Karakteristik Fisik Tepung Sukun Hasil dari Dua Macam Lama Perendaman Buah Sukun di dalam Dua Macam Konsentrasi Natrium Metabisulfit

KARAKTERISASI FISIK TEPUNG SUKUN HASIL DARZ DUA MACAM
LAMA PERENDAMAN BUAH SUKUN DI DAEAM DUA MACAM
KONSENTRASI NATRIUM METABISULFLT

DEW1 ROSNANDA

DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

ABSTRAK
DEW1 ROSNANDA. Karakterisasi Fisik Tepung Sukun Hasil dari Dua Macam Lama
Perendaman Buah Sukun Di Dalam Dua Macam Konsentrasi Natrium Metabisulfit. Dihimhing
oleh Hanedi Darmasetiawan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh perbedaan dua macam
konsentrasi larutan natrium metabisulfit (Na2S205) dan lama w a b perendaman terhadap
karakterisasi fisik tepung sukun yang dihasilkan selama penyimpanan. Pada penelitian ini
dilakukan karakterisasi fisik tepung sukun terhadap kerapatan, viskositas, dan kadar air yang
disimpan selama 1,14, dan 21 hari. Sedangkan uji derajat putih dilahukan pada hari ke-14.21, dan

28 hari. Perbedaan perlakuan dianalisis menggunakan rancangan acak lengkap dan interaksinya
diuji dengan uji Duncan. Faktor konsentrasi larutan natrium metabisulfit memherikan pengaruh
nyata pada viskositas. Pada uji kadar air, faktor konsentrasi larutan nahium metabisulfit dan
lamanya perendaman di dalam larutan natrium metahisulfit memherikan pengaruh yang sangat
nyata. Faktor konsentrasi larutan natrium metahisulfit, lamanya perendaman di dalam larutan
natrium metabisulfit, dan interaksi keduanya herpenganth sangat nyata pada uji kerapatan.
Sedangkan pada uji derajat putih, ketiga faktor ini tidak memberikan penganth yang sangat nyata.
Semakin lama penyimpanan nilai kerapatan, viskositas, dan kadar airnya semakin meningkat,
tetapi nilai reflektans yang dihasilkan sampel semakin menurun yang herarti nilai derajat putihnya
juga menurun. Hasil karakterisasi fisik menunjukkan bahwa tepung sukun yang direndam di dalam
larutan natrium metabisulfit dengan konsentrasi 0,9 % selama 45 menit merupakan tepung sukun
yang paling baik (A2B2).Sampai penyimpanan selama 28 hari ternyata tepung sukun masih layak
dikonsumsi dan herdasarkan analisis secara fisik masih mengandung nilai gizi yang cukup tinggi.
Tepung sukun hasil penelitian ini dapat direkomendasikan sebagai tepung yang dapat
dikomersilkan, khususnya perlakuan A2B2.

Kata kunci :Tepung sukun, konsentrasi natrium metabisulJt, lamanyrr uerendaman, lamanya
penyin~panan

KARAKTERISASI FISIK TEPUNG SUKUN IlASIL D A H DUA MACAM

LAMA PERENDAMAN BUAH SUKUN DI DALAM DUA MACAM
KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor

Oleh
DEW1 ROSNANDA
G74051209

DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAH:UAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009

Judul : Karakterisasi Fisik Tepung Sukun Hasil dari Dua Macam Lama

Perendaman Buah Sukun Di Dalam Dua Macam Konselltrasi Natriuln
Metabisulfit
Nama : Dewi Rosnanda
NRP : G7405 1209

Menyetujui :

,.-

.. # ;....

>

Alam

NIP. 19610328 198601 1 002

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Wonogiri, Jawa Tengah pada tanggal 11 Februari 1986. Penulis
merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, anak dari pasangan Suparno (Ian Entum Rosihlm.

Penulis memulai jenjang pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 1992 dan lulus pada tahun
1998. Penulis melanjutkan sekolah ke Sekolah Lanjutan Tingkat Perta~naNegeri (SLTPN) 1
Selogiri pada tahun 1998 dan lulus pada tahun 2001. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke
Sekolah Menengab Umum Negeri 1 Sukoharjo pada tahun 2001 dan lulus pada tahun 2004. Pada
tahun 2005 penulis diterima di Jurusan Fisika Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB
(Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Penulis juga pemah aktif di dalanl HIMAFI (Himpunan
Mahasiswa Fisika) pada tahun 2006 sampai 2008 dan kepanitian lainnya.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana 1nt;titut Pertanian Bogor
penulis melakukan penelitian yang berjudul "Karakterisasi Fisik Tepung Sukun Hasil dari Dua
Maeam Lama Perendaman Buah Sukun Di Dalam Dun Macam Konsentrasi Natrium
Metahisulfit" di bawah bimbingan Ir. Hanedi Darmasetiawan MS.

KARAKTERISASI FISIK TEPUNG SUKUN HASIL DARZ DUA MACAM
LAMA PERENDAMAN BUAH SUKUN DI DAEAM DUA MACAM
KONSENTRASI NATRIUM METABISULFLT

DEW1 ROSNANDA

DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

ABSTRAK
DEW1 ROSNANDA. Karakterisasi Fisik Tepung Sukun Hasil dari Dua Macam Lama
Perendaman Buah Sukun Di Dalam Dua Macam Konsentrasi Natrium Metabisulfit. Dihimhing
oleh Hanedi Darmasetiawan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh perbedaan dua macam
konsentrasi larutan natrium metabisulfit (Na2S205) dan lama w a b perendaman terhadap
karakterisasi fisik tepung sukun yang dihasilkan selama penyimpanan. Pada penelitian ini
dilakukan karakterisasi fisik tepung sukun terhadap kerapatan, viskositas, dan kadar air yang
disimpan selama 1,14, dan 21 hari. Sedangkan uji derajat putih dilahukan pada hari ke-14.21, dan
28 hari. Perbedaan perlakuan dianalisis menggunakan rancangan acak lengkap dan interaksinya
diuji dengan uji Duncan. Faktor konsentrasi larutan natrium metabisulfit memherikan pengaruh
nyata pada viskositas. Pada uji kadar air, faktor konsentrasi larutan nahium metabisulfit dan
lamanya perendaman di dalam larutan natrium metahisulfit memherikan pengaruh yang sangat
nyata. Faktor konsentrasi larutan natrium metahisulfit, lamanya perendaman di dalam larutan
natrium metabisulfit, dan interaksi keduanya herpenganth sangat nyata pada uji kerapatan.
Sedangkan pada uji derajat putih, ketiga faktor ini tidak memberikan penganth yang sangat nyata.

Semakin lama penyimpanan nilai kerapatan, viskositas, dan kadar airnya semakin meningkat,
tetapi nilai reflektans yang dihasilkan sampel semakin menurun yang herarti nilai derajat putihnya
juga menurun. Hasil karakterisasi fisik menunjukkan bahwa tepung sukun yang direndam di dalam
larutan natrium metabisulfit dengan konsentrasi 0,9 % selama 45 menit merupakan tepung sukun
yang paling baik (A2B2).Sampai penyimpanan selama 28 hari ternyata tepung sukun masih layak
dikonsumsi dan herdasarkan analisis secara fisik masih mengandung nilai gizi yang cukup tinggi.
Tepung sukun hasil penelitian ini dapat direkomendasikan sebagai tepung yang dapat
dikomersilkan, khususnya perlakuan A2B2.

