Profil Kimiawi Ekstrak Ramuan Kunyit, Temulawak, dan Meniran Berdasarkan Aktivitas Antioksidan

PROFIL KIMIAWI EKSTRAK RAMUAN KUNYIT,
TEMULAWAK, DAN MENIRAN BERDASARKAN
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN

TYAS AYU LESTARI

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

ABSTRAK
TYAS AYU LESTARI. Profil Kimiawi Ekstrak Ramuan Kunyit, Temulawak, dan
Meniran Berdasarkan Aktivitas Antioksidan. Dibimbing oleh EMAN
KUSTAMAN dan WARAS NURCHOLIS.
Penelitian mengenai antioksidan dan profil kimiawi dari ekstrak yang
dibuat secara ramuan belum banyak dilakukan. Penelitian ini bertujuan
menganalisis profil kimiawi dari ekstrak ramuan kunyit, temulawak, dan meniran
berdasarkan aktivitas antioksidan terbaik. Ketiga simplisia dibuat formula
sebelum dimaserasi menggunakan pelarut etanol 96%. Formula yang digunakan

berdasarkan perbandingan sampel meniran:kunyit:temulawak (M:K:T), yaitu
1:1:1, 1:1:0, 1:0:1, 0:1:1, 1:0:0, 0:1:0, dan 0:0:1. Aktivitas antioksidannya
ditentukan secara in vitro menggunakan metode 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil
(DPPH). Profil kimiawi ekstrak ramuan ditentukan menggunakan
spektrofotometer fourier transform infrared (FTIR) untuk analisis gugus fungsi
dan kromatografi lapis tipis (KLT) untuk mengetahui jumlah senyawa dalam
ekstrak. Ekstrak ramuan meniran, kunyit, dan temulawak menunjukkan aktivitas
antioksidan yang tinggi karena memiliki nilai IC50 lebih rendah dari 200 ppm,
kecuali formula 0:0:1. Tiga ekstrak yang memiliki aktivitas antioksidan rata-rata
paling tinggi adalah formula 1:0:0, 1:0:1, dan 0:1:0 dengan nilai IC50 berturutturut sebesar 19.9135 ppm, 69.5428 ppm, dan 103.3161 ppm. Profil kimiawi dari
tiga ekstrak terbaik menunjukkan pola yang berbeda karena mengandung gugus
fungsi (berdasarkan profil FTIR) dan jumlah senyawa (berdasarkan profil KLT)
yang berbeda pada setiap ekstrak.

ABSTRACT
TYAS AYU LESTARI. The Chemical Profile of Extracts Concoction Turmeric,
Curcuma, and Meniran Based of Antioxidant Activity. Under the direction of
EMAN KUSTAMAN and WARAS NURCHOLIS.
Research of the antioxidants and chemical profile that generated a lot of
herbs have been carried out. The aim of this research is to analyze chemical

profile of extracts concoction turmeric, curcuma, and meniran based of the best
antioxidant activity. Samples were made formula and prepared by maceration with
96% ethanol. Formula used based on the comparison meniran:turmeric:curcuma,
that is 1:1:1, 1:1:0, 1:0:1, 0:1:1, 1:0:0, 0:1:0, and 0:0:1. Antioxidant activity was
determined by 1,1-diphenyl-2-picrylhidrazyl (DPPH) method. The extracts
concoction chemical profiles was determined by spectrophotometry fourier
transform infrared (FTIR) and thin layer chromatography (TLC). The extracts
concoction turmeric, curcuma, meniran showed high antioxidant activity because
they had IC50 less than 200 ppm, except formula 0:0:1. Three extracts having
highest antioxidant activity are formula 1:0:0, 1:0:1, and 0:1:0 were 19.9135 ppm,
69.5428 ppm, and 103.3161 ppm respectively. The chemical profiles from those
extracts showed different pattern because they have different functional groups
(based of FTIR profiles) and different number of separate compounds (based of
TLC profiles).

PROFIL KIMIAWI EKSTRAK RAMUAN KUNYIT,
TEMULAWAK, DAN MENIRAN BERDASARKAN
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN

TYAS AYU LESTARI


Skripsi
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

Judul Skripsi
Nama
NRP

: Profil Kimiawi Ekstrak Ramuan Kunyit, Temulawak, dan
Meniran Berdasarkan Aktivitas Antioksidan
: Tyas Ayu Lestari
: G84061777


Disetujui
Komisi Pembimbing

Ir. Eman Kustaman
Ketua

Waras Nurcholis, M. Si
Anggota

Diketahui

Dr. Ir. I Made Artika, M. App. Sc
Ketua Departemen Biokimia

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul

Profil Kimiawi Ekstrak Ramuan Kunyit, Temulawak, dan Meniran Berdasarkan
Aktivitas Antioksidan. Penelitian seluruhnya dilaksanakan di Laboratorium Pusat
Studi Biofarmaka (PSB) selama 3 bulan, yaitu bulan Pebruari sampai April 2010.
Penelitian didanai oleh DIKTI melalui Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM)
yang diketuai oleh penulis dan beranggotakan 3 orang mahasiswi, yaitu Theresia
Pratiwi ES., Kartika, dan Ismi W. Billirantau.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu penyelesaian karya ilmiah ini terutama kepada Bapak Ir. Eman
Kustaman dan Bapak Waras Nurcholis, M.Si selaku pembimbing yang telah
memberikan arahan, bimbingan, dan saran selama berlangsungnya penelitian dan
penyusunan karya ilmiah. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Prof.
Dr. Ir. Latifah K. Darusman selaku kepala Laboratorium PSB yang telah
mengizinkan penulis melaksanakan penelitian di Laboratorium PSB dan seluruh
staf laboratorium PSB, khususnya Mas Endi, Mba Salina, Mba Wiwi, Bu Nunuk,
Mas Nio, dan Kak Irul atas bantuan teknis dan saran selama penelitian. Ucapan
terima kasih penulis sampaikan pula kepada seluruh dosen dan staf Departemen
Biokimia IPB
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Mamah, Bapa, Imma, dan
Aswin Rahadian tersayang atas doa, cinta, dan dukungan moril maupun materiil
selama berlangsungnya kuliah sampai penelitian, Ratna Patiyandela, Pipih

Hadiyanti, Nestry Hutabarat, Prabawati H. Putri, Dyah Lingga NP., Nihayatus
Sa’adah, Umul Karimah, Dian Apriliana, dan teman-teman Biokimia angkatan 43
atas segala doa, nasehat, dan semangatnya. Semoga karya ilmiah ini dapat
bermanfaat dan dipergunakan sebagaimana mestinya.
Bogor, Agustus 2010

Tyas Ayu Lestari

RIWAYAT HIDUP
Tyas Ayu Lestari dilahirkan di Bandung pada tanggal 17 Juni 1988 dari
ayah Ujang Sukanta dan ibu Nuryati. Penulis merupakan anak pertama dari dua
bersaudara. Penulis menyelesaikan sekolah menengah atas di SMA Negeri I
Margahayu Kabupaten Bandung pada tahun 2006. Pada tahun yang sama, penulis
diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI). Tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Biokimia,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah
Struktur dan Fungsi Biomolekul pada tahun 2009/2010 untuk Departemen
Biokimia dan mata kuliah Biokimia umum untuk Departemen Biologi pada tahun
yang sama. Penulis melakukan praktek kerja lapang di Laboratorium Kultur

Jaringan Kelti Plasma Nutfah, Pemuliaan dan Perbenihan Balai Tanaman Obat
dan Aromatik (BALITTRO) dari bulan Juli sampai Agustus 2009 dengan judul
laporan praktek lapang, yaitu Pertumbuhan Kalus Tapak Dara (Catharanthus
roseus (L) G. Don) pada Media Murashige-Skoog (MS) dengan Variasi
Konsentrasi Vitamin Sintetik. Penulis juga aktif di Himpunan Profesi Community
Research and Education Biochemistry Students (CREBs) pada tahun 2008/2009
dan 2009/2010. Penulis mendapatkan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik
(PPA) sejak tahun 2007.

