IMPLEMENTASI PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI- SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN PENYESUAIAN SOSIAL ANAK BERBAKAT AKADEMIK.

(1)

IMPLEMENTASI PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI- SOSIAL

UNTUK MENINGKATKAN PENYESUAIAN SOSIAL

ANAK BERBAKAT AKADEMIK

(Studi Kasus terhadap Peserta Didik Akselerasi di SMPN 1 Baleendah Kab. Bandung)

TESIS

Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh :

INGKI PUSPITA SARI 1009547

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2013


(2)

(3)

PERYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “IMPLEMENTASI

PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN PENYESUAIAN SOSIAL ANAK BERBAKAT AKADEMIK (Studi kasus

terhadap Peserta Didik Akselerasi di SMPN 1 Baleendah Kabupaten Bandung)” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini

Bandung, 15 Januari 2013 Yang membuat pernyataan


(4)

Meningkatkan Penyesuaian Sosial Anak Berbakat Akademik (Studi Kasus terhadap peserta didik kelas Akselerasi di SPMN 1 Baleendah Kab. Bandung)

Penelitian secara umum bertujuan untuk mengidentifikasi, mendeskripsikan dan menganalisis tentang Implementasi Program Bimbingan Pribadi-Sosial untuk Meningkatkan Penyesuaian Sosial Anak Berbakat Akademik di SMPN 1 Baleendah Kabupaten Bandung. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Hasil temuan yang diperoleh dari penelitian ini adalah (1) 10 orang peserta didik kelas VII SMPN I Baleendah Kabupaten Bandung Tahun ajaran 2012/2013, hanya 3 orang yang penyesuaian sosialnya rendah. (2) Upaya guru BK dalam menangani permasalahan tersebut yaitu dengan melakukan studi kasus. Salah satu cara mengatasi masalah peserta didik ini melalui kegiatan layanan bimbingan pribadi sosial dengan materi layanan yang dapat meningkatkan kompetensi peserta didik dalam hal kerjasama, kreativitas, kepemimpinan, keberanian, pengorbanan, ketaatan, toleransi, kesabaran, konsentrasi, pemahaman takdir, memantapkan cita-cita dan tawakal. (3) Program Bimbingan Pribadi Sosial yang telah dilaksanakan, mampu meningkatkan kemampuan penyesuaian sosial peserta didik. Rekomendasi penelitian adalah: Program bimbingan yang dibuat diharapkan dapat dijadikan pedoman dalam implementasi program bimbingan pribadi sosial untuk meningkatkan penyesuaian sosial anak berbakat akademik secara khusus, maupun penyesuaian sosial untuk peserta didik regular lainnya secara umumnya.

Kata kunci : Program Bimbingan Pribadi sosial, Penyesuaian sosial, dan Anak Berbakat Akademik.


(5)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGEHASAN PEMBIMBING

PERNYATAAN... i

ABSTRAK……….. ii

KATA PENGANTAR……… iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI……….. viii

DAFTAR TABEL……….. x

DAFTAR GAMBAR………. xi

DAFTAR LAMPIRAN……….. xii

BAB I : PENDAHULUAN………

A. Latar Belakang Penelitian……… B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian……… C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………...

D. Kerangka Berpikir………....

E. Fokus Telaah………

F. Metode Penelitian………....

1 1 9 9 11 13 16

BAB II : KONSEP PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL DAN PENYESUAIAN DIRI SOSIAL ANAK BERBAKAT AKADEMIK DI SMP...

A. Program Bimbingan Pribadi Sosial……….

B. Anak Berbakat Akademik………

C. Penyesuaian Diri Sosial………

18 18 32 40

BAB III : METODE PENELITIAN………

A. Pendekatan dan Metode Penelitian………. B. Situasi Sosial dan Lokasi Penelitian……….. C. Teknik Pengumpulan Data………... D. Pelaksanaan Pengumpulan Data……….

59 59 62 64 70


(6)

E. Teknik Pengolahan dan Analisa Data……… 72

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………

A. HASIL PENELITIAN………..

B. PEMBAHASAN………...

75 75 138

BAB V : KESIMPULAN DAN REKOMENDASI………

A. KESIMPULAN………...

B. REKOMENDASI………....

150 150 153

DAFTAR PUSTAKA………... 154


(7)

DAFTAR TABEL

2.1 Katagori Kecerdasan... 34

3.1 Ringkasan Pengumpulan Data ... 68

4.1 Keadaan Peserta didik... 78

4.2 Alumni... 78

4.3 Kegiatan Ekstara Kulikuler... 79

4.4 Perolehan Prestasi dalam Bidang Akademisi dan Ekstrakulikuler... 80

4.5 Perolehan Nilai UAN Tahun Terakhir ... 82

4.6 Perolehan Akademis Per Mata Pelajaran ... 83

4.7 Perolehan Keseluruhan (Jumlah 3 Mapel, dan 4 Mapel)... 84

4.8 Tenaga Pendidik ... 85

4.9 Tenaga Administrasi ... 86

4.10 Latar Belakang Pendidikan Formal Guru ... 86

4.11 Latar Belakang Pendidikan Formal Tenaga Administrasi ... 87

4.12 Keadaan Ruangan ... 87

4.13 Sarana ... 88

4.14 Buku ... 89

4.15 KTSP (Standar Isi) ... 90

4.16 Perolehan 4 Tahun yang lalu Ujian Nasional ... 91

4.17 Perolehan 3 Tahun yang lalu Ujian Nasional ... 91

4.18 Perolehan 2 Tahun yang lalu Ujian Nasional ... 92


(8)

DAFTAR GAMBAR

1.1 Kerangka Penelitian ... 12 2.1 Konsep Runzulli Tentang Keberbakatan ... 35 2.2 The Multi Factors Model ... 36


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pengembangan kemampuan peserta didik secara optimal merupakan tanggung jawab besar dari kegiatan pendidikan. Oleh karena itu, penyelenggaraan pendidikan yang bermutu sangat penting untuk pengembangan peserta didik sebagai manusia yang maju, mandiri dan bertanggung jawab. Hal ini sejalan dengan amanat yang dikehendaki Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab II pada pasal 3 bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat dan berilmu, cakap dan kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Sekolah sebagai lembaga penyelenggara pendidikan formal memiliki tanggung jawab yang besar dalam upaya pengembangan peserta didik secara maksimal yang nantinya dapat bermanfaat bukan saja bagi diri sendiri tapi juga bagi masyarakat luas. Untuk maksud ini lembaga pendidikan formal dituntut melaksanakan banyak hal mulai dari kegiatan pembelajaran yang bermutu, penciptaan suasana yang sehat, sarana dan prasarana yang lengkap dan memadai sampai pada penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang terpadu. Dengan


(10)

demikian, diharapkan lulusan atau peserta didik dapat menjadi individu yang tidak hanya memiliki prestasi akademik yang baik tetapi juga berakhlak mulia, sesuai dengan tujuan pendidikan Nasional (Sukadji, 2000). Hal ini berarti bahwa sekolah memiliki tanggung jawab dalam membantu para peserta didik baik sebagai pribadi maupun sebagai calon anggota masyarakat, dengan mendidik dan menyiapkan peserta didik agar berhasil menyesuaikan diri di masyarakat dan mampu menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapinya.

Arus globalisasi sangat menghendaki kemampuan kompetitif dalam berbagai hal di antara setiap warga Indonesia untuk dapat mengantarkan bangsa Indonesia di masa depan yang lebih prospektif dan mampu bersaing secara terbuka, maka sangatlah diperlukan sistem pendidikan yang mampu membangun keunggulan (excellence). Untuk membangun keunggulan tersebut, bangsa Indonesia bertumpu pada individu-individu yang memiliki potensi dan prestasi cemerlang, salah satunya adalah anak berbakat akademik (ABA).

Anak berbakat adalah individu unik dengan karakteristik dan kebutuhan tersendiri yang relatif berbeda dengan anak normal pada umumnya yakni memiliki tingkat kecerdasan, komitmen dan kreatifitas yang sangat tinggi. Seperti yang dikemukakan oleh Renzulli (1981, 2005) bahwa keberbakatan yang banyak digunakan adalah “ three-Ring Conception” atau Konsepsi Tiga Cincin yakni tiga ciri pokok yang merupakan kriteria (persyaratan) keberbakatan (giftedness) adalah keterkaitan antara : (1) Kemampuan umum (kapasitas intelektual) dan / atau kemampuan khusus di atas rata-rata. (2) Kreativitas di atas rata-rata, dan (3) Pengikatan diri terhadap tugas ( task commitment) yang cukup tinggi.


