Pengaruh Tinggi Pangkasan dan Pemupukan N Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kandungan Bahan Bioaktif Daun Jambu Biji

(1)

PENGARUH TINGGI PANGKASAN DAN

PEMUPUKAN N TERHADAP PERTUMBUHAN DAN

PRODUKSI KANDUNGAN BAHAN BIOAKTIF

DAUN JAMBU BIJI

DYAH WENY RESPATIE

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengaruh Tinggi Pangkasan dan Dosis Pupuk N terhadap Pertumbuhan dan Produksi Bahan Bioaktif Daun Jambu Biji adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal dan dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2007

Dyah Weny Respatie NRP A351050011


(3)

PENGARUH TINGGI PANGKASAN DAN

PEMUPUKAN N TERHADAP PERTUMBUHAN DAN

PRODUKSI KANDUNGAN BAHAN BIOAKTIF

DAUN JAMBU BIJI

DYAH WENY RESPATIE

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(4)

terhadap Pertumbuhan dan Produksi Bahan Bioaktif Daun Jambu Biji. Dibimbing oleh SANDRA ARIFIN AZIZ dan MUNIF GHULAMAHDI.

Penelitian lapang untuk mempelajari pengaruh tinggi pangkasan dan pemupukan nitrogen terhadap pertumbuhan dan produksi kandungan bahan bioaktif daun jambu biji dilaksanakan di Leuwikopo, Dramaga, Bogor, Jawa Barat pada bulan Oktober 2006 sampai Maret 2007.

Penelitian menggunakan rancangan petak terpisah dengan 3 ulangan. Petak utama adalah tinggi pangkas (50, 75 dan 100 cm) dan anak petak dosis pupuk nitrogen ( 0, 90, 180 dan 270 g urea/tanaman). Kandungan bahan bioaktif ditentukan secara kualitatif dan kuantitatif dalam kuersetin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara tinggi pangkas 50 cm dan dosis pupuk urea 90 g/tanaman merupakan interaksi terbaik yang menghasilkan produksi biomassa tertinggi yaitu 487 g bobot basah daun, 109 g bobot kering daun dan 6.25 g kuersetin. Produksi kandungan bahan bioaktif kualitatif menurun dengan semakin meningkatnya kandungan dosis pupuk urea.


(5)

Judul : Pengaruh Tinggi Pangkasan dan Pemupukan N Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kandungan Bahan Bioaktif Daun Jambu Biji

Nama : Dyah Weny Respatie NRP : A351050011

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, MS Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Agronomi Dekan Sekolah Pasca Sarjana

Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS


(6)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapaun, baik cetak, fotokopi,


(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Pengaruh Tinggi Pangkasan dan Pemupukan N tehadap Pertumbuhan dan Produksi Kandungan Bahan Bioaktif Daun Jambu Biji”. Tesis ini diajukan sebagai syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar magister pada Program Studi Agronomi, Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis sampaikan kepada :

ˆ Ibu Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, MS dan Bapak Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS selaku pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan serta masukan berupa pengalaman, saran serta kritik selama pelaksanaan dan penulisan tesis ini.

ˆ Drs. Edy Jauhari, MS selaku penguji yang telah memberikan masukan dan saran bagi kesempurnaan tesis ini.

ˆ Kedua orangtuaku, mas Danang Arie Yunandar, dek Odie Nindya Maharsitama, keluarga besar Darmo Wandowo dan keluarga besar Darso Sutiardjo atas perhatian, doa dan kasih sayangnya.

ˆ Irjen. Pol. Drs. Heru Susanto dan Keluarga, khususnya Bude Ratna Heru S, atas doa, perhatian, nasehat serta bantuan moral dan material yang telah diberikan.

ˆ Bonus Puspita Darma, Amd., SP. atas segala pengorbanan yang tak terhingga, dukungan, perhatian, dan kasih sayangnya.

ˆ Om Dr. Ir. Winarso D. Widodo, MS dan Keluarga, atas perhatian dan bantuannya selama di Bogor.

ˆ Ibu Hj. Sri Sayekti, Bapak Juwadi, mbak Tutik, kak Ace, Reza, Putri atas doa, nasehat dan motivasinya selama ini.

ˆ Bapak Sardju, Bapak Mamad (Kebun Percobaan Ilmu dan Teknologi Benih IPB Leuwikopo), Bapak Joko (Laboratorium Ekofisiologi Faperta IPB), Ibu Entin (Laboratorium BB-BIOGEN), Bapak Ma’mun (Laboratorium BALITRO) yang sangat membantu penulis dalam melaksanakan penelitian.

ˆ Mas Antok, mbak Ika Juang, Teh Neng-Pasca AGR, mbak Rahmi Dianita, Wawan-Kiwong, Doni, Pak Nirwan, Wulan, mas Kohar, rekan-rekan SPs-Agronomi 2005 dan adek-adek kos ‘Wisma Zulfa’ atas segala bantuan, fasilitas dan semangat selama penulis melaksanakan penelitian.

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Juni 2007


(8)

Penulis dilahirkan pada tanggal 28 Januari 1982 di Klaten. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Nanung Wienarno dan Ibu Yuli Eny Isturini.

Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Semangkak I Klaten pada tahun 1994, kemudian melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri I Klaten dan lulus tahun 1997. Setelah lulus, pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Umum Negeri I Klaten dan lulus pada tahun 2000.

Pada tahun 2000 penulis meneruskan pendidikan ke Insitut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) dan diterima di program studi Agronomi, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian dan lulus pada tahun 2004. Penulis diterima sebagai mahasiswa program magister pada Program Studi Agronomi, Sekolah Pasca Sarjana IPB pada tahun 2005.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

Hipotesis ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jambu Biji... 4

Pemangkasan ... 4

Pupuk Nitrogen ... 6

Kandungan Senyawa pada Daun Jambu Biji ... 7

Senyawa Flavonoid ... 8

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat ... 10

Bahan dan Alat ... 10

Metode ... 11

Pelaksanaan Penelitian ... 12

Pembibitan ... 12

Penanaman ... 12

Pemeliharaan ... 12

Panen dan Pasca Panen ... 12

Pengamatan ... 13

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian ... 18

Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam dan Regresi... 20

Pertumbuhan ... 24

Komponen Produksi ... 31

Korelasi antara Komponen Produksi dan Pertumbuhan ... 37

Pertumbuhan Setelah Panen ... 38

PEMBAHASAN ... 42

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 45

Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46


(10)

Halaman

1. Kriteria penilaian kandungan bioaktif dengan uji fitokimia ... 15 2. Jumlah tanaman jambu biji yang mati pada berbagai dosis pupuk urea 19 3. Rekapitulasi hasil sidik ragam dan regresi komponen pertumbuhan

dan produksi jambu biji ... 20 4. Pertambahan tinggi tanaman jambu biji pada berbagai perlakuan

tinggi pangkas dan dosis pupuk urea ... 24 5. Pertambahan tinggi tanaman jambu biji umur 6 MST pada berbagai

interaksi perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea ... 25 6. Pertambahan diameter batang tanaman jambu biji pada berbagai

perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea ... 26 7. Pertambahan diameter batang tanaman jambu biji umur 16 – 18 MST

pada berbagai interaksi perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea ... 26 8. Jumlah cabang tanaman jambu biji pada berbagai perlakuan tinggi

pangkas dan dosis pupuk urea ... 27 9. Jumlah cabang tanaman jambu biji umur 8 MST pada berbagai

interaksi perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea ... 28 10. Nilai rata-rata LTR tanaman jambu biji pada periode umur 4 – 18

MST pada berbagai perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea .. 29 11. Nilai rata-rata LAB tanaman jambu biji pada periode umur 4 – 18

MST pada berbagai perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea .. 30 12. Produksi tajuk tanaman jambu biji (18 MST) pada berbagai interaksi

perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea ... 31 13. Kandungan nitrogen daun jambu biji (18 MST) pada berbagai dosis

pupuk urea ... 33 14. Kandungan bahan bioaktif kualitatif daun jambu biji (18 MST) pada

berbagai dosis pupuk urea ... 34 15. Kandungan bahan bioaktif kuersetin daun jambu biji (18 MST) pada


(11)

16. Produksi kuersetin daun jambu biji (18 MST) pada berbagai perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea ... 37 17. Matrik korelasi antara komponen pertumbuhan dan produksi

tanaman jambu biji pada berbagai interakasi perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea ... 37 18. Pertambahan tinggi tanaman jambu biji umur 20 – 22 MST pada

berbagai interaksi perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea ... 38 19. Pertambahan diameter batang tanaman jambu biji umur 20 – 22 MST

pada berbagai interaksi perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea ... 39 20. Jumlah cabang tanaman jambu biji umur 20 – 22 MST pada berbagai


(12)

Halaman

1. Struktur molekul flavonoid ... 8 2. Tanaman jambu biji Sukabumi (a) dan buah jambu biji Sukabumi (b) 10 3. Bagan alir pelaksanaan penelitian ... 17 4. Pertanaman jambu biji umur 16 MST ... 18 5. Daun jambu biji yang terserang ulat (a) dan akar jambu biji yang

terserang jamur Botryo diplodia (b) ... 20 6. Pertambahan diameter batang tanaman jambu biji umur 16 –18 MST

pada berbagai interaksi perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea ... 27 7. Jumlah cabang tanaman jambu biji umur 8 MST pada berbagai

interaksi perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea ... 29 8. Nilai rata – rata LTR tanaman jambu biji umur 18 MST pada

berbagai interaksi perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea ... 30 9. Bobot kering daun jambu biji umur 18 MST pada berbagai interaksi

perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea ... 32 10. Pertambahan tinggi tanaman jambu biji umur 22 MST pada berbagai

interaksi perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea ... 39 11. Pertambahan diameter batang tanaman jambu biji umur 20 – 22 MST

pada berbagai interaksi perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea ... 40 12. Jumlah cabang tanaman jambu biji umur 22 MST pada berbagai


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Denah penelitian... 51 2. Tabel penilaian sifat fisik kimia tanah ... 52


(14)

Latar Belakang

Sejak lama masyarakat Indonesia telah menggunakan tumbuhan yang ada di alam sebagai obat tradisional untuk mengobati bermacam-macam penyakit. Kebiasaan ini sampai sekarang tetap bertahan walaupun penemuan-penemuan obat sintetik berbahan baku kimia berkembang dengan pesat. Penyembuhan tradisional menggunakan bahan baku dari alam dipilih karena selain kemampuan mengobati penyakitnya relatif sama dengan obat berbahan baku kimia, juga karena tidak adanya efek samping yang ditimbulkan.

Buah jambu biji digemari orang karena rasa dan aromanya yang enak, juga mengandung vitamin C yang tinggi (Sujiprihati, 1985). Vitamin C yang dikandung buah jambu biji sebesar 300 g/ kg buah (Nakasone dan Paull 1999). Jambu biji (Psidium guajava) merupakan salah satu buah-buahan tropis yang cukup populer. Selain buahnya yang bermanfaat, daun jambu biji juga banyak digunakan sebagai obat tradisional. Masyarakat Jawa menggunakan daun jambu biji sebagai obat diare yang telah menahun, menghentikan pendarahan, dan anti radang (Wijayakusuma et al. 1984; Heyne 1987; Soedibyo 1998). Kegunaan lain dari ekstrak daun jambu biji adalah antimutagenik, obat asma, dan obat batuk (Garcia et al. 2003).

Kegunaan bagian tanaman sebagai bahan pengobatan tidak terlepas dari senyawa bioaktif yang terkandung di dalamnya. Senyawa bioaktif tersebut menurut Hornok (1992) diproduksi melalui sintesis secara biologi dalam tubuh tanaman dan terakumulasi dalam jumlah yang sangat sedikit, seringkali kurang dari satu persen dari bobot kering tanaman. Lugasi et al. (2003) menyatakan bahwa karakteristik antioksidan pada tanaman dapat ditandai oleh kandungan polifenol yang ada di dalamnya. Polifenol dapat dibagi menjadi paling sedikit sepuluh kelompok yang berbeda bergantung dari struktur dasar kimianya. Flavonoid, yang merupakan kelompok paling penting, dapat dikelompokkan lebih jauh menjadi tiga belas kelompok. Kuersetin yang termasuk golongan flavonoid dapat berfungsi sebagai anti diare (Lutterodt et al. 1999).


