Hubungan penyesuaian diri sosial dengan perilaku agresif anak berbakat intelektual

9S'J'!l-f/ !f
HUBUNGAN PENYESUAIAN DIRI SOSIAL DENGAN
PERILAKU AGRESIF ANAK BERBAKAT
INTELEKTUAL

III 11111-'

III

Universitas Islam Negeri

SYARIF HIDAYATULLAl-I JAt(ARTA

Disusun oleh :

YULISTIN TRESNAWATY
NIM : QPUWRTセ

セャ⦅

:

Nセt

r-?L.o.("LO
-0" _c=->'\".-.
_..

: .
_.•· ]ojMZウBuイセ
Ne. 1"4ull ;
K1.",ilikJm ; _ ••_...__

-91JLv
セM ⦅

- ••••_ - -

Skripsi diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam
Memperoleh gelar sarjana psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010/1431 H

HUBUNGAN PENYESUAIAN DIRI SOSIAL DENGAN
PERILAKU AGRESIF ANAK BERBAKAT
INTELEKTUAL

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat
memperoleh gelar Sarjana Psikologi

イerェゥエャGtセka n

UTAMil,
;f\

Oleh:
YULISTIN TRESNAWATY
NIM : 105070002406


Oibawah bimbingan

Pembimbing I

Pembimbingll

,.
Ora. Agustvawati, M.Phil, SNE

Solicha, M.Si . /

NIP. 132121898

NIP. 197204151999032001

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H 12010 M


PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul "HUBUNGAN PENYESUAIAN OIRI SOSIAL OENGAN
PERILAKU AGRESIF ANAK BERBAKAT INTELEKTUAL" telah diujikan dalam
sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal15 Maret 2010. Skripsi ini telah diterima
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi.
Jakarta, 15 Maret 2010

Sidang Munaqasyah
Sekretaris Merangkap Anggota,

Ketua Merangkap Anggota,

Jahja Umar, Ph.D
NIP. 130885522

Anggota:
Penguji II


/

:a,

Ora. Net Hartati M.Si
NIP. 1953 00219983032001

oratdhilah Sural
M.Si
NIP. 19561 2231983032001

Pembimbing I

Pembimbing II

Ora. Agustyawati, M.Phil, SNE
NIP. 132121898

Solicha, M.St
NIP. 197204151999032001


:Jlidup adafaJi pifiliau, ma&a piliftfali jaf.an fUdup mu
ckngan "tipda fum.,e&uen.,ituJa·
セjZ

teJtlle"wt dafam IUdupfia adafaJi di4aat
mJiIiat 0J«Ulff fain, 1laIiagia.

:Jf.arujU .edettIlana Uti,

flu pfJt rt, it can be conclude that there is a significance
relationship between adjustment self social and agresifitas gifted children.
And also able to be interpreted that the higher the self social adjustment
gifted children are also have a low quality of aggressive behavior.
For the next research, it will be better to do the survey for understanding
the gifted children, so the instrument more suitable.
(G)References= 18 (1985 - 2009)

KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirrahim


Alhamdulillahi rabbil 'alamino.. Tiada puja dan puji yang pantas untuk
disampaikan secara berlimpah
kecuali kepada Allah SWT yang Maha
menciptakan dan senantiasa memberikan karunia nikmatNya kepada seluruh
hamba-hambaNya tanpa terkecuali. Terima kasih ya Allah karena atas inayah
dan ridhoMu jua lah akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan. Tak lupa shalawat
serta salam hanya kepada Nabi besar Muhammad SAW, panutan semua umat
manusia.
Pada kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih
yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah mendukung dan
membantu, baik yang bersifat materil maupun moril sampai akhir penyelesaian
skripsi ini. penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jahja
Umar, Ph.D.
2. Ibu Ora. Fadilah Suralaga, M.Si selaku pudek bidang akademik Fakultas
Psikologi yang telah membantu kelancaran administrasi penelitian ini.
3. Ibu Natris Idriyani S.Psi, M.Si selaku pembimbing akademik,
4. Ibu Netty Hartati, M.Si selaku dosen penguji 1.
5. Ibu Agustyawati, M.Phil,SNE selaku dosen pembimbing 1.

6. Teruntuk ibu Solicha M.Si selaku dosen pembimbing 2, terima kasih
banyak atas waktu-waktu berharga yang telah diluangkan untuk
membimbing, menasehati dan mengajariku banyak hal selama proses
penulisan skripsi ini berlangsung. Semoga Allah senantiasa memberikan
keberkahan-Nya.
7. Teruntuk Mama dan Papa tercinta atas segala do'a dan kesabarannya.
Semoga karya kedl ini merupakan salah satu buah kesabaran kita dalam
menghadapi setiap ujian kehidupan.
8. Bapak M. Avicenna, M.H.sc, Psy, terimakasih atas semua nasehat dan
kata-kata motivasinya.
9. Seluruh dosen Fakultas Psikologi, terima kasih atas ilmu, nasehat dan
pengalaman-pengalaman yang diberikan kepada kami selama
perkuliahan. Semua itu akan menjadi bekal kehidupan kami selanjutnya.
Tak lupa juga terima kasih kepada para staff akademik, bu Syariah, bu
Sri, dan bu Ida atas semua informasi, bantuan dan perhatian yang
diberikan, kepada petugas perpustakaan Fakultas Psikologi. Terima kasih
atas pelayanan terbaiknya.
10. Keluarga Besar Pontren Hypnotherapy Ciputat, khususnya kepada bapak
Asep Haerul Gani dan ibu Ai Khojanah atas semua motivasi dan kasih
sayangnya.

11. Kakak-kakakku Abang dan Yu' Sevi, Inga dan Mas Anton, dan adikku
Friski serta ketiga jagoanku Haikal, Rasya, dan Aqila; Wan Fian beserta
keluarga besar di Bengkulu. Terima kasih atas dukungan, nasihat, dan

.'

pertanyaan-pertanyaannya yang mampu membangkitkan semangatku
unluk menyelesaikan skripsi ini.
12. Keluarga Besar UNGGULAN, khususnya unluk bang Alfalaq, bang Budi,
bang Adi, bang Noval, kak Obi, dan kak Mona terimakasih alas ukhuwah
yang indah ini.
13. Sahabatku Adit, terimakasih atas persahabatan yang indah ini dan atas
semua usaha untuk selalu "ada" di segala kondisi, atas supportnya dan
atas semua canda tawa. Semoga persahabatan ini tak lekang oleh waktu
dan jarak antara Jakarta-Kalimantan.
14. Teman-teman seperjuangan ku angkatan 2005 kelas 0, terutama Anita
atas semua "omelan-omelan" nya, Mila yang selalu menemani dengan
canda tawa khasnya, Desti atas sharing referensi nya, Lidya (Lie), Sofa,
Bundo dan Indah. Suatu anugrah yang luar biasa bisa menjadi salah satu
bagian dari cerita kehidupan kalian. Yang pasti aku sayang kalian, kalian

adalah gradasi warna yang indah dalam hidupku.
15. Kepada adik tingkatku Rika Paprika, Wenni Hikmah, dan Anyak Putro
Aceh lerimakasih atas semua supportnya.
16. Kepada bapak kepala sekolah SMAN 3 Tangerang Selatan yang telah
memberikan kesempalan unluk melaksanakan penelilian ini dan juga
kepada ibu Shanty yang telah membantu dalam pengumpulan data, serta
kepada seluruh siswa program akselerasi SMAN 3 Tangerang Selatan
yang telah terlibal dengan bersedia menjadi responden dalam penelitian
ini. Terima kasih banyak.