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... x
PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
TINJAUAN PUSTAKA
Obat Herbal .................................................................................................
Kunyit .........................................................................................................
Temulawak ................................................................................................

Meniran .......................................................................................................
Radikal Bebas ..............................................................................................
Antioksidan ..................................................................................................
Metode 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH) ...................................................
Spektroskopi Fourier Transform Infrared (FTIR) .........................................
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ...................................................................

1
2
3
4
5
5
6
6
7

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat ............................................................................................. 7
Metode ......................................................................................................... 8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air Rimpang Kunyit, Temulawak, dan Daun Meniran ........................ 9
Ekstrak Ramuan Rimpang Kunyit, Temulawak, dan Daun Meniran .............10
Aktivitas Antioksidan Ekstrak Ramuan Rimpang Kunyit,
Temulawak, dan Daun Meniran.....................................................................11
Profil Kimiawi Tiga Ekstrak Ramuan Terbaik ...............................................12
SIMPULAN DAN SARAN ..............................................................................17
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................17
LAMPIRAN .....................................................................................................23

DAFTAR TABEL

Halaman
1 Kandungan zat kimia rimpang kunyit pada ketinggian daerah
tanam yang berbeda ....................................................................................... 3
2 Komposisi rimpang temulawak ..................................................................... 4
3 Macam-macam senyawa dalam meniran ....................................................... 4
4 Rendemen rata-rata ekstrak ramuan rimpang kunyit, temulawak, dan daun
meniran .........................................................................................................10
5 Nilai IC50 rata-rata seluruh ekstrak .................................................................12

6 Gugus fungsi yang terdapat pada spektrum ekstrak formula
1:0:0, 1:0:1, dan 0:1:0 ....................................................................................14
7 Jumlah spot dan nilai Rf tiga ekstrak terbaik .................................................17

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Rimpang kunyit............................................................................................ 3

2

Rimpang temulawak .................................................................................. 4

3

Daun meniran ............................................................................................ 4

4


Grafik hubungan antara rendemen ekstrak dan aktivitas
antioksidan ekstrak ......................................................................................12

5

Profil FTIR tiga ekstrak terbaik. (a) formula 1:0:0,
(b) formula 1:0:1, dan (c) formula 0:0:1 .......................................................13

6

Profil KLT tiga ekstrak terbaik. (a) formula1:0:0,
(b) formula 1:0:1, dan (c) formula 0:1:0 .......................................................16

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Tahapan umum penelitian ............................................................................24

2

Penentuan kadar air serbuk rimpang kunyit, rimpang temulawak, dan
daun meniran ..............................................................................................25

3

Analisis kadar air serbuk rimpang temulawak, rimpang kunyit, dan daun
meniran ........................................................................................................25

4

Prosedur ekstraksi serbuk rimpang kunyit, rimpang temulawak, dan daun
meniran ........................................................................................................26

5

Rendemen hasil ekstraksi ramuan rimpang kunyit, rimpang temulawak,
dan daun meniran menggunakan etanol 96% ................................................27

6

Analisis aktivitas antioksidan ekstrak ramuan rimpang kunyit, rimpang
temulawak, dan daun meniran menggunakan metode DPPH.........................28

7

Perhitungan pembuatan konsentrasi sampel ..................................................28

8

Perhitungan pembuatan larutan DPPH 1 mM ...............................................29

9

Nilai IC50 ekstrak formula 1:1:1 ...................................................................28

10 Nilai IC50 seluruh ekstrak .............................................................................30
11 Profil FTIR tiga ekstrak yang memiliki aktivitas
antioksidan paling tinggi ..............................................................................30
12 Hasil elusi ekstrak tiga ekstrak yang memiliki aktivitas antioksidan
paling tinggi menggunakan eluen kloroform:diklorometana .........................32
13 Hasil elusi ekstrak formula 1:0:0 (0.6553:0.3447) dan 0:1:0 (67.5:32.5)
dengan deteksi UV 366 nm menggunakan fase gerak
kloroform:diklorometana ..............................................................................33
14 Jumlah spot dan nilai Rf hasil optimasi dari ekstrak formula 1:0:1
dengan deteksi UV 366 nm menggunakan fase gerak
kloroform:diklorometana ..............................................................................33
15 Hasil optimasi ekstrak formula 1:0:1 dengan deteksi UV 366 nm
menggunakan fase gerak kloroform:diklorometana ......................................34
16 Hasil analisis rancangan acak lengkap (RAL) aktivitas antioksidan (IC 50)
dari ekstrak formulasi dengan selang kepercayaan 95% ................................35

1

PENDAHULUAN
Radikal bebas merupakan salah satu
ancaman yang sangat berbahaya bagi tubuh
karena dapat memicu timbulnya berbagai
penyakit degeneratif, seperti jantung koroner,
alzheimer, aterosklerosis, diabetes mellitus,
rheumatoid arthritis, dan kanker (Yang et al.
2004). Radikal bebas bersifat sangat reaktif
dan tidak stabil di dalam tubuh sehingga dapat
merusak jaringan, seluler, bahkan mutasi
genetik. Selain dihasilkan dari luar tubuh,
radikal bebas juga dihasilkan dari dalam
tubuh, seperti dari proses respirasi,
pencernaan, dan metabolisme. Peningkatan
radikal bebas dapat dipicu oleh gaya hidup
yang buruk, stress, dan olah raga yang
berlebihan. Untuk menangkal radikal bebas
maka tubuh membutuhkan pelindung, salah
satunya antioksidan.
Secara alami, tubuh menghasilkan
antioksidan, tetapi tidak cukup kuat untuk
berkompetisi dengan radikal bebas yang
dihasilkan dari dalam dan luar tubuh (Hanani
et al. 2005). Tubuh manusia memerlukan
asupan dari luar untuk mencukupi kebutuhan
antioksidan dalam melawan radikal bebas.
Salah satu sumber antioksidan yang berasal
dari luar tubuh adalah antioksidan alami.
Penggunaan antioksidan alami makin banyak
digunakan karena tidak menimbulkan efek
samping.
Tanaman kunyit, temulawak, dan meniran
memiliki potensi sebagai antioksidan karena
kemampuannya dalam mengobati berbagai
penyakit. Berbagai penelitian telah dilakukan
untuk mengetahui khasiat kunyit, dan
temulawak sebagai antioksidan. Adanya
kandungan kurkuminiod maupun salah satu
hasil isolasinya pada kunyit dan temulawak,
yaitu kurkumin diketahui memiliki aktivitas
antioksidan (Rustam et al. 2007). Selain
kunyit dan temulawak, meniran juga diketahui
memiliki aktivitas antioksidan. Adanya
kandungan
flavonoid
pada
meniran
menyebabkan meniran mulai banyak diteliti
sebagai antioksidan.
Penggunaan bahan-bahan alami sebagai
alternatif pengobatan dan suplemen, misalnya
sebagai sumber antioksidan alami saat ini
semakin populer. Di dunia, sebanyak 119
senyawa yang berasal dari 90 spesies
tumbuhan telah digunakan sebagai obat dan
77% tanaman tersebut ditemukan sebagai
hasil penelitian berdasarkan pemakaian secara
tradisional atau dikenal dengan sebutan
etnomedikal (Cordell 2000, diacu dalam
Fajriah et al. 2007). Penelitian yang