(15)

2

Pemanfaatan daun jambu biji untuk bahan obat melibatkan aktivitas pemanenan daun, sehingga keseimbangan fase vegetatif dan generatif tanaman perlu dijaga agar produksi daun maksimal. Menurut Sukasman (1988) pemangkasan bertujuan untuk memacu pertumbuhan vegetatif, menekan pertumbuhan generatif serta mengubah pertumbuhan batang tunggal dan besar menjadi berbatang banyak dan rendah, selain itu pemangkasan dapat mempengaruhi pertunasan, karena pemangkasan pada pucuk batang akan mempengaruhi keseimbangan zat pengatur tumbuh alami di daerah ketiak daun. Menurut Sutarno (1982) perubahan keseimbangan zat pengatur tumbuh alami tersebut akan merangsang pertumbuhan tunas baru.

Pemangkasan akan mengakibatkan berkurangnya jumlah daun pada tanaman. Berkurangnya jumlah daun per tanaman tersebut mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman karena daun merupakan penghasil metabolit yang dibutuhkan tanaman melalui fotosintesis (source). Dari daun, metabolit-metabolit tersebut ditranspor ke bagian-bagian lain dari tumbuhan untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangannya (sink). Hubungan source dan sink pada aliran distribusi metabolit memberi peranan penting pada tanaman. Menurut Geiger (1987) distribusi asimilat pada tanaman dapat dipengaruhi oleh berkurangnya daun yang berfungsi sebagai source dalam distribusi hasil fotosintesis dan metabolisme. Perbedaan fase pertumbuhan tanaman pada saat tanaman didominasi oleh pertumbuhan vegetatif dan pada saat tanaman memasuki fase generatif turut mempengaruhi hasil asimilat. Dickson et al. (2000) menyatakan bahwa kemampuan sink untuk mengimpor hasil asimilat berkaitan dengan ukuran sink, tingkat pertumbuhan, aktivitas metabolik, dan tingkat respirasi.

Setelah tanaman dipangkas, maka bagian tanaman yang tersisa harus cepat membentuk daun baru agar fotosintesis dan proses metabolisme lainnya dapat berjalan lancar. Pembentukan dan pertumbuhan daun baru tesebut dipengaruhi oleh ketersediaan hara yang cukup, untuk itu pemupukan mempunyai peranan penting dalam proses ini. Salah satu unsur yang dibutuhkan tanaman pada saat pertumbuhan adalah Nitrogen. Nitrogen merupakan kunci dalam pembuatan


(16)

nucleoside phosphate dan asam amino yang menjadi pembangun asam amino dan protein (Taiz dan Zeiger, 2002).

Pemberian pupuk nitrogen setelah pemangkasan diharapkan dapat mempercepat pembentukan tunas baru dan mempercepat pertumbuhan daun yang akan mempengaruhi kandungan bahan bioaktif jambu biji.

Tujuan

Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh tinggi pangkasan dan pemupukan N terhadap pertumbuhan tanaman dan produksi kandungan bahan bioaktif daun jambu biji.

Tujuan secara khusus penelitian sebagai berikut :

1. Mengetahui pengaruh tinggi pangkasan terhadap pertumbuhan tanaman dan produksi kandungan bahan bioaktif daun jambu biji

2. Mengetahui pengaruh dosis pupuk N terhadap pertumbuhan tanaman dan produksi kandungan bahan bioaktif daun jambu biji

3. Mengetahui pengaruh interaksi tinggi pangkasan dan dosis pupuk N terhadap pertumbuhan tanaman dan produksi kandungan bahan bioaktif daun jambu biji

Hipotesis

1. Tinggi pangkasan tertentu berpengaruh terbaik terhadap pertumbuhan tanaman dan produksi kandungan bahan bioaktif daun jambu biji

2. Dosis pemupukan N tertentu berpengaruh terbaik terhadap pertumbuhan tanaman dan produksi kandungan bahan bioaktif daun jambu biji

3. Interaksi antara tinggi pangkasan dan dosis pemupukan N tertentu berpengaruh terbaik terhadap pertumbuhan tanaman dan produksi kandungan bahan bioaktif daun jambu biji.


(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Jambu Biji

Tanaman jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan tanaman asli Amerika tropis. Di Jawa umumnya ditanam pada ketinggian kurang dari 1 200 meter di atas permukaan laut (Heyne 1987). Bunga terdapat di ujung cabang (aksilar), daunnya oval sampai dengan elips dengan pinggiran rata melingkar dan ujung meruncing, serta daging buah berwarna putih kekuningan atau merah terang (Backer dan Van den Brink 1963).

Buah jambu biji yang besar dengan daging buah berwarna putih mula-mula diperkenalkan dan dijual ke masyarakat oleh seorang pekebun dari Florida dengan nama P. guinense atau P. guianense, sementara buah jambu biji dengan daging buah berwarna merah diintroduksi ke California dengan nama P. aromaticum. Kedua varietas itu kini dimasukkan ke dalam satu golongan spesies yaitu P. guajava (Popenoe 1974).

Produksi buah jambu biji dapat dipicu melalui perlakuan pemangkasan, pengguguran daun menggunakan bahan kimia, maupun pemupukan. Pertumbuhan vegetatif, ditandai munculnya daun-daun baru setelah perlakuan pengguguran daun menggunakan urea, ethepon, dan detergen, berawal pada 3-4 minggu setelah perlakuan. Pertumbuhan generatif, ditandai dengan fase pembungaan, terjadi pada 9-12 minggu setelah perlakuan diikuti pembentukan buah pada 12-16 minggu setelah perlakuan dan pematangan buah pada 16-24 minggu setelah perlakuan (Nakasone dan Paull 1999).

Pemangkasan

Pemangkasan dapat didefinisikan sebagai pemotongan pertumbuhan yang tidak dikehendaki untuk merangsang pertumbuhan tertentu. Definisi ini mencakup dua pengertian yaitu penghilangan suatu bagian dan mendatangkan respon tertentu (Verheij dan Coronel, 1992). Menurut Harjadi (1989) pemangkasan merupakan upaya untuk menghilangkan dominasi pucuk berupa penghambatan oleh titik tumbuh pada pertumbuhan tunas di bawahnya dan merupakan fungsi dari distribusi auksin. Auksin dibentuk di ujung batang dan akar kemudian bergerak ke


(18)

bagian lain di tanaman. Coombs et al. (1994) mengemukakan bahwa pucuk menggunakan suatu kontrol yang sangat mempengaruhi tunas dan menekan pertumbuhan cabang lateral. Penghilangan pucuk akan memecah dominasi dan salah satu tunas di bawah pucuk akan tumbuh dan membuat dominasi baru.

Pemangkasan bertujuan meningkatkan jumlah tunas, mengatur bentuk tanaman, meningkatkan jumlah bunga dan mengatur waktu pembungaan (Weaver, 1972). Pertumbuhan vegetatif tanaman dengan cepat akan berlangsung setelah dilakukan pemangkasan. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan keseimbangan rasio akar dan tajuk. Aliran distribusi air, nutrisi, dan cadangan makanan berlangsung dari sistem perakaran yang tidak terganggu menuju area tajuk yang mengalami pemangkasan (Janick 1972). Rasio akar dan tajuk dapat mempengaruhi pertumbuhan, pembungaan, dan pembuahan pada tanaman. Setelah pemangkasan, maka menyebabkan jumlah daun berkurang dan menyebabkan berkurangnya proses fotosintesis. Cadangan makanan berupa karbohidrat akan dialihkan untuk pertumbuhan tunas baru (Denisen 1979). Setelah tanaman dipangkas, maka bagian tanaman yang tersisa harus cepat membentuk daun baru agar fotosintesis dan proses metabolisme lainnya dapat berjalan lancar.

Distribusi fotosintat dalam tanaman menunjukkan hubungan antara produksi fotosintat oleh daun sebagai source dan kebutuhan asimilat oleh sink karena itu karakteristik tumbuh tanaman, tahapan pertumbuhan daun, dan perkembangan tanaman dapat mempengaruhi distribusi hasil metabolisme (Geiger 1987). Kemampuan sink untuk mengimpor hasil asimilat berkaitan dengan ukuran sink, tingkat pertumbuhan, aktivitas metabolik dan tingkat respirasi. Daun pada saat flush memiliki ukuran sink yang besar sehingga hasil fotosintesis dialirkan ke daun flush. Kebanyakan penelitian mengenai perubahan source dan sink melibatkan manipulasi tanaman seperti pengguguran buah, pengguguran daun, danperlakuan naungan (Dickson et al. 2000).

Pertumbuhan vegetatif biasanya meningkat cepat setelah pemangkasan pucuk secara intensif. Pemangkasan berat akan mengubah secara radikal keseimbangan antara akar dan pucuk. Pertumbuhan yang terjadi disebabkan karena pengalihan air, zat hara, dan cadangan pangan dari sistem perakaran


(19)

6

tanaman yang terganggu ke arah tunas yang lebih kecil pengurangan sedikit dalam jumlah pangan cadangan bersamaan dengan pengurangan area fotosintesis dapat diabaikan karena saat dorman cadangan pangan (gula dan karbohidrat) berada dalam akar dan bagian-bagian pucuk yang lebih tua (Harjadi, 1989).

Hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam pemangkasan teh antara lain penentuan kriteria tinggi pangkas, daur pangkas dan waktu pemangkasan yang tepat berdasarkan ketinggian tempat serta kondisi suatu daerah. Secara agronomi pemangkasan harus dilakukan pada saat tanaman sehat yaitu saat tanaman cukup mengandung cadangan makanan atau hara dan kelembaban tanah serta suhu optimum untuk tumbuh kembali (Sukasman, 1988). Menurut Valkemburg dan Hortsen (2001) pemangkasan teratur pada jati Belanda dapat meningkatkan hasil pemangkasan empat kali setahun dapat menghasilkan 10 kg bahan kering per tanaman.

Pada tanaman teh pemangkasan dan pemetikan secara berkala bertujuan untuk mempertahankan tanaman agar tetap dalam fase vegetatif, merangsang pertumbuhan tunas atau pucuk baru, membentuk bidang petik, mempertahankan tinggi petik sehingga memudahkan para pemetik melaksanakan tugasnya (Iskandar, 1988; Sukasman, 1988).

Pada tanaman buah-buahan yang termasuk tanaman bercabang diperlukan keseimbangan antara pertumbuhan vegetatif dan generatif. Pemangkasan yang tepat dapat dipergunakan untuk mengatur keseimbangan pertumbuhan vegetatif dan generatif (Bleasdale, 1973). Pemangkasan yang diperlukan dalam jambu biji adalah untuk memperoleh bentuk tajuk tanaman yang baik, sehat dan produktif. Pemangkasan 80 % cabang-cabang tua pada jambu biji dapat yang telah berumur tiga tahun dapat memacu pertumbuhan tunas baru yang sehat dan kuat (Nanthanchai, 1983).

Pupuk Nitrogen

Nitrogen merupakan bagian pokok bagi tanaman. Nitrogen hadir sebagai satuan fundamental dalam protein, asam nukleik, klorofil dan senyawa organik lain. Protein merupakan penyusun utama protoplasma. Fungsi nitrogen sebagai bahan vital berbagai enzim menunjukkan fungsi utamanya sebagai pusat dalam


(20)

seluruh proses metabolis dalam tanaman (Mas’ud, 1992). Dilaporkan juga bahwa kekahatan nitrogen menyebabkan pembelahan sel terhambat dan akhirnya memperlambat pertumbuhan. Nitrogen dalam jumlah yang cukup akan meningkatkan luas daun sehingga area fotosintesis meningkat. Pasokan nitrogen dalam jumlah tinggi akan mempercepat perubahan karbohidrat menjadi protein.

Menurut Mas’ ud, (1992) fungsi nitrogen bagi pertumbuhan tanaman adalah 1) menjadikan tanaman berwarna hijau, 2) meningkatkan pertumbuhan daun dan batang, 3) menjadikan tanaman menjadi sukulen, 4) menahan pertumbuhan akar, 5) memperlambat pematangan tanaman dengan membantu pertumbuhan vegetatif yang tetap hijau walaupun saat masak sudah maksimum, 6) meningkatkan kandungan protein, 7) mengurangi pengaruh buruk udara dingin.

