Pemanenan daun jambu biji merah pada dua fase pertumbuhan untuk optimasi bahan bioaktif flavonoid

PEMANENAN DAUN JAMBU BIJl MERAH
PADA DUA FASE PERTUMBUHAN UNTUK
OPTIMASI BAHAN BIOAKTIF FLAVONOID

ARDIANTO MUFA'ADI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

PERNYATAAN MENGENAI TESlS
DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pemanenan Daun Jambu Biji
Merah pada Dua Fase Pertumbuhan untuk Optimasi Bahan Bioaktif Flavonoid
adalah karya saya beserta komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber inforniasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.


Arc/ilicmfokIz!fi/'r/c/i
NIM A351040141

ABSTRAK
ARDIANTO MUFA'ADI. Pemanenan Daun Jambu Biji Merah pada Dua Fasc
Pertumbuhan untuk Optimasi Bahan Bioaktif Flavonoid. Dibimbing oleh
SANDRA ARlFlN AZIZ dan MUNlF GHULAMAMDI.
Pemanenan daun untuk pemenuhan kebutuhan bahan baku obat tradisonal
melibatkan banyak proses fisiologis didalam tubuh tanaman terutama dalam
menghasilkan flavonoid yang berguna sebagai anti oksidan. Perbedaan jumlah
daun yang dipanen dan fase tumbuhan yang terbagi dua, yaitu fase vegetatif dan
generatif, menjadi faktor yang berperan dalam sintesis flavonoid dan
mempengaruhi produksinya dalam tanaman.
Dalam percobaan ini dipelajari banyaknya jumlah daun yang dipanen pada
tiap-tiap cabang tersier yaitu 0,25, 50, dan 100% pada tanaman jambu biji merah
yang berasal dari cangkokan berumur empat tahun yang berada dalam fase
vegetatif dan generatif. Pemanenan dilakukan 9 minggu setelah petnanenan
penyeragaman dan 50% tanatnan dengan perlakuan fase generatif mengeluarkan
bunga. Pola pertumbuhan dan produksi flavonoid tanatnan percobaan

rnenggunakan rancangan acak kelompok faktorial dengan pengukuran berulang
mcmperhatikan faktor waktu serta menggunakan uji lanjut D~inccrr?:s Mzilli,r7le
Rcinge Test (DMRT).
Pemanenan daun 25% secara nyata meningkatkan jumlah daun dan
membedkan hasil paling tinggi sampai 766.30 daunl tanatnan dan cabang
kuarterner baru sebanyak 31.25 caband tanaman pada akhir percobaan. Indeks
luas daun dan bobot kering daun terlihat menurun pada akhir percobaan. Bobot
kering tertinggi 156.94 gl tanaman dan indeks luas d a m tertinggi 0.47 juga
dihasilkan pada perlakuan pemanenan daun 25%. Produksi flavonoid terendah
dihasilkan pada tanaman fase vegetatif dengan perlakuan pemanenan daun 100%
scbesar 7.82 g/ tanaman dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Prod~iksi
llavonoid tertinggi dihasilkan pada tanaman dengan fase generatif dengan
pemanenan daun 50% sebesar 89.90 g/ tanaman.

0Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007
Hak cipta dilindungi
Dilrrcing n7engzrlip dtn7 tnernperhtrr7y(rk I N ~ ~izin
/ ) Nler./lr/i.s ~k(rt.i/r?.slillrl Pcr.1~1nic1t7
Bogor., sehugiern crlmr .selt1rlr/7nytr t l r l ~ i rhenrzrk
?~

~II)NI)III~,
hcrik cclcrk.,fo~okol>i,
n7ikr.(!filn7, ctcrn seh~rgcrit~ycr

PEMANENAN DAUN JAMBU BIJI MERAH
PADA DUA FASE PERTUMBUHAN UNTUK
OPTIMASI BAHAN BIOAKTIF FLAVONOID

ARDIANTO MUFA'ADI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007


Judul Tesis
Nama
NIM

: Pemanenan

Daun Jambu Biji Merah pada Dua Fase
Pertumbuhan untuk Optimasi Bahan Bioaktif Flavonoid
: Ardianto Mufa'adi
: A351040141

Disetujui
Komisi Pembimbing

unif Ghulamahdi, MS

Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, MS
Ketua

Diketahui


Ketua Program Studi Agronomi

Tanggal Ujian : J-6 AUG 20m

Tanggal Lulus :

0 4 S EP 2007

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah niemberi
kekuatan dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan. Tema
yang dipilih dalam percobaan yang ditaksanakan sejak bulan Maret 2006 ini
adalah pemanenan daun jambu biji merah untuk optimasi bahan bioaktif flavonoid
dengan judul Pemanenan Daun Jambu Biji Merah pada Dua Fase Pertumbuhan
untuk Optimasi Bahan Bioaktif Flavonoid.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, MS dan
Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS selaku pembimbing. Penghargaan penulis
salnpaikan kepada bapak Ir. Nirwan Sahiri, MS dan para staf pelaksana dari
Kebun Percobaan Pusat Studi Biofarmaka Darmaga Bogor atas bantuan diskusi

dan pengumpulan data di lapangan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, Anggi Nindita, SP. serta teman-teman di
Program Studi Agronomi Sekolah Pascasarjana IPB atas do'a dan dukungannya.
Harapan penulis semoga karya ilmiah ini dapat menjadi acuan yang baik
dalam pelaksanaan percobaan lanjutan dan berguna bagi pihak lain yang
memerlukannya.

Bogor, Agustus 2007

Ardianfo Mufa 'adi

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 19 September 1980 dari ayah
Bambang Marsudi dan ibu Malia Mitayati. Penulis merupakan anak kedua dari
tiga bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Agronomi,
Fakultas Pertanian, lulus pada tahun 2003. Kesempatan melanjutkan pendidikan
ke program magister diperoleh pada tahun 2004 pada program studi dan
perguruan tinggi yang sama.
Penulis bekerja di PT. Bumindo Hastajaya Utama yang bergerak di bidang
pembibitan tanaman jati pada tahun 2003 di Depok Jawa Barat dengan tanggung

jawab sebagai Penyelia Laboratorium Kultur Jaringan. Saat ini penulis bekerja di
bidang perbankan pada PT. Bank Bukopin, Tbk. sebagai Accozml Qficer Grup
Bisnis Usaha Kecil Menengah dan Koperasi Area I Jakarta sejak tahun 2006.
Selama mengikuti program magister, penulis tercatat sebagai pengurus
Forum Mabasiswa Pascasarjana tahun kepengurusan 2003-2004. Karya ilmiah
berjudul Pengaruh Konibinasi Zat Pengatur Tunibuh BAP dan IAA terhadap

~
Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Daun Dewa ( G y n z ~ rprocunzhmn.~
(Back.)) dalam Kultur in Vitro telah diterbitkan pada Buletin Agronomi Volume
XXXII No. 3 bulan Desember tahun 2004. Karya ilmiah tersebut merupakan
karya ilmiah penulis pada program sarjana yang dipublikasikan.

DAFTAR IS1

DAFTAR TABEL..........................................................................................
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................
PENDAHULUAN
Latar Belakang......................................................................................