(11)

Selain mengembangkan model tiga cincin, Renzulli mengembangkan Renzulli-Monks yang disebut model multifactor. Dalam model multifaktornya Monks mengatakan bahwa potensi kecerdasan istimewa (giftedness) yang dikemukakan oleh Renzulli tidak akan terwujud jika tidak mendapatkan dukungan yang baik dari sekolah, keluarga, dan lingkungan dimana peserta didik tinggal (Monks dan Ypenburg, 1995). Dengan model multifaktor maka pendidikan anak berbakat akademik tidak dapat dilepaskan dari peran orang tua dan lingkungan dalam menanggapi gejala-gejala kecerdasan istimewa yang dimiliki, toleran terhadap berbagai karakteristik yang ditampilkannya baik yang positif maupun berbagai gangguan tumbuhkembangnya yang menjadi penghambat baginya, serta dalam mengupayakan layanan pendidikan yang terbaik baginya.

Kelas akselerasi untuk anak berbakat akademik pada awalnya dianggap sebagai solusi terbaik untuk memenuhi kebutuhan belajar bagi peserta didik dengan IQ tinggi, karena sesuai dengan pendapat Terman (dalam Hawadi, 2004), yang menyatakan bahwa peserta didik dengan IQ diatas normal akan superior dalam kesehatan, penyesuaian sosial, dan sikap moral. Kesimpulan ini menimbulkan mitos bahwa peserta didik dengan IQ tinggi adalah peserta didik yang berbahagia dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan. Namun, sebagian kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kelas akselerasi tidak sebaik yang diharapkan dan ditengarai membawa dampak negatif terhadap kehidupan sosial peserta didik. Peserta didik menjadi berkurang kesempatannya untuk bergaul dan berinteraksi dengan teman karena dituntut untuk selalu berhadapan dengan materi pelajaran, bahkan jam-jam yang seharusnya digunakan untuk


(12)

program ekstrakurikuler juga dialokasikan untuk praktikum atau evaluasi materi pelajaran. Terkesampingkannya aspek sosial emosional dalam kehidupan sehari-hari tampak pada fenomena dari para orang tua yang cenderung lebih bangga melihat anaknya menjadi juara kelas daripada menjadi penolong bagi temannya yang mengalami kesulitan pelajaran. Kenyataan dimasyarakat juga menunjukkan bahwa aspek kognitif cenderung lebih dihargai daripada aspek sosial emosional. Hal tersebut tampak pada iklan di media massa, yang menunjukkan bahwa peserta didik dinilai hebat jika mampu memecahkan persoalan matematis yang rumit dan seakan-akan melupakan pentingnya kemampuan berinteraksi dengan lingkungan. Hawadi-Akbar, (2004) menyebutkan bahwa kelemahan utama penyelenggaraan program akselerasi terletak pada masalah hambatan sosial dan kesejahteraan emosional peserta didik. Hambatan sosial yang dimaksud adalah hilangnya aktivitas hubungan sosial yang penting pada usianya, sehingga remaja (peserta didik) akselerasi akan kehilangan keterampilan dalam penguasaan kompetensi sosial mereka. Masalah utama yang dihadapi oleh peserta didik peserta program akselerasi adalah isolasi sosial. Pengelompokkan peserta didik akselerasi cenderung memisahkan mereka dari pergaulan teman sebayanya akibat dari tugas-tugas dan beban akademis yang harus mereka kejar. Hal itu mengakibatkan peserta didik berbakat sulit dalam penyesuaian diri dengan lingkungannya. Oleh karena itu, Lubis (dalam Hawadi-Akbar, 2004) menambahkan bahwa pentingnya upaya mengasah aspek emosi dan sosial peserta didik, supaya dapat mengembangkan konsep diri yang sehat, dapat memahami dirinya dan lingkungannya dengan baik, dan mampu mewujudkan dirinya dalam


(13)

hubungan yang serasi dengan diri sendiri, keluarga, sekolah maupun dalam pergaulan teman sebaya.

Penyesuaian diri merupakan proses yang meliputi respon mental dan perilaku yang merupakan usaha individu untuk mengatasi dan menguasai kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, frustasi, dan konflik-konflik agar terdapat keselarasan antara tuntutan dari dalam dirinya dengan tuntutan atau harapan dari lingkungan di tempat tinggal. Usia SMP dapat dikategorikan dalam masa remaja awal, yaitu 12-15 tahun (Monks, Knoers, & Haditono, 2004). Memasuki masa remaja, peserta didik mulai melepaskan diri dari ikatan emosi dengan orang tuanya dan menjalin sebuah hubungan yang akrab dengan teman-teman sebayanya.

Havighurst (dalam Hurlock, 1997) menjelaskan beberapa tugas perkembangan remaja yang berhubungan dengan perkembangan sosial emosional, yaitu menjalin hubungan dengan teman sebaya baik pria maupun wanita, mencapai suatu peran sosial baik bagi pria maupun wanita sesuai dengan jenis kelaminnya, melakukan perilaku sosial yang diharapkan, dan mencapai suatu kemandirian sosial dari orang tua dan dewasa disekitarnya. Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit ialah berhubungan dengan penyesuaian sosialnya. Remaja sebagai makhluk sosial dituntut memiliki kemampuan penyesuaian sosial yang baik. Kegagalan remaja dalam menguasai kemampuan sosial akan menyebabkan remaja sulit menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Schneiders (1964: 460) mendefinisikan penyesuaian sosial sebagai ”the capacity to react efectively and wholesomely to social realities,


(14)

situation, and relation”. Penyesuaian sosial menandakan kemampuan atau kapasitas yang dimiliki individu untuk bereaksi secara efektif dan wajar pada realitas sosial, situasi, dan relasi sosial.

Aspek penyesuaian sosial peserta didik berbakat telah diteliti dalam kurun waktu yang panjang. Diawali studi tentang individu yang cerdas oleh Lombroso pada tahun 1895 (Bliss, 2006), studi longitudinal oleh Terman pada tahun 1921 (Winner, 1996), dan terus berlanjut hingga era tahun 2010 ini. Berdasarkan berbagai studi empiris pada kurun waktu tersebut, secara umum terdapat dua perspektif tentang penyesuaian sosial peserta didik berbakat. Perspektif pertama menyatakan bahwa peserta didik berbakat tidak memiliki masalah dalam hal penyesuaian sosial, bahkan cenderung populer antara teman-temannya (Iswinarti, 2002; Lutfig & Nichols, 1990; Terman, 1925, dalam Versteynen, 2002). Justru karena keberbakatannya, maka peserta didik berbakat memiliki kemampuan penyesuaian psikologis yang lebih baik daripada peserta didik lain (Baker, 1995). Sebaliknya, perspektif kedua menyatakan bahwa peserta didik berbakat cenderung rentan untuk mengalami masalah penyesuaian sosial dengan teman seusia. Para guru dan konselor yang menangani peserta didik berbakat menemukan adanya hambatan pada peserta didik berbakat dalam relasi sosial, terisolir dari teman di sebaya, sulit menerima kritik, non-konformis, dan menolak otoritas (Kesner, 2005). Kondisi anak berbakat berbeda dari teman sebaya tidak hanya pada aspek intelektualitas, namun juga berbeda dalam aspek sosial dan emosinya (Gross, 1994). Byers et.al, 2004).


(15)

Berkaitan dengan permasalahan peserta didik berbakat akademik, hasil temuan dari Aswan Hadis, (2004) menunjukkan bahwa banyak penelitian mutakhir yang menemukan bahwa peserta didik yang berbakat akademik dalam satu kelas homogen, sekitar 25-30 % peserta didiknya mengalami masalah-masalah emosi dan sosial. Masalah yang sering dialami adalah kurangnya pengetahuan tentang interaksi teman sebaya, isolasi sosial, kepercayaan diri, penurunan prestasi belajar, dan kebosanan yang dialami oleh peserta didik berbakat akademik dalam kelas homogen.