Nitrogen diikat tanaman dalam bentuk nitrat atau amonium dan nitrogen merupakan unsur yang mudah larut dan menguap, sehingga untuk mengatasi kekahatan nitrogen bagi tanaman dapat dilakukan melalui empat cara yaitu sisa tanaman, pupuk kandang, legum, dan pupuk buatan. Pada beberapa tanaman pertanian kebutuhan nitrogen dipenuhi melalui pupuk buatan (Mas’ud, 1992).

Dari pemberian tiga unsur (NPK) sebagai pupuk, nitrogen memberikan pengaruh yang paling nyata, terutama dalam merangsang pertumbuhan di atas permukaan tanah. Hampir pada seluruh tanaman nitrogen merupakan pengatur dari penggunaan kalium, fosfor dan penyusun lainnya (Soepardi, 1983).

Kandungan Senyawa pada Daun Jambu Biji

Senyawa kelompok sesquiterpen hidrokarbon terdapat pada daun jambu biji seperti β-karyofilena, β-bisabolena, aromadendrena, β-selinena, nerolidiol, karyofilena oksida, longisiklena, dan sel-11-en-4α-ol (Smith dan Siwatibau 1975). Kuersetin yang termasuk golongan flavonoid dapat berfungsi sebagai anti diare (Lutterodt et al. 1999). Analisis fitokimia dari daun jambu biji memperlihatkan adanya tanin, fenol, triterpen, minyak atsiri, saponin, lektin, karotenoid, asam askorbat, asam lemak, dan kuersetin (Garcia 2003).

Anti oksidan terkuat yang ditemukan pada daun jambu biji adalah asam askorbat. Ditemukan pula di dalamnya kandungan total fenolik sebesar 575.3+15.5 dan 511.6+6.2 mg setara asam galat/ g berat kering daun. Kandungan


(21)

8

fenolik dalam jumlah besar tersebut dapat menghambat reaksi peroksidasi pada tubuh sehingga dapat mencegah penyakit kronis seperti diabetes, kanker, dan serangan jantung (Qian dan Nihorimbere, 2004).

Senyawa Flavonoid

Senyawa flavonoid merupakan golongan senyawa fenol yang dihasilkan dari metabolisme sekunder pada tanaman. Flavonoid telah ada di alam selama lebih dari jutaan tahun (Swain, 1975). Pada tanaman, flavonoid disintesis dari asam amino aromatik, yaitu tirosin dan fenilalanin, bersama-sama dengan unit asetat melalui lintasan asetat dan sikimat (Bravo 1998; Middleton et al., 2000). Dengan bantuan enzim tirosin amonia lyase dan fenilalanin amonia lyase, tirosin dan fenilalanin terkonversi menjadi sinamat yang kemudian berkondensasi dengan asetat membentuk struktur flavonoid (Middleton et al. 2000). Struktur flavonoid dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur Molekul Flavonoid

Flavonoid dibedakan berdasarkan ikatan molekulnya menjadi lima golongan yaitu flavanol, antosianidin, flavon, flavanon, dan chalcon. Struktur dasar flavonoid terdiri atas dua cincin benzene (A dan B) yang terhubung oleh cincin piran atau pirone heterosiklik dengan ikatan rangkap di tengahnya (C). Pembagian golongan tersebut berdasarkan ada atau tidak adanya ikatan rangkap pada posisi 4, ikatan rangkap antara atom karbon pada posisi 2 dan 3 pada cincin C, dan gugus hidroksil pada cincin B. Pada struktur flavonoid, gugus fenil biasanya berikatan pada posisi 2 cincin B, sementara isoflavonoid pada posisi 3. Nucleus (Bilyk dan Sapers 1985; Middleton et al., 2000).

Golongan flavonol terdiri dari kuersetin, kaempferol, galangin dan myrcetin, (Vickery and Vickery, 1981). Kuersetin kebanyakan terdapat pada sayuran dan buah-buahan.


(22)

Flavonoid memiliki banyak kegunaan, beberapa di antaranya masih belum dapat dimengerti. Sebagai contoh, flavonoid berpengaruh dalam pertumbuhan pada in vitro tetapi tidak demikian halnya pada percobaan in vivo. Flavonoid juga berfungsi sebagai enzim inhibitor, memberi warna pada tanaman, atraktan bagi polinator, dan sebagai antibiotik terhadap serangan virus (Vickery and Vickery 1981). Pada manusia flavonoid memiliki kegunaan sebagai anti oksidan, anti kanker, anti alergi, dan anti virus (Hertog et al., 1992; Middleton et al., 2000). Flavonoid juga sangat efektif dalam mengikat radikal bebas dari hidroksil dan peroksil sehingga dapat mencegah penyakit kanker dan jantung (Manach et al., 1996). Konsumsi buah-buahan dan sayuran yang mengandung flavonoid juga penting bagi keseimbangan diet yang sehat (Lugasi et al., 2003).


(23)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan pada Oktober 2006 sampai dengan Maret 2007. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Ilmu dan Teknologi Benih Institut Pertanian Bogor, Leuwikopo Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Analisis bahan bioaktif dilaksanakan di Laboratorium BALITRO dan BB-BIOGEN.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah tanaman jambu biji asal Sukabumi berumur sembilan bulan yang berasal dari biji (Gambar 2). Daun jambu biji dan bahan-bahan penunjang laboratorium untuk analisis kandungan bahan-bahan bioaktif secara kualitatif dan kuantitatif. Alat yang digunakan adalah polybag ukuran 60 cm x 60 cm, timbangan, gunting pangkas, oven, sprayer alat-alat penunjang laboratorium untuk analisis kandungan bahan bioaktif secara kualitatif dan kuantitatif.

(a) (b)


(24)

Metode

Penelitian menggunakan rancangan petak terpisah (split plot design) dengan perlakuan tinggi pangkasan (T) yang ditempatkan dalam petak utama dan dosis pupuk nitrogen (N) dalam anak petak.

Petak utama terdiri atas tiga taraf tinggi pangkasan: T1 = Tinggi pangkas 50 cm

T2 = Tinggi pangkas 75 cm T3 = Tinggi pangkas 100 cm

Anak petak terdiri atas empat taraf dosis pupuk nitrogen: N0 = 0 g urea/tanaman

N1 = 90 g urea/tanaman N2 = 180 g urea/tanaman N3 = 270 g urea/tanaman

Dengan demikian terdapat 12 kombinasi perlakuan. Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 36 unit percobaan (Lampiran 1). Setiap unit percobaan terdiri dari 4 tanaman.

Model matematika untuk rancangan yang digunakan adalah : Yijk= μ + Ti + βj + δ ij + Nk + (TN)ik + εijk, dimana

Yijk : nilai pengamatan pada perlakuan petak utama ke-i, anak petak ke-j, ulangan ke-k

μ : rata-rata hasil pengamatan untuk setiap satuan percobaan Ti : nilai tambah karena pengaruh tinggi pangkasan pada taraf ke-i

βj : nilai tambah karena pengaruh ulangan ke-j

δ ij : pengaruh galat petak utama (tinggi pangkasan)

Nk : nilai tambah karena pengaruh pemupukan N pada taraf ke-k

(TN)ik : nilai tambah karena pengaruh interaksi petak utama ke-i dengan anak petak ke-k

εijk : pengaruh galat anak petak (dosis pupuk N) i : 1, 2, 3 untuk tinggi pangkasan

j : 1, 2, 3 untuk ulangan


(25)

12

untuk perlakuan yang berpengaruh nyata dilakukan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf kesalahan 5 %.

Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian terdiri dari pelaksanaan di lapang dan di laboratorium. Bagan alir pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 3. Pembibitan

Pembibitan dilakukan pada bulan Desember 2005, media yang digunakan saat pembibitan adalah tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1 : 1. Periode pembibitan ini dilakukan dengan dua tahap. Pada tahap satu pembibitan dilakukan pada polybag ukuran 15 cm x 15 cm yang berisi 1 benih/polybag. Bibit tanaman jambu biji ditumbuhkan sampai umur 3 bulan. Pada tahap berikutnya tanaman dipindah pada polybag dengan ukuran 30 cm x 30 cm dan dibiarkan tumbuh sampai umur 3 bulan. Pemindahan ini dilakukan dengan tujuan agar perkembangan akar optimal yang akan mendukung pertumbuhan tanaman.

Penanaman

Penanaman dilakukan setelah tanaman berumur sembilan bulan setelah semai. Bibit tanaman ditanam pada polybag ukuran 60 cm x 60 cm. Media tanam yang digunakan adalah tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1 : 1. Peletakan polybag perlakuan berjarak 2 m x 2 m satu dengan lainnya.

Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman yang dilakukan meliputi penyiraman, penyiangan gulma, pemberantasan hama dan penyakit. Selama masa pemeliharaan ini perlakuan diterapkan yaitu berupa pemangkasan dan pemupukan nitrogen. Perlakuan pemangkasan dilakukan pada saat tanaman berumur 1 bulan setelah tanam (1 BST), sedangkan pemupukan nitrogen dilakukan setelah pemangkasan sesuai dengan dosis perlakuan untuk merangsang pertumbuhan tanaman.

Panen dan Pasca Panen

Pemanenan dilakukan pada saat tanaman telah berumur lima bulan setelah pemangkasan dilakukan. Pemanenan meliputi pemanenan bioamassa batang dan daun dengan menyisakan batang sesuai dengan perlakuan tinggi pangkas. Batang dan daun-daun yang dipanen kemudian dipisahkan menjadi kelompok-kelompok


(26)

menurut perlakuan untuk analisis kandungan bahan bioaktif daun jambu biji. Analisis kandungan bahan bioaktif daun jambu biji dilakukan menggunakan tahapan-tahapan pelaksanaan di laboratorium.

Pengamatan

Pengamatan meliputi variabel pertumbuhan dan produksi tanaman. Peubah pertumbuhan

1. Pertambahan tinggi tanaman (cm), diukur dari batas ajir yang telah ditentukan (5 cm dari permukaan tanah) sampai dengan titik tumbuh tertinggi daun yang diluruskan ke atas. Diamati setiap dua minggu.

2. Pertambahan diameter batang (mm), diukur dengan menggunakan jangka sorong pada tiga titik yaitu batang utama bawah, batang tengah dan batang atas. Diamati setiap dua minggu.

3. Jumlah cabang, merupakan jumlah cabang yang tumbuh pada batang utama. Diamati setiap dua minggu.

4. Laju Tumbuh Relatif (LTR) dan Laju Asimilasi Bersih (LAB)

Pengukuran Laju Tumbuh Relatif dan Laju Asimilasi Bersih sebagai berikut:

1 2 1 2 T -T W ln W ln ) g/hari ( = − LTR 1 2 1 2 1 2 1 2 2 T -T A ln A ln A A W W ) /har g/cm ( − − − = x i LAB

dimana LTR = Laju Tumbuh Relatif (g/hari) LAB = Laju Asimilasi Bersih (g/cm2/hari)

T1 = Waktu pengamatan awal T2 = Waktu pengamatan akhir

W1 = Bobot kering total pada waktu T1 W2 = Bobot kering total pada waktu T2

A1 = Masing-masing luas daun total pada waktu T1 A2 = Masing-masing luas daun total pada waktu T2


(27)

14

Peubah produksi

1. Bobot basah daun, merupakan hasil pengukuran bobot daun yang belum dikeringkan setelah dipanen. Diukur dalam satuan g.

2. Bobot basah batang, merupakan bobot basah cabang yang dipanen daunnya yang belum dikeringkan setelah dipanen. Diukur dengan satuan g.

3. Bobot kering daun, merupakan hasil pengukuran bobot daun yang telah dikeringkan pada suhu 1050 C selama 24 jam setelah dipanen. Diukur dalam satuan g.

4. Kandungan N daun, dilakukan melalui analisis daun di laboratorium dengan metode Kjedhal. Diamati setelah panen.

5. Analisis kandungan bioaktif secara kualitatif dan kuantitatif dilakukan setelah pemanenan total dan setelah mengalami proses pengeringan.