Tujuan ...................................................................................................
Hipotesis...............................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA
... i
Tanaman Jambu B ~ j.............................................................................
Pemanenan Daun ..................................................................................
Senyawa Flavonoid...............................................................................
Kandungan Senyawa pada Daun Jambu Biji........................................
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat................................................................................
Bahan dan Alat ......................................................................................
Metode..................................................................................................
Pelaksanaan di Lapang..........................................................................
Pelaksanaan di Laboratorium................................................................
Pengamatan...........................................................................................
HASlL DAN PEMBAHASAN
..
Kond~slUmum ......................................................................................
Pertunlbuhan Organ Vegetatif Jambu Biji Merah................................
Perturnbuhan Organ Generatif Jambu Biji Merah................................

Bobot Basah dan Kering Daun Jambu Biji Merah................................
Pertambahan Indeks Luas Daun Janlbu Biji Merah ..............................
Produksi Bahan Bioaktif Flavonoid Daun
... I ..................................................................................
Jambu B ~Merah
Pengaruh Faktor Waktu terhadap Pertumbuhan
dan Produksi Jambu Biji Merah............................................................
Interaksi antara Fase Pertumbuhan. Pemanenan Daun. dan Waktu
Pengamatan terhadap Pertambahan Jumlah Daun.................................
SIMPULAN DAN SARAN...........................................................................
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................
LAMPIRAN ..................................................................................................

viii

DAFTAR TABEL

1. Cara Panen pada Perlakuan Pemanenan Daun....................................

12


2. Data Klimatologi Badan Meteorologi dan Geofisika
Stasiun Darnlaga Bogor......................................................................

18

3. Rekapitulasi FIasil Sidik Ragam Percobaan....................................... 19

4. Pengaruh Fase Pertumbuhan terhadap Pertambahan Jumlah
...
Daun Ja~nbuBIJIMerah..................................................................... 22
5. Pengaruh Pemanenan Daun terhadap Pertambahan Jun~lah
...
Daun Jambu BIJIMerah ..................................................................

23

6. Pengaruh Perlakuan terhadap Jumlah Cabang Tersier dan
...
Kuarterner Jambu BIJIMerah .........................................................


24

7. Pengaruh Perlakuan terhadap Waktu Munculnya
Cabang Kuartener Pertama ...............................................................

25

8. Pengaruh Fase Pertumbuhan terhadap
...
Jumlah Buah Jan~buBIJIMerah.........................................................

26

9. Pengaruh Pemanenan Daun terhadap
Jumlah Buah Jambu Biji Merah.........................................................

27

10. Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Basah dan Kering
Daun Jambu Biji Merah pada Awal Percobaan.................................. 28
11. Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Basah dan Kering
Daun Jambu Biji Merah pada Awal Percobaan.................................. 28
12. Pengan~hPerlakuan terhadap Indeks Luas Daun
...
Jambu BIJIMerah............................................................................... 29
13. Interaksi Perlakuan terhadap Produksi Bahan Bioaktif
Flavonoid pada Akhir Percobaan...................................................... 30
14. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Faktor Waktu...........................

31

15. Produksi Daun Jambu Biji merah pada
Awal dan Akhir Percobaan................................................................. 32

DAFTAR GAMBAR

1. Struktur Molekul Flavonoid .............................................................

6

2 . Bagan Alir Pelaksanaan Percobaan ..................................................

12

3. T~rrnbuhnyaCabang Kuarterner dan Cabang Pentaner ......................

18

4 . Hubungan Jumlah Daun. Jumlah Buah. dan
Produksi Flavonoid Selama Masa Percobaan .....................................

32

5. Interaksi Fase Pertumbuhan. Pemanenan Daun. dan
Waktu Pengamatan terhadap Pertambahan Jumlah Daun................... 33

DAFTAR LAMPIRAN

1. Jadwal Pelaksanaan Percobaan ..........................................................

..

39

2. Data A n a l ~ s Tanah
~ s ...........................................................................

40

3. Rumus Molekul Rutin .....................................................................

41

PENDAHULUAN
L a t a r Belakang
Obat herbal yang seringkali didefinisikan oleh masyarakat sebagai obat
yang berbahan baku dari tumbuhan atau obat tradisional telah mendapat tempat
tersendiri di hati masyarakat. Sebenarnya sejak lama masyarakat Indonesia telah
menggunakan tumbuhan yang ada di alam sebagai obat tradisional untuk
mengobati bermacam-macam penyakit. Minum obat tradisional sudah menjadi
kebiasaan dan khasiatnya telah diyakini sejak zaman nenek moyang. Kebiasaan
ini sampai sekarang tetap bertahan walaupun penemuan obat-obatan berbahan
baku sintetik kimia berkembang dengan pesat. Penggunaan obat tradisional oleh
inasyarakat tidak terlepas dari menjamumya konsep back lo nature yang
memberikan kesan aman untuk dikonsumsi, artinya selain kemampuan mengobati
penyakitnya relatif sama dengan obat berbahan baku kimia juga karena tidak
adanya efek samping yang ditimbulkan.
Indonesia sebenamya termasuk bemntung memiliki kekayaan alam yang
beraneka ragam dan merupakan salah satu yang terbesar di dunia. Terbentang di
belahan nusantara sekitar 9 606 spesies tumbuhan obat, namun bam 350 spesies
diantaranya yang telah teridentifikasi dan hanya 3 - 4% saja yang telah
dikomersilkan. Hal ini karena untuk sampai ke tangan konsumen dalam bentuk
kemasan diperlukan proses berantai yang sangat panjang. Produksi tanaman obat
tidak hanya mementingkan hasilnya yang melimpah, namun juga tidak kalah
penting kandungan metabolit sekundemya yang memberikan khasiat tertentu.
Dengan demikian dalarn membudidayakan tanaman obat juga harus diperhatikan
segala aspek yang berkaitan dengan tanaman tersebut, misalnya klimatologi, sifat
tanah, teknik budidaya mulai pemilihan bibit yang baik hingga pemanenan, proses
pengolahan, sampai pada pengemasan akhir (Astawan 2006).
Proses pemanenan merupakan masa kritis yang menentukan kualitas bahan
baku obat tradisional. Waktu pemanenan, teknik pemanenan, pengeringan setelah
panen, hingga pengolahan menjadi simplisia memegang peranan penting untuk
mendapatkan kualitas bahan baku yang baik. Penanganan yang tidak tepat dapat
merubah sifat kimia bahan termasuk di dalamnya dekompartemensi enzim-enzim

atau penguraian senyawa-senyawa kimia, yang dapat menurunkan khasiat atau
bahkan merubah kandungan metabolit sekunder sehingga khasiat yang diharapkan
tidak tercapai (Garcia et al. 2003).
Senyawa metabolit sekunder menurut I-Iornok (1992) diproduksi melalui
sintesis secara biologi dalam tubuh tanaman dan terakumulasi dalam jumlah yang
sangat sedikit, seringkali kurang dari satu persen dari bobot kering tanaman.
Lugasi et ul. (2003) menyatakan bahwa karakteristik antioksidan pada tananlan
dapat ditandai oleh kandungan polifenol yang ada di dalamnya. Polifenol dapat
dibagi menjadi paling sedikit sepuluh kelompok yang berbeda bergantung dari
struktur dasar kimianya. Flavonoid, yang merupakan kelompok paling penting,
dapat dikelompokkan lebih jauh menjadi tiga belas kelompok. Penelitian Qian dan
Nihorimbere (2004) mengungkapkan kandungan total fenolik pada jambu biji
sebesar 575.3k15.5 dan 51 1.6k6.2 mg setara asam galat/ g bobot kering daun.
Jambu biji (Psidiurn guajava L.), secara taksonomi termasuk famili
My~taceae,merupakan salah satu tanaman tropis yang cukup populer. Dalam

