohadikusumo, Sumitro. 1994. Perkembangan Pemikiran Ekonomi Indonesia. Pustaka

LP3ES.

Gujarati, D. 2010. Ekonometrika Dasar. Zain dan Sumarno [Penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Harianja, Paulo. 2012. Pembentukan Investasi. Makalah Teori Ekonomi. Fakultas Ekonomi

Universitas Darma Agung, Medan. 2012

Hermanto, 2008. Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin. Impact Of Economic Growth on The Reduction of Poor People. Direktur Akademik MB-IPB dan Direktur Kajian Ekonomi & Lingkungan Brighten Institute : Institut Pertanian Bogor.

Human Developments Reports. 1990. http://hdr.undp.org/sites/default/files/Country-Profiles/IDN.pdf. Diakses pada tanggal 8 Agutus 2015.

ILO. 1999. International Labour Organization. Work Organization and Ergonomics. (Ed: Vittorio di Martino & Nigel Corlett). Geneva: ILO Publications.

Jhingan, M.L. 2000. Ekonomi Pembangunan, Edisi ketiga cetakan pertama. Liberty. Yogyakarta.


(5)

Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. 2014. Diakses dari

http://www.kemendag.go.id/files/pdf/2015/02/27/analisis-peran-lembaga-1425035886.pdf pada tanggal 7 oktober 2015.

Knotek, Edward S. 2007, II an economist at the Federal Reserve Bank of Kansas City. Stephen Terry and Martina Chura, research associates at the bank, helped prepare the article. This article is on the bank’s website at www.KansasCityFed.org.

Lipsey, R. G., P. N. Courant, D. D. Purvis, dan P. O. Steiner. 1997. Pengantar

Makroekonomi Jilid 1. Edisi ke-10. Wasana, Kirbrandoko, dan Budijanto [Penerjemah]. Binarupa Aksara, Jakarta.

Mankiw, N. G. 2000. Teori Makroekonomi. Imam Nurmawan [Penerjemah]. Erlangga, Jakarta.

Marius, Jelamu Ardu. 2004. Memecahkan masalah Pengangguran di Indonesia. Makalah pada Pengantar falsafah Sains S3 IPB, Bogor.

Nakertrans. 2004. Rencana Tenaga Kerja Nasional 2004-2009. http//www.nakertrans.go.id. Diakses pada tanggal 26 Oktober 2015.

Nawawi, 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia: Untuk Bisnis Kompetitif. Gadjah Mada University Press. 2008.

Ndraha, 1997. Pengantar Teori Pengembangan Sumber Daya Manusia.

Okun, 1962. Okun, Arthur M. 1962. Potential GNP: Its Measurement and Significance. dalam buku Proceedings of the Business and Economic Statistics Section. Washington : American Statistical Association.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Per-01/Men/1999 Tentang Upah Minimum.

http://www.portalhr.com/wp-content/uploads/data/pdfs/pdf_peraturan/1204259803.pdf Phillips, A.W., 1958. “The Relation Between Unemployment and the Rate of Change of

Money Wage Rates in the United Kingdom“. 1861-1957. Economica 25, 283-99

Rahardjo, Adisasmita. 2013. Teori-Teori Pembangunan Ekonomi Pertumbuhan Ekonomi dan Pertumbuhan Wilayah. Graha Ilmu : Yogyakarta.

Rimbawan, Nyoman Dayuh. 2010. Pertumbuhan Ekonomi dan Kegiatan Ekonomi Angkatan Kerja di Provinsi Bali. Pusat Penelitian Kependudukan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Universitas Udayana. Denpasar.

Rucker. 1985. Majalah Nakertrans Edisi-03 TH.XXIV-Juni.

Rum Alim, Moch. 2007. Analisis Faktor Penentu Pengangguran Terbuka Di Indonesia Periode 1980-2007. [Skripsi].


(6)

Salim, Agus. 1996. Aspek Sikap Mental dalam Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Kedua, Tiara Wacana, Yogyakarta.

Samuelson, P. A. 1985. Economics: Eleventh edition. McGraw-Hill, Boston.

_____________. and W.D. Nordhaus. 2004. Economics. Eighteenth Edition. International Edition. Singapore: McGraw-Hill Book Co.

Sedamaryanti, 2001. SDM dan Produktifitas Kerja. Mandar Maju, Bandung.

Siregar. 2008. Dalam Hidayat : Jurnal Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia Indonesia, 2008.

Sugiono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sukirno, Sadono. 1996. Pengantar Teori Makroekonomi, RajaGrafindo Persada, Jakarta. _____________. 2001. Makro Ekonomi Modern : Perkembangan Pemikiran Klasik.

Lembaga Penerbit FE-UI. Jakarta.

_____________. 2002. Beberapa Aspek dalam Persoalan Pembangunan Daerah. Lembaga Penerbit FE-UI. Jakarta.

_____________. 2011. Ekonomi Pembangunan : Proses, Masalah dan Kebijakan, LPFE, Universitas Indonesia, Jakarta.

Todaro, Michael P. 2004. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. 3rded. Jakarta: Erlangga. Ul Haq, Mahbub. 1998. Human Development Report: The Human Development Concept.

www.hdr.undp.org

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 88 ayat 1. Diakses pada 10 Desember 2012.

Wicaksono, Rezal. 2009. Analisis Pengaruh PDB Sektor Industri, Upah Riil, Suku Bunga Riil, dan Jumlah Unit Usaha Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Pengolahan Sedang dan Besar di Indonesia Tahun 1990-2008. Skripsi Penyerapan Tenaga Kerja. Semarang : Universitas Diponegoro.

Widarjono, Agus. 2009. Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya. Edisi Ketiga, Penerbit Andi, Yogyakarta.

Wikipedia. 2013. Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Sumatra pada tanggal 26 Oktober 2015.