Analisis Kesesuaian Wilayah Untuk Budidaya Ikan Keramba Jaring Apung di Perairan Girsang Sipangan Bolon Danau Toba

(1)

ANALISIS KESESUAIAN WILAYAH UNTUK BUDIDAYA

IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN GIRSANG

SIPANGAN BOLON DANAU TOBA

OLEH:

KHAIRUNNISA

100302028

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISIS KESESUAIAN WILAYAH UNTUK BUDIDAYA

IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN GIRSANG

SIPANGAN BOLON DANAU TOBA

SKRIPSI

OLEH:

KHAIRUNNISA

100302028

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ANALISIS KESESUAIAN WILAYAH UNTUK BUDIDAYA

IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN GIRSANG

SIPANGAN BOLON DANAU TOBA

SKRIPSI

KHAIRUNNISA

100302028

Skripsi sebagai satudiantarabeberapasyarat untukmemperoleh gelar Sarjana Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan,

Fakultas Pertanian,Universitas Sumatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Analisis Kesesuaian Wilayah Untuk Budidaya Ikan Keramba Jaring Apung di Perairan Girsang Sipangan Bolon Danau Toba

Nama : Khairunnisa

NIM : 100302028

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ing. Ternala A. Barus, M. Sc. Zulham A. Harahap, S.Kel, M.Si. Ketua Anggota

Mengetahui

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si.


(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Khairunnisa

Nim : 100302028

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Analisis Kesesuaian Wilayah Untuk Budidaya Ikan Keramba Jaring Apung di Perairan Girsang Sipangan Bolon Danau Toba” adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Medan, Oktober 2014

Khairunnisa NIM. 100302028


(6)

ABSTRAK

KHAIRUNNISA.Analisis Kesesuaian Wilayah Untuk Budidaya Ikan Keramba Jaring Apung di Perairan Girsang Sipangan Bolon Danau Toba. Dibimbing oleh TERNALA ALEXANDER BARUS danZULHAM APANDY HARAHAP.

Danau Toba adalah salah satu danau yang dimanfaatkan sebagai lahan budidaya.Kegiatan budidaya ikan sistem KJA di Danau Toba telah dilakukan oleh masyarakat sejak tahun 1986, namun perkembangan KJA yang pesat terjadi sejak tahun 1998 melalui budidaya jaring apung intensif yang berkepadatan ikan tinggi. Penelitian ini bertujuan menganalisis wilayah potensial untuk budidaya keramba jaring apung di kawasan Danau Toba Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun melalui matriks kesesuaian wilayah untuk KJA

Penelitian menggunakan metode scoring/pembobotan.Penentuan pembobotan dan skoring dilakukan untuk memberikan nilai pada kriteria yang mendukung pada kegiatan budidaya dengan mengaitkan parameter fisika kimia yang sudah ditetapakn. Parameter tersebut antara lain suhu, DO, pH, kecerahan, arus, kedalaman, BOD, dan ammonia.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelas kesesuaian di perairan Danau Toba girsang Sipangan Bolon adalah kelas sangat sesuai dan sesuai. Hal ini menunjukkan wilayah tersebut merupakan wilayah potensial untuk melaksanakan kegiatan KJA. Terdapat 5 stasiun dengan kelas sesuai dan 15 kelas lainnya sangat sesuai.

Kata Kunci : Danau Toba, Keramba Jaring Apung, Indeks Kesesuaian


(7)

KHAIRUNNISA. Analysis of suitability area for floating net cage ini Lake Toba Girsang Sipangan Bolon. Under the supervision of TERNALA ALEXANDER BARUS and ZULHAM APANDY HARAHAP.

Lake Toba is a lake that is used as farming land. Net floating cage system of fish farming activities in the Lake Toba has been done by the public since 1986, but the rapid development of KJA occurred since 1998 through the intensive cultivation net high fish density. This study aims to analyze potential areas for net floating cage ini Lake Toba Girsang Sipangan Bolon, Simalungun by the suitability matrix method.

This research is using the scorring method/weighting. Determination of weighting and scoring is done to put a value on criteria that support the farming activities by linking the chemical physical parameters. These parameters include temperature, DO, pH, brightness, lake current, depth, BOD, and ammonia.

The results showed that the suitability grade in Lake Toba Girsang Sipangan Bolon is very suitable and appropriate class. This shows the area is a potential are for net floating cage. There are 5 stations with the appropriate class and the other class 15 is very appropriate.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Kesesuaian Wilayah Untuk Budidaya Ikan Keramba Jaring Apung di Perairan Girsang Sipangan Bolon Danau Toba” sebagai salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan studi pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda H. Supamin, SIP dan Ibunda Hj. Herawani yang selalu memberikan doa dan dukungan baik dukungan moril maupun materi sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada keluarga besar Hasnan Hasan dan Sarkawi yang selalu memberikan doa dan dukungan kepada penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih pula kepada Prof. Dr. Ing. Ternala Alexander Barus, M. Sc., sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Zulham Apandy Harahap, S. Kel., M. Si., sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Serta kepada seluruh staf pengajar dan pegawai tata usaha di Manajemen Sumberdaya Perairan.

Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Camat Girsang Sipangan Bolon dan pegawai kantor kecamatan yang telah memberikan izin sehingga penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan penelitian di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Raja Guguk sebagai pemilik tambak di kawasan tersebut. Penulis juga berterima kasih kepada staff di Laboratorium BTKL-PP Sumatera Utara.


(9)

Terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh teman-teman di MSP 2010 dan adik-adik di MSP 2011 yang telah membantu kelancaran penelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan usulan penelitian ini.Kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan dari berbagai pihak guna mendapatkan hasil yang lebih baik.Akhirnya, semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua yang membacanya.

Medan, Oktober 2014

Penulis


(10)

Penulis dilahirkan di Pematangsiantar pada tanggal 23 September 1992.Penulis merupakan anak tunggal dari pasangan Bapak H. Suparmin, SIP dan

Ibu Hj. Herawani.

Pendidikan pertama penulis dimulai di SD

Swasta Taman Siswa pada tahun 1998 –

2004.Kemudian dilanjutkan di SMP Swasta Taman Asuhan pada tahun 2004 – 2007 dan terakhir menyelesaikan pendidikannya di Madrasah Aliyah Negeri Pematangsiantar pada 2007-2010.Penulis diterima di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara pada tahun 2010 melalui jalur Ujian Masuk Bersama Perguruan Tinggi Negeri (UMB-PTN).

Pada bulan Juli – Agustus 2013 penulis melaksanakan kegiatan praktek kerja lapangan (PKL) di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, Jawa Barat.Selama masa perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (IMMASPERA) dan sebagai Asisten Praktikum renang tahun 2012 s.d tahun 2013, Asisten Praktikum Sistem Informasi Sumberdaya Perairan pada tahun 2012 dan Asisten Praktikum Pengelolaan Lingkungan Pesisr pada tahun 2013 di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.


(11)

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Kerangka Pemikiran ... 3

Tujuan Penelitian ... 5

Manfaat Penelitian ... 6

TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau ... 7

Keramba Jaring Apung ... 9

Parameter Fisika Kimia Perairan ... 13

Suhu ... 13

Oksigen Terlarut ... 14

Derajat Keasaman (pH) ... 15

Biochemical Oxygen Demand (BOD) ... 16

Amonia ... 16

Kecerahan ... 17

METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian ... 18

Alat dan Bahan ... 18

Metode Pengumpulan Data ... 19

Penentuan Stasiun ... 20

Analisis Data ... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 24


(12)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 43 Saran ... 43 DAFTAR PUSTAKA


(13)

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Kriteria Kualitas Air Berdasarkan BOD5 ... 16

2. Matriks Kesesuaian Wilayah Untuk Keramba Jaring Apung ... 22 3. Hasil Pengukuran Parameter Fisika Kimia ... 24


(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Bagan Alir Kerangka Pemikiran ... 5

2. Peta Lokasi Kecamatan Girsang Sipangan Bolon ... 18

3. Stasiun dengan Kegiatan KJA ... 20

4. Stasiun Tanpa KJA ... 20

5. Peta Sebaran Suhu ... 25

6. Peta Sebaran DO ... 26

7. Peta Sebaran pH ... 27

8. Peta Sebaran Kecerahan ... 28

9. Peta Sebaran Amonia ... 28

10. Peta Kesesuaian Wilayah Untuk Keramba Jaring Apung ... 29

11. Perbandingan Fluktuasi Suhu ... 32

12. Perbandingan Oksigen Terlarut ... 34

13. Perbandingan pH ... 35

14. Perbandingan Kecerahan ... 37

15. Perbandingan Amonia ... 40


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

1. Perhitungan Nilai Kesesuaian ... 48 2.Bahan dan Alat Penelitian ... 51 3.Pelaksanaan Penelitian ... 54


(16)

ABSTRAK

KHAIRUNNISA.Analisis Kesesuaian Wilayah Untuk Budidaya Ikan Keramba Jaring Apung di Perairan Girsang Sipangan Bolon Danau Toba. Dibimbing oleh TERNALA ALEXANDER BARUS danZULHAM APANDY HARAHAP.

Danau Toba adalah salah satu danau yang dimanfaatkan sebagai lahan budidaya.Kegiatan budidaya ikan sistem KJA di Danau Toba telah dilakukan oleh masyarakat sejak tahun 1986, namun perkembangan KJA yang pesat terjadi sejak tahun 1998 melalui budidaya jaring apung intensif yang berkepadatan ikan tinggi. Penelitian ini bertujuan menganalisis wilayah potensial untuk budidaya keramba jaring apung di kawasan Danau Toba Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun melalui matriks kesesuaian wilayah untuk KJA

Penelitian menggunakan metode scoring/pembobotan.Penentuan pembobotan dan skoring dilakukan untuk memberikan nilai pada kriteria yang mendukung pada kegiatan budidaya dengan mengaitkan parameter fisika kimia yang sudah ditetapakn. Parameter tersebut antara lain suhu, DO, pH, kecerahan, arus, kedalaman, BOD, dan ammonia.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelas kesesuaian di perairan Danau Toba girsang Sipangan Bolon adalah kelas sangat sesuai dan sesuai. Hal ini menunjukkan wilayah tersebut merupakan wilayah potensial untuk melaksanakan kegiatan KJA. Terdapat 5 stasiun dengan kelas sesuai dan 15 kelas lainnya sangat sesuai.


(17)

ABSTRACT

KHAIRUNNISA. Analysis of suitability area for floating net cage ini Lake Toba Girsang Sipangan Bolon. Under the supervision of TERNALA ALEXANDER BARUS and ZULHAM APANDY HARAHAP.