bahasa Inggris disebut guava, sedangkan di Indonesia dikenal nama lainnya
seperti jambu batu, jambu klutuk, atau jambu siki (Astawan 2006). Tumbuh di
banyak tempat di Indonesia namun belum intensif dibudidayakan. Kebanyakan
masih dipelihara masyarakat sebagai tanaman pekarangan. Di daerah Bogor,
petani yang telah membudidayakan tanaman jambu biji secara intensif dalam
perkebunan skala kecil untuk tujuan komersil

tersebar di daerah pinggiran

kabupaten mulai daerah Cimanggu, Cilebut, Bojong Gede, sampai Kotamadya
Depok. Produk dari tanarnan tersebut adalah buah jambu biji rnerah yang
dijajakan di pasar-pasar dan stasiun-stasiun kereta antara Bogor - Depok. Dengan
mengeluarkan uang seribu rupiah saja pembeli sudah dapat menikrnati sebuah
jambu biji merah berukuran kurang lebih sekepalan orang dewasa. Buah jambu
biji digemari orang karena rasa dan aromanya yang enak, juga mengandung
vitamin C yang tinggi (Sujiprihati 1985). Vitamin C yang dikandung buah jambu
biji sebesar 300 g/ kg buah (Nakasone dan Paul1 1999).
Selain buahnya yang digunakan sebagai penyegar tubuh atau yang barubaru ini dipercaya untuk meningkatkan kandungan trombosit bagi penderita
demam berdarah, daun jambu biji juga tidak kalah berkhasiat apabila

dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional. Daun jambu biji seringkali dipetik
langsung dari pohon kemudian dikonsumsi secara mentah setelah terlebih dahulu
dibersihkan untuk mendapatkan khasiatnya. Masyarakat Jawa menggunakan daun
jambu biji sebagai obat diare yang telah menahun, menghentikan pendarahan, dan
anti radang (Wijayakusuma et nl. 1984; Heyne 1987; Soedibyo 1998). Kegunaan
lain dari ekstrak daun jambu biji adalah antimutagenik, ohat asma, dan obat batuk
(Garcia et nl. 2003).
Berkaitan dengan pentingnya proses pemanenan, dalam menentukan
kandungan metabolit sekunder pada daun jambu biji untuk tujuan pengobatan agar
khasiatnya tetap terjaga dengan baik, tidak bisa dikesampingkan bahwa pada
proses ini tanaman mengalami perubahan proses fisiologis dalam tubuhnya.
Aktivitas pemanenan daun dalam jumlah banyak, misalnya untuk pemenuhan
permintaan konsumen yang tinggi, menyebabkan jumlah daun per tanaman
berkurang. Berkurangnya jumlah daun tersebut turut mempengamhi pertumbuhan
dan perkembangan tanaman karena daun merupakan penghasil metabolit yang
dibutuhkan tanaman (source) melalui proses fotosintesis. Dari daun, metabolitmetabolit tersebut ditranspor ke bagian-bagian lain dari tumbuhan (sink) untuk
menunjang pertumbuhan dan perkembangannya (Astawan 2006).
Hubungan source dan sink pada aliran distribusi metabolit memberi
peranan penting pada tanaman. Menurut Geiger (1987) distribusi asimilat pada
tanaman dapat dipengamhi oleh berkurangnya daun yang berfungsi sebagai
source dalam distribusi hasil fotosintesis dan metabolisme. Perbedaan fase
pertumbuhan tanaman pada saat tanaman didominasi oleh pertumbuhan vegetatif
dan pada saat tanaman memasuki fase generatif turut mempengaruhi hasil
asimilat. Dickson et al. (2000) menyatakan bahwa kemampuan sink untuk
mengimpor hasil asimilat berkaitan dengan ukuran sink, tingkat pertumbuhan,
aktivitas metabolik, dan tingkat respirasi. Distribusi asimilat pada tanaman inilah
yang menentukan kualitas kandungan metabolit sekunder temtama dalam ha1
jumlah yang terkandung didalam tanaman.
Dari pemaparan di atas dipahami bahwa teknik pemanenan yang baik dan
tepat diperlukan dalam budidaya agar tanaman dapat memberikan produksi
metabolit sekunder yang optimum tanpa mengganggu pertumbuhannya. Oleh

karena itu percobam i ~ dirancang
~ i
untuk menerapkan berbagai teknik pemanenan,
terutama pada banyaknya daun dipanen, untuk optimasi kandungan metabolit
sekunder

flavonoid

dengan

memperhatikan

kondisi

pertumbuhan

dan

perkembangan tanaman jambu biji merah.

Tujuan
Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh fase pertumbuhan
tanaman dan jumlah daun dipanen terhadap pertumbuhan dan perkembangan
tanaman jambu biji merah serta produksi bahan bioaktif flavonoid daunnya.

Hipotesis
1. Terdapat pengaruh fase pertumbuhan tanaman terhadap pertumbuhan dan

perkembangan tanaman jambu biji merah
2. Terdapat pengaruh pemanenan

daun terhadap

pertumbuhan

dan

perkembangan tanaman jambu biji merah
3. Terdapat interaksi antara fase pertumbuhan tanaman jambu biji merah dan

pemanenan

daun jambu

biji

merah

terhadap pertumbuhan

dan

perkembangan tanaman jambu biji merah
4. Terdapat pengaruh waktu pengamatan terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tanaman jambu biji merah

5. Terdapat pengaruh interaksi antara fase pertumbuhan tanaman jambu biji
merah dengan waktu pengamatan

6. Terdapat pengaruh interaksi antara pemanenan daun jambu biji merah
dengan waktu pengamatan
7. Terdapat interaksi antara fase pertumbuhan tanaman, pemanenan daun,
dan waktu terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman jambu biji
merah

TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Jambu Biji
Tanaman jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan tanaman asli
Amerika tropis. Di Jawa umumnya ditanam pada ketinggian kurang dari 1 200
meter di atas permukaan laut (Heyne 1987). Bunga terdapat di ujung cabang
(aksilar), daunnya oval sampai dengan elips dengan pinggiran rata melingkar dan
ujung meruncing, serta daging buah benvarna putih kekuningan atau merah terang
(Backer dan Van den Brink 1963).
Buah jambu biji yang besar dengan daging buah benvarna putih mulamula diperkenalkan dan dijual ke masyarakat oleh seorang pekebun dari Florida
dengan nama P. gzrinense atau P. guiunense, sementara buah jambu biji dengan
daging buah benvarna merah diintroduksi ke California dengan nama P.