Dalam menyelesaikan masalah yang muncul pada peserta didik berbakat akademik berkaitan dengan penyesuaian sosial, maka guru bimbingan dan konseling merancang program bimbingan yang tepat sesuai dengan permasalahan yang ada. Berdasarkan hasil observasi awal terhadap berlangsungnya proses pembelajaran bimbingan dan konseling pada kelas akselerasi di SMP Negeri 1 Baleendah Kabupaten Bandung melalui wawancara dengan Guru BK dan penelaahan dokumen, maka diperoleh gambaran bahwa hasil musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling di SMP Negeri 1 Baleendah Kabupaten Bandung menemukan ada indikasi kurang minat peserta didik berbakat akademik dalam mengikuti bimbingan klasikal dan tingkat penyesuaian sosial yang rendah. Gejala kurang minat peserta didik tampak pada sikap meragukan baik kepada diri sendiri maupun orang lain ditunjukkan oleh peserta didik yang tergolong cerdas (hasil tes psikologi menggunakan instrument SPM terhadap 377 peserta didik, sebanyak 57 atau 15% peserta didik memiliki IQ diatas 130), padahal mereka termasuk kelompok mampu berfikir kritis. Mereka memiliki kekuatan minat dan daya


(16)

kreatifitas yang baik namun cenderung cepat bosan dan jenuh dengan rutinitas sehingga berakibat menjadi sombong. Mereka juga ingin menang sendiri dan egois sehingga suka konflik karena sulit beradaptasi dengan teman-temannya. Begitu juga dalam aktifitas bimbingan dan konseling, mereka acuh tak acuh atau tidak bersikap menghormati karena mereka suka tantangan, ulet dan terarah. Oleh karena itu, dibutuhkan solusi agar peserta didik memiliki minat yang tinggi dalam mengikuti bimbingan. Salah satu alternatif solusinya yaitu penggunaan permainan kelompok yang mengintegrasikan nilai-nilai agama dalam pemberian layanan bimbingan kelompok. Dengan demikian diharapkan mampu meningkatkan minat peserta didik yang tinggi dalam mengikuti layanan bimbingan.

Sedangkan tingkat penyesuaian sosial yang rendah dari anak berbakat akademik di SMPN 1 Baleendah Kabupaten Bandung sekitar 30 %, sehingga memerlukan penanganan lebih lanjut dari guru bimbingan dan konseling supaya peserta didik tersebut dapat mengikuti seluruh proses pembelajaran yang telah ditentukan. Program bimbingan dan konseling yang digunakan untuk menangani permasalahan penyesuaian sosial peserta didik berbakat akademik yaitu dengan mengintegrasikan nilai-nilai agama dalam pemberian layanan bimbingan kelompok.

Berdasarkan hasil identifikasi di atas, maka diharapkan penulis memperoleh gambaran mengenai implementasi program bimbingan pribadi-sosial untuk meningkatkan penyesuaian sosial anak berbakat akademik di SMPN 1 Baleendah Kabupaten Bandung.


(17)

B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka penelitian ini difokuskan untuk mengkaji ”Bagaimana Implementasi Program Bimbingan Pribadi-Sosial Untuk Meningkatkan Penyesuaian Sosial Anak Berbakat Akademik di SMPN 1 Baleendah Kabupaten Bandung?”

2. Pertanyaan Penelitian

Secara lebih rinci rumusan masalah tersebut di atas, diuraikan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:

a. Seperti apa tingkat penyesuaian sosial anak berbakat akademik di SMPN 1 Baleendah Kabupaten Bandung?

b. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling dalam rangka menangani permasalahan penyesuaian sosial anak berbakat di SMPN 1 Baleendah Kabupaten Bandung?

c. Bagaimana implementasi program bimbingan pribadi-sosial untuk meningkatkan penyesuaian sosial anak berbakat akademik di SMPN 1 Baleendah Kabupaten Bandung?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mengidentifikasi, mendeskripsikan dan menganalisis tentang Implementasi Program


(18)

Bimbingan Pribadi-Sosial Untuk Meningkatkan Penyesuaian Sosial Anak Berbakat Akademik di SMPN 1 Baleendah Kabupaten Bandung.

b. Tujuan Khusus

Tujuan penelitian secara khusus adalah untuk :

1) Untuk mengungkap data mengenai tingkat penyesuaian sosial anak berbakat akademik di SMPN 1 Baleendah Kabupaten Bandung.

2) Untuk memperoleh gambaran mengenai upaya yang dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling dalam rangka menangani permasalahan penyesuaian sosial anak berbakat di SMPN 1 Baleendah Kabupaten Bandung.

3) Untuk memperoleh gambaran mengenai implementasi program bimbingan pribadi-sosial untuk meningkatkan penyesuaian sosial anak berbakat akademik di SMPN 1 Baleendah Kabupaten Bandung.

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini berguna baik secara teoretis maupun praktis, sebagai berikut :

a. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk kemajuan ilmu pengetahuan dalam bidang pendidikan formal khususnya yang berkenaan dengan


(19)

implementasi program bimbingan pribadi-sosial untuk meningkatkan penyesuaian sosial anak berbakat akademik.

b. Manfaat Praktis

Hasil penelitian secara praktis diharapkan dapat dijadikan pedoman dalam implementasi program bimbingan pribadi-sosial untuk meningkatkan penyesuaian sosial anak berbakat akademik. Pedoman disini dimaksud, untuk guru BK/konselor senantiasa dapat merancang secara matang program bimbingan pribadi-sosial untuk meningkatkan penyesuaian sosial peserta didik. Sedangkan untuk penelitian selanjutnya dapat melakukan penelitian yang berkaitan dengan anak berbakat akademik dari aspek lain.

D. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir sebagai asumsi dasar dalam penelitian ini menggunakan komponen-komponen dalam sistem pendidikan formal, di antaranya komponen masukan mentah, proses, dan keluaran. Kerangka berpikir dalam penelitian ini terlukiskan pada bagan kerangka berpikir di bawah ini:

1. Masukan Mentah, yaitu peserta didik lulusan sekolah dasar (SD) yang berusia 13 tahun yang memiliki IQ di atas rata-rata atau sekitar di atas 130.

2. Masukan lain seperti sarana dan prasarana pendukung pembelajaran, dana pendukung.


(20)

3. Pengelola, yaitu SMP Negeri I Baleendah Kabupaten Bandung sebagai penyelenggara program bimbingan pribadi-sosial untuk meningkatkan penyesuaian sosial anak berbakat akademik

4. Implementasi Program Bimbingan Pribadi-Sosial meliputi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

5. Keluaran terdiri dari kemampuan penyesuaian diri sosial anak berbakat akademik yang tinggi.

Gambar 1.1 Kerangka Penelitian Masukan Mentah:

Lulusan SD dengan IQ di atas rata-rata, TC dan QC tinggi

SMPN I

BE

Masukan lain:

Sarana dan

Prasarana Pendukung Pembelajaran Dana Pendukung Bantuan Pemerintah Implementasi Program Bimbingan Pribadi-Sosial Perencanaan  Pelaksanaan Evaluasi Keluaran: Anak berbakat akademik memiliki kemampuan penyesuaian diri yang tinggi


(21)

E. Fokus Telaah

Fokus telaah sebagai batasan teori-teori yang akan dikaji secara mendalam. Diantaranya program bimbingan pribadi-sosial, penyesuaian sosial, dan anak berbakat akademik. Fokus telaan dalam penelitian ini dijabarkan sebagai berikut:

1. Program Bimbingan Pribadi-Sosial

Bimbingan pribadi-sosial adalah layanan bimbingan untuk membantu peserta didik agar menemukan dan mengembangkan pribadi yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, mantap dan mandiri, sehat jasmani dan rohani serta mampu mengenal dengan baik dan berinteraksi dengan lingkungan sosialnya secara bertanggung jawab.

Dalam penelitian ini program bimbingan pribadi sosial dirancang untuk memudahkan pemberian layanan bimbingan di SMPN 1 Baleendah Kabupaten Bandung. Program bimbingan pribadi sosial yang dirancang guru BK/konselor dan peneliti adalah rencana kegiatan yang disusun secara operasional berkaitan dengan upaya untuk melaksanakan bantuan kepada peserta didik dalam mengembangkan potensi diri, kepribadian diri sendiri dan kemampuan berhubungan sosial sehingga mampu membina hubungan sosial di lingkungan seperti apapun atau pergaulan sosialnya.

2. Penyesuaian diri Sosial

Schneiders (1964: 51) mendefinisikan penyesuaian diri sebagai berikut: “A process, involving both mental and behavioral responses, by which an individual strives to cope successfully with inner, needs, tensions, frustration, and conflicts, and to effect a degree of harmony between these inner demands and those imposed on him by objective world in which the lives”.


(22)

Penyesuaian sosial merupakan proses yang meliputi respon mental dan perilaku yang merupakan usaha individu untuk mengatasi dan menguasai kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, frustasi, dan konflik-konflik agar terdapat keselarasan antara tuntutan dari dalam dirinya dengan tuntutan atau harapan dari lingkungan di tempat peserta didik tinggal.

Schneiders (1964: 460) mendefinisikan penyesuaian sosial sebagai ”the capacity to react efectively and wholesomely to social realities, situation, and relation”. Penyesuaian sosial menandakan kemampuan atau kapasitas yang dimiliki peserta didik untuk bereaksi secara efektif dan wajar pada realitas sosial, situasi, dan relasi sosial.