Kata kunci :Tepung sukun, konsentrasi natrium metabisulJt, lamanyrr uerendaman, lamanya
penyin~panan

KARAKTERISASI FISIK TEPUNG SUKUN IlASIL D A H DUA MACAM
LAMA PERENDAMAN BUAH SUKUN DI DALAM DUA MACAM
KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor

Oleh
DEW1 ROSNANDA
G74051209

DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAH:UAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009

Judul : Karakterisasi Fisik Tepung Sukun Hasil dari Dua Macam Lama
Perendaman Buah Sukun Di Dalam Dua Macam Konselltrasi Natriuln
Metabisulfit
Nama : Dewi Rosnanda
NRP : G7405 1209

Menyetujui :


,.-

.. # ;....

>

Alam

NIP. 19610328 198601 1 002

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Wonogiri, Jawa Tengah pada tanggal 11 Februari 1986. Penulis
merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, anak dari pasangan Suparno (Ian Entum Rosihlm.
Penulis memulai jenjang pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 1992 dan lulus pada tahun
1998. Penulis melanjutkan sekolah ke Sekolah Lanjutan Tingkat Perta~naNegeri (SLTPN) 1
Selogiri pada tahun 1998 dan lulus pada tahun 2001. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke
Sekolah Menengab Umum Negeri 1 Sukoharjo pada tahun 2001 dan lulus pada tahun 2004. Pada
tahun 2005 penulis diterima di Jurusan Fisika Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB
(Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Penulis juga pemah aktif di dalanl HIMAFI (Himpunan
Mahasiswa Fisika) pada tahun 2006 sampai 2008 dan kepanitian lainnya.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana 1nt;titut Pertanian Bogor
penulis melakukan penelitian yang berjudul "Karakterisasi Fisik Tepung Sukun Hasil dari Dua
Maeam Lama Perendaman Buah Sukun Di Dalam Dun Macam Konsentrasi Natrium
Metahisulfit" di bawah bimbingan Ir. Hanedi Darmasetiawan MS.

KARAKTERISASI FISIK TEPUNG SUKUN HASIL DARI DUA MACAM
LAMA PERENDAMAN BUAH SUKUN DI DALAM DUA MACAM
KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT

DEWI ROSNANDA

DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009

KARAKTERISASI FISIK TEPUNG SUKUN HASIL DARI DUA MACAM
LAMA PERENDAMAN BUAH SUKUN DI DALAM DUA MACAM
KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT


Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor

Oleh
DEWI ROSNANDA
G74051209

DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009

Judul : Karakterisasi Fisik Tepung Sukun Hasil dari Dua Macam Lama
Perendaman Buah Sukun Di Dalam Dua Macam Konsentrasi Natrium
Metabisulfit
Nama : Dewi Rosnanda

NRP : G74051209

Menyetujui :

(Ir. Hanedi Darmasetiawan, M.S)
Pembimbing Utama

Mengetahui :
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor

(Dr. drh. Hasim, DEA)
NIP. 19610328 198601 1 002

Tanggal Lulus :

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tepung merupakan salah satu bentuk
alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan,
karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur
(dibuat komposit), ditambah
zat gizi
(difortifikasi), dibentuk, dan lebih cepat
dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern
yang serba praktis (Winarno, 2000). Selama ini
baru empat jenis tanaman yang dianggap
sebagai pendamping padi atau beras sebagai
makanan pokok yaitu jagung, ubi kayu, ubi
jalar dan kentang. lronisnya sukun belum dilirik
sama sekali, padahal kandungan gizi
(karbohidrat dan energi) sukun sesungguhnya
tidak kalah dengan keempat komoditi
pendamping empat jenis tersebut.
Sukun dapat dijadikan sebagai bahan pangan
alternatif karena keberadaannya tidak seiring
dengan bahan pangan konvensional yaitu beras
(Koswara, 2006). Keistimewaan sukun adalah
sukun dapat berbuah sepanjang musim, saat
bahan pangan lainnya dalam keadaan paceklik
karena baru melalui periode musim kemarau,
namun pohon sukun tetap berbuah sehingga
keadaan seperti ini dapat membantu kehidupan
ekonomi petani atau masyarakat pedesaan bila
menanam pohon sukun (Sudiro, 2005). Tepung
sukun merupakan sumber karbohidrat dari
buah-buahan yang masih belum dikembangkan
pemanfaatannya dibandingkan dengan bahan
pangan sumber karbohidrat asal serealia dan
umbi-umbian. Kadar air sukun hanya sekitar
61,8 % dari total buah. Bila dibandingkan
dengan beras, sukun lebih unggul dalam hal
kandungan fosfor, kalsium, protein, vitamin B1,
dan vitamin C.
Permasalahan yang terjadi pada umbiumbian dan buah-buahan adalah mudah
mengalami pencoklatan setelah dikupas. Hal
ini disebabkan oksidasi dengan udara sehingga
terbentuk reaksi pencoklatan oleh pengaruh
enzim yang terdapat dalam bahan pangan
tersebut (browning enzymatic). Pencoklatan
karena enzim merupakan reaksi antara oksigen
dan suatu senyawa phenol yang dikatalisis oleh
polyphenol oksidase. Hal ini sedapat mungkin
harus dicegah untuk menghindari terbentuknya
warna coklat pada bahan pangan yang akan
dibuat tepung. Ini dapat dilakukan dengan
mencegah sesedikit mungkin kontak antara
bahan yang telah dikupas dan udara dengan
cara blanching atau merendam dalam larutan
garam 1% atau menonaktifkan enzim dalam
proses blansir yaitu dikukus (Widowati dan
Damardjati, 2001). Menurut Kadarisman dan

Sulaeman, 1993) dapat juga dilakukan
dengan cara melakukan blanching sebelum
pengeringan dengan menggunakan bahan
kimia anti pencoklatan seperti natrium
metabisulfit selama kurang lebih 1 jam.
Pencoklatan yang disebabkan oleh browning
enzymatic akan mempengaruhi kualitas
tepung sukun yang dihasilkan.
Hipotesis
Perendaman buah sukun menggunakan
dua macam konsentrasi larutan natrium
metabisulfit (Na2S2O5) yang berbeda dan
dua macam waktu perendaman di dalam
larutan natrium metabisulfit (Na2S2O5) yang
berbeda akan menghasilkan kualitas tepung
sukun yang berbeda selama penyimpanan.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui dan mempelajari pengaruh
perbedaan dua macam konsentrasi larutan
natrium metabisulfit (Na2S2O5) dan lama
waktu perendaman terhadap karakterisasi
fisik tepung sukun yang dihasilkan selama
penyimpanan.