Lake Toba is a lake that is used as farming land. Net floating cage system of fish farming activities in the Lake Toba has been done by the public since 1986, but the rapid development of KJA occurred since 1998 through the intensive cultivation net high fish density. This study aims to analyze potential areas for net floating cage ini Lake Toba Girsang Sipangan Bolon, Simalungun by the suitability matrix method.

This research is using the scorring method/weighting. Determination of weighting and scoring is done to put a value on criteria that support the farming activities by linking the chemical physical parameters. These parameters include temperature, DO, pH, brightness, lake current, depth, BOD, and ammonia.

The results showed that the suitability grade in Lake Toba Girsang Sipangan Bolon is very suitable and appropriate class. This shows the area is a potential are for net floating cage. There are 5 stations with the appropriate class and the other class 15 is very appropriate.


(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Permintaan produk perikanan untuk memenuhi gizi manusia semakin meningkat, sementara tingat ketersediaan potensi sumber daya ikan diprediksi terus berkurang dengan peningkatan konsumsi.Cara yang bisa menjawab tuntutan kebutuhan gizi dan protein hewani adalah dengan budidaya ikan.Usaha pengembangan budidaya danau merupakan salah satu sumberdaya alam yang bisa dimanfaatkan (Zonnelved, 1991 diacu oleh Maniagasi, dkk., 2013).

Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba seluas lebih kurang 369.854 ha, yang terdiri dari 190.314 ha daratan di pulau Sumatera (keliling luar danau), 69.280 ha daratan pulau Samosir (di tengah danau) dan 110.260 ha berupa perairan Danau Toban-nya sendiri (luas permukaannya). Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba merupakan hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Asahan Toba yang mencakup 7 wilayah administrasi pemerintahan yaitu: Kabupaten Toba Samosir, Samosir, Humbang Hasundutan, Dairi, Karo, Simalungun dan Tapanuli Utara (Siregar diacu oleh Simangunsong, dkk., 2008).

Danau Toba merupakan danau terbesar di Indonesia. Danau Toba juga merupakan danau vulkanik terbesar di dunia dengan luas 1.130 km2 dan titik terdalam 529 m dengan kategori sebagai danau oligotrofik dengan ciri khas miskin akan unsur hara, memiliki waktu tinggal yang cukup lama, hampir tidak ada arus dan suhu stabil. Perairan Danau Toba dimanfaatkan untuk kegiatan perikanan, pertanian, pemukiman, peternakan dan pariwisata. Khusus untuk


(19)

kegiatan perikanan telah dimulai sejak tahun 1986 dan terus mengalami peningkatan yang tajam hingga kini (Ghofar, dkk., 2013).

Pembangunan pemanfaatan sumber daya perairan umum bagi usaha budidaya ikan, yang sekarang digiatkan adalah usaha bidudaya dalam kantong jaring apung (floating cage net).Prospek budidaya ikan dalam kantong apung jaring ini cukup cerah. Apalagi di Indonesia banyak terdapat danau dan dibangun waduk-waduk buatan maupun dan penampungan air lainnya, sehingga akan memberikan peluang yang semakin besar bagi para petani ikan atau masyarakat yang ingin memanfaatkan perairan tersebut untuk budidaya dalam kantong jaring apung (Saputra, 1998 diacu oleh Pontoh, 2014).

Kegiatan budidaya ikan sistem KJA di Danau Toba telah dilakukan oleh masyarakat sejak tahun 1986, namun perkembangan KJA yang pesat terjadi sejak tahun 1998 melalui budidaya jaring apung intensif yang berkepadatan ikan tinggi. Pada tahun 2006 jumlah KJA yang beroperasi di perairan Danau Toba terdata sebanyak 5.233 unit. Survei yang dilakukan Dinas Perikanan Provinsi Sumatera Utara tahun 2008, di dapatkan bahwa KJA yang beroperasi di perairan Danau Toba sebanyak 7.012 unit, yang terdiri dari KJA milik PT. Aquafarm Nusantara sebanyak 1.780 unit dan KJA milik masyarakat sebanyak 5.232 unit (Ginting, 2011).

Hampir seluruh kegiatan budidaya di Danau Toba dilaksanakan dengan sistem budidayadengann jaring terapung di perairan yang disebut keramba jaring apung (KJA).Kegiatan tersebut dilakukan oleh warga yang bermukim di sekitar danau ataupun pihak swasta dan asing.Warga menjadikan kegiatan budidaya KJA sebagai mata pencaharian tetap maupun sampingan.Ikan yang sering


(20)

dibudidayakan pada KJA adalah nila (Oreochromis niloticus) dan mas (Cyprinus carpio).

Banyaknya kegiatan keramba jaring apung berbanding lurus dengan semakin banyak lokasi di Danau Toba yang akan dijadikan sebagai tempat budidaya. Penempatan lokasi sendiri adalah salah satu faktor utama dalam pelaksanaan kegiatan budidaya. Penentuan lokasi tersebut dapat dikaji dari parameter fisika kimia perairan yang sesuai sehingga dapat mendukung proses budidaya seperti suhu, kecepatan arus, kadar ammonia, kadar oksigen terlarut dalam air, BOD5, kedalaman, kecerahan dan pH, namun pada kenyataan para

pembudidaya jarang sekali menetapkan lokasi berdasarkan parameter fisika kimia perairan yang sesuai.

Perkembangan usaha keramba cukup signifikan ditengah masyarakat, namun diketahui bahwa penempatan keramba tersebut masih belum tertata dengan baik, sehingga sering terjadi benturan kepentingan (Syofyan, dkk., 2010)

Berdasarkan uraian di atas akan dilakukan penelitian analisis kesesuaian wilayah untuk keramba jaring apung ditinjau dari parameter fisika kimia perairan yang ada di wilayah tersebut dengan menggunakan matriks kesesuaian. Penelitian dilakukan di wilayah yang sudah dijadikan sebagai tempat budidaya dengan KJA maupun lokasi non-kegiatan KJA.Hal ini bertujuan agar lahan KJA dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan.

Perumusan Masalah

Permintaan pasar terhadap konsumsi ikan tawar semakin meningkat dari waktu ke waktu.Hal tersebut tentu saja mendasari semakin berkembangnya


(21)

aktivitas perikanan budidaya melalui keramba jaring apung di sekitar Danau toba baik yang dikelola oleh masyarakat setempat ataupun pihak swasta. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimpulkan permasalahan dari penelitian sebagai berikut:

1.

Apakah parameter fisika kimia pada wilayah yang memiliki kegiatan keramba jaring apung masih layak untuk melaksanakan kegiatan KJA?

2.

Apakah wilayah Danau Toba yang belum dijadikan lahan KJA layak untuk dikembangkan sebagai kawasan budidaya dengan sistem keramba jaring apung?

Kerangka Pemikiran

Girsang Sipangan Bolon sebagai salah satu wilayah kecamatan di Danau Toba adalah tempat yang wilayah perairannya dijadikan sebagai tempat budidaya keramba jaring apung terutama oleh warga sekitar.Dalam penentuan lokasi yang layak dijadikan sebagai tempat budidaya KJA, hendaknya pembudidaya memperhatikan parameter kualitas air yang ada di lokasi.Wilayah yang sudah dijadikan sebagai tempat pembudidayaan juga harus tetap dikontrol kualitas airnya.Hal ini dapat dilakukan melalui matriks kesesuaian bagi wilayah keramba jaring apung sehingga dapat diketahui apakah wilayah tersebut sangat sesuai, sesuai, maupun tidak sesuai sebagai lokasi keramba jaring apung.Kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.


(22)

Gambar 1. Bagan alir kerangka pemikiran

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menganalisis wilayah potensial untuk budidaya keramba jaring apung di kawasan Danau Toba Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun melalui matriks kesesuaian wilayah untuk KJA.

Danau Toba Kecamatan Girsang Sipangan Bolon Kabupaten Simalungun

Lokasi tanpa KJA Lokasi KJA

Parameter Fisika Kimia Perairan

Metode Scorring(Penentuan Kesesuaian Wilayah)


(23)

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi dan menentukan lokasi yang sesuai untuk dijadikan tempat budidaya keramba jaring apung di Danau Toba Kecamatan Girsang Sipangan Bolon Kabupaten Simalungun.

2. Bahan acuan bagi instansi terkait untuk mengambil kebijakan mengenai pemanfaatan Danau Toba untuk kegiatan budidaya KJA.


(24)

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem Danau

Danau secara ekologis merupakan badan air yang dikelilingi daratan dan dikelompokkan sebagai salah satu jenis lahan basah yang dicirikan sebagai lahan berair tetap.Lahan basah sebagai ekosistem merupakan komponen bentang alam dan dengan demikian menjadi salah satu bentuk alami (feature) suatu wilayah.Lahan basah tersebut dapat disebut sebagai danau yang merupakan salahsatu bentuk ekosistem yang menempati daerah yang relatif kecil pada permukaan bumi dibandingkan dengan habitat laut dan daratan (Yuzni, 2008).

Sebagai ekosistem perairan lentik, perairan danau ditandai dengan keadaan arus air yang sangat lambat yaitu 0,001 – 0,01 m/detik atau bahkan tidak ada arus sama sekali, sehingga waktu tinggal air (residence time) dapat berlangsung dalam waktu sangat lama. Karena kondisi arus air pada danau sangat lambat, maka pengaruhnya tidak begitu besar terhadap kehidupan organisme yang ada di dalamnya. Faktor yang sangat penting pada ekosistem danau adalah pembagian daerah air secara vertikal (stratifikasi), dimana setiap lapisan air memiliki sifat yang berbeda satu sama lain. Terdapat perbedaan sifat air antar lapisan terutama berkaitan dengan perbedaan intensitas cahaya matahati yang diserap, yang selanjutnya menyebabkan terjadinya perbedaan suhu air pada setiap kedalaman(Ginting, 2011).

