Faktor Faktor Kesulitan Belajar

seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan dan gangguan psikomotor; dan 2 Cacat tubuh yang tetap serius seperti buta, tuli, bisu, hilang tangannya dan kakinya . Faktor Psikologi menurut Ahmadi dan Supriyono 2004:88 dapat berupa Tingkat inteligensi, bakat, minat dan motivasi dari siswa sendiri. Inteligensi ialah kemampuan yang dibawa sejak lahir yang memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu. Dalam hubungannya dengan anak didik, hal ini sering dikaitkan dengan berhasil tidaknya anak dalam belajar di sekolah. Anak yang IQ-nya tinggi dapat menyelesaikan segala persoalan yang dihadapi. Semakin tinggi IQ seseorang akan makin cerdas pula. Mereka yang mempunyai IQ kurang dari 90 tergolong lemah mental mentally defective. Anak inilah yang mengalami kesulitan belajarDalyono, 2009: 233. Bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki oleh seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Setiap individu mempunyai bakat yang berbeda-beda. Bakat dapat mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar anak didik. Seseorang akan mudah mempelajari sesuatu sesuai dengan bakatnya. Apabila seorang anak harus mempelajari bahan yang lain dari bakatnya akan cepat bosan, mudah putus asa, dan tidak senang. Hal-hal tersebut akan tampak pada anak yang suka mengganggu kelas, berbuat gaduh, tidak mau belajar sehingga nilainya rendah. Tidak adanya minat seseorang anak terhadap suatu pelajaran akan timbul kesulitan belajar. Belajar yang tidak ada minatnya mungkin tidak sesuai dengan bakatnya, tidak sesuai dengan kebutuhannya, tidak sesuai dengan kecakapan, tidak sesuai dengan tipe-tipe khusus anak sehingga banyak menimbulkan problem pada dirinya. Motivasi sebagai faktor dari dalam batin berfungsi menimbulkan, mendasari, mengarahkan perbuatan belajar. Motivasi dapat menentukan baik tidaknya dalam mencapai tujuan sehingga semakin besar motivasinya akan semakin besar kesuksesan belajarnya. Seorang yang besar motivasinya akan giat berusaha, tampak gigih, tidak menyerah, giat membaca buku untuk meningkatkan prestasinya. Sebaliknya mereka yang motivasinya lemah, tampak acuh tak acuh, mudah putus asa, perhatiannya tidak tertuju pada pelajaran, suka mengganggu kelas, dan sering meninggalkan pelajaran akibatnya banyak mengalami kesulitan belajar. Minat belajar adalah salah satu bentuk keaktifan seseorang yang mendorong untuk melakukan serangkaian kegiatan jiwa dan raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dalam lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotorik. Beberapa ahli pendidikan berpendapat bahwa paling efektif untuk membangkitkan minat pada suatu subyek yang baru adalah dengan menggunakan minat-minat siswa yang telah ada. Disamping memanfaatkan minat yang telah ada sebaiknya para pengajar juga berusaha membentuk minat-minat baru pada diri siswa. Hal ini dapat dicapai dengan jalan memberikan informasi pada siswa mengenai hubungan antara suatu bahan pengajaran yang akan diberikandengan bahan pengajaran yang lalu dan menguraikan kegunaannya bagi siswa di masa yang akan datang. Bila usaha-usaha tersebut tidak berhasil, pengajar dapat memakai intensif dalam usaha mencapai tujuan pengajaran. Intensif merupakan alat yang dipakai untuk membujuk seseorang agar melakukan sesuatu yang tidak mau melakukannya atau yang tidak dilakukannya dengan baik. Diharapkan pemberian intensif yang akan membangkitkan motivasi siswa dan mungkin minat terhadap bahan yang diajarkan akan muncul. Slameto, 1995: 180-181 Jadi dapat disimpulkan bahwa minat belajar adalah pilihan kesenangan dalam melakukan kegiatan dan dapat membangkitkan gairah seseorang untuk memenuhi kesediaanya dalam belajar. Faktor Eksternal adalah faktor yang berada atau berasal dari luar diri siswa. Menurut Syamsudin 