berkembang mengenai antioksidan yang
berasal dari tumbuhan masih terbatas pada
satu jenis bahan saja, sedangkan penelitian
antioksidan yang dibuat secara ramuan belum
banyak dilakukan. Selain itu, penelitian
mengenai analisis profil kimiawi, yaitu gugus
fungsi dan senyawa yang berperan dalam
aktivitas antioksidan suatu ekstrak tumbuhan
juga belum banyak dilakukan. Oleh karena
itu, penelitian antioksidan alami yang berasal
dari ekstrak ramuan tumbuhan serta profil
kimiawinya perlu dilakukan karena memiliki
potensi yang baik apabila dikembangkan di
Indonesia. Hal tersebut didukung oleh adanya
obat tradisional yang berkembang di
masyarakat, yaitu jamu yang merupakan
warisan bangsa Indonesia.
Aktivitas antioksidan ekstrak ramuan
dilakukan secara in vitro menggunakan
metode DPPH sedangkan profil kimiawinya
ditentukan menggunakan spektrofotometri
fourier transform infrared (FTIR) dan
kromatografi
lapis
tipis
(KLT).
Spektrofotometri FTIR digunakan untuk
menganalisis gugus fungsi sedangkan KLT
digunakan untuk menganalisis jumlah
senyawa yang terkandung di dalam ekstrak
ramuan antioksidan. Penelitian bertujuan
menganalisis profil kimiawi yang ditunjukkan
dengan kandungan gugus fungsi dan jumlah
senyawa dari ekstrak ramuan kunyit,
temulawak, dan meniran berdasarkan aktivitas
antioksidan. Ekstrak yang dianalisis profil
kimiawinya adalah tiga ekstrak ramuan yang
memiliki aktivitas antioksidan paling tinggi
(memiliki nilai IC50 paling rendah). Ekstrak
ramuan
yang
digunakan
berdasarkan
perbandingan
meniran:kunyit:temulawak
(M:K:T), yaitu 1:1:1, 1:1:0, 1:0:1, 0:1:1,
1:0:0, 0:1:0, dan 0:0:1. Hipotesis penelitian
adalah ekstrak ramuan yang berasal dari
kunyit, temulawak, dan meniran memiliki
aktivitas antioksidan yang tinggi dan profil
kimiawi dengan pola yang berbeda. Hasil
penelitian diharapkan dapat memberikan
informasi mengenai gugus fungsi dan
senyawa yang mempengaruhi aktivitas
antioksidan suatu ekstrak ramuan tumbuhan
sehingga pembuatan antioksidan yang berasal
dari ekstrak ramuan dapat lebih efektif dan
digunakan secara luas oleh masyarakat.

TINJAUAN PUSTAKA
Obat Herbal
Herbal atau obat tradisional merupakan
obat-obatan yang diolah secara tradisional
berdasarkan resep nenek moyang, adat-

2
istiadat,
kepercayaan,
atau
kebiasaan
setempat, baik bersifat magic maupun
pengetahuan tradisional (Novara 2009).
Menurut Syafri (2009), herbal adalah bahan
atau ramuan bahan yang berupa tumbuhan,
hewan, mineral, sediaan (galenik) atau
campuran dari bahan-bahan tersebut yang
secara turun-temurun telah digunakan untuk
pengobatan
dan
dibuat
berdasarkan
pengalaman. Penggunaan herbal dalam terapi
pengobatan telah dikenal sejak dahulu di
seluruh dunia (Novara 2009). Di India,
Srilanka, dan Asia Selatan sampai Asia Timur
penggunaan herbal dikenal dengan sebutan
Ayurveda. Negara-negara tersebut telah
mengoleksi 35000-70000 spesies tanaman
sebagai obat. Negara China sudah terlebih
dahulu
memperkenalkan
keunggulan
penggunaaan pengobatan tradisional herbal
dengan melakukan validasi farmakologi,
memperbaiki obat-obat herbal tradisional, dan
menggunakannya untuk sistem pemeliharaan
kesehatan (Joy et al. 1998). Di Indonesia,
penyebaran herbal berawal dari Jawa sampai
Bali. Bukti yang menyatakan adanya
penyebaran herbal di Jawa adalah serat
kawruh bab jampi-jampi (mengandung 1734
formula dari bahan alam dan indikasi
penggunaannya) dan serat centini (abad ke-18
terdiri dari 12 volume, tersimpan di Keraton).
Bagian dari tumbuhan yang digunakan
sebagai obat-obatan herbal, diantaranya akar,
batang, kulit kayu, daun, bunga, atau buah.
Bentuk sediaan herbal yang banyak digunakan
untuk pengobatan adalah teh herbal, ekstrak,
ekstrak cair, jamu, infus, maserat, ekstrak
dalam alkohol, dan ekstrak kering (Kraisintu
1997, diacu dalam Joy et al. 1998). Obat
herbal yang dijual di pasaran dikemas dalam
bentuk kapsul, serbuk, cair, simplisia, dan
tablet. Obat herbal yang dikenal di Indonesia
adalah jamu dan dibuat dengan cara yang
sangat sederhana. Tumbuhan dikeringkan,
dibuat menjadi serbuk, dan diseduh dengan air
panas. Pembuatan jamu tidak menggunakan
dosis yang jelas sehingga banyak dikonsumsi
masyarakat karena penyajiannya yang mudah
(Syafri 2009).
Obat-obatan herbal saat ini mulai banyak
digunakan oleh manusia untuk mengobati
berbagai penyakit, yaitu sekitar 70%-80%.
Hal tersebut dikarenakan herbal merupakan
bagian dari kebudayaan, memiliki efek
samping yang rendah, dan sesuai dengan
tubuh manusia. Di negara-negara Eropa,
seperti Jerman dan Perancis, tingkat penjualan
herbal pada tahun 1991 sudah mencapai 6 juta
dolar, di Amerika Serikat tingkat penjualan

