1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belang Masalah
Tindak Pidana Korupsi saat ini dipandang sebagai kejahatan exra ordinary crime
1
, sehingga memerlukan penanganan
yang sangat
luar biasa,
karena itu
penanganannya tidak dapat lagi secara konvensional. Kebijakan yang pernah dikeluarkan oleh pemerintah antara
lain sebagai berikut mengganti Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
dengan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-undang
Nomor 20
Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Namun kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah saat ini belum juga memperoleh hasil yang memadai karena
jumlah kasus korupsi tidak berkurang serta pengembalian kerugian negara belum juga optimal dilakukan, sehingga
1
Firma wijaya.Peradilan Korupsi dan Praktik. Maharani Press.Jakarta,hlm.2
2
tetap saja korupsi di Indonesia masih besar dengan berbagai bentuk dan modus operandinya.
Dalam hal ini perlu diketahui bahwa korupsi menimbulkan implikasi yang buruk terhadap kerugian
keuangan negara dan perekonomian negara. Selain itu korupsi juga dapat merusak sendi-sendi kehidupan
masyarakat dan negara. Namun dalam hal ini belum ada pengaturan yang jelas tentang pengembalian kerugian
keuangan negara.
2
Uang pengganti sebagai pidana tambahan dalam perkara korupsi harus dipahami sebagai bagian dari upaya
pemidanaan terhadap mereka yang melanggar hukum. Dalam hal ini hukum yang dilanggar adalah tindak pidana korupsi.
Untuk memahami lebih lanjut tentang masalah ini ada baiknya mengingat kembali konsep pemidanaan secara lebih
lengkap. Secara umum pemidanaan tidak dimaksudkan untuk memberikan dan tidak diperkenankan merendahkan martabat
2
Keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang
dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
3
manusia. Namun pemidanaan seperti pernah diungkapkan oleh Lobby Lukman bertujuan untuk:
1. mencegah agar orang tidak melakukan tindak pidana
dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat;
2. memasyarakatkan narapidana dengan mengadakan
pembinaan sehingga menjadikan orang yang baik dan berguna;
3. menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak
pidana, memulihkan
keseimbangan, dan
mendatangkan rasa damai dalam masyarakat; 4.
membebaskan rasa bersalah pada narapidana.
3
Sebelum mengetahui latar belakang pembayaran uang
pengganti dalam tindak pidana korupsi, terlebih dahulu harus diketahui alasan korupsi dijadikan suatu tindak pidana. Hal
ini sangat penting terutama dalam mencari keterkaitan antara perbuatan yang dijadikan tindak pidana dengan sanksi apa
yang sebaiknya digunakan. Sudarto mengungkapkan bahwa perbuatan yang diusahakan untuk dicegah dan ditanggungi
dengan hukum pidana harus merupakan perbuatan yang dikehendaki yaitu perbuatan yang mendatangkan kerugian
materiil dan spiritual atas warga masyarakat.
3
Efi Laila Kholis.Pembayaran Uang Pengganti Dalam Perkara Korupsi. Solusi Publicsing.Hlm. 6
4
Dalam hal ini dilakukan untuk kesejahteraan dan pengayoman masyarakat yang harus sejalan pula dengan
tujuan pembangunan nasional yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur.
4
Mengingat bahwa korupsi telah mengakibatkan pelaku memperoleh keuntungan finansial dan sebaliknya
negara sebagai korban menderita kerugian finansial. Pada pokoknya
korupsi telah
mengakibatkan kemiskinan,
sehingga pelaku korupsi harus dikenakan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti.
Dalam konteks pidana tambahan dalam pembayaran uang pengganti yaitu yang mempunyai unsur merugikan
keuangan negara. Bahwa yang dimaksud dengan merugikan
5
adalah sama artinya dengan menjadi rugi atau menjadi berkurang. Maka yang dimaksud dengan unsur merugikan
keuangan Negara
6
adalah menjadi ruginya keuangan negara atau berkurangnya keuangan negara. Adapun yang
4
Efi Laila Kholos, op-cit.hal 13.
5
R. Wiyono. Pembahasan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi . Jakarta: Sinar Grafika. Hlm. 32.
6
R. Wiyono. Ibid.Hlm. 32.
5
dimaksud dengan Keuangan Negara di dalam penjelasan umum Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Tindak Pidana Korupsi, disebutkan bahwa keuangan negara adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apa pun yang
dipisahkan atau yang tidak dipisahkan termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban
yang timbul karena.