a~omaticum.Kedua varietas itu kini dimasukkan ke dalam satu golongan spesies
yaitu P. guajava (Popenoe 1974).
Produksi buah jambu biji dapat dipicu melalui perlakuan pemangkasan,
pengguguran daun menggunakan bahan kimia, maupun pemupukan. Pertumbuhan
vegetatif, ditandai munculnya daun-daun baru setelah perlakuan pengguguran
daun menggunakan urea, ethapon, dan detergen, berawal pada 3-4 minggu setelah
perlakuan. Pertumbuhan generatif, ditandai dengan fase pembungaan, terjadi pada
9-12 minggu setelah perlakuan diikuti pembentukan buah pada 12-16 minggu
setelah perlakuan dan pematangan buah pada 16-24 minggu setelah perlakuan
(Nakasone dan Paul1 1999).
Pemanenan Daun
Pemanenan daun untuk tujuan pemanfaatan bahan obat dan pemangkasan
untuk tujuan pemeliharaan

maupun produksi memiliki kesamaan yaitu

berkurangnya jumlah daun per tanaman. Pertumbuhan vegetatif tanaman dengan
cepat akan berlangsung setelah pemanenan daun seperti halnya pada tanaman
yang dipangkas. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan keseimbangan rasio
akar dan tajuk. Aliran distribusi air, nutrisi, dan cadangan makanan berlangsung
dari sistem perakaran yang tidak terganggu menuju area tajuk yang mengalami

pemangkasan (Janick 1972). Rasio akar dan tajuk dapat mempengaruhi
pertumbuhan, pembungaan, dan pembuahan pada tanaman. Setelah pemanenan
daun, luas permukaan daun akan menurun dan menyebabkan berkurangnya proses
fotosintesis. Cadangan makanan berupa karbohidrat akan dialihkan untuk
pertumbuhan tunas baru (Denisen 1979).
Distribusi fotosintat dalam tanaman menunjukkan hubungan antara
produksi fotosintat oleh daun sebagai source dan kebutuhan asimilat oleh sink
karena itu karakteristik tumbuh tanaman, tahapan pertumbuhan daun, dan
perkembangan tanaman dapat mempengaruhi distribusi hasil metabolisme
(Geiger 1987). Kemampuan sink untuk mengimpor hasil asimilat berkaitan
dengan ukuran sink, tingkat pertumbuhan, aktivitas metabolik dan tingkat
respirasi. Daun pada saat .flush memiliki ukuran sink yang besar sehingga hasil
fotosintesis dialirkan ke daunflush. Kebanyakan penelitian mengenai perubahan
source dan sink melibatkan manipulasi tanaman seperti pengguguran buah,
pengguguran daun, dan perlakuan naungan (Dickson et al. 2000).

Senyawa Flavonoid

Senyawa flavonoid merupakan golongan senyawa fen01 yang dihasilkan
dari metabolisme sekunder pada tanarnan. Flavonoid telah ada di alam selama
lebih dari jutaan tahun (Swain 1975). Pada tanaman, flavonoid disintesis dari
asam amino aromatik, yaitu tirosin dan fenilalanin, bersama-sama dengan unit
asetat melalui lintasan asetat dan sikimat (Bravo 1998; Middleton et al. 2000).
Dengan bantuan enzim tirosin amonia lyase dan fenilalanin amonia lyase, tirosin
dan fenilalanin terkonversi menjadi sinarnat yang kemudian berkondensasi dengan
asetat membentuk struktur flavonoid (Middleton et al. 2000). Stmktur flavonoid
dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur Molekul Flavonoid

Flavonoid dibedakan berdasarkan ikatan molekulnya menjadi lima
golongan yaitu flavanol, antosianidin, flavon, flavanon, dan chalcon. Struktur
dasar flavonoid terdiri atas dua cincin benzene (A dan B) yang terhubung oleh
cincin piran atau pirone heterosiklik dengan ikatan rangkap di tengahnya (C).
Pembagian golongan tersebut berdasarkan ada atau tidak adanya ikatan rangkap
pada posisi 4, ikatan rangkap antara atom karbon pada posisi 2 dan 3 pada cincin
C, dan gugus hidroksil pada cincin B. Pada struktur flavonoid, gugus fenil
biasanya berikatan pada posisi 2 cincin B, sementara isoflavonoid pada posisi 3.
Nucleus (Bilyk dan Sapers 1985; Middleton el al. 2000).
Flavonoid memiliki banyak kegunaan, beberapa di antaranya masih belum
dapat dimengerti. Sebagai contoh, flavonoid berpengaruh dalam pertumbuhan
pada in vitro tetapi tidak demikian halnya pada percobaan in vivo. Flavonoid juga
berfungsi sebagai enzim inhibitor, memberi warna pada tanaman. atraktan bagi
polinator, dan sebagai antibiotik terhadap serangan virus (Vickery dan Vickery
1981). Pada manusia flavonoid memiliki kegunaan sebagai anti oksidan, anti
kanker, anti alergi, dan anti virus (Hertog el al. 1992; Middleton et al. 2000).
Flavonoid juga sangat efektif dalam mengikat radikal bebas dari hidroksil dan
peroksil sehingga dapat mencegah penyakit kanker dan jantung (Manach el al.
1996). Konsumsi buah-buahan dan sayuran yang mengandung flavonoid juga
penting bagi keseimbangan diet yang sehat (Lugasi et al. 2003).

Kandnngan Senyawa pada Daun Jambu Biji
Senyawa kelompok sesquiterpen hidrokarbon terdapat pada daun jambu
biji seperti p-karyofilena, P-bisabolena, aromadendrena, p-selinena, nerolidiol,
karyofilena oksida, longisiklena, dan sel-1 I-en-4a-01 (Smith dan Siwatibau 1975).
Quercetin yang termasuk golongan flavonoid dapat berfungsi sebagai anti diare
(Lutterodt et al. 1999). Analisis fitokimia dari daun jambu biji memperlihatkan
adanya tanin, fenol, triterpen, minyak atsiri, saponin, lektin, karotenoid, asam
askorbat, asam lemak, dan quercetin (Garcia 2003).
Anti oksidan terkuat yang ditemukan pada daun jambu biji adalah asam
askorbat. Ditemukan pula di dalamnya kandungan total fenolik sebesar

575.321 5.5 dan 51 1.626.2 mg setara asam galat1 g berat kering daun. Kandungan
fenolik dalam jumlah besar tersebut dapat menghambat reaksi peroksidasi pada
tubuh sehingga dapat mencegah penyakit kronis seperti diabetes, kanker, dan
serangan jantung (Qian dan Nihorimbere 2004).

BAI-IANDAN METODE
IVaktu dan Tempat
Percobaan dilakukan pada Maret 2006 sampai dengan November 2006.
Percobaan dilaksanakan di Kebun Pusat Penelitian Biofarmaka Institut Pertanian
Bogor dan di Laboratorium Bogor Agro Lestari bekerjasarna dengan Balai
Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Cimanggu Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah tanaman jambu biji merah hasil cangkokan
berumur empat tahun

yang ditanam di Kebun Pusat Penelitian Biofarmaka

Institut Pertanian Bogor dan bahan-bahan penunjang laboratorium untuk analisis
kandungan flavonoid. Alat yang digunakan adalah alat pencacah (hand counter),
alat-alat penunjang laboratorium untuk analisis kandungan flavonoid, dan
spektrofotolneter UV.
Metode
Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan
memperhatikan faktor waktu (Randomized Factorial Block Design in Time).
Untuk perlakuan yang berpengaruh nyata dilakukan uji lanjut menggunakan
Duncan's Multiple Range Test (DMRT) pada taraf kesalahan 5 %.
Faktor-faktor perlakuan yang digunakan dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Fase pertumbuhan, terdiri atas :

F1= Fase vegetatif, tanaman dipertahankan agar berada pada fase vegetatif
dengan membuang bunga yang muncul
F2= Fase berbunga, tanaman dibiarkan berkembang sampai muncul bunga
sempurna
2. Pemanenan daun, terdiri atas :
PI = Pada awal percobaan tanpa pemanenan daun, di akhir percobaan daun
pada cabang tersier dan kuartemer dipanen 100%
P2 = Pada awal percobaan daun pada cabang tersier dipanen 25%, di akhir
percobaan daun pada cabang tersier dan kuartemer dipanen 100%