Penyesuaian sosial dalam penelitian adalah kemampuan anak berbakat akademik dalam berinteraksi dengan orang lain dan situasi-situasi tertentu yang ada di lingkungan sekolah secara efektif dan sehat sehingga mereka memperoleh kepuasan dalam upaya memenuhi kebutuhan diri sendiri dan orang lain atau lingkungan, dengan indikator (1) melakukan hubungan interpersonal dengan teman, guru dan guru pembimbing. (2) menjalin persahabatan dengan teman sekelas dan di luar kelas. (3) penerimaan diri terhadap tata tertib atau peraturan sekolah. (4) partisipasi dalam kelompok belajar. (5) partisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler.

3. Berbakat Akademik (ABA)

Secara konseptual pengertian anak berbakat juga berkembang dari tahun ke tahun. Pertama, anak berbakat adalah anak yang ditunjukkan dengan kemampuan tingkat kecerdasaan atau kemampuan umum (g faktor) di atas rata-rata. Konsep


(23)

ini diperkuat dengan teori faktor, bahwa kemampuan individu dapat dikatagorikan menjadi dua, yaitu kemampuan khusus (s faktor) dan kemampuan umum (g faktor). Berdasarkan konsep ini Komisi Pendidikan AS, Sidney P. Marland (1972) menetapkan definisi anak berbakat sebagai :

"Gifted and talented children are those identified by professionally qualified persons who by virtue of outstanding abilities are capable of high performance. These are children who require differentiated educational programs and/or services beyond those normally provided by the regular school program in order to realize their contribution to self and society"

Artinya kurang lebih: “Anak berbakat adalah anak yang diidentifikasi oleh orang-orang yang berkualifikasi profesional sebagai anak yang memiliki kemampuan luar biasa. Mereka menghendaki program pendidikan yang sesuai atau layanan melebihi sebagaimana diberikan secara normal oleh program sekolah regular, sehingga dapat merealisasikan kontribusi secara bermakna bagi diri dan masyarakatnya.

Selanjutnya ditegaskan oleh Kitano dan Kirby (1985) bahwa ABA adalah individu yang memiliki kemampuan potensial dan aktual di bidang akademik tertentu seperti: sains, matematika, ilmu pengetahuan sosial, dan humaniora. Keunggulan bidang akademik yang ditunjukkan dapat juga hanya satu bidang atau dua bidang, bahkan dapat juga semua bidang.

Berdasarkan uraian di atas, maka Anak Berbakat Akademik dalam penelitian ini adalah peserta didik yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa dengan kriteria IQ di atas rata-rata, yaitu minimal 130 dan hasil ITP menunjukan semua peserta didik baik secara pribadi dan sosial menunjukan


(24)

keadaan yang baik. Serata daya kreatifitas yang tinggi dan pengikatan terhadap tugas yang tinggi.

F. Metode Penelitian

1. Situasi Sosial dan Lokasi Penelitian

Situasi sosial yang dijadikan penelitian dalam studi ini adalah SMPN 1 Baleendah Kabupaten Bandung. Adapun yang menjadi pertimbangan adalah sebagai berikut:

a. SMPN 1 Baleendah Kabupaten Bandung satu-satunya sekolah yang melaksanakan program akselerasi di Kabupaten Bandung.

b. Ditinjau dari kegiatan pembelajaran telah menerapkan berbagai model pembelajaran yang ditunjang oleh sarana dan parasarana yang memadai.

Berdasarkan pertimbangan itulah, maka penelitian ini menetapkan SMPN 1 Baleendah Kabupaten Bandung sebagai lokasi penelitian.

2. Metode Pengumpulan dan Analisis Data

Penentuan metode sangat penting untuk membantu mengarahkan peneliti dalam mengumpulkan, mengolah dan menganalisis data. Metode merupakan prosedur atau urutan pikiran yang sistematis, yang dituangkan dalam sebuah rencana untuk mengerjakan suatu hal guna tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Selanjutnya metode yang dipergunakan dalam penelitian ini menggunakan studi kasus dengan desain kasus jamak dan unit analisis tunggal.


(25)

Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu teknik observasi, wawancara, studi dokumentasi dan studi kepustakaan. Sedangkan tahap analisis data meliputi beberapa tahapan antara lain: tahap reduksi, tahap display dan tahap verifikasi.


(26)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode Penelitian

Penelitian ini bermaksud memperoleh gambaran tentang Implementasi Program Bimbingan Pribadi-Sosial Untuk Meningkatkan Penyesuaian Sosial Anak Berbakat Akademik. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Pendekatan kualitatif ini pada dasarnya adalah pendekatan yang digunakan untuk mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya.

Menurut Moleong (2001:5) “pendekatan kualitatif dianggap sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti dengan pertimbangan, yaitu 1) lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan, 2) menyajikan secara langsung hubungan antara peneliti dan responden, 3) lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi”.

Pendekatan kualitatif memiliki ciri-ciri yang membedakan dengan pendekatan-pendekatan lainnya. Menurut Sudjana dan Ibrahim (2001:197), ciri-ciri pokok dari pendekatan kualitatif, yaitu:

1. Penelitian kualitatif menggunakan lingkungan alamiah sebagai sumber data langsung.


(27)

2. Penelitian kualitatif sifatnya deskriptif analitik.

Data yang diperoleh dari penelitian kualitatif seperti hasil pengamatan, hasil wawancara, hasil pemotretan, cuplikan tertulis dari dokumen, catatan lapangan, disusun peneliti di lokasi penelitian, tidak dituangkan dalam bentuk dan bilangan statistik.

3. Tekanan penelitian kualitatif ada pada proses bukan pada hasil. 4. Penelitian kualitatif sifatnya induktif.

Penelitian kualitatif tidak dimulai dari deduksi teori, tetapi dimulai dari lapangan, yakni fakta empiris atau induktif.

5. Penelitian kualitatif mengutamakan makna.

Penelitian kualitatif mengutamakan kepada bagaimana orang mengartikan hidupnya, dalam pengertian participant perspective. Makna yang diungkap berkisar pada asumsi-asumsi apa yang dimiliki orang mengenai hidupnya.

Berdasarkan pendapat para ahli yang dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penelitaian kualitatif lebih memperhatikan fenomena-fenomena yang terjadi di lapangan yang kemudian ditafsirkan dan diberi makna sesuai apa adanya dan berdasarkan ciri-ciri yang diuraikan di atas. Penggunaan pendekatan kualitatif ini diharapkan dapat menghasilkan suatu gambaran mengenai permasalahan yang sedang diteliti sedalam-dalamnya secara utuh.

Adapun alasan lain penggunaan pendekatan ini adalah: 1) peneliti mampu mengumpulkan data atau informasi implementasi program bimbingan pribadi-sosial untuk meningkatkan penyesuaian pribadi-sosial anak berbakat akademik di SMPN


(28)

1 Baleendah Kabupaten Bandung, 2) penulis dapat mempelajari subjek penelitian secara lebih mendalam sehingga memungkinkan untuk mendapat informasi secara menyeluruh dan lengkap dari masing-masing subjek yang diteliti. Untuk dapat menggunakan pendekatan kualitatif secara tepat, diperlukan sebuah metode.

Menurut Surakhmad (1982:131), “metode adalah suatu cara utama yang dipergunakan untuk mencapai tujuan”. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus. Metode studi kasus merupakan metode yang cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan “how” atau “why”, bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki dan bilamana fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) di dalam konteks kehidupan nyata.

Sevila, et al. (1993:73) mengemukakan bahwa : “bila kita melakukan penelitian terinci tentang seseorang atau sesuatu unit selama kurun waktu tertentu, kita melakukan apa yang disebut studi kasus. Metode studi kasus ini digunakan untuk mengungkapkan kenyataan yang ada atau terjadi di lapangan untuk dipahami secara mendalam, sehingga pada akhirnya diperoleh temuan data yang diperlukan sesuai dengan tujuan penelitian.

Menurut Yin (1997:1), “Metode penelitian studi kasus dapat dibedakan menjadi tiga tipe yaitu studi kasus eksplanatoris, eksploratoris dan deskriptif”. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan yaitu metode studi kasus deskriptif. Alasan penulis menggunakan metode studi kasus deskriptif karena penulis melihat adanya kesesuaian antara sifat penelitian dengan permasalahan yang diungkapkan. Dengan menggunakan metode studi kasus deskriptif ini, peneliti


(29)

berupaya untuk memperoleh dan mengumpulkan serta mendeskripsikan data sebagaimana yang terjadi di lapangan secara alami.

