Implementasi Kebijakan Pengelolaan Sampah di Kota Cimahi

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Ujian Sarjana Pada

Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia

Oleh, Andri Nugraha

NIM.41709005

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(2)

viii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR DIAGRAM ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ...1

1.2 Rumusan Masalah ...7

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian...7

1.4 Kegunaan Penelitian ...8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka ...9

2.1.1 Kebijakan ...9

2.1.2 Implementasi ...11

2.1.3 Implementasi Kebijakan ...14

2.1.4 Pengelolaan Sampah ...24

2.1.4.1 Perencanaan (Planning) ...27

2.1.4.2 Pengorganisasian (Organizing) ...29

2.1.4.3 Pengarahan (Actuating) ...30

2.1.4.4 Pengawasan (Controlling) ...31

2.1.5 Pelaksanaan Pembentukan Peraturan Daerah ...32


(3)

ix

3.1.2 Profil Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi ....46

3.1.3 Visi dan Misi Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi ...47

3.1.4 Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi ...48

3.1.5 Struktur Organisasi Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi ...49

3.1.6 Program Kerja Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi ...50

3.1.7 Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi Dalam Pengelolaan Sampah ...57

3.1.8 Letak Geografis dan Jumlah Penduduk Kota Cimahi ...59

3.1.9 Konsep Pengelolaan Sampah di Kota Cimahi ...61

3.1.10Volume Sampah di Kota Cimahi ...64

3.1.11Tempat Penampungan Sementara di Kota Cimahi ...66

3.2 Metode Penelitian ...67

3.2.1 Desain Penelitian ...67

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data ...69

3.2.2.1 Studi Pustaka ...69

3.2.2.2 Studi Lapangan ...70

3.2.3 Teknik Penentuan Informan ...71

3.2.4 Teknik Analisa Data ...72

3.2.5 Keabsahan Data ...73


(4)

x

Dalam Menyampaikan Pengelolaan Sampah

di Kota Cimahi ...78 4.1.2 Kejelasan Informasi Aparatur Kepada Masyarakat

Dalam Menyampaikan Pengelolaan Sampah

di Kota Cimahi ...85 4.1.3Konsistensi Informasi Aparatur Kepada Masyarakat

Dalam Menyampaikan Pengelolaan Sampah

di Kota Cimahi ...88 4.2 Sumber DayaDalam Mengimplementasikan Pengelolaan

Sampah di Kota Cimahi ...92 4.2.1StafDinas kebersihan dan Pertamanan Kota

Cimahi Dalam Mengimplementasikan Pengelolaan

Sampah di Kota Cimahi ... 97

4.2.2InformasiAparatur Kepada Masyarakat Dalam Menyampaikan Pengelolaan Sampah

di Kota Cimahi ... 101

4.2.3KewenanganAparatur Dalam Mengimplementasikan Pengelolaan Sampah di Kota Cimahi ... 105

4.2.4FasilitasDinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi Dalam Mengimplementasikan

Pengelolaan Sampah di Kota Cimahi ... 108

4.3 Sikap Pelaksana Aparatur Dalam Mengimplementasikan

Pengelolaan Sampah di Kota Cimahi ...113 4.3.1Tingkat Kepatuhan AparaturDalam

Mengimplementasikan Pengelolaan Sampah

di Kota Cimahi ... 116


(5)

xi

sampah di Kota Cimahi ...125

4.4.1Standard Operational Procedures (SOP)Dalam MengimplementasikanPengelolaan Sampah di Kota Cimahi... 129

4.4.2 Penyebaran tanggung jawab Aparatur Dalam Mengimplementasikan Pengelolaan Sampah di Kota Cimahi ... 132

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ...137

5.2 Saran ...138

DAFTAR PUSTAKA ... 140


(6)

xii

Tabel 1.2 Kendaraan Operasional Dinas Kebersihan dan Pertamanan

Kota Cimahi ...4

Tabel 1.3 Petugas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi...6

Tabel 3.1 TPS Kota Cimahi ...66


(7)

xiii


(8)

xiv

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran ... 44

Gambar 3.1 Struktur Organisasi Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi ... 49

Gambar 3.2 Peta Kota Cimahi ... 60

Gambar 3.3 Skema Pengelolaan Sampah... 63


(9)

xv

Lampiran 2. Surat Izin Kesbang ... 143

Lampiran 3. Surat Izin Telah Melakukan Penelitian ... 144

Lampiran 3. Pedoman Wawancara ... 145

Lampiran 3. Daftar Informan ... 152

Lampiran 3. Transkif Wawancara ... 154

Lampiran 3. Dokumentasi ... 179

Lampiran 3. Berita Acara Bimbingan ... 181


(10)

140

Abdul, Wahab. 2004. Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi

Kebijahanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.

Abdul Wahab, Solichin, 1997. Evaluasi kebijakan Publik. Penerbit FIA UNIBRAW dan IKIP Malang.

Ali, Lukman,dkk. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Arikunto, Suharsimi, 1993, Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.

Arya Wardhana ,W.2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Cetakan Keempat. Yogyakarta : Penerbit Andi.

Edward III, George C. 1980. Implementation Public Policy. Washington DC :

Congresional Quarter Press.

Friedrich, Carl J. 1963. Man and His Government. Newyork: McGraw-Hill. Gie, The Liang 2000. Administrasi Perkantoran. Yokyakarta : Modern Liberty Griffin, J.E. 1996. The Thyroid. p.260-283. Textbook of endocrine physiology.

Third edition. New York oxford. Oxford University Press.

Indiahono, Dwiyanto. 2009. Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy Analysis. Yogyakarta: Gava Media.

Islamy, M. Irfan. 1997. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Sinar Grafika.

Rachmat, Jalaluddin. Metode Penelitian Komunikasi Dilengkapi Contoh Analisis Statistik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.2009.

Mazmanian, Daniel H., dan Paul A. Sabatier, 1983, Implementation and Public Policy, New York: HarperCollins.

Meter, Donald Van, dan Carl Van Horn. 1975. The Policy Implementation Process: A Conceptual Framework dalam Administration and Society 6, 1975. London: Sage.


(11)

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.2009

Nugroho, Riant. 2003. Kebijakan Publik: Formulasi, implementasi dan evaluasi. Jakarta: PT Alex Media Komputindo.

Stoner, James A.F. dan Alfonsus Sirait. 1991. Manajemen. Jakarta: P.T Gelora Aksara Pratama.

Suharsimi Arikunto. (1993). Prosedur penelitian. Jakarta : Rineka Cipta. Sutarno, NS. Perpustakaan Dan Masyarakat. Jakarta : Sagung Seto, 2004.

Winarno, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media Pressindo.

Wardhana, W.A. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Cetakan keempat. Yogyakarta : Penerbit ANDI.

B. UNDANG-UNDANG

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah.

Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga.

Peraturan Daerah Kota Cimahi Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah.

C. RUJUKAN ELEKTRONIK

http://jabarprov.go.id/index.php/news/8358/2014, diakses pada hari Kamis. Tanggal 06 Maret 2014, Pukul 17:29.

http://aldyputra.net/2012/01/pengertian-sampah-organik-dan-non-organik/, diakses pada hari Jumat Tanggal 07 Maret 2014, Pukul 18.34.


(12)

vi

kehidupan dan anugerah yang tak terhingga, atas rahmat dan karunia-Nya kepada peneliti untuk dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Implementasi Kebijakan Pengelolaan Sampah di Kota Cimahi”

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, baik kritik maupun saran yang bersifat membangun akan selalu peneliti harapkan sebagai masukan yang berguna bagi kesempurnaan karya selanjutnya.

Dalam penulisan skripsi ini, peneliti mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik berupa moril maupun berupa materil. peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs.,MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia.

2. Dr. Dewi Kurniasih, S.IP.,M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Pemerintahan di Universitas Komputer Indonesia.

3. Poni Sukaesih K, S.IP.,M.Si selaku pembimbing peneliti, yang selalu memberikan bimbingan, saran serta motivasi kepada Peneliti.

4. Rino Adibowo, S.IP Selaku Dosen wali peneliti pada Program Studi Ilmu Pemerintahan di Universitas Komputer Indonesia, yang selalu memberikan motivasi kepada peneliti.


(13)

vii

selalu terus bersemangat dalam menyelesaikan Skripsi ini, Ibunda Nani Sartika yang tidak pernah berhenti memberikan bantuan berupa do’a dan dorongan untuk menyelesaikan penyusunan Skripsi ini. Doa terbaik dari peneliti untuk kalian berdua.

7. Rekan-rekan seperjuagan angkatan 2009-2010 di Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Komputer Indonesia, atas dorongan semangatnya. 8. Seluruh pihak yang telah membantu sebelum dan selama peneliti

mengerjakan Skripsi ini, yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu. Akhir kata, semoga Allah SWT selalu melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya untuk membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu terselesaikannya penyusunan skripsi ini, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bandung, Agustus 2014


(14)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama : Andri Nugraha

Tempat Tanggal Lahir : Cimahi 19 Februari 1991 Jenis Kelamin : Laki-Laki

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Kewarganegaraan Alamat Lengkap

Nama Ayah

: Indonesia

: JL.Kebon Manggu RT.08 RW.14 Kel. Padasuka Kec Cimahi Tengah

: Nanda

Pekerjan : Wiraswasta

Nama Ibu : Nani Sartika

Pekerjan : Wiraswasta

Alamat Orang Tua : JL.Kebon Manggu RT.08 RW.14 Kel. Padasuka Kec. Cimahi Tengah Kota Cimahi


(15)

1. PENDIDIKAN FORMAL

No Tahun Uraian Keterangan

1. 2009-2014 Program Studi Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia

-

2. 2006-2009 SMA Negeri 3 Cimahi Berijazah

3. 2003-2006 SMP Negeri 3 Cimahi Berijazah

4. 1997-2003 SD Negeri Kebon Manggu Berijazah

2. Pelatihan dan Seminar

No Tahun Uraian Keterangan

1. 2011 Mengikuti table Manner Course di Maja House

Bersertifikat

2. 2011 Mengikuti Diskusi Politik Mahasiswa Ilmu Pemerintahan

Bersertifikat

Bandung, Agustus 2014

Andri. Nugraha NIM 41709005


(16)

1

1.1 Latar Belakang Masalah

Pertumbuhan penduduk baik itu di pedesaan maupun di perkotaan setiap tahunnya bertambah, secara umum akan menyebabkan bertambahnya volume sampah serta karakteristik sampah yang semakin beragam, yang ditimbulkan dari aktivitas dan konsumsi masyarakat itu sendiri. Hal tersebut terjadi bilamana pengelolaan sampah yang dilakukan oleh pemerintah Kota Cimahi serta kesadaran yang dimiliki oleh masyarakat rendah.