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Sukun
Klasifikasi tanaman sukun dalam
sistematika
(taksonomi)
tumbuhan
diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Filum
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Rosales
Famili
: Moraceae
Genus
: Artocarpus
Spesies
: Artocarpus altilis Fosb
Kalangan internasional mengenal sukun
sebagai bread fruit atau buah roti (Syah dan
Nazaruddin, 1994). Dalam klasifikasi
tanaman, sukun termasuk genus Artocarpus
dalam famili Moraccae. Terdapat juga buahbuahan lain dalam famili yang sama seperti
nangka, cempedak, terap tempunik dan
kulur. Pembentukan buah sukun tidak
didahului dengan proses pembuahan bakal
biji (partheno carpie), maka buah sukun
tidak memiliki biji (Anonim, 2003). Pada
mulanya kulit memiliki kulit yang kasar
mirip duri (spina). Selanjutnya, kulit seolaholah tertarik dan terbentang sehingga
berbekas seperti gambar heksagonal dengan
titik di tengahnya, dan kulitnya menjadi
halus. Sukun berbentuk lonjong agak bulat
berdiameter 10-20 cm, pada waktu muda

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tepung merupakan salah satu bentuk
alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan,
karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur
(dibuat komposit), ditambah
zat gizi
(difortifikasi), dibentuk, dan lebih cepat
dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern
yang serba praktis (Winarno, 2000). Selama ini
baru empat jenis tanaman yang dianggap
sebagai pendamping padi atau beras sebagai
makanan pokok yaitu jagung, ubi kayu, ubi
jalar dan kentang. lronisnya sukun belum dilirik
sama sekali, padahal kandungan gizi
(karbohidrat dan energi) sukun sesungguhnya
tidak kalah dengan keempat komoditi
pendamping empat jenis tersebut.
Sukun dapat dijadikan sebagai bahan pangan
alternatif karena keberadaannya tidak seiring
dengan bahan pangan konvensional yaitu beras
(Koswara, 2006). Keistimewaan sukun adalah
sukun dapat berbuah sepanjang musim, saat
bahan pangan lainnya dalam keadaan paceklik
karena baru melalui periode musim kemarau,
namun pohon sukun tetap berbuah sehingga
keadaan seperti ini dapat membantu kehidupan
ekonomi petani atau masyarakat pedesaan bila
menanam pohon sukun (Sudiro, 2005). Tepung
sukun merupakan sumber karbohidrat dari
buah-buahan yang masih belum dikembangkan
pemanfaatannya dibandingkan dengan bahan
pangan sumber karbohidrat asal serealia dan
umbi-umbian. Kadar air sukun hanya sekitar
61,8 % dari total buah. Bila dibandingkan
dengan beras, sukun lebih unggul dalam hal
kandungan fosfor, kalsium, protein, vitamin B1,
dan vitamin C.
Permasalahan yang terjadi pada umbiumbian dan buah-buahan adalah mudah
mengalami pencoklatan setelah dikupas. Hal
ini disebabkan oksidasi dengan udara sehingga
terbentuk reaksi pencoklatan oleh pengaruh
enzim yang terdapat dalam bahan pangan
tersebut (browning enzymatic). Pencoklatan
karena enzim merupakan reaksi antara oksigen
dan suatu senyawa phenol yang dikatalisis oleh
polyphenol oksidase. Hal ini sedapat mungkin
harus dicegah untuk menghindari terbentuknya
warna coklat pada bahan pangan yang akan
dibuat tepung. Ini dapat dilakukan dengan
mencegah sesedikit mungkin kontak antara
bahan yang telah dikupas dan udara dengan
cara blanching atau merendam dalam larutan
garam 1% atau menonaktifkan enzim dalam
proses blansir yaitu dikukus (Widowati dan
Damardjati, 2001). Menurut Kadarisman dan

Sulaeman, 1993) dapat juga dilakukan
dengan cara melakukan blanching sebelum
pengeringan dengan menggunakan bahan
kimia anti pencoklatan seperti natrium
metabisulfit selama kurang lebih 1 jam.
Pencoklatan yang disebabkan oleh browning
enzymatic akan mempengaruhi kualitas
tepung sukun yang dihasilkan.
Hipotesis
Perendaman buah sukun menggunakan
dua macam konsentrasi larutan natrium
metabisulfit (Na2S2O5) yang berbeda dan
dua macam waktu perendaman di dalam
larutan natrium metabisulfit (Na2S2O5) yang
berbeda akan menghasilkan kualitas tepung
sukun yang berbeda selama penyimpanan.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui dan mempelajari pengaruh
perbedaan dua macam konsentrasi larutan
natrium metabisulfit (Na2S2O5) dan lama
waktu perendaman terhadap karakterisasi
fisik tepung sukun yang dihasilkan selama
penyimpanan.

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Sukun
Klasifikasi tanaman sukun dalam
sistematika
(taksonomi)
tumbuhan
diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Filum
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Rosales
Famili
: Moraceae
Genus
: Artocarpus
Spesies
: Artocarpus altilis Fosb
Kalangan internasional mengenal sukun
sebagai bread fruit atau buah roti (Syah dan
Nazaruddin, 1994). Dalam klasifikasi
tanaman, sukun termasuk genus Artocarpus
dalam famili Moraccae. Terdapat juga buahbuahan lain dalam famili yang sama seperti
nangka, cempedak, terap tempunik dan
kulur. Pembentukan buah sukun tidak
didahului dengan proses pembuahan bakal
biji (partheno carpie), maka buah sukun
tidak memiliki biji (Anonim, 2003). Pada
mulanya kulit memiliki kulit yang kasar
mirip duri (spina). Selanjutnya, kulit seolaholah tertarik dan terbentang sehingga
berbekas seperti gambar heksagonal dengan
titik di tengahnya, dan kulitnya menjadi
halus. Sukun berbentuk lonjong agak bulat
berdiameter 10-20 cm, pada waktu muda

kulitnya berwarna hijau, apabila sudah tua
berwarna hijau kekuningan dan rasanya manis
jika sudah tua. Perbanyakannya dilakukan
dengan cara cangkok dan stek akar, karena
sukun tidak berbiji.
Sukun yang diperkirakan berasal dari Irian,
Melanesia, Mikronesia, dan kepulauan Maluku,
merupakan pohon yang berdaun cukup besar
dengan panjang antara 23-60 cm dan lebarnya
20-50 cm serta memiliki sistem perakaran
dangkal. Pada waktu muda, sukun memerlukan
peneduh, tetapi setelah dewasa memerlukan
sinar matahari penuh. Pohon sukun dapat
mencapai tinggi 20-40 m, biasanya mulai
bercabang agak rendah. Buah sukun dapat
tumbuh baik pada tanah yang dalam, subur, dan
juga pada tanah lempung berpasir serta dengan
drainase baik, menyukai daerah dataran rendah
yang beriklim panas dengan suhu antara 160C380C.

Gambar 1. Buah sukun
Tiga jenis sukun di Cilacap dibedakan
berdasarkan bentuk daun, ukuran, dan warna
buah yaitu sukun gundul, kecil, dan medium.
Dinamakan sukun gundul karena kulitnya yang
cenderung halus sehingga mirip orang gundul
atau tidak berambut. Ciri daun sukun gundul
ialah daunnya menyirip, tepi daun terbelahbelah, dengan kedudukan daun pada dahan
mengarah ke atas. Kulit buahnya tetap
berwarna hijau walaupun sudah tua.
Kandungan airnya banyak, sehingga hanya
tahan 3-4 hari saja setelah dipanen. Daging
buahnya kurang kenyal, rasanya pun kalah
gurih dibandingkan sukun kecil. Keistimewaan
sukun yang banyak dicari-cari pembeli dan
pembibit tanaman ini adalah buahnya yang
tergolong besar. Massa buah rata-rata 2,5-3 kg
bahkan dapat sampai 4,5 kg. Jenis kedua adalah
sukun kecil, sukun ini konon berasal dari
Yogyakarta, sehingga dikenal juga sebagai
sukun Yogya. Ciri- ciri sukun ini adalah warna
daun hijau tua dan kusam, permukaan daun
kasar berbulu, daun berhadapan, rapat dan
menyirip, tepi daun bersirip dan terbelah
dangkal, serta kedudukan daun agak