obat herbal mencapai 4 juta dolar pada tahun
1994, dan masih diperkirakan penjualannya
akan semakin meningkat sampai 250 juta
dolar (Kamboj 2000). Di Indonesia,
penggunaan obat-obatan herbal sudah mulai
distandardisasi karena penggunaannya yang
makin banyak sehingga dikenal dua macam
obat herbal, yaitu obat herbal terstandar dan
fitofarmaka. Obat herbal terstandar adalah
sediaan obat bahan alam yang telah
dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara
ilmiah dengan uji praklinik dan bahan
bakunya telah distandarissasi, sedangkan
fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam
yang telah dibuktikan keamanan dan
khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik
dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya
telah distandardisasi.
Kunyit
Kunyit atau Curcuma longa Linn.
merupakan tanaman yang berasal dari
kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, kelas
Monocotyledoneae, ordo Zingiberales, dan
termasuk famili Zingiberaceae (Hudayani
2008). Menurut Sentra Informasi IPTEK
(2005), habitat asli tanaman kunyit meliputi
wilayah Asia, khususnya Asia Tenggara.
Tanaman kunyit dapat tumbuh di daerah
tropis dan subtropis, sampai ketinggian 200
meter di atas permukaan laut (mdpl). Kondisi
suhu udara yang optimum untuk pertumbuhan
tanaman ini berkisar antara 19oC-30oC dengan
curah hujan rata-rata 1400-1500 mm per
tahun. Kunyit dapat beradaptasi di segala jenis
tanah, tetapi tanah yang paling baik untuk
pertumbuhan kunyit adalah tanah liat berpasir
yang gembur, subur, dan memiliki pengairan
yang baik (Sari 2007).
Menurut Hudayani (2008), bagian dari
tanaman kunyit yang berada di dalam tanah
disebut rimpang yang memiliki warna kuning
jingga (Gambar 1). Rimpang kunyit sangat
baik dipanen pada usia 9 bulan atau ketika
batang dan daunnya telah mengering
(Purseglove 1981, diacu dalam Sari 2007).
Hudayani (2008) menyebutkan bahwa
rimpang kunyit mengandung minyak atsiri
sebanyak 2-5% yang terdiri atas seskuiterpen
dan turunan dari fenilpropana yang meliputi
turmeron, ar-turmeron, α- dan β-turmeron,
kurlon, kurkumol, atlanton turmerol, β(bis)abolen, β-seskuifellandren, zingiberen,
arkurkumena, dan humulen. Rimpang kunyit
juga mengandung arabinosa, fruktosa,
glukosa, pati, tanin, damar, dan mineralmineral, seperti Mg, Mn, Fe, Cu, Ca, Na, K,
Pb, Zn, Co, Al dan Bi.

3
Zat warna yang menyebabkan kunyit
berwarna kuning jingga adalah kurkuminoid
yang terdiri atas
demetoksikurkumin,
kurkumin,
dan
(bis)demetoksikurkumin.
Kurkumin merupakan komponen terbesar
diantara ketiga senyawa yang termasuk
golongan kurkuminoid. Kandungan kurkumin
dalam kunyit mencapai 50-60%, sedangkan
komponen
demetoksikurkumin
dan
(bis)demetoksikurkumin hanya terdapat dalam
jumlah kecil (Parinussa & Timotius 2006).
Komposisi kandungan zat kimia yang dimiliki
oleh rimpang kunyit dipengaruhi oleh
ketinggian tempat. Rimpang kunyit yang
dihasilkan di dataran rendah memiliki
kandungan kimia lebih tinggi dibandingkan
rimpang kunyit di dataran tinggi. Komposisi
zat kimia pada rimpang kunyit berdasarkan
perbedaan ketinggian tempat tanam menurut
Taryono et al. (1988) yang diacu dalam Sari
(2007) dapat dilihat pada Tabel 1.
Kurkumin dan minyak atsiri pada kunyit
berkhasiat sebagai antioksidan, antimikrob,
antikolesterol, antiHIV, dan antitumor.
Menurut Rustam et al. (2007), kurkuminoid
yang terkandung di dalam kunyit sebagai
salah satu senyawa hasil isolasi maupun
kurkuminnya mempunyai aktivitas yang
sangat luas, diantaranya sebagai antioksidan.
Kunyit juga dapat digunakan sebagai obat
penambah nafsu makan, peluruh empedu, obat
gatal, luka, sesak nafas, dan antidiare. Kunyit
juga banyak dimanfaatkan dalam dunia
pangan dan industri (Hudayani 2008).

Gambar 1 Rimpang kunyit.
Tabel 1 Kandungan zat kimia rimpang kunyit
pada ketinggian daerah tanam yang
berbeda
Kandungan zat
Dataran
Dataran
(bobot kering)
rendah
tinggi
(%)
(240 mdpl)
(1200
mdpl)
Kadar minyak
1.8100
1.4600
atsiri
Kadar pati
55.0300
47.8100
Kadar serat
3.4400
2.8700
Kadar abu
6.4700
7.5200
Indeks bias
1.5030
1.5086
Bobot jenis
0.9300
0.9465
Warna minyak
kuning
kuning

Temulawak
Temulawak merupakan terna yang
memiliki batang semu dan dapat mencapai
tinggi sampai 1 meter tetapi kurang dari 2
meter, berwarna hijau dan coklat gelap.
Temulawak memiliki akar rimpang yang
terbentuk dengan sempurna, bercabang kuat,
dan berwarna hijau gelap. Tanaman ini
memiliki nama ilmiah Curcuma xanthorrhiza
Roxb. dan termasuk famili Zingiberaceae.
Temulawak memiliki beberapa nama lokal,
diantaranya
temu
putih
(Indonesia),
temulawak (Jawa), koneng gede (Sunda), dan
temulabak (Madura). Temulawak dapat
tumbuh dengan baik di daerah dataran rendah
sampai ketinggian 1500 meter di atas
permukaan laut (mdpl). Kawasan IndoMalaysia merupakan tempat penyebaran awal
temulawak. Temulawak dapat ditemui di
daerah Asia tenggara, Cina, India, Jepang,
Korea, dan Amerika Serikat (Sentra Informasi
IPTEK 2005).
Bagian dari temulawak yang banyak
dimanfaatkan sebagai obat adalah bagian
rimpang (Gambar 2). Rimpang temulawak
terdiri atas rimpang utama (induk) dan
rimpang
anakan
(cabang).
Rimpang
temulawak berukuran paling besar diantara
genus Curcuma dan diameternya dapat
mencapai 6 cm (Afifah & Tim Lentera 2003).
Kandungan kimia rimpang temulawak
dibedakan menjadi beberapa fraksi, yaitu
fraksi pati, fraksi minyak atsiri, dan fraksi
kurkuminoid (Sidik et al. 1995, diacu dalam
Adzkiya 2006). Fraksi pati pada temulawak
banyak dgunakan sebagai sumber bahan
pangan dan bahan baku industri. Fraksi
kurkuminoid merupakan komponen yang
memberi warna kuning dan terdiri atas
demetoksikurkumin dan kurkumin. Fraksi
kurkuminoid diketahui memiliki aktivitas
biologis spektrum luas. Komposisi rimpang
temulawak menurut Suwiah (1991) yang
diacu dalam Adzkiya (2006) dapat dilihat
pada Tabel 2.
Rimpang temulawak banyak dimanfaatkan
masyarakat sebagai bahan baku obat penyakit
lever karena dapat menurunkan kadar
SGPTdan SGOT hati, serta memperbaiki
fungsi hati (Hadipoentyanti & Syahid 2001).
Ekstrak temulawak dapat digunakan untuk
menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida
darah, menghambat kerja enzim yang penting
dalam pertumbuhan sel tumor, serta
mengobati jerawat (Sidik et al. 1992, diacu
dalam Nur 2006). Kandungan kurkuminoid
dalam rimpang temulawak dapat berkhasiat

4
sebagai antioksidan, antihiperkolesterolemia,
dan antikarsinogenik (Peschel et al. 2006,
diacu dalam Nurcholis 2008).