Tabel 1.1

Potensi Timbulan sampah Kota Cimahi Tahun Jumlah penduduk

(jiwa)

Potensi Sampah m3/ Hari

Potensi Sampah Ton / Hari

2010 622.649 1463,23 365,81

2015 821.084 1929,55 482,39

2020 955.690 2245,87 561,47

2025 1.090.296 2562,20 640,55

2030 1.224.902 2878,52 719,63

Sumber : Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi 2013 Peningkatan konsumsi masyarakat dan aktivitas kehidupan masyarakat di perkotaan, menyebabkan bertambahnya volume dan jenis sampah, serta karakteristik sampah yang semakin beragam. Sampah yang ditimbulkan dari aktivitas dan konsumsi masyarakat perkotaan ini, telah menjadi permasalahan lingkungan yang harus ditangani oleh setiap pemerintah kota dengan dukungan partisipasi aktif dari masyarakat perkotaan itu sendiri.


(17)

Perkembangan pembangunan di berbagai aspek dan industri di Kota Cimahi tiap tahun mengalami peningkatan. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya penyerapan tenaga kerja secara besar-besaran baik dari desa ke kota dan antar daerah. Bertambahnya tenaga kerja tersebut akan terjadinya peningkatan jumlah penduduk. Tingkat sosial ekonomi di Kota Cimahi meningkat pula dan volume sampah akan ikut meningkat. Peningkatan jumlah penduduk, akan mempengaruhi perilaku atau gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat. Perubahan tersebut akan berpengaruh pula pada volume sampah, jenis dan karakteristik sampah yang dihasilkan, Sampah apabila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai permasalahan, diantaranya estetika bisa dilihat dari tumpukan sampah di TPS dan pasar-pasar. Sedangkan dampak kepada kesehatan masyarakat bisa berupa penyakit kulit, gangguan pernapasan, dan potensi bencana lingkungan.

Pengelolaan sampah yang sering terjadi antara lain perilaku dan pola hidup masyarakat masih cenderung mengarah pada peningkatan timbulnya sampah karena tidak seimbangnya sumber daya yang ada dengan keadaan alam, sehingga pengelola kebersihan belum mampu melayani seluruh sampah yang dihasilkan, oleh karena itu volume sampah yang ditimbulkan semakin meningkat pula, sehingga terjadilah penumpukan sampah serta volume sampah yang sangat tinggi.

Minimnya jumlah kendaraan yang dimiliki oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi mengakibatkan lambatnya pengangkutan sampah dari Tempat Pembuangan Sampah (TPS) Leuwi Goong ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah maupun Sarimukti secara langsung menimbulkan permasalahan-permasalahan lainnya seperti banjir, udara yang tidak sedap,


(18)

sumber penyakit dan tentunya pada keindahan Kota Cimahi itu sendiri. Fasilitas kendaraan pengangkut sampah seperti truk maupun bak motor pengangkut sampah yang memiliki kondisi yang belum cukup baik, yang merupakan bagian fasilitas yang di miliki oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi, telah mengakibatkan terjadinya penumpukan sampah di temapat-tempat pembuangan sementara ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Seperti dari hasil observasi awal yang peneliti lakukan, penumpukan sampah yang berada di TPS Leuwi goong tidak dapat diangkut ke TPA Sarimukti karena truk pengangkut sampah yang dimilik Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi yang biasanya dapat mengangkut 135 hingga 140 ton perminggu sekarang menjadi 80 ton sampai 115 ton perminggu di karenakan kendaraan pengangkut sampah tidak semuanya dengan keadaan yang baik. Mudah rusaknya truk-truk pengangukat sampah diakibatkan karena setiap harinya truk sampah tersebut harus mengangkut ratusan ton sampah dengan berbagai jenis sampah yang mengandung zat yang dapat merusak truk sampah.

Berikut ini data mengenai jumlah kendaraan oprasional yang dimiliki oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi :


(19)

Tabel 1.2

Kendaraan Oprasional Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi

NO Jenis Kendaraan Jumlah Rusak

1 Arm Roll (10 m3) 4 Unit 1

2 Arm Roll ( 6 m3) 11 Unit 2

3 Dump Truck 9 Unit 2

4 Compactor Truck 1 Unit -

5 Pick Up 5 Unit 1

6 Motor Roda 3 27 Unit 3

Sumber : Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi 2013 Berdasarkan sumber diatas, bahwa jumlah ini belum bisa mencakup sampah-sampah di Kota Cimahi, yang semakin tahun semakin bertambah sesuai dengan laju pertumbuhan jumlah penduduk Kota Cimahi. Karena dari jumlah kendaraan tersebut tidak bisa beroperasi semuanya karena setiap kendaraan mengalami kerusakan yang berbeda.

Pemerintah Kota Cimahi guna mengelola sampah membuat suatu Kebijakan yaitu Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah di Kota Cimahi, yang dimana penjabaran mengenai tata cara pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah di Kota Cimahi. Melalui kewenangan Walikota Cimahi bahwa urusan yang mengenai Pengelolaan Sampah, Walikota dapat menunjuk Pejabat atau Dinas terkait. Dalam hal Pengelolaan Sampah, Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi yang mempnyai tugas dan tanggung jawab dalam bidang pengelolaan sampah, yang dimana sudah diatur didalam Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah di Kota Cimahi pada BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 5.


(20)

Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi untuk meningkatkan kembali pemahaman dan kesadaran kepada seluruh element masyarakat di Kota Cimahi mengenai kebersihan dilingkungan sekitarnya, sebagai bagian dari pelaksanaan komunikasi, hal tersebut perlu untuk diperhatikan mengingat masyarakat memiliki keterkaitan yang sangat erat dari munculnya permasalahan sampah yang terjadi di wilayah Kota Cimahi.

Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi harus memformulasikan kebijakan pengelolaan sampah diwilayah kerjanya, dengan cara menerapkan sanksi bagi yang membuang sampah sembarangan yang di atur dalam Pasal 14 Perda No.16 Tahun 2011 tentang penyelenggaraan kebersihan dan kesehatan lingkungan, maupun dengan cara melakukan sosialisasi baik itu secara langsung maupun tidak langsung kepada masyarakat, Sanksi bagi pembuangan sampah sembarangan akan terkena denda Rp.50.000.000 yang di atur dalam Pasal 14 perda No.16 Tahun 2011 tentang penyelenggaraan kebersihan, keindahan, dan kesehatan lingkungan, yang menjadi alat kontrol bagi masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan.

Skripsi amati Pasal 14 perda No.16 Tahun 2011 tentang penyelenggaraan kebersihan, keindahan, dan kesehatan lingkungan belum dapat dilaksanakan dengan baik, yang di sebabkan karena minimnya sosialisasi terhadap masyarakat maupun kerja sama dengan pihak yang terkait seperti kecamatan maupun kelurahan setempat. Sosialisasi mengenai pentingnya kebersihan lingkungan dapat dilakukan melalui kampanye-kampanye secara aktif, penyebaran informasi tentang jenis-jenis, manfaat dan dampak sampah bagi kesehatan diri dan


(21)

lingkungan maupun upaya pendidikan dan pelatihan untuk mencetak kader-kader relawan atau tenaga pendamping yang memiliki pengetahuan dan keahlian secara teknis tentang tata cara penanganan sampah organik dengan pemanfaatan peran teknologi sebagai alat bantunya.

Pelayanan yang kurang terlihat pada beberapa faktor, seperti kurangnya sarana dan prasarana untuk kebersihan Kota Cimahi. Kurangnya sarana tempat pembuangan sampah yang mudah dijangkau oleh masyarakat dapat memberikan kemudahan bagi masyarakat Kota Cimahi untuk membuang sampah pada tempatnya. Kurangnya prasarana dalam hal petugas kebersihan yang kebanyakan adalah petugas lanjut usia ini berdampak pada proses pengelolaan sampah yang lambat. Dengan demikian sampah meningkat setiap tahunnya, ini dikarenakan oleh kurangnya aparatur untuk prosespengelolaan sampah di Kota Cimahi.

Tabel 1.3

Petugas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi

NO URAIAN STATUS JUMLAH ORANG

1 Penyapu PNS 21

(76 orang) TKK 36

THL 19

2 Petugas TPS PNS 7

(13 orang) TKK 6

THL -

3 Supir PNS 13

(22 orang) TKK 8

THL 1

4 Kernet PNS 13

(33 orang) TKK 13

THL 7

TOTAL PETUGAS 144 Orang


(22)

Berdasarkan luas wilayah Kota Cimahi yang mencapai 4.023 HA, dengan Petugas Kebersihan Kota Cimahi yang berjumlah 144 orang, belum cukup untuk menangani masalah sampah di Kota Cimahi.

Dengan latar belakang seperti yang telah dijelaskan oleh peneliti diatas, dalam penyusunan skripsi ini peneliti mengambil judul mengenai “Implementasi Kebijakan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan

Sampah di Kota Cimahi”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang diatas, maka dapat ditarik suatu rumusan masalah yaitu. “Bagaimana implementasi kebijakan Perda No.16 Tahun 2011 tentang pengelolaan sampah di Kota Cimahi”.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis Implementasi kebijakan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah di Kota Cimahi.

1. Untuk mengetahui komunikasi (comunication) dalam Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah di Kota Cimahi.

2. Untuk mengetahui sumber daya (resources) Dalam Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah di Kota Cimahi.


(23)

3. Untuk mengetahui disposisi/sikap (disposition) Dalam Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah di Kota Cimahi.