Analisis kualitatif

Uji kualitatif digunakan untuk mengetahui apakah daun jambu biji mengandung senyawa bioaktif tanpa mengetahui jumlahnya secara kuantitatif. Prosedur analisis pengujian pada senyawa bioaktif secara kualitatif yang dilaksanakan pada laboratorium analitik sebagai berikut (Harborn , 2000):

1. Pembuatan ekstrak : 10 g sampel kering yang sudah dihaluskan lalu direndam dalam 100 ml metanol selama 24 jam. Kemudian ekstrak disaring dan diuapkan dengan alat rotavapor (30o – 40oC) hingga didapatkan residunya. 2. Pengujian alkaloid : 2 mg residu yang telah diekstrak lalu ditambahkan 10 ml

kloroform-amoniak dan disaring. Larutan hasil dari saringan (filtrat) ditambah beberapa tetes H2SO4 2 M kemudian dikocok sampai terbentuk 2 lapisan yaitu lapisan keruh dan lapisan tidak berwarna. Lapisan tidak berwarna diambil dengan pipet menjadi 2 bagian. Pada masing-masing tabung ditambahkan beberapa tetas reagen Dragendorf dan Mayer. Uji positif alkaloid bila menghasilkan endapan berwarna jingga setelah ditambahkan reagen Dragendorf dengan dan putih kekuningan untuk Mayer.

3. Pengujian triterpenoid : 2 mg residu yang telah diekstrak lalu dilarutkan ke dalam dietil eter sampai larut. Setelah larut ditambahkan pelarut Liebermann-Buhard (3 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes H2SO4 pekat). Bila dihasilkan


(28)

warna hijau menandakan positif adanya steroid, sedangkan warna merah atau ungu, positif adanya triterpenoid.

4. Pengujian flavonoid, saponin dan tanin : 2 mg residu yang telah diekstrak lalu ditambahkan aquades secukupnya, kemudian pisahkan 3 ml filtrat ke dalam 3 tabung reaksi. Tabung pertama ditambahkan logam Mg, beberapa tetes HCl pekat dan larutan amil alkohol, kemudian kocok apabila timbul warna kuning kemerahan pada fraksi amil alkohol menandakan uji positif flavonoid. Pada tabung kedua dilakukan uji saponin dengan dilakukan pengocokan secara vertikal, bila timbul busa yang stabil setinggi + 1 cm selama 10 menit menandakan adanya positif saponin. Sisa campuran tadi lalu saring. Filtrat ditambahkan beberapa ml larutan FeCl3 1 %. Timbulnya warna biru tua atau kehitaman menunjukkan positif tanin.

Kriteria penilaian bahan bioaktif secara kualitatif dengan uji fitokimia ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kriteria penilaian kandungan bioaktif dengan uji fitokimia

Senyawa Dasar penilaian Penilaian

Alkaloid Jumlah pereaksi 1 tetes :4+ 2 tetes : 3+ 3 tetes :2+ 4 tetes :1+ Steroid Perubahan warna

biru/hijau

Tua : 3 + Sedang : 2+ Muda : 1+ Triterpenoid Perubahan warna

merah/ungu

Tua : 3 + Sedang : 2+ Muda : 1+ Saponin Pembentukan

lapisan busa

3 cm : 3+ 2 cm : 2+ 1 cm : 1+

Flavonoid Jumlah pereaksi 1 tetes :4+ 2 tetes :3+ 3 tetes: 2+ 4 tetes :1+ Tanin Jumlah pereaksi 1 tetes :4+ 2 tetes :3+ 3 tetes: 2+ 4 tetes :1+

Keterangan : 4+ = sangat tinggi, 3+/ 3cm = tinggi , 2+/ 2 cm = sedang, 1+/ 1 cm = rendah

Analisis kuantitatif

Prosedur pelaksanaan di laboratorium melalui proses ekstraksi dengan menggunakan metode maserasi, pemisahan fraksi senyawa menggunakan kromatografi lapis tipis dan spektrofotometer UV.

1. Ekstraksi Maserasi

Daun jambu biji sebanyak 1 000 g dikeringkan pada suhu 1050 C selama 24 jam kemudian dimaserasi dengan metanol (15 l) selama satu malam dalam erlenmeyer menggunakan bantuan shaker. Ekstrak kemudian disaring dan


(29)

16

dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu 400 C untuk menghilangkan pelarut sampai volumenya + 1/10 volume semula. Proses maserasi, penyaringan, dan pemekatan dilakukan berulang-ulang sampai ekstrak yang dihasilkan tidak berwarna. Ekstrak yang diperoleh digabung dan dinamakan ekstrak kasar metanol.

2. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Analisis dengan KLT bertujuan mencari eluen yang cocok untuk pemisahan komponen aktif dalam daun jambu biji. Fase diam pada analisis ini digunakan lempeng silika gel. Jenis eluen, yang merupakan fase gerak, digunakan berdasarkan hasil analisis kualitatif. Elusi dilakukan menggunakan pelarut polar hingga non polar. Pelarut-pelarut yang memiliki pola pemisahan yang baik dikombinasikan dengan satu dengan yang lain dengan perbandingan tertentu. Hasil analisis diperiksa menggunakan lampu UV dengan panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Hasil eluen terbaik kemudian digunakan pada kromatografi kolom. Hasil yang diperoleh dari kromatografi kolom kemudian diuji menggunakan spektrofotometer UV


(30)

Gambar 3. Bagan Alir Pelaksanaan Penelitian Penanaman

Bibit jambu biji yang telah berumur 9 bulan ditanam pada polybag ukuran 60 cm x 60 cm dengan media tanah : pupuk kandang 1 : 1

dengan jarak tanam 2 m x 2 m

Pengamatan

Dilakukan pengamatan pertumbuhan dan pengamatan setelah panen

Pengamatan pertumbuhan meliputi pengukuran tinggi tanaman, diameter batang, jumlah cabang dilakukan setiap 2 minggu sekali dan LTR, LAB dilakukan

di akhir panen

Pengamatan setelah panen meliputi pengukuran bobot basah daun dan batang, bobot

kering batang dan daun, analisis N, analisis bioaktif

Analisis data menggunakan rancangan petak terpisah (split plot design) dan DMRT

Pemeliharaan

Meliputi kegiatan penyiraman, penyiangan gulma, pemberantasan HPT. Perlakuan pemangkasan saat tanaman telah berumur 1 bulan setelah

pindah tanam dilanjutkan dengan pemupukan N Pembibitan

Dilakukan pada polybag ukuran 15 cmx 15 cm dengan media tanah : pupuk kandang 1 : 1, setelah berumur 6 bulan bibit dipindah pada


(31)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Penelitian

Berdasarkan hasil analisis tanah yang dilakukan di Laboratorium Departemen Tanah IPB (Lampiran 2), lahan penelitian tergolong masam dengan pH H2O sebesar 4.95. Lahan penelitian tergolong bertekstur liat karena kandungan liatnya lebih dari 30%. KTK yang terdapat di dalamnya tergolong rendah yaitu 11.26 me/100g, sehingga kekuatan mengikat unsur H, N, K, Ca dan Mg juga sangat rendah. Pada Gambar 4 terlihat pertanaman jambu biji pada umur 16 MST (minggu setelah tanam).

Gambar 4. Pertanaman Jambu Biji Umur 16 MST

Penambahan pupuk kandang diharapkan dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah. Penambahan pupuk kandang ayam pada dosis 15 ton/ha telah mengubah pH tanah pada level agak masam yaitu 6.47. Tekstur tanah berubah menjadi golongan liat berdebu dengan KTK yang berada pada level sedang yaitu 18.39, sehingga diharapkan hara sudah tersedia bagi tanaman.

Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2006 sampai dengan bulan Maret 2007. Pada awal penanaman yaitu bulan Oktober curah hujan tergolong rendah yaitu 136 mm/bulan. Saat menjelang panen yaitu pada umur 18 MST di bulan Februari total curah hujan tergolong tinggi yaitu 519 mm/bulan. Rata-rata temperatur udara selama penelitian adalah 27.4 0C.

Hama yang menyerang tanaman jambu biji adalah belalang (Valanga nigricormis), ulat daun (Srapsicrates rhotia), ulat berbulu (Euprotis sp) dan rayap


(32)

tanah (Coptotermes travians). Serangan belalang dan ulat tidak begitu berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Gambar 5a). Belalang dan ulat menimbulkan kerusakan pada daun dengan meninggalkan bekas gigitan, sehingga daun menjadi berlubang. Sedangkan serangan rayap cukup mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman bahkan ada 3 tanaman yang mati akibat serangan rayap. Rayap menyerang akar tanaman selanjutnya batang tanaman, sehingga batang tanaman menjadi keropos dan akhirnya tanaman rebah dan mati gejala serangan lain adalah daun menguning dan ranting mengering, hal ini diduga karena translokasi hara dari akar ke daun dan dari daun ke seluruh bagian tanaman terhambat. Penyakit yang menyerang adalah penyakit busuk batang dan akar yang disebabkan oleh jamur Botryo diplodia, akibat penyakit ini tanaman menjadi rebah dan mati dalam beberapa hari setelah timbul gejala serangan (Gambar 5b). Gejala awal adalah timbulnya kelayuan pada daun-daun jambu biji, beberapa hari kemudian batang berwarna coklat sampai hitam gosong terutama pada daerah di sekitar perakaran. Jika akar dicabut maka akan tercium bau busuk. Serangan Botryo diplodia merupakan serangan sekunder yang diduga dipicu oleh pemupukan N (urea) dengan dosis yang tinggi yang menyebabkan kerusakan akar akibat kondisi oksigen berada dibawah CPO(Critical Oxygen Presure), sehingga mengaktifkan jamur ini. Kondisi ini disebabkan karena pemberian pupuk dilakukan pada musim kemarau dan juga kondisi aerasi media tanam yang kurang baik, selain itu juga disebabkan karena tanaman jambu biji ditanam pada polybag sehingga pupuk yang diberikan menyebabkan tanaman mengalami cekaman. Hal ini terlihat dari serangan tebesar terjadi pada tanaman yang dipupuk dengan 270 g urea/tanaman sebanyak 91.67% atau hampir seluruh tanaman mati (Tabel 2). Sehingga tanaman dengan perlakuan pupuk 270 g/tanaman tidak ikut diolah secara statistik.

Tabel 2. Jumlah tanaman jambu biji yang mati pada berbagai dosis pupuk urea Dosis Pupuk Urea (g/tanaman) Tanaman Mati (%)

0 0 90 0 180 16.67 270 91.67


(33)

20

Untuk mencegah serangan hama dilakukan pemeliharaan dengan memberikan Furadan dan penyemprotan Decis setiap satu minggu sekali. Pemberian Furadan dilakukan dengan menaburkan disekeliling tanaman sedangkan penyemprotan dilakukan pada pagi hari agar lebih efektif karena ulat dan belalang belum aktif bergerak. Pencegahan penyakit dilakukan dengan mencabut tanaman yang terserang selanjutnya dibakar.

Gulma yang tumbuh selama pertumbuhan tanaman jambu biji adalah rumput teki, alang-alang dan babadotan (Ageratum conyzoides), penyiangan gulma dilakukan secara manual dan dengan menggunakan mesin pemotong rumput dilakukan setiap dua minggu sekali.