7
a. Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan
pertanggungjawaban pejabat lembaga negara, baik tingkat pusat maupun di daerah.
b. Berada dalam penguasaan, pengurusan,
pertanggungjawaban badan
Usaha Milik
NegaraBadan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan
hukum dan
perusahaan yang
menyertakan modal negara, atau perusahaan yang
menyertakan modal
pihak ketiga
berdasarkan perjanjian dengan negara. Berdasarkan penjelasan di atas bahwa dengan adanya
kerugian yang diderita Negara dan berdampak juga pada
7
R. Wiyono .Ibid.Hlm.32.
6
masyarakat, maka untuk mewujudkan keadilan sosial diperlukan upaya-upaya pengembalian kerugian negara hasil
tindak pidana korupsi. Pengaturan pengembalian kerugian negara dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 yaitu
dengan gugatan perdata. Dalam hal ini bahwa uang pengganti tidak otomatis
disetorkan ke kas negara, tapi harus didahului upaya kejaksaan untuk menggugat perdata terpidana. Berdasarkan
proses perdata tersebut diperlukan waktu yang cukup lama dalam
pengembalian keuangan
negara. Sedangkan
Pengaturan pengembalian keuangan negara
8
hasil tindak pidana korupsi diatur dalam Undang-undang Nomor 31
Tahun 1999 juncto Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu
pendekatan pidana melalui proses penyitaan dan perampasan. Berdasarkan pendekatan pidana, maka salah satu cara
yaitu memberikan pidana tambahan. Pidana tambahan diatur
8
Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang mapun barang yang dapat
dijadikan milik negara berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Pasal 1 huruf 1 Undang-undang No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara
7
selain dalam KUHP juga diatur tersendiri dalam Undang- undang Nomor 31 Tahun 1999 diubah menjadi Undang-
undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan tindak Pidana Korupsi yaitu pengaturannya sebagai
berikut:
9
a. perampasan barang bergerak yang berwujud
atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang
bertindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana dimana tindak pidana korupsi
dilakukan, begitu pula dari barang-barang yang menggantikan barang-barang tersebut;
b. pembayaran uang pengganti yang jumlahnya
sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi;
c. penutupan seluruh atau sebagian perusahaan
untuk waktu paling lama 1 tahun; d.
pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian
keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh Pemerintah kepada terpidana.
Pidana tambahan diatur dalam Pasal 18 ayat 1 huruf a, b, c, d, ayat 2 dan ayat 3
10
. Berdasarkan Pasal- Pasal di atas , bahwa pidana tambahan wajib dilaksanakan
sesuai dengan Putusan Hakim yang sudah in kracht van
9
Efi Laila Kholis. Pembayaran Uang Pengganti Dalam Perkara Korupsi.Jakarta: Solusi Publishing. 2010. Hlm 11.
10
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 diubah menjadi Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi,
8
gewijsde. Pidana Tambahan bisa dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang unsurnya merugikan keuangan
negara. Berkaitan dengan pidana tambahan Penulis akan membahas lebih mendalam mengenai Pidana tambahan yaitu
dengan cara pembayaran uang pengganti. Definisi pidana pembayaran uang pengganti yaitu
“pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak- banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari
tindak pidana korupsi.”
11
Dalam menentukan dan membuktikan berapa sebenarnya jumlah “harta benda yang
diperoleh terpidana dari tindak korupsi” tidak hanya ditafsirkan harta benda yang masih dikuasai oleh terpidana
pada saat putusan pengadilan dijatuhkan tetapi juga harta benda hasil korupsi yang pada waktu pembacaan putusan
sudah dialihkan terdakwa kepada orang lain. Berkaitan dengan pelaksanaan pidana pembayaran
uang pengganti, kenyataannya dalam praktik sampai sekarang belum dapat dilaksanakan secara efektif, karena
11
Pasal 18 UU ayat 1 huruf b Undang-undang Nomor. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
9
banyak faktor yang menghambat baik dari terpidana, penegak hukum, hukum dan aturan-aturan pelaksananya.
Dalam pidana tambahan yaitu pembayaran uang pengganti hasil tindak pidana korupsi sampai saat ini belum bisa
membuahkan hasil yang maksimal. Berdasarkan penelitian yang di lakukan Penulis di
Kejaksaan Negeri Sragen bahwa dalam kurun waktu 3 tiga tahun kerugian Negara mencapai Rp12.876.761.644 dua
belas milyar delapan ratus tujuh puluh enam juta tujuh ratus enam puluh ribu enam ratus empat pulu empat rupiah dari
putusan hakim .
12
Bahwa dari kerugian keuangan negara tersebut di atas yang baru biasa kembali kenegara yaitu Rp.