4. Untuk mengetahui cara kerja struktur birokrasi (bureaucratic structure) dalam Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah di Kota Cimahi.

1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini antara lain:

1. Bagi peneliti, Penelitian ini dapat berguna untuk menambah wawasan dan pengetahuan peneliti, mengenai mengimplementasikan kebijakan tentang pengelolaan sampah di Kota Cimahi.

2. Secara teoritis, peneliti megharapkan Penelitian ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan kontribusi positif bagi perkembangan Ilmu Pemerintahan, serta dapat dijadikan bahan acuan bagi teman-teman peneliti di Ilmu Pemerintahan, yang akan melaksanakan Tugas Akhir, mengenai implementasi kebijakan tentang pengelolaan sampah di Kota Cimahi.

3. Secara praktis, peneliti mengharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi Pemerintahan Kota Cimahi, dalam melaksanakan pengelolaan sampah di Kota Cimahi, dan diharapkan dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menyelesaikan permalasalahan sampah, dan lebih aktif dalam menangani permasalahan sampah di Kota Cimahi.


(24)

9

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Kebijakan

Kebijakan berasal dari Bahasa Inggris yaitu “policy” Yang berarti suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seseorang pelaku atau kelompok politik dalam usaha memilih tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan-tujuan itu. Tetapi, kebanyakan orang berpandangan bahwa istilah kebijakan senantiasa disamakan dengan istilah kebijaksanaan. apabila dicermati kembali berdasarkan tata bahasa, istilah kebijaksanaan berasal dari kata “wisdom” yang berarti kemampuan seseorang untuk mengelola dua sisi kehidupan secara berimbang dengan demikian maka Peneliti berpandangan bahwa istilah kebijakan berbeda dengan istilah kebijaksanaan. Hal ini didasari atas pertimbangan bahwa pengertian kebijaksanaan memerlukan pertimbangan-pertimbangan lebih lanjut, sedangkan kebijakan mencakup peraturan-peraturan yang ada di dalamnya termasuk konteks politik.

Kebijakan sebenarnya telah sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari, untuk menunjang proses pengambilan keputusan. Pandangan masyarakat dalam menilai istilah kebijakan seringkali disamakan dengan istilah kebijaksanaan. Jika diuraikan kembali kedua istilah tersebut memiliki perbedaan makna, seperti kebijakan mencakup seluruh bagian-bagian yang ada termasuk


(25)

konteks politik, karena pada dasarnya proses pembuatan kebijakan sesungguhnya merupakan suatu proses politik sedangkan pengertian istilah kebijaksanaan lebih ditekankan kepada pertimbangan seseorang yang berkaitan dengan aturan-aturan yang ada.

M. Irafan Islamy dalam buku Prinsip-Prinsip Perumusan Negara, Pengertian Kebijaksanaan adalah:

“Kebijaksanaan memerlukan pertimbangan-pertimbangan yang lebih jauh lagi (lebih menekankan kepada kearifan seseorang), sedangkan kebijakan mencakup aturan-aturan yang ada di dalamnya sehingga policy lebih tepat diartikan sebagai kebijakan, sedangkan kebijaksanaan merupakan pengertian dari kata wisdom”. (Islamy, 1997:5).

Berdasarkan pendapat tersebut, kebijakan pada dasarnya suatu tindakan yang mengarah kepada tujuan tertentu dan bukan hanya sekedar keputusan untuk melakukan sesuatu. Kebijakan seyogyanya diarahkan pada apa yang senyatanya dilakukan oleh pemerintah dan bukan sekedar apa yang ingin dilakukan oleh pemerintah.

Menurut pendapat Alfonsus Sirait dalam bukunya Manajemen mendefinisikan kebijakan, sebagai berikut: “Kebijakan merupakan garis pedoman untuk pengambilan keputusan” (Sirait, 1991:115). Kebijakan merupakan sesuatu yang bermanfaat, yang merupakan penyederhanaan sistem yang dapat membantu dan mengurangi masalah-masalah dan serangkaian tindakan untuk memecahkan masalah tertentu, maka kebijakan yang memiliki keterkaitan dengan pengambilan keputusan dianggap sangat penting.


(26)

Definisi lain mengenai kebijakan diungkapkan oleh Carl Friedrich dalam buku Man and His Government, yang mengatakan kebijakan adalah:

“Policy is a saries of actions or activities proposed by one group or the government in a particular environment in ahich there are obstacles (difficulites) and possibilities (opportunities where the policy proposed to be useful in overcoming them to achieve the purpose in the mean.” (Friedrich, 1963:79).

Berdasarkan pengertian di atas, maksud dari kebijakan sebagai bagian dari kegiatan, dimana kebijakan tersebut berhubungan dengan penyelesaian beberapa maksud atau tujuan. Meskipun maksud dan tujuan dari kegiatan pemerintah tidak selalu mudah untuk dilihat, tetapi ide bahwa kebijakan melibatkan perilaku yang mempunyai maksud, merupakan bagian penting dari definisi kebijakan.

2.1.2 Implementasi

Implementasi berasal dari Bahasa Inggris yaitu to implement yang berarti mengimplementasikan. Implementasi merupakan setiap kegiatan yang dilakukan menurut rencana untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Upaya untuk memahami adanya perbedaan antara yang diharapkan dengan fakta yang telah terjadi sehingga menimbulkan kesadaran mengenai pentingnya suatu pelaksanaan. Implementasi menurut Lukman Ali adalah “mempraktekan, memasangkan” (Ali, 1995:1044). Implementasi merupakan sebuah tindakan yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta, baik secara individu maupun kelompok dengan maksud untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya.


(27)

Berbeda dengan pendapat di atas menurut Van Meter dan Vanhorn dalam buku ThePolicy Implementation Process: A Conceptual Framework, menjelaskan bahwa: “Implemetations is the actions undertaken by both individuals or officials or government groups or private directed at achieving the purpose outlined in the

policy making” (Meter dan Vanhorn, 1975:447).

Sedangkan implementasi menurut Riant Nugroho pada prinsipnya adalah cara yang dilakukan agar dapat mencapai tujuan yang dinginkan (Nugroho, 2003:158). Implementasi merupakan prinsip dalam sebuah tindakan atau cara yang dilakukan oleh individu atau kelompok orang untuk pencapaian tujuan yang telah dirumuskan.

Implementasi merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan kebijakan. Pemerintah dalam membuat kebijakan juga harus mengkaji terlebih dahulu apakah kebijakan tersebut dapat memberikan dampak yang buruk atau tidak bagi masyarakat, hal tersebut bertujuan agar suatu kebijakan tidak bertentangan dengan masyarakat apalagi sampai merugikan masyarakat.

Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier dalam bukunya Implementation and

Public Policy mengemukakan implementasi sebagai:

“Implementation of the basic policy decision, usually in the form of laws, but can also form the commandments or the decision-keoutusan important executive or judicial bodies or decision. Typically, this decision identifies the problem you want addressed, explicitly mention the purpose or objectives to be achieved, and various ways to structure or organize the implementation process.”(Mazmanian, 1983:61).


(28)

Implementasi apabila dikaitkan dengan kebijakan tidak hanya dirumuskan lalu dibuat dalam suatu bentuk positif seperti undang-undang dan kemudian didiamkan dan tidak dilaksanakan atau diimplementasikan, tetapi sebuah kebijakan harus dilaksanakan atau diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. Berikut pengertian implementasi kebijakan menurut Dwiyanto Indiahono dalam bukunya yang berjudul Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy Analisys, adalah:

“Implementasi kebijakan adalah tahap yang penting dalam kebijakan. Tahap ini menetukan apakah kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah benar-benar aplikabel di lapangan dan berhasil untuk menghasilkan output dan outcomes seperti yang telah direncanakan. Output adalah keluaran kebijakan yang diharapkan dapat muncul sebagai keluaran langsung dari kebijakan. Output biasanya dapat dilihat dalam waktu yang singkat pasca implementasi kebijakan. Outcome adalah damapak dari kebijakan, yang diharapkan dapat timbul setelah keluarnya output kebijakan. Outcomes biasanya diukur setelah keluarnya output atau waktu yang lama pasca implemantasi kebijakan.” (Indiahono, 2009:143).

Pengertian di atas menjelaskan bahwa, implementasi adalah sebuah program atau sebuah kebijakan untuk perluasan aktifitas yang saling menyesuaikan proses interaksi antara tujuan dan tindakan untuk mencapai serta memerlukan jaringan pelaksanaan, birokrasi yang efektif. Seperti halnya kebijaksanaan yang terlihat bagus di atas kertas namun lebih sulit merumuskannya dalam kata-kata dan selogan-selogan. Implementasi kebijakan lebih sulit lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk yang memuaskan semua orang.


(29)

2.1.3 Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan pada prinsipnya merupakan cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Implementasi kebijakan menunjuk aktivitas menjalankan kebijakan dalam ranah senyatanya, baik yang dilakukan oleh orang pemerintah maupun para pihak yang telah ditentukan dalam kebijakan.

Pengertian tentang implementasi dan kebijakan menurut George C. Edwards III dalam buku implementation public policy menguraikan sebagai berikut:

“Implementation of the policy is the policy making stage of policy formations as part of a legislative act, issude an executiveorder, handover, down judical decisions, or the issuance of rules and the consequences of the policy for the people who influence”.

(Edwards III, 1980:01).