(a) (b)

Gambar 5. Daun Jambu Biji Yang Terserang Ulat (a) dan Akar Jambu Biji Yang Terserang Jamur Botryo diplodia (b)

Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam dan Regresi

Rekapitulasi hasil sidik ragam dan regresi komponen pertumbuhan dan produksi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rekapitulasi hasil sidik ragam dan regresi komponen pertumbuhan dan produksi tanaman jambu biji

Perlakuan KK

(%)

A Regresi B Regresi AxB Regresi

Pertambahan tinggi tanaman 6 MST

** tn * y50= -0.0012x +

4.925 R2 = 0.097 y75 = -0.0038x + 4.4283

R2 = 0.8661* y100 = 0.001x + 4.6133

R2 = 0.1319


(34)

Tabel 3. Lanjutan

Pertambahan tinggi tanaman 8 MST

tn y = -0.0062x + 6.38

R2 = 0.453

tn y = 0.0019x + 5.75

R2 = 0.9601*

tn 10.271)

Pertambahan tinggi tanaman 10 MST

tn y = -0.0062x + 7.08

R2 = 0.6093

tn y = 0.0013x + 6.50

R2 = 0.9038*

tn 7.871)

Pertambahan tinggi tanaman 12 MST

* y = -0.0084x +

7.64 R2 = 0.4404

tn y = 0.0024x + 6.83

R2 = 0.8191*

tn 8.431)

Pertambahan tinggi tanaman 14 MST

* y = -0.0076x +

7.73 R2 = 0.3918

tn y = 0.0022x + 7.01

R2 = 0.9868*

tn 7.951)

Pertambahan tinggi tanaman 16 MST

* y = -0.0176x +

9.38 R2 = 0.4635

tn y = 0.0011x + 7.85

R2 = 0.1242

tn 11.421)

Pertambahan tinggi tanaman 18 MST

tn y = -0.0008x + 9.41

R2 = 0.0006

tn y = 0.0011x + 9.25

R2 = 0.0401

tn 24.841)

Pertambahan Diameter batang 4 – 6 MST

tn y = -0.0016x + 2.33

R2 = 0.1579

tn y = -0.0003x+

2.25 R2 = 0.75*

tn 11.481)

Pertambahan Diameter batang 6 – 8 MST

tn y = 0.0062x +

2.085 R2 = 0.7982*

tn y = 0.0017x + 2.3

R2 = 0.7982*

tn 21.981)

Pertambahan Diameter batang 8 – 10 MST

tn y = 0.0036x +

2.5067 R2 = 0.3343

tn y = 0.0004x + 2.73

R2 = 0.8421*

tn 20.881)

Pertambahan Diameter batang 10 - 12 MST

tn y = -0.004x +

3.41 R2 = 0.8929*

tn y = 0.0005x + 2.98

R2 = 0.0544

tn 11.691)

Pertambahan Diameter batang 12 – 14 MST

tn y = -0.0038x + 3.49

R2 = 0.9991*

tn y = 3.1233 R2 = 0

tn 12.391)

Pertambahan Diameter batang 14 – 16 MST

tn y = -0.0066x + 3.955

R2 = 0.9973*

tn y = -0.002x + 3.59

R2 = 0.2183

tn 9.651)

Pertambahan Diameter batang 16 - 18 MST

** ** ** y50 = -0.0038x +

4.1417 R2 = 0.633 y75 = -0.0045x + 3.9717

R2 = 0.8143* y100 = -0.0042x + 3.6883

R2 = 0.9323*

6.491)

Jumlah cabang 6 MST

* y = 0.0162x +

3.3 R2 = 0.98*

tn y = 0.0017x + 4.41

R2 = 0.4626

tn 12.081)

Jumlah cabang 8 MST

* tn * y50= 0.0019x +

5.395 R2 = 0.6447 y75 = -0.0008x + 4.98

R2 = 0.0392 y100 = 4.7167 R2 = 0


(35)

22

Tabel 3. Lanjutan

Jumlah cabang 10 MST

tn y= 0.0112x +

4.97 R2 = 0.8421*

tn y = -0.0015x+

5.95 R2 = 0.1709

tn 8.581)

Jumlah cabang 12 MST

tn y = 0.016x +

4.84 R2 = 0.8151*

* y = -0.003x + 6.39

R2 = 0.3626

tn 15.471)

Jumlah cabang 14 MST

tn y = 0.008x +

5.66 R2 = 0.5242

tn y = -0.0012x+

6.57 R2 = 0.1225

tn

12.061)

Jumlah cabang 16 MST

tn y = 0.0072x +

6.05 R2 = 0.9643*

* y = -0.0016x+

6.73 R2 = 0.2185

tn

10.761)

Jumlah cabang 18 MST

tn y = 0.0062x +

6.285 R2 = 0.9969*

* y = -0.0021x+

6.96 R2 = 0.1207

tn

9.931)

Laju asimilasi bersih

tn ** ** y50 = -0.0004x +

1.435 R2 = 0.6447 y75= -0.0004x + 1.4233

R2 = 0.4948 y100 = -0.0004x + 1.4267

R2 = 0.6575

15.661)

Laju tumbuh relatif

tn ** ** y50 = -0.0043x +

3.1833 R2 = 0.6832 y75 = -0.0048x + 3.04

R2 = 0.5169 y100 = -0.0044x + 3.0617

R2 = 0.6383

1.511)

Bobot basah daun

** ** ** y50 = -0.0217x +

21.005 R2 = 0.3631 y75= -0.0048x + 17.727

R2 = 0.0315 y100 = -0.0114x + 17.062

R2 = 0.2239

8.461)

Bobot kering daun

* ** ** Y50 = -0.3774x +

104.5 R2 = 0.505 Y75= -0.2433x + 77.413

R2 = 0.2194R2 = 0.3553

Y100= -0.2102x + 62.195

R2 = 0.2994R2 = 0.4304

19.901)

Bobot basah batang dan cabang

* y = -0.0626x +

15.6 R2 = 0.6578

tn y = 0.0108x + 9.94

R2 = 0.8334*

tn 23.991)

Keterangan : A = tinggi pangkas B = dosis urea * = berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95% ** = berbeda nyata pada taraf kepercayaan 99% 1) = hasil transformasi Vx+1 KK =Koefisien Keragaman


(36)

Interaksi antara perlakuan tinggi pangkas dengan dosis pupuk urea berpengaruh nyata terhadap komponen pertumbuhan tinggi tanaman pada 6 MST, diameter batang pada 16 - 18 MST, jumlah cabang pada 8 MST, LAB dan LTR. Komponen pertumbuhan lainnya yaitu tinggi tanaman 12, 14 dan 16 MST, jumlah cabang 6 MST hanya dipengaruhi oleh tinggi pangkas sedangkan jumlah cabang 12MST dipengaruhi oleh perlakuan pemupukan. Tinggi tanaman 8, 10 dan 18 MST, pertambahan diameter batang 4 – 6, 6 – 8, 8 – 10, 10 – 12 dan 12 – 14 MST, jumlah cabang 10 dan 14 MST tidak berbeda nyata pada semua perlakuan baik tinggi pangkas maupun dosis pupuk urea.

Komponen produksi yang dipengaruhi oleh interaksi perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea adalah bobot basah daun dan bobot kering daun, sedangkan bobot basah batang dan cabang hanya dipengaruhi oleh tinggi pangkas.

Berdasarkan persamaan regresi terlihat bahwa tinggi pangkasan berpengaruh linier negatif terhadap pertambahan tinggi tanaman 6 – 18 MST, pertambahan diameter batang 10 – 18 MST, LTR, LAB, BBD dan BBK, sedangkan pada pertambahan diameter batang 4 – 8 MST dan jumlah cabang 6 – 18 MST tinggi pangkasan berpengaruh linier positif. Dosis pupuk urea berpengaruh linier positif terhadap pertambahan tinggi tanaman 6 – 18 MST, pertambahan diameter batang 6 – 14 MST dan jumlah cabang pada 6 MST. Dosis pupuk urea berpengaruh linier negatif terhadap pertambahan diameter batang 14 – 18 MST, jumlah cabang 8 – 18 MST, LTR, LAB, BBD dan BBK.

Berdasarkan hasil analisis regresi terlihat bahwa pemupukan hanya berpengaruh pada awal pertumbuhan tanaman jambu biji, sehingga jika kita akan melakukan pemupukan hendaknya dilakukan di awal pertumbuhan, selain itu hasil regresi juga menunjukkan bahwa dimungkinkan pupuk yang dibutuhkan tanaman jambu biji tidak hanya pupuk N. Sumber N yang digunakan hendaknya tidak hanya berasal dari pupuk urea saja melainkan berasal dari pupuk majemuk, sehingga kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman jambu biji selain N dapat terpenuhi.

Berdasarkan hasil analisis regresi terlihat bahwa perlakuan yang diberikan pada tanaman jambu biji digunakan tanaman jambu biji untuk membesarkan diameter batang sampai dengan ukuran tertentu. Nitidimejo et al., (1988)


(37)

24

menyatakan bahwa pemangkasan efektif untuk menumbuhkan tunas pada tanaman jambu biji akan tercapai jika tanaman jambu biji sudah mencapai diameter batang 0.75 cm – 1.5 cm atau pada saat tanaman telah berumur 2 – 3 tahun. Hal ini mungkin juga berhubungan dengan ukuran jaringan xylem dan floem tanaman jambu biji yang belum maksimal akibat ukuran diameter yang belum maksimal pula. Menurut Susilo (1991) ukuran jaringan xylem dan floem pada tanaman budidaya mengikuti ukuran kambium batang. Tanaman tua akan memiliki ukuran jaringan xylem dan floem yang lebih besar dibandingkan tanaman yang lebih muda.

Pertumbuhan

Pertambahan Tinggi Tanaman

Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa perlakuan tinggi pangkas berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman pada umur 6, 12, 14 dan 16 MST, sedangkan pada 8, 10 dan 18 MST tinggi pangkas tidak berbeda nyata. Tinggi pangkas 50 cm menunjukkan hasil tertinggi dibandingkan dengan perlakuan tinggi pangkas 75 dan 100 cm.

Tabel 4. Pertambahan tinggi tanaman jambu biji pada berbagai perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea

Perlakuan Minggu setelah tanam

ke-6 8 10 12 14 1ke-6 18

Tinggi Pangkas (cm)

………. ..cm……….

50 4.82a 6.17 6.85 7.36a 7.49a 8.78a 9.83

75 4.08b 5.72 6.48 6.74b 6.89b 7.52b 8.45

100 4.72a 5.86 6.54 6.94ab 7.11ab 7.90ab 9.79

Dosis pupuk urea

(g/tanaman) ……….cm………

0 4.50 5.77 6.53 6.89 7.02 7.70 8.99

90 4.52 5.88 6.58 6.93 7.18 8.26 9.89

180 4.60 6.11 6.76 7.32 7.42 7.90 9.18

Interaksi * tn tn tn tn tn tn

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji DMRT 0.05

Pertambahan tinggi tanaman dipicu oleh pemangkasan pada batang tanaman jambu biji. Pemangkasan batang akan memicu bekerjanya meristem ujung yang menghasilkan sel-sel baru pada ujung yang menghasilkan sel-sel baru di ujung akar atau batang, mengakibatkan tumbuhan bertambah tinggi atau


(38)

panjang (Gardner et al., 1991). Hal ini disebabkan adanya pergerakan auksin yang tinggi akibat pemangkasan batang menuju ujung batang dan pangkal batang menghambat tunas lateral atau tunas samping (Hartman & Kester, 1990).

Menurut Weaver (1972) pertambahan perpanjangan ruas merupakan akibat pembelahan sel meristem sub apikal. Selanjutnya Khrishnamoorthy (1981) menyatakan bahwa perpanjangan batang ini disebabkan oleh dua proses yaitu pembelahan sel dan perpanjangan sel. Sel membesar dan mencapai ukuran maksimum, selanjutnya diikuti oleh pembelahan sel.

Hasil analisis ragam pada taraf 5 % menunjukkan bahwa pemupukan urea tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanpa pemupukan. Meskipun demikian tanaman jambu biji yang mendapat perlakuan pupuk urea menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan kontrol. Setyamidjaya (1986) menyatakan bahwa nitrogen merupakan unsur yang dominan dibandingkan dengan unsur lainnya dalam pertumbuhan vegetatif. Selanjutnya Fujita et al., (1991), menyatakan bahwa N merupakan komponen penyusun asam amino protein yang berfungsi dalam pembelahan sel dan pertumbuhan.

Tabel 5. Pertambahan tinggi tanaman jambu biji umur 6 MST pada berbagai interaksi perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea

Dosis Pupuk Urea (g/tanaman)

Tinggi Pangkas (cm)

50 75 100

………..…6 MST (cm)………..

0 4.74ab 4.35abc 4.48abc

90 5.19a 4.24bc 4.97a

180 4.53ab 3.66c 4.66ab

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda, berbeda nyata pada uji DMRT 0.05

Tabel 5 menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea terjadi pada 6 MST. Hal ini diduga karena pupuk urea berperan sebagai trigger bagi pertumbuhan vegetatif tanaman setelah perlakuan pemangkasan. Interaksi antara tinggi pangkas 50 cm dan pupuk urea 90 g/tanaman menunjukkan tinggi tanaman tertinggi sedangkan tinggi tanaman terendah dihasilkan oleh tinggi pangkas 75 cm dosis pupuk urea 180 g/tanaman.