Gambar 2 Rimpang temulawak.
Tabel 2 Komposisi rimpang temulawak
Komponen
Besaran (%)
Pati
27.62
lemak
5.38
Kurkumin
1.93
Serat kasar
6.89
Abu
3.96
Protein
6.44
Minyak atsiri
10.96
Ket: Persentase berdasarkan rimpang kering
dengan kadar air 10%.

makan. Tanaman ini digunakan pula sebagai
obat gangguan ginjal, sariawan, antipiretik,
malaria, antidiare, tekanan darah tinggi, dan
gangguan pada empedu (ikterus). Daun
meniran mampu menginaktifkan virus
hepatitis B sehingga dapat digunakan sebagai
obat liver. Kuersetin dan rutin yang
terkandung dalam meniran bertindak sebagai
antikarsinogenik dan dapat menguatkan
pembuluh kapiler sehingga meningkatkan
suplai darah ke pankreas.
Menurut Mellinger et al. (2005) yang
diacu dalam Manjrekar et al. (2008), meniran
memiliki aktivitas hipoglikemik, hipotensi,
diuretik, antioksidan, dan antiinflamasi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa meniran
mengandung
efek
antihepatotoksik
(Syamasundar et al. 2002, diacu dalam
Kurniasari 2006), antitumor, antikarsinogenik
(Rajeskumar et al. 2002, diacu dalam
Kurniasari 2006), dan antibakteri (Gunawan et
al. 2008). Penelitian untuk menggali manfaat
meniran terus dikembangkan, terutama setelah
diketahui bahwa ekstrak air tanaman ini dapat
menghambat kerja virus HIV (Naik & Juvekar
2003, diacu dalam Kurniasari 2006).

Meniran
Meniran merupakan terna musiman dan
memiliki batang tegak yang dapat mencapai
ketinggian sampai 1 meter (Widayati 2008).
Batang meniran berwarna hijau pucat,
berbentuk bulat, dan basah. Helaian daunnya
berbentuk bulat telur
sampai
bulat
memanjang, berwarna hijau, ujung tumpul
dengan pangkal daun membulat, dan memiliki
tepi yang rata dengan panjang sekitar 1.5 cm
dan lebar sekitar 7 mm (Gambar 3). Meniran
diklasifikasikan ke dalam kingdom Plantae,
divisi Spermatophyta, kelas Dicotyledonae,
bangsa Euphorbiales, suku Euphorbiaceae,
marga Phyllanthus, dan jenis Phyllanthus
niruri Linn. Menurut Hidayat et al. (2008),
tanaman ini dapat tumbuh liar di tempat
terbuka pada ketinggian 1-1000 meter di atas
permukaan laut (mdpl).
Meniran mengandung banyak zat kimia
(Kardinan & Kusuma 2004, diacu dalam
Puspita 2009). Kandungan zat kimia dalam
meniran dapat dilihat pada Tabel 3. Minyak
bijinya telah diidentifikasi mengandung
beberapa asam lemak, yaitu asam ricinoleat
dan asam linoleat. Di samping itu, meniran
juga mengandung saponin, kalium, damar,
dan zat samak (Chairul 2002).
Meniran secara luas digunakan sebagai
obat tradisional, yaitu sebagai peluruh air seni,
obat batuk, peluruh haid, dan penambah nafsu

Gambar 3 Daun meniran.
Macam-macam senyawa dalam
meniran
Senyawa
Jenis
Lignan
Filantina, niratin, nirunin,
filtetralin,
hipofilantina,
lintretalin, nirurisida, dan
nirfilin
Terpena
Simena, limonena, lupeol, dan
lupeol asetat
Flavonoid
Rufina,
fisetinglukosida,
astragalin, kuarsetin, rutina,
kuersitrin, dan isokkuersitrin
Lipid
Asam
risinoleat,
asam
linoleat, asam linolenat, dan
dotriankontanoat
Benzenoid
Metilsalisilat
Alkaloid
Norsekurinina,
filokrisina,
entnorsekurinina,
nirurina,
dan 4-metoksi-norsekurinina
Steroid
Β-steroid
Tanin
Vitamin
Vitamin C dan K
Tabel 3

5
Radikal Bebas
Radikal bebas merupakan suatu senyawa
atau molekul yang memiliki satu atau lebih
elektron bebas (Halliwel & Gutteridge 1985,
diacu dalam Safaati 2007). Radikal bebas
dihasilkan dari dalam dan luar tubuh. Radikal
bebas yang dihasilkan dari dalam tubuh
berasal dari hasil samping berbagai reaksi
biokimia,
seperti
oksidasi
enzimatik,
fagositosis dalam respirasi, transpor elektron
dalam mitokondria, oksidasi ion-ion logam
transisi, atau melalui iskemik. Radikal bebas
yang berasal dari luar tubuh dihasilkan dari
asap rokok, asap kendaraan bermotor, hasil
peyinaran sinar ultraviolet (UV), bahan kimia
dalam makanan, dan polutan lainnya
(Gittawati 1995, diacu dalam Alfarabi 2008).
Pada proses metabolisme normal, tubuh
memproduksi partikel kecil bertenaga besar,
yaitu radikal bebas. Atom atau molekul
dengan elektron bebas ini dapat digunakan
untuk menghasilkan tenaga dan beberapa
fungsi fisiologis seperti kemampuan untuk
membunuh virus dan bakteri. Zat ini juga
dapat merusak jaringan normal apabila
jumlahnya terlalu banyak. Radikal bebas
dapat merusak DNA, lapisan lipid membran
sel, mempengaruhi pembuluh darah, dan
produksi prostaglandin. Radikal bebas juga
dapat menyebabkan reaksi berantai yang
menghasilkan radikal baru sehingga jumlah
radikal bebas akan terus bertambah. Salah
satu target serangan radikal bebas di dalam
tubuh adalah lipid yang merupakan komponen
penyusun membran sel. Penumpukan radikal
bebas turut menjadi penyebab timbulnya
penyakit degeneratif, seperti aterosklerosis,
diabetes mellitus, rheumatoid arthritis, dan
kanker (Yang et al. 2004).
Reaksi pembentukan radikal bebas terdiri
atas tiga tahapan, yaitu inisiasi, propagasi, dan
terminasi.
Inisiasi
merupakan
tahap
pembentukan radikal bebas awal. Propagasi
merupakan
tahap
perambatan
atau
terbentuknya radikal baru. Pada tahap ini,
reaksi terjadi secara berantai dan terusmenerus karena menghasilkan radikal lipid
bebas (R•) lain yang menyebabkan
peroksidasi lebih lanjut. Pada tahap terminasi,
terjadi pemusnahan atau pengubahan menjadi
radikal bebas stabil tak reaktif (Gordon 1991,
diacu dalam Marpaung 2008).
Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa kimia
yang dapat menyumbangkan satu atau lebih
elektron kepada radikal bebas, sehingga