Pengertian implementasi kebijakan di atas, sering dianggap hanya merupakan pelaksanaan dari apa yang telah diputuskan oleh legislatif atau para pengambil keputusan, seolah-olah tahap ini kurang berpengaruh. Akan tetapi dalam kenyataannya, tahap implementasi menjadi begitu penting karena suatu kebijakan tidak akan berarti apa-apa jika tidak dapat dilaksanakan dengan baik dan benar. Dengan kata lain implementasi merupakan tahap dimana suatu kebijakan dilaksanakan secara maksimal dan dapat mencapai tujuan kebijakan itu sendiri. Dengan demikian pengertian tersebut menunjukan empat variable yang berperan penting dalam mencapai keberhasilan implementasi yaitu :

1. Comunication 2. Resources 3. Dispositions


(30)

Keempat variable diatas dapat membentuk satu model Direct and Indirect Impact of Implementation, dapat dilihat di bawah ini :

Gambar 2.1

Model Direct and Indirect Impact of Implementation

KOMUNIKASI

SUMBER DAYA

IMPLEMENTASI

DISPOSISI STRUKTUR

BIROKRASI

(Sumber : George Edward III, 1980:148)

Model pendekatan implementasi di atas, yang dikemukan oleh George Edward III merupakan sebuah abstraksi atau performansi dari suatu kebijakan yang pada dasarnya dilakukan untuk meraih kinerja implementasi kebijakan publik yang tinggi, yang berlangsung dalam hubungan berbagai variabel dan secara berkesinambungan atau berhubungan.

Empat faktor atau variable penentu yang mendukung dalam proses implementasi kebijakan publik menurut Edward III, yaitu, comunication, resources, dispositions, Bureaucratic Structure.


(31)

1. Comunications

Proses implementasi kebijakan dalam model Direct and Indirect Impact of Implementation yang pertama, comunications (komunikasi) menurut George C. Edwards III yaitu :

“The first requirement for effective policy implementation is that those who are implement a decision must know what they are supposed to do. Policy decisions and implementation orders must be followed. Naturally, these communications need to be accurate and they must be accurately perceived by implementers. Many obstacles lie in the path of transmission of implementation communication.” (Edwards III, 1980:53). Komunikasi sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari pelaksanaan. Pelaksanaan yang efektif terjadi apabila para pembuat keputusan sudah mengetahui apa yang akan dikerjakan. Komunikasi adalah proses penyampaian pesan informasi, ide, dan gagasan dari satu pihak kepada pihak lain. Terdapat tiga dimensi yang termasuk kedalam komunikasi Menurut pendapat George C. Edwards III dalam bukunya Implementing Public Policy bahwa komunikasi terdiri dari transmision (penyampaian informasi), clarity (kejelasan), dan consistency (konsistensi). (Edwards III, 1980:10).

Berdasarkan pendapatnya bahwa dalam komunikasi harus terdapat tiga hal yang sangat penting yaitu terdiri dari transmision (penyampaian informasi), adalah penyampaian informasi kebijakan publik yang disampaikan oleh para pelaksana kebijakan kepada kelompok sasaran atau disebut dengan masyarakat. Clarity (kejelasan) merupakan faktor kedua dari komunikasi yang merupakan tujuan yang telah ditentukan dan tidak menyimpang. Sedangkan Consistency (konsisten) merupakan faktor ketiga yaitu unsur kejelasan dimana


(32)

perintah-perintah implementasi yang tidak konsisten akan mendorong pelaksanaan mengambil tindakan dalam menafsirkan dan mengimplementasikan kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah.

2. Resources

Proses implementasi kebijakan dalam model Direct and Indirect Impact of

Implementation yang kedua adalah Resources (sumber daya) menurut George C.

Edwards III yaitu:

No matter how clear and consistent implementation orders are and no matter how accurately they are transmitted, if the personnel responsible for carrying out policies lack the resources to do an effective. Important resources include staff of the proper size and with the necessary expertise; relevant and adequate information on how to implement policies and on the compliance of the others involved in implementation; the outhority to ensure that policies are carried out as they are intended; and facilities (including buildings, equipment, land and supplies) in which or with which to provide services. Insufficient resources will mean that laws will mean that laws will not be enforced, services will not

provided, and reasonable regulation in policy implementation”.

(Edwards III, 1980:53).

Keberhasilan implementasi kebijakan bukan hanya ditentukan oleh sejauhmana para pelaku kebijakan (implementors) mengetahui apa yang harus dilakukan dan mampu melakukannya, tetapi juga ditentukan oleh keinginan para pelaku kebijakan memiliki disposisi yang kuat terhadap kebijakan yang sedang diimplementasikan. Sumber daya mempunyai peranan penting dalam implementasi kebijakan, karena bagaimanapun jelas dan konsistensi ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan suatu kebijakan. Faktor-faktor dalam sumber daya menurut pendapat George C. Edwards III dalam bukunya Implementing Poblic


(33)

Policy yaitu staff (aparatur), information (informasi), Authotity (wewenang), dan Facilities (fasilitas). (Edwards III, 1980:10-11).

Berdasarkan pendapat Edwards di atas dapat dijelaskan bahwa dalam sumber daya terdapat empat faktor yaitu staff (aparatur), adalah pelaku kebijakan dan memiliki kewenangan yang diperlukan dalam suatu kebijakan agar dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan. Information (informasi) adalah data yang diolah menjadi suatu bentuk lain yang lebih berguna yaitu pengetahuan atau keterangan yang ditujukan bagi penerima dalam pengambilan keputusan baik pada masa sekarang atau yang akan datang dalam melaksanakan dan mematuhi apa yang telah menjadi tugas dan kewajibannya. Authority (kewenangan) adalah kewenangan yang bersifat formal yang dikeluarkan dalam melaksanakan kebijakan. Sedangkan facilities (fasilitas) adalah sumber daya peralatan pendukung dalam melakukan tugas operasionalnya (sarana dan prasarana) hal terpenting yang harus dimiliki oleh pelaksana kebijakan.

3. Dispotitions

Proses implementasi kebijakan dalam model Direct and Indirect Impact of Implementation yang Ketiga, Dispotition (disposisi) menurut George C. Edwards III, yaitu:

The dispositions or attitudes of implementation is the third critical factor in our approach to the study of public policy implementation. If implementation is to proceed effectively, not only must implementers know what to do and have the capability to do it, but they must also desire to carry out a policy. Most implementers can exercise considerable discretion in the implementation of policies. One of the reasons for this is their independence from their nominal superiors who formulate the policies. Another reasons is the complexity of the policies


(34)

them selves. The way in which implementers exercise their direction, however, defend in large part upon their dispositions toward the policies, their attitudes, in turn, will be influenced by their view toward the policies per see and by how they see the policies effecting their organizational and personal interest.”. (Edwards III, 1980:89).

Berdasarkan penjelasan di atas bahwa disposisi adalah watak atau karakteristik yang dimiliki oleh pelaksana kebijakan seperti memiliki kejujuran, mempunyai komitmen, dan sifat demokratik. Apabila pelaksana kebijakan mempunnyai karakteristik atau watak yang baik, maka dia akan melaksanakan kebijakan dengan baik sesuai dengan sasaran tujuan dan keinginan pembuat kebijakan.

Disposition (sikap pelaksana) adalah kecenderungan-kecenderungan,

keinginan atau kesepakatan para pelaksana untuk melaksanakan kebijakan secara sungguh-sungguh apa yang menjadi tujuan kebijakan untuk dapat diwujudkan. Menurut George C. Edwards III dalam bukunya Implementing Public Policy terdapat dua faktor dalam Disposition (sikap pelaksana) yaitu Effects Of Disposition (tingkat kepatuhan pelaksana) dan Incentives (insentif). (Edwards III, 1980:11).

Berdasarkan pendapat di atas bahwa disposisi diartikan sebagai sikap para pelaksana untuk mengimplementasikan kebijakan, agar implementasi kebijakan dapat berjalan secara efektif dan efisien. Hal-hal yang terpenting dalam disposisi antara lain Effect Of disposition (tingkat kepatuhan pelaksana) dan Incentives (pemberian insentif). Effect Of Disposition (tingkat kepatuhan pelaksana) adalah kecenderungan-kecenderungan pelaksana menimbulkan hambatan-hambatan yang


(35)

nyata terhadap implementasi kebijakan. Sedangkan Incentives (pemberian insentif) adalah kecenderungan yang ada pelaksana melalui manipulasi incentives oleh pembuat kebijakan melalui keuntungan-keuntungan atau biaya-biaya akan membuat pelaksana melaksanakan perintahnya dengan baik.

4. Bureacratic Structure

Proses implementasi kebijakan dalam model Direct and Indirect Impact of

Implementation yang Keempat, Bureacratic Structure (Struktur Birokrasi)

menurut George C. Edwards III dalam bukunya Implementing Public Policy, yaitu:

Policy implementers may know what to do and have sufficient desire and resources to do it, but they may still be hampered in implementation by the structures of the organizations in which they serve, two prominent characteristics of bureaucracies are standarf operating procedurs (SOPs) and fragmentation the former develop as internal respons to the limited time and resources of implementers and the desire for uniformity in the operation of complex and widely dispersed organizations; they often remain in force due to bureaucratic inertia.”.(Edwards III, 1980:125).

Bureaucratic structure merupakan suatu badan yang terlibat dalam implementasi kebijakan secara keseluruhan. Struktur organisasi bertugas melaksanakan kebijakan memiliki pengaruh besar terhadap pelaksanaan kebijakan, didalam sturktur birokrasi terdapat dua hal penting yang dapat mempengaruhinya salah satunya yaitu aspek struktur birokrasi yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi standar (Standard operating

procedurs) atau SOP. SOP ini merupakan pedoman untuk para pelaksana


(36)

mempengaruhi struktur birokrasi adalah fragmentasi yang berasal dari luar organisasi.

Menurut pendapat George C. Edwards III dalam bukunya Implementing Public Policy terdapat dua hal yang terdapat dalam struktur birokrasi yaitu

Standard Operating Procedures (SOP), dan Fragmentation(Fragmentasi).

(Edwards III, 1980:11-12).

Berdasarkan pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa Bureaucratic

structure (struktur birokrasi) merupakan sumber-sumber dalam

mengimplementasikan suatu kebijakan yang sudah mencukupi dan para pelaksananya mengetahui apa dan bagaimana cara melakukannya serta mempunyai keinginan untuk melakukannya akan tetapi implementasi kebijakan masih belum dapat dikatakan efektif karena ketidakefisienan struktur birokrasi yang ada. Hal-hal yang penting dalam struktur birokrasi yaituStandard Operating procedure (SOP) dan Fragmentation (penyebaran tanggung jawab). Standard

Operating Procedures (SOP) adalah mekanisme, sistem dan prosedur pelaksanaan

kebijakan, pembagian tugas pokok, fungsi kewenangan dan tanggung jawab yang dilaksanakan oleh pelaksana kebijakan. Sedangkan fragmentation (fragmentasi) adalah penyebaran tanggung jawab atas suatu kebijakan antara beberapa unit organisasi oleh pelaksana kebijakan.