648.179.000 enam ratus juta empat puluh delapan juta seratus tujuh puluh sembilan ribu rupiah.
13
Dari 4 kasus yang sudah In Kracht Van Gewijsde, 1satu orang terpidana
yang membuat pernyataan menjalani pidana subsider dari
12
Data yang di peroleh dari Kejaksaan Negeri Sragen tahun 2011-2013
13
Ibid.
10
pidana tambahan dan 3 orang terpidana membayar uang pengganti.
14
Dalam hal ini pelaksanaan putusan pidana yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, menurut Pasal 270
KUHAP serta Pasal 30 huruf b Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia,
dilakukan oleh jaksa selaku eksekutor. Berdasarkan putusan Hakim yang sudah in kracht
van gewijsde, maka Jaksa Penuntut Umum selaku eksekutor melakukan penagihan kepada terpidana untuk membayar
uang pengganti. Proses pembayaran uang pengganti tersebut diatur dalam Pasal 18 ayat 1, 2, dan 3 Undang-undang
Nomor 31 Tahun 1999. Namun berdasarkan studi kasus yang dilakukan oleh Penulis bahwa Jaksa Eksekutor mengalami
kendala ketika harta benda terdakwa belum diketahui keberadaannya. Dalam Undang-undang menjelaskan apabila
terpidana tidak membayar uang pengganti , harta bendanya dapat disita oleh jaksa yang mana tidak boleh melebihi
14
Http:www.antikorupsi.org, Pengadilan masih milik koruptor, diakses tanggal 2 Mei 2006
11
tenggang waktu 1 satu bulan. Oleh karena dapat dipahami bahwa waktu yang ditetapkan dalam Undang-undang tidak
cukup dalam pencarian aset terpidana , mengingat bahwa penyitaan tidak dilakukan pada waktu proses Penyidikan.
Dengan kendala tersebut memungkinkan terpidana kasus korupsi tidak membayar uang pengganti dan memilih
menjalani pidana subsider. Dalam hal ini Penulis melakukan penelitian di Kejaksaan Sragen yaitu kasus Korupsi atas
nama terpidana H.Untung Sarono Wiyono Sukarno, SH. Berdasarkan Penelitian penulis bahwa H.Untung Sarono
Sukarno, SH dalam hal ini merugikan keuangan Negara yang mencapai Rp 10.501.445.352,- berdasarkan tuntutan Jaksa
Penuntut Umum maka hakim berdasarkan Putusan No. 1361 KPid.Sus2012 dalam hal ini menjatuhkan pidana terhadap
terdakwa antara lain. 1.
Dengan pidana penjara selama 7 tujuh tahun dan pidana denda sebesar Rp200.000.000,- dua ratus
juta rupiah dengan ketentuan apabila denda
12
tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 enam buan.
2. Membayar uang pengganti sebesar Rp.
10.501.445.352,- sepuluh milyar lima ratus satu juta empat ratus empat puluh lima ribu tiga ratus
lima purupiah dan apabila terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi, maka
dijatuhi pidana penjara selama 4 empat tahun. Dalam hal ini terpidana H.Untung Sarono wiyono
Sukarno, SH berdasarkan Putusan Hakim tersebut ternyata memilih membuat pernyataan tidak mampu untuk membayar
uang pengganti dan menjalani pidana subsider. Padahal terpidana diduga mempunyai harta benda yang mencukupi
untuk membayar uang pengganti, namun Jaksa selaku eksekutor tidak mengetaui secara jelas dimana letak harta
benda milik Untung Wiyona karena keterbatasan waktu yang diberikan Undang-undang.
Berdasarkan kasus diatas maka dapat dipahami bahwa belum ada pengaturan yang lebih jelas ketika
13
terpidana diketahui mempunyai harta benda namun Jaksa Penuntut umum belum mengetahui letak atau tempat yang
pasti keberadaan aset yang dimiliki untung wiyono, mengingat undang-undang memberikan waktu tenggang
selama 1 bulan. Dalam hal ini bahwa mengenai penentuan pidana
pembayaran uang pengganti berpedoman pada Surat Jaksa Agung No. B -28 A Ft.1 05 2009 tanggal 11 Mei 2009,
mengenai petunjuk kepada jaksa penuntut umum dalam membuat surat-surat tuntutan yang salah satu diantara
petunjuk adalah mengenai pidana pembayaran uang pengganti.