B. Situasi Sosial dan Lokasi Penelitian 1. Situasi Sosial

Dalam penelitian kualitatif tidak digunakan istilah populasi, tetapi oleh Spradley (Sugiono, 2005:49) dinamakan “social situation” atau situasi sosial yang terdiri dari atas tiga elemen yaitu: tempat (place), pelaku (actors), dan aktivitas (activity). Situasi sosial tersebut, dapat dinyatakan sebagai obyek penelitian yang ingin diketahui ”apa yang terjadi” didalamnya. Pada situasi sosial atau objek penelitian ini, peneliti mengamati secara mendalam aktivitas, orang-orang pada tempat tertentu.

Sugiyono (2005:50) lebih lanjut menjelaskan bahwa dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan populasi, karena penelitian kualitatif berangkat dari kasus tertentu yang ada pada situasi sosial tertentu dan hasil kajiannya tidak akan diberlakukan pada ke populasi, tetapi ditransferkan ke tempat lain pada situasi sosial yang memiliki kesamaan dengan situasi sosial pada kasus yang dipelajari.

Sebagai konsekuensi dari pendekatan kualitatif yang dipergunakan dalam penelitian ini, maka pengambilan sampel yang digunakan bersifat nonprobability sampling yaitu pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Tekniknya adalah purposive sampling dengan karakteristik sebagai berikut: (1) rancangan sampel yang muncul: sampel tidak dapat ditentukan atau ditarik


(30)

terlebih dahulu; (2) tujuan memperoleh variasi sebanyak-banyaknya hanya dapat dicapai apabila pemilihan satuan sampel dilakukan, jika satuan sebelumnya sudah dijaring dan analisis; (3) pada mulanya setiap sampel dapat sama kedudukannya, namun sesudah makin banyak informasi yang masuk dan makin mengembangkan pertanyaan penelitian, maka pada akhirnya sampel akan dipilih berdasarkan fokus penelitian; (4) pada sampel bertujuan, jumlah sampel ditentukan oleh pertimbangan informasi yang diperlukan, jika sesudah terjadi pengulangan informasi, maka penarikan sampel sudah selesai. Lebih lanjut, dalam penelitian kualitatif jumlah sampel tidak ditentukan jumlah besarannya berdasarkan perhitungan statistik. Sampel yang dipilih berfungsi untuk mendapatkan informasi yang maksimum, dan bukan untuk digeneralisasikan (Sugiyono, 2005:54).

Selain itu, Lincoln dan Guba (1985: 202) menyatakan bahwa “penggunaan purposive sampling adalah untuk mendapatkan informasi yang sesuai dengan tujuan peneliti”. Sehubungan dengan hal itu, maka objek penelitian yang dijadikan sumber utama dalam penelitian ini adalah peserta didik berbakat akademik kelas VII SMPN 1 Baleendah Kabupaten Bandung.

2. Lokasi Penelitian

Lokasi yang dijadikan objek penelitian mengenai implementasi program bimbingan pribadi-sosial untuk meningkatkan penyesuaian sosial anak berbakat akademikdi SMPN 1 Baleendah Kabupaten Bandung. Alasan pemilihan lokasi ini adalah SMPN 1 Baleendah Kabupaten Bandung dipandang sebagai salah satu


(31)

sekolah yang mengembangkan pendidikan akselerasi secara komprehensif, baik keilmuan umum maupun agama.

C. Teknik Pengumpulan Data

Terdapat dua hal utama yang melatarbelakangi kualitas hasil penelitian yaitu kualitas instrumen penelitian dan kualitas pengumpulan data. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, sesuai dengan pendekatan kualitatif adalah peneliti sendiri. Oleh karena itu, peneliti sebagai instrumen juga harus divalidasi, seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan. Seperti dikemukakan Sugiyono (2007:306) bahwa “peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya”.

Selain itu, peneliti berperan sebagai observer as participant. Oleh karena itu, peneliti dapat menentukan kelancaran, keberhasilan, hambatan atau kegagalan dalam upaya pengumpulan data. Sejalan dengan pendapat Moleong (2001:94) bahwa “peneliti sebagai instrumen harus berupaya menerapkan rambu-rambu, yaitu peneliti harus memahami latar belakang penelitian, mempersiapkan diri, meyakini hubungan di lapangan dan melibatkan diri sambil mengumpulkan data”. Peneliti berupaya semaksimal mungkin memahami, mendalami dan menerapkan rambu-rambu yang telah dikemukakan tersebut di atas agar tujuan penelitian dapat dicapai secara maksimal.


(32)

Dalam suatu penelitian, data merupakan suatu bahan yang sangat diperlukan untuk selanjutnya dianalisis guna mendapatkan suatu kesimpulan. Untuk itu diperlukan suatu teknik pengumpulan data yang relevan, teknik pengumpulan data dalam penelitian ini antara lain adalah teknik observasi, wawancara, dan studi dokumentasi

1. Observasi

Menurut Nasution (Sugiyono, 2007:310) menyatakan bahwa “observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan”. Selain itu, Marsall (Sugiyono, 2007:310) menyatakan bahwa ”through observation, the researcher learn about behavior

and the meaning attached to those behavior”. Melalui observasi, peneliti belajar

tentang perilaku dan makna dari perilaku.

Observasi atau pengamatan sebagai alat pengumpul data banyak digunakan untuk mengukur tingkah laku responden ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan. Menurut Patton dalam Nasution (1988:20), manfaat observasi adalah sebagai berikut:

a. Dengan observasi di lapangan peneliti akan lebih mampu memahami konteks data dalam keseluruhan situasi sosial, jadi akan dapat diperoleh pandangan yang holistik dan menyeluruh.

b. Dengan observasi maka akan diperoleh pengalaman langsung, sehingga memungkinkan peneliti menggunakan pendekatan induktif, jadi tidak dipengaruhi oleh konsep atau pandangan sebelumnya. Pendekatan induktif membuka kemungkinan melakukan penemuan atau discovery.


(33)

c. Dengan observasi, peneliti dapat melihat hal-hal yang kurang atau tidak diamati orang lain, khususnya orang yang berada dalam lingkungan itu, karena telah dianggap “biasa” dan karena itu tidak akan terungkapkan dalam wawancara.

d. Dengan observasi, peneliti dapat menemukan hal-hal yang sedianya tidak akan terungkapkan oleh responden dalam wawancara karena bersifat sensitif atau ingin ditutupi karena dapat merugikan nama lembaga.

e. Dengan observasi, peneliti dapat menemukan hal-hal yang di luar persepsi responden, sehingga peneliti memperoleh gambaran yang lebih komprehensif.

f. Melalui pengamatan di lapangan, peneliti tidak hanya mengumpulkan daya yang kaya, tetapi juga memperoleh kesan-kesan pribadi dan merasakan suasana situasi sosial yang diteliti.

Observasi yang dilakukan oleh peneliti yaitu observasi pasif dan partisipatif. Observasi pasif artinya peneliti hanya mengamati situasi yang terjadi dan gejala-gejala tanpa ikut serta dalam kegiatan yang dilakukan responden. Observasi ini dilakukan pada saat pelaksanaan layanan bimbingan pribadi sosial. Observasi partisipatif yang dilakukan peneliti yaitu pada saat responden sedang melakukan kegiatan layanan bimbingan pribadi sosial berkaitan dengan penyesuaian sosial anak berbakat akademik.


(34)

2. Wawancara

Esterberg (Sugiyono, 2007: 317) mendifinisikan interview sebagai berikut:

“a meeting of two persons to exchange information and idea through question and responses, resulting in communication and joint construction of meaning about a particular topic”. Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.

Wawancara adalah alat pengumpulan informasi dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula. Ciri utama wawancara adalah kontak langsung dan tatap muka antara pencari informasi (interviewer) dan sumber informasi (informan). Dalam melakukan wawancara, peneliti berinteraksi dengan subjek penelitian agar peneliti dapat menganalisis dan menafsirkan jawaban yang diwawancarai. Peneliti mencoba menyampaikan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan :

a. Penyesuaian sosial pada anak berbakat akademik, guru BK/konselor dan Wali Kelas.

b. Perencanaan program bimbingan pribadi sosial pada guru BK/konselor. c. Pelaksanaan dan evaluasi program bimbingan pribadi sosial pada anak

berbakat akademik, guru BK/konselor dan Kepala Sekolah. 3. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi ini diperlukan sebagai data sekunder untuk pengayaan data penelitian yang memiliki hubungan dengan tujuan penelitian. Data-data yang dikumpulkan adalah catatan non statistik mengenai gambaran umum program


(35)

Bimbingan Pribadi-Sosial di SMPN 1 Baleendah Kabupaten Bandung khusunya untuk anak berbakat akademik. Di samping data tersebut di atas, diperlukan juga data tentang keadaan sarana dan prasarana pendukung pembelajaran bagi anak berbakat akademik dan data lain yang relevan untuk memperkaya informasi dalam penelitian ini.

