Rekayasa model evaluasi kelayakan pembiayaan agroindustri minyak atsiri dengan pola syariah

REKAYASA MODEL EVALUASI KELAYAKAN PEMBIAYAAN
AGROINDUSTRI MINYAK ATSIRI DENGAN POLA SYARIAH

Chandra Indrawanto

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2007

RINGKASAN
CHANDRA INDRAWANTO. Rekayasa Model Evaluasi Kelayakan Pembiayaan
Agroindustri dengan Pola Syariah. Dibimbing oleh ERIYATNO, ANAS M.
FAUZI, MACHFUD, SUKARDI dan NOER SOETRISNO
Indonesia memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan agroindustri
minyak atsiri karena memiliki keunggulan komparatif dalam pengadaan bahan
bakunya disamping teknologi pengolahannya yang sederhana dan mudah dikuasai.
Pengembangan agroindustri minyak atsiri akan menimbulkan efek berganda berupa
peningkatan kesejahteraan petani tanaman atsiri mengingat mayoritas perkebunan
tanaman atsiri yang ada adalah perkebunan rakyat. Sumber pembiayaan yang dapat
digunakan untuk pengembangan agroindustri minyak atsiri adalah pembiayaan dari
lembaga keuangan syariah (LKS) dengan pola musyarakah berdasarkan skema bagi

hasil dan bagi resiko. Dengan pola ini tingkat keuntungan yang akan diterima LKS
ditentukan oleh tingkat laba operasional usaha. Sedangkan jika usaha mengalami
kerugian, maka LKS juga harus menanggung kerugian tersebut bersama-sama dengan
pengusaha mitra usahanya. Dengan posisi seperti ini LKS memerlukan suatu cara
evaluasi kelayakan pembiayaan yang dapat memperkirakan keuntungan yang akan
didapat oleh LKS dan memperkirakan tingkat resiko yang harus ditanggung.
Model evaluasi kelayakan pembiayaan usaha agroindustri minyak atsiri
dengan pola syariah yang dibuat dalam perangkat lunak Sistem Manajemen Ahli
(SMA) Ekpama-Syariah memiliki sub model untuk mengevaluasi tingkat resiko
pembiayaan yang terdiri dari resiko usaha dan resiko industri dengan metode AHP
untuk menentukan bobot faktor resiko dan teknik heuristik untuk memformulasikan
konklusi tingkat resiko, sub model untuk mengevaluasi tingkat keuntungan
pembiayaan yang ditunjang oleh model prakiraan harga bahan baku dan prakiraan
harga produk minyak atsiri dengan memakai teknik Jaringan Syaraf Tiruan (Artificial
Neural Network), sub model analisis laba operasional dengan memakai analisa
finansial, sub model penentuan target keuntungan minimal LKS yang
memperhitungkan keuntungan bebas resiko ditambah premi atas resiko pembiayaan,
sub model penentuan nisbah bagi hasil dengan memakai teknik Fibonacci dan sub
model evaluasi tingkat keuntungan pembiayaan dengan memakai Inverse
Transformation Method. Berdasarkan tingkat keuntungan pembiayaan dan tingkat

resiko pembiayaan yang diperoleh, ditentukan kelayakan pembiayaan usaha dengan
memakai suatu rule base yang telah ditentukan. Verifikasi model dilakukan pada
agroindustri minyak akarwangi di Kabupaten Garut.
Hasil verifikasi menunjukkan, berdasarkan hasil prakiraan harga bahan baku
dan harga produk minyak akarwangi, kapasitas alat suling 3500 liter atau 350 kg
akarwangi kering jemur tanpa bonggol dan frekwensi suling 16 kali per bulan didapat
laba operasional sebesar Rp 5,45 juta per bulan.
Tingkat resiko pembiayaan didapat dari nilai rata-rata terbobot faktor resiko
usaha dan resiko industri. Bobot dari setiap faktor didapat dengan memakai metode
AHP. Berdasarkan nilai rata-rata tersebut dan dengan memakai kaidah keputusan
yang telah ditentukan didapat tingkat resiko pembiayaan dan saran-saran yang perlu
diperhatikan untuk menurunkan tingkat resiko tersebut. Hasil verifikasi menunjukkan
tingkat resiko pembiayaan agroindustri minyak akarwangi pada tingkat sedang.
Target keuntungan minimal LKS atas pembiayaan yang dikeluarkannya
ditentukan berdasarkan rata-rata tingkat bonus SWBI (Sertifikat Wadiah Bank
Indonesia), yaitu tingkat keuntungan yang dapat diperoleh LKS tanpa resiko,