Menurut Riwayati dan Sinaga (2010) diacu oleh Sihotang (2012) menyatakan bahwa klasifikasi danau menurut geomorfologinya adalah sebagai berikut:


(25)

a. Danau Tektonik

Dibentuk oleh pergerakan kerak bumi.Contohnya DanauBaikal dan Danau Victoria.Umumnya danau-danau ini mempunyai badan airsangat dalam.

b. Danau Vulkanik

Bahan vulkanik disemburkan ke atas hingga terbentuklah lubangbesar atau lubang besar yang terbentuk magma yang dikeluarkan mendingin danmenyusut.Contohnya danau-danau di daerah tropis Asia.

c. Danau Longsoran

Pergerakan sejumlah besar material oleh longsoran ke dalam lembahsungai dapat menyebabkan pembendungan dan terjadilah danau. ContohnyaDanau Alpin.

d. Danau Glasial

Terbentuknya karena efek pengikisan dari pergerakan es glasial. e. Danau Sungai

Terbentuk akibat pengikisan oleh aliran air sungai.Contohnya danaudanaudi Washington.

f. Danau Solusi

Pelarutan batuan oleh air hujan, misalnya pelarutankalsium karbonat oleh air yang agak masam membentuk danau solusi .Contohnya Danau Florida.

Pola temperatur di suatu ekosistem danau akan mengalami fluktuasi secara vertical sesuai dengan kedalaman lapisan air. Berdasarkan perbedaan temperature, suatu danau dapat dibagi mrnjadi 3 lapisan permukaan yaitu lapisan epilimnion, lapisan dibawah epilimnion yang disebut sebagai lapisan metalimnion


(26)

mempunyai temperatur yang paling tinggi dibandingkan dengan lapisan lainnya, kecuali pada saat musim dingin di danau-danau yang terdapat di wilayah yang beriklim sedang (Barus, 2004).

Keberadaan ekosistem danau memberikan fungsi yang menguntungkan bagi kehidupan manusia (rumahtangga, industri, dan pertanian). Beberapa fungsi penting ekosistem ini, sebagai berikut: 1) sebagai sumber plasma nutfah yang berpotensi sebagai penyumbang bahan genetik; 2) sebagai tempat berlangsungnya siklus hidup jenis flora/fauna yang penting, 3) sebagai sumber air yang dapat digunakan langsung oleh masyarakat sekitarnya (rumahtangga, industri dan pertanian); 4) sebagai tempat penyimpanan kelebihan air yang berasal dari air hujan, aliran permukaan, sungai-sungai atau dari sumber-sumber air bawah tanah; 5) memelihara iklim mikro, di mana keberadaan ekosistem danau dapat mempengaruhi kelembaban dan tingkat curah hujan setempat; 6) sebagai sarana tranportasi untuk memindahkan hasil-hasil pertanian dari tempat satu ke tempat lainnya; 7) sebagai penghasil energi melalui PLTA; 8) sebagai sarana rekreasi dan obyek pariwisata (Kumurur, 2002).

Keramba Jaring Apung

Pengembangan budidaya merupakan usaha meningkatkan produksi dan sekaligus merupakan langkah pelestarian kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang dalam rangka mengimbangi pemanfaatan dengan cara penangkapan. Usaha budidaya merupakan bentuk pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perairan yang berwawasan lingkungan (Affan, 2012).


(27)

Keramba jaring apung adalah sistem budidaya dalam perairan berupa jaring yang mengapung (floating net cage) dengan bantuan pelampung dan ditempatkan di perairan seperti danau dan waduk, memiliki dasar pasir, batu atau karang (Effendi. 2004).

Keramba memiliki beberapa tipe dan design.Keramba memiliki empat tipe,yaitu keramba tetap, keramba jaring apung, keramba yang terbenam, dan kerambayang mencuat.Keramba tetap sangat mudah dibangun tetapi memiliki batasan ukuran dan bentuk karena digunakan pada bagian danau yang dangkal, dan harus sesuai dengan substrat.Keramba jaring apung harus dilengkapi material yang dapat mengapung di permukaan perairan.Keramba jaring apung memiliki ukuran dan bentuk yang bervariasi sesuai dengan tujuan dari pemanfaatan keramba tersebut.Keramba yang ditanam dapat dipindahtempatkan untuk menghindar dari perubahan lingkungan.Beberapa dari keramba yang ditanam memiliki alat apung. Keramba yang mencuat biasanya tebentuk dari papan kayu/bambu di antara aliran air (Tambunan, 2010).

Konstruksi jaring terapung pada dasarnya terdiri atas dua bagian yaitu kerangka dan kantong jaring.Kerangka berfungsi sebagai tempat pemasangan kantong jaring dan tempat lalu lalang orang pada waktu memberikan pakan pada saat panen.kantong jaring merupakan tempat pemeliharaan ikan yang akan dibudidayakan (Rismawati, 2010).

Menurut Gusrina (2008) diacu oleh Rismawati (2010) menyatakan bahwa Persyaratan teknis yang harus diperhatikan dalam memilih lokasi budidayaikan keramba jaring apung adalah (Gusrina, 2008):


(28)

Arus Air pada lokasi yang dipilih diusahakan tidak terlalu kuat namun tetap adaarusnya agar tetap terjadi pergantian air dengan baik dan kandungan oksigen terlarutdalam wadah budidaya air tercukupi, selain itu dengan adanya arus maka dapatmenghanyutkan sisa-sisa pakan dan kotoran ikan yang terjatuh di dasar perairan. Padakondisi perairan yang tidak mengalir, unit budidaya sebaiknya diletakkan di tengah.

b. Tingkat Kesuburan

Jenis perairan yang sangat baik untuk digunakan dalam budidaya ikan adalahperairan dengan tingkat kesuburan rendah hingga sedang. Jika perairan dengantingkat kesuburan tinggi digunakan dalam budidaya ikan maka hal ini sangat beresikotinggi karena perairan dengan kesuburan tinggi (eutrofik) kandungan oksigen terlarutpada malam hari sangat rendah dan berpengaruh buruk terhadap ikan yang akandipelihara dengan kepadatan tinggi.

c. Bebas dari Pencemaran

Jika lokasi budidaya mengandung bahan pencemar maka akan berpengaruhterhadap kehidupan ikan yang dipelihara

Perakitan teknologi budidaya sangat diperlukan dan salah satu diantaranya adalah budidaya sistem Keramba Jaring Apung (KJA). Keuntungan yang dapat diperoleh dengan budidaya sistem KJA adalah: a) Peningkatan devisa negara; b) Pemenuhan protein hewani petani pantai; c) Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani pantai; d) Peningkatan pemanfaatan sarana produksi yang tersedia seperti bibit dan pakan; e) Pemanfaatan tenaga kerja dan penanggulangan pengangguran (Zulkifli, dkk., 2009).


(29)

Selain berdampak positif, jika berkembang tanpa kendali kegiatan KJA yang kelewat intensif ini bisa menimbulkan dampak negatif karena kegiatan tersebut menghasilkan limbah organik (terutama pencemaran unsur nitrogen dan fosfor) yang besar akibat pemberian pakan yang tidak efisien sehingga sisa pakan dan kotoran ikan akan menumpuk di dasar perairan. Penumpukan limbah organik ini akan mencemari danau, mulai dari eutrofikasi yang menyebabkan ledakan (blooming) fitoplankton dan gulma air seperti eceng gondok (Eiclzhornia crasssipes (Mart.) Solms), Hydrilla verticillata ((L.F.) Royle), Ceratophyllum demersum (L.) , dan lain-lain diikuti dengan terbentuknya gas-gas yang dapat menyebabkan kematian organisme perairan (terutama ikan-ikan budidaya) serta diakhiri dengan makin menebalnya lapisan anaerobik di badan air danau (Ndahawali, 2012).

Menurut Zulkifli, dkk., (2009) keramba jaring apung memiliki beberapa persyaratan lokasi diantaranya:

a) Bebas dari faktor resiko yaitu :

· Gangguan alam (badai dan gelombang besar) · Adanya predator (hewan buas laut dan burung laut)

· Pencemaran (limbah industri, pertanian dan rumah tangga) · Konflik pengguna (lalu-lintas kapal umum dan kapal tanker)

b) Bebas dari faktor kenyamanan, lokasi yang dekat dengan jalan besar, pasar, pelelanganikan, pelabuhan dan lain-lain.

c) Memiliki persyaratan kondisi hidrografi, yaitu : · Kedalaman air > 5 m


(30)

· Tinggi air pasang 0,5 – 1,5 meter · pH 6 – 8,5

· Suhu 27 – 32 oC

d) Faktor pendukung lainnya seperti sumber pakan, tenaga kerja, dan ketersediaan benih merupakan syarat-syarat yang harus dipenuhi.

Faktor yang bertindak sebagai kekuatan dalam penentuan strategi pengembangan KJA yang berkelanjutan adalah kualitas air masih mendukung, daya dukungtinggi, pemanfatan danau masih rendah, berkembangnya budidaya, masyarakat mempunyai keinginan berusaha, dan faktor yang bertindak sebagai peluang adalah zona budidaya belum dimanfaatkan, tingginya permintaan pasar dan keuntungan usaha menjanjikan. Kekuatan dan peluang ini untuk menjamin peningkatan produksi ikan budidaya dari perairan umum dalam memenuhi permintan pasar, jumlah penduduk yang semakin meningkat dan meningkatkan pendapatan masyarakat setempat, terutama penduduk yang terkena dampak penggenangan danau (Siagian, 2010).

Penempatan jaring apung di perairan umum seperti waduk, situ atau, danau dianjurkan di jalur lurus horizontal yang terletak di daerah muara agar ikan selalu mendapatkan suplai air yang memiliki kandungan oksigen terlarut tinggi. Selain itu adanya pergerakan air akan membantu menghanyutkan sisa-sisa kotoran atau bahan organik (Khairuman dan Amri, 2013).

Parameter Fisika Kimia Perairan

Kualitas suatu perairan memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap survival dan pertumbuhan makhluk hidup di perairan itu sendiri.Lingkungan yang


(31)

baik (hiegienis bagi hewan diperlukan untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya (Minggawati dan Lukas, 2012). Kualitas air merupakan faktor fisik, kimia, dan biologi dari perairan yang mempengaruhi organisme perairan. Kualitas air yang cocok bagi ikan budiaya di perairan tercantum di PP RI No:82 Tahun 2001 Kelas III (Tambunan, 2010).

Suhu

Produktivitas suatu perairan sangat ditentukan oleh sifat fisika dan kimia serta organisme hidup pendukung lainnya. Suhu perairan merupakan faktor pembatas dari proses produksi di perairan. Suhu yang terlalu tinggi dapat merusak jaringan tubuh fitoplankton, sehingga akan mengganggu proses fotosintesa dan menghambat pembuatan ikatan-ikatan organik yang kompleks dari bahan organik yang sederhana serta akan mengganggu kestabilan perairan itu sendiri (Yuningsih, dkk., 2014).