15
Sedangkan Tata cara penyelesaian uang pengganti juga berpedoman pada Surat Jaksa Agung No. B-
020AJ.A042009. Berdasarkan pedoman Surat Jaksa Agung sudah
cukup jelas mengatur tentang pidana pembayaran uang pengganti dan tata cara penyelesaian uang pengganti, namun
dalam hal ini masih mengalami kendala. Kendala yang
15
Efi Laila Kholis. Pembayaran Uang Pengganti Dalam Perkara Korupsi.Jakarta: Solusi Publishing. Hlm 20.
14
dihadapi oleh penegak hukum yaitu pengaturan yang tidak jelas tentang pembayaran uang pengganti. Selain itu kendala
Jaksa Penuntut Umum yaitu sebagai berikut:
16
1. terpidana suda tidak memiliki harta bendanya;
2. terpidana sudah meninggal dan tidak mengetahui
domisinya; 3.
kesulitan dalam eksekusi dalam penyitaan aset karena pada saat penyidikan tidak dilakukan
penyitaan terhadap harta benda.
Dalam hal ini bahwa Putusan Hakim dalam pidana tambahan yaitu berupa pidana pembayaran uang pengganti
atau pidana subsider. Berdasarkan Pasal 18 ayat 2 dan 3 pembayaran uang mengganti juga mengalami kelemahan.
Ramelan juga pernah mengungkapkan bahwa Kendalam dalam penjatuhan pembayaran uang pengganti dalam rangka
penyelesaian keuangan Negara yaitu
17
. 1.
Kasus korupsi dapat diungkapkan setelah berjalan dalam kurun waktu yang lama sehingga
sulit untuk menelusuri uang atau harta kekayaan yang diperoleh dari korupsi.
16
Wawancara JPU kejaksaan Negeri Sragen 1 Januari 2014
17
Efi Laila Kholis. Pembayaran Uang Pengganti Dalam Perkara Korupsi.Jakarta: Solusi Publishing. Op.cit. Hlm 15
15
2. Dengan berbagai upaya pelaku korupsi telah
menghabiskan uang
hasil korupsi
atau mempergunakan mengalihkan dalam bentuk
lain termasuk mengatasnamakan nama orang lain yang sulit terjangkau hukum.
3. Dalam pembayaran pidana uang pengganti, si
terpidana banyak yang tidak sanggup membayar. 4.
Adanya pihak ketiga yang menggugat pemerintah atas barang bukti yang disita dalam rangka
pemenuhan pembayaran uang pengganti. Berdasarkan Pasal 18 ayat 2 yaitu “jika terpidana
tidak membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf b paling lama dalam 1 satu bulan
sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa
dan di lelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Maka dapat dipahami bahwa kalau terpidana tidak membayar uang
pengganti, harta bendanya dapat disita oleh jaksa yang mana tidak boleh melebihi tenggang waktu 1 satu bulan.
16
Penyitaan dan pelelangan bersifat fakultatif, yaitu baru dilakukan dalam hal terpidana belum atau tidak membayar
uang pengganti sejumlah yang ditentukan dalam putusan dalam waktu yang telah ditentukan seperti diatas.
18
Penyitaan terhadap harta benda kepunyaan terdakwa tidak perlu terlebih
dahulu mendapat izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat karena penyitaan ini bukan dalam rangka penyidikan tetapi
dalam rangka pelaksanaan putusan pengadilan. Berdasarkan Surat Jaksa Agung Nomor B-020AJ.A042009 tanggal 08
april 2009 bahwa apabila terpidana tidak membayar uang pengganti, maka JPU membuat Berita Acara Pelaksanan
Putusan Pengadilan Pidana Penjara Pasal 18 ayat 3
19
. Dalam Pasal 18 ayat 3 yaitu dijelaskan bahwa apabila
terpidana tidak mempunyai harta yang mencukupi untuk membayar uang pengganti , maka dipidana dengan pidana
penjara yang lamanya tidak melebihi ancaman maksimum dari pidana pokok sesuai dengan ketentuan dalam Undang-
18
Efi Laila Kholis.Ibid. Hlm.23.
19
Undang-undang Nomor. 31 tahun 1999 di ubah menjadi Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
17
undang ini dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan.
Perlu diketahui bahwa tujuan adanya pidana uang pengganti adalah untuk memidana dengan seberat mungkin
para koruptor agar mereka jera dan untuk menakuti orang lain agar tidak melakukan korupsi. Bahwa tujuan lainnya adalah
untuk mengembalikan uang negara yang hilang akibat suatu perbuatan korupsi. Dengan tujuan hukum tersebut akan
tercapai manakala terdapat keserasian antara kepastinan hukum dengan kesebandingan hukum sehingga menghasilkan
suatu keadilan.