ditambah premi resiko yang didapat dari selisih antara tingkat laba operasional
dengan tingkat bonus SWBI dikalikan suatu bilangan γ yang nilainya dipengaruhi
oleh tingkat resiko pembiayaan yang dihadapi LKS. Hasil verifikasi menunjukkan

target keuntungan minimal LKS sebesar 24,10% per tahun.
Nisbah bagi hasil antara LKS dengan pengusaha ditentukan dengan
mempertimbangkan dua proposisi yaitu (1) LKS akan bersedia memberikan
pembiayaan usaha jika keuntungan yang akan diperoleh lebih besar dari target
keuntungan minimal yang telah ditentukan, (2) upaya yang dilakukan pengusaha
untuk mendapatkan laba operasional yang tinggi perlu dihargai. Berdasarkan kedua
proposisi tersebut maka nisbah bagi hasil untuk LKS minimal sama dengan ratio
antara nilai keuntungan minimal dengan laba operasional usaha dan maksimum sama
dengan ratio kontribusi pembiayaan LKS atas total modal usaha. Hasil verifikasi
menunjukkan dengan kontribusi pembiayaan LKS 57,3%, nisbah bagi hasil untuk
LKS sebesar 23,55% dan untuk pengusaha 76,45%.
Keuntungan pembiayaan yang diperoleh LKS didapat dari nisbah bagi hasil
LKS dikalikan laba operasional usaha.. Tingkat keuntungan pembiayaan dinilai layak
jika peluangnya untuk lebih besar daripada target keuntungan minimal LKS lebih dari
50%. Hasil verfikasi menunjukkan tingkat keuntungan pembiayaan layak jika
kontribusi pembiayaan yang diberikan oleh LKS maksimum 57,3% total modal usaha.
Berdasarkan tingkat keuntungan pembiayaan dan tingkat resiko pembiayaan,
dievaluasi kelayakan pembiayaan usaha. Hasil verifikasi menunjukkan pembiayaan
usaha dengan tingkat kontribusi LKS atas modal usaha sebesar 51,6% - 57,3% berada
pada layak-3 yaitu kondisi layak dengan tingkat keuntungan pembiayaan sedang dan

tingkat resiko pembiayaan sedang. Jika kontribusi pembiayaan LKS < 51,6% maka
tingkat kelayakan pembiayaan usaha berada pada layak-2 yaitu kondisi layak dengan
tingkat keuntungan pembiayaan tinggi dan tingkat resiko pembiayaan sedang.
Sistem manajemen ahli Ekpama-Syariah yang dikembangkan bersifat fleksibel
sehingga dapat memberikan evaluasi kelayakan pembiayaan berdasarkan perubahan
nilai pada harga bahan baku atau harga minyak atsiri, pada berbagai kondisi bahan
baku, pada berbagai kapasitas berjalan usaha, serta pada berbagai tingkat kontribusi
dan waktu pembiayaan LKS. Asumsi yang ada dalam implementasi model ini adalah
(1) LKS pengguna memiliki kemampuan membiayai usaha agroindustri dengan pola
musyarakah dengan jangka waktu hingga 24 bulan. Selain itu LKS memiliki SDM
yang mampu memahami perangkat lunak dan mengoperasionalkan komputer. (2)
Agroindustri minyak atsiri yang akan dibiayai hanya memiliki satu jenis usaha atsiri
dan memiliki SDM yang mampu melakukan pembukuan keuangan dengan baik. (3)
Pola bagi hasil yang dilakukan adalah bagi laba operasional usaha.
Prasyarat implementasi yang harus dipenuhi oleh LKS yang akan menerapkan
SMA Ekpama-Syariah adalah (1) Sehat dari aspek keuangan, manajemen dan
kelembagaan serta melaksanakan prinsip-prinsip syariah dalam aturan-aturan
operasionalnya. (2) Memiliki perangkat keras dan perangkat lunak komputer dengan
spesifikasi yang memadai. (3) SDM account officer yang dimiliki mampu memahami
dan mengoperasionalkan SPK Ekpama-Syariah dan memiliki pengetahuan tentang