Kisaran suhu optimum bagi kegidupan ikan di perairan tropis adalah antara 28 - 32°C. Pada suhu 18 - 25°C ikan masih bertahan hidup meski nafsu makan mulai menurun, sedangkan pada 12 - 18°C mulai berbahaya bagi ikan, dan dibawah 12°C ikan tropis akan mati kedinginan (Kordi dan Tancung, 2010).

Penurunan suhu udara pada malam hari, pada waktu hujan atau pada waktu sinar matahari terhalang oleh awan, asap, debu atau pelindung Iainnya akan menurunkan suhu air permukaan. Jika proses penurunan suhu udara terus berlangsung sehingga suhu air permukaan sama dengan suhu lapisan bawah maka akan terjadi proses pencampuran. Apabila penurunan suhu air permukaan terus berlanjut sehingga lebih dingin dibanding dengan suhu air di dasar maka akan terjadi proses pembalikan (Up Welling atau Turn Over) (Jangkaru, 2000).


(32)

a. Oksigen Terlarut

Oksigen terlarut merupakan zat yang paling penting dalam sistem kehidupan di perairan, dalam hal ini berperan dalam proses metabolisme oleh makro dan mikroorganisme yang memanfaatkan bahan organik yang berasal dari fotosintesis. Selain itu mempunyai peranan yang penting dalam penguraian bahan-bahan organik oleh berbagai jenis mikroorganisme yang bersifat aerobik, sehingga jika ketersediaan oksigen tidak mencukupi akan mengakibatkan lingkungan perairan dan kehidupan dalam perairan menjadi terganggu, sekaligus akan menurunkan kualitas air. Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian (diurnal) dan musiman, tergantung pada pencampuran (mixing), dan pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah (effluent) yang masuk ke badan air (Effendi, 2003).

b. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) merupakan suatu parameter penting untuk menentukan kadar asam/basa dalam air. Nilai pH menyatakan nilai konsentrasi ion hidrogen dalam suatu larutan. Kemampuan air untuk mengikat atau melepas sejumlah ion Hidrogen akan menunjukkan apakah larutan tersebut bersifat asam/ basa. Di dalam air yang bersih jumlah konsentrasi ion H+ dan OH- berada dalam keseimbangan, sehingga air yang bersih akan bereaksi normal. Peningkatan ion hidrogen akan menyebabkan nilai pH turun dan disebut sebagai larutan asam. Sebaliknya apabila ion hidrogen berkurang akan menyebabkan nilai pH naik dan keadaan ini disebut sebagai larutan basa. Nilai pH yang ideal untuk mendukung kehidupan organisme akuatik pada umumnya terdapat antara 7-8,5 (Barus, 2004).


(33)

Kisaran nilai pH yang baik adalah berkisar antara 7 – 8. Terjadinya perubahan nilai pH disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : peningkatan gas CO

2

sebagai hasil pernafasan dari organisme aquatik, pembakaran bahan organik di dalam air oleh jasad renik, rendahnya konsentrasi oksigen terlarut, kandungan garam (salinitas) yang tinggi, jumlah padat tebar yang tinggi, keadaan suhu air yang tidak stabil, serta tingginya tingkat kekeruhan melebihi ambang batas (Pratiwi, 2010).

BOD (Biochemical Oxygen Demand)

BOD (Biochemical Oxygen Demand) atau kebutuhan oksigen

menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi bahan-bahan buangan di dalam air.Jika konsumsi oksigen tinggi yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut, maka berarti kandungan bahan-bahan buangan yang membutuhkan oksigen tinggi. Konsumsi oksigen dapat diketahui dengan mengoksidasi air pada suhu 20 0C selama 5 hari, dan nilai BOD yang menunjukkan jumlah oksigen yang dikonsumsi dapat diketahui dengan menghitung selisih konsentrasi oksigen terlarut sebelum dan sesudah inkubasi (Hardjojo dan Djokosetiyanto, 2005).

Pada perairan alami, yang berperan sebagai sumber bahan organik adalah tanaman dan hewan yang telah mati. Perairan alami memiliki nilai BOD antara 0,5-7,0 mg/l. Selain itu buangan hasil limbah domestik dan industry juga dapat mempengaruhi nilai BOD. BOD5 dalam suatu perairan dapat digunakan sebagai petunjuk terjadinya pencemaran.Menurut Lee, dkk., besarnya tingkat pencemaran


(34)

perairan untuk kehidupan organisme akuatik berdasarkan BOD5 dapat dilihat pada Tabel 1 (Wijaya, 2009).

Tabel 1. Kriteria Kualitas Air Berdasarkan BOD5

BOD5 Kualitas Air

< 3 3,0 – 4,9 5,0 – 15 15

Tidak tercemar Tercemar ringan Tercemar sedang Tercemar berat Sumber: Lee, dkk., (1978) dalam Wijaya (2009)

Amonia

Amonia merupakan produk akhir metabolisme nitrogen yang bersifat racun Di dalam perairan senyawa amonia terdapat dalam dua bentuk yaitu amoniak (berbahaya bila dalam konsentrasi tinggi) dan amonium (tidak berbahaya). Pada kadar yang sangat rendah kurang berbahaya, tetapi dengan meningkatnya kadar amoniak, secara cepat menjadi berbahaya terhadap hewan perairan. Ketika tingkat mencapai 0,06 mg / L, ikan dapat mengalami kerusakan insang. Ketika tingkat mencapai 0,2 mg / L, ikan sensitif seperti trout dan salmon mulai mati. Sebagai tingkat dekat 2,0 mg / L, toleran ikan bahkan seperti mas mulai mati (Sawyer,1994 diacu oleh Elfrida, 2011).

Amonia di perairan bersumber dari hasil metabolisme organisme akuatik dan dekomposisi bahan organik oleh bakteri (Boyd 1989).Selain itu, amonia dapat berasal dari nitrogen organik yang masuk ke perairan (urea), respirasi bakteri, organisme mati, dan sel yang.Meskipun amonia bersumber dari hasil ekskresi hewan akuatik, namun proporsinya terhitung kecil jika dibandingkan dengan


(35)

pembentukan amonia dari dekomposisi oleh bakteri (Wetzel, 2001 diacu oleh Ervinia, 2013).

Kecerahan

Kecerahan merupakan kemampuan cahaya matahari untuk

menembusperairan.Kemampuan cahaya tersebut dipengaruhi oleh kekeruhan air.Kekeruhanyang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya sistem osmoregulasi.Misalnyapernapasan dan daya lihat organisme akuatik serta dapat menghambat penetrasicahaya ke dalam air. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekeruhan air adalahpartikel halus yang tersuspensi seperti lumpur, jasad renik (plankton) dan warna air (Sari, 2011).

Bahan organik dan anorganik yang berupa plankton dan organisme lainnya dipengaruhi oleh kecerahan.Perairan terbuka memiliki nilai kecerahan yang tinggi dapat diakibatkan karena tidak adanya atau tidak banyaknya sisa sisa serasah tumbuhan ataupun limbah pakan yang terdapat pada titik sampling. Menurut Alianto, dkk.,(2007) cahaya merupakan faktor pembatas bagi adanya bahan organik yang penting bagi produktivitas primer perairan. Menurut Rohyati, dkk., (2003) kecerahan sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan dan padatan tersuspensi (Yuningsih, 2014).


(36)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2014 di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun pada 20 stasiun yang penyebarannya mewakili wilayah danau dan analisis amonia dilaksanakan di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Penanggulangan Penyakit Medan.Peta lokasi Kecamatan Girsang Sipangan Bolon dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta Lokasi Kecamatan Girsang Sipangan Bolon

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah termometer, botol duga, DO meter, tali duga, secchi disk, pH meter, kamera digital, GPS, alat tulis, perahu,


(37)

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah KOH-KI, H2SO4,

MNSO4, Na2SO3, amilum, peta administrasi Kecamatan Girsang Sipangan Bolon

dan data hasil pengukuran parameter fisika kimia air danau. Gambar alat dan bahan dapat dilihat pada Lampiran 2.

Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data-data hasil pengukuran parameter fisika kimia perairan meliputi pengukuran suhu, arus, DO, amonia, kedalaman, kecerahan, pH, dan BOD5 baik yang dilakukan secara insitu maupun exsitu yang

hasil akhirnya harus diolah di laboratorium. Pengambilan data primer dilakukan sebanyak 1 kali.Sedangkan data sekunder merupakan data yang berkaitan dengan peta lokasi.

Penentuan Stasiun

Stasiun pengamatan terdiri dari 20 stasiun yang ditentukan secara acak sehingga penyebarannya mewakili wilayah Danau Toba di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon.Metode tersebut dinamakan metode purposive random sampling.Titik dari setiap stasiun daoat dilihat dari Tabel 2. Stasiun 1, 2, dan 3 adalah wilayah yang memiliki kegiatan keramba jaring apung. Sedangkan 17 stasiun lainnya adalah wilayah tanpa keramba jaring apung.Stasiun dengan keramba jaring apung dapat dilihat pada Gambar 3 dan stasiun tanpa wilayah keramba jaring apung dapat dilihat pada Gambar 4.


(38)

Gambar 3. Wilayah dengan Kegiatan KJA

Gambar 4. Wilayah Tanpa KJA

Analisis Data

Analisis Kesesuaian Keramba Jaring Apung

Analisis kesesuaian wilayah untuk kawasan keramba jaring apung danau adalah analisis untuk mengetahui kesesuaian dan kemampuan suatu kawasan untuk dijadikan sebagai kawasan yang mendukung keramba jaring apung.Analisis ini sangat diperlukan untuk pengembangan kawasan keramba jaring apung yaitu untuk melakukan persiapan, pengendalian, perkiraan dampak, dan pembatasan pengelolaan sehingga tidak mencemari lingkungan.

Penentuan kelayakan dilakukan dengan metode pembobotan atau scorring

melalui matriks kesesuaian wilayah.Menurut Hartami (2008) metode scorring

atau pembobotan maksudnya setiap parameter diperhitungkan dengan pembobotan yang berbeda dengan menjadikan parameter fisika kimia perairan


(39)

sebagai acuannya.Bobot yang digunakan sangat tergantung dari percobaan atau pengalaman empiris yang telah dilakukan.