Berdasarkan pengertian-pengertian diatas bahwa implementasi kebijakan adalah rangkaian tindakan-tindakan yang nyata dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan dalam keputusan kebijaksanaan yang dilakukan individu atau


(37)

kelompok-kelompok tertentu, sehingga menciptakan suatu hasil dari kinerja implementasi kebijakan yang baik dalam hal pelayanan publik kepada masyarakat. Dengan demikian bahwa setiap unsur memiliki suatu peran yang sangat penting dalam membangun implementasi kebijakan. Bahkan unsur-unsur diatas memiliki ketergantungan satu sama lainnya. Hal ini menunjukan bahwa tanpa adanya keikutsertaan satu unsur akan dapat memberi pengaruh pada jalannya proses implementasi kebijakan.

Pendapat lain dikemukakan oleh Mazmanian dan Sabaiter (1979), yang dikutip oleh Solichin Abdul Wahab, dalam buku Evaluasi Kebijakan Publik menjelaskan makna implementasi ini dengan menjelaskan bahwa:

“memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijakan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijakan Negara, yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat atau dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.” (Wahab, 1997: 64-65)

Pengertian implementasi di atas apabila dikaitkan dengan kebijakan tidak hanya dirumuskan lalu dibuat dalam suatu bentuk positif seperti undang-undang dan kemudian didiamkan dan tidak dilaksanakan atau diimplementasikan, tetapi sebuah kebijakan harus dilaksanakan atau diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan.

Berikut pengertian implementasi kebijakan menurut Indiahono dalam bukunya yang berjudul Kebijakan Publik Berbasis Dynamic policy analisys, adalah:


(38)

“Implementasi kebijakan adalah tahap yang penting dalam kebijakan. Tahap ini menetukan apakah kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah benar-benar aplikabel di lapangan dan berhasil untuk menghasilkan output dan outcomes seperti yang telah direncanakan. Output adalah keluaran kebijakan yang diharapkan dapat muncul sebagai keluaran langsung dari kebijakan. Output biasanya dapat dilihat dalam waktu yang singkat pasca implementasi kebijakan. Outcome adalah damapak dari kebijakan, yang diharapkan dapat timbul setelah keluarnya output kebijakan. Outcomesbiasanya diukur setelah keluarnya output atau waktu yang lama pasca implemantasi kebijakan.”. (Indiahono, 2009:143).

definisi di atas, jadi implementasi kebijakan merupakan tahap yang penting dalam merumuskan suatau kebijakan yang akhirnya berupa keputusankebijakan yang dapat menimbulkan pengaruh (sebab/akibat), dari pemerintah benar-benar aplikabel dilapangan untuk menghasilkan output dan

outcomes, dimana output sebagai penyebab kebijakan sedangkan outcomes

sebagai dampak dari kebijakan.

Implementasi kebijakan pada prinsipnya merupakan cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Lester dan Stewart yang dikutip oleh Winarno, menjelaskan bahwa implementasi kebijakan adalah:

“Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian luas merupakan alat administrasi hukum dimana berbagai actor, organisasi, prosedur dan teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan”. (Lester dan Stewart dalam Winarno, 2002:101-102).

Definisi di atas menekankan bahwa implementasi kebijakan merupakan sesuatu yang dilakukan untuk menimbulkan dampak atau akibat dapat berupa Undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan dan kebijakan yang dibuat lembaga-lembaga pemerintah dalam kehidupan bernegara.


(39)

Implementasi kebijakan menurut Nugroho terdapat dua pilihan untuk mengimplementasikannya dalam bentuk program-program dan melalui formulasi kebijakan derivate atau turunan dari kebijakan tersebut (Nugroho, 2003:158). Oleh karena itu, implementasi kebijakan yang telah dijelaskan oleh Nugroho merupakan dua pilihan, dimana yang pertama langsung mengimplementasikan dalam bentuk program dan pilihan kedua melalui formulasi kebijakan.

2.1.4 Manajemen Sampah

Sampah merupakan salah satu permasalahan yang dapat merugikan banyak pihak baik masyarakat maupun pemerintah itu sendiri. Sampah merupakan sisa dari bentuk limbah atau barang buangan yang tidak terpakai lagi oleh manusia yang berbentuk padat.

Segala macam organisme yang ada di alam ini selalu menghasilkan limbah atau bahan buangan atau yang dapat juga kita sebut sampah. Semakin majunya peradaban, menambah jenis limbah atau sampah dalam kehidupan kita. Sampah itu sendiri terbagi menjadi dua, yaitu:

1. Sampah Organik

Jenis sampah daratan yang dapat didegradasi atau dipecah oleh mikroorganisme, menjadi bahan yang mudah menyatu kembali dengan alam tanpa menimbulkan pencemaran pada lingkungan.

2. Sampah Anorganik

Jenis sampah daratan yang tidak dapat didegradasi atau dipecah oleh mikroorganisme, dan tidak dapat menjadi bahan yang mudah menyatu kembali dengan alam.

(Wardhana, 2004:99-100)


(40)

sampah organik yaitu sampah yang mudah menyatu kembali dengan alam dengan sendirinya dapat melebur tanpa menimbulkan pencemaran. Kedua sampah anorganik merupakan sampah yang tidak bisa melebur dengan alam, biasanya sampah jenis tersebut dapat digunakan kembali menjadi barang yang berguna. Penumpukan sampah yang tidak terkendali dapat menimbulkan penyakit dan pencemaran lingkungan. Pengendalian sampah sangat diperlukan untuk mengurangi dampak buruk tersebut. Salah satu usaha yang dilakukan yaitu dengan cara pengelolaan sampah yang baik, oleh karena itu peran aktif pemerintah daerah dan masyarakat menjadi tuntutan yang harus dilakukan bersama.

Kata Pengelolaan dapat disama artikannya dengan kata manajemen, yang berarti pula pengaturan atau pengurusan (Arikunto, 1993: 31). Banyak orang yang mengartikan manajemen sebagai pengaturan, pengelolaan, dan pengadministrasian, dan memang itulah pengertian yang populer saat ini. Pengelolaan diartikan sebagai suatu rangkaian pekerjaan atau usaha yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk melakukan serangkaian kerja dalam mencapai tujan tertentu mendefinisan manajemen sebagai berikut :

“Management is theprocess of planning and decision making, organizing, leading and controlling andorganization human, financial, physical and information recources to archieveorganizational goals in an efficient and effective manner” Griffin (1990: 6)

Dikatakan manajemen adalah suatu proses perencanaan dan pengambilan keputusan, pengorganisasian, memimpin dan pengendalian organisasi manusia, keuangan, fisik dan informasi sumber daya untuk mencapai tujuan organisasi


(41)

secara efisiensi dan efektif. Nanang Fattah, (2004: 1) berpendapat bahwa dalam proses manajemen terlibat fungsi-fungsi pokok yang ditampilkan oleh seorang manajer atau pimpinan, yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian (organising), pengarahan (actuating), dan pengawasan (controlling). Oleh karena itu, manajemen diartikan sebagai proses merencanakan, mengorganising, mengarahkan, dan mengendalikan upaya organisasi dengan segala aspeknya agar tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien.

Pengertian manajemen telah banyak dibahas para ahli yang antara satu dengan yang lain saling melengkapi. Stoner yang dikutip oleh Handoko menyatakan bahwa “manajemen merupakan proses perencanan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan, usaha-usaha para anggota organisasi dan pengguna sumber daya organisasi lainya untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan”. Stoner menekanan bahwa manajemen dititik beratkan pada proses dan sistem. Oleh karena itu, apabila dalam sistem dan proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, penganggaran, dan sistem pengawasan tidak baik, proses manajemen secara keseluruhan tidak lancar sehingga proses pencapaian tujuan akan terganggu atau mengalami kegagalan (Shyhabuddin Qalyubi, 2007: 271).

Bedasarkan definisi manajemen di atas secara garis besar tahap-tahap dalam melakukan manajemen meliputi melakukan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan. Perencanaan merupakan proses dasar dari suatu kegiatan pengelolaan dan merupakan syarat mutlak dalam suatu


(42)

kegiatan pengelolaan. Kemudian pengorganisasian berkaitan dengan pelaksanaan perencanaan yang telah ditetapkan. Sementara itu pengarahan diperlukan agar menghasilkan sesuatu yang diharapkan dan pengawasan yang dekat. Dengan evaluasi, dapat menjadi proses monitoring aktivitas untuk menentukan apakah individu atau kelompok memperolah dan mempergunakan sumber-sumbernya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan.

Bedasarkan fungsi manajemen (pengelolaan) di atas secara garis besar dapat disampaikan bahwa tahap-tahap dalam melakukan manajemen meliputi: perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan. Fungsi-fungsi manajemen tersebut bersifat universal, di mana saja dan dalam organisasi apa saja. Namun, semuanya tergantung pada tipe organisasi, kebudayaan dan anggotanya. Pada penelitian ini, peneliti cenderung berpedoman pada pendapat Terry dalam The Liang Gie (2000: 21), yang menyatakan bahwa kegiatan atau fungsi manajemen, meliputi: perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan (actuating), dan pengawasan (controlling).

2.1.4.1 Perencanaan (Planning)

Batasan atau pengertian perencanaan bermacam-macam sesuai dengan pendapat para ahli manajemen. Menurut Sutarno NS (2004: 109), perencanaan diartikan sebagai perhitungan dan penentuan tentang apa yang akan dijalankan dalam rangka mencapai tujuan tertentu, dimana menyangkut tempat, oleh siapa pelaku itu atau pelaksana dan bagaimana tata cara mencapai itu.