(39)

26

Pertambahan Diameter Batang

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan tinggi pangkas tidak berbeda nyata pada setiap 2 minggu pengamatan kecuali pada 16 – 18 MST tinggi pangkas berpengaruh terhadap pertambahan diameter batang. Meskipun tidak berbeda nyata pertambahan diameter batang cenderung semakin berkurang dengan semakin meningkatnya tinggi pangkas. Tinggi pangkas 50 cm memberikan hasil tertinggi dibandingkan dengan perlakuan pemangkasan 75 dan 100 cm. Tabel 6 juga menunjukkan bahwa dosis pupuk urea tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan diameter batang kecuali pada 16 – 18 MST.

Tabel 6. Pertambahan diameter batang tanaman jambu biji pada berbagai perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea

Perlakuan Minggu setelah tanam ke-

4 – 6 6 - 8 8 - 10 10 - 12 12 - 14 14 -16 16 - 18 Tinggi

Pangkas (cm)

………. ..mm………

50 2.31 2.44 2.76 3.23 3.31 3.62 3.72a

75 2.11 2.46 2.63 3.07 3.21 3.47 3.65a

100 2.23 2.75 2.94 3.03 3.12 3.29 3.31b

Dosis pupuk urea

(g/tanaman) ……….mm……….

0 2.24 2.44 2.72 2.89 3.01 3.40 3.63a

90 2.24 2.46 2.79 3.26 3.35 3.81 3.91a

180 2.18 2.75 2.80 2.98 3.01 3.04 3.08b

Interaksi tn tn tn tn tn tn **

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji DMRT 0.05

Interaksi antara tinggi pangkas dan dosis pupuk urea berpengaruh nyata terhadap pertambahan diameter batang terjadi pada umur 16 – 18 MST (Tabel 7). Hasil terbaik ditunjukkan pada interaksi tinggi pangkas 50 cm dosis pupuk urea 90 g/tanaman dan hasil terendah ditunjukkan oleh tinggi pangkas 100 cm dosis pupuk urea 180 g/tanaman.

Tabel 7. Pertambahan diameter tanaman batang jambu biji umur 16 – 18 MST pada berbagai interaksi perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea Dosis Pupuk Urea

(g/tanaman)

Tinggi Pangkas

50 75 100

………16 – 18 MST (mm)………

0 3.99ab 3.86abc 3.63bcd

90 4.10a 3.79abc 3.43cde

180 3.30def 3.05ef 2.88f


(40)

Y50 = -0.0038x + 4.1417

R2

= 0.633

Y75 = -0.0045x + 3.9717

R2

= 0.8143* Y100 = -0.0042x + 3.6883

R2 = 0.9323* 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5

0 50 100 150 200 Dosis Urea (g/tanaman)

P er tam b ah an D iam ete r B at an g ( m m ) 50 cm 75 cm 100 cm Linear (50 cm) Linear (75 cm) Linear (100 cm)

Gambar 6. Pertambahan Diameter Batang Tanaman Jambu Biji Umur 16 - 18 MST Pada Berbagai Interaksi Perlakuan Tinggi Pangkas dan Dosis Pupuk Urea

Jumlah Cabang

Tabel 8 menunjukkan bahwa jumlah cabang dipengaruhi secara nyata oleh tinggi pangkas pada 6, 8 dan 18 minggu pengamatan. Jumlah cabang cenderung menurun dengan semakin tingginya pemangkasan pada setiap 2 minggu pengamatan.

Tabel 8. Jumlah cabang tanaman jambu biji pada berbagai perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea

Perlakuan Minggu setelah tanam

ke-6 8 10 12 14 1ke-6 18

Tinggi Pangkas (cm)

………... .……….

50 4.97a 5.70a 6.16 6.55 6.57 6.79 6.90

75 4.64ab 4.94a 5.67 5.82 6.04 6.55 6.76

100 4.16b 4.73b 5.60 5.75 6.17 6.43 6.59

Dosis pupuk urea

(g/tanaman) ………..………

0 4.32 5.03 5.78 6.19ab 6.40 6.58ab 6.68ab

90 4.75 5.33 6.16 6.54a 6.80 6.91a 7.36a

180 4.62 5.02 5.51 5.65b 6.18 6.29b 6.31b

Interaksi * * tn tn tn tn tn

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji DMRT 0.05


(41)

28

Dosis pupuk urea pada 12, 16 dan 18 MST berbeda nyata terhadap kontrol. Dosis pupuk urea 90 g/tanaman meningkatkan jumlah cabang dibandingkan kontrol, namun dosis pupuk urea 180 g/tanaman menurunkan jumlah cabang tanaman. Gardner et al., (1991) dan Marschner (1995) menyatakan bahwa peningkatan jumlah cabang merupakan hasil pembelahan sel dalam jaringan meristem. Pembelahan dan pembeseran sel untuk membentuk cabang baru memerlukan jumlah hara organik dan mineral yang cukup.

Menurut Sukasman (1988) pemangkasan bertujuan untuk memacu pertumbuhan vegetatif, menekan pertumbuhan generatif serta mengubah pertumbuhan batang tunggal dan besar menjadi berbatang banyak dan rendah, selain itu pemangkasan dapat mempengaruhi pertunasan, karena pemangkasan pada pucuk batang akan mempengaruhi keseimbangan zat pengatur tumbuh alami di daerah ketiak daun. Perubahan keseimbangan zat pengatur tumbuh alami tersebut akan merangsang pertumbuhan tunas baru (Sutarno, 1982).

Tabel 9. Jumlah cabang tanaman jambu biji umur 8 MST pada berbagai interaksi perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea

Dosis Pupuk Urea (g/tanaman)

Tinggi Pangkas

50 75 100

……….8 MST ………..

0 5.32a 4.78b 4.60b

90 5.72a 5.31ab 4.95ab

180 5.67a 4.64b 4.60b

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda, berbeda nyata pada uji DMRT 0.05.

Interaksi antara perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea hanya berpengaruh terhadap jumlah cabang pada 8 MST (Tabel 9). Jumlah cabang terbanyak dihasilkan interaksi pupuk nitrogen 90 g/tanaman pada tinggi pangkas 50 cm. Hal tersebut dapat dimengerti karena semakin tinggi tanaman maka kemungkinan untuk menghasilkan cabang juga semakin banyak.


(42)

Y50 = 0.0019x + 5.395

R2 = 0.6447

Y75 = -0.0008x + 4.98 R2 = 0.0392

Y100 = 4.7167 R2 = 0

0 1 2 3 4 5 6 7

0 50 100 150 200

Dosis Urea (g/tanaman)

Ju

m

la

h

C

ab

an

g

50 cm 75 cm 100 cm Linear (50 cm) Linear (75 cm) Linear (100 cm)

Gambar 7. Jumlah Cabang Tanaman Jambu Biji Umur 8 MST Pada Berbagai Interaksi Perlakuan Tinggi Pangkas dan Dosis Pupuk Urea

Rata – rata Laju Tumbuh Relatif

Tabel 10 menunjukkan bahwa nilai rata-rata LTR jambu biji pada umur 4 – 18 MST pada pemupukan 90 g urea/tanaman tidak berbeda nyata dengan kontrol pada berbagai perlakuan tinggi pangkas, meskipun demikian pemupukan 90 g urea/tanaman menghasilkan nilai rata-rata LTR yang lebih tinggi dan meningkatkan LTR sebanyak 5.4 % dibandingkan kontrol. Nilai rata-rata LTR terendah ditunjukkan oleh dosis pupuk urea 180 g/tanaman pada berbagai perlakuan tinggi pangkas.

Tabel 10. Nilai rata-rata LTR tanaman jambu biji pada periode umur 4 – 18 MST pada berbagai perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea Dosis Pupuk Urea

(g/tanaman)

Tinggi Pangkas

50 75 100

……….4 – 18 MST (g/hari)………..

0 3.03a 2.80a 2.89a

90 3.10a 3.09a 3.01a

180 2.25b 1.94b 2.10b

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda, berbeda nyata pada uji DMRT 0.05.

Laju tumbuh relatif menunjukkan peningkatan bobot kering dalam suatu interval waktu dalam hubungannya dengan bobot asal. Perlakuan urea 90 g /tanaman diduga memberikan nutrisi yang cukup bagi pertumbuhan tajuk dan akar jambu biji. Menurut Santosa (2004), perubahan dan perbedaan nilai LTR bisa


(43)

30

digunakan sebagai pembanding terhadap efisiensi produksi, baik antara genotipe tanaman maupun diantara tanaman-tanaman yang mendapat perlakuan atau karena pengaruh iklim yang berbeda.

Y50 = -0.0043x + 3.1833 R2 = 0.6832

Y75 = -0.0048x + 3.04

R2 = 0.5169

Y100 = -0.0044x + 3.0617

R2 = 0.6383

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

0 50 100 150 200 Dosis Urea (g/tanaman)

La ju Tu m b u h R el a ti f ( g /c m ) 50 cm 75 cm 100 cm Linear (50 cm) Linear (75 cm) Linear (100 cm)

Gambar 8. Nilai Rata – rata LTR Tanaman Jambu Biji Umur 18 MST Pada Berbagai Interaksi Perlakuan Tinggi Pangkas dan Dosis Pupuk Urea

Rata-rata Laju Asimilasi Bersih

Tabel 11 menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea memberikan pengaruh nyata terhadap nilai LAB. Nilai rata-rata LAB tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan pemupukan urea 90 g/tanaman dan kontrol pada berbagi tinggi pangkas. Hal ini diduga karena ukuran daun pada interaksi perlakuan tersebut lebih besar dibandingkan dengan interaksi yang lainnya, sehingga penangkapan energi matahari oleh daun lebih banyak dan laju fotosintesis akan meningkat.

Tabel 11. Nilai rata-rata LAB tanaman jambu biji pada periode umur 4 – 18 MST pada berbagai perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea Dosis Pupuk Urea

(g/tanaman)

Tinggi Pangkas

50 75 100

...4 – 18 MST (g/hari)...

0 1.42a 1.40a 1.41a

90 1.43a 1.43a 1.42a

180 135b 1.32b 1.33b


(1)

merupakan unsur yang dominan dibandingkan dengan unsur lainnya dalam pertumbuhan vegetatif. Selanjutnya Fujita et al. (1991), menyatakan bahwa N merupakan komponen penyusun asam amino protein yang berfungsi dalam pembelahan sel dan pertumbuhan.

Pertambahan Diameter Batang

Interaksi antara tinggi pangkas dan dosis pupuk urea berpengaruh nyata terhadap pertambahan diameter batang terjadi pada umur 12 – 14 MST (Tabel 6). Hasil terbaik ditunjukkan pada interaksi tinggi pangkas 50 cm dosis pupuk urea 90 g/tanaman dan hasil terendah ditunjukkan oleh tinggi pangkas 100 cm dosis pupuk urea 180 g/tanaman.

Tabel 6. Pertambahan diameter batang jambu biji pada berbagai interaksi perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea

Dosis Pupuk Urea (g/tanaman) 50 75Tinggi Pangkas 100 Rataan

………12 – 14 MST(mm) ………

0 3.99ab 3.86abc 3.63bcd 3.63a

90 4.10a 3.79abc 3.43cde 3.91a

180 3.30def 3.05ef 2.88f 3.08b

Rataan 3.72a 3.65a 3.31b

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji DMRT 0.05

Jumlah Cabang

Interaksi antara perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea hanya berpengaruh terhadap jumlah cabang pada 4 MST (Tabel 8). Jumlah cabang terbanyak dihasilkan interaksi pupuk nitrogen 90 g/tanaman pada tinggi pangkas 50 cm. Hal tersebut dapat dimengerti karena semakin tinggi tanaman maka kemungkinan untuk menghasilkan cabang juga semakin banyak.

Tabel 8. Jumlah cabang tanaman jambu biji pada berbagai interaksi perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea

Dosis Pupuk Urea (g/tanaman) Tinggi Pangkas Rataan

50 75 100

………4 MST………

0 5.32a 4.78b 4.60b 5.03

90 5.72a 5.31ab 4.95ab 5.33

180 5.67a 4.64b 4.60b 5.02

Rataan 5.70a 4.94b 4.73b

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji DMRT 0.05

Gardner et al. (1991) dan Marschner (1995) menyatakan bahwa peningkatan jumlah cabang merupakan hasil pembelahan sel dalam jaringan meristem. Pembelahan dan pembeseran sel untuk membentuk cabang baru memerlukan jumlah hara organik dan mineral yang cukup.