Penentuan pembobotan dan scorring dilakukan untuk memberikan nilai pada kriteria yang mendukung pada kegiatan budidaya. Penentuan bobot tiap-tiap kriteria didasarkan pertimbangan kepada seberapa besar kontribusi masing-masing kriteria terhadap hasil akhir (Hambali, dkk., 2013). Pembobotan dalam matriks dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Matriks Kesesuaian Wilayah Untuk Keramba Jaring Apung

No Parameter Bobot

S1 (Sangat

Sesuai)

Skor S2

(Sesuai) Skor

N (tidak sesuai)

Skor 1 Suhu

(oC)

3 28-32 3 26- < 28 2 <26 dan >30 1 2 Arus

(cm/det)

1 0-0,3 3 0,4-1 2 >1 1 3 DO

(mg/l)

3 >6 3 3-6 2 <3 1 4 Ammonia

(mg/l)

3 0-0,02 3 >0.02-0.5 2 >0.5 1 5 Kedalaman

(m)

1 10-25 3 4 - <10 2 <4 - >25 1 6 Kecerahan

(m)

1 >5 3 3-5 2 <3 1 7 pH 2 7,5-8,0 3 7,0-<7,5

atau >8,0-8,5

2 <7,0 atau >8,5

1

8 BOD5 (mg/l)

1 <3 3 3-5 2 >5 1

Sumber: Dimodifikasi dari (Bakosurtanal, 1996 diacu olehNurfiarini, 2003;Tiensongrusmee dkk., 1986; Bambang dan Tjahjo, 1997; Ali, 2003; Kurniaty, 2003; Rachmansyah, 2004; KLH, 2004; Wardjan, 2005) diacu olehHartami (2008)

Berdasarkan tabel matriks kesesuaian, skor 3 untuk kategori sangat sesuai, skor 2 untuk kategori sesuai, dan skor 1 untuk kategori tidak sesuai. Menurut Jumadi (2011) menyatakan bahwa setiap parameter memiliki kontribusi yang berbeda terhadap tingkat kesesuaian lahan KJA.Oleh karena itu dalam penentuan


(40)

parameter tersebut terhadap nilai kesesuaian. Nilai kesesuaian pada setiap lokasi dihitung berdasarkan rumus berikut:

Nij = Bij x Sij keterangan: Nij = Total nilai di lokasi-ij

Bi = bobot pada setiap parameter-i Sij = skor pada setiap parameter-i kelas j

Total nilai maksiumun (Nij maks) yang diperoleh sebesar 35 dan total nilai minimum (Nij min) sebesar 15. Kemudian nilai total dikelompokkan berdasarkan selang kesesuaian dengan menggunakan persamaan:

Selang interval kelas = ��� ���� −��� ��� 3

Dari perhitungan menggunakan persamaan diatas dihasilkan selang interval kelas sebesar 10 sehingga klasifikasi kesesuaian lahan keramba jaring apung dibagi kedalam tiga kategori, meliputi :

S1= sangat sesuai, dengan selang >35 S2= sesuai, dengan selang 25 >S2 ≤ 35

N= tidak sesuai, dengan selang<25

Ketentuan kelas kesesuaian didefinisikan sebagai berikut menurut Jumadi (2011) yaitu:

1. S1: sangat sesuai (highly suitable), yaitu apabila lahan tidak mempunyai pembatas yang berarti untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan atau tidak berarti terhadap produksinya.

2. S2 : sesuai (suitable), yaitu apabila lahan mempunyai pembatas agak berarti untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi dan meningkatkan masukan yang diperlukan.


(41)

3. N : tidak sesuai (not suitable), wilayah ini mempunyai faktor pembatas yang sangat berat baik permanen maupun tidak permanen, sehingga mencegah perlakuan pada daerah tersebut


(42)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kualitas Air Danau

Hasil kualitas air danau yang didapat adalah data primer berupa parameter fisika dan kimia yang terdiri atas suhu, pH, DO, BOD5, amonia, kedalaman,

kecerahan, dan kecepatan arus perairan baik di 20 titik yang tersebar acak. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak satu kali dengan pengukuran pH, DO, kedalaman, kecerahan, dan kecepatan arus dilakukan secara insitu sedangkan pengukuran BOD5 dan ammonia dilakukan secara eksitu. Hasil parameter fisika

kimia perairan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Pengukuran Parameter Fisika Kimia

Stasiun Suhu

(oC)

DO

(mg/l) pH

Kecerahan (m) Kedalaman (m) Ammonia (mg/l) BOD5 (mg/l)

1 27,3 5,66 8,2 2,42 4,12 0,08768 1,39

2 27,5 5,42 8,1 2,66 4,35 0,04786 1,98

3 27,3 5,53 7,8 2,03 4,14 0,04786 1,63

4 27,6 5,33 7,6 3,14 6,33 0,03226 1,12

5 27,4 5,21 7,4 3,65 18,61 0,01720 1,23

6 27,2 6,20 7,3 4,21 >25 0,01383 1,19

7 27,3 6,56 7,3 3,86 >25 0,00053 1,69

8 27,4 6,43 7,2 4,32 3,33 0,00001 1,21

9 27,1 7,21 7,3 3.02 14,99 0,00001 1,12

10 27,2 6,45 8,0 3,91 >25 0,00002 0,36

11 27,3 6,98 7,3 4,42 >25 0,00001 1,26

12 27,7 6,56 7,3 4,17 2,06 0,00005 0,66

13 27,6 7,19 7,2 4,39 2,33 0,00011 1,21

14 28,3 6,80 7,4 3,54 7,22 0,00004 0,21

15 28,0 6,53 7,3 2,21 7,56 0,00004 1,32

16 28,0 6,91 7,5 4,27 7,22 0,00004 1,22

17 28,0 7,39 7,3 4,43 9,63 0,00002 1,41

18 28,0 7,08 7,2 4,40 16,76 0,00003 1,6

19 28,1 6,80 7,7 3,99 >25 0,00042 1,32

20 28,0 6,87 7,0 4,35 >25 0,00032 1,1


(43)

Suhu merupakan satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan dan kehidupan ikan dalam kegiatan budidaya KJA.Dari penelitian yang dilakukan, suhu di Danau Toba Kecamatan Girsang Sipangan Bolon berkisar antara 27,1oC - 28,3oC dengan rata-rata suhu sebesar 27,6oC.Nilai tersebut menunjukkan jika suhu di lokasi penelitian masih dalam ambang batas normal untuk kegiatan budidaya.Sebaran suhu di Danau Toba Kecamatan Girsang Sipangan Bolon dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Peta Sebaran Suhu

Suhu sangat bergantung pada faktor cuaca dan musim. Sebaran suhu ini hanya menggambarkan nilai saat pada pengambilan sampel saja sehingga membutuhkan data time series untuk mengetahui pola sebaran suhu yang berdasarkan pada musimnya.


(44)

DO (Dissolved Oxygen) atau oksigen terlarut merupakan zat yang paling penting dalam sistem kehidupan di perairan karena berperan penting dalam proses metabolisme serta respirasi. Dari penelitian yang dilakukan, didapati oksigen terlarut di Danau Toba Kecamatan Girsang Sipangan Bolon berkisar antara 5.21 – 7,39 mg/l dengan rata-rata sebesar 6,45 mg/l sehingga dapat disimpulkan jika oksigen terlarut di perairan tersebut dapat mendukung kegiatan KJA. Peta sebaran DO dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Peta Sebaran DO

DO dan suhu sangat berkaitan, semakin tinggi suhu maka DO akan semakin rendah sehingga sebaran DO ini sama seperti sebaran suhu yang hanya menggambarkan nilai saat pada pengambilan sampel saja dan membutuhkan data time series untuk mengetahui pola sebaran oksigen yang berdasarkan pada musimnya.


(45)

Nilai pH yang didapat dari pengukuran lapangan berkisar pada rentang 7,0– 8,2 yang ditunjukkan pada Gambar 7. Nilai pH tertinggi yaitu 8,2 terukurpada stasiun 1 yang memiliki kegiatan KJA sedangkan stasiun lainnya diperolehhasil pengukuran nilai pH lebih rendah dari 8,2. Sebaran pH yang terukur di perairan tersebut tergolong perairan tersebut masih berada pada batasan pH normal untuk mendukung kegiatan KJA.

Gambar 7. Peta Sebaran pH

Sama seperti suhu dan oksigen terlarut yang bergantung pada cuaca dan musim. Sebaran pH ini hanya menggambarkan nilai saat pada pengambilan sampel saja dan membutuhkan data time series untuk mengetahui pola sebaran oksigen yang berdasarkan pada musimnya.


(46)

Tingkat kecerahan memiliki kaitan erat dengan fotosintesis.Kecerahan berperan dalam menyediakan sinar matahari yang diperlukan oleh tumbuhan air dan fitoplankton dalam melakukan fotosintesis.Kecerahan perairan di perairan Girsang Sipangan Bolon berkisar antara 2.03–4.45 m. Kecarahan di lokasi yang memiliki kegiatan KJA lebih rendah dibanding lokasi tanpa kegiatan KJA.Peta sebaran kecerahan dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Peta Sebaran Kecerahan

Kedalaman

Kedalaman berkaitan erat dengan pemasangan keramba jaring apung sehingga pembudidaya harus memperhatikan kedalaman perairan yang dijadikan lokasi tempat keramba dipasang.Kedalaman lokasi KJA yang dipilih tidak boleh terlalu dangkal dan terlalu dalam.Nilai kedalaman yang diukur selamat penelitian berkisar antara 4,12–>25 m.


(47)

Amonia merupakan parameter penting dalam budidaya perikanan karena dapat dianggap sebagai satu racun paling mematikan dalam kegiatan budidaya.. Hasil penelitian menunjukkan kadar amonia berada pada kisaran 0.00001-0.08768 mg/l.Kadar amonia di lokasi yang memiliki kegiatan KJA lebih tinggi dibanding lokasi tanpa kegiatan KJA.Peta sebaran ammonia dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Peta Sebaran Amonia

Arus

Dari penelitian didapati bahwa tidak ada arus di lokasi penelitian.Hal ini disebabkan lokasi penelitian adalah ekosistem danau yang merupakan perairan menggenang/ lentik. Perairan lentik berarti tidak berarus, pergerakan muka air sebatas terjadi akibat pergerakan kapal yang melintas ataupun pergerakan angin.


(48)

Indeks kesesuaian wilayah diperlukan untuk mengetahui wilayah potensial bagi pelaksanaan KJA.Indeks kesesuaian didapat dari matriks yang berkaitan dengan parameter fisika kimia yang telah ditentukan.Setiap parameter memiliki bobot dan skor yang penentuannya disesuaikan dengan studi literatur dan besar pengaruhnya terhadap kegiatan KJA sebelum dimasukkan ke dalam matriks.Terdapat 2 zona pada perairan Danau Toba Girsang Sipangan Bolon yaitu zona sangat sesuai dan sesuai.Zona sangat sesuai diinterpretasikan dengan warna kuning sedangkan sesuai dengan warna kuning muda. Luasan wilayah sesuai adalah 1,29km2 dan luas wilayah sangat sesuai sebesar 7,36 km2. Kesesuaianwilayah untuk KJA dapat dilihat pada Gambar 10. Perhitungan mengenai kesesuaian untuk KJA dapat dilihat pada Lampiran 1.