(43)

“Planning is the basis from which all other function are spawned. Without a congruent plan, organizations usually lack a central focus”. Cropper (1998: 1) Bahwa perencanaan adalah dasar yang akan dikembangkan menjadi seluruh fungsi berikutnya. Tanpa rencana yang tepat dan padu sebuah organisasi akan kehilangan fokus sentral berpijak bukan sekedar daftar kegiatan yang harus Dilakukan.

Perencanaan merupakan suatu proses mempersiapkan serangkaian pengambilan keputusan untuk dilakukanya tindakan dalam mencapai tujuan organisasi, dengan dan tanpa menggunakan sumber-sumber yang ada. Adapun aspek perencanaan meliputi:

1. Apa yang dilakukan? 2. Siapa yang melakukan? 3. Di mana akan melakukan?

4. Apa saja yang diperlukan agar tercapainya tujuan dapat dilakukan? 5. Bagaimana melakukannya?

6. Apa saja yang dilakukan agar tercapainya tujuan dapat maximum? (Arikunto, 1993: 38)

Dengan demikian kunci keberhasilan dalam suatu pengelolaan atau manajemen tergantung atau terletak pada perencanaanya. Perencanaan merupakan suatu proses dan kegiatan pimpinan (manager) yang terus menerus, artinya setiap kali timbul sesuatu yang baru. Perencanaan merupakan langkah awal setiap manajemen. Perencanaan merupakan kegiatan yang akan dilakukan di masa depan dalam waktu tertentu untuk mencapai tujuan tertentu pula. Sebuah perencanaan yang baik adalah yang rasional, dapat dilaksanakan dan menjadi panduan langkah


(44)

selanjutnya. Oleh karena itu, perencanaan tersebut sudah mencapai permulaan pekerjaan yang baik dari proses pencapaian tujuan organisasi.

Berdasarkan uraian diatas, perencanaan pada hakekatnya merupakan proses pemikiran yang sistematis, analisis, dan rasional untuk menentukan apa yang akan dilakukan, bagaimana melakukanya, siapa pelaksananya, dan kapan kegitan tersebut harus dilakukan.

2.1.4.2 Pengorganisasian ( Organizing )

Rue dan Byars (2006:6) berpendapat: “Organizing is grouping activities, assigning activities an providing the authority necessary to carry out the

activities”. Pengorganisasian merupakan pengelompokan kegiatan-kegiatan

penugasan kegiatan-kegiatan penyediaan keperluan, wewenang untuk melaksanakan kegiatannya. Dalam suatu organisasi dituntut adanya kerja sama antara dua orang atau lebih untuk mencapai siatu tujuan secara efektif dan efisien. Organisasi merupakan suatu proses untuk merancang struktur formal, pengelompokan dan mengatur serta membagi tugas-tugas atau pekerjaan diantara para anggota organisasi agar tujuan organisasi dapat tecapai.

Untuk mencapai tujuan tersebut maka perlu dipilih orang yang memiliki kemampuan dan kompetensi dalam melaksanakan tugas. Oleh karena itu, perlu memilih dan menentukan orang yang akan dipercaya atau diposisikan dalam posisi tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu diperhatikan dalam hal proses penarikan, penempatan, pemberian latihan dan pengembangan anggotaanggota organisasi.


(45)

2.1.4.3 Pengarahan (Actuating )

Pengarahan (Direction) adalah keinginan untuk membuat orang lain mengikuti keinginannya dengan menggunakan kekuatan pribadi atau kekuasaan jabatan secara efektif dan pada tempatnya demi kepentingan jangka panjang perusahaan. Termasuk didalamnya memberitahukan orang lain apa yang harus dilakukan dengan nada yang bervariasi mulai dari nada tegas sampai meminta atau bahkan mengancam. Tujuannya adalah agar tugas-tugas dapat terselesaikan dengan baik.

Pengarahan berarti para manajer mengarahkan, memimpin dan mempengaruhi bawahan. Manajer tidak melakukan semua kegiatan sendiri, tetapi menyelesaikan tugas-tugas esensi al melalui orang-orang lain. Mereka juga tidak sekedar memberikan perintah, tetapi menciptakan iklim yang dapat membantu para bawahan melakukan pekerjaan secara paling baik.

Fungsi pengarahan adalah suatu fungsi kepemimpinan manajer untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi kerja secara maksimal serta menciptakan lingkungan kerja yang sehat, dinamis, dan lain sebagainya.

2.1.4.4 Pengawasan ( Controlling )

Pengawasan adalah kegiatan membandingkan atau mengukur yang sedang atau sudah dilaksanakan dengan kriteria, norma-norma standar atau rencana-rencana yang sudah ditetapkan sebelumnya (Sutarno NS, 2004:128).


(46)

Pengawasan atau kontrol yang merupakan bagian terakhir dari fungsi manajemen dilaksanakan untuk mengetahui:

a. Apakah semua kegiatan telah dapat berjalan sesuai dengan rencana sebelumnya.

b. Apakah didalam pelaksanaan terjadi hambatan, kerugian, penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang, penyimpangan dan pemborosan.

c. Untuk mencegah terjadinya kegagalan, kerugian, penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang penyimpangan, dan pemborosan.

d. Untuk meningkatkan efisien dan efektifitas organisasi. Tujuan pengawasan adalah:

1. Menentukan dan menghilangkan sebab-sebab yang menimbulkan kesulitan sebelum kesulitan itu terjadi.

2. Mengadakan pencegahan dan perbaikan terhadap kesalahan-kesalahan yang terjadi.

3. Mendapatkan efisiensi dan efektifitas.

Dengan demikian, perencanaan merupakan proses awal dari suatu kegiatan pengelolaan yang keberadaanya sangat diperlukan dalam memberikan arah atau patokan dalam suatu kegiatan, kemudian pengorganisasian berkaitan dengan penyatuan seluruh sumber daya yang ada untuk bersinergi dalam mempersiapkan

pelaksanaan kegiatan. Tahap berikutnya pengarahan dan pelaksanaan kegiatan yang selalu berpedoman pada perencanaan yang telah ditetapkan. Tahap terakhir adalah pengawasan yang meliputi kegiatan monitoring dan evaluasi tersebut, dapat dilakukan perbaikan selama kegiatan berlangsung atau untuk memperbaiki program kegiatan berikutnya sehingga tujuan yang telah direncanakan tercapai dengan baik.


(47)

2.1.5 Pelaksanaan Pembuatan Peraturan Daerah

Sesuai ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, materi muatan Perda adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Rancangan Peraturan Daerah dapat berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Gubernur atau Bupati/ Walikota. Apabila dalam satu kali masa sidang Gubernur atau Bupati/ Walikota dan DPRD menyampaikan rancangan Perda dengan materi yang sama, maka yang dibahas adalah rancangan Perda yang disampaikan oleh DPRD, sedangkan rancangan Perda yang disampaikan oleh Gubernur atau Bupati/ Walikota dipergunakan sebagai bahan persandingan.

Program penyusunan Perda dilakukan dalam satu Program Legislasi Daerah, sehingga diharapkan tidak terjadi tumpang tindih dalam penyiapan satu materi Perda. Ada berbagai jenis Perda yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kota dan Propinsi antara lain:

1. Pajak Daerah 2. Retribusi Daerah

3. Tata Ruang Wilayah Daerah 4. APBD

5. Rencana Program Jangka Menengah Daerah 6. Perangkat Daerah


(48)

7. Pemerintahan Desa 8. Pengaturan umum lainnya

Proses Penyusunan Peraturan Daerah

Dalam rangka tertib administrasi dan peningkatan kualitas produk hukum daerah, diperlukan suatu proses atau prosedur penyusunan Perda agar lebih terarah dan terkoordinasi. Hal ini disebabkan dalam pembentukanPerda perlu adanya persiapan yang matang dan mendalam, antara lainpengetahuan mengenai materi muatan yang akan diatur dalam Perda, pengetahuan tentang bagaimana menuangkan materi muatan tersebut ke dalam Perda secara singkat tetapi jelas dengan bahasa yang baik serta mudahdipahami, disusun secara sistematis tanpa meninggalkan tata cara yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia dalam penyusunan kalimatnya.

Prosedur penyusunan ini adalah rangkaian kegiatan penyusunanproduk hukum daerah sejak dari perencanaan sampai dengan penetapannya. Proses pembentukan Perda terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu:

1. Proses penyiapan rancangan Perda yang merupakan proses penyusunan dan perancangan di lingkungan DPRD atau di lingkungan Pemda (dalam hal ini Raperda usul inisiatif). Proses ini termasuk penyusunan naskah inisiatif (initiatives draft), naskah akademik (academic draft) dan naskah rancangan Perda (legal draft).

2. Proses mendapatkan persetujuan, yang merupakan pembahasan di DPRD.


(49)

3. Proses pengesahan oleh Kepala Daerah dan pengundangan oleh Sekretaris Daerah.

Ketiga proses pembentukan Perda tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Proses Penyiapan Raperda di lingkungan DPRD. Berdasarkan

amandemen I dan II Pasal 20 ayat (1) UUD 1945, DPR memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang dan berdasarkan Pasal 21 ayat (1) UUD 1945, anggota-anggota DPR berhak mengajukan usul rancangan Undang-Undang. Begitu pula di tingkat daerah, DPRD memegang kekuasaan membentuk Perda dan anggota DPRD berhak mengajukan usul Raperda. Dalam pelaksanaannya Raperda dari lingkungan DPRD diatur lebih lanjut dalam Peraturan Tata Tertib DPRD masing-masing daerah. Pembahasan Raperda atas inisiatif DPRD dikoordinasikan oleh Sekretaris Daerah atau unit kerja yang ditunjuk oleh Kepala Daerah. Setelah itu juga dibentuk Tim Asistensi dengan Sekretariat Daerah atau berada di Biro/Bagian Hukum.

2. Proses Penyiapan Raperda di Lingkungan Pemerintahan Daerah. Dalam proses penyiapan Perda yang berasal dari Pemerintah Daerah bisa dilihat dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 23 Tahun 2001 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah yang telah diganti dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah yang ditetapkan pada tanggal 19 Mei 2006.