Rata-rata Laju Tumbuh Relatif

Tabel 9 menunjukkan bahwa nilai rata-rata LTR jambu biji pada umur 0 – 14 MST pada pemupukan 90 g urea/tanaman tidak berbeda nyata dengan kontrol pada berbagai perlakuan tinggi pangkas, meskipun demikian pemupukan 90 g urea/tanaman menghasilkan nilai rata-rata LTR yang lebih tinggi dan meningkatkan LTR sebanyak 5.4 % dibandingkan kontrol. Nilai rata-rata LTR terendah ditunjukkan oleh dosis pupuk urea 180 g/tanaman pada berbagai perlakuan tinggi pangkas. Tabel 9. Nilai rata-rata LTR tanaman jambu biji pada periode umur 0 – 14 MST pada berbagai

perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea

Dosis Pupuk Urea (g/tanaman) Tinggi Pangkas Rataan

50 75 100

……… ….0 - 14 MST(g/hari) ………

0 3.03a 2.80a 2.89a 2.91a

90 3.10a 3.09a 3.01a 3.07a

180 2.25b 1.94b 2.10b 2.10b

Rataan 2.80 2.61 2.67

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji DMRT 0.05

Laju tumbuh relatif menunjukkan peningkatan bobot kering dalam suatu interval waktu dalam hubungannya dengan bobot asal. Perlakuan urea 90 g /tanaman diduga memberikan nutrisi yang cukup bagi pertumbuhan tajuk dan akar jambu biji. Menurut Santosa (2004), perubahan dan perbedaan nilai LTR bisa digunakan sebagai pembanding terhadap efisiensi produksi, baik antara genotipe tanaman maupun diantara tanaman-tanaman yang mendapat perlakuan atau karena pengaruh iklim yang berbeda.


(2)

Y50 = -0.0043x + 3.1833 R2 = 0.6832

Y75 = -0.0048x + 3.04 R2 = 0.5169 Y100 = -0.0044x + 3.0617

R2 = 0.6383

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

0 50 100 150 200 Dosis Urea (g/t anaman)

L

a

ju T

u

m

b

uh R

e

la

ti

f

(g

/c

m

)

50 cm 75 cm 100 cm Linear (50 cm) Linear (75 cm) Linear (100 cm)

Gambar 2. Nilai Rata – rata LTR Tanaman Jambu Biji Umur 14 MST Pada Berbagai Interaksi Perlakuan Tinggi Pangkas dan Dosis Pupuk Urea

Rata-rata Laju Asimilasi Bersih

Tabel 10 menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea memberikan pengaruh nyata terhadap nilai LAB. Nilai rata-rata LAB tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan pemupukan urea 90 g/tanaman dan kontrol pada berbagi tinggi pangkas. Hal ini diduga karena ukuran daun pada interaksi perlakuan tersebut lebih besar dibandingkan dengan interaksi yang lainnya, sehingga penangkapan energi matahari oleh daun lebih banyak dan laju fotosintesis akan meningkat.

Laju asimilasi bersih berkaitan dengan hasil bersih dari fotosintesis per satuan luas daun dan waktu. Salah satu faktor internal tanaman yang mempengaruhi kecepatan fotosintesis adalah klorofil. Menurut Loveless (1991), peningkatan klorofil daun akan berperan dalam meningkatkan laju asimilasi bersih sehingga produk fotosintesis meningkat. Pada penelitian ini penambahan pupuk urea 90 g/tanaman memberikan unsur hara yang cukup terutama nitrogen yang berperan dalam sintesis klorofil. Klorofil merupakan molekul organik yang komplek dan nitrogen merupakan salah satu komponen penyusun klorofil (Taiz & Zeiger, 2002).

Tabel 10. Nilai rata-rata LAB tanaman jambu biji pada periode umur 0 – 14 MST pada berbagai perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea

Dosis Pupuk Urea (g/tanaman) Tinggi Pangkas

Rataan

50 75 100

………0 - 14 MST(mg/cm2/hari) ………

0 1.42a 1.40a 1.41a 1.41a

90 1.43a 1.43a 1.42a 1.42a

180 135b 1.32b 1.33b 1.33b

Rataan 1.40 1.38 1.39

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji DMRT 0.05

Komponen Produksi

Tajuk

Tabel 11 memperlihatkan bahwa produksi tajuk tertinggi pada berbagai interaksi perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea berupa bobot basah maupun bobot kering daun terdapat pada interaksi perlakuan antara tinggi pangkas 50 cm dan dosis pupuk urea 90 g/tanaman, sedangkan hasil terendah pada interaksi perlakuan antara tinggi pangkas 100 cm dan dosis pupuk urea 180 g/tanaman. Bobot basah batang dan cabang tertinggi ditunjukkan oleh interaksi perlakuan antara tinggi pangkas 75 cm dan dosis pupuk urea 90 g/tanaman dan hasil terendah ditunjukkan oleh interaksi tinggi pangkas 100 cm tanpa pupuk.

Tabel 11. Produksi tajuk tanaman jambu biji (14 MST) pada berbagai interaksi perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea

Dosis Pupuk Urea (g/tanaman) Tinggi Pangkas (cm)

Rataan

50 75 100

………Bobot Basah Daun (g) ………..

0 19.51ab 16.35cd 15.96cd 17.27b

90 22.04a 20.05ab 18.24bc 20.11a

180 15.60cd 15.49cd 13.91d 15.00c

Rataan 19.05a 17.30b 16.04b

………Bobot Kering Daun (g) ………..

0 9.17ab 7.25b 6.67bc 7.70b

90 10.41a 10.11a 8.70abc 9.74a

180 4.02d 2.96d 2.58d 3.11c

Rataan 7.87a 6.45b 6.30b

...Bobot Basah Batang dan cabang (g)………...

0 10.33ab 11.11ab 7.63b 9.69

90 12.07ab 13.82a 8.37ab 11.42

180 13.09ab 11.72ab 10.12ab 11.64

Rataan 11.83a 12.22a 8.7b


(3)

Komponen bahan kering daun adalah polisakarida dan lignin pada dinding sel, ditambah komponen sitoplasma seperti protein, lipid, asam amino, asam organik serta unsur tertentu seperti K. Komponen-komponen tersebut merupakan hasil asimilat yang memerlukan serapan hara dari larutan tanah dan translokasi ke tajuk (Salisbury & Ross, 1995). Pemberian pupuk N akan meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman, seperti jumlah batang dan cabang serta daun jambu biji. Jumlah daun yang banyak akan meningkatkan produksi biomassa. Produksi biomassa tersebut akan mengakibatkan pertambahan bobot kering. Biomassa adalah semua bahan kasar yang merupakan manifestasi dari semua proses yang terjadi dalam dalam pertumbuhan tanaman.

Saifudin (1986), menyatakan bahwa apabila unsur nitrogen yang tersedia lebih banyak dari unsur lainnya, maka tanaman menghasilkan protein lebih banyak dan daun akan tumbuh lebih lebar sehingga fotosintesis lebih banyak. Oleh sebab itu diduga lebarnya daun yang tersedia bagi proses fotosintesis sebanding dengan jumlah nitrogen yang tersedia.

Secara keseluruhan terjadi kecenderungan semakin tinggi pemangkasan maka produksi tajuk berupa bobot kering (g) semakin menurun, dimana pada pemupukan urea 90 g/tanaman meningkatkan bobot kering daun sebesar 26.49 % dibandingkan tanpa pemupukan. Hal ini sesuai dengan penelitian Yustisia (2002) bahwa N dapat memacu pertumbuhan daun. Pada pemupukan urea 180 g/tanaman bobot kering daun akan menurun.

Kandungan Nitrogen Daun

Analisis daun dilakukan setelah panen. Tabel 12 menunjukkan bahwa % nitrogen daun cenderung meningkat dengan semakin tingginya dosis pupuk nitrogen. Kandungan nitrogen tertinggi dihasilkan pada dosis pupuk urea 180 g/tanaman.

Tabel 12. Kandungan nitrogen daun jambu biji (14 MST) pada berbagai dosis pupuk urea Dosis Pupuk Urea (g/tanaman) % Nitrogen

0 2.46b 90 2.56ab 180 2.76a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji DMRT 0.05 Kandungan nitrogen tinggi dijumpai pada daun yang berwarna hijau (Susila, 2004).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa warna daun yang diberi perlakuan pupuk urea lebih hijau dibanding dengan tanaman kontrol, hal ini diduga karena pupuk urea merupakan pupuk yang mudah diserap dan dimanfaatkan oleh tanaman.

Berdasarkan hasil analisis daun (Tabel 12) diketahui bahwa daun tanaman jambu biji yang tidak dipupuk (kontrol) mengandung hara nitrogen yang cukup bagi pertumbuhan tanaman yaitu 2.46 %. Susila (2004), menyatakan bahwa kandungan nitrogen dalam daun adalah 1 – 5 %. Hal ini diduga karena panen hanya dilakukan sebanyak satu kali sehingga hara nitrogen cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Kandungan nitrogen daun akan semakin menurun dengan meningkatnya frekuensi panen daun pada tanaman strawbery (Normand & Habib, 2000). Oleh karena itu pemanenan daun lebih dari satu kali mungkin untuk dilakukan. Pemberian pupuk urea 90 dan 180 g/tanaman meningkatkan % nitrogen dalam daun masing – masing 4.07 dan 12.19 %. Hal ini sejalan dengan penelitian Yustisia (2002) bahwa peningkatan takaran pupuk N menyebabkan semakin naiknya N total pada tanaman kedelai.

Kandungan Bahan Bioaktif Kualitatif

Analisis bahan bioaktif secara kualitatif menunjukkan bahwa daun jambu biji mengandung alkaloid, steroid dan flavanoid (Tabel 13).

Tabel 13. Kandungan bahan bioaktif kualitatif daun jambu biji (14 MST) pada berbagai dosis pupuk urea

Dosis Pupuk Urea (g/tanaman) Kadar air (%/tanaman) Alkaloid Steroid Tanin Saponin Flavanoid

0 80.74b 3+ 3+ 3+ 1+ 2+

90 81.41ab 3+ 3+ 2+ 1+ 2+

180 84.63a 3+ 2+ 1+ - 1+

Berdasarkan Tabel 13 terlihat kecenderungan bahwa semakin tinggi dosis pupuk urea akan menurunkan kandungan total bahan bioaktif kualitatif daun jambu biji. Hal ini diduga karena semakin tinggi dosis pupuk urea memberikan hara yang cukup bagi tanaman, sehingga tanaman akan banyak melakukan metabolisme primer untuk menghasilkan biomassa, di samping itu terjadi peningkatan kadar air daun, sehingga meningkatkan sukulensi dan terjadi pengenceran kandungan bahan bioaktif yang akan menurunkan kandungan bahan bioaktif secara kualitatif.

Kandungan flavanoid semakin menurun dengan semakin bertambahnya dosis pupuk urea hal ini diduga karena flavanoid akan diproduksi lebih banyak pada keadaan kahat hara dan pH masam, pada hara tinggi dan pH alkalis maka flavanoid akan rusak. Lugasi et al. (2003), menyatakan bahwa kandungan flavanoid dipengaruhi oleh beberepa faktor seperti jenis dan pertumbuhan tanaman, musim, iklim.


(4)

Produksi flavanoid pada kahat hara dan pH masam ini adalah untuk melindungi sel dari bahaya sinar ultraviolet, karena apabila sel berada dalam keadaan kahat hara dan pH masam, sel mempunyai sistem membran yang lemah akibat sintesis protein yang berkurang dan hambatan kehadiran Al. Sistem membran yang lemah memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi terhadap kerusakan akibat sinar ultraviolet.

Kandungan Bahan Bioaktif Quersetin

Berdasarkan hasil analisis ragam (Tabel 14) terlihat bahwa kandungan flavanoid yang dihitung sebagai quercetin tidak berbeda nyata pada setiap dosis pupuk urea yang diberikan. Meskipun demikian kandungan bahan bioaktif cenderung meningkat dengan semakin meningkatnya dosis pupuk urea.