Gambar 10. Peta Kesesuaian Wilayah Untuk Keramba jaring Apung


(49)

Parameter Kualitas Air Danau

Secara umum parameter fisika kimia perairan masih dalam batasan normal sehingga sesuai baku mutu untuk kesesuaian keremba jaring apung baik suhu, oksigen terlarut, pH, kecerahan, kedalaman, arus, amonia dan BOD5.

Suhu yang didapat dari hasil penelitian berkisar antara 27,1oC - 28,3oCdan termasuk ke dalam suhu normal yang dibutuhkan ikan untuk dapat berkembang dan bertahan hidup.Menurut Kordi dan Tancung (2010), kisaran suhu optimum bagi kehidupan ikan di perairan tropis adalah antara 28 - 32°C. pada suhu 18 - 25°C ikan masih bertahan hidup meski nafsu makan mulai menurun, sedangkan pada 12 - 18°C mulai berbahaya bagi ikan, dan dibawah 12°C ikan tropis akan mati kedinginan.

Secara umum, suhu di lokasi penelitian tidak menunjukkan variasi yang besar bahkan cenderung stabil karena letak danau yang berada di dataran tinggi sehingga tidak terlalu panas.Perbedaan suhu terjadi karena pengambilan sampel dilakukan pada waktu yang berbeda. Semakin siang pengambilan sampel maka akan semakin tinggi suhu yang didapat karena paparan dari panas matahari semakin terik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendi (2003) bahwa suhu dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman air.

Suhu perairan sangat mempengaruhi biota yang hidup di dalam perairan. Menurut Barus (2004) hal ini terjadi karena suhu perairan akan mempengaruhi kelarutan oksigen yang diperlukan organisme akuatik untuk metabolismenya. Semakin tinggi suhu maka oksigen terlarut akan semakin menurun.


(50)

Suhu saat penelitian di Danau Toba Girsang Sipangan Bolon berbeda jauh dibandingkan dengan penelitian Hartami pada tahun 2008 dan Jumadi pada tahun 2011 yang juga mengenai kesesuaian untuk keramba jaring apung, Pada penelitian Hartami suhu yang didapat sebesar 27 – 30 oC sedangkan pada penelitian Jumadi suhu sebesar 28 - 31°C. Hal ini disebabkan karena penelitian tersebut dilaksanakan di laut. Menurut Jumadi (2011), semakin ke laut lepas suhu semakin berkurang yang disebabkan oleh pengaruh panas dari daratan dimana pada siang hari darat lebih cepat menerima panas dibandingkan dengan lautan.Perbandingan suhu pada setiap lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Perbandingan fluktuasi suhu

Nilai sebaran oksigen terlarut di perairan Danau Toba Girsang Sipangan Bolon berada pada kisaran 5.21 – 7,39 mg/l. Sastrawijaya (2000) menyatakan bahwa kehidupan organisme akuatik berjalan dengan baik apabila kandungan oksigen terlarutnya minimal 5 mg/l. Dari hasil penelitian dan literatur yang mendukung dapat disimpulkan jika kadar oksigen terlarutnya masih layak untuk

25 26 27 28 29 30 31 32

suhu terendah suhu tertinggi

Khairunnisa (2014) Hartami (2008) Jumadi (2011)


(51)

kegiatan keramba jaring apung. Namun rentang kadar oksigen terlarut yang didapat tidak terlalu jauh karena tidak adanya pergerakan air sehingga tidak terjadi pengadukan dan difusi oksigen dari udara tidak terlalu optimal. Sebagaimana dalam literatur Slamet, dkk., (2008) bahwa sumber oksigen berasal dari bagian permukaan air yang mudah terdifusi oksigen dari udara melalui gerakan ombak dan kegiatan fotosintesa fitoplankton.

Kondisi lokasi penelitian yang jauh dari sumber pencemar juga menjadi penyebab nilai DO masih tergolong dalam kisaran baik.Kondisi demikian sangat mendukung sebagai lokasi usaha budidaya.Hal ini sesuai dengan pernyataan Mundeng, dkk., (2013) bahwa biota air membutuhkan oksigen guna pembakaran bahan bakarnya (makanan) untuk menghasilkan aktifitas, seperti aktifitas berenang, pertumbuhan, reproduksi, dan sebaliknya. Oleh karena itu ketersediaan oksigen bagi biota air menentukan lingkaran aktifitasnya, konversi pakan, demikian juga laju pertumbuhan bergantung pada oksigen.Kekurangan oksigen dalam air dapat menggangu kehidupan biota air, termasuk kepesatan pertumbuhannya.

Perbandingan yang dilakukan terhadap penelitian Hartami dan Jumadi menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan. Pada penelitian Hartami DO yang didapat berkisar antara 7,31 – 8,03 mg/l dan pada penelitian Jumadi berkisar antara 5,20 - 6,82 mg/l. Kadar oksigen terlarut di laut lebih tinggi dibanding danau karena laut merupakan perairanlotik yang memiliki arus dan gelombang sehingga terjadi pengadukan pada perairan dan difusi oksigen dari udara terjadi secara optimal. Tetapi pada penelitian Jumadi kadar oksigen lebih rending dibandingkan dengan penelitian Hartami karena suhu di Pulau Panggang lebih tinggi dibanding


(52)

di Teluk Pelabuhan Ratu. Suhu berbanding terbalik dengan kadar oksigen, semakin tinggi suhu maka akan semakin rendah kadar oksigen di perairan tersebut. Perbandingan kadar oksigen terlarut dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Perbandingan Oksigen Terlarut

Hasil pengukuran pH di perairan Danau Toba Girsang Sipangan Bolon menunjukkan bahwa pH masih sesuai baku mutu untuk KJA karena berada pada rentang 7–8,2. Pratiwi (2010) menyatakan bahwa nilai pH yang relatif stabil yaitu berkisar pada rentang 7-8.

Nilai pH tertinggi yaitu 8,2yang terdapat pada stasiun 1 sedangkan stasiun lainnya diperolehhasil pengukuran nilai pH lebih rendah dari 8,2. Nilai tersebut menunjukkan bahwa perairan di stasiun 1 bersifat sedikit lebih basa dibanding stasiun lainnya. Hal tersebut disebabkan oleh adanya aktivitas KJA pada stasiun 1.Pakan sisa yang tidak termakan menjadi penyebab utamanya. Hal ini sesuai dengan literatur Elfrida (2011) bahwa pakan ikan mengandung protein yang cukup tinggi, dimana pakan yang tidak dimanfaatkan oleh ikan akan terbuang ke perairan. Selanjutnya akan melewati proses penguraian. Protein akan terurai

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

DO Terendah (mg/l) DO Tertinggi (mg/l)

Khairunnisa (2014) Hartami (2008) Jumadi (2011)


(53)

menjadi amoniak dan amonium, dimana keduanya merupakan senyawa basa. Sisa metabolisme berupa feses yang juga mengandung amoniak, akan terbuang dan menumpuk di dasar perairan yang membuat pH perairan menjadi basa.

Sebagai perbandingan, penelitian Hartami menunjukkan pH yang didapat berada pada kisaran 7,0 – 8,38 sedangkan pada penelitian Jumadi menunjukkan pH yang didapat berada pada kisaran 7,88 – 8,93. Perbedaan antara hasil penelitian tidak terlalu menunjukkan perbedaan yang signifikan. Setiap hasil penelitian masih dalam batas ambang normal ikan dapat hidup dan berkembang biak. pH di laut lebih tinggi dibandingkan dengan pH di danau karena suhu di laut lebih tinggi dibanding dengan suhu di darat. pH dan suhu berbanding lurus, ketika suhu meningkat maka pH pun akan meningkat. Perbandingan hasil pH dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Perbandingan pH

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

pH Terendah pH Tertinggi

Khairunnisa (2014) Hartami (2008) Jumadi (2011)


(54)

Kecerahan perairan di perairan Danau Toba Girsang Sipangan Bolon berkisar antara 2.03–4.45 m. Secara umum, tingkat kecerahan di Danau Toba Girsang Sipangan Bolon termasuk rendah terutama di stasiun yang memiliki kegiatan keramba jaring apung. Hal ini disebabkan karena adanya penumpukan sisa pakan dan feses ikan di dasar perairan yang teraduk ke atas akibat adanya pergerakan ikan.

Berdasarkan literatur Effendi (2003) menyatakan bahwa nilai kecerahan suatu perairan dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan dan padatan tersuspensi serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran.Kecerahan berhubungan dengan intensitas cahaya matahari karena semakin tinggi nilai kecerahan berarti semakin tinggi pula intensitas cahaya matahari yang masuk ke perairan juga tinggi. Tingginya kecerahan dan intensitas cahaya ini akan mengakibatkan baiknya pertumbuhan fitoplankton di dalam perairan serta proses fotosintesis yang terjadi padanya.Sebaliknya, rendahnya nilai kecerahanberkaitan dengan tingginya kekeruhan. Ketika keceruhan semakin rendah, maka akan berakibat pada kelangsungan hidup fitoplankton, proses fotosintesis serta terganggunya visual ikan.

Penelitian Hartami menunjukkan tingkat kecerahan yang didapat selama pengukuran lapangan berkisar antara 3,50 – 6,50 m sedangkan pada penelitian Jumadi terukur kecerahan sebesar 4,30 – 14,75 meter. Rendahnya kecerahan pada penelitian Hartami disebabkan karena adanya partikel pasir yang terbawa olehombak sewaktu pecah di pantai.Perbandingan tingkat kecerahan dari setiap penelitian disajikan pada Gambar 14.


(55)

Gambar 14. Perbandingan Kecerahan

Kedalaman berkaitan erat dengan lokasi penempatan keramba jaring apung.Dalam penempatannya, KJA tidak boleh ditempatkan pada perairan dengan kedalaman terlalu dangkal ataupun terlalu dalam. Hasil penelitian menunjukkan kedalaman berkisar antara 4,12– >25 m. Menurut Sari (2011) menyatakan bahwa pada perairan dengan kedalaman terlalu dekat dengan dasar sehingga rentan terhadap penumpukan kotoran dari sisa pakan dan hasil metabolisme ikan. Begitu juga halnya kedalaman >40 m tidak sesuai karena akanmenyulitkan dalam pemasangan keramba dan membutuhkan biaya yang besar untuk pembuatan keramba.Pada penelitian Hartami dan Jumadi kedalaman merupakan data sekunder yang didapat dari peta batimetri lautan.