agroindustri minyak atsiri. (4) Memiliki SDM yang mampu memahami dan
menangani SMA Ekpama-syariah sebagai administrator yang akan selalu
memperbaharui data yang dibutuhkan oleh SMA tersebut. (5) Melakukan dialog
dengan pengusaha calon mitra usaha agar didapat titik temu yang memuaskan rasa
keadilan kedua pihak.
Kata Kunci: Minyak Atsiri, Pembiayaan, Syariah.

ABSTRACT
CHANDRA INDRAWANTO. Design of Feasibility Evaluation Model of Essential
Oil Agroindustry Financing with Syariah Pattern. Under the direction of
ERIYATNO, ANAS M. FAUZI, MACHFUD, SUKARDI and NOER SOETRISNO
The objective of this research is to design feasibility evaluation model of
profit and risk sharing for financing essential oil agroindustry. The Expert
Management System (EMS) model was built to support Syariah Finance Institution
(SFI). Analitycal tools such as Artificial Neural Network method, Fibonacci
technique and Inverse Transformation Method were applied.
The EMS software named Ekpama-Syariah consists of modules for forecasting
raw material and essential oil prices, estimating operational profit, calculating profit
sharing ratio, evaluating the SFI profit, predicting target of minimum profit and
evaluating risk of the industry finance. Heurustic technique was used to formulate the

risk conclution, and rule base method was used for dialog management system.
The model was verified through case study on vetiver oil agroindustry in
Garut Regency. The total capital investment with destilation capacity 350 kg dried
vetiver, is around Rp 198 million. The results show that finance risk of vetiver oil
agroindustry is in medium level. The project is feasible if the SFI’s investment
contribute not more than 57.3% to total investment.
The model can be used to simulate the feasibility of essential oil agroindustry
finance based on the variation of the raw material prices, essential oil prices,
recovery level, destillation frekwency and the contribution of SFI to total investment.
Assumptions of the model implementation is SFI has ability to finance
essential oil agroindusty with musyarakah pattern for up to 24 months and has
human resources to operate the computer software of Ekpama-Syariah.
Conditions needed in implementing the Ekpama-Syariah are: (1) The SFI is
perform well in financial and management aspects. (2) SFI has hardware and
software as required. (3) Account officers have knowledge in essential oils
agroindustry.
Key Words: Vetiver Oil, Finance, Syariah

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan

rahmat dan karunia-Nya sehingga disertasi ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian ini adalah aspek pembiayaan agroindustri minyak atsiri dengan pola
syariah dengan judul Rekayasa Model Evaluasi Kelayakan Pembiayaan Agroindustri
Minyak Atsiri dengan Pola Syariah.
Disertasi ini dapat diselesaikan berkat arahan dan bimbingan yang tak kenal
lelah dari semua komisi pembimbing yakni, Prof. Dr. Ir. Eriyatno, MSAE selaku
katua serta Dr. Ir. Anas M. Fauzi, M.Eng., Dr. Ir. Machfud, MS., Dr. Noer Soetrisno,
MA dan Dr. Ir. Sukardi, MM masing-masing sebagai anggota. Kepada Beliaubeliaulah pertama kali penulis mengucapkan terima kasih dan semoga amal baik ini
menjadi amal ibadah dihadapan Allah SWT.
Kepada Dr. Ir. Maika S. Rusli, MSc sebagai penguji luar komisi pada ujian
tertutup serta Dr. Chaerul Djamhari dan Dr. Mat Syukur sebagai penguji luar komisi
pada ujian terbuka, penulis mengucapkan terima kasih setinggi-tingginya atas
masukan yang diberikan untuk lebih memperbaiki disertasi ini.
Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Ketua Program Studi Teknologi
Industri Pertanian Dr. Ir. Irawadi Jamaran dan seluruh staf pengajar Program Studi
Teknologi Industri Pertanian yang telah membarikan curahan ilmu dan pengalaman
selama penulis menempuh pendidikan di IPB.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan pula kepada Kepala Balittro dan
Kepala Puslitbang Perkebunan atas bantuan dan kesempatan yang diberikan selama
penulis menempuh pendidikan doktor ini. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan

kepada Dr. Agus Wahyudi yang telah mendorong untuk menempuh pendidikan
doktor ini serta memberikan bantuan dan nasihat selama penulis menempuh
pendidikan, kepada rekan-rekan Ir. Ketut Ardhana, MS, Kusumo, Yulius Ferry, Ir.
Suci Wulandari, MM, Sri Hastuti, Lina Marlina dan Tri Hayani atas bantuan dan
dorongannya. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Kahirul
dari BMI Pusat, Bapak Andri dari BPRS – PNM Mentari, Ketua KJKS Al Hanif,
Ketua KJKS Muazarah, Ketua KJKS Al Furqon, Ketua BMT Madani dan Ketua BMT
Al Inayah serta para pengusaha penyulingan akarwangi di Kabupaten Garut atas data
dan informasi yang diberikan selama penulis melakukan penelitian.
Penghargaan dan terima kasih tak terhingga penulis ucapkan kepada istri
tercinta Drh Mirzayenni serta ananda Rizky Amelia dan Aulia Rifqi Nurahman atas
kesabaran dan dorongan yang diberikan. Rasa hormat dan terima kasih penulis
sampaikan kepada Ayahanda Marlono dan Ibunda S. Umiyati serta Ayah mertua
Yunas Murad dan Ibu mertua Nailis Sa’adah atas dorongan semangat yang diberikan.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan Dedy
Sugiarto, Sri Hidayati, Nofi Erni, Erlina, Ari Achyar, Tri Yuni Hendrawati, Angga
Jatmika, Nunung dan rekan-rekan TIP lainnya atas silaturahmi dan diskusinya
sehingga semangat tetap terjaga.
Penulis menyadari disertasi ini masih jauh dari kesempurnaan, namun penulis
berharap semoga disertasi ini bermanfaat bagi perkembangan pembiayaan syariah

untuk agroindustri. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2007
Chandra Indrawanto

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 18 Februari 1964 sebagai anak
keempat dari enam bersaudara dari pasangan Marlono dan Siti Umiyati. Menikah
dengan drh. Mirzayenni dan dikaruniai dua anak yakni Rizky Amelia (16) dan Aulia
Rifqy Nurahman (11).
Penulis menempuh pendidikan dasar hingga menengah di Jakarta. Setelah
lulus dari SMAN 3 Jakarta pada tahun 1982, penulis melanjutkan pendidikan S1 di
Fakultas MIPA jurusan Statistika IPB, Bogor dan lulus pada tahun 1987. Antara
tahun 1992 – 1994 penulis meneruskan pendidikan di Lancaster University – UK
dengan beasiswa dari British Council dan mendapat dua gelar yaitu Post Graduate
Diploma in Development Study dan Master of Science in International Trade and
Finance. Sejak tahun 2002 penulis mengikuti pendidikan Program Pascasarjana S3 di
Program Studi Teknologi Industri Pertanian – Institut Pertanian Bogor.
Setelah lulus S1 penulis bekerja di perusahaan swasta. Sejak tahun 1990
penulis bekerja sebagai peneliti di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat yang
sejak tahun 2006 berubah menjadi Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik,

Badan Litbang - Departemen Pertanian. Sejak tahun 1996 penulis juga menjadi dosen
dibeberapa perguruan tinggi swasta.

SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Rekayasa Model Evaluasi
Kelayakan Pembiayaan Agroindustri Minyak Atsiri dengan Pola Syariah adalah karya
saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam tekjs dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir
disertasi.

Bogor, April 2007

Chandra Indrawanto
F 361020031

DAFTAR ISI

Daftar Isi .............................................................................