radikal bebas tersebut dapat diredam
(Suhartono 2002, diacu dalam Kuncahyo &
Sunardi 2007). Karakter utama antioksidan
adalah kemampuannya untuk menangkap
radikal bebas. Mekanisme kerja antioksidan
secara umum adalah menghambat oksidasi
lemak
atau
autooksidasi.
Komponen
antioksidan seperti asam fenol, folifenol, dan
flavonoid mencari-cari radikal bebas seperti
peroksida, hidroperoksida, atau peroksil lipid
dengan menginhibisi radikal bebas tersebut
(Prakash 2001).
Menurut Kuncahyono dan Sunardi (2007),
berdasarkan cara memperolehnya, antioksidan
dibagi menjadi dua macam, yaitu antioksidan
alami dan antioksidan sintetik. Antioksidan
alami mampu melindungi tubuh dari
kerusakan yang disebabkan oleh spesies
oksigen reaktif, menghambat terjadinya
penyakit degeneratif, dan menghambat
peroksidasi lipid pada makanan. Antioksidan
alami umumnya memiliki gugus hidroksi
dalam struktur molekulnya (Sunarni 2005,
diacu dalam Kuncahyono dan Sunardi 2007).
Antioksidan alami dapat diisolasi dari
tumbuhan dan tersebar di berbagai bagian
tanaman seperti pada kayu, kulit kayu, akar,
daun, bunga, buah, biji, rimpang, dan serbuk
sari. Antioksidan sintetik yang banyak
digunakan
adalah
α-tokoferol,
asam
nordihidrokuairetis (NDGA), propilgalat
(PG), (tert)butilhidroksilkuinon (TBHQ),
butilhidroksitoluena
(BHT),
dan
butilhidroksilanisol
(BHA).
Antioksidan
sintetik dapat berbahaya bagi kesehatan,
misalnya BHA dan BHT karena dapat
menyebabkan pembengkakan organ hati
(Hernani & Rahardjo 2005, diacu dalam
Marpaung 2008).
Berdasarkan fungsinya, antioksidan terbagi
menjadi antioksidan primer, sekunder, dan
tersier.
Antioksidan
primer
berperan
mengurangi pembentukan radikal bebas baru
dengan memutus reaksi berantai dan
mengubahnya menjadi produk yang lebih
stabil. Antioksidan primer terdiri atas
superoksida dismutase (SOD), katalase, dan
glutation peroksidase. Ketiga antioksidan
tersebut dapat mengubah radikal bebas
menjadi air. Antioksidan sekunder berperan
mengikat radikal bebas dan mencegah
amplifikasi senyawa radikal. Antioksidan
sekunder terdapat pada vitamin C, vitamin B,
vitamin E, betakaroten, dan senyawa-senyawa
fitokimia. Antioksidan tersier terdiri atas
enzim perbaikan DNA dan metionin
sulfoksida reduktase (Kartikawati 1999, diacu
dalam Safaati 2007).

6
Metode 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH)
Salah satu uji yang dapat digunakan untuk
menentukan aktivitas antioksidan adalah
metode 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH).
Marxen et al. (2007) menyebutkan bahwa
penggunaan metode DPPH untuk pengukuran
radikal telah digambarkan oleh Yen dan Duh
(1994), Yordabov dan Christova (1997),
Masuda et al. (1999), dan Iwashima et al.
(2005). Metode DPPH merupakan suatu
metode yang mudah, cepat, dan sangat baik
untuk sampel dengan polaritas tertentu.
Metode ini digunakan untuk screening
berbagai sampel dalam penentuan aktivitas
suatu radikal (Koleva et al. 2001, diacu dalam
Marxen et al. 2007). Metode DPPH
memberikan informasi mengenai reaktifitas
senyawa yang diuji dengan suatu radikal yang
stabil, dapat digunakan untuk sampel padatan
maupun larutan, dan tidak spesifik untuk
komponen antioksidan partikular. Selain itu,
metode DPPH dapat digunakan untuk
menghitung kapasitas antioksidan secara
keseluruhan pada suatu sampel. Pengukuran
absorbansi DPPH biasanya berkisar pada
panjang gelombang 515-520 nm (Marxen et
al. 2007).
Senyawa DPPH adalah komponen
berwarna ungu yang tidak berdimerisasi dan
berbentuk kristalin. Senyawa tersebut
merupakan radikal bebas yang stabil karena
serapan delokalisasi elektron pada seluruh
molekul. Delokalisasi ini terjadi akibat adanya
warna violet tua dengan panjang gelombang
maksimum. Antioksidan mentransfer elektron
atau atom hidrogen kepada radikal bebas
DPPH sehingga radikal bebas dapat
ternetralisasi.
Ketika
senyawa
DPPH
dicampur dengan substrat yang berperan
sebagai donor atom hidrogen, bentuk radikal
yang stabil dari senyawa DPPH bereaksi dan
mengalami perubahan warna violet menjadi
kuning pucat (Lupea et al. 2006).
Penangkapan radikal bebas menyebabkan
elektron menjadi berpasangan sehingga terjadi
perubahan warna yang sebanding dengan
jumlah elektron yang diambil (Sunarni 2005,
diacu dalam Kuncahyono & Sunardi 2007).
Metode DPPH hanya mengukur senyawa
antioksidan yang terlarut dalam pelarut
organik khususnya alkohol. Metode tersebut
secara luas digunakan untuk pengukuran dan
perbandingan aktivitas antioksidan senyawasenyawa
fenolik.
Evaluasi
aktivitas
antioksidan menggunakan metode DPPH
harus hati-hati diinterpretasikan setelah
direaksikan dengan senyawa antioksidan

karena dapat didegradasi oleh
oksigen, pH, dan jenis pelarut.

cahaya,

Spektroskopi Fourier Transform Infrared
(FTIR)
Spektroskopi fourier transform infrared
(FTIR) merupakan teknik analisis yang
digunakan untuk mengukur serapan berbagai
bahan pada sampel dengan radiasi infrared
(IR) dan menghasilkan spektrum IR yang
dapat digunakan untuk mengidentifikasi
gugus fungsi dan struktur molekul dalam
sampel (Nur 1989). Teknik IR berpotensi
sebagai metode analisis cepat karena dapat
dilakukan secara langsung pada serbuk kering
sampel tanpa tahapan pemisahan terlebih
dahulu. Daerah radiasi spektroskopi IR
berkisar pada bilangan gelombang 12800-10
cm-1. Daerah 4000-400 cm-1 merupakan
daerah yang khusus untuk identifikasi gugusgugus fungsional, sedangkan daerah 1500-800
cm-1 merupakan daerah sidik jari (fingerprint
region). Pada daerah sidik jari, sedikit saja
perbedaan struktur dan susunan molekul akan
menyebabkan perubahan distribusi puncak
serapan (Murad et al. 2006, diacu dalam
Iswantini et al. 2007). Spektrum IR yang
dihasilkan merupakan hasil interaksi antara
senyawa-senyawa kimia dalam matriks
sampel yang sangat kompleks (Chew et al.
2004, diacu dalam Kurniasari 2006).
Penyerapan radiasi IR oleh molekul
sampel melibatkan tiga proses dasar yang
terjadi akibat adanya kenaikan molekul ke
tingkat energi yang lebih tinggi, yaitu rotasi,
vibrasi, dan transisi elektronik (Christian
1986). Vibrasi dihubungkan dengan ikatan
tunggal atau gugus fungsi dari molekul untuk
identifikasi senyawa yang tidak diketahui.
Vibrasi yang terdapat pada molekul terdiri
atas dua macam, yaitu vibrasi ulur dan vibrasi
tekuk. Vibrasi ulur adalah pergerakan atom
yang teratur sepanjang sumbu ikatan diantara
dua atom sehingga jarak antar atom dapat
bertambah atau berkurang. Vibrasi tekuk
merupakan
pergerakan
atom
yang
menyebabkan perubahan sudut ikatan diantara
dua ikatan atau pergerakan dari sekelompok
atom terhadap atom lainnya (Silverstein &
Webster 1986, diacu dalam Wulandari 2005).
Vibrasi molekul hanya terjadi apabila suatu
molekul terdiri atas dua atom atau lebih.
Alat yang digunakan untuk melakukan
analisis
spektroskopi
FTIR
adalah
spektrofotometer FTIR. Pada dasarnya,
spektrofotometer
FTIR
sama
seperti
spektrofotometer
IR
dispersi,
yang