Danau Toba memiliki arus 0 m/detk (tidak berarus) karena digolongkan ke dalam perairan lentik yang umumnya tidak berarus.Pergerakan air sebatas dikarenakan kekuatan angin.Untuk itu para pembudidaya yang memasang KJA di danau hendaknya membuat aerasi ataupun turbin sehingga tercipta arus dan pergerakan air meskipun kecil karena arus berperan dalam sirkulasi air dan

0 2 4 6 8 10 12 14 16

Kecerahan Terendah (m) Kecerahan Tertinggi (m)

Khairunnisa (2014) Hartami (2008) Jumadi (2011)


(56)

distribusi bahan terlarut maupun oksigen.Hal ini sesuai dengan pernyataan Affan (2012) yang menyatakan bahwa arus sangat berperan dalam sirkulasi air, selain pembawa bahan terlarut dan tersuspensi, arus juga mempengaruhi jumlah kelarutan oksigen dalam air.Di samping itu berhubungan dengan KJA, kekuatan arus dapat mengurangi organisme penempel (fouling) pada jaring sehingga desain dan konstruksi keramba harus disesuaikan dengan kecepatan arus serta kondisi dasar perairan (lumpur, pasir, karang).

Dibandingkan dengan penelitian Hartami dan Jumadi hal ini tentu jauh berbeda karena keduanya melaksanakan penelitian di laut yang merupakan ekosistem lotik. Arus terlambat yang terukur pada penelitian Hartami sebesar 10,50 cm/det dan Jumadi sebesar 5,31 cm/det. Sedangkan arus tercepat yang terukur pada penelitian Hartami adalah 28,71 cm/det dan Jumadi sebesar 19,84 cm/det.

Amonia merupakan salah satu racun yang dapat membunuh biota di perairan.Amonia merupakan produk akhir metabolisme nitrogen yang bersifat racun. Hasil pengukuran amonia yang dilakukan di perairan Girsang Sipangan Bolon berkisar antara 0.00001-0.08768 mg/l. Nilai amonia tertinggi didapat pada stasiun 1 yaitu sebesar 0.08768 mg/l yang memiliki kegiatan KJA. Nilai ammonia yang tinggi diduga berasal dari sisa pakan serta feses yang mengendap di dasar danau.

Effendi (2003) dalam Slamet, dkk.(2013) mengemukakan bahwa amonia dapat berasal dari limbah budidaya perikanan laut yang berupa feses dan pakan yang tidak dimakan yangterlepas ke lingkungan perairan. Amonia bebasyang


(57)

tidak terionisasi bersifat toksik terhadap biota dan toksisitastersebut akan meningkat jika terjadi penurunan kadar oksigenterlarut.

Hal ini juga didukung oleh Beveridge (1996) yang diacu oleh Ervinia (2011) menyebutkan bahwa pakan ikan yang terbuang ke perairan banyak mengandung nitrogen.Jumlah penambahan nutrien ke badan air dari keramba jaring apung tergantung pada densitas ikan dalam keramba. Hasil ekskresi ikan akan disebarkan ke kolom air oleh arus, sedangkan padatan (pakan yang tidak termakan dan feses) akan jatuh ke bawah atau dasar danau.

Pada penelitian Hartami terukur kadar ammonia di Teluk Pelabuhan Ratu berkisar antara 0,019 – 0,288 mg/l. Sedangkan pada penelitian Jumadi di Pulau Panggang terukur sebesar 0,105 – 0,691 mg/l. Amonia tertinggi pada penelitian Hartami disebabkan titik sampling yang berada dekat dengan aktivitas manusia dan kegiatanwisata (Pelabuhan Ratu dan Cisolok).Perbandingan nilai amonia pada setiap penelitian dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Perbandingan Kadar Amonia

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8

Amonia Terendah (mg/l) Amonia Tertinggi (mg/l)

Khairunnisa (2014) Hartami (2008) Jumadi (2011)


(58)

Nilai BOD5berkisar antara 0,21 – 1,96 mg/l dengan yang tertinggi tertinggi

1,96 mg/l yang terdapat di stasiun 2 di daerah KJA. Menurut Anggoro (1996) yang diacu oleh Haro (2013) menyatakan bahwa menumpuknya bahan pencemar organik di perairan akan menyebabkan proses dekomposisi oleh organisme pengurai juga semakin meningkat, sehingga konsentrasi BOD5 juga meningkat.

Oleh karena itu, adanya perbedaan nilai BOD5 pada stasiun penelitian

mengindikasikan perairan yang terdapat aktivitas KJA menghasilkan limbah yang berakibat terhadap semakin meningkatnya proses dekomposisi oleh organisme pengurai, sehingga berakibat semaikn meningkatnya konsentrasi BOD5 di

perairan.

Menurut Hartami (2008), parameter yang dapat digunakan untuk menggambarkan keberadaan bahan organik diperairan adalah BOD5. Semakin

tinggi nilai BOD5 maka semakin tinggi pula aktivitas organisme untuk

menguraikan bahan organik atau dapat dikatakan pula semakin besar kandungan bahan organik diperairan tersebut. Nilai BOD5 tidak menunjukkan jumlah bahan

organik yag sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara kualitatif dengan melihat jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik.

Kesesuaian Wilayah Keramba Jaring Apung

Berdasarkan hasil pembobotan atau scorring gabungan data kualitas air, diketahui bahwa Danau Toba Girsang Sipangan Bolon masih cocok dijadikan sebagai tempat pembudidayaan melalui sistem keramba jaring apung. Hal ini dapat dilihat dari terdapatnya zona sesuai dan sangat sesuai di lokasi tersebut tanpa adanya zonasi tidak sesuai.Terdapatnya zona sesuai dan sangat sesuai ini


(59)

dikarenakan hampir semua parameter yang diukur masih berada dalam batasan normal untuk menunjang kegiatan budidaya.Serta karena peneliti tidak melakukan penelitian terhadap unsur hara.Jika dilihat dari kandungan unsur haranya, tentu saja bisa terdapat zona tidak sesuai karena Danau Toba merupakan danau yang oligotrofik yang berarti miskin zat hara.Akan tetapi menimbang jika keramba jaring apung merupakan kegiatan budidaya yang terkontrol dan menggunakan pakan tambahan, maka dipertimbangkan untuk tidak meneliti kandungan unsur hara.

Kesesuaian ini akan dapat terus berlangsung apabila nantinya para pembudidaya tetap memperhatikan dan mengontrol kualitas air perairan, memberi pakan tidak secara sembarangan melainkan dengan metode FCR sehingga tidak ada pakan yang terbuang sia-sia serta selalu membersihkan kotoran dan organisme yang menempel pada tali keramba.

Pada penelitian Hartami juga hanya terdapat zona sangat sesuai dan sesuai tanpa adanya zona tidak sesuai.Sedangkan pada penelitian Jumadi terdapat 3 zona yaitu sangat sesuai, sesuai, dan tidak sesuai. Zona tidak sesuai pada penelitian Jumadi berada pada lepas pantai yang tidak memiliki keterlindungan serta kedalaman yang cukup dalam sehingga akan menyulitkan dalam penempatan lokasi budidaya untuk keramba jaring apung.


(60)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Wilayah perairan Danau Toba Girsang Sipangan Bolon sangat berpotensi sebagai wilayah potensial untuk budidaya keramba jaring apung. Hal ini dapat diketahui dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa terdapat wilayah yang berada dalam zona klasifikasi sangat sesuai serta sesuai. Tidak ada wilayah yang menunjukkan kelas tidak sesuai.

2. Wilayah yang masuk dalam zona sesuai adalah wilayah yang memiliki kegiatan keramba jaring apung. Faktor pembatas yang menjadikan wilayah tersebut sesuai adalah kecerahan, amonia, dan pH akibat sisa pakan serta feses yang menumpuk di dasar perairan.

Saran

Penentuan kesesuaian dan penempatan lokasi untuk KJA tidak hanya dapat dikaji berdasarkan metode scorring tetapi juga dapat dikaji oleh metode dan aspek lainnya seperti daya dukung dan parameter kualitas perairan lain yang dianggap berpengaruh pada penentuan kesesuaian lahan untuk KJA.


(61)

DAFTAR PUSTAKA

Affan, J. M. 2012. Identifikasi Lokasi Untuk Pengembangan Budidaya Keramba Jaring Apung (KJA) Berdasarkan Faktor Lingkungan dan Kualitas Air di Perairan Pantai Timur Bangka Tengah.Jurnal Depik Volume 1 Nomor 1. Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh.

Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Sungai dan Danau. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Barus, T. A. 2007. Keanekaragaman Hayati Ekosistem Danau Toba dan Upaya Pelestariannya. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Effendi, H. 2003.Telaah Kualitas Air.Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan.Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Effendi, I. 2004. Pengantar Akuakultur. PT. Penebar Swadaya Jakarta.

Elfrida.2011. Analisis Kandungan Organik dan Anorganik Sedimen Limbah Keramba Jaring Apung (KJA) di Danau Maninjau Provinsi Sumatera Barat. Universitas Bung Hatta, Padang.

Ervinia, A. 2011.Keadaan Amonia Pasca Aerasi Hipolimnion di Danau Lido Bogor Jawa Barat.Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Ghofar, A., D. W. Ginting dan P. W. Purnomo. 2013. Potensi dan Pengelolaan Sumberdaya Ikan Pora-Pora (Mystacoleucus padangensis Bleeker) di Danau Toba Sumatera Utara. Diponegoro Journal of Maquares Volume 2 Nomor 4. Universitas Diponegoro, Semarang.

Ghufran. 2013. Budidaya Nila Unggul. AgroMedia Pustaka. Jakarta

Ginting, O .2011.Studi Korelasi Kegiatan Budidaya Ikan Keramba Jaring Apung dengan Pengayaan Nutrien (Nitrat dan Fosfat) dan Klorofil-a di Perairan Danau Toba. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Hambali, M., Y. V. Jaya dan H. Irawan. 2013. Aplikasi SIG Untuk Kesesuaian Kawasan Budidaya Rumput Laut Eucheuma cottonii dengan Metode Lepas Dasar di Pulau Mantang, Kecamatan Mantang, Kabupaten Bintan. Universitas Raja Ali Haji.