menguncup ke atas. Kulit buah berduri
lunak, warna buah kuning bila sudah tua
sehingga dikenal juga sebagai sukun kuning.
Kandungan airnya sedikit, tahan sampai 8
hari, daging buahnya kering dan kenyal,
serta massa buah rata-rata sekitar 1-1,5 kg.
Jenis sukun ketiga merupakan hasil
persilangan antara sukun gundul dan kecil
adalah sukun medium. Ciri-cirinya mirip
sukun kecil dan sukun medium, yaitu daun
menyirip, tepinya terbelah dangkal. Warna
daun hijau mengkilat, dan kedudukan daun
berhadapan agak menguncup ke atas. Kulit
buah berduri besar, massa rata-rata sekitar 22,5 kg, kandungan airnya lebih banyak dari
sukun kecil tetapi lebih sedikit dibandingkan
sukun gundul. Daging buahnya kenyal, serta
tahan disimpan sampai 6 hari.
Komposisi Gizi Buah Sukun
Sukun mempunyai komposisi gizi yang
relatif tinggi. Dalam 100 gram berat basah
sukun mengandung karbohidrat 35,5%,
protein 0,1%, lemak 0,2%, abu 1,21%,
fosfor 35,5%, kalsium 0,21%, besi 0,0026%,
kadar air 61,8% dan serat atau fiber 2%.
Komposisi zat gizi buah sukun dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Komposisi zat gizi sukun per 100 g
bahan
Zat gizi
Karbohidrat(g)
Lemak (g)
Protein (g)
Vit B1 (mg)
Vit B2 (mg)
Vit C (mg)
Kalsium(mg)
Fosfor (mg)

Sukun
muda
9,2
0,7
2,0
0,12
0,06
21,00
59
46

Sukun
Tua
28,2
0,3
1,3
0,12
0,05
17
21
59

Zat besi (mg)
0,4
Sumber : FAO, 2002 dalam BPPHP

Tepung
sukun
78,9
0,8
3,6
0,34
0,17
47,6
58,8
165,2

1,1

Hasil penelitian oleh Balai Litbang
Industri, bagian buah sukun terdiri atas 16 %
kulit dan 84 % daging buah. Komposisi
daging
buah
sukun
mengandung
karbohidrat, protein, lemak dan serat kasar
yang cukup baik, yang agak menonjol dari
sukun adalah komposisi lemak, protein dan
serat kasarnya. Dibandingkan dengan
singkong yang merupakan bahan baku
tepung tapioka, tepung sukun memiliki
jumlah kandungan protein 4 kali lipat.
Lemaknya 1,5 kali lipat, dan serat kasarnya
2 kali lipat. Dibandingkan dengan beras,
buah sukun mengandung mineral dan

vitamin lebih lengkap tetapi nilai kalorinya
rendah, sehingga dapat digunakan untuk
makanan diet (Widowati, 2003).
Pengeringan
Pengeringan adalah suatu cara untuk
mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air
dari suatu bahan dengan cara menguapkan
sebagian besar air yang dikandungnya dengan
menggunakan energi panas. Dengan perkataan
lain, pengeringan adalah proses penurunan
kadar air sampai batas tertentu. Ada dua proses
yang
terjadi
secara
simultan
dalam
pengeringan, yaitu :
1. Pindah energi kalor dari lingkungan untuk
menguapkan air pada permukaaan bahan.
Pada tahap ini terjadi pengurangan air dari
permukaan bahan, dipengaruhi oleh suhu
eksternal, kelembaban udara, laju udara, luas
permukaan bahan dan tekanan.
2. Pindah uap air dari dalam ke permukaan
bahan yang merupakan subsequen dari
proses 1. Pada tahap ini terjadi perpindahan
uap air dari bahan yang dipengaruhi oleh
sifat fisik bahan, suhu dan kandungan air.
Pengeringan bertujuan untuk mengurangi
kadar
air
bahan
untuk
menghambat
pertumbuhan organisme pembusuk (Taib et al,
1988 dalam Saripudin, 2006). Pengeringan
merupakan suatu proses yang sangat penting
dalam pembuatan tepung, karena tepung
merupakan bahan pangan yang memiliki kadar
air lebih rendah jika dibandingkan dengan
bahan dasarnya. Proses pengeringan yang
kurang tepat akan mengakibatkan komponen
gizi yang terkandung dalam bahan pangan
tersebut rusak. Ada beberapa keuntungan yang
didapat dari pengeringan antara lain adalah
berkurangnya volum dan massa, sehingga
memudahkan pengangkutan dan penyimpanan.
Yang harus diperhatikan ketika pengeringan
diaplikasikan pada bahan pangan adalah tidak
boleh merusak jaringan sel atau merusak nilai
energi yang terkandung di dalamnya.
Tipe alat pengering yang digunakan bahan
pangan tergantung dari jenis komoditas yang
dikeringkan, bentuk produk akhir yang
diinginkan, faktor ekonomi dan keadaan
operasionalnya. Tipe alat pengering yang
digunakan dalam industri pengolahan bahan
pangan holtikultura antara lain oven, drum
dryer, cabinet dryer, spray dryer dan pengering
rak hampa. Pengering oven merupakan alat
pengering yang paling mudah pemeliharaan dan
penggunaannya serta biaya operasionalnya
rendah (Mujamdar, 1995). Prinsip kerja oven
secara umum adalah memanaskan bahan
dengan menggunakan prinsip pindah panas

secara konveksi. Elemen pemanas akan
memanaskan udara kemudian partikelpartikel udara mengenai bahan secara
bergantian.
Komponen dasar dari sebuah pengering
adalah feeder, heater, dan colector (Canovas
dan Mercado, 1996 dalam Saripudin, 2006).
Feeder yang digunakan untuk bahan yang
basah diantaranya adalah konvegor screw,
rotating tables, vibratory trays, dan rorary
air locks. Heater atau pemanas terbagi
menjadi dua yaitu pemanas langsung dan
tidak langsung. Pemanas langsung produk
dipanaskan melalui pembakaran. Sedangkan
pemanas tidak langsung, produk dipanaskan
dengan menggunakan alat pemindah panas
(heat exchanger). Colector atau penampung
dapat berupa tabung, keranjang atau kain.
Tepung Sukun
Tepung merupakan salah satu bentuk
alternatif produk setengah jadi yang
dianjurkan, karena lebih tahan disimpan,
mudah dicampur (dibuat komposit),
ditambah zat gizi (difortifikasi), dibentuk,
dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan
kehidupan modern yang serba praktis
(Winarno, 2000). Prosedur pembuatan
tepung
sangat
beragam,
dibedakan
berdasarkan sifat dan komponen kimia
bahan pangan. Namun secara garis besar
dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu
pertama bahan pangan yang mudah menjadi
coklat apabila dikupas dan kedua bahan
pangan yang tidak mudah menjadi coklat.
Beberapa faktor yang mendukung buah
sukun diolah menjadi tepung adalah kadar
airnya hanya sekitar 61,8 % dari total buah.
Kondisi ini memudahkan pengolahannya.
Buah sukun juga mengandung karbohidrat,
protein, lemak, serta serat kasar dan kadar
abu relatif tinggi. Rendemen buah sukun
menjadi tepung sekitar 35-40 % dan tepung
sukun selain mudah diolah menjadi produk
lain, kandungan gizinya juga relatif tidak
berubah, bahkan flavour khas sukun juga
masih tertinggal khas.
Bobot kotor buah sukun berkisar antara
1200-2000 g, rendemen daging buah
81,21%. Hasil rendemen sawut kering dari
total berat daging buah setelah disawut dan
dikeringkan adalah 11 – 20 % dan
menghasilkan rendemen tepung sebesar 10 –
18 %, tergantung tingkat ketuaan dan jenis
sukun.
Pengeringan
sawut
sukun
menggunakan alat pengering sederhana
seperti oven berkisar antara 5-6 jam dengan
Bila
suhu
pengeringan
55-60oC.

pengeringan dengan sinar matahari, maka lama
pengeringan tergantung cuaca. Pada udara yang
cerah, lama pengeringan sekitar 1 sampai 2
hari.

metabisulfit (Na2S205) dengan dosis yang
diizinkan 0,3 %-1,0 %.