Hal itu sejalan dengan pendapat Nasution (2003:86) bahwa:

Dalam penelitian kualitatif dokumen termasuk sumber non human resources yang dapat dimanfaatkan karena memberikan keuntungan, yaitu bahannya telah ada dan tersedia, siap pakai dan penggunaannya tidak memakan banyak bicara. Bahan dokumen berguna karena dapat memberikan latar belakang yang lebih luas mengenai pokok penelitian dan bahan triangulasi untuk mengecek kesesuaian data dan merupakan bahan utama dalam penelitian historis.

Tabel 3.1

Ringkasan Pengumpulan Data

Teknik Pengumpulan

Data

Aspek yang diteliti Indikator Sumber Data

Observasi Pelaksanaan

program bimbingan pribadi-sosial untuk meningkatkan penyesuaian sosial anak berbakat akademik. Pelaksanaan pembelajaran/kegiatan layanan bimbingan pribadi-sosial.  Anak Berbakat Akademik kelas VII ( 3 orang yang tingkat penyesuaian sosial rendah dan Guru BK. Melakukan hubungan

interpersonal dengan teman, guru dan guru

Anak Berbakat Akademik kelas VII ( 3 orang


(36)

Wawancara

Penyesuaian sosial

pembimbing. yang tingkat penyesuaian sosial rendah. Menjalin persahabatan

dengan teman sekelas dan di luar kelas.

Guru BK dan wali Kelas.

Penerimaan diri terhadap tata tertib atau peraturan sekolah. Partisipasi dalam kelompok belajar. Partisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler. Perencanaan Program Bimbingan Pribadi-Sosialuntuk meningkatkan penyesuaian sosial anak berbakat akademik.

identifikasi kebutuhan program bimbingan pribadi-sosial

berkaitan dengan penyesuaian sosial anak berbakat mulai dari penentuan jenis program, satuan layanan, bentuk kegiatan, tema/topik, kompetensi, tujuan, strategi, media, evaluasi, materi layanan dan lain-lain.


(37)

Implementasi Program Bimbingan Pribadi-Sosial untuk meningkatkan penyesuaian sosial anak berbakat akademik. Pelaksanaan dan evaluasi program bimbingan pribadi-sosial berkaitan dengan penyesuaian sosial anak berbakat akademik.

 Anak Berbakat Akademik kelas VII ( 3 orang yang tingkat penyesuaian sosial rendah)

 Guru BK/ konselor

 Kepala Sekolah Studi

Dokumentasi

Profil SMPN1 Baleendah

Data Program Bimbingan Pribadi-Sosial.

 Kepala Sekolah

 Guru BK

D. Pelaksanaan Pengumpulan Data

Prosedur penelitian kualitatif menurut Nasution (1991:3) meliputi “tiga tahapan yaitu (1) tahap orientasi untuk mendapatkan infomasi tentang apa yang penting untuk ditemukan, (2) tahap eksplorasi untuk menentukan sesuatu secara terfokus, dan( 3) tahap member check untuk mengecek temuan menurut prosedur dan memperoleh laporan akhir”. Langkah-langkah pengumpulan data penelitian yang dilalui sesuai dengan pendapat di atas sebagai berikut:


(38)

1. Tahap Orientasi

Orientasi dalam penelitian kualitatif dilakukan untuk memperoleh gambaran yang jelas dan lengkap mengenai masalah yang hendak diteliti. Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah:

a. Melakukan studi pendahuluan dan penjajagan SMPN 1 Baleendah Kabupaten Bandung, untuk mengidentifikasi permasalahan atau fokus penelitian.

b. Mempersiapkan berbagai referensi seperti: buku, dan referensi lainnya yang berkaitan dengan fokus permasalahan penelitian yaitu implementasi program bimbingan pribadi-sosial untuk meningkatkan penyesuaian sosial anak berbakat akademik.

c. Menyusun pra- desain penelitian.

d. Menyusun kisi-kisi penelitian dan pedoman wawancara. e. Mengurus Perizinan.

2. Tahap Eksplorasi

a. Menerima penjelasan dari pihak guru Bimbingan dan Konseling mengenai tingkat penyesuaian sosial anak berbakat akademik, program bimbingan pribadi-sosial untuk meningkatkan penyesuaian anak berbakat akademik mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi.

b. Melakukan wawancara secara lisan kepada objek penelitian dalam hal ini tiga orang anak berbakat akademik yang memiliki tingkat penyesuaian sosial rendah.


(39)

c. Menggali dokumentasi mengenai pelaksanaan program bimbingan pribadi-sosial untuk meningkatkan penyesuaian sosial anak berbakat akademik.

d. Memilih, menyusun dan mengklasifikasikan data sesuai jenis aspek-aspek penelitian.

3. Tahap Member Check

Tahap ini merupakan tahap seleksi dan penafsiran data. Setiap data yang telah diperoleh selalu dicek ulang dan diteliti kembali kepada sumber aslinya, yaitu sumber data atau objek penelitian. Selanjutnya data yang sudah dicek lalu diolah dan ditafsirkan selama penelitian berlangsung sampai penelitian dianggap selesai.

E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Peneliti melakukan analisis data untuk member makna terhadap data yang sudah terkumpul sesuai dengan fokus penelitian. Oleh karena itu, menganalisis data merupakan suatu langkah yang sangat penting di dalam penelitian. Analisis data menurut Patton (Moleong, 2001:103) adalah “proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar”. Hal ini berarti bahwa analisis data dimaksudkan untuk mengorganisasikan data. Data yang terkumpul yang terdiri dari catatan lapangan dan komentar peneliti, gambar, foto, dokumen berupa laporan, biografi, artikel dan sebagainya diatur, diurutkan, dikelompokkan, diberikan kode dan dikategorikan. Tujuan


(40)

pengorganisasian dan pengolahan data untuk menemukan tema dan hipotesis kerja yang akhirnya diangkat menjadi teori substantif.

Model analisis yang digunakan mengacu pada model yang dibuat oleh Miles dan Huberman (1992:20), yaitu “model analisis interaktif”. Langkah-langkahnya seperti dikemukakan Nasution (1993:129) yaitu meliputi : ”1) koleksi data (data collection), 2) penyederhanaan data (data reductional), 3) penyajian data (data display) dan 4) pengambilan kesimpulan serta verifikasi (decision making and

also verification)”.

Berdasarkan pendapat di atas, maka peneliti menganalisis data hasil lapangan melalui tahap-tahap berikut:

1. Koleksi data

Pada tahap ini data hasil observasi, wawancara dan dokumentasi yang dilakukan peneliti terhadap subjek penelitian dan sumber informasi, merupakan langkah awal dalam pengolahan data. Dalam mengkoleksi data, peneliti melakukan observasi, wawancara yang mendalam dengan subjek penelitian dan sumber informasi serta mencari dokumentasi hasil pembelajaran. Hasil observasi, wawancara dan dokumentasi dengan segera dituangkan penulis dalam bentuk tulisan dan dianalisis.

2. Reduksi data

Pada tahap ini dilakukan penelaahan kembali seluruh catatan hasil observasi, wawancara dan dokumentasi. Dengan demikian pada tahap ini akan diperoleh hal-hal pokok yang berkaitan dengan fokus penelitian tentang implementasi program bimbingan pribadi-sosial untuk


(41)

meningkatkan penyesuaian sosial anak berbakat akademikdi SMPN 1 Baleendah Kabupaten Bandung.

3. Display data

Tahap ini merupakan kegiatan penyusunan hal-hal pokok yang sudah dirangkum secara sistematis sehingga diperoleh tema dan pola secara jelas tentang permasalahan penelitian agar mudah diambil kesimpulannya.

4. Kesimpulan dan verifikasi

Pada tahap ini merupakan upaya untuk mencari makna dari data yang dikumpulkan dan memantapkan kesimpulan dengan cara member check atau triangulasi yang dilakukan selama dan sesudah data dikumpulkan. Dengan demikian proses verifikasi merupakan upaya mencari makna dari data yang telah dikumpulkan dengan mencari pola, tema, hubungan persamaan, hal-hal yang sering timbul dan lain sebagainya.