2002:327 Faktor ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor instrumental dan faktor lingkungan. Faktor-faktor instrumental yang dapat menyebabkan kesulitan belajar siswa antara lain: 1 Kemampuan profesional dan kepribadian guru yang tidak memadai;2 Kurikulum yang terlalu berat bagi siswa; 3 Program belajar dan pembelajaran yang tidak tersusun dengan baik; dan 4 Fasilitas belajar dan pembelajaran yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Faktor lingkungan meliputi lingkungan sosial dan lingkungan fisik misalnya: 1 Lingkungan keluarga, contohnya: ketidakharmonisan hubungan antara ayah dan ibu, dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga; 2 Lingkungan masyarakat, contohnya: wilayah perkampungan kumuh slum area dan teman sepermainan peer group yang nakal; dan 3 Lingkungan sekolah, contohnya: kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk, kondisi guru serta alat- alat belajar yang berkualitas rendah Syamsudin, 2002:328. Sedangkan Ahmadi dan Supriyono 2004:92 faktor eksternal adalah terdiri atas faktor lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah. Lingkungan keluarga sangat menentukan keberhasilan belajar. Status ekonomi, status sosial, kebiasaan dan suasana lingkungan keluarga ikut serta mendorong terhadap keberhasilan belajar. Suasana keluarga yang tentram dan damai sangat menunjang keharmonisan hubungan keluarga. Hubungan orang tua dan anak akan dirasakan saling memperhatikan dan melengkapi. Apabila anak menemukan kesulitan belajar, dengan bijaksana dan penuh pengertian orang tuanya memberikan pandangan dan pendapatnya terhadap penyelesaian masalah belajar anaknya. Lingkungan sekolah yang dapat menyebabkan anak mengalami kesulitan belajar berasal dari guru, faktor alat dan media pembelajaran dan kondisi sekolahnya sendiri. Guru dapat menjadi penyebab kesulitan belajar menurut Dalyono, 2009: 242 apabila: 1 Guru tidak berkualitas, baik dalam pengambilan metode yang digunakan atau dalam mata pelajaran yang dipegangnya; 2 Hubungan guru dengan murid kurang baik, karena adanya sikap guru yang tidak disenangi oleh murid-muridnya; 3 Guru-guru menuntut standar pelajaran di atas kemampuan anak; 4 Guru tidak memiliki kecakapan dalam usaha diagnosis kesulitan belajar siswa. Misalnya dalam bakat, minat, sifat dan kebutuhan anak- anak; dan 5 Metode mengajar guru yang dapat menimbulkan kesulitan belajar. Alat dan media pelajaran yang kurang lengkap membuat penyajian pelajaran yang tidak baik. Tidak adanya alat dan media membuat guru cenderung menggunakan metode ceramah yang menimbulkan kepasifan bagi anak, sehingga tidak mustahil timbul kesulitan belajar. Selanjutnya Dalyono, 2009: 244- 245 juga menyatakan bahwa ruangan tempat belajar anak harus memenuhi syarat kesehatan seperti: 1 Ruangan harus berjendela, ventilasi cukup, udara segar dapat masuk ruangan, sinar dapat menerangi ruangan; 2 Dinding harus bersih, putih dan tidak kotor; 3 Lantai tidak becek, licin atau kotor; dan 4 Keadaan gedung yang jauh dari tempat keramaian, sehingga anak mudah konsentrasi dalam belajar. Menurut Syah 1999:167 faktor lain yang mempengaruhi kesulitan belajar siswa meliputi gangguan atau kekurangmampuan psiko-fisik anak didik, yaitu sebagai berikut: 1 Bersifat kognitif ranah cipta, antara lain seperti rendahnya kapasitas intelektualinteligensi anak didik; 2 Bersifat afektif ranah rasa, antara lain seperti labilnya emosi dan sikap; dan 3 Bersifat psikomotor ranah karsa, antara lain seperti terganggunya alat- alat indera penglihatan dan pendengaran mata dan telinga. Adapun faktor-faktor penyebab kesulitan belajar yang bersifat khusus, seperti sindrom psikologis berupa Learning Disability ketidakmampuan belajar. Sindrom adalah suatu gejala yang timbul sebagai indikator adanya keabnormalan psikis yang menimbulkan