7
membedakannya adalah pengembangan pada
sistem optiknya sebelum berkas sinar IR
melewati contoh. Spektrofotometer FTIR
memiliki beberapa bagian dalam analisis
sampel, dimulai dari sumber radiasi,
interferometer, sampel, detektor, sampai
pengolah data (komputer) yang kemudian
menghasilkan spektrum yang dapat dibaca.
Berbeda
dari
spektrometer
klasik,
spektrofotometer FTIR tidak mengukur
panjang gelombang satu demi satu, melainkan
dapat mengukur intensitas transmitan pada
berbagai panjang gelombang secara serempak
(Skoog et al. 1998). Monokromator prisma
atau grating yang dapat mengurangi energi
sinar
diganti
dengan
interferometer.
Interferometer berfungsi untuk mengatur
intensitas sumber sinar inframerah dengan
mengubah posisi dari cermin pemantul yang
memantulkan sinar dari sumber sinar ke
sampel. Adanya interferometer membuat
spektrofotometer mampu mengukur semua
frekuensi optik secara serempak dengan
mengatur intensitas dari setiap frekuensi
tunggal sebelum sinyal sampai ke detektor
(George & Mclntyre 1987). Satuan yang
sering digunakan dalam spektrofotometri infra
merah adalah bilangan gelombang (υ) atau
disebut juga sebagai Kaiser (Sastrohamidjojo
2001).
Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi
merupakan
metode
pemisahan yang umum dilakukan untuk suatu
campuran senyawa alam secara fisik, yaitu
pendistribusian komponen yang dipisahkan
diantara fase gerak dan fase diam (Khopkar
2003, diacu dalam Rahman 2009). Metode
kromatografi dipakai secara luas untuk
pemisahan
analitik
dan
preparatif.
Kromatografi analitik dipakai pada tahap
permulaan untuk semua cuplikan, sedangkan
kromatografi preparatif hanya dilakukan jika
diperlukan fraksi murni dan campuran (Gritter
et al. 1991). Pemisahan secara kromatografi
dapat dikelompokkan berdasarkan sifat fisika
dan kimia dari kedua fasenya. Kelompok
tersebut adalah kromatografi cair-cair,
kromatografi cair-padat, kromatografi gascair, dan kromatografi gas-padat (Khopkar
2003, diacu dalam Rahman 2009).
Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan
bagian dari kromatografi cair-padat. Teknik
KLT pertama kali dikembangkan oleh
Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1938
(Rohman & Gandjar 2007). Prinsip kerja dari
KLT adalah perbedaan kelarutan diantara dua

fase (Khopkar 2003, diacu dalam Rahman
2009). Fase gerak yang digunakan berupa
pelarut organik dengan perbandingan tertentu.
Sistem yang paling sederhana terdiri atas
campuran 2 pelarut organik karena daya elusi
campuran kedua pelarut ini dapat mudah
diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan
dapat terjadi secara optimal. Fase diam yang
digunakan adalah senyawa yang dapat
menahan pergerakan sampel yang dibawa oleh
fase gerak karena memiliki kepolaran yang
sesuai dengan komponen yang dipisahkan.
Fase diam yang digunakan umumnya
berukuran kecil dengan diameter partikel
antara 10-30 µm. Penjerap yang paling baik
digunakan adalah silika dan serbuk selulosa.
Teknik kromatografi lapis tipis banyak
digunakan untuk berbagai tugas analisis
tumbuhan obat. Keluaran yang dihasilkan dari
analisis
menggunakan
KLT
adalah
kromatogram.
Kromatogram
tersebut
merupakan pola yang menggambarkan
senyawa dalam setiap tumbuhan obat
sehingga digunakan untuk kendali mutu
tumbuhan obat, baik untuk pencirian bahan
mentah maupun produk akhir (Stoenoiu et al.
2006, diacu dalam Puspita 2009). Metode
KLT banyak digunakan karena memiliki
beberapa keuntungan, diantaranya pemisahan
dapat dilakukan dengan cepat, zat yang
bersifat asam atau basa kuat dapat digunakan,
analisis dapat lebih sensitif, mudah untuk
memperoleh kembali senyawa-senyawa yang
terpisahkan, dan dapat digabungkan dengan
instrumen deteksi yang lain untuk evaluasi
hasil pemisahannya (Fodor et al. 2006, diacu
dalam Setiawan 2008).

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan untuk proses
ekstraksi sampel dengan metode maserasi
adalah etanol 96%, serbuk kering simplisia
yang terdiri atas rimpang temulawak, rimpang
kunyit, dan daun meniran yang diperoleh dari
kebun percobaan Pusat Studi Biofarmaka
(PSB). Analisis aktivitas antioksidan ekstrak
ramuan menggunakan metode DPPH. Bahanbahan yang digunakan untuk analisis tersebut
adalah larutan DPPH 1 mM dalam metanol,
metanol, dan ekstrak hasil maserasi. Bahanbahan yang digunakan untuk analisis profil
kimiawi menggunakan spektrofotometer FTIR
adalah tiga ekstrak terbaik yang memiliki nilai
IC50 paling rendah dan KBr, sedangkan bahanbahan yang digunakan untuk analisis profil
kimiawi menggunakan KLT adalah tiga