Tabel 2. Komponen sukun yang diamati
Komponen yang diamati
Rendemen
Massa sukun kotor (g)
1200-2000
Daging buah (%)
81,21
Kulit buah (%)
18,79
Hati buah (%)
9,09
Chip/sawut kering (%)
11,01
Tepung (%)
10,70
Sumber : Widowati, 2003
Gambar 2. Serbuk natrium metabisulfit
Tingkat ketuaan buah sangat berperan
terhadap warna tepung yang dihasilkan. Buah
yang muda menghasilkan tepung sukun
berwarna putih kecoklatan. Semakin tua buah
semakin putih warna tepungnya. Buah sukun
yang baik untuk diolah menjadi tepung adalah
buah mengkal yang dipanen 10 hari
sebelum tingkat ketuaan optimum (Widowati,
et.al. 2001).
Natrium Metabisulfit (Na2S2O5)
Pangan secara umum bersifat mudah rusak
(perishable), sehingga memiliki daya simpan
yang relatif pendek. Pengawet adalah bahan
tambahan pangan yang dapat mencegah atau
menghambat fermentasi, pengasaman atau
penguraian dan perusakan lainnya terhadap
bahan pangan yang disebabkan oleh
mikroorganisme. Kerusakan tersebut dapat
disebabkan oleh fungi, bakteria dan mikroba
lainnya.
Kontaminasi
bakteria
dapat
menyebabkan penyakit yang dibawa makanan
(food borne illness).
Pengawet pangan memiliki dua maksud
yaitu menghambat pembusukan dan menjamin
mutu awal pangan agar tetap terjaga selama
mungkin. Penggunaan pengawet dalam produk
pangan berperan sebagai anti mikroba atau anti
oksidan atau keduanya. Peran sebagai
antioksidan akan mencegah produk pangan dari
ketengikan, pencoklatan dan perkembangan
noda hitam. Anti oksidan menekan reaksi yang
terjadi saat pangan menyatu dengan oksigen,
adanya sinar, panas, dan beberapa logam.
Bahan pengawet pangan merupakan bahan
tambahan pangan yang boleh digunakan di
dalam produk pangan asalkan digunakan secara
tepat dan dengan takaran yang tepat serta tidak
melebihi batas maksimum yang dipersyaratkan.
Salah satu bahan yang dapat mencegah
pencoklatan akibat enzimatis yang sesuai untuk
bahan pangan berupa tepung adalah natrium

Natrium
metabisulfit
yang
diperdagangkan
berbentuk
kristal.
Pemakaiannya dalam pengolahan bahan
pangan bertujuan untuk mencegah proses
pencoklatan pada buah sebelum diolah,
menghilangkan bau dan rasa getir terutama
pada ubi kayu serta untuk mempertahankan
warna agar tetap menarik. Penggunaan sulfit
atau metabisulfit secara penyemprotan
maupun perendaman akan memberikan
keefektifan dalam mengontrol pencoklatan
enzimatis, dimana sulfit menghambat enzim
pencoklatan dengan mengikat Cu pada
enzim (Lindsay, 1985). Menurut Ponting
dan Johnson (1945), sulfit dapat mereduksi
O2 sehingga proses oksidasi tidak
berlangsung. Natrium metabisulfit yang
berlebihan
akan
”hilang”
sewaktu
pengeringan.
Kerapatan
Kerapatan
material
homogen
didefinisikan sebagai massa per unit volum.
Kerapatan dinyatakan dalam g/cm3 (CGS)
atau kg/m3 (SI). Kerapatan yang diukur di
dalam penelitian ini berupa bulk density.
Bulk density biasanya dilambangkan dengan
ρ (rho), dengan persamaan :

ρ=

m
Vs

(1)

Keterangan :
ρ = bulk density (g/cm3)
m = massa (g)
Vs = volum sampel (cm3)
Semakin tinggi kerapatan menunjukkan
produk semakin rapat antar partikelpartikelnya. Menurut Wirakartakusumah et
al. (1992), kerapatan dari berbagai makanan

berbentuk bubuk umumnya berkisar antara
0,30-0,80 g/cm3.
Viskositas
Viskositas atau kekentalan dapat dianggap
sebagai gesekan internal yang besarnya tertentu
pada
suatu
fluida.
Viskositas
dapat
digambarkan dengan persamaan :

η=

Fl
Av

(2)

Keterangan :
F = Gaya gesek (dyne)
A = Luas permukaan lapisan fluida dimana
gaya gesek bekerja (cm2)
v = kecepatan alir (cm/s)
l = Lebar dari sisi pipa ke lapisan alir fluida
(cm)
(sumber : Giancoli, 2001)
Fluida yang berbeda mempunyai viskositas
yang berbeda pula. Untuk memahami perilaku
fluida, diperlukan persamaan gerak fluida
dengan
menggunakan
alat
viskometer.
Viskometer
yang
dipergunakan
untuk
mengukur viskositas ada beberapa jenis antara
lain viskometer pipa kapiler dan viskometer
bola jatuh. Besarnya viskositas dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan yang tertera
pada viskometer Gilmont :

η=

K (ρ b − ρ )
v
(Gilmont Instrument)

(3)

Keterangan :
η = viskositas cairan (cP)

ρb
ρ

= kerapatan cairan (1 g/cm3)

K

= konstanta viskometer

v

= kecepatan alir (cm/s)

= kerapatan bola baja (7,97 g/cm3)

Produk pangan dikatakan kental jika nilai
viskositasnya tinggi dan sebaliknya jika nilai
viskositasnya
rendah
dikatakan
encer.
Perubahan kekentalan (viskositas) dapat
digunakan sebagai petunjuk adanya kerusakan
penyimpanan, atau penurunan mutu pangan.
Kadar Air
Kadar air dalam bahan pangan merupakan
faktor utama penentu daya simpan bahan

pangan tersebut. Berdasarkan derajat
keterikatannya air dalam bahan pangan
dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu air
yang terikat secara fisik, air yang terikat
secara kimia, dan air bebas. Air yang terikat
secara fisik dapat dibagi lagi menjadi tiga
jenis yaitu air kapiler yang terikat pada
rongga-rongga kapiler dari bahan makanan,
air terlarut yang seakan-akan larut dalam
bahan padat contohnya air gula dan air
garam, dan air absorpsi yang terikat pada
permukaan bahan pangan dan daya ikatnya
lemah serta mudah diputuskan. Air yang
terikat secara kimia dapat dibagi menjadi
dua jenis yaitu air konstitusi yang terikat
pada senyawa lain (bagian dari senyawa itu)
seperti protein, karbohidrat dan akan
dihasilkan apabila senyawa tersebut
dihidrolisis dan air kristal yang terikat pada
senyawa lain dalam bentuk H2O. Contohnya
CaSO4.5H20. Sedangkan air bebas atau
disebut juga sebagai mobile atau free water
dan mempunyai sifat air normal dan mudah
terlepas.
Istilah kadar air banyak digunakan dalam
industri karena lebih mudah dicerna oleh
masyarakat awam. Kadar air merupakan
jumlah total air yang dikandung oleh suatu
bahan pangan (dalam %) dan istilah ini tidak
menggambarkan aktivitas biologisnya. Pada
penentuan kadar air suatu bahan pangan,
mula-mula bahan pangan tersebut diukur
massanya (m1). Setelah itu, bahan pangan
tersebut dipanaskan dengan oven sampai
massanya tidak berubah lagi, massa pada
saat konstan dicatat sebagai massa sekarang
(m2). Setelah dua data tersebut didapat,
maka kita dapat menentukan kadar air dalam
bahan pangan tersebut dengan menggunakan
persamaan :