Daftar Tabel ........................................................................
Daftar Gambar....................................................................
Daftar Lampiran ..................................................................................

i
iii
v
vii

1
PENDAHULUAN ..............................................................................1
Latar Belakang ................................................................................
3
Tujuan Penelitian ............................................................................
3
Manfaat Penelitian ..........................................................................
4
Ruang Lingkup Penelitian ..............................................................
4
Keluaran Hasil Penelitian ...............................................................
5
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................5
Agroindustri Minyak Atsiri .............................................................
6
Teknologi Penyulingan Minyak Atsiri ............................................
8
Pembiayaan Usaha dengan Pola Syariah ........................................
14
Manajemen Resiko ..........................................................................
17
Sistem Penunjang Keputusan ..........................................................
19
Sistem Manajemen Ahli .................................................................
25
Feedback Loop ................................................................................
27
Penelitian Terdahulu .......................................................................
30
LANDASAN TEORITIS ...................................................................30
Metode Prakiraan ............................................................................
38
Teknik Optimasi Fibonacci .............................................................
40
Inverse Transformation Method ......................................................
41
Proses Hirarki Analitik.....................................................................
45
Analisis Finansial .............................................................................
50
Akuntansi Syariah ...........................................................................
53
METODE PENELITIAN ...................................................................53
Kerangka Pemikiran ........................................................................
54
Tahapan Penelitian ..........................................................................
56
Metode Pengumpulan Data .............................................................
56
Metode Pengolahan Data ................................................................
58
Waktu dan Tempat Penelitian .........................................................
58
Rekayasa Sistem Manajemen Ahli .................................................
59
ANALISA SISTEM .............................................................................59
Analisis Situasional .........................................................................
63
Analisis Kebutuhan Sistem ............................................................
65
Formulasi Permasalahan ................................................................
66
Identifikasi Sistem ...........................................................................

PEMODELAN SISTEM ....................................................................
Konfigurasi Model ..........................................................................
Sistem Manajemen Basis Pengetahuan ...........................................
Sistem Manajemen Basis Model .....................................................
Sistem Manajemen Basis Data ........................................................
Sistem Manajemen Dialog ..............................................................

69
69
69
71
81
82

VERIFIKASI DAN VALIDASI MODEL .........................................83
Model Prakiraan Harga ...................................................................
83
Evaluasi Resiko Usaha ....................................................................
86
Evaluasi Resiko Industri .................................................................
90
Model Evaluasi Tingkat Resiko Pembiayaan .................................
92
Model Analisis Laba Operasional....................................................
94
Model Penetapan Target Keuntungan..............................................
96
Model Penentuan Nisbah Bagi Hasil ..............................................
95
Model Analisis Keuntungan Usaha..................................................
95
Model Evaluasi Tingkat Keuntungan Pembiayaan .........................
97
Model Penentuan Kelayakan Pembiayaan ......................................
98
Validasi Model ................................................................................
99
RANCANGAN IMPLEMENTASI ....................................................
Kelebihan dan Keterbatasan Model .................................................
Rekomendasi Operasional ...............................................................

101
101
102

SIMPULAN DAN SARAN .................................................................

106

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................

109

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL
Nomor
1 1.

Teks
Halaman
Perlakuan kondisi bahan baku untuk penyulingan ..........
8

2..

Skala komparasi antar elemen ..........................................

42

3.

Nilai random indeks..........................................................

44

4

Kategori biaya usaha penyulingan minyak atsiri..............

46

5

Unsur-unsur biaya produksi dengan metode full
costing dan Variable costing

47

6

Unsur-unsur Laporan Rugi/Laba .....................................

52

7

Pelaku dan kebutuhan pelaku ..........................................

64

8

Rule base penentuan tingkat keuntungan pembiayaan
usaha

79

9

Rule base penentuan kelayakan pembiayaan usaha .........

81

10

Harga minyak akarwangi Januari 2000 – Agustus 2006
dan prakiraannya sampai Agustus 2008 (Rp ribu/kg)

84

11

Harga akarwangi Januari 2000 – Agustus 2006 dan
prakiraannya sampai Agustus 2008 (Rp/kg)

85

12

Areal dan produksi akarwangi di Kabupaten Garut .........

86

13

Hasil evaluasi resiko ketersediaan bahan baku.................

88

14

Hasil evaluasi resiko pengolahan .....................................

88

15

Hasil evaluasi resiko pemasaran .......................................

89

16

Hasil evaluasi resiko pengusaha mitra usaha ...................

89

17

Hasil evaluasi resiko permintaan dan penawaran
produk

91

Nomor
18

Teks
Halaman
Hasil evaluasi resiko harga bahan baku............................
91

19

Hasil evaluasi resiko harga produk...................................

92

20

Nilai resiko pembiayaan berdasarkan rata-rata terbobot
skor parameter ..................................................................