Tabel 14. Kandungan bahan bioaktif quersetin daun jambu biji (14 MST) pada berbagai dosis pupuk urea

Dosis Pupuk Urea (g/tanaman) % (Quersetin) 0 0.50 90 0.60 180 0.60

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji DMRT 0.05

Pada penelitian ini produksi quersetin semakin meningkat dengan semakin tingginya dosis urea yang diberikan hal ini tidak sesuai dengan tabel 13 yang menunjukkan bahwa kandungan kualitataif flavanoid semakin berkurang dengan semakin meningkatnya dosis pupuk urea. Hal ini dapat di mengerti karena pada perhitungan sebelumnya merupakan jumlah flavanoid total sedangkan quersetin merupakan turunan dari flavanoid yang banyak terdapat pada sayuran dan buah (Lugasi et al., 2003). Jadi jumlah quersetin yang tinggi bukan berarti bahwa jumlah flavanoid juga akan tinggi. Menurut Harborne & Williams (2000), kandungan flavanoid banyak dipengaruhi oleh cahaya karena berfungsi sebagai penyaring cahaya ultraviolet. Flavanoid terakumulasi pada lapisan epidermis daun, batang, dan bunga untuk melindungi sel dari radiasi cahaya ultraviolet B (280 – 320 nm) (Taiz & Zeiger, 2002). Flavanoid terekspresikan pada daun tanaman yang berwarna hijau. Dari hasil penelitian terlihat bahwa tanaman yang diberi perlakuan pupuk urea berwarna lebih hijau dibandingkan tanaman kontrol, sehingga flavanoid akan semakin meningkat dengan semakin tingginya dosis pupuk urea.

Korelasi antara Komponen Pertumbuhan dan Produksi

Komponen produksi yang meliputi bobot basah daun, bobot kering daun dan bobot basah batang dan cabang daun memiliki korelasi atau hubungan dengan berbagai komponen pertumbuhan (Tabel 15).

Bobot basah daun dan bobot kering daun berkorelasi nyata dengan jumlah cabang, laju tumbuh relatif dan laju asimilasi bersih. Dari fakta ini terlihat bahwa komponen pertumbuhan yang berperan terhadap produksi daun adalah jumlah cabang laju tumbuh relatif dan laju asimilasi bersih. Artinya jika jumlah daun yang banyak dengan bobot basah daun dan bobot kering daun yang tinggi dapat dipacu dengan pemupukan dan pemangkasan agar jumlah cabang meningkat. Tjitrosoepomo (1991), menyatakan bahwa jumlah daun akan meningkat seiring dengan banyaknya cabang yang muncul.

Jumlah cabang yang meningkat akan meningkatkan jumlah daun sehingga laju asimilasi pun meningkat. Laju asimilasi yang meningkat akan menghasilkan asimilat yang tinggi yang akan meningkatkan bobot basah daun dan bobot kering daun.

Tabel 15. Matrik korelasi antara komponen prtumbuhan dan produksi jambu biji pada berbagi perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea

Tinggi Diameter

Batang

Jumlah Cabang

LTR LAB BB Daun BK Daun BB Batang & Cabang

Tinggi 1

Diameter Batang -0.116 1

Jumlah Cabang -0.061 0.097 1

LTR -0.172 0.056 0.729* 1

LAB -0.162 0.045 0.728* 0.999* 1

BB Daun 0.066 0.174 0.58* 0.66* 0.68* 1

BK Daun -0.122 0.016 0.70* 0.96* 0.97* 0.80* 1

BB Batang dan Cabang -0.004 0.285 0.15 0.082 0.076 0.23 1 1 Keterangan : LAB = Laju asimilasi bersih; LTR = Laju tumbuh relatif; * = berbeda nyata pada taraf 95%

Pertumbuhan Setelah Panen

Pertumbuhan tanaman setelah panen yang meliputu pertambahn tinggi tanaman, pertambahan diameter batang dan jumlah cabang dapat dilihat pada Tabel .


(5)

Tabel 16. Pertumbuhan tanaman jambu biji setelah panen pada berbagai interaksi perlakuan tinggi pangkas dan dosis pupuk urea

Dosis Pupuk Urea (g/tanaman) Tinggi Pangkas (cm) Rataan

50 75 100

………Tinggi Tanaman 18 MST(cm)) ………..

0 12.47a 11.37b 10.73cd 11.41

90 12.60a 11.14bc 10.49d 11.52

180 12.15a 11.54b 10.38d 11.36

Rataan 12.41a 11.35b 10.59c

………....Pertambahan Diameter Batang 18 MST (mm) …………

0 3.17cd 3.36cd 2.94d 3.16b

90 4.14ab 4.29ab 4.08bc 4.04a

180 4.08ab 4.69a 4.08ab 4.28a

Rataan 3.80ab 4.11a 3.57b

...………..Jumlah Cabang 18 MST …………...

0 5.25ab 4.21bc 4.74b 4.73

90 5.93a 5.12ab 4.77b 5.27

180 4.68b 5.08ab 4.47b 4.74

Rataan 5.28 4.80 4.66

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji DMRT 0.0

Pertumbuhan vegetatif biasanya meningkat cepat setelah pemangkasan pucuk secara intensif, dan pemupukan dibutuhkan untuk menyediakan hara yang cukup bagi pertumbuhan tanaman. Unsur N merupakan unsur yang dominan selama pertumbuhan vegetatif tanaman. Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa pada tinggi pangkas 50 cm menghasilkan tinggi tanaman yang tidak berbeda pada berbagai perlakuan pemupukan, namun pada tinggi pangkas 75 dan 100 cm menyebabkan tinggi tanaman yang lebih rendah. Hal ini diduga karena unsur N lebih banyak digunakan untuk mednunjang daun-daun pemeliharaan.

Berdasarkan hasil analisis ragam terlihat bahwa interaksi antara perlakuan tinggi pangkas dan pemberian pupuk urea berpengaruh nyata pertambahan diameter batang tanaman (Tabel). Hasil tertinggi ditunjukkan oleh interaksi antara perlakuan tinggi pangkas 75 cm dan pemberian pupuk urea 180 g/tanaman.

Pertambahan diameter batang akan semakin meningkat dengan semakin tingginya dosis pupuk nitrogen yang diberikan. Hal ini diduga karena dosis pupuk urea 180 g/tanaman menyediakan hara yang cukup bagi pertumbuhan tanaman jambu biji setelah pemanenan daun.

Tabel menunjukkan bahwa jumlah cabang tanaman jambu biji dipengaruhi oleh perlakuan pemangkasan dan perlakuan pupuk nitrogen. Perlakuan tinggi pangkas 50 cm dan pemberian pupuk 90 g/tanaman memberikan hasil terbaik dibandingkan dengan kombinasi perlakuan yang lain.

Pemanenan daun dengan cara pemangkasan akan merangsang munculnya cabang baru. Pemangkasan 80 % cabang-cabang tua pada jambu biji yang telah berumur satu tahun dapat memacu pertumbuhan tunas baru yang sehat dan kuat (Nanthanchai, 1983). Pembentukan cabang baru juga dipengaruhi oleh keteresediaan hara yang cukup bagi pertumbuhan tanaman. Unsur nitrogen merupakan komponen penyusun asam amino dan protein yang berfungsi dalam pembelahan sel (Fujita et al., 1991).

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa interaksi antara tinggi pangkas 50 cm dan dosis pupuk urea 90 g/tanaman merupakan interaksi terbaik yang menghasilkan produksi biomassa tertinggi yaitu 22.04 g bobot basah daun dan 10.41g bobot kering daun. Interaksi antara tinggi pemangkasan dan dosis pupuk urea tidak berpengaruh terhadap kandungan bahan bioaktif kualitatif dan kuantitatif daun jambu biji.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat direkomendasikan bahwa untuk mendapatkan produksi biomassa daun jambu biji dosis pupuk 90 g urea/tanaman dan pemangkasan 50 cm dapat dilakukan. Penelitian dengan pemanenan lebih dari satu kali diperlukan untuk mengetahui pengaruh perbedaan waktu panen terhadap produksi kandungan bahan bioaktif .

DAFTAR PUSTAKA

Coombs, D., P. Blackburne-Maze, M. Cracknell, and R. Bentley. 1994. The Complete Book of Pruning. The Bath Press. 224 p.

Dickson RE, Tomlinson PT, dan Isebrands JG. 2000. Partitioning of current photosynthate to different chemical fractions in leaves, stem, and roots of northern red oak seedling during episodic growth. Can. J. of Forest Res. 30 : 1308-1317.

Fujita K, Otosu-Budu KG, Ogata S. 1992. Biological nitrogen fixation in mixed legume-cereal cropping systems. Plant and Soil. 141 : 155-175.


(6)

Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Jakarta: UI Press.

Geiger DR. 1987. Understanding interactions of source and sink regions of plants. Plant Physiol. Biochem. 26 : 483-492.

Harborn JB, Williams CA. 2000. Advances in flavonoid research since 1992 (Review). Phytochemistry 55 : 481 – 504.

Hartmann HT, Kester DE. 1990. Plant Propagation: Principles and Practices Fifth Edition. New Jersey : Prentice Hall.

Hornok, L. 1992. Cultivation and Processing of Medicinal Plants. John Wiley and Sons. Chicester. 331 hal.

Iskandar. 1988. Budidaya Teh. Jurusan Budi Daya Pertanian. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. 40 hal.

Krishnamoorthy, HN. 1981. Plant Growht Substances Including Applications in Agriculture. Tata Mc Graw Hill. Publ. Co. Ltd. New York. 214 p.

Loveless AR. 1991. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Lugasi A, Hovari J, Sagi K, dan Biro L. 2003. The role of antioxidant phytonutrients in the pevention of diseases. Acta Biol. Szeged. 47(1-4) : 119-125.

Lutterodt GD, Ismail A, Basheer RH, Baharudin HM. 1999. Antimicrobial effect of Psidium guajava extract as one mechnism of its antidiarrhoeal action. Mal. J. of Med. Sci. 6(2) : 17-20.

Marschner H. 1995. Mineral Nutrition of Higher Plants. London : Academic Press Limited. Nakasone HY, Paull RE. 1999. Tropical Fruits. CAB International. New York. 445 hal.

Normand F, Habib R. 2001. Nitogen fertilisation induces floriferous flush in strawberry guava (Psidium cattleianum). INRA, EDP Sciences.

Qian H, Nihorimbere V. 2004. Antioxidant power of phytochemicals from Psidium guajava leaf. J. Zhejiang Univ. Sci. 5(6) : 676-683.

Saifudin, S. 1986. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung. 182 p. Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid Satu. Lukman DR, Sumaryono, penerjemah;

Bandung : Penerbit ITB. Terjemahan dari : Plant Phisiology 4th edition.

Santosa MB. 2004. Efisiensi energi dan produktivitas pada tumpang sari jagung manis (Zea mays saccarata Sturt) dan berbagai kerapatan kacang hijau (Vigna radiata L.) dengan pengolahan tanah yang berbeda (tesis). Bogor : Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Soedibyo BRAM. 1998. Alam Sumber Kesehatan Manfaat dan Kegunaan. Balai Pustaka. Jakarta. 412 hal.

Sukasman. 1988. Pemangkasan pada tanaman teh menghasilkan. Prosiding Pemangkasan Teh Gambung 12 Desember 1988. hal 49-64.

Sujiprihati S. 1985. Studi Keragaman Berbagai Sifat Agronomis dan Pola Pembungaan/ Pembuahan Jambu Bangkok. Laporan. Jurusan Budi Daya Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. 25 hal.

Susila, AD. 2004. Fungsi Hara (Bahan Kuliah Interaksi Hara dan Tanaman/Tidak dipublikasikan). Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Susila, AD. 2005. Media dan Wadah Tanam ( Bahan Kuliah Produksi Tanaman Lanjut/Tidak dipublikasikan). Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Taiz L, Zeiger E. 2002. Plant Phisiology. Sinauer Associate, Inc., Publisher. Sunderland, Massachusetts.

Tjitrosoepomo G. 1999. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Vickery ML, Vickery B. 1981. Secondary Plant Metabolism. The Macmillan Press Ltd. Hongkong. 335 hal.

Weaver, RJ. 1972. Plant Growht Substances in Agriculture. WH Freeman and Co. Ltd. San Fransisco. 594p.

Wijayakusuma H, Dalimartha S, Wirian AS, Yaputra T, Wibowo B. 1984. Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia Jilid II. Pustaka Kartini. Jakarta. 138 hal.

Yustisia. 2002. Pengaruh sistem budidaya dan pemupukan n melalui daun terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai (Glycine max (L.) Merr) dan padi (Oryza sativa L.) dalam pola tumpang sari (tesis). Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.