(42)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Dengan memperhatikan hasil analisis data penelitian, diperoleh gambaran mengenai implementasi program bimbingan pribadi sosial untuk meningkatkan penyesuaian sosial anak berbakat akademik di SMPN 1 Baleendah Kabupaten Bandung. Selanjutnya terdapat beberapa kesimpulan secara lebih rinci sesuai dengan pertanyaan penelitian yang telah di uraikan pada BAB I, yaitu sebagai berikut:

1. Tingkat Penyesuaian Sosial Anak Berbakat Akademik di SMPN 1 Baleendah Kabupaten Bandung

Dari 10 orang peserta didik berbakat akademik kelas VII SMPN I Baleendah Kabupaten Bandung Tahun ajaran 2012/2013, hanya tiga orang peserta didik yang penyesuaian sosialnya rendah yaitu peserta didik PR , 13 Tahun, Laki-laki, Kelas VII cibi asal Bandung; peserta didik MD, 13 Tahun, Laki-laki, Kelas VII.1 asal Bandung, peserta didik DA 13 Tahun, perempuan, Kelas VII cibi asal Bandung. Hal itu ditunjukan dengan indikasi (1) hubungan interpersonal dengan teman dan guru-guru lainnya masih kurang, (2) kurang percaya diri, menarik diri dari lingkungan, (3) belum mengikuti sepenuhnya tata tertib yang ada di sekolah, (4) partisipasi dalam kelompok belajar masih kurang, dan (5) masih kadang-kadang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Dengan demikian ketiga peserta didik ini perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh, meskipun dari segi IQ mereka


(43)

tinggi namun penyesuaian sosialnya rendah akan mempengaruhi terhadap keberhasilan peserta didik itu sendiri.

2. Upaya yang dilakukan oleh Guru Bimbingan dan Konseling dalam rangka menangani permasalahan Penyesuaian Sosial Anak Berbakat di SMPN 1 Baleendah Kabupaten Bandung

Mengacu pada permasalahan penyesuaian sosial ketiga peserta didik upaya guru BK dalam menangani permasalahan tersebut yaitu dengan melakukan studi kasus. Hasil yang diperoleh dari pelaksanaan studi kasus tersebut yaitu sebagai berikut: setelah dilakukan identifikasi kasus, masalah dan diagnosis, maka masalah anak berbakat akademik berkaitan dengan masalah pribadi dan sosial yang berkaitan dengan penyesuaian sosial anak berbakat akademik. Namun, masalah tersebut masih bisa diatasi. Cara mengatasi masalah peserta didik dengan diberikan treatment / bantuan melalui kegiatan bimbingan. Layanan bimbingan yang berkaitan dengan masalah pribadi dan sosial yaitu bimbingan pribadi sosial. Materi layanan dalam program bimbingan pribadi sosial yang diberikan diharapkan dapat meningkatkan kompetensi anak berbakat akademik dalam hal kerjasama, kreatifitas, kepemimpinan, keberanian, pengorbanan, ketaatan, toleransi, kesabaran, konsentrasi, pemahaman takdir, memantapkan cita-cita dan tawaqal. Satuan layanan yang dilaksanakan yaitu layanan dasar dengan kegiatan dinamika kelompok. Setelah diberikan bantuan layanan bimbingan pribadi sosial diharapkan penyesuaian sosial peserta didik meningkat.


(44)

3. Implementasi Program Bimbingan Pribadi-Sosial untuk Meningkatkan Penyesuaian Sosial Anak Berbakat Akademik di SMPN 1 Baleendah Kabupaten Bandung

Program Bimbingan Pribadi Sosial yang telah dilaksanakan, mampu meningkatkan kemampuan penyesuaian sosial peserta didik. Program bimbingan pribadi sosial yang dilaksanakan di dalamnya memuat mengenai rasional, visi dan misi, tujuan, materi dan bentuk kegiatan, personel, sarana dan waktu serta evaluasi. Peningkatan penyesuaian sosial peserta didik tidak terlepas dari kualitas program yang dikembangkan. Oleh karena itu, program bimbingan pribadi sosial harus mengacu pada kebutuhan anak berbakat akademik dengan perencanaan yang matang. Kegiatan bimbingan pribadi sosial yang dilaksanakan mengacu pada permasalahan penyesuaian sosial peserta didik dengan indikasi (1) meningkatkan hubungan interpersonal antara peserta didik PR MD dan DA dengan teman dan guru-guru lainnya yang masih kurang, (2) meningkatkan jalinan persahabatan antara peserta didik PR MD dan DA dengan teman sekelas dan di luar kelas, (3) mendorong peserta didik PR MD dan DA dalam mengikuti sepenuhnya tata tertib yang ada di sekolah, (4) meningkatkan partisipasi peserta didik PR MD dan DA dalam kelompok belajar masih kurang, dan (5) meningkatkan partisipasi peserta didik PR MD dan DA yang masih kadang-kadang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler.


(45)

B. Rekomendasi

Mengacu pada kesimpulan yang telah diuraikan di atas, maka rekomendasi penelitian diberikan kepada pihak-pihak, sebagai berikut :

1. Guru BK / Konselor

Implementasi program bimbingan pribadi sosial untuk meningkatkan penyesuaian sosial di sekolah khususnya untuk anak berbakat akademik senantiasa direncanakan seoptimal-optimalnya mungkin diantaranya program yang dibuat harus disusun, diatur, dikembangkan sesuai dengan kebutuhan peserta didik di jenjang atau tingkat pendidikan tertentu, menggunakan pendekatan yang rasional dan ilmiah dengan mengikutsertakan tenaga-tenaga ahli, mencakup kegiatan bimbingan individual dan kelompok dalam proporsi yang wajar, dan pemberian informasi yang sesuai pada subjek serta menyediakan sumber-sumber informasi yang dibutuhkan. Dengan demikian, program bimbingan yang dibuat diharapkan dapat dijadikan pedoman dalam implementasi program bimbingan pribadi sosial untuk meningkatkan penyesuaian sosial anak berbakat akademik secara khusus, maupun penyesuaian sosial untuk peserta didi regular lainnya secara umumnya.

2. Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik melakukan penelitian berkaitan dengan anak berbakat akademik tidak hanya berkaitan dengan penyesuaian diri sosial tapi dapat memilih topik lainnya seperti kreativitas, intelegensi, Pengikatan diri terhadap tugas, dan lain-lain.


(46)

DAFTAR PUSTAKA

Diny Setriani, Perbandingan Penyesuaian Diri antara Siswa Berbakat Akademik di Kelas Akselerasi dengan Kelas Reguler dan Implikasinya terhadap Program Bimbingan dan Konseling : Studi Komparatif terhadap Siswa Berbakat Akademik Kelas X dan XI SMAN 1 Sumedang Tahun Ajaran 2011/2012. Skripsi Sarjana pada FIP UPI Bandung: tidak diterbitkan

Fauziah, H. (2004). Pengembangan Program Bimbingan Penyesuaian Sosial. Skripsi Jurusan PPB FIP UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Miles, M dan Huberman, A. Michael .(1992). Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI.

Moleong, L.J. (2001). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya. Munandar, Utami.(2009). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta:

Rineka Cipta

Nadia Safitri, 2010. Hubungan Kematangan Emosi dengan Penyesuaian Sosial Siswa Berbakat Akselarasi SMA Negeri 3 Tangerang Selatan. Skripsi. Fak. Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Nasution, S. (1988). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito Nurihsan, J (2003). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Bandung :Mutiara. Prayitno, dan Erman Amti.(2004). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling.

Jakarta: Rineka Cipta

Rizky Ildiyanita, Latipun, dan Ni’matuzahroh. 2012. Penyesuaian Sosial Siswa Akselerasi di Pondok Pesantren dan Sekolah Umum. Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang. Journal Online Psikologi Volume 01 No.01 Mei 2012.


(47)

Rusmana,N.(2009). Permainan (Game & Play). Bandung: Rizqi Press.

Schneiders, A. (1964). Personal Adjustment and Mental Health. New York: Rinehart & Winston.

Semiawan, C.R. (2009). Kreativitas Keberbakatan: Mengapa, Apa, dan Bagaimana. Jakarta. PT Index

Sevila Consuelo G. et al. (1993). Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: UI Press. Siti Maimunah, 2009. Gambaran Penyesuaian Sosial dan Emosi Siswa Program

Akselerasi .UMM

Sudjana dan Ibrahim. (2001).Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung :Sinar Baru Algensindo.

Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R &D. Bandung: Alfabeta.

Suherman , Uman. (2007). Manajemen Bimbingan dan Konseling. Bekasi: Madani Production.

Sukadji, S. (2000).Psikologi pendidikan dan psikologi sekolah. Depok: Lembaga. Supriatna, Mamat. (2009). Layanan Bimbingan karir di Sekolah Menengah.

Bandung: Depdiknas UPI.

Susilo, Muhammad Joko, (2007). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Manajemen Pelaksanaan dan Kesiapan Sekolah Menyongsongnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Syamsuddin, A. (2000). Psikologi Kependidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. ____________. (2007). Psikologi Kependidikan. Bandung: Remaja RosdaKarya


(48)

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Winkel & Hastuti, Sri. (2006). Bimbingan Dan Konseling DiInstitusi Pendidikan. Yogjakarta: Media Abadi.