⎛ m − m2 ⎞
⎟⎟ ×100%
kadar air (%bb) = ⎜⎜ 1
⎝ m1 ⎠

(4)

Semakin tinggi kadar air bahan pangan,
maka semakin cepat rusaknya, baik akibat
adanya aktivitas biologis internal maupun
masuknya
mikroba
perusak.
Mikroorganisme membutuhkan air untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakannya.
Jika
kadar
air
pangan
dikurangi,
pertumbuhan
mikroorganisme
akan
diperlambat (Buckle, 1985).
Derajat Putih
Warna merupakan sifat produk yang
dapat dipandang sebagai sifat fisik (objektif)

dan sifat organoleptik (subjektif). Warna suatu
benda ditentukan oleh empat hal yaitu adanya
sinar sebagai sumber penerangan yang
menyinari benda, sifat-sifat absorpsi dan
refleksi spektral dari benda yang disinari,
kondisi lingkungan benda dan kondisi subjek
yang melihat benda.
Jika suatu benda dikenai sinar penerangan
maka sinar datang oleh benda itu diperlukan
empat proses yaitu sebagian akan (1) diserap
(absorpsi), (2) ditembus atau diteruskan
(transmisi), (3) dipantulkan (reflaksi) dan
dipancarkan kembali (emisi). Jika sinar datang
telah dikurangi sinar emisi dan transmisi
sisanya tinggal sinar serap dan sinar pantul.
Kedua sinar ini yang kemudian menjadikan
produk berwarna dan bersifat mengkilap atau
kusam (Soekarto, S.T, 1990 dalam Hutabarat,
Tetty).
Derajat putih suatu bahan merupakan
kemampuan suatu bahan untuk memantulkan
cahaya yang mengenai permukaannya (BPPIS,
1989). Variasi nilai derajat putih dipengaruhi
oleh terjadinya reaksi-reaksi yang dapat
menimbulkan warna coklat, antara lain reaksi
pencoklatan
secara
enzimatis,
reaksi
karamelisasi, dan reaksi Millard. Menurut
Desrosier (1988) dalam Widiasta, 2003,
pengeringan bahan pangan akan mengubah
sifat-sifat fisik dan kimia bahan pangan
tersebut, dan diduga dapat mengubah
kemampuannya
dalam
memantulkan,
menyebarkan, menyerap, dan meneruskan sinar
sehingga mengubah warna bahan pangan
tersebut.

sukun. Alat utamanya adalah desikator,
neraca analitik Mettler (Mettler AE 260),
viskometer Gilmont, bransonic ultrasonic
corporation model 2510E-DTH, furnace,
dan spektrofotometer UV-VIS. Alat bantu
terdiri dari cawan, gelas piala 500 cm3,
pengaduk,
stopwatch,
termometer,
almunium foil, labu takar 100 cm3, dan gelas
ukur. Alat untuk membuat tepung sukun
terdiri atas pisau, baskom, ember, cetakan,
timbangan, inkubator, blender, botol
sampel, ayakan bersusun (Electromagnetic
Sieve Shaker Model EMS-8 SR) berukuran
100 mesh.
Metode Penelitian
Proses Pembuatan Tepung Sukun
Penelitian pendahuluan sebelumnya telah
dilakukan seperti pada Lampiran 1.
Berdasarkan hasil kadar air optimasi
penelitian pendahuluan yang diperoleh
seperti pada Lampiran 2, maka pada
penelitian ini proses pembuatan tepung
sukun menggunakan metode sebagai
berikut:
Buah sukun jenis kecil ditimbang

Dikupas dan dibuang bagian hatinya

Ditimbang lagi (massa bersih)

Dicuci dengan air mengalir

BAHAN DAN METODE.
Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai bulan
Februari sampai Juni 2009 di Laboratorium
Biofisika
dan
Laboratorium
Material
Departemen Fisika Fakultas MIPA Institut
Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah buah sukun jenis kecil yang seragam
tingkat kematangannya dibeli dari pasar
tradisional Bulu-Sukoharjo, Jawa Tengah,
larutan natrium metabisulfit dengan variasi
konsentrasi 0,6 %, dan 0,9 % untuk merendam
buah sukun sebelum dibuat tepung, dan alkohol
96 % untuk membersihkan peralatan kimia
sebelum digunakan.
Alat yang digunakan terdiri dari alat utama,
alat bantu, dan alat untuk membuat tepung

Dipotong-potong dengan ukuran sekitar 1x1
cm

Perendaman di dalam larutan natrium
metabisulfit (Na2S205) dengan variasi
konsentrasi 0,6 % dan 0,9 % :

35 menit

45 menit

Penghalusan sukun dengan blender menjadi
bubur sukun (ditambah aquades 100 cm3)

Dikeringkan dengan inkubator pada suhu
sekitar 50-600C sampai kering atau sampai
dapat dipatahkan dengan mudah oleh jari

dan sifat organoleptik (subjektif). Warna suatu
benda ditentukan oleh empat hal yaitu adanya
sinar sebagai sumber penerangan yang
menyinari benda, sifat-sifat absorpsi dan
refleksi spektral dari benda yang disinari,
kondisi lingkungan benda dan kondisi subjek
yang melihat benda.
Jika suatu benda dikenai sinar penerangan
maka sinar datang oleh benda itu diperlukan
empat proses yaitu sebagian akan (1) diserap
(absorpsi), (2) ditembus atau diteruskan
(transmisi), (3) dipantulkan (reflaksi) dan
dipancarkan kembali (emisi). Jika sinar datang
telah dikurangi sinar emisi dan transmisi
sisanya tinggal sinar serap dan sinar pantul.
Kedua sinar ini yang kemudian menjadikan
produk berwarna dan bersifat mengkilap atau
kusam (Soekarto, S.T, 1990 dalam Hutabarat,
Tetty).
Derajat putih suatu bahan merupakan
kemampuan suatu bahan untuk memantulkan
cahaya yang mengenai permukaannya (BPPIS,
1989). Variasi nilai derajat putih dipengaruhi
oleh terjadinya reaksi-reaksi yang dapat
menimbulkan warna coklat, antara lain reaksi
pencoklatan
secara
enzimatis,
reaksi
karamelisasi, dan reaksi Millard. Menurut
Desrosier (1988) dalam Widiasta, 2003,
pengeringan bahan pangan akan mengubah
sifat-sifat fisik dan kimia bahan pangan
tersebut, dan diduga dapat mengubah
kemampuannya
dalam
memantulkan,
menyebarkan, menyerap, dan meneruskan sinar
sehingga mengubah warna bahan pangan
tersebut.

sukun. Alat utamanya adalah desikator,
neraca analitik Mettler (Mettler AE 260),
viskometer Gilmont, bransonic ultrasonic
corporation model 2510E-DTH, furnace,
dan spektrofotometer UV-VIS. Alat bantu
terdiri dari cawan, gelas piala 500 cm3,
pengaduk,
stopwatch,
termometer,
almunium foil, labu takar 100 cm3, dan gelas
ukur. Alat untuk membuat tepung sukun
terdiri atas pisau, baskom, ember, cetakan,
timbangan, inkubator, blender, botol
sampel, ayakan bersusun (Electromagnetic
Sieve Shaker Model EMS-8 SR) berukuran
100 mesh.
Metode Penelitian
Proses Pembuatan Tepung Sukun
Penelitian pendahuluan sebelumnya telah
dilakukan seperti pada Lampiran 1.
Berdasarkan hasil kadar air optimasi
penelitian pendahuluan yang diperoleh
seperti pada Lampiran 2, maka pada
penelitian ini proses pembuatan tepung
sukun menggunakan metode sebagai
berikut:
Buah sukun jenis kecil ditimbang