20
Oleh karena itu Pidana tambahan harus ada dan diberikan kepada koruptor.
“Bahwa hukum mempunyai 3 tiga peranan utama dalam masyarakat, yakni pertama,
sebagai sarana pengendalian sosial; kedua, sebagai sarana untuk memperlancar proses interaksi sosial; ketiga, sebagai
sarana untuk menciptakan keadilan tertentu. ”
21
Berdasarkan pada konsep rasionalitas ini, maka kebijakan penetapan sanksi dalam pidana tersebut tidak
20
Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah. Politik Hukum Pidana Kajian Kebijakan Kriminalisasi dan Dekriminalisasi. op.cit., Hlm.7.
21
Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah.Ibid.halm. 7.
18
terlepas dari penetapan tujuan yang ingin dicapai oleh kebijakan criminal secara keseluruhan, yakni perlindungan
masyarakat.
22
Dengan disebabkanya pidana sebagai sarana untuk mencapai tujuan itu, maka haruslah dirumuskan
terlebih dahulu tujuan pemidanaan yang diharapkan dapat menunjang tujuan umum tersebut.
23
Maka pemidanaan tersebut kemudian, berorientasi dari tujuan itu untuk
menetapkan cara, sarana atau tindakan apa yang akan dilakukan.
Dengan demikian penggantian uang negara perlu dilakukan karena korupsi sudah dalam tahap darurat.
Diperlukan kebijakan hukum pidana untuk mengatur tentang pengembalian uang Negara yang bersifat pemiskinan para
koruptor. Bahwa diperlukan penanganan yang khusus, karena tindak pidana korupsi sudah masuk tahap yang berbahaya.
22
Efi Laila Kholis. Pembayaran Uang Pengganti Dalam Perkara Korupsi.Jakarta: Solusi Publishing. Hlm 16.
23
Efi Laila Kholis.ibid.Hlm.17.
19
Dengan demikian diperlukan kebijakan hukum pidana yaitu tahap formulasi, tahap aplikasi dan tahap eksekutif.
24
Dalam tahap formulasi bahwa diperlukan perencanaan dan perumusan peraturan perundang-undangan pidana. Bahwa
dalam hal ini diperlukan pengaturan yang lebih jelas tentang pembayaran uang pengganti berdasarkan Undang-undang
Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam Tahap aplikasi yaitu perlunya penerapan dari ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut diatas. Sedangkan
tahap eksekusi sendiri adalah tahap pelaksanaan dari putusan pengadilan atas perbuatan pidana yang memperoleh kekuatan
hukum tetap. Pengembalian keuanga negara bertujuan
untuk memidana dengan seberat mungkin para koruptor agar mereka
jera dan untuk menakuti orang lain agar tidak melakukan korupsi. Pembembalian uang Negara merupakan salah satu
upaya penting dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
24
Barda Namawi Arief. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan. Hlm. 75.
20
Oleh karena itu Penulis mencoba mengangkat permasalahan tersebut dan menuangkan dalam penulisan Tesis yang berjudul
“Kebijakan Hukum Pidana Dalam Pengembalian Kerugian Keuangan Negara Berupa Pembayaran Uang pengganti Oleh
Terpidana Korupsi ”
B.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah dalam penulisan tesis ini adalah :
1. Bagaiman Kebijakan Hukum Pidana Dalam
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara Berupa Pembayaran Uang pengganti Oleh Terpidana
Korupsi? 2.
Bagaiman Pembaharuan Hukum Pidana Dalam Pengembalian Kerugian Keuangan negara Berupa
Pembayaran Uang Pengganti Oleh Terpidana Korupsi?
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini adalah untuk menganalisis Kebijakan Hukum Pidana Dalam Pengembalian Kerugian
21
Keuangan Negara Berupa Pembayaran Uang pengganti Oleh Terpidana Korupsi dan Pembaharuan Hukum Pidana Dalam
Pengembalian Kerugian
Keuangan negara
Berupa Pembayaran Uang Pengganti Oleh Terpidana Korupsi.
D.
Manfaat Penulisan
Manfaat dalam penulisan ini adalah hasil penulisan ini diharapkan dapat digunakan sebagai kontribusi bagi
pengembangan dan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum, khususnya Hukum Pidana Korupsi. Manfaat
lain yang diharapkan yakni dari hasil penulisan ini diharapkan dapat dijadikan acuan yang berharga bagi pihak-
pihak yang terlibat dalam pemeriksaaan tindak pidana korupsi khususnya dalam pengembalian keuangan negara
melalui pembayaran uang pengganti.
22
E. Kerangka Pemikiran