(50)

3. Proses Mendapatkan Persetujuan DPRD. Pembahasan Raperda di DPRD baik atas inisiatif Pemerintah Daerah maupun atas inisiatif DPRD, dilakukan oleh DPRD bersama Gubernur/Bupati/ Walikota, Pemda membentuk Tim Asistensi dengan Sekretaris Daerah berada di Biro/Bagian Hukum. Tetapi biasanya pembahasan dilakukan melalui beberapa tingkatan pembicaraan. Tingkat-tingkat pembicaraan ini dilakukan dalam rapat paripurna, rapat komisi, rapat gabungan komisi, rapat panitia khusus dan diputuskan dalam rapat paripurna. Secara lebih detail mengenai pembahasan di DPRD baik atas inisiatif DPRD ditentukan oleh Peraturan Tata Tertib DPRD masingmasing. Khusus untuk Raperda atas inisiatif DPRD, Kepala Daerah akan menunjuk Sekretaris Daerah atau pejabat unit kerja untuk mengkoordinasikan rancangan tersebut.

4. Proses Pengesahan dan Pengundangan Apabila pembicaraan suatu Raperda dalam rapat akhir di DPRD telah selesai dan disetujui oleh DPRD, Raperda akan dikirim oleh Pimpinan DPRD kepada Kepala Daerah melalui Sekretariat Daerah dalam hal ini Biro/ Bagian Hukum untuk mendapatkan pengesahan. Penomoran Perda tersebut dilakukan oleh Biro/Bagian Hukum. Kepala Biro/Bagian Hukum akan melakukan autentifikasi. Kepala Daerah mengesahkan dengan menandatangani Perda tersebut untuk diundangkan oleh Sekretaris Daerah. Sedangkan Biro/Bagian Hukum bertanggung jawab dalam


(1)

Berdasarkan observasi di lapangan, insentif yang diberikan kepada aparatur dirasa kurang membawa dampak yang positif, hal tersebut dapat memunculkan seorang aparatur yang menjalankan tupoksi hanya karena sebuah insentif yang diberikan.

4.4 Struktur Birokrasi Dinas Kebersihan dan Pertamanan

Kota Cimahi Dalam

Mengimplementasikan

Pengelolaan Sampah di Kota Cimahi

Struktur organisasi bertugas melaksanakan kebijakan memiliki pengaruh besar terhadap pelaksanaan kebijakan, di dalam sturktur birokrasi terdapat dua hal penting yang dapat mempengaruhinya salah satunya yaitu aspek struktur birokrasi yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi standar (Standard operating procedurs) atau SOP. SOP ini merupakan pedoman untuk para pelaksana kebijakan dalam bertindak atau menjalankan tugasnya. Selain SOP yang mempengaruhi struktur birokrasi adalah fragmentasi yang berasal dari luar organisasi.

Wawancara dengan Kepala Bidang Kebersihan Kota Cimahi sebagai berikut :

“struktur birokrasi di Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi dilaksanakan dengan baik dan benar sesuai dengan SOP dan tanggung jawab pelaksana.”

Pemaparan hasil wawan cara dapat dijelaskan bahwa struktur birokrasi yang ada di Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi sudah dilaksanakan dengan baik, para aparatur dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi sudah menjalankan tugas sesuai dengan ketentuan yang berlaku sesuai dengan pembagian tugasnya masing-masing, sehingga aparatur tidak dibenarkan melaksanakan tugas yang bukan bagian dari kewenangannya. Struktur birokrasi yang baik akan memberikan dorongan kepada keberhasilan pelaksanaan implementasi kebijakan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah di Kota Cimahi,

srategi organisasi secara keseluruhan telah ditetapkan serta struktur organisasi telah dibentuk, sehingga hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana organisasi tersebut melakukan kegiatan atau menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik dan benar, karena struktur birokrasi memberikan andil yang besar dalam keberhasilan pelaksanaan implementasi kebijakan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah di Kota Cimahi.

Struktur organisasi menciptakan aparatur Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi yang menjalankan tugasnya secara profesional, hal tersebut bertujuan agar pelaksanaan implementasi kebijakan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah di Kota Cimahi dapat berjalan dengan baik sehingga menciptakan lingkungan yang bersih, sehat, nyaman dan terhindar dari wabah banjir. Struktur organisasi Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi dapat terlihat dari gambar struktur di bawah ini,

Kebijakan implementasi yang dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi secara maksimal terkait pengelolaan sampah di Kota Cimahi. Melalui bagan di atas memiliki beberapa tujuan yaitu memberikan kemudahan bagi Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi dalam mencapai target dan sasaran sebagai acuan untuk menggambarkan tingkatan keberhasilan dalam pelaksanaan kegiatan implementasi kebijakan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah di Kota Cimahi.

Dalam melaksanakan

Implementasi kebijakan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah di Kota Cimahi memerlukan suatu organisasi pelaksana yang dapat menjalankan dan mengontrol pelaksana kebijakan tersebut. Para pelaksana kebijakan diharapkan mengetahui tentang apa yang harus dikerjakan dan memiliki keinginan serta sumber daya yang cukup untuk melaksanakannya, namun aparatur masih memiliki hambatan oleh struktur birokrasi, yang mungkin menghalangi implementasi kebijakan.


(2)

Struktur birokrasi sering tehambat oleh berbagai perubahan dalam kebijakan, sumber daya yang kurang, serta munculnya tindakan-tindakan yang tidak dikehendaki dalam pelaksanaan kebijakan. Struktur birokrasi merupakan faktor keempat yang harus dipenuhi agar pelaksanaan suatu kebijakan dapat berjalan dengan lancar.

Berdasarkan hasil observasi di lapangan, bahwa struktur organisasi Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi sudah terkoordinasi dengan baik, akan tetapi dalam pelaksanaannya ada beberapa aparatur yang menjalankan tupoksi tidak sesuai dengan SOP.

4.4.1 Standard Operational Procedures (SOP) Dalam Mengimplementasikan

Pengelolaan Sampah di Kota Cimahi

Standard Operational Procedures (SOP) dalam pelaksanaan implementasi kebijakan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah di Kota Cimahi sangat diperlukan, hal ini bertujuan agar dalam pelaksanaan implementasi kebijakan tersebut tidak keluar dari jalur yang telah ditentukan sehiggga sesuai dengan peraturan yang telah ditentukan dan yang berlaku.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Bidang Kebersihan dan Staf Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi sebagai berikut :

“kami (Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi) dalam menangani sampah belum memenuhi Standard Operating Prosedures (SOP) dikarenakan para petugas yang masih minim dan fasilitas kendaraan yang masih kurang karena keterbatasan anggaran.”

“SOP Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi masih terkendala dengan kurangnya fasilitas kendaraan untuk mengangkut sampah dan kurangnya petugas lapangan.” Berdasarkan uraian diatas dapat dijelaskan bahwa standard operating prosedure (SOP) yang ada di Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota

Cimahi masih kurang. Hal ini terlihat dari pemaparan diatas yang menyatakan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi dalam menangani permasalahan pengelolaan sampah yang belum memenuhi Standard Operational Procedures (SOP), ini disebabkan oleh kurangnya fasilitas yang di ada di Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi dengan demikian Standard Operational Procedures (SOP) di Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi memiliki masalah yang serius terkait fasilitas sarana dan prasarana khususnya kendaraan pengangkut sampah.

Standard Operational Procedures (SOP) menciptakan aparatur Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi yang menjalankan tugasnya secara profesional, hal tersebut bertujuan agar pelaksanaan implementasi kebijakan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah di Kota Cimahi dapat berjalan dengan baik sehingga menciptakan kinerja yang maksimal.

Standard Operational Procedures (SOP) yang dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi terlaksana sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah di Kota Cimahi BAB I ketentuan Umum Pasal 1 ayat 22 yang mentyatakan “Tempat Pengelolaan Sampah Sementara yang selanjutnya disingkat TPSS adalah tempat yang harus ada di setiap pemakai persil dan/atau unit lingkungan yang terdiri atas satu atau beberapa Rukun Warga sebagai tempat untuk melakukan pengurangan sampah (reduce), guna ulang (reuse), dan daur ulang (recycle) dalam bentuk pengomposan, bank sampah dan kegiatan teknologi lainnya berdasarkan SOP yang dibuat Dinas.” dan Pasal 1 ayat 29 yang menyatakan “Standar Operasional Prosedur yang selanjutnya disingkat SOP sebagai petunjuk teknis pelaksanaan di lapangan.”

Standard Operating Procedures (SOP) yang ditetapkan oleh pemerintah pusat kepada Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi dalam pelaksanaan implementasi kebijakan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun


(3)

2011 Tentang pengelolaan Sampah di Kota Cimahi, diharapkan dapat menciptakan kinerja yang maksimal sehingga masyarakat dapat mengerti dan memahami terkait pelaksanaan implementasi kebijakan mengenai pengelolaan sampah.

Berdasarkan uraian di atas tentang Standard Operational Procedures (SOP) pelaksanaan implementasi kebijakan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 Tentang pengelolaan Sampah di Kota Cimahi yang digunakan untuk mendorong aparatur Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi dalam melaksanakan tugas secara maksimal dan optimal mengenai pengelolaan sampah agar tidak melenceng atau keluar dari aturan yang telah ditetapkan. Standard Operational Procedures (SOP) pelaksanaan implementasi kebijakan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 Tentang pengelolaan Sampah di Kota Cimahi yang dilaksanakan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi dapat dikatakan masih kurang baik dan belum berjalan dengan maksimal.

Berdasarkan hasil observasi di lapangan, Standard Operating Procedures (SOP) yang dimiliki oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi, belum memenuhi kriteria, dikarenakan adanya beberapa faktor yang menghambat seperti kurangnya petugas kebersihan dan kendaraan operasional sebagai penunjang keberhasilan penanganan sampah di Kota Cimahi.

