program studi Pendidikan IPA sangat perlu melakukan kerjasama dengan beberapa instansilembaga terkait, seperti departemen Lingkungan Hidup, BMKG, lembaga
Kebudayaan, dinas kesehatan dan lembaga lain untuk ikut menciptakan sumber belajar sains di masyarakat. Sumber belajar di masyarakat yang sudah dijalin program studi
pendidikan IPA akan mampu mewujudkan outdoor learning system.
B. Rumusan Masalah
Mengacu pada latar belakang masalah, maka rumusan masalah dari penelitian meliputi:
1. Bagaimanakah tingkat kelayakan model inetgrated science yang berbasis teknologi dan kearifan lokal dalam mewujudkan outdoor learning system?
2. Apakah produk riil yang bisa dihasilkan dari model integrated science berbasis teknologi dan kearifan lokal sehingga mampu merintis terbentuknya outdoor
learning system? 3. Kerjasama dengan instansi atau lembaga terkait apakah yang bida dijaring oleh
Perguruan tinggi dengan masyarakat?
C. Tujuan Penelitian
Mengacu pada rumusan maslah, maka tujuan penelitian ini adalah: 1.
Mengembangkan model integrated science berbasis teknologi dan kearifan lokal yang membekali pedagogy-content-knowledge mahasiswa program studi
Pendidikan IPA 2.
Memberi contoh-contoh model integrated science yang berbasis teknologi dan kearifan lokal bagi mahasiswa program studi Pendidikan IPA.
3. Merintis kerjasama dengan masyarakat di luar kampus, terkait teknologi dan
kearifan lokal ourdoor learning system.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah: 1. Bagi institusi pendidikan adalah untuk melakukan rintisan sistem perkuliahan
lapangan di luar ruang kelasoutdoor dengan jalinan kerjasama antara lembaga terkait
1
2. Bagi pemerintah adalah untuk ikut melestarikan teknologi, budaya dan kearifan lokal, sehingga degradasi moral generasi muda dapat diatasi
3. Bagi mahasiswa program studi pendidikan IPA adalah memiliki bekal kompetensi aspek content dan pedagogy sebagai calon guru IPA SMP yang profesional.
4. Bagi dunia pendidikan adalah mewujudkan model integrated science yang unggul dan memiliki kharakteristik yang khas
Urgensi dari penelitian ini adalah, bahwa standar isi untuk Science Teacher Preparation adalah guru-guru IPA perlu memahami dan dapat mengeluarkan pendapat
tentang pengetahuan serta praktik IPA pada jamannya. Guru-guru IPA dapat menghubungkan dan menginterpretasikan konsep-konsep, ide-ide penting dan aplikasinya
pada lapangan termasuk mengenal budaya dan kearifan lokal serta dapat melakukan penyelidikan ilmiah NSTA, 2003. Selain itu menurut Zucker, A.A et al.2007: 3
Standard Technology Enhanced Elementary and Middle School Science TEEMSS meliputi aspek inkuiri, IPA-Biologi, IPA-Fisika, IPA-Kimia, Kebumian dan Antariksa, serta
Teknologi. Khusus dalam hal melakukan penyelidikan, standar inkuiri dan standar teknologi,
maka guru-guru IPA hendaknya menerapkan beberapa metode mengajar seperti yang direkomendasikan dalam Online Science Courses for Teacher, yaitu Pen-and-Paper
Instructional Methods, Hands-on Methods, Minds-on Methods, Collaboratives activities Methods. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa dalam Online Science Courses for Teacher
penggunaan metode Pen-and-Paper frekuensi penerapan rata-rata 2,1; metode Hands-on frekuensi penerapan rata-rata 1,8; metode minds-on frekuensi penerapan rata-rata 3,8; dan
metode kolaboratif frekuensi penerapan rata-rata sebesar 2,3 skala 1 = tidak pernah sama sekali, 2 = sekali atau dua kali selama perkuliahan, 3 = sekali atau dua kali sebulan, 4 =
sekali atau dua kali seminggu dan 5= tiga kali seminggu atau lebih Clarke, J. A. and Rowe, R., 2007 : 107-110.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran IPA belum sesuai dengan standar yang semestinya pada jamannya, yaitu abad 21 yang merupakan era
globalisasi ditandai oleh perkembangan IPA dan teknologi dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat, oleh karena itu diperlukan cara pembelajaran yang dapat
menyiapkan peserta didik untuk “melek IPA dan teknologi”, mampu berpikir logis, kritis, kreatif serta dapat berargumentasi secara benar.