kesulitan belajar anak didik. Misalnya: disleksia yaitu ketidakmampuan dalam belajar dan disgrafia yaitu ketidakmampuan menulis Syah, 1999:168. Selain faktor anak didik, Menurut Djamarah 2002:202 faktor lain yang mempengaruhi kesulita belajar siswa adalah faktor sekolah. Sekolah adalah lembaga pendidikan formal tempat pengabdian guru dan rumah rehabilitasi anak didik. Sebagai lembaga pendidikan yang besar tentunya sekolah juga mempunyai dampak yang besar bagi anak didik. Kenyamanan dan ketenangan anak didik dalam belajar sangat ditentukan oleh kondisi dan sistem sosial dalam sekolah. Bila tidak, sekolah akan ikut terlibat menimbulkan kesulitan belajar bagi anak didik. Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar dari sekolah seperti: 1 Pribadi guru yang tidak baik; 2 Guru yang tidak berkualitas dalam pengambilan metode yang digunakan dalam mengajar; 3 Suasana sekolah yang kurang mnyenangkan, misalnya bising karena letak sekolah berdekatan dengan jalan raya; 4 Waktu sekolah dan disiplin yang kurang; dan 5 Perpustakaan belum lengkap dengan buku-buku pelajarannya untuk anak didik. Thursan Hakim 2000:24 langkah-langkah mengatasi Kesulitan Belajar adalah sebagai berikut: 1 Lakukan diagnosis kesulitan belajar untuk menentukan apakah seseorang siswa menngalami kesulitan belajar atau tidak; 2 Pahamilah kembali faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi keberhasilan belajar; 3 Setelah sumber latar belakang dan penyebab kesulitan belajar siswa tersebut dapat diketahui dengan tepat; 4 Sesuai dengan jenis kesulitan belajar yang dialami siswa dan jenis bimbingan yang perlu diberikan kepadanya, tentukan pula kepada siapa kiranya yang ia perlu berkonsultasi; 5 Lakukan evaluasi untuk mengetahui sejauh mana kesulitan belajar siswa tersbut hendaknya dilakukan secara kontinu sampai kesulitan belajar siswa tersebut telah dapat diatasi; dan 6 Apabila evaluasi yang dilakukan menunjukan bahwa kesulitan belajar siswa tersebut telah dapat diatasi, tindakan selanjutnya adalah melakukan perbaikan untuk meningkatkan prestasi belajarnya, sesuai dengan potensi yang ada pada dirinya.

2.1.5. Diagnosis Kesulitan Belajar

Diagnosis merupakan istilah yang diadopsi dari bidang medis. Menurut Hagen dalam Syamsudin 2002:334diagnosis dapat diartikan sebagai upaya atau proses menemukan kelemahan atau penyakit weakness, disease apa yang dialami seseorang dengan melalui pengujian dan studi yang seksama mengenai gejala-gejalanya. Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga hasil tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk memberikan tindak lanjut berupa perlakuan yang tepat dan sesuai dengan kelemahan yang dimiliki siswa Depdiknas, 2007:65. Tes diagnostik memiliki karakteristik antara lain: 1 dirancang untuk mendeteksi kesulitan belajar siswa, karena itu format dan respons yang dijaring harus didesain memiliki fungsi diagnostik; 2 dikembangkan berdasar analisis terhadap sumber-sumber kesalahan atau kesulitan yang mungkin menjadi penyebab munculnya masalah penyakit siswa; dan 3 menggunakan soal-soal bentuk supply response bentuk uraian, sehingga mampu menangkap informasi secara lengkap. Disertai rancangan tindak lanjut pengobatan sesuai dengan kesulitan yang teridentifikasi. Studi yang seksama terhadap fakta tentang suatu hal untuk menemukan karakteristik atau kesalahan-kesalahan dan sebagainya yang esensial. Keputusan yang dicapai setelah dilakukan suatu studi yang saksama atas gejala-gejala atau fakta-fakta tentang suatu hal. Dengan demikian dalam proses diagnosis bukan hanya sekadar mengidentifikasi jenis dan karakteristiknya, serta latar belakang dari suatu kelemahan atau penyakit tertentu, melainkan juga mengimplikasikan suatuupaya untuk meramalkan kemungkinan dan menyarankan tindakan pemecahannya. Bila kegiatan diagnosis diarahkan