P j = Pada awal percobaan daun pada cabang tersier dipanen 50%, di akhir
percobaan daun pada cabang tersier dan kuartemer dipanen 100%
Pd = Pada awal percobaan daun pada cabang tersier dipanen loo%, di akhir
percobaan daun pada cabang tersier dan kuarterner dipanen 100%
Pengukuran bobot basah dan kering daun pada pemanenan awal membutuhkan
pemanenan daun sehingga perlakuan tanpa pemanenan daun tidak dapat
digunakan. Dengan demikian faktor perlakuan pemanenan daun untuk pengukuran
bobot basah dan kering daun pada pemanenan awal menjadi :
P, = Pada awal percobaan daun pada cabang tersier dipanen 25%, di akhir
percobaan daun pada cabang tersier dan kuartemer dipanen 100%
P2 = Pada awal percobaan daun pada cabang tersier dipanen 50%, di akhir
percobaan daun pada cabaug tersier dan kuartemer dipanen 100%
P3 = Pada awal percobaan daun pada cabang tersier dipanen loo%, di akhir
percobaan daun pada cabang tersier dan kuarterner dipanen 100%
Model matetnatika yang digunakan adalah :
Yijkl

=

p

+ ai + pj + apij + Gijk + o l + ykl + a d + Pail+ apoijl+ ~ i j k l

dimana,
Yijkl

=

nilai pengamatan karena adanya pengamh fase pertumbuhan
pada taraf ke-i atau pemanenan daun pada taraf ke-j pada
kelompok ke-k

-

rata-rata hasil pengarnatan untuk setiap satuan percobaan

ai

-

pengaruh fase pertumbuhan pada taraf ke-i

pj

=

pengaruh pemanenan daun pada taraf ke-j

apij

=

pengaruh

I*

interaksi

fase pertumbuhan pada taraf ke-i dan

pemanenan daun pada taraf ke-j
Gijk

=

koniponen acak perlakuan

ol

=

pengaruh waktu pengamatan ke-1

ykl

=

komponen acak waktu pengamatan

aoil

=

pengaruh interaksi waktu dengan faktor fase pertumbuhan

pojl

=

pengaruh interaksi waktu dengan faktor pemanenan daun

apoijl

=

pengaruh interaksi faktor fase pertumbuhan dan pemanenan daun

dengan waktu pengalllatan
~ijk =
i

j
k

1

-

-

pengarull

galat

fase pertun~buhan pada

taraf ke-i, dan

pemanenan pada taraf ke-j dan kelompok ke-k
1 , 2 untuk fase pertumbuhan
1,2, 3 , 4 untuk penlanenan daun
1,2,3,4 untuk kelompok
1,2 untuk waktu

dan untuk parameter bobot basah dan kering pada pemanenan awal, notasi model
untuk pemanenan daun menjadi :
1 , 2 , 3 untuk pemanenan daun
J
Pelaksanaan di Lapang
Pada awal percobaan seluruh tanaman dibuang bunga dan buahnya untuk
mendapatkan koildisi yang seragam. Tanaman dengan perlakuan fase vegetatif

(F1) dipertahankan pada kondisi vegetatif dengan selalu membuang bunga yang
muncul sampai saat perlakuan pemanenan. Pada saat pengamatan, organ generatif
yang muncul pada tanaman dengan fase vegetatif dibiarkan hingga membentuk
buah kecil dengan diameter buah F 1 cm, untuk mengamati perkembangan organ
generatif, setelah itu buah kecil tersebut dibuang. Tanaman dengan perlakuan fase
berbunga (F2) dibiarkan berkembang alami tanpa membuang bunga dan buah.
Perlakuan pemanenan diaplikasikan setelah 50% dari tanaman perlakuan
fase berbunga mengeluarkan bunga. Cara pemanenan adalah dengan mengambil
tiap helaian daun tanpa cabangnya (perompesan) dengan arah dari ujung ke
pangkal cabang. Cabang yang diberi perlakuan pemanenan adalah mulai dari
cabang tersier dari tanaman. Pada cabang tersier yang tidak memiliki daun,
pemanenan dilakuka~ipada cabang-cabang lateral yang tumbuh dari cabang
tersier. Daun yang masih belum membuka senlpurna dan kuncup daun pada
cabang perlakuan tidak ikut dipanen. Cara panen untuk perlakuan pemanenan
daun dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Cara Panen pada Perlakuan Pemanenan Daun
Perlakuan
Tanpa pemanenan daun (PI)
Pelnanenan daun 25% (PZ)
Pemanenan daun 50% (P3)
Pernanenan daun 100% (P,)

Pengamatan

terhadap

Cara Panen
Cabang dibiarkan tumbuh tanpa dipanen
daunnya
Daun yang ada pada seluruh cabang tersier
dalam tanaman dipanen sebanyak 25% dari
ujung cabang
Daun yang a d a pada cabang tersier dipanen
sebanyak 50% dari ujung cabang
Seluruh daun yang ada pada cabang tersier
dipanen

pertumbuhan

tanaman

dilakukan

dengan

memperhatikan pertumbuhan cabang kuarterner. Pertumbuhan cabang kuarterner
dapat dikatakan sempurna bila telah muncul cabang pentaner. Setelah cabang
lai
ditandai dengan minimal 50% cabang kuarterner dari
pentaner n ~ ~ ~tumbuh,
tanaman perlakuan telah memunculkan cabang pentaner yang rnerniliki minimal
tiga pasang daun dan minimal 75% dari seluruh perlakuan mengeluarkan cabang
pentaner, dilakukan pemanenan di akhir percobaan dengan memanen seluruh daun
pada cabang kuarterner, pentaner, dan seterusnya pada cabang perlakuan. Panen
daun terakhir dilakukan di saat yang bersamaan pada akhir perlakuan yaitu pada
22 MSP. Ganlbar 2 memperlihatkan rangkaian alur percobaan.
t

Tanpa panen
I
I
I
I

Pembuangan
bunga dan buah
(penyeragaman)

buah dg diameter?
1 cm, buah dibuang
(perlakuan Fase
Vegetatif)

Panen 50%
I

50% Fase
I

berbunza

I

I
I

Panen 100%

I

75% Cbg
Kuarterner
mengeiuarkan
Cbg Pentaner

I

,
I

I

memunculkan
I

Generatif)

I
I

I

I

I

I
I
I

I
I
I

I
t
I
I

1 Panen 100% 1 I

Panen Awal
22 minggu
9 minggu
(kecuali perlakuan tanpa pemanenan daun)
Total 3 1 minggu

Gambar 2. Bagan Alir Pelaksanaan Percobaan

I
I
I

I

Panen AkI
I
I

I

Pelaksanaan di Laboratoriunl
Analisis kandungan flavonoid dilakukan terhadap daun-daun yang telah
dipanen. Pada pemanenan pertama analisis kandungan flavonoid dilakukan
terhadap daun-daun pada cabang tersier sedangkan pada pemanenan terakhir
dilakukan terhadap daun-daun pada cabang kuarterner dan pentaner.
Sampel daun yang telah dipanen dianalisis di laboratorium untuk
mengetahui kandungan flavonoid yang terdapat di dalamnya. Analisis pertama
yaitu analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya flavonoid dan
mengetahui kandungan metabolit sekunder laimya pada sampel daun. Kandungan
flavonoid secara kuantitatif dianalisis menggunakan analisis kuantitatif flavonoid
total dengan standar senyawa flavonoid bakunya adalah senyawa rutin (bobot
molekul = 610.53 dalton).
Annlisis Kzrnlitntif