Dikupas dan dibuang bagian hatinya

Ditimbang lagi (massa bersih)

Dicuci dengan air mengalir

BAHAN DAN METODE.
Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai bulan
Februari sampai Juni 2009 di Laboratorium
Biofisika
dan
Laboratorium
Material
Departemen Fisika Fakultas MIPA Institut
Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah buah sukun jenis kecil yang seragam
tingkat kematangannya dibeli dari pasar
tradisional Bulu-Sukoharjo, Jawa Tengah,
larutan natrium metabisulfit dengan variasi
konsentrasi 0,6 %, dan 0,9 % untuk merendam
buah sukun sebelum dibuat tepung, dan alkohol
96 % untuk membersihkan peralatan kimia
sebelum digunakan.
Alat yang digunakan terdiri dari alat utama,
alat bantu, dan alat untuk membuat tepung

Dipotong-potong dengan ukuran sekitar 1x1
cm

Perendaman di dalam larutan natrium
metabisulfit (Na2S205) dengan variasi
konsentrasi 0,6 % dan 0,9 % :

35 menit

45 menit

Penghalusan sukun dengan blender menjadi
bubur sukun (ditambah aquades 100 cm3)

Dikeringkan dengan inkubator pada suhu
sekitar 50-600C sampai kering atau sampai
dapat dipatahkan dengan mudah oleh jari

Penghalusan dengan blender lagi menjadi
tepung sukun

Diayak dengan pengayak bersusun dengan
ukuran 100 mesh

Karakterisasi tepung sukun
(kerapatan, viskositas, kadar air, derajat putih)

Analisis data dan pembahasan

Penulisan tugas akhir
Persiapan Sampel
Irisan sukun yang direndam di dalam larutan
natrium metabisulfit menghasilkan empat
sampel yang terdiri dari :
A1B1 = Sukun yang direndam di dalam larutan
natrium metabisulfit 0,6 % selama 35
menit
A1B2 = Sukun yang direndam di dalam larutan
natrium metabisulfit 0,6 % selama 45
menit
A2B1 = Sukun yang direndam di dalam larutan
natrium metabisulfit 0,9 % selama 35
menit
A2B2 = Sukun yang direndam di dalam larutan
natrium metabisulfit 0,9 % selama 45
menit
Karakterisasi Tepung Sukun
Karakterisasi fisik tepung sukun dilakukan
pada hari penyimpanan ke-1, 14, dan 21 yang
meliputi uji kerapatan, viskositas, kadar air.
Sedangkan untuk uji derajat putih dilakukan
pada hari penyimpanan ke 14, 21, dan 28.
Prosedur Analisis
• Uji kerapatan atau massa jenis tepung
sukun diukur dengan menggunakan gelas
ukur. Sebelum digunakan gelas ukur
dikeringkan dengan alkohol. Massa dapat
diketahui dengan menimbang massa kosong
gelas ukur menggunakan neraca analitik
Mettler. Sampel kemudian dimasukkan ke
dalam gelas ukur sampai volumnya
mencapai 10 cm3, kemudian massanya
ditimbang. Massa jenis tepung sukun
dinyatakan dalam satuan g/cm3.

Bulk density =

m1 − m0
10 cm3

(5)

Keterangan :
m0 = massa gelas ukur kosong
m1 = massa gelas ukur + sampel
• Uji kadar air tepung sukun dapat
dihitung dengan cara mula-mula tepung
sukun sebanyak 1 gram ditimbang dalam
cawan yang telah ditimbang dan
diketahui massanya. Kemudian tepung
sukun tersebut dipanaskan dengan
furnace bersuhu 1000C-1050C selama 5
jam. Kemudian didinginkan dalam
desikator sampai mencapai suhu kamar
dan
ditimbang
lagi.
Kemudian
dipanaskan lagi 30 menit dan didinginkan
dalam desikator. Pengerjaan pemanasan
selama 30 menit, pendinginan, dan
penimbangan diulangi beberapa kali
sampai pengurangan massa antara dua
penimbangan berturut-turut lebih kecil
dari 0,001 gram. Setelah dua data tersebut
didapat, maka kita dapat menentukan
kadar air dalam bahan pangan tersebut
dengan menggunakan persamaan :
⎛ m − m2
kadar air (% bb ) = ⎜⎜ 1
⎝ m1
(6)


⎟⎟ × 100 %


Keterangan :
m1 = massa tepung sukun sebelum
pemanasan
m2 = massa tepung sukun setelah
pemanasan
• Uji kekentalan (viskositas) dapat
dilakukan
dengan
menggunakan
viskosimeter Gilmont. Sebelum diukur
viskositasnya, sampel tepung diubah ke
dalam bentuk larutan terlebih dahulu
dengan
penambahan
aquades.
Perbandingan antara sampel dengan
aquades yang digunakan adalah 1:4.
Selanjutnya sampel dan aquades
dimasukkan ke dalam bransonic selama
30 menit dengan perlakuan ultrasonik
agar terbentuk larutan tepung sukun.
Larutan tepung sukun kemudian diukur
viskositasnya dengan prosedur sebagai
berikut :
1. Viskometer
dibersihkan
terlebih
dahulu dengan menggunakan aquades,
lalu dikeringkan dengan menggunakan
alkohol.
2. Memasukkan larutan yang akan
diukur viskositasnya ke dalam
viskometer.

3. Posisi viskometer dibalik sampai bola
yang ada di dalamnya turun, ketika bola
sampai pada tanda tera pertama,
stopwatch
dihidupkan
kemudian
dimatikan setelah tiba pada tanda tera
kedua, dicatat waktu yang ditunjukkan.
4. Perhitungannya menggunakan dasar
persamaan (2). Perhitungan dalam
penelitian seperti berikut ini :

K ( ρ b − ρ ) K (ρ b − ρ c )
=
x
v
t
K (ρ b − ρ c )t
=
x
K (ρ b − ρ air )t air
η air
x
=
η cairan K (ρ b − ρ cairan )t cairan
x
(ρ b − ρ air )t air
=
(ρ b − ρ cairan )t cairan
η (ρ − ρ cairan )t cairan
η cairan = air b
(7)
(ρ b − ρ air )t air

η=

Keterangan :
η air = viskositas air (1 cP)

ρb
ρ air

= kerapatan bola baja (7,97 g/cm3)
= kerapatan air (1 g/cm3)

t air = waktu jatuhnya bola sepanjang
x = 10 cm (3,05 s)
= konstanta viskometer
x
= 10 cm
(sumber : Darmasetiawan, 2008)

K

Gambar 3. Viskometer Gilmont
• Derajat putih tepung sukun diukur dengan
menggunakan spektrofotometer UV-VIS
yang menggunakan sensor ocean optic USB
2000. Sebelum diukur, sampel tepung sukun
dibuat pelet terlebih dahulu dengan alat pelet
seperti pada Lampiran 8. Kemudian sampel

diletakkan di depan holder dengan
pengaturan jarak antara holder dan
sampel adalah sama.
Sumber cahaya
(Polikromatik)