93

21

Kadar air, rendemen dan berat bahan baku pada
berbagai kondisi................................................................

94

22

Pendapatan , harga pokok produksi, laba kotor, beban
usaha dan laba operasional per bulan ...............................

94

23

Nisbah bagi hasil dan keuntungan pembiayaan per
bulan dengan pola musyarakah menurun selama 24
bulan .................................................................................

95

24

Kelayakan keuntungan pembiayaan dengan pola
musyarakah menurun selama 24 bulan.............................

97

25

Tingkat keuntungan pembiayaan dengan pola
musyarakah menurun selama 24 bulan.............................

98

26

Penentuan kelayakan pembiayaan dengan pola ...............
musyarakah menurun selama 24 bulan

99

27

Rangkuman hasil validasi model Ekpama-Syariah ..........

100

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Teks

Halaman

1

Struktur Sistem Penunjang Keputusan .............................

18

2

Contoh Jaringan Semantik ...............................................

21

3

Frame minyak atsiri dan ”anak” frame minyak
akarwangi

22

4

Prosedur Backward Chaining ...........................................

24

5

Feedback loop dalam suatu sistem ...................................

25

6

Feedback positif kecepatan reproduksi bakteri E.Coli .....

26

7

Feedback negatif kecepatan produksi...............................

27

8

Arsitektur jaringan layar tunggal ......................................

34

9

Arsitektur Jaringan Layar Jamak ......................................

35

10

Algoritma teknik optimasi fibonacci ................................

39

11

Grafik ilustrasi Inverse Transformation Method. .............

41

12

Diagram alir model evaluasi kelayakan pembiayaan
agroindustri minyak atsiri dengan pola syariah ................

55

13

Diagram Alir Proses Pengolahan Minyak Akarwangi .....

61

14

Grafik Perkembangan Harga Akarwangi di Kabupaten ...
Garut

62

15

Grafik Perkembangan Harga Minyak Akarwangi di .......
Kabupaten Garut

62

16

Diagram input output sistem pembiayaan agroindustri
minyak atsiri dengan pola syariah

67

17

Konfigurasi SMA Evaluasi Kelayakan Pembiayaan ........
Agroindustri Minyak Atsiri dengan Pola Syariah

70

Nomor

Teks

Halaman

18

Diagram alir prakiraan harga bahan baku akarwangi dan
harga minyak akarwangi

72

19

Diagram alir perkiraan laba operasional usaha.................

73

20

Diagram alir penetapan target keuntungan LKS ..............

74

21

Diagram alir penentuan nisbah bagi hasil.........................

75

22
23
24
25
26
27
28
29

30

31

Diagram alir analisis keuntungan LKS dan Pengusaha ....
Diagram alir penentuan tingkat resiko pembiayaan .........
Grafik harga dan prakiraan harga minyak akarwangi ......
Grafik harga dan prakiraan harga akarwangi ...................
Grafik perkembangan dan Trend harga akarwangi ..........
Grafik volume ekspor minyak akarwangi Indonesia ........
Grafik harga FOB ekspor minyak akarwangi Indonesia ..
Grafik distribusi kumulatif keuntungan usaha untuk ......
LKS
Grafik distribusi kumulatif peluang nilai keuntungan
usaha untuk Pengusaha
Tahapan implementasi SPK Ekpama-syariah...................

78
80
83
85
87
90
91
96

96

104

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Teks

Halaman

1

Tampilan menu input data dasar finansial ........................

113

2

Tampilan menu evaluasi resiko usaha ..............................

114

3

Tampilan menu evelausi resiko industri ...........................

115

4

Tampilan menu hasil evaluasi Tingkat Resiko
Pembiayaan.......................................................................

116

5

Tampilan menu evaluasi Tingkat Keuntungan
Pembiayaan.......................................................................

117

6

Tampilan menu Hasil Evaluasi Kelayakan Pembiayaan ..

118

7

Evaluasi resiko ketersediaan bahan baku .........................

119

8

Evaluasi resiko pengolahan ..............................................

120

9

Evaluasi resiko pemasaran................................................

121

10

Evaluasi resiko pengusaha mitra usaha ............................

122

11

Evaluasi resiko permintaan dan penawaran produk .........