Sampel daun dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 80' C selama
tiga hari kemudian dihaluskan menggunakan penghalus mesin (blender).
Sebanyak 10 g sampel direndam dengan 100 ml methanol di dalam labu
erlenmeyer selama 24 jam pada suhu kamar. Ekstrak kemudian disaring kemudian
diuapkan menggunakan wafer bnlh pada suhu 70' C sampai didapatkan residu.
Uji alkaloid dilakukan dengan memasukkan 2 mg residu ke dalam tabung
reaksi ditambahkan dengan 10 ml kloroform-amoniak kemudian dikocok dan
disaring untuk nlendapatkan filtrat. Ke dalam filtrat tersebut dimasukkan beberapa
tetes HzS04 2 M kemudian dikocok kembali hingga terbentuk dua lapisan yaitu
lapisan keruh dan lapisan bening. Lapisan bening kemudian dipisahkan dan
dimasuMtan ke dalam tabung reaksi yang berbeda dengan menggunakan pipet.
Setelah itu tabung reaksi diteteskan reagen Mayer sampai membentuk endapan.
Adanya endapan putih kekuningan pada tabung reaksi yang diteteskan reagen
Mayer menunjukkan adanya kandungan alkaloid. Cara pembuatan reagen Mayer
adalah dengan melarutkan 1.358 g HgClz dalam 60 ml aquades dicampur dengan
larutan 5 g KI dalam 10 ml aquades kemudian volume ditepatkan sampai 100 ml
menggunakan aquades.

Uji triterpenoid, steroid, dan saponin dilakukan dengan melarutkan 2 mg
residu dengan 2 ml dietil eter dalam tabung reaksi. Fraksi yang larut dalam dietil
eter ditambahkan dengan pereaksi Liebermann-Buchard (tiga tetes asam asetat
anhidrat ditambah satu tetes HzS04 pekat). Adanya warna hijau atau bim
menandakan adanya kandungan steroid, sedangkan warna merah atau ungu
menandakan adanya kandungan triterpenoid. Fraksi yang tidak larut dalam dietil
eter ditambah dengan 5 ml H20 kemudian dikocok. Kandungan saponin
teridentifikasi dengan adanya busa yang bertahan selama + 15 menit.
Uji tanin, flavonoid, dan fenil hidroquinon dilakukan dengan melarutkan 2
mg residu dalam 5 ml methanol. Lamtan tersebut kemudian dibagi ke dalam tiga
tabung reaksi. Ke dalarn tabung reaksi pertama diteteskan NaOH 10% dan bila
terbentuk warna merah menandakan adanya kandungan fenol hidroquinon. Ke
dalam tabung reaksi kedua diteteskan HzS04 pekat dan bila terbentuk warna
merah menandakan adanya kandungan flavonoid. Ke dalam tabung ketiga
diteteskan FeC13 1% dan apabila terbentuk wama hijau atau biru atau ungu
menandakan adanya kandungan tanin.
Analisis KuantitaiifFavonoid Total
Sebanyak 5 g sampel kering yang telah dihaluskan ditambahkan dengan 1
ml heksametil tetramin 0.5% (bobotl volume), 20 ml aseton, 2 ml HCI 0.10 N HC1
kemudian direfluks selama 30 menit lalu disaring. Hasil refluks kemudian
ditepatkan volumenya menjadi 100 rnl menggunakan aseton. Residu dicuci
dengan 20 ml aseton. Setelah itu diambil 10 rnl ekstrak dimasukkan ke dalam labu
pemisah ditambah 20 ml H 2 0 dan 25 ml etil asetat. Ekstraksi degan etil asetat
dilakukan sebanyak 3 kali. Ekstrak kernudian dicuci dengan 50 ml HzO sebanyak
dua kali kernudian volumenya ditepatkan menjadi 100 ml menggunakan etil
asetat. Kemudian diambil 10 ml ekstrak ditanlbahkan dengan 1 ml AICL 2 %
dalam metanol dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Setelah itu diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 425 nm ( k w a kalibrasi 8, 16,24, dan 32
mg/ kg rutin) menggunakan spektrofotometer W.
Kuantifikasi kandungan flavonoid total @pm) dilakukan menggunakan
rumus perhitungan :

(Abs : slope) x (100 :BE) x 10

Abs

= Absorbansi

Slope

= Rata-rata

BE

= Bobot

pada panjang gelombang 425 nm

slope pada pernbacaan kurva (0.02)

ekstrak (g)
I'engamatan

Pengamatan pertumbuhan tanaman dilakukan setiap minggu setelah dua
minggu sejak perlakuan panen awal selama 22 minggu (2

- 22

MSP) dengan

parameter pengamatan sebagai berikut :
1. Pertambahan jumlah daun, merupakan jumlah daun sempurna yang
muncul setelah perlakuan pemanenan daun pada cabang perlakuan.
2. Jumlah cabang tersier, merupakan jumlah cabang tersier yang muncul
setelah perlakuan pemanenan daun dan memiliki satu daun sempurna.

3. Jumlah cabang kuarterner, merupakan jumlah cabang kuarterner yang
muncul setelah perlakuan pemanenan daun dan memiliki satu daun
sempurna.
4. Waktu munculnya cabang kuarterner, merupakan waktu yang dibutuhkan
untuk kernunculan cabang kuarterner pertama yang memiliki satu daun
sempurna setelah perlakuan pemanenan daun.
5. Jumlah buah, merupakan jumlah buah yang terbentuk setelah perlakuan
pemanenan daun pada cabang perlakuan.

6. Bobot basah daun, merupakan hasil pengukuran bobot daun dalam satuan
gram yang b e l m dikeringkan setelah dipanen. Diamati pada awal dan
akhir percobaan.
7. Bobot kering daun, merupakan hasil pengukuran bobot daun dalam satuan

gram yang telah dikeringkan pada suhu 80' C selarna 3 hari setelah
dipanen. Diamati pada awal dan akhir percobaan.
8. Indeks luas daun, adalah indeks penutupan daun terhadap pemukaan
tanah pada tiap perlakuan. Diamati pada awal dan akhir percobaan. Indeks
luas daun dihitung dengan menggunakan persamaan :

ILD

Luns dnun per tanaman
=

J a r a k tanam per tanaman

Luas daun per tanaman dihitung dengan menghitung 50 sampel daun yang
diukur luas daunnya dengan rne~~galikan
panjang daun dan lebar daun
sampel.

9. Produksi bahan bioaktif flavonoid, merupakan perkalian jumlah
kandungan flavonoid yang terdapat pada daun dengan biomassa. Diamati
pada awal dan akhir percobaan.