Ocean optic
USB 2000

Fiber optik

PC

Holder
sampel

Gambar 4. Rangkaian Spektrofotometer
UV-VIS
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan
dalam penilitian ini adalah metode
Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial
2x2 dengan dua kali ulangan. Faktor yang
diteliti terdiri dari :
a) Konsentrasi perendaman di dalam
larutan natrium metabisulfit (Na2S205)
yang memiliki dua taraf yaitu :
A1 = Na2S205 konsentrasi 0,6 %
A2 = Na2S205 konsentrasi 0,9 %
b) Lamanya waktu perendaman buah sukun
di dalam larutan natrium metabisulfit
(Na2S205) yang memiliki dua taraf yaitu :
B1 = 35 menit
B2 = 45 menit
Model rancangan faktorial acak lengkap
yaitu :
(8)
Yijkl = μ l + Ail + B jl + ( AB )ijl + ε ijkl
Yijkl = nilai pengamatan pada ulangan ke-k.
= rata-rata yang sebenarnya untuk
μl
karakterisasi ke-l (l = 1,2,3,4).
Ail = pengaruh perlakuan A ke-i (i = 1,2)
untuk karakterisasi ke-l (l = 1,2,3,4).
Bjl = pengaruh perlakuan B ke-i (i = 1,2)
untuk karakterisasi ke-l (l = 1,2,3,4).
εijkl = galat
(sumber : Robert dan James, 1980)
Data yang diperoleh diolah dengan
menggunakan program SPSS. Bila ada
pengaruh nyata pada konsentrasi natrium
metabisulfit, lamanya perendaman di dalam
larutan natrium metabisulfit, dan interaksi
antara konsentrasi natrium metabisulfit dan
lamanya perendaman di dalam larutan
natrium metabisulfit pada analisis sidik
ragam, maka dilakukan uji Duncan dengan
tingkat kepercayaan 95%, karena dipandang
cukup memadai untuk analisis data.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk
mencari
konsentrasi
larutan
natrium
metabisulfit dan lamanya waktu perendaman
buah sukun
di dalam larutan natrium
metabisulfit yang optimum. Hasil optimasi ini
dilihat dari kadar air tepung yang dihasilkan.
Hasil kadar air tepung dari penelitian
pendahuluan menunjukkan bahwa buah sukun
yang direndam di dalam larutan natrium
metabisulfit 0,6 % dan 0,9 % selama 30 dan 45
menit merupakan kadar air optimasi. Sehingga
perendaman di dalam larutan natrium
metabisulfit 0,6 % dan 0,9 % memungkinkan
dapat dipakai di dalam penelitian utama, tetapi
waktu perendaman yang digunakan adalah 35
dan 45 menit. Hal ini bertujuan agar hasil
perendaman selama 35 menit mendekati hasil
perendaman selama 45 menit.
Penelitian Utama
Kerapatan
Kerapatan (bulk density) merupakan sifat
fisik bahan yang dipengaruhi oleh ukuran
bahan dan kadar air. Pada volum yang sama,
tepung yang memiliki bulk density yang lebih
tinggi memiliki massa yang lebih tinggi dari
tepung yang memiliki bulk density yang rendah.

B u lk D e n s it y ( g ra m /c m 3 )

0,675
0,67
0,665
0,66
0,655

A1B1
A1B2

0,65
0,645
0,64
0,635
0,63

A2B1
A2B2
Poly. (A1B1)
2

y = -3E-05x + 0,0011x + 0,6252
2

0,625
0,62

R =1
0

5
10
15
20
Lamanya Penyimpanan (hari)

25

Gambar 5. Hubungan antara Lamanya Penyimpanan
dan Kerapatan Tepung Sukun.

Gambar 5 di atas menunjukkan bahwa
sampel A2B2 memiliki nilai kerapatan yang
lebih besar dibandingkan dengan perlakuan
yang lainnya. Hal ini terjadi karena adanya
perendaman di dalam larutan natrium
metabisulfit dengan konsentrasi 0,9 % selama
45 menit. Perendaman di dalam larutan natrium
metabisulfit dengan konsentrasi yang lebih
tinggi dan lamanya perendaman yang lebih
lama menghasilkan kerapatan yang lebih besar.

Semakin besar nilai kerapatan suatu tepung
maka semakin kecil ruangan penyimpanan
atau pengemasan dan biaya transportasinya.
Pada Lampiran 15 dapat dilihat bahwa
semakin lama penyimpanan, kerapatan
tepung sukun semakin bertambah. Hal ini
disebabkan adanya kadar air tepung yang
meningkat selama proses penyimpanan. Hal
ini mengakibatkan pada volum yang tetap,
massa tepungnya semakin meningkat,
sehingga bulk density tepung sukun semakin
meningkat.
Walaupun
demikian,
peningkatan nilai kerapatan ini tidak nyata.
Kerapatan tepung sukun ini sesuai dengan
yang dinyatakan oleh Wirakartakusumah et
al. (1992) yaitu kerapatan dari berbagai
makanan berbentuk bubuk umumnya
berkisar antara 0,30-0,80 g/cm3.
Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa
faktor
konsentrasi
larutan
natrium
metabisulfit, lamanya perendaman di dalam
larutan natrium metabisulfit, dan interaksi
antara
konsentrasi
larutan
natrium
metabisulfit dan lamanya perendaman di
dalam
larutan
natrium
metabisulfit
memberikan pengaruh nyata terhadap
kerapatan tepung sukun yang dihasilkan.
Viskositas
Pengukuran viskositas dilakukan sebagai
petunjuk ada atau tidaknya kerusakan
selama penyimpanan, atau penurunan mutu
pangan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa viskositas larutan tepung sukun
semakin meningkat selama penyimpanan
seperti pada Lampiran 15. Hal ini mungkin
disebabkan
peningkatan
pertumbuhan
mikroba pada tepung sukun setelah
dilakukan penyimpanan pada suhu kamar.
Lampiran 15 juga menunjukkan bahwa
viskositas A2 lebih besar dibandingkan
dengan viskositas A1. Hal ini karena
konsentrasi larutan natrium metabisulfit
yang digunakan lebih tinggi dibandingkan
dengan A1, sehingga sampel A2 lebih viskos.
Dari hasil analisis sidik ragam dapat
dilihat bahwa konsentrasi larutan natrium
metabisulfit
yang
digunakan
untuk
merendam buah sukun memberikan
pengaruh yang sangat nyata. Artinya
perbedaan konsentrasi larutan natrium
metabisulfit menghasilkan viskositas yang
berbeda. Menurut hasil analisis sidik ragam
faktor lamanya waktu perendaman di dalam
larutan
natrium
metabisulfit
tidak
memberikan
pengaruh
nyata.
Pada
kenyataannya lamanya waktu perendaman di
dalam
larutan
natrium
metabisulfit

mempengaruhi viskositas larutan tepung sukun
walaupun secara statistik tidak nyata. Hal
tersebut terlihat pada viskositas B2 yang lebih
besar daripada B1, karena waktu perendaman
B2 lebih lama. Waktu buah sukun menyerap
larutan natrium metabisulfit pun lebih lama dan
makin lembek, sehingga tepung sukun yang
dihasilkan semakin halus dan mudah menyatu
dengan air.

digunakan dan semakin lama waktu
perendamannya, maka kadar air tepung
sukun yang dihasilkan semakin rendah. Hal
ini terjadi karena larutan natrium
metabisulfit lebih banyak mereduksi O2,
sehingga kemungkinan proses oksidasi yang
berlangsung semakin kecil. Kadar air yang
rendah
akan
memudahkan
pada
penyimpanan, karena tepung pada kondisi
ini tidak