123

12

Evaluasi resiko harga bahan baku ....................................

124

13

Evaluasi resiko harga produk ...........................................

125

14

Aturan-aturan dalam penentuan tingkat keuntungan .......

126

15

Aturan-aturan dalam penentuan tingkat resiko ................

129

16

Aturan-aturan dalam penentuan kelayakan pembiayaan ..

151

17

Skor Mse dan r hasil training dan testing harga minyak
akarwangi dengan input data 12, pola data training 70%
dan pola data testing 30% .................................................

153

Nomor

Teks

Halaman

18

Skor Mse dan r hasil training dan testing harga
akarwangi dengan input data 12, pola data training 70%
dan pola data testing 30% .................................................

155

19

Biaya investasi tetap usaha agroindustri akarwangi .........

157

20

Proyeksi biaya langsung agroindustri akarwangi .............

159

21

Proyeksi biaya tidak langsung agroindustri akarwangi ....

161

22

Proyeksi biaya depresisasi dan amortisasi agroindustri
akarwangi..........................................................................

163

23

Proyeksi penerimaan, laba kotor dan laba operasional
agroindustri akarwangi .....................................................

165

24

Proyeksi investasi asset tetap dan modal kerja
agroindustri akarwangi .....................................................

166

25

Analisis finansial usahatani akarwangi (1 ha). .................

167

26

Form validasi model Ekpama-Syariah

168

27

Nilai bonus Sertifikat Wadiah Bank Indonesia per tahun

169

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Strategi pembangunan nasional seharusnya didasarkan pada keunggulan
kompetitif yang dimiliki Indonesia. Salah satu cara mendapatkan keunggulan
kompetitif adalah dengan mengembangkan sektor yang didukung oleh
sumberdaya domestik dan memiliki peluang usaha. Agroindustri adalah salah
satu sektor yang sangat ditunjang oleh sumberdaya domestik.

Membangun

agroindustri yang kuat berarti membangun pertumbuhan sekaligus pemerataan
dan keseimbangan antar sektor dan antar wilayah.
Agroindustri minyak atsiri merupakan salah satu industri yang patut
diperhitungkan untuk dikembangkan mengingat Indonesia memiliki keunggulan
komparatif dalam pengadaan bahan bakunya disamping teknologi pengolahannya
yang cukup sederhana sehingga mudah dikembangkan. Pengembangan Industri
minyak atsiri bukan hanya meningkatkan kesejahteraan pengusaha agroindustri,
akan tetapi juga akan meningkatkan kesejahteraan petani tanaman atsiri.
Saat ini ada sekitar 10 jenis minyak atsiri Indonesia yang telah diekspor
dengan 5 diantaranya memiliki pangsa diatas 50% pada pasar dunia. Kesepuluh
jenis minyak atsiri tersebut dan pangsa pasarnya adalah minyak nilam (63%),
minyak kenanga (67%), minyak akarwangi (22%), minyak sereh wangi (12%),
minyak pala (72%), minyak cengkeh (63%), minyak cendana (14%), minyak
kayu putih (83%), minyak jahe (0,4%) dan minyak lada (0,9%).
Selain mengekspor, Indonesia juga mengimpor minyak atsiri jenis lain
atau fraksinya sebagai bahan baku industri. Impor minyak atsiri Indonesia yang
terbesar adalah minyak piperita sekitar 232,6 ton dengan nilai US$ 2 161 548
serta minyak Lavender sekitar 28 ton dengan nilai US$ 548 645 pada tahun 2000.
Upaya untuk membangun industri substitusi impor minyak atsiri tentunya akan
dapat mendorong penghematan devisa nasional.
Minyak akarwangi (Vetiveria zizanioides L.) sebagai salah satu komoditas
utama minyak atsiri Indonesia, saat ini sekitar 90% produksinya diekspor. Dalam
lima tahun terakhir rata-rata ekspor minyak atsiri akarwangi Indonesia sekitar 66
ton pertahun. Sentra produksi utama minyak atsiri akarwangi di Indonesia adalah

2

di Kabupaten Garut dengan kontribusi produksi sekitar 90% produksi nasional
(BPS, 2006). Dengan pangsa pasar ekspor sekitar 22%, Indonesia bukanlah
negara yang dapat menentukan