I-IASILDAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum

Tanaman yang digunakan pada penelitian berasal dari cangkokan jambu
biji merah dari kebun petani Cimanggu yang ditanam pada kondisi lahan berteras
dengan sudut kemiringan lahan kurang dari 30' dan telah berumur kurang lebih
empat tahun. Sebelum percobaan dimulai didapati bahwa 78.13 % tanaman
percobaan terserang penyakit karat daun dan 28.13 % terserang hama penggerek
batang. PenIberian fungisida Dithane dengan konsentrasi 2 g/ 1 air diaplikasikan
dua kali seminggu selama tiga minggu untuk mengatasi penyakit karat daun.
Setelah periode itu terlihat daun-daun yang terserang karat daun mulai berguguran
dan digantikan oleh daun-daun yang baru tumbuh. Frekuensi pemberian Dithane
kemudian dikurangi menjadi satu kali seminggu dan tetap dilakukan sampai
penelitian berakhir. Untuk mengatasi serangan hama penggerek batang, pada tiaptiap lubang yang terdapat pada batang tanaman yang terserang disumbat
menggunakan kapas yang telah dibasahi dengan insektisida Dermathicide pekat.
Untuk memperbaiki kondisi tanah dilakukan juga pengapuran menggunakan
Dolomit sebanyak 0.5 kg/ pohon dan pemupukan Urea : SP-36 : KC1 = 1 : 1 : 1
sebanyak 90 glpohon disusul satu minggu kemudian dengan 20 g/ pohon KC].
Pupuk kandang berupa kotoran kambing diberikan juga bersamaan dengan
pengapuran dan pemberian pupuk pertama sebanyak 10 kg/ pohon. Untuk
merangsang pertumbuhan daun-daun baru setelah terserang hama dan penyakit,
diaplikasikan pupuk daun Gandasil-D 3 g/ 1 air setiap minggu sekali sampai satu
minggu sebelum perlakuan percobaan diaplikasikan.
Perlakuan awal penyeragaman tanaman dilakukan pada pertengahan Maret
2006 dimana curah hujan adalah 138.30 mm/ bln dengan kelembaban udara ratarata 84%. Perlakuan awal penyeragaman berlangsung selama 9 minggu sampai
terdapat 50% tanaman dengan perlakuan fase generatif memunculkan bunga.
Perlakuan pemanenan daun dilakukan pada akhir Mei 2006 dengan curah hujan
yang tinggi yaitu 324 mml bln dan termasuk bulan basah (Kartasapoetra 1993).
Kelembaban udara rata-rata sama dengan awal perlakuan penyeragaman. Kondisi
curah hujan selama masa pengamatan berfluktuasi hingga masa pengamatan

berakhir yaitu pada awal November 2006. Dari data iklim yang diperoleh seperti
terlihat pada Tabel 2, percobaan berlangsung pada bulan-bulan kering dengan
curall hujan lebih kecil dari 200 mml bln.
Tabel 2. Data Klimatologi Badan Meteorologi dan Geofisika Stasiun Darmaga
Bogor
Temperati~r("C)

Lama

Jumlah
t,ari

Curah
Hujan
Penyinaran
Minimal Maksimal
(%,.am)
Hujan
(mml bln)
Maret
21.20
33.70
46.20
84.00
25
138.30
April
21.20
32.80
60.50
84.00
26
163.90
20.80
32.60
68.00
Mei
84.00
16
324.00
Juni
20.40
32.90
85.00
81.00
12
173.00
Juli
20.80
33.10
83.70
79.00
10
31.20
Agilstus
18.50
33.60
94.40
76.00
9
191.20
September
18.80
93.90
35.60
72.00
8
25.70
Oktober
20.10
35.90
67.40
74.00
10
152.00
November
21.80
35.10
76.20
83.00
25
355.10
Sumber : Data Klimatologi Bulanan Badan Meteorologi dan Geofisika Balai Wilayah 11 Stasiun
Klimatologi Darmaga Bogor Tahun 2006
Bulan

Kelembaban
Rata-rata (%)

Gambar 3 menunjukkan tempat tumbuhnya cabang kuartemer dari cabang
tersier dan cabang pentaner dari cabang kuarterner. Bagian ujung cabang yang
mengalami pemanenan daun menjadi tempat tumbuhnya cabang lateral baru.
Narnun demikian pada pengamatan visual di lapangan cabang lateral baru tidak
hanya turnbuh dari bagian ujung cabang. Munculnya cabang lateral baru juga
dijumpai pada bagian tengah cabang yang tidak berdaun, dan dari ketiak daun.

Gambar 3. Tumbuhnya Cabang Kuartemer (kiri) dan Cabang Pentaner (kanan)
Pada cabang tersier dengan perlakuan pemanenan 100% hanya beberapa
cabang saja yang rnengeluarkan cabang kuarterner. Cabang tersier yang

n~emunculkancabang kuarterner tersebut adalah cabang-cabang dengan pasangan
daun lebih dari enam, sementara cabang yang memiliki kurang dari enam pasang
terlihat hanya daun yang belum membuka atau kuncup daun yang tidak dipanen
saja yang bertahan. Di sisi lain, tidak tumbuhnya cabang kuarterner pada cabang
tersier dengan perlakuan pemanenan daun 100% memicu tumbuhnya cabangcabang tersier baru yang lebih banyak dibanding perlakuan lain.
Pada tiap-tiap tanarnan percobaan hanya didapati organ generatif baik
bunga maupun buah yang sedikit. Perkembangan bunga menjadi buah kecil relatif
normal kecuali pada cabang-cabang dengan perlakuan pemanenan daun 100%
dimana perkembangan bunga menjadi terhambat atau mengalami keguguran.
Perkembangan buah kecil untuk menjadi ukuran normalnya secara umum
mengalami hambatan terlihat pada perlakuan pemanenan daun 50 dan 100%.
Gugur buah juga banyak dijumpai terutama terjadi setelah kurang lebih 3-5 MSP.
Rekapitulasi sidik ragam hasil percobaan dapat dilihat pada Tabel 3. Fase
pertumbuhan tanaman berpengaruh nyata untuk jumlah bud1 pada 1-13 MSP,
sementara perlakuan pemanenan daun berpengaruh pada 1-17 MSP untuk jumlah
daun, 10-22 MSP untuk cabang tersier, dan 6-22 MSP untuk cabang kuarterner.
Pemanenan daun juga mempengaruhi secara nyata waktu munculnya cabang
kuarterner dan bobot basah daun pada akhir perlakuan. Interaksi kedua perlakuan
hanya berbeda nyata untuk produksi bahan bioaktif flavonoid pada akhir
percobaan.
Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Percobaan
Pengamatan

Analisis Sidik Ragam
Fase
Pemanenan
Internksi
Pertumbuhan
Daun

1. Pertambahan Jumlah Daun
1 MSP~)

tn

**

tn

Koefisien
Keragaman
25.12

Pengamatan
1.Pertamballan Jumlah Daun
13 MSPa'
14 MSP')
15 MSP')
16 MSP')
17 M S P ~ )

2. Jumlah Cabang Tersie~
1 MSP~)

3. Jumlah Cabang Kuartemer

I MSP~)

Analisis Sidik Ragam
Pemanenan
rase rerrurnbuhan
Daun
=.

.
.
.