Haro, D. D. 2013.Kondisi Kualitas Air Danau Toba di Kecamatan Haranggaol Horison Kabupaten Simalungun Sumatera Utara.Skripsi. Universitas Sumatera Utara, Medan.


(62)

Hartami, P. 2008. Analisis Wilayah Perairan Teluk Pelabuhan Ratu Untuk Kawasan Budidaya Perikanan Sistem Keramba Jaring Apung. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Kumurur, V. A. 2002. Aspek Strategis Pengelolaan Danau Tondano Secara Terpadu.Jurnal Ekoton Volume 2 Nomor 1. Universitas Sam Ratulangi. Manado.

Jangkaru. 2000. Pembesaran Ikan Air Tawar di Berbagai Lingkungan Pemeliharaan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Jumadi, W. 2011.Penentuan Kesesuaian lahan Keramba Jaring Apung Kerapu Macan (Ephinephelus fuscogutattus) Menggunakan Sistem Informasi Geografis di Pulau Panggang Kepulauan Seribu.Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Maniagasi, R., S. S. Tumembouw, dan Y. Mundeng. 2013. Analisis kualitas fisika kimia air di Areal Budidaya Ikan Danau Tondano Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Budidaya Perairan. Volume 1 Nomor 2.

Minggawati, I dan Lukas.Studi Kualitas Air Untuk Budidaya Ikan Karamba di Sungai Khayan. Jurnal Media SainS, Volume 4 Nomor 1 . Universitas Kristen Palangkaraya. Palangkaraya.

Nasution, Z., B. J. Sengli. Dan K. Berliani. 2010. Ekologi Ekosistem Kawasan Danau Toba. USU Press. Medan.

Ndahawali, D. H. 2012. Dampak Budidaya Ikan Terhadap Kualitas Air : Studi Kasus Budidaya Ikan Jaring Apung di Danau Tondano, Minahasa, Sulawesi Utara. Universitas Indonesia. Jakarta.

Nontji, A. 2007. Laut Nusantara. Djambatan, Jakarta.

Pontoh, O. 2014.Analisis usaha perkembangan budidaya ikan dalam jaring apung di Desa Tandengan Kabupaten Minahasa.Jurnal Budidaya Perairan Volume 2 Nomor 1. Universitas Sam Ratulangi. Manado.

Pratiwi, I. 2010. Tehnik Cerdas Budidaya Ikan Mas.Seri Perikanan Modern.Pustaka Baru Press.Yogyakarta.

Rismawati. 2010. Analisis Daya Dukung Perairan Danau Toba Terhadap Kegiatan Perikanan Sebagai Dasar Dalam Pengendalian Pencemaran Keramba Jaring Apung. Universitas Sumatera Utara, Medan

Sari, K. Y. 2011.Analisis Spasial Citra Satelit Landsat untuk Penetuan Lokasi Budidaya Keramba Jaring Apung Ikan Kerapu di Perairan Pulau Semujur Kabupaten Bangka Tengah.Institut Pertanian Bogor. Bogor.


(63)

Siagian, M. 2010. Strategi Pengembangan Keramba Jaring Apung Berkelanjutan di Waduk PLTA Koto Panjang Kampar Riau.Jurnal Perikanan dan Kelautan Volume 15 Nomor 2.

Sihotang, R. 2012. Studi Kelimpahan Ikan Pora Pora (Mystacoleucus padangensis) di Kecamatan Silalahi Sabungan Kabupaten Dairi Danau Toba.Universitas Negeri Medan. Medan.

Syofyan, I., R. Jhonerie. dan Y. I. Siregar. Aplikasi Sistem Informasi Geografis dalam Penentuan Kesesuaian Kawasan Keramba jaring Tancap dan Rumput Laut di Perairan Pulau Bunguran Kabupaten Natuna.Jurnal Perikanan dan Kelautan Volume 15 Nomor 2.

Tambunan, F. 2010. Daya Dukung Perairan Danau Lido Berkaitan dengan Pemanfaatannya Untuk Kegiatan Budidaya Perikanan Sistem Keramba Jaring Apung. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Wijaya, H. K. 2009. Komunitas Perifition dan Fitoplankton serta parameter fisika-kimia oerairan sebagai penetu kualitas air di bagioan hulu sungai cisadane, jawa barat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Yuningsih, H.D., P. Soedarsono. dan S. Anggoro. 2014. Hubungan Bahan Organik Dengan Produktivitas Perairan Pada Kawasan Tutupan Eceng Gondok, PerairanTerbuka dan Keramba Jaring Apung di Rawa Pening Kabupaten Semarang Jawa Tengah. Diponegoro Journal of Maquares Volume 3 Nomor 1. Universitas Diponegoro. Semarang.

Yuzni, S. Z. 2008. Rencana Penataan Kawasan Wisata Berkelanjutan di Danau Toba Sumatera Utara (Kasus: Sub DAS Naborsahon). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Zulkifli, A. K., M. Nasir., T. Iskandar. Mukhlisuddin. A. Azis. Yulham.Bahrum. C. Nina. Baharuddin dan E. Zuardi.2009. Rakitan Teknologi Budidaya Kerapu dalam Keranba Jaring Apung (KJA).Pusat Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian Banda Aceh. Banda Aceh.


(64)

(65)

Lampiran 1. Perhitungan Nilai Kesesuaian

Stasiun Bujur (X)

Lintang (Y)

Suhu (oC)

DO (mg/l) pH

Kecerahan (m) Kedalaman (m) Ammonia (mg/l) BOD5 (mg/l)

1 98,9328 2,6730 27,3 5,66 8,2 2,42 4,12 0,08768 1,39

2 98,9318 2,6759 27,5 5,42 8,1 2,66 4,35 0,04786 1,98

3 98,9309 2,6780 27,3 5,53 7,8 2,03 4,14 0,04786 1,63

4 98,9265 2,6759 27,6 5,33 7,6 3,14 6,33 0,03226 1,12

5 98,9193 2,6757 27,4 5,21 7,4 3,65 18,61 0,01720 1,23

6 98,9141 2,6798 27,2 6,20 7,3 4,21 >25 0,01383 1,19 7 98,9153 2,6841 27,3 6,56 7,3 3,86 >25 0,00053 1,69

8 98,9162 2,6906 27,4 6,43 7,2 4,32 3.33 0,00001 1,21

9 98,9122 2,6893 27,1 7,21 7,3 3,02 14.99 0,00001 1,12

10 98,9079 2,6925 27,2 6,45 8,0 3,91 >25 0,00002 0,36 11 98,9104 2,6975 27,3 6,98 7,3 4,42 >25 0,00001 1,26

12 98,9079 2,7003 27,7 6,56 7,3 4,17 2,06 0,00005 0,66

13 98,9040 2,7009 27,6 7,19 7,2 4,39 2,33 0,00011 1,21

14 98,8995 2,6982 28,3 6,80 7,4 3,54 7,22 0,00004 0,21

15 98,8942 2,6975 28,0 6,53 7,3 2,21 7,56 0,00004 1,32

16 98,8884 2,6980 28,0 6,91 7,5 4,27 7,22 0,00004 1,22

17 98,8845 2,7018 28,0 7,39 7,3 4,43 9,63 0,00002 1,41

18 98,8857 2,7112 28,0 7,08 7,2 4,40 16,76 0,00003 1,6

19 98,8860 2,7168 28,1 6,80 7,7 3,99 >25 0,00042 1,32 20 98,8840 2,7223 28,0 6,87 7,0 4,35 >25 0,00032 1,1

Nilai kesesuaian pada setiap lokasi dihitung berdasarkan rumus berikut: Nij = Bij x Sij

keterangan: Nij = Total nilai di lokasi-ij Bi = bobot pada setiap parameter-i Sij = skor pada setiap parameter-i kelas j

Klasifikasi kesesuaian lahan keramba jaring apung dibagi kedalam tiga kategori, meliputi :

S1= sangat sesuai, dengan selang >35 S2= sesuai, dengan selang 25 >S2 ≤ 35


(66)

Lampiran 1. (lanjutan)

Parameter St.1 St.2 St.3 St.4 St.5 St.6 St.7 St.8 St.9 St.10

Bij Nij Bij Nij Bij Nij Bij Nij Bij Nij Bij Nij Bij Nij Bij Nij Bij Nij Bij Nij

Suhu (oC)

3 2 3 2 3 2 3 2 3 2 3 2 3 2 3 2 3 2 3 2 Arus

(cm/det)

1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 DO

(mg/l)

3 2 3 2 3 2 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 Ammonia

(mg/l)

3 2 3 2 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 Kedalaman

(m)

1 2 1 2 1 2 1 2 1 3 1 1 1 1 1 1 1 3 1 1 Kecerahan

(m)

1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 pH 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 BOD5

(mg/l)

1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 Total

(Bij x Nij) 31 31 31 34 36 37 37 37 39 39


(67)

Lampiran 1. (lanjutan)

Parameter St.11 St.12 St.13 St.14 St.15 St.16 St17 St.18 St.19 St.20

Bij Nij Bij Nij Bij Nij Bij Nij Bij Nij Bij Nij Bij Nij Bij Nij Bij Nij Bij Nij

Suhu (oC)

3 2 3 2 3 2 3 3 3 2 3 2 3 2 3 2 3 3 3 2 Arus

(cm/det)

1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 DO

(mg/l)

3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 Ammonia

(mg/l)

3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 Kedalaman

(m)

1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 1 2 1 2 1 3 1 1 1 1 Kecerahan

(m)

1 2 1 2 1 2 1 2 1 1 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 pH 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 3 2 2 BOD5

(mg/l)

1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 Total

(Bij x Nij)

37 37 37 41 37 40 38 39 42 37


(68)

Lampiran 2. Bahan dan Alat Penelitian

1. Pipet Tetes 2. Jarum Suntik

3. Labu Erlenmeyer 4. Botol Winkler


(69)

Lampiran 2. (lanjutan)

7. DO

Meter 6. pH Meter


(70)

11. Ammonia Test Kit 12. KOH-KI Lampiran 2. (lanjutan)

13. H2SO4 14. Amilum


(71)

17. Secchi Disk 18. Cool Box Lampiran 3. Pelaksanaan Penelitian

1. Pengukuran DO 2. Pengukuran suhu


(72)

5. Pengukuran Kecerahan 6. Pengukuran Amonia Lampiran 3. (lanjutan)

7. Pengukuran Kedalaman 8. Pengukuran DO dengan Metode Winkler


(73)

(74)

(75)

(76)

(77)

(78)

(79)

(80)

(81)

(82)

(83)

(84)

(85)

(86)

(87)

(88)

(89)

(90)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)