8
ekstrak terbaik, silika gel F254, etanol,
diklorometana, dan kloroform.
Alat-alat yang digunakan selama penelitian
antara lain alat-alat gelas, neraca analitik,
penguap putar Buchi R-114, rotary
evaporator, oven, kertas saring, eksikator,
kertas alumunium foil, kertas tissue, pipet
mikro, tip pipet mikro, inkubator suhu 37oC,
spektofotometer UV-Vis beserta kuvetnya,
spektrofotometer FTIR, hand press Shimadzu,
mortar agate, bejana KLT, Camag Linomat 5,
dan lampu ultraviolet (UV).
Metode
Penyiapan Sampel
Tiga jenis simplisia, yaitu rimpang kunyit,
rimpang temulawak, dan daun meniran
dibersihkan dan dicuci menggunakan air
mengalir sampai semua tanah dan kotoran
yang menempel pada simplisia hilang.
Selanjutnya, semua simplisia dikeringkan di
bawah sinar matahari selama kurang lebih 8
jam setiap hari selama dua minggu. Setelah
kering, ketiga simplisia digiling menjadi
serbuk sampai ukuran 80 Mesh.
Penentuan Kadar Air (AOAC 2006)
Cawan porselen kosong dikeringkan pada
suhu 105oC selama 30 menit di dalam oven.
Cawan tersebut selanjutnya didinginkan di
dalam eksikator dan ditimbang sebagai bobot
kosong cawan. Sebanyak 2 gram simplisia
dimasukkan ke dalam cawan dan dikeringkan
pada suhu 105oC selama 3 jam. Setelah itu,
cawan yang berisi simplisia didinginkan
dalam eksikator, dan ditimbang kembali
sebagai bobot kering sampel. Perlakuan
dilakukan berulang-ulang sampai diperoleh
bobot yang konstan. Penentuan kadar air
untuk masing-masing simplisia dilakukan
sebanyak tiga kali ulangan.
Ekstraksi Sampel (BPOM 2004)
Ekstraksi sampel dilakukan dengan
mencampurkan 30 gram sampel dalam bentuk
formula dengan 150 mL etanol 96%. Larutan
tersebut direndam selama 24 jam sambil
sesekali diaduk. Maserat yang diperoleh
dipisahkan menggunakan kertas saring dan
proses maserasi diulang sebanyak satu kali
menggunakan sampel dan pelarut yang sama.
Semua meserat yang diperoleh dikumpulkan
dan diuapkan menggunakan penguap putar
Buchii R-114 sampai diperoleh ekstrak kental.
Ekstrak kental selanjutnya dipekatkan
menggunakan rotary evaporator sampai

diperoleh ekstrak menyerupai pasta (sangat
kental). Formulasi sampel yang dibuat
sebelum proses ekstraksi terdiri atas 7 macam
formula, yaitu 1:1:1; 1:1:0; 1:0:1; 0:1:1; 1:0:0;
0:1:0; dan 0:0:1. Pembuatan formula
berdasarkan perbandingan bahan baku
(simplisia), yaitu meniran:kunyit:temulawak
(M:K:T). Proses ekstraksi diulang sebanyak
tiga kali untuk setiap formula.
Uji Aktivitas Antioksidan Menggunakan
Metode DPPH (Blois 1958, diacu dalam
Hanani et al. 2005 dengan Modifikasi)
Ekstrak kental sediaan herbal ramuan yang
diperoleh dari hasil maserasi dilarutkan
dengan metanol dan dimasukkan ke dalam
tabung reaksi. Modifikasi metode dilakukan
dengan mengubah konsentrasi ekstrak yang
digunakan untuk analisis menjadi 25, 50, 100,
200, 400, dan 800 ppm. Setiap tabung reaksi
yang berisi larutan sampel ditambahkan 1 mL
larutan DPPH 1 mM dalam metanol. Volume
larutan dicukupkan sampai 5 mL. Larutan
tersebut selanjutnya diinkubasi pada suhu
37oC selama 30 menit. Setelah itu, sampel
diukur serapannya (absorban) menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 515 nm. Nilai Absorbansi yang
diperolah selanjutnya digunakan untuk
mendapatkan persen penangkapan radikal dan
digunakan untuk mendapatkan persamaan
regresi Y = a + b ln x. Nilai IC50 dihitung
dihitung dengan menggunakan rumus
persamaan regresi tersebut (Lampiran 4). Nilai
IC50 yang paling rendah menunjukkan
aktivitas antioksidan yang paling tinggi.
Analisis Profil Kimiawi Ekstrak Terbaik
Spektrofotometer Fourier Transform
Infrared (FTIR). Analisis profil kimiawi
ekstrak ramuan terbaik menggunakan
spektrofotometer FTIR dilakukan setelah
diperoleh hasil analisis aktivitas antioksidan
pada setiap sampel. Penentuan profil kimiawi
menggunakan FTIR dilakukan pada 3 ekstrak
yang memiliki nilai IC50 paling rendah
(aktivitas antioksidan paling tinggi). Profil
kimiawi yang dianalisis adalah kandungan
gugus fungsi yang mempengaruhi aktivitas
antioksidan dari ekstrak ramuan terbaik.
Sebanyak 3 gram ekstrak hasil maserasi
dicampur dengan 150 mg KBr. Ekstrak kering
dan KBr digerus menggunakan mortar agate
sampai tercampur rata. Setelah itu, campuran
tersebut dimasukkan ke dalam cetakan yang
terhubung dengan alat tekan (hand press
Shimadzu) dan pompa tekan. Penekanan

9
sampel menggunakan pompa tekan dilakukan
selama 15 menit sampai terbentuk pelet. Pelet
yang sudah jadi selanjutnya dianalisis
menggunakan
spektofotometer
FTIR.
Spektofotometer FTIR dihubungkan dengan
komputer personal yang dilengkapi dengan
perangkat lunak OPUS. Komputer tersebut
digunakan
untuk
mengatur
kerja
spektofotometer pada kisaran gelombang
4000 sampai 400 cm-1. Spektrum yang
dihasilkan disimpan dalam format OPUS.
Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Selain
menggunakan spektrofotometer FTIR, profil
kimiawi tiga ekstrak yang memiliki nilai IC50
paling rendah dianalisis pula menggunakan
kromatografi lapis tipis (KLT). Profil kimiawi
yang dianalisis adalah jumlah senyawa yang
terkandung dalam ekstrak ramuan terbaik
yang ditunjukkan oleh jumlah spot yang
terpisah ketika dielusi menggunakan eluen
yang sesuai. Ekstrak kental hasil maserasi
dilarutkan dengan etanol 96% hingga
diperoleh konsentrasi 10000 mg/L. Ekstrak
tersebut selanjutnya ditotolkan pada fase
diam, yaitu silika gel F254 menggunakan
aplikator Camag Linomat 5. Pelarut yang
digunakan sebagai fase gerak (eluen) adalah
campuran kloroform dan diklorometana
dengan perbandingan 0:100, 10:90, 20:80,
30:70, 40:60, 50:50, 60:40, 70:30, 80:20,
90:10, dan 100:0. Sebelum dilakukan
pengembangan,
bejana
kromatografi
dijenuhkan terlebih dahulu menggunakan
pelarut. Setelah itu, plat yang sudah ditotolkan
ekstrak dimasukkan ke dalam bejana
kromatografi dan pengembangan dilakukan
hingga eluen mencapai jarak kurang lebih 0.5
cm dari tepi atas plat. Setelah dilakukan
pengembangan, plat diangkat dan dideteksi
profil kromatogramnya menggunakan lampu
UV dengan panjang gelombang 366 nm.
Analisis Data (Matjik & Sumertajaya 2006)
Data aktivitas antioksidan (IC50) dianalisis
secara statistika menggunakan metode
percobaan rancangan acak lengkap (RAL)
satu faktor dengan bantuan program SPSS 15.
Faktor yang digunakan adalah formulasi.
Model rancangan tersebut adalah
Yij
=
Yij
= Pengamatan formulasi ke-i dan
ulangan ke-j
= Pengaruh rataan umum
= Pengaruh rataan ke-i
= Pengaruh galat formula ke-I
dan ulangan ke-j
I
= 1 untuk formula 1:1:1

i
i
i
i
i
i

=
=
=
=
=
=

2 untuk formula 1:1:0
3 untuk formula 1:0:1
4 untuk formula 0:1:1
5 untuk formula 1:0:0