4.4.2 Penyebaran Tanggung Jawab Dalam Aparatur Dalam Mengimplementasikan

Pengelolaan Sampah di Kota Cimahi

Fragmentasi atau pembagian tanggung jawab dalam pelaksanaan kebijakan implementasi Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah di Kota Cimahi terkait kegiatan pengelolaan sampah yang dilakukan oleh aparatur Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi sangat berpengaruh terhadap proses perencanaan yang telah ditetapkan dalam tahap perencanaan kebijakan implementasi pengelolaan sampah. Hubungan yang terjadi diantara

para aparatur Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi dengan masyarakat kota Cimah sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan kebijakan implementasi Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah di Kota Cimahi Penyebaran tanggung jawab yang diberikan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi melalui Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah di Kota Cimahi.

Berikut wawancara dengan Kepala Bidang Kebersihan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi sebagai berikut :

“Penyebaran tanggung jawab, kami (Dinas Kebersihan dan Pertamanan) dalam penyebaran tangung jawab dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku, tetapi dalam penyebaran tanggung jawab terdapat kendala yang masih terbatas para petugas.”

Dari urauan diatas menjelaskan bahwa penyebaran tanggung jawab yang dilakukan oleh aparatur Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi dalam melaksanakan tugasnya telah sesuai dengan aturan yang berlaku. Pada pelaksanaan kebijakan implementasi terkait masalah pengelolaan sampah penyebaran tangngung jawab kepada para aparatur Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi telah dilaksanakan dengan baik, meski demikian dalam hal penyebaran tanggung jawab terdapat beberapa kendala. Kendala pada permaslahan pertanggung jawaban seharusnya dapat terpecahkan dengan cepat, karena apabila kendala dalam penyebaran tanggung jawab akan menimbulkan ketidak efektivan dalam pelaksanaan kegiatan implementasi kebijakan terkait masalah pengelolaan sampah.

Aparatur Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi menjalankan tugannya sesuai dengan Standard Operating Procedurs (SOP) yang telah ditetapkan, hingga struktur birokrasi mencakup dimensi fragmentasi (fragmentation). Dalam tugasnya para aparatur Dinas Kebersihan dan


(4)

Pertamanan Kota Cimahi telah diberikan tugasnya dan diharapkan dapat berkomitmen dan bertanggung jawab dengan tugasnya masing-masing. Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi Kota Cimahi yang merujuk pada Standard Operating Procedurs (SOP) memberikan tugas pokok dan fungsi untuk membuat suatu kebijakan yang bertujuan pelaksanaan impementasi kebijakan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah di Kota Cimahi dapat berjalan dengan baik dan optimal dan masyarakat dapat memahami dan mengerti mengenai pengelolaan sampah, hingga akhirnya dapat memotivasi masyarakat untuk ikut serta dalam pelaksaan implementasi kebijakan tersebut.

fragmentasi (fragmentation) menghimbau terhadap aparatur Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi yang menjalankan tanggung jawab dari tugasnya secara profesional, hal tersebut bertujuan agar pelaksanaan implementasi kebijakan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah di Kota Cimahi dapat berjalan dengan baik sehingga menciptakan kinerja yang maksimal. fragmentasi (fragmentation) yang dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi terlaksana sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah di Kota Cimahi BAB V pembagian Tugas dan Tanggung Jawab Pasal 6. Tanggung jawab pengelolaan sampah bilamana dilakukan oleh mitra kerja yang ditunjuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

fragmentasi (fragmentation) yang ditetapkan oleh pemerintah pusat kepada Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi dalam pelaksanaan implementasi kebijakan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 Tentang pengelolaan Sampah di Kota Cimahi, diharapkan dapat menambah sumber daya manusia yang cukup dan menciptakan aparatur yang dapat bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya sesuai yang telah ditetapkan pada Standard Operating Procedurs (SOP) sehingga proses pelaksanaan implementasi

kebijakan mengenai pengelolaan sampah dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Berdasarkan hasil observasi dilapangan, dalam penyebaran tanggung jawab belum berjalan dengan baik, dikarenakan terkendala oleh kurangnya petugas kebersihan di lapangan.

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil wawancara, studi kepustakaan dan observasi mengenai implementasi kebijakan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah di Kota Cimahi dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Komunikasi yang terdiri dari transmission (penyampaian komunikasi), clarity (kejelasan), dan consistency (konsistensi) dalam implementasi kebijakan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah di Kota Cimahi yang dijalankan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi dalam menangani pengelolaan sampah Kota Cimahi merupakan cara agar masyarakat dapat menjalankan dan memahami kebijakan-kebijakan yang telah disamapaikan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi kepada masyarakat Kota Cimahi dengan baik agar tidak ada kesalah pahaman dalam menerima informasi. Oleh karena itu implementasi kebijakan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah di Kota Cimahi mengenai pengolahan sampah sudah berjalan dengan baik namun belum efektif.

2. Resources (Sumber daya) dalam pelaksanaan kebijakan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan sampah di Kota Cimahi belum maksimal, dikarenakan terhambat dengan anggaran dan para petugas Kebersihan kebanyakan yang sudah lanjut usia, dan jumlah kendaraan untuk mengangkut sampah yang sudah relatif tua dan banyak yang mengalami kerusakan merupakan terhambatnya salah satu faktor yang mempengaruhi


(5)

terlaksananya keberhasilan dalam suatu implementasi.

3. Disposition (sikap pelaksana) dalam kebijakan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah di Kota Cimahi cukup baik, Namun ada permasalahan lain yaitu masih adanya aparatur menjalankan tupoksi di luar peraturan-peraturan yang terkait masalah sampah di Kota Cimahi. dari segi insentif yang diberikan kepada para petugas kebersihan belum berjalan dengan baik, disebabkan karena keterbatasan anggaran Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi merupakan hal utama dalam pemberian insentif.

4. Bureucratic Structure (struktur birokrasi) dalam kebijakan implementasi Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah di Kota Cimahi dapat dinilai belum memenuhi kriteria. Hal tersebut terlihat dari adanya beberapa faktor yang menghambat seperti kurangnya petugas kebersihan dan kendaraan operasional sebagai penunjang keberhasilan penanganan sampah di Kota Cimahi.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan, maka peneliti memberikan saran bagi pelaksanaan implementasi kebijakan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah di Kota Cimahi, sebagai berikut:

1. Komunikasi antara aparatur dengan masyarakat sebaiknya lebih ditingkatkan secara berkala yang pertama dalam sosialisasi mengenai pengelolaan sampah lebih dirutinkan minimal dalam satu tahun bisa bersosialisasi dengan masyarakat 7 kali setidaknya. agar masyarakat menjadi tahu akan ketentuan yang tercantum didalam Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah di Kota Cimahi, baik itu melalui seminar dan iklan-iklan mengenai pengelolaan sampah, Sehingga dapat meningkatkan rasa

kesadaran masyarakat akan dampak dari penumpukan sampah. 2. Untuk meningkatkan produktivitas

kerja, Pemerintah Kota Cimahi harus memberikan insentif yang cukup kepada para pelaksana kebijakan yaitu aparatur dan petugas kebersihan dalam hal insentif.

3. Pemerintah Kota Cimahi sebagai pelaksana kebijakan harus lebih sigap dalam permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam kasus TPA Leuwi Gajah yang diharapkan dalam hal peninjauan dan pengawasan harus dilakukan secara berkala minimal 1 bulan 2 kali ada aparatur yang meninjau ke lapangan.

4. Mengenai sarana dan prasarana pemerintah harus menambahkan alat oprasional untuk mengangkut sampah, yang semakin tahun volume sampah semakin bertambah agar proses pelaksanaan kebijakan dapat berjalan dengan optimal.

DAFTAR PUSTAKA A. BUKU-BUKU

Abdul, Wahab. 2004. Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi Kebijahanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.

Abdul Wahab, Solichin, 1997. Evaluasi kebijakan Publik. Penerbit FIA UNIBRAW dan IKIP Malang. Ali, Lukman,dkk. 1995. Kamus Besar

Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Arikunto, Suharsimi, 1993, Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.

Arya Wardhana ,W.2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Cetakan Keempat.

Yogyakarta : Penerbit Andi. Edward III, George C. 1980.

Implementation Public Policy. Washington DC : Congresional Quarter Press.


(6)

Friedrich, Carl J. 1963. Man and His Government. Newyork: McGraw-Hill.

Gie, The Liang 2000. Administrasi Perkantoran. Yokyakarta : Modern Liberty

Griffin, J.E. 1996. The Thyroid. p.260-283. Textbook of endocrine physiology. Third edition. New York oxford. Oxford University Press.

Indiahono, Dwiyanto. 2009. Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy Analysis. Yogyakarta: Gava Media.

Islamy, M. Irfan. 1997. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Sinar Grafika. Rachmat, Jalaluddin. Metode Penelitian

Komunikasi Dilengkapi Contoh Analisis Statistik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.2009. Mazmanian, Daniel H., dan Paul A.

Sabatier, 1983, Implementation and Public Policy, New York: HarperCollins.

Meter, Donald Van, dan Carl Van Horn.

1975. The Policy

Implementation Process: A Conceptual Framework dalam Administration and Society 6, 1975. London: Sage.

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.2009

Nugroho, Riant. 2003. Kebijakan Publik: Formulasi, implementasi dan evaluasi. Jakarta: PT Alex Media Komputindo.

Stoner, James A.F. dan Alfonsus Sirait. 1991. Manajemen. Jakarta: P.T Gelora Aksara Pratama.

Suharsimi Arikunto. (1993). Prosedur penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.

Sutarno, NS. Perpustakaan Dan Masyarakat. Jakarta : Sagung Seto, 2004.

Winarno, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media Pressindo.

Wardhana, W.A. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Cetakan keempat.

Yogyakarta : Penerbit ANDI.

B. UNDANG-UNDANG

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah.

Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga.

Peraturan Daerah Kota Cimahi Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah.

C. RUJUKAN ELEKTRONIK

http://jabarprov.go.id/index.php/news/83 58/2014, diakses pada hari Kamis. Tanggal 06 Maret 2014, Pukul 17:29.

http://aldyputra.net/2012/01/pen

gertian-sampah-organik-dan-non-organik/, diakses pada hari Jumat Tanggal 07 Maret 2014, Pukul 18.34.