1
Menurut Bround, M., dan Reiss, M. 2006: 1376, lima cara dalam upaya meningkatkan pembelajaran sains sekolah menengah melalui konteks luar sekolah
outdoor activity dideskripsikan sebagai berikut: 1. meningkatkan pengembangan dan integrasi konsep-konsep
2. memberikan kerja praktek otentik 3. mengakses pada bahan bahan yang jarang pada sains ”besar”
4. sikap pada sains sekolah : merangsang pembelajaran lebih jauh
5.
hasil sosial: kerja kolaborasi dan respon pembelajaran Kerja praktik otentik dalam belajar IPA hendaknya mengarahkan siswa untuk
membandingkan hasil prediksi dengan teori melalui eksperimen dengan menggunakan metode ilmiah. Pendidikan IPA di sekolah diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa
untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitarnya serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di kehidupan sehari-hari yang didasarkan pada metode
ilmiah.
Secondary Futures 2006: 4 menjelaskan, bahwa bagaimana meningkatkan hasil
belajar siswa sekolah menengah, dapat dilakukan dengan peningkatan 7 aspek, yaitu : 1. meningkatkan interaksi guru-siswa
2. meningkatkan kedekatan guru-guru dengan siswa 3. meningkatkan level kognitif kelas
4. meningkatkan hasil akademik siswa 5. meningkatkan penyelesaian kerja siswa
6. meningkatkan atau menjaga level tinggi kehadiran siswa 7. meningkatkan hasil belajar jangka pendek siswa
Inkuiri ilmiah menjadi standar bagi guru IPA di jenjang sekolah menengah. Mengapa dan bagaimana inkuiri ilmiah menjadi standar bagi guru sains? Hasil penelitian
Mao, S. L. dan Chang, C. Y. 2005 : 93 menyimpulkan, bahwa: a. metode pembelajaran berorientasi inkuiri memperoleh hasil belajar
yang secara signifikan lebih besar pada siswa-siswa kelas IX untuk topik sains-astronomi F = 9,45, p0,01 dan sains-meteorologi
F=8,41, p 0,01 b. sikap lebih posistip siswa terhadap sains-kebumian dan astronomi
dimiliki siswa-siswa yang belajar dengan metode pembelajaran berorientasi inkuiri F = 9,07, p 0,01
Wilhelm, J., et al 2007: 20 berpendapat, bahwa 10 komponen mendasar dari model inkuiri meliputi : 1 meminta pertanyaan general, 2 mendefinisikan masalah, 3
membentuk pertanyaan, 4 menyelidiki pengetahuan, 5 menyampaikan suatu
1
pengharapan, 6 membuat suatu perencanaan, 7 menguji hasil, 8 merefleksikan temuan, 9 mengkomunikasikan kepada yang lain dan 10 membuat observasi.
Mencermati beberapa kondisi yang ada di lapangan dan menyadari betapa penting dan besarnya tuntutan bagi guru-guru IPA, khususnya guru IPA SMP, serta berbagai upaya-
upaya yang bisa dilakukan guna meningkatkan kualitas pembelajaran IPA sekolah menengah, maka perlu kiranya universitas bekas IKIP yang memiliki program studi S
1
pendidikan IPA mulai membekali calon guru IPA SMP. Salah satu upaya membekali adalah melalui pengembangan model integrated science.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Van Rooy, W. S. 2005: 19 disebutkan bahwa guru-guru menyadari, bahwa pengetahuan berbasis sains dan
pengajarannya secara kontinyu berubah, sehingga untuk alasan ini maka guru-guru sains percaya bahwa silabus juga selalu berubah yang mencakup seluruh aspek dan harus
mengacu pada praktek kelas. Berkaitan dengan hal itu, maka pengembangan program IPA model integrated science sebagai salah satu bentuk reformasi kurikulum sekolah tinggi
sains yang secara khusus akan menghasilkan calon guru-guru sains adalah terbuka untuk diwujudkan.
Mencermati hasil penelitian yang terkait maka arah dari penelitian pengembangan model integrated science untuk membekali calon guru IPA SMP ini adalah pengembangan
model dalam dua hal yang mendasar, yaitu pengembangan model dengan tujuan membekali calon guru IPA SMP untuk aspek kompetensi profesional tentang IPA
terintegrasi serta membekali calon guru IPA SMP untuk aspek pedagogi IPA terintegrasi. Hakikat integrated science diarahkan pada integrasi dalam bidang IPA itu sendiri fisika,
kimia, biologi, bumi antariksa, lingkungan, teknologi dan keselamatan, serta pedagoginya diarahkan pada kompetensi mahasiswa sebagai calon guru IPA SMP merancang
pembelajaran integrated science, meliputi menganalisis konsep, memilih
metodependekatan, memilih media sampai menyusun evaluasi untuk IPA terintegrasi sekaligus menerapkan hasil rancangannya. Dua pembekalan diharapkan mampu
mengangkat teknologi, budaya dan kearifan lokal di lingkungan belajar para mahasiswa sebagai calon guru IPA, sehingga mampu merintis jaringan outdoor learning system di
beberapa Kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta.
1
BAB II KAJIAN PUSTAKA