L

lnteraksi

Koefisien
Keragaman

Tabel 3. Lanjutan
Pengamatan

Analisis Sidik Ragam
Fase
Pemancnan
Koefisien
Peflumbuhan
Daun
lnteraksi Keragaman

3. Julnlah Cabang Tersier
19 MSPb)
20 M S P ~ )
21 M S P ~ )
22 MSP"

tn
tn
tn
tn

4. Waktu Munculnya Cahang Kuarterner

tn

**
t*
*i

**
a*

tn
tn
tn
tn

32.56
32.57
28.81
28.53

tn

15.48

5. Jumlah Buah

21 MSPb)
tn
tn
tn
22 MSP"
tn
tn
tn
In
tn
tn
6. Bobot Basah Daun Awal Percobaanb)
7. Bobot Basah Daun Akhir Percobaanb)
tn
*
tn
tn
tn
tn
8. Bobot Kering Daun Awal Percobaanb)
9. Bobot Kering Daun Akhir Percobaanb)
tn
*
In
10. lndeks Luas Daun Awal Percobaanb)
tn
tn
m
11. lndeks Luas Daun Akhir Percobaanb)
tn
In
tn
12. Produksi Flavonoid Awal Percobaanc)
tn
tn
tn
13. Produksi Flavonoid Akhir PercobaanC)
tn
tn
*
Keterangan :
a) Data ditransformasi menggunakan kuadrat dan ditransformasi kembali dengan logx
b)Data ditransformasi menggunakan ( ~ + 1 . 5 ) ' ~
') Data ditransformasi menggunakan log&+l)
tn : tidak berbeda nyata
* berbeda nyata pada taraf kesalahanS%
** berbeda nyata pada tarafkesalahan 1%

Pertunlbul~anOrgan Vegetatif Jambu Biji Merah
Permn7bohan Jllnilnl? Dolrn

Fase pertumbuhan tanaman tidak mempengaruhi pertambahan jumlah
daun secara nyata walaupun terlihat pada Tabel 4 pertambahan jumlah daun pada
kedua fase pertumbuhan di akhir pengamatan mengalami kenaikan dibandingkan
pada awal pengamatan. Kenaikan pertambahan jumlah daun pada kedua fase
terjadi hingga 6 MSP dan mengalami penurunan psda 7 - 9 MSP dan 15 - 20
MSP. Pada 10 - 14 MSP dan 21 - 22 MSP pertalnbahan jumlah daun kembali
meningkat. Fluktuasi pertanlbahan jumlah daun pada kedua fase pertumbuhan
tersebut kemungkinan diakibatkan oleh berfluktuasinya kondisi iklim temtama
curah hujan pada minggu-minggu pengamatan. Hal ini karena tanaman percobaan
tidak diberi pemberian air secara manual dan hanya mengandalkan air hujan
sebagai sumber penyerapan air dari lingkungannya. Fitter dan Hay (1994)
menyatakan bahwa air sebagai pelarut bahan-bahan biologis yang penting untuk
pertumbuhan seperti bahan organik, ion-ion hara, dan gas dari atmosfer, juga
merupakan reagen biokimia penting seperti reaksi fotosintesis dan hidrolisis.
Tabel 4. Pengaruh Fase Pertumbuhan terhadap Pertambahan Jumlah Daun Jambu
Biji Merah
Minggu Setelah Perlakuan
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
I8
19
20
21
22

Fase Pertumbuhan
Vegetatif
Generatif
40.44
35.63
8 1.94
69.94
105.88
94.8 1
106.44
98.63
109.81
107.00
84.94
86.56
80.44
78.19
79.63
73.63
121.75
121.75
150.19
153.19
169.69
188.88
173.38
193.63
215.75
236.81
230.90
227.20
198.50
206.38
197.90
198.90
192.88
160.63
183.69
122.31
165.88
131.13
194.63
166.50
218.50
20 1.40

Pen~~runan
curah hujan mengakibatkan kandungan air tanah berkurang,
dengan demikian tanaman akan mengalami cekaman kekeringan akibat
ketersediaan air tanah yang terbatas. Sebagai adaptasi tanaman terhadap
lingkungan, biasanya tananian akan merespon secara alami eperti
menggugurkan

daun-daun

untuk

mengurangi

laju

dengan

transpirasi

dan

menyeimbangkan proses fisiologis dalam tubuhnya agar dapat tetap bertahan
hidup. Proses fisiologis tersebnt dijelaskan oleh Gupta (1995) yang melaporkan
bahwa apabila cekaman kekeringan terjadi hingga mendekati titik l a p , tanaman
akan memproduksi asam absisat dan daun-daun akan berangsur gugur.
Pada Tabel 5 terliliat bahwa pemanenan daun 25% memberikan hasil
pertambahan jumlah daun tertinggi sebesar 354.80 daunt tanaman pada akhir
perlakuan. Pemanenan daun secara langsung akan mengurangi luas tajuk tanaman
seperti halnya yang terjadi pada teknik pemangkasan untuk berbagai tujuan.
Berkurangnya luas tajuk tersebut akan men~pengaruhijumlah cahaya matahari
yang dapat ditangkap ole11 daun-daun pada tanaman.
Tabel 5. Pengaruh Pemanenan Daun terhadap Pertambahan Jurnlah Daun Jambu
Biji Merah
Perlakuan
Tanpa
Pemanenan Daun Pemanenan Daun Pemanenan Daun
Pemanenan
25%
50%
100%
Daun
38.13b
41.25b
-41.2%
2
114.00a
3.13b
63.50b
3
156.13a
81.00b
26.00~
77.38bc
4
185.00a
113.00ab
16.25b
94.50ab
5
155.63a
143.75a
18.63b
106.75ab
6
142.75a
165.50a
4.38b
98.00~1
7
103.38a
137.2%
11.13b
105.88ab
8
79.50ab
120.75a
7.63
55.25
9
55.25
128.50
75.50
135.25
10
75.13
201.13
152.50
248.10
100.50
11
105.60
154.80
160.40
12
122.10
279.90
159.40
176.50
13
100.10
298.00
205.60
215.60
328.10
14
155.80
226.10
193.90
15
127.80
368.40
196.80
203.60
33 1.40
I6
78.00
199.90
187.90
340.80
17
65.30
191.30
188.30
I8
29.90
297.60
188.40
174.90
254.30
19
-5.50
158.40ab
213.5Oab
270AOa
20
-48.30b
197.50ab
237.80ab
3 12.808
21
-25.80b
227.10ab
261.40ab
354.80a
22
-3.50b
Keterangan : notasi huruf berbeda pada baris yang sama berbeda nyata pada DMRT 5% dengan
transforlnasi kundrat dan ditra~isfomasikembali menggunakan log x
Minggu Setelah
Perlakuan

Mursal (2004) menyatakan bahwa pemangkasan yang dilakukan secara
tepat selain dapat n~eningkatkan penetrasi cahaya kedalam tajuk untuk
memaksimalkan proses fotosintesis juga dapat mengurangi persaingan dalam
distribusi nutrisi. Dengan jumlah daun yang ada pada tanaman percobaan, proses
fotosintesis pada perlakuan pemanenan daun 25% berlangsung lebih baik
dibanding perlakuan lain sehingga asimilat yang terbentuk dapat digunakan untuk
memunculkan daun-daun baru yang lebih banyak dari cabang lateral.

Julnlah Cubang Tersier dun Kuarterner
Pertumbuhan cabang tersier pada awal-awal masa pengamatan masih
terlihat seraganl setelah dilakukan pemanenan daun. Tabel 6 menunjukkan
pemanenan daun 25 dan 50% menghasilkan cabang kuarterner yang lebih banyak
dibandingkan dengan cabang tersier sebaliknya pemanenan daun 100%
menghasilkan lebih banyak cabang tersier. Penggunaan asimilat untuk
menghasilkan cabang lateral baru pada pemanenan daun 25 dan 50% lebih baik
dibandingkan pada pe