Yin, Robert. K. (1997). StudiKasus: Desain dan Metode. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Yusuf, S. (2007). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

_________. (2009). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung: Rizqi Press.

Yusuf, Syamsu & Nurihsan, Achmad Juntika. (2010). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

__________ (2005). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Yettie Wandansari , 2004. Peran Dukungan Orangtua dan Guru terhadap Penyesuaian Sosial Anak Berbakat Intelektual. Jurnal Provitae No. 1; Desember Tahun 2004.


(1)

151

tinggi namun penyesuaian sosialnya rendah akan mempengaruhi terhadap keberhasilan peserta didik itu sendiri.

2. Upaya yang dilakukan oleh Guru Bimbingan dan Konseling dalam

rangka menangani permasalahan Penyesuaian Sosial Anak Berbakat di SMPN 1 Baleendah Kabupaten Bandung

Mengacu pada permasalahan penyesuaian sosial ketiga peserta didik upaya guru BK dalam menangani permasalahan tersebut yaitu dengan melakukan studi kasus. Hasil yang diperoleh dari pelaksanaan studi kasus tersebut yaitu sebagai berikut: setelah dilakukan identifikasi kasus, masalah dan diagnosis, maka masalah anak berbakat akademik berkaitan dengan masalah pribadi dan sosial yang berkaitan dengan penyesuaian sosial anak berbakat akademik. Namun, masalah tersebut masih bisa diatasi. Cara mengatasi masalah peserta didik dengan diberikan treatment / bantuan melalui kegiatan bimbingan. Layanan bimbingan yang berkaitan dengan masalah pribadi dan sosial yaitu bimbingan pribadi sosial. Materi layanan dalam program bimbingan pribadi sosial yang diberikan diharapkan dapat meningkatkan kompetensi anak berbakat akademik dalam hal kerjasama, kreatifitas, kepemimpinan, keberanian, pengorbanan, ketaatan, toleransi, kesabaran, konsentrasi, pemahaman takdir, memantapkan cita-cita dan tawaqal. Satuan layanan yang dilaksanakan yaitu layanan dasar dengan kegiatan dinamika kelompok. Setelah diberikan bantuan layanan bimbingan pribadi sosial diharapkan penyesuaian sosial peserta didik meningkat.


(2)

3. Implementasi Program Bimbingan Pribadi-Sosial untuk Meningkatkan Penyesuaian Sosial Anak Berbakat Akademik di SMPN 1 Baleendah Kabupaten Bandung

Program Bimbingan Pribadi Sosial yang telah dilaksanakan, mampu meningkatkan kemampuan penyesuaian sosial peserta didik. Program bimbingan pribadi sosial yang dilaksanakan di dalamnya memuat mengenai rasional, visi dan misi, tujuan, materi dan bentuk kegiatan, personel, sarana dan waktu serta evaluasi. Peningkatan penyesuaian sosial peserta didik tidak terlepas dari kualitas program yang dikembangkan. Oleh karena itu, program bimbingan pribadi sosial harus mengacu pada kebutuhan anak berbakat akademik dengan perencanaan yang matang. Kegiatan bimbingan pribadi sosial yang dilaksanakan mengacu pada permasalahan penyesuaian sosial peserta didik dengan indikasi (1) meningkatkan hubungan interpersonal antara peserta didik PR MD dan DA dengan teman dan guru-guru lainnya yang masih kurang, (2) meningkatkan jalinan persahabatan antara peserta didik PR MD dan DA dengan teman sekelas dan di luar kelas, (3) mendorong peserta didik PR MD dan DA dalam mengikuti sepenuhnya tata tertib yang ada di sekolah, (4) meningkatkan partisipasi peserta didik PR MD dan DA dalam kelompok belajar masih kurang, dan (5) meningkatkan partisipasi peserta didik PR MD dan DA yang masih kadang-kadang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler.


(3)

153

B. Rekomendasi

Mengacu pada kesimpulan yang telah diuraikan di atas, maka rekomendasi penelitian diberikan kepada pihak-pihak, sebagai berikut :

1. Guru BK / Konselor

Implementasi program bimbingan pribadi sosial untuk meningkatkan penyesuaian sosial di sekolah khususnya untuk anak berbakat akademik senantiasa direncanakan seoptimal-optimalnya mungkin diantaranya program yang dibuat harus disusun, diatur, dikembangkan sesuai dengan kebutuhan peserta didik di jenjang atau tingkat pendidikan tertentu, menggunakan pendekatan yang rasional dan ilmiah dengan mengikutsertakan tenaga-tenaga ahli, mencakup kegiatan bimbingan individual dan kelompok dalam proporsi yang wajar, dan pemberian informasi yang sesuai pada subjek serta menyediakan sumber-sumber informasi yang dibutuhkan. Dengan demikian, program bimbingan yang dibuat diharapkan dapat dijadikan pedoman dalam implementasi program bimbingan pribadi sosial untuk meningkatkan penyesuaian sosial anak berbakat akademik secara khusus, maupun penyesuaian sosial untuk peserta didi regular lainnya secara umumnya.

2. Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik melakukan penelitian berkaitan dengan anak berbakat akademik tidak hanya berkaitan dengan penyesuaian diri sosial tapi dapat memilih topik lainnya seperti kreativitas, intelegensi, Pengikatan diri terhadap tugas, dan lain-lain.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Diny Setriani, Perbandingan Penyesuaian Diri antara Siswa Berbakat Akademik di Kelas Akselerasi dengan Kelas Reguler dan Implikasinya terhadap Program Bimbingan dan Konseling : Studi Komparatif terhadap Siswa Berbakat Akademik Kelas X dan XI SMAN 1 Sumedang Tahun Ajaran 2011/2012. Skripsi Sarjana pada FIP UPI Bandung: tidak diterbitkan

Fauziah, H. (2004). Pengembangan Program Bimbingan Penyesuaian Sosial. Skripsi Jurusan PPB FIP UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Miles, M dan Huberman, A. Michael .(1992). Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI.

Moleong, L.J. (2001). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya. Munandar, Utami.(2009). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta:

Rineka Cipta

Nadia Safitri, 2010. Hubungan Kematangan Emosi dengan Penyesuaian Sosial Siswa Berbakat Akselarasi SMA Negeri 3 Tangerang Selatan. Skripsi. Fak. Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Nasution, S. (1988). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito Nurihsan, J (2003). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Bandung :Mutiara. Prayitno, dan Erman Amti.(2004). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling.

Jakarta: Rineka Cipta

Rizky Ildiyanita, Latipun, dan Ni’matuzahroh. 2012. Penyesuaian Sosial Siswa Akselerasi di Pondok Pesantren dan Sekolah Umum. Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang. Journal Online Psikologi Volume 01


(5)

155

Rusmana,N.(2009). Permainan (Game & Play). Bandung: Rizqi Press.

Schneiders, A. (1964). Personal Adjustment and Mental Health. New York: Rinehart & Winston.

Semiawan, C.R. (2009). Kreativitas Keberbakatan: Mengapa, Apa, dan Bagaimana. Jakarta. PT Index

Sevila Consuelo G. et al. (1993). Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: UI Press. Siti Maimunah, 2009. Gambaran Penyesuaian Sosial dan Emosi Siswa Program

Akselerasi .UMM

Sudjana dan Ibrahim. (2001).Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung :Sinar Baru Algensindo.

Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R &D. Bandung: Alfabeta.

Suherman , Uman. (2007). Manajemen Bimbingan dan Konseling. Bekasi: Madani Production.

Sukadji, S. (2000).Psikologi pendidikan dan psikologi sekolah. Depok: Lembaga. Supriatna, Mamat. (2009). Layanan Bimbingan karir di Sekolah Menengah.

Bandung: Depdiknas UPI.

Susilo, Muhammad Joko, (2007). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Manajemen Pelaksanaan dan Kesiapan Sekolah Menyongsongnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Syamsuddin, A. (2000). Psikologi Kependidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. ____________. (2007). Psikologi Kependidikan. Bandung: Remaja RosdaKarya


(6)

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Winkel & Hastuti, Sri. (2006). Bimbingan Dan Konseling DiInstitusi Pendidikan. Yogjakarta: Media Abadi.

Yin, Robert. K. (1997). StudiKasus: Desain dan Metode. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Yusuf, S. (2007). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

_________. (2009). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung: Rizqi Press.

Yusuf, Syamsu & Nurihsan, Achmad Juntika. (2010). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

__________ (2005). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Yettie Wandansari , 2004. Peran Dukungan Orangtua dan Guru terhadap Penyesuaian Sosial Anak Berbakat Intelektual. Jurnal Provitae No. 1; Desember Tahun 2004.