Pamulang, Februari 2010

Penulis

DAFTAR 151
Halaman judul

i

Halaman persetujuan


ii

Halaman pengesahan

III

Motto

iv

Abstrak

v

Kata pengantar

,

Daftar isi

,

viii
,

Daftar tabel

BAB 1 :

x
xiii

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
1.2. Identifikasi Masalah

1
,

7

1.3. Batasan dan Rumusan Masalah
1.3.1

Batasan Masalah

1.3.2

Rumusan Masalah ..

8
9

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

BAB 2:

1.4.1. Tujuan Penelitian

10

1.4.2. Manfaat Penelitian

10

1.5. Sistematika Penulisan Skripsi

11

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Perilaku Agresif
2.1.1. Definisi perilaku agresif

13

2.1.2. Faktor penyebab perilaku agresif

16

2.1.3. Jenis-jenis agresi

20

2.2. Penyesuaian Diri Sosial
2.2.1. Pengertian penyesuaian diri sosial

21

2.2.2. Aspek-aspek penyesuaian diri sosial

24

2.2.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian

diri sosial

26

2.3. Anak Berbakat Intelektual
2.3.1 Pengertian anak berbakat intelektual

BAB 3:

27

2.4. Kerangka Berpikir

31

2.5. Hipotesis

32

METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
3.1.1. Pendekatan dan Metode Penelitian

34

3.1.2. Definisi konseptual, dan operasional
variabel
3.1.2.1 Definisi konseptual

35

3.1.2.2 Definisi operasional

36

3.2. Pengambilan populasi dan sampel

38

3.3. Pengumpulan Data

BAB4 :

3.3.1. Metode & Instrumen Penelitian

38

3.3.2. Prosedur Penelitian

.42

3.3.3. Teknik Uji Instrumen Penelitian

43

3.3.4. Metode Analisa Data

50

HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian
4.1.1. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ........ 52
4.1.2. Gambaran Subjek Berdasarkan Tingkat
Intelegensi

52

4.2. Presentasi Data

BAB 5:

4.2.1. Deskripsi statistik

53

4.2.2. Deskripsi skor sUbjek

54

4.2.3. Uji Korelasi

58

KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5.1. Kesimpulan

61

5.2. Diskusi

............................................................................... 62

5.3. Saran

................................................................................. 64

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL
Tabel3.1

Indikator Penyesuaian Diri Sosial

39

Tabel3.2

Indikator Perilaku Agresif

41

Tabel3.3

Indeks Validiias Skala Penyesuaian Diri Sosial

45

Tabel3.4

Blue print peneysuaian diri sosial setelah try out........

46

Tabel3.5

Indeks Validitas Skala Perilaku Agresif

47

Tabel3.6

Blue print perilaku agresif setelah try au!...

48

Tabel4.1

Gambaran subjek berdasarkan jenis kelamin

Tabel4.2

Gambaran subjek berdasarkan tingkat intelegensi

53

Tabel4.3

Deskripsi statistik skor skala PDS dengan PA

53

Tabel4.4

Kategori penyesuaian diri sosial

55

Tabel4.5

kategori perilaku agresif

56

Tabel4.6

Komposisi subjek berdasarkan pengategorian skor

57

Tabel4.7

Uji hipotesis (korelasi)

58

Tabel4.8

Model Summary

59

,

52

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya, manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial.
Agar kehidupan manusia terus berlangsung, manusia membutuhkan
orang lain untuk bersosialisasi. Hal itu sudah dimulai sejak anak
dilahirkan agar terbiasa untuk berinteraksi dengan orang di sekitarnya
terutama ayah dan ibunya. Kecenderungan berinteraksi dengan orang
lain dalam diri seorang anak akan mengalami perkembangan yang
pesat sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Usia dua sampai dengan tiga tahunan bisa dikatakan sebagai
usia transisi awal pada perkembangan anak yang meliputi segala
perubahan yang terjadi pada anak, baik secara fisik, kognitif, emosi
dan psikososial. Kemampuan anak untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya sangat terkait dengan perkembangan psikososialnya.
Di lain pihak, kemampuan bahasa anak masih belum mencapai tahap
yang cukup untuk bisa berkomunikasi dengan sempurna.

Gap

terhadap kedua kemampuan yang sedang berkembang ini akan

2

dilepaskan oleh anak dalam bentuk tindakan fisik seperti bertindak
agresif dan sejenisnya. Memang hanya itulah cara yang paling mudah
dilakukan oleh anak untuk mengungkapkan emosinya. Untuk itu, pada
batas usia dengan level tertentu tindakan yang dilakukan anak bisa
dikatakan sangat normal, karena anak masih terfokus pada pemikiran
"SAYA" atau "MILIK SAYA".
Saat mulai memasuki tahap perkembangan remaja, anak
dituntut oleh Iingkungan sosialnya untuk terus berinteraksi, akan tetapi
setiap remaja mengalami perkembangan yang berbeda , terlebih lagi
pada anak berbakat intelektual. Dikategorikan sebagai anak berbakat
intelektual karena ia mempunyai keunikan yang berbeda dari anakanak normal biasanya.
Sebagaimana anak pada umumnya, anak yang memiliki potensi
bakat intelektual mempunyai kebutuhan pokok akan pengertian,
penghargaan, dan perwujudan diri. Apabila kebutuhan-kebutuhan
tersebut tidak dapat terpenuhi, mereka akan menderita kecemasan
dan keragu-raguan. Sehingga menurut Seogo (dalam Tim Direktorat
PSLB, 2009) dapat mengakibatkan timbulnya

masalah-masalah

tertentu, diantaranya adalah kemampuan berfikir kritis dapat mengarah
ke arah sikap meragukan (skeptis), baik terhadap diri sendiri maupun

3

orang lain; kepekaan yang tinggi, dapat membuat mereka menjadi
mudah tersinggung atau peka terhadap kritik; keinginan mereka untuk
mandiri

dalam belajar dan bekerja,

serta kebutuhannya akan

kebebasan, dapat menimbulkan konflik.
Menurut Schmitz dan Galbraith (1985), karakteristik sosial dan
emosional anak berbakat intelektual sulit untuk diterapkan secara
umum (generalisasi) pada semua anak berbakat intelektual karena
tiap-tiap individu memiliki keunikan tersendiri sesuai dengan bakat
yang dimiliki oleh anak berbakat intelektual. Anak berbakat intelektual
memiliki

perkembangan

sosial

dan

emosional

yang

berbeda

dibandingkan dengan anak seusianya. Karakteristik kemampuan
kognitif yang tinggi pada anak berbakat intelektual dan kepekaannya
terhadap dunia sekitar menjadikan anak berbakat intelektual memiliki
akumulasi

informasi

yang

banyak

karena

sensitivitas

atau

kepekaannya terhadap dunia sekitar mungkin tidak mencuat ke
kesadaran. Anak berbakat intelektual seringkali menunjukkan harapan
yang tinggi terhadap dirinya maupun orang lain, dan karena harapan
ini tidak disertai dengan kesadaran diri, maka tidak jarang membawa
rfirin\la
meniorii
fn
i」エセsB
...... " .. 'J
II
• •J
I

terhadap

situasi.

U.A

torhadn
1'-' d',r',n"
J ,
,

Dalam

kondisi

terhorlop
nr!:lnn
.,
LNセ

seperti

ini

maka

lain dan
I

",,

.

1

tampak

4

perkembangan emosl yang tidak stabil dan sulit menyesuaikan diri
dalam lingkungan sosialnya.
Menurut Hadis (dalam Hawadi, 2002) para peneliti mutakhir
memperkirakan bahwa sekitar 20 - 25 % dari anak-anak yang sangat
berbakat mengalami masalah-masalah sosial dan emosional, yaitu dua
kali lebih besar dari angka normal.
Serain itu, berdasarkan penelitian Herry tahun 1993 (dalam Tim
Direktorat PSLB, 2009), anak-anak berbakat intelektual juga suka
mengganggu teman-teman sekitarnya. Hal ini disebabkan karena
mereka lebih cepat memahami materi pelajaran yang diterangkan guru
di depan kelas dibandingkan teman-temannya. Sehingga banyaknya
waktu luang tersebut, jika kurang diantisipasi oleh gurunya, akan
digunakan

untuk

mengadakan

aktivitas

sekehendaknya

(usil),

misalnya mencubit atau melemparkan benda-benda kecil ke temanteman sekitarnya.
Dalam penelitian tersebut dapat dilihat bahwa anak-anak
berbakat intelektual memiliki kecenderungan yang akan menimbulkan
masalah sosial dan penyesuaian diri bagi anak berbakat (Somantri,
2006).

5

Anak

berbakat

intelektual

seringkali

memiliki

tahap

perkembangan yang tidak serentak. fa dapat hidup dalam berbagai
usia perkembangan, mereka tidak hanya dapat belajar lebih cepat,
tetapi juga sering menggunakan cara yang berbeda dari teman-teman
seusianya. Anak berbakat intelektual lebih cepat "kehausan" dalam
menerima informasi, sehingga mereka cenderung lebih cepat bosan
dari pada teman-temannya. Ekspresi emosi yang diluar kendali ini
merupakan

manifestasi

dari

ketidakmampuan

anak

berbakat

intelektual dalam menyesuaikan diri dengan Iingkungan sosialnya.
Oleh sebab itu, para orang tua dan guru-guru di sekolahnya terkadang
harus dituntut untuk menciptakan kondisi yang dapat menjamin
terkendalinya
kemampuan

ekspresi
anak

emosi

dari

setiap

untuk menyesuaikan

anak

diri

serta

dalam

melatih

Iingkungan

sosialnya sehingga emosi anak dapat terlindungi, lebih stabil, dan
seimbang serta wajar dalam tampilannya.
Menurut Somantri (2006), karakteristik kehidupan emosi anak
berbakat intelektual seperti itu memang menghendaki keseimbangan
dengan perkembangan fungsi kognitif yang ada pada dirinya untuk
mengembangkan kesadaran akan dunianya. Jika tidak, maka perilaku
bermasalah yang mungkin muncul ialah rawan terhadap kritik orang

6

lain, kebutuhan untuk diakui yang berlebihan, bersikap sinis dalam
mengkrilik orang lain yang akan menimbulkan gangguan hubungan
antarpribadi, menentukan sendiri nilai-nilai hidup yang mungkin
bertentangan dengan kekuasaan atau nilai-nilai yang disepakati, tidak
toleran terhadap kelompok, merumuskan tujuan-tujuan yang tidak
realistik, menarik dan mengisolasi diri, serta perilaku bermasalah lain
yang menunjukkan intoleransi baik terhadap diri sendiri, orang lain,
maupun

Iingkungan yang

disebabkan

karena

mereka memiliki

gambaran diri terlalu tinggi, selalu menganggap benar pendapat
sendiri yang dapat menumbuhkan kesan angkuh dan sombong.
Kecenderungan

ini

akan

menimbulkan

masalah

sosial

dan

penyesuaian diri bagi anak berbakat intelektual.
Berbeda dengan pendapat Somantri, Schmitz dan Galbraith
(1983) menyatakan bahwa, anak berbakat intelektual cenderung untuk
selalu

gembira

dan

disenangi

oleh

kawan-kawannya.

Mereka

umumnya merupakan anak-anak yang emosinya stabil, cenderung
untuk mandiri dan lebih jarang menjadi neurolik dan menderita
gangguan psikotik dibandingkan dengan anak normal. Tetapi anak
berbakat intelektual dengan intelegensi yang tinggi dapat mengalami
kesulitan

dalam

bergaul

karena

adanya

tekanan-tekanan

dari

7

lingkungan. Bisa saja terjadi anak berbakat intelektual cenderung
terisa/asi dan jarang bergaul dengan anak /ainnya. Hal ini disebabkan
anak berbakat intelektual dengan inteligensi tinggi memiliki minat yang
berbeda dengan anak lain dan mereka lebih cepat melihat kelemahan
atau kekurangan arang lain dan situasi di sekelilingnya sehingga
kecenderungan tersebut dapat menimbulkan kanflik yang bisa memicu
anak untuk berperilaku agresif.
Dengan melihat beragam fenamena dan hasil penelitian
tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut tentang
bagaimana hubungan penyesuaian diri sasial dengan perilaku agresif
pada anak berbakat intelektual.
Oleh sebab itu, dalam penelitian ini penulis mengangkat sebuah
jUdul yang akan menjawab berbagai macam pertanyaan di atas, yaitu :
" HUBUNGAN PENYESUAIAN D1RI SOSIAL DENGAN PERILAKU
AGRESIF ANAK BERBAKAT INTELEKTUAL"

1.2

Identifikasi Masalah

1. Bagaimana penyesuaian diri sasial anak berbakat intelektual?
2. Bagaimana perilaku agresif anak berbakat intelektual?

8

3. Apakah ada hubungan antara penyesuaian diri sosial dengan
perilaku agresif anak berbakat intelektual?
4. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian diri
sosial dengan perilaku agresif anak berbakat intelektual?

1.3

Batasan dan Rumusan Masalah

1.3.1 Batasan Masalah

Agar penelitian tidak meluas dan lebih terarah, penelilian
hubungan penyesuaian diri sosial dengan perilaku agresif anak
berbakat intelektual ini akan diberi batasan, sebagai berikut:
I. Pada penelilian ini perilaku agresif yang dimaksud adalah sesuai
dengan perilaku agresif yang dikemukakan oleh Baron (2005) yaitu
perilaku yang diarahkan secara sengaja dari berbagai bentuk
kekerasan terhadap orang lain, yaitu: agresi langsung (terbuka),
agresi tidak langsung (sabotase), agresi yang dialihkan (ekspresi
hostility).

2. Penyesuaian diri sosial yang dimaksud dalam penelitian ini sesuai
dengan teori penyesuaian diri sosial yang dikemukakan oleh

9

Schneiders (dalam Agustiani, 2006), yaitu suatu kapasitas atau
kemampuan yang dimiliki oleh setiap individu untuk dapat bereaksi
secara efektif dan bermanfaat terhadap realitas, situasi, dan relasi
sosial, sehingga kriteria yang harus dipenuhi dalam kehidupan
sosialnya dapat terpenuhi dengan cara-cara yang dapat diterima
dan memuaskan. Schneiders juga membagi penyesuaian diri sosial
menjadi

beberapa

aspek,

yaitu

penyesuaian

pribadi

dan

penyesuaian sosial
3. Konsep anak berbakat intelektual dalam penelitian ini sesuai
dengan konsep anak berbakat intelektual dari US Office Of
Education (USOE) (1972, dalam Mangunsong, 1998) adalah

mereka yang diidentifikasi oleh orang-orang profesional bahwa
mereka memiliki kemampuan-kemampuan yang menonjol, dapat
memberikan prestasi yang tinggi karena mempunyai kemampuankemampuan yang ungguL

1.3.2 Rumusan Masalah
Dalam penelitian kali ini yang menjadi pokok permasalahan
adalah: Apakah ada hubungan antara penyesuaian diri sosial dengan
perilaku agresif anak berbakat intelektual?

10

1.4

Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan, maka tujuan diadakan penelitian
ini adalah untuk mendapatkan jawaban tentang hubungan antara
penyesuaian diri sosial dengan perilaku agresif anak berbakat
inteleklual.

1.4.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Manfaal Teoritis
Secara teoritis, penelilian ini diharapkan dapal bermanfaat bagi
pengembangan teori-teori

psikologi terutama

yang

berkaitan

dengan informasi mengenai anak berbakat intelektual.

2. Manfaat Praktis
Secara praktis,

penelitian ini diharapkan dapat memberikan

kontribusi pemikiran umumnya bagi orang yang lertarik dengan

11

masalah-masalah

yang

berkaitan

dengan

anak

berbakat

intelektual. Penulis berharap bahwa hasil penelitian ini dapat
memberikan informasi yang berguna kepada orang tua yang
mempunyai anak berbakat intelektual. Bila terdapat perbedaan,
maka hasil penelitian dapat dijadikan acuan tentang pentingnya
melatih

anak

berbakat

intelektual

menyesuaikan

diri

dalam

lingkungan sosial mereka.

1.5

Sistematika Penulisan Skripsi

Agar dalam pembahasan ini lebih terarah dan sistematis, maka
skripsi ini penulis susun sebagai berikut:
Bab 1 Pendahuluan. Bab ini berisi tentang latar belakang masalah,
identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan
penulisan, manfaat penulisan, serta sistematika penulisan.
Bab 2 Kajian Pustaka. Bab ini berisi tentang deskripsi teoritis terdiri
dari teori penyesuaian diri sosial, perilaku agresif, dan anak berbakat
intelektual.
Bab 3 Metode Penelitian. Bab ini berisi tentang jenis penelitian,
pengambilan sampel, pengumpulan data, metode analisis data.

12

Bab 4 Hasil penelitian. Bab ini berisi tentang gambaran umum
responden, deskripsi hasil penelitian dan uji hipotesis.
Bab 5 Penutup. Bab ini berisikan tentang kesimpulan, diskusi dan
saran.

13

BAB2
KAJIAN PUSTAKA

Teori merupakan unsur penting dalam penelitian yang dapat dijadikan
sebagai landasan teoritis dalam penelitian. Dengan teori dapat dijadikan
sebagai kerangka berfikir dalam memahami dan menerangkan fenomena
objek penelitian. Dalam penelitian ini penulis berusaha untuk mengetahui
adanya hubungan penyesuaian diri sosial dengan perilaku agresif anak
cerdas istimewa. Dleh sebab itu, penulis akan menguraikan teori-teori yang
berkaitan dengan perilaku agresif, penyesuaian diri sosial, dan kerangka
berfikir serta hipotesis penelitian.

2.1

Perilaku Agresif

2.1.1 Definisi perilaku agresif

Dalam Kamus Lengkap Psikologi (Chaplin, 2006) agresi adalah
serangan atau serbuan. Sedangkan menurut Baron (2005) agresi
adalah siksaan yang diarahkan secara sengaja dari berbagai bentuk
kekerasan terhadap orang lain. Sesuai dengan pendapat Myers
(daiam Sarwono, 2002), yang mendefinisikan perilaku agresif adalah

14

perilaku fisik atau Iisan yang disengaja dengan maksud untuk
menyakilkan atau merugikan orang lain.

Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa ada empat unsur
dalam agresi, yaitu:

1. Ada lujuan untuk mencelakakan.
2. Ada individu yang menjadi pelaku.
3. Ada individu yang menjadi korban.
4. Ketidak inginan si korban menerima tingkah laku si pelaku.

Meskipun demikian, ada beberapa lindakan agresif berada
diantara agresi prososial dan agresi antisosial yang kita sebut agresi
yang disetujui (sanctioned aggression). Meliputi tindakan agresif yang
diterima oleh norma sosial, tetapi masih berada dalam batas yang
wajar. Tindakan lersebul lidak melanggar slandar moral yang telah
diterima (Sears, 1985).

Perilaku agresif dimiliki oleh setiap orang karena hal itu
merupakan bagian dari insting. Freud, McDougall, Lorenz, dan lainnya
mengemukakan bahwa manusia mempunyai dorongan bawaan atau

15

naluri untuk berkelahi. Walaupun ada mekanisme fisiologis yang
berkaitan dengan perasaan agresif, seperti yang berkaitan dengan
dorongan-dorongan lain, mereka berpendapat bahwa agresi adalah
dorongan dasar (Sears, 1985).

Ada banyak alasan individu untuk melakukan agresi yang
merupakan respon dari berbagai faktor yang ada. Selain berasal dari
dirinya sendiri, sifat agresi juga berasal dari hasil belajar sosial.
Menurut teori belajar sosial (social learning) yang dimotori oleh
Bendura

(dalam

Sarwono,

2002)

menekankan

bahwa

kondisi

lingkungan dapat memberikan dan memelihara respon-respon agresif
pada diri seseorang. Asumsi dasar dari teori ini yaitu sebagian besar
tingkah laku individu diperoleh dari hasil belajar melalui pengamatan
atas tingkah laku yang ditampilkan oleh individu lain yang menjadi
model.

Dari teori-teori yang disebutkan di atas, penulis mendefinisikan
perilaku agresi adalah sebagai perilaku menyakiti baik berupa fisik
maupun mental dengan tujuan tertentu. Jika perilaku menyakiti
tersebut tidak memiliki tujuan, seperti salah tembak, memukul dengan
tidak sengaja, maka perilaku tersebut tidak dalam kategori agresi.

16

2.1.2 Faktor penyebab perilaku agresi

Menurut Sarwono (2009) ada beberapa faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya perilaku agresi pada manusia, yaitu:

I. Sosial

Ada banyak pemicu dari faktor sosial ini yang dapat memicu
perilaku agresif, salah satunya adalah frustasi yang dikemukakan
pertama kali oleh Dollard Miller. Yang dimaksudkan dengan frustasi
disini adalah situasi dimana individu terhambat atau gagal dalam
usaha mencapai tujuan tertentu yang diinginkan atau yang diharapkan.
Bersama dengan ini, Berkowitz (dalam Baron, 2005) menyatakan
bahwa

frustasi

merupakan

suatu

pengalaman

yang

tidak

menyenangkan, dan sebagian besar dari frustasi dapat menyebabkan
agresi. Dengan kata lain, frustasi kadang-kadang menghasilkan agresi
karena adanya hubungan mendasar antara afek negatif dengan
perilaku agresif. Frustasi merupakan sebagai salah satu bentuk
manifestasi dari ketidakmampuan manusia dalam menyesuaikan diri
dengan setiap perubahan yang terjadi dalam lingkungan sosialnya.
Sebagai contoh dari tindakan agresif yang dapat memicu perilaku
agresif adalah ketika seorang anak yang dikategorikan berbakat dalam

17

bidang intelektual gagal dalam menempuh ujian sekolah dengan baik,
maka ia akan merasa sedih, marah, bahkan depresi. Dalam keadaan
seperti itu, jika anak tersebut tidak mampu melakukan penyesuaian diri
sosial dengan baik maka besar kemungkinan ia akan menjadi frustasi
dan mengambil tindakan-tindakan yang bernuansa agresi, seperti
penyerangan terhadap orang lain.

2. Personal

Pola tingkah laku berdasar kepribadian. Orang dengan pola
tingkah laku tipe A cenderung lebih agresif daripada orang dengan tipe
B. Tipe A identik dengan karakter terburu-buru dan kompetitif (Gifford
dalam Sarwono, 2009) serta cenderung lebih melakukan agresi yang
bertujuan untuk melukai atau menyakiti korban (hostile aggression).
Tingkah laku yang ditunjukkan oleh orang dengan tipe B adalah
bersikap sabar, kooperatif, nonkompetisi, dan nonagresif (Feldman
dalam Sarwono, 2009) serta cenderung lebih melakukan instrumental
aggression yaitu tingkah laku agresif yang dilakukan karena ada tujuan

yang utama dan tidak ditujukan untuk melukai atau menyakiti korban.

18

3. Kebudayaan

Ketika

kita

menyadari bahwa Iingkungan juga

berperan

terhadap tingkah laku, maka tidak heran jika salah satu penyebab
agresi adalah faktor kebudayaan. Lingkungan geografis, seperti pantai,
menunjukkan karakter lebih keras daripada masyarakat yang hidup di
pedalaman. Nilai dan norma yang mendasari sikap dan tingkah laku
masyarakat juga berpengaruh terhadap agresivitas suatu kelompok.

4. Situasional

Penelitian terkait dengan cuaca dan tingkah laku menyebutkan
bahwa ketidaknyamanan akibat panas menyebabkan kerusuhan dan
bentuk-bentuk agresi lainnya (Harries K, Stadler, 1983 dalam Gifford,
1997, dalam Sarwono , 2009).

5. Sumber daya

Manusia senantiasa ingin memenuhi kebutuhannya. Salah satu
pendukung utama kehidupan manusia adalah daya dukung alam.
Daya dukung alam terhadap kebutuhan manusia tak selamanya
mencukupi. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya lebih untuk memenuhi

19

kebutuhan tersebut. Diawali dengan tawar-menawar.

Jika lidak

tercapai kata sepakat, maka akan terbuka dua kemungkinan besar.
Pertama,

mencari

sumber pemenuhan kebutuhan lain;

kedua,

mengambil paksa dari pihak yang memilikinya.

6. Media massa

Menurut Ade E. Mardiana (dalam Sarwono, 2009), tayangan
dari televisi berpotensi besar diimitasi oleh pemirsanya. Pernyataan ini
sesuai dengan penelitian klasik Bandura tentang modeling kekerasan
oleh anak-anak.

Media massa khususnya televisi yang merupakan media
tontonan dan secara alami mempunyai kesempatan lebih bagi
pemirsanya untuk mengamati apa yang disampaikan secara jelas
sehingga akan mempengaruhi kondisi afeksi, kognisi yang akan
merangsang individu tersebut untuk memutuskan melakukan tindakan
agresif atau tidak.

20

2.1.3 Jenis-jenis agresi

Secara umum Myers (dalam Sarwono, 2002) membagi agresi
dalam dua jenis, yaitu :

a. Agresi rasa benci (hostile aggression), adalah ungkapan kemarahan
dan di tandai dengan emosi yang tinggi.

b. Agresi sebagai sarana untuk mencapai tujuan lain (instrumental
aggression), jenis agresi ini pada umumnya tidak di sertai emosi.

Sedangkan Baron (2005), mengungkapkan bahwa ada tiga
kategori utama agresi, yaitu:

a. Agresi langsung (terbuka), melibatkan aksi yang ditujukan secara
langsung kepada target yang memunculkan amarah (fisik, verbal,
simbolik).

b. Agresi tidak langsung (sabotase) , melibatkan aksi tidak langsung yang
ditujukan kepada target yang memunculkan amarah, tanpa menyakiti
target secara formal. Misalnya, menceritakan kejelekan target kepada
orang lain, mengganggu aktivitas yang penting bagi target.

21

c. Agresi yang dialihkan (ekspresi hostility), melibatkan aksi agresif yang
dialihkan

kepada

sesuatu

atau

seseorang

yang

tidak

ada

hubungannya dengan target yang memunculkan perasaan amarah
tersebut.

Dalam penelitian ini akan menggunakan indikator skala perilaku
agresif yang mengacu pada teori dan definisi perilaku agresif yang
telah dikemukakan oleh Baron.

2.2

Penyesuaian Oiri 50sial

2.2.1 Pengertian Penyesuaian diri sosial

Dengan masuknya anak ke sekolah, pergaulan anak menjadi
lebih luas, dan tidak terbatas hanya dengan anggota keluarga
dirumahnya saja. Masa sekolah memberikan kesempatan kepada
anak untuk lebih banyak bergaul dengan teman sebayanya melalui
proses interaksi sosial (Hawadi, 2002).

Melalui proses interaksi tersebutlah,

seorang anak akan

memperoleh pengetahuan, nilai-nilai, sikap, dan perilaku esensial yang
diperlukan dalam partisipasinya di masyarakat kelak dalam rangka
menyesuaikan diri dalam Iingkungan sosialnya, sehingga selain anak

23

Oefinisi

tersebut hampir sama dengan definisi yang

di

kemukakan aleh Gerungan (1996), yang mendefinisikan penyesuaian
diri sasial sebagai upaya mengubah diri sesuai dengan keadaan
lingkungan, tetapi juga mengubah Iingkungan sesuai dengan keadaan
(keinginan) diri. Penyesuaian diri dalam arti yang pertama disebut juga
penyesuaian diri yang autoplatis, sedangkan penyesuaian diri yang
kedua juga di sebut penyesuaian diri yang aloplastis yang mana
kegiatan kita dipengaruhi aleh lingkungan.

Pada dasarnya penyesuaian diri yang sehat harus di pelajari
selama hidup. Penyesuaian diri terhadap Iingkungan sasial merupakan
kesanggupan untuk mereaksi secara efektif dan harmanis terhadap
realitas sa sial dan situasi sasial, dan bisa mengadakan relasi sasial
yang sehal. Bisa menghargai pribadi lain, dan menghargai hak-hak
sendiri di dalam masyarakat (Kartana, 2000).

Jadi dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri sasial adalah
pases be!ajar memahami, mengerti, dan berusaha untuk melakukan
apa

yang

diinginkan

Iingkungannya

sehingga

individu

dapat

menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam
lingkungannya, baik lingkungan keluarga, sekolah, maupun lingkungan
sekitar. Oefinisi penyesuaian diri sasial yang sesuai dengan penelitian

24

ini

adalah definisi

penyesuaian diri

sosial

yang dikemukakan

Schneiders (dalam Agustiani, 2006).

2.2.2 Aspek-Aspek Penyesuaian Diri

Penyesuaian diri bersifat relatif, artinya harus dinilai dan
dievaluasi sesuai dengan kapasitas individu untuk memenuhi tuntutan
terhadap dirinya. Oleh karena itu, Kartono (2000:270) mengungkapkan
aspek-aspek penyesuaian diri tersebut menjadi beberapa bagian,
yaitu:

1.

Memiliki perasaan afeksi yang adekuat, harmonis dan seimbang,
sehingga merasa aman, baik budi pekertinya dan mampu bersikap
hati-hati.

2. Selalu merasa aman, tepat, dan bersikap hati-hati.

3. Memiliki kepercayaan, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap
pribadi lain.

4. Memiliki kemampuan untuk memahami dan mengontrol diri sendiri.

25

5. Memiliki kepribadian yang matang dan terintegrasi baik terhadap diri
sendiri maupun orang lain, mempunyai sikap tanggung jawab, berfikir
dengan

menggunakan

rasio,

mempunyai

kemampuan

untuk

memahami dan mengontrol diri sendiri.

6.

Mempunyai

relasi

sosial

yang

memuaskan

ditandai

dengan

kemampuan unluk bersosialisasi dengan baik dan ikut berpartisipasi
dalam kelompok.

7. Mempunyai

struklur

sistem

syaraf yang

sehat dan

memiliki

kekenyalan (daya lenting) psikis untuk mengadakan adaptasi.

8. Memiliki

jiwa

pribadi

yang

sehat

mentalnya

serta

menjaga

produktifitas.

Schneiders (dalam Agustiani, 2006) membagi penyesuaian diri ke
dalam beberapa kategori, yaitu:

1. Penyesuaian pribadi

Penyesuaian pribadi merupakan kemampuan individu untuk
menerima dirinya, sehingga ia mampu mengatasi konflik dan tekanan

26

sehingga menjadi pribadi yang matang, bertanggung jawab dan
mampu mengontrol diri sendiri.

2. Penyesuaian sosial

Penyesuaian sosial merupakan kemampuan individu untuk
mematuhi norma dan peraturan sosial yang ada, sehingga ia mampu
menjalin re/asi sosial dengan baik dan mampu menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Dalam penelitian ini penyesuaian sosial terjadi
dalam lingkup hubungan sosial tempat anak cerdas istimewa hidup
dan berinteraksi di Iingkungan sosialnya.

2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri

Menurut Agustiani

(2006),

penyesuaian

diri

sosial

yang

dilakukan oleh individu dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu
sebagai berikut:

I. Faktor kondisi fisik, yang meliputi faktor keturunan, kesehatan,

bentuk tubuh dan hal-hal lain yang berkaitan dengan fisiko

27

2. Faklor

perkembangan

dan

kemalangan,

yang

melipuli

perkembangan inleleklual, sosial, moral, dan kemalangan
emosional.

3. Faklor psikologis, yailu faklor-faklor pengalaman individu,
fruslasi dan koflik yang dialami, dan kondisi-kondisi psikologis
seseorang dalam penyesuaian diri.

4. Faklor lingkungan, yailu kondisi yang ada pada lingkungan,
seperli kondisi keluarga, kondisi rumah, dan sebagainya.

5. Faklor budaya, lermasuk adal isliadal dan agama yang lurul
mempengaruhi penyesuaian diri seseorang.

2.3

Anak Berbakat Intelektual

2.3.1 Pengertian anak berbakat intelektual

Anak

berbakal

inleleklual

lergolong

anak

luar

biasa.

Dikalegorikan sebagai anak luar biasa karena ia berbeda dengan
anak-anak lainnya. Perbedaan terlelak pada adanya ciri-ciri yang khas,
yang menunjukkan keunggulan dirinya (Mangunsong, 1998)

I
_

28

PEIi\'PUSTAKMN UTA.
U1N atセ|jka Iャゥhays

Menurut MC.Leod dan Cropley (1989), (dalam Hawadi: 2002)
ada dua istilah yang sering disebutkan dalam literatur keberbakatan,
yaitu genius dan

prodigy. Renzulli (1981) menyebutkan bahwa

seseorang disebut berbakat, unggul, atau luar biasa dibandingkan
teman-temannya jika didalam dirinya memiliki tiga aspek, yaitu taraf
inteligensi di atas rata-rata, kreativitas yang cukup, dan pengikat diri
terhadap tugas, dimana ketiganya ini berfungsi sama baiknya.

Pemerintah Indonesia pun telah menetapkan undang-undang
nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 5
ayat (4) menyatakan bahwa warga Negara yang memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan
khusus. Oleh karena itu, Direktorat PSLB telah menyepakati batasan
kecerdasan istimewa yang akan digunakan mengacu pada pengertian
yang dibuat oleh United States Office of Educational (USOE) (1972),
dalam (Mangunsong, 1998) adalah sebagai berikut:

"anak berbakat adalah mereka yang diidentifikasikan oleh
orang-orang

profesional

bahwa

mereka

memiliki

kemampuan-

kemampuan yang menonjol, dapat memberikan prestasi yang tinggi'

29

Ada dua acuan yang biasa digunakan untuk mengukur
kemampuan intelektual umum yaitu acuan unidimensional, yang lebih
dikenal sebagai batasan yang diberikan oleh Lewis Terman (1922) dan
acuan multidimensional, yang disampaikan oleh Renzulli, Reis, dan
Smith

(1978)

Conception).

dengan
Untuk

konsepsi

pendekatan

tiga

cincin

(The

unidimensional,

Three
kriteria

Ring
yang

digunakan hanya semata-mata skor IQ saja. Sedangkan untuk
pendekatan multidimensional, kriteria yang digunakan lebih dari satu.
Bagi Renzulli, keberbakatan merupakan interaksi dari tiga kelompok
ciri (kluster) yaitu intelegensi, kreativitas, dan pengikatan diri terhadap
tugas dalam mencapai produktivitas. Sehingga dapat disampaikan 14
ciri-ciri keberbakatan yang telah memiliki korelasi yang signifikan
dengan tiga aspek tersebut (Tim Direktorat PSLB, 2003):

a. Lancar berbahasa (mampu mengutarakan pemikirannya)
b. Memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap ilmu
pengetahuan
c. Memiliki kemampuan yang tinggi dalam berfikir logis dan
kritis
d. Mampu belajar/bekerja secara mandiri
e. Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa)

30

f.

Mempunyai tujuan yang jelas dalam tiap kegiatan atau
perbuatannya

g. Cermat atau teliti dalam mengamati
h. Memiliki kemampuan

memikirkan beberapa

macam

pemecahan masalah
I.

Mempunyai minat luas

J.

Mempunyai daya imajinasi yang linggi

k. Belajar dengan mudah dan cepat

I.

Mampu mengemukakan dan mempertahankan pendapal

m. Mampu berkonsentrasi
n. Tidak memerlukan dorongan (motivasi) dari luar

Van Tiel (2007) juga mengungkapkan bahwa ada berbagai
pertimbangan untuk melakukan program percepatan (akselerasi) yaitu:

a. Kapasitas inlelektual
b. Tingkat kemampuan didaktik
c. Perkembangan sosial emosional

32

Dengan asumsi jika penyesuaian diri sosial meningkat maka perilaku
agresif menurun dan jika penyesuaian diri sosial menurun maka
perilaku agresif meningkat.

Oleh karena

itu,

kerangka berfikir

penelitian ini dapat dijelaskan dalam skema dibawah ini:

Anak Berbakat Intelektual

Penyesuaian diri sosial menurun

Ipenyesuaian diri sosial meningkat

I
Perilaku agresif meningkat

2.5

Perilaku agresif menurun

HIPOTESIS

Berdasarkan kajian teori tersebut, maka hipotesis penelitian ini
akan dirumuskan sebagai berikut:

Ha

: Ada hubungan negatif antara penyesuaian diri sosial dengan
perilaku agresif anak berbakat intelektual.

Semakin tinggi penyesuaian diri sosial maka semakin rendah
perilaku agresif anak berbakat intelektual. Sebaliknya, semakin

33

buruk penyesuaian diri sosial maka semakin tinggi perilaku
agresif anak berbakat intelektual.

34

BAB3
METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai tahapan-tahapan dalam
melakukan penelitian, dalam hal ini akan dibatasi secara sistematis
sebagai berikut: jenis penelitian, variabel penelitian, subjek penelitian,
metode dan instrumen pengumpulan data, validitas dan reliabilitas alat
ukur dan teknik analisis data yang akan digunakan dalam penelitian
ini.

3.1

Jenis Penelitian

3.1.1 Pendekatan dan metode penelitian

Dalam

penelitian

ini,

penulis

menggunakan

pendekatan

penelitian yang bersifat kuantitatif, dimana data yang dihasilkan dari
hasil penelitian ini adalah berupa kuantitatif, yakni data yang berbentuk
bilangan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian
korelasional, yaitu penelitian yang dirancang untuk menentukan tingkat
no sua h , papula"i
hQrbQda
rfala
h ' 'h, ,nnan "ariahQI - "ar,'"he l ,,"ng
y ..... ,
..........
,.....
....
.... ,.
............... '

Gセ

I

"

II

...........

Y

........

I

B セN G

Alasan penulis menggunakan penelitian korelasi, adalah karena

35

penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara dua variabel,
yaitu antara penyesuaian diri sosial dengan perilaku agresif.

3.1.2 Definisi Konseptual dan Operasional Variabel
3.1.2.1 Definisi Konseptual

Variabel bebas (Independent Variabel)

Variable bebas dalam penelitian ini adalah konsep penyesuaian
diri yang dikemukakan oleh Schneiders (dalam Agustiani, 2006), yaitu
penyesuaian sosial merupakan suatu kapasitas atau kemampuan yang
dimiliki oleh setiap individu untuk dapat bereaksi secara efektif dan
bermanfaat terhadap realitas, situasi, dan relasi sosial, sehingga
kriteria yang harus dipenuhi dalam kehidupan sosialnya dapat
terpenuhi dengan cara-cara yang dapat diterima dan memuaskan.

Variabel terikat (Dependent Variabel)

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah perilaku agresif yang
dikemukakan oleh Baron (2005) adalah perilaku yang diarahkan
secara sengaja dari berbagai bentuk kekerasan terhadap orang lain.

36

3.1.2.2 Definisi Operasional

Definisi operasional dari perilaku agresif adalah skor yang
diperoleh dari skala perilaku agresif yang indikator-indikatornya
adalah:

1. Agresi langsung (terbuka)
a. Kekerasan fisiko
b. Penghancuran hak milik
c. Mengancam.

2. Agresi tidak langsung (sabotase)
a. Tingkah laku agresif yang di rancang untuk menghambat.
b. Mengganggu aktivitas yang penting bagi target.

3. Agresi yang dialihkan (ekspresi hostility)
a. Tingkah laku agresif yang bersifat verbal.
b. Tingkah laku agresif yang bersifat simbolik dan fisiko

Semakin linggi skor yang di peroleh dari skala perilaku agresif
maka semakin tinggi perilaku agresif. Sebaliknya, semakin rendah skor

37

yang di peroleh dari skala perilaku agresif maka semakin rendah
perilaku agresif.

Definisi operasional dari penyesuaian diri sosial adalah skor
yang diperoleh dari skala penyesuaian diri sosial, yang indikatorindikatornya adalah:

1. Penyesuaian pribadi
a. Penerimaan individu terhadap diri sendiri.
b. Mampu menerima kenyataan.
c. Mampu mengontrol diri sendiri.
d. Mampu mengarahkan diri sendiri.

2. Penyesuaian sosial
a. Memiliki hubungan interpersonal yang baik.
b. Memiliki simpati pada orang lain.
c. Mampu menghargai orang lain.
d. Ikut berpartisipasi dalam kelompok
e. Mampu bersosialisasi dengan baik sesuai norma yang ada

38

Semakin tinggi skor yang di peroleh dari skala penyesuaian diri
sosial maka semakin tinggi penyesuaian diri sosialnya. Sebaliknya,
semakin rendah skor yang di peroleh dari skala penyesuaian diri sosial
maka semakin rendah penyesuaian diri sosialnya.

3.2

Pengambilan Populasi dan Sampel

Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak
berbakat intelektual yang mengikuti program percepatan belajar
(akselerasi) pada sekolah SMA 3 Tangerang Selatan yang berjumlah
53 siswa.

Karena jumlah populasi terbatas, maka keseluruhan dalam
popuiasi tersebut menjadi sampel dalam penelit/an ini, sehingga teknik
sampel yang di gunakan adalah teknik Purposive Sample.

3.3

Pengumpulan Data

3.3.1 Metode dan instrumen penelitian

Alat

ukur

yang

digunakan

untuk

mengukur

hubungan

penyesuaian diri sosial dengan perilaku agresif anak berbakat
intelektual adalah skala model Likert yang dibuat sendiri oleh penulis

39

berdasarkan indikator-indikator yang ada. Dalam pengisian skala ini
responden diminta untuk memilih satu jawaban dari empat alternatif
jawaban yang telah disediakan. Dengan meniadakan jawaban netral
atau ragu-ragu, hal ini untuk menghindari subjek melakukan proteksi
diri dengan selalu memberi jawaban netral atau ragu-ragu karena hal
tersebut dapat membuat subjek tidak dapat menentukan sikapnya
secara pasti. Sistem penilaian dari teknik Likert dalam penelitian ini
adalah untuk item-item favorabel maupun unfavorabel adalah sebagai
berikut: Sangat sesuai

=4, Sesuai =3, Tidak Sesuai =2, Sangat Tidak

Sesuai = 1, dan rincian skor untuk item-item unfavorabel adalah
sebagai berikut : Sangat Sesuai

= 1,

Sesuai

= 2,

Tidak Sesuai

= 3,

Sangat Tidak Sesuai = 4. Adapun untuk indikator penyesuaian diri
sosial dan perilaku agresif dapat dilihat pada table 3.1 dan table 3.2

Tabel3.1

Indikator penyesuaian diri sosial
NO.

1

SUBVARIABEL

Penyesuaian
pribadi

INDIKATOR
セN

Penerimaan individu

UNFAV

1, 19, 37

2,20,38

3,21,39,45

4,22,40,46

terhadap diri sendiri
b. Mampu menerima

l

FAV

kenyataan

40

c. Mampu mengontrol

5,23,41,47

6,24,42,48

7,25,43

8,26,44

9,27,49

10,28,50

11,29,51

12, 30, 52

13,31,53

14,32,54

15, 33, 55

16, 34, 56

17,35,57

18, 36, 58

diri sendiri
d. Mampu
mengarahkan dirj
sendiri

2

Penyesuaian

セN

Memiliki hubungan
interpersonal yang

sosial

baik
b. Memiliki simpati
pada orang lain

k;. Mampu menghargai
orang lain

b.

Ikut berpartisipasi
dalam kelompok

セN

Mampu
bersosialisasi
dengan baik sesuai
norma yang ada

41

Table 3.2
Indikator perilaku agresif
FAV

UNFAV

NO.

SUBVARIABEL

INDIKATOR

1

Agresi langsung

a. Kekerasan fisiko

1,5,7

3,26,28

(Ierbuka)

b. Penghancuran

16,24,41

30, 35, 37

hak milik
c. Mengancam

43,46,49,54 42,44,57,
60

2

Agresi lidak

a. Tingkah laku

langsung

agresif yang di

(sabotase)

rancang untuk

12, 18,20,

2,4,6,8,

22, 25

14

31,33,36,

38,40,48,

50, 58

52, 55

9,11,13

10, 17, 19,

15,27

21,23

39,45,47,

29,32,34,

51,56

53, 59

menghambat
b. Mengganggu
aktivitas yang
penting bagi
target

3

Agresi yang
dialihkan

a. Tingkah laku
agresif yang
bersifat verbal.
b. Tingkah laku
agresif yang
bersifat simbolik
dan fisik

42

3.3.2 Prosedur Penelitian
a. Tahap persiapan
1. Dimulai dengan perumusan masalah.
2. Menentukan variabel yang akan diteliti.
3. Melakukan studi kepustakaan untuk mendapatkan gambaran
landasan teori yang tepat mengenai variabel penelitian.
4. Menentukan, menyusun, dan menyiapkan alat ukur yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah skala penyesuaian diri
sosial dengan perilaku agresif anak cerdas istimewa.
5. Menentukan lokasi dan menyelesaikan administrasi perijinan.

b. Tahap penelitian

1. Menentukan sampel penelitian dan melakukan konfirmasi
dengan pihak sekolah.
2. Memberikan

penjelasan

mengenai

tujuan

penelitian

dan

meminta kesedian subjek untuk mengisi kuisioner.

3. Melakukan pengambilan data dengan memberikan alat ukur
yang telah dipersiapkan kepada subjek penelitian.

c. Tahap pengolahan data

43

1. Melakukan skoring terhadap setiap skala yang masuk.
2. Menghilung dan membuat tabulasi data yang diperoleh dan
kemudian dibual tabel data.
3. Melakukan analisis data dengan menggunakan metode slalistik
untuk menguji hipotesis penelitian.

d. Tahap Pembahasan

1. Menginlerprelasikan dan membahas hasil slalislik berdasarkan
leori.
2. Merumuskan

hasil

penelilian

den