pada masalah yang terjadi pada belajar, maka disebut sebagai diagnosis kesulitan belajar. Melalui diagnosis kesulitan belajar gejala-gejala yang menunjukkan adanya kesulitan dalam belajar diidentifikasi, dicari faktor-faktor yang menyebabkannya, dan diupayakan jalan keluar untuk memecahkan masalah tersebut. Dalam melakukan diagnosis diperlukan adanya prosedur yang terdiri atas langkah-langkah tertentu yang diorentasikan pada ditemukannya kesulitan belajar jenis tertentu yang dialami siswa. Prosedur seperti ini dikenal sebagai “diagnostik” kesulitan belajar Syah, 1999:170. Banyak langkah-langkah diagnostik yang dapat ditempuh guru antara lain yang cukup terkenal adalah prosedur Weener dan Senf 1982 sebagaimana yang dikutip Syah 1999:170 sebagai berikut: 1 Melakukan observasi kelas untuk melihat perilaku menyimpang siswa ketika mengikuti pelajaran; 2 Memeriksa penglihatan dan pendengaran siswa, khususnya yang diduga mengalami kesulitan belajar; 3 Mewawancarai orang tua wali siswa untuk mengetahui hal ihwal keluarga yang mungkin menimbulkan kesulitan belajar; 4 Memberikan tes diagnostik bidang kecakapan tertentu untuk mengetahui hakikat kesulitan belajar yang dialami siswa; dan 5 Memberikan tes kemampuan inteligensi IQ khususnya kepada siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar. Sedangkan menurut Ahmadi dan Supriyono 2004:98, diagnosis pun dapat berupa hal-hal sebagai berikut: 1 Keputusan mengenai jenis- jenis kesulitan belajar anak berat dan ringannya; 2 Keputusan mengenai faktor- faktor yang ikut menjadi penyebab kesulitan belajar; dan 3 Keputusan mengenai faktor utama penyebab kesulitan belajar.

2.1.6. Taksonomi Bloom

Taksonomi Bloom ranah kognitif merupakan salah satu kerangka dasar untuk pengkategorian tujuan-tujuan pendidikan, penyusunan tes, dan kurikulum di seluruh dunia Chung, 1994; Lewy dan Bathory, 1994; Postlethwaite, 1994 dalam Sani, 2013: 98. Taksonomi pendidikan ini terkandung dalam buku The Taxonomy of Educational Objectives The Classification of Educational Goals, Handbook I: Cognitive Domain yang terbit pada tahun 1956 berisikan enam kategori pokok dengan urutan mulai dari jenjang yang rendah sampai dengan jenjang yangpaling tinggi, yakni: pengetahuan knowledge; 2 pemahaman comprehension; 3 penerapan application; 4 analisis analysis; 5 sintesis synthesis; dan 6 evaluasi evaluation. Tingkatan-tingkatan dalam Taksonomi Bloom tersebut telah digunakan hampir setengah abad sebagai dasar untuk penyusunan tujuan-tujuan pendidikan, penyusunan tes, dan kurikulum di seluruh dunia. Kerangka pikir ini memudahkan guru memahami, menata, dan mengimplementasikan tujuan-tujuan pendidikan. Berdasarkan hal tersebut Taksonomi Bloom menjadi sesuatu yang penting dan mempunyai pengaruh yang luas dalam waktu yang lama. Namun pada tahun 2001 terbit sebuah buku A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assesing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educatioanl Objectives yang disusun oleh Lorin W. Anderson dan David R. Krathwohl . Taksonomi revisi mengubah urutan dua kategori proses kognitif dengan menempatkan mencipta yang paling kompleks. Kategori-kategori pada taksonomi Bloom disusun menjadi sebuah hierarki kumulatif yang berarti penguasaan kategori yang lebih kompleks mensyaratkan penguasaan semua kategori di bawahnya yang kurang kompleks. Penelitian- penelitian kemudian memberikan bukti-bukti empiris bahwa hierarki kumulatif hanya berlaku pada tiga kategori tengahnya yakni pemahaman, aplikasi, dan analisis, tetapi tidak pada dua kategori terakhir sintesis dan evaluasi. Penelitian membuktikan sintesis merupakan kategori yang lebih kompleks daripada evaluasi. Sehingga Taksonomi Bloom ranah kognitif yang telah direvisi Anderson dan Krathwohl 2001:66-88 dalam Sani 2013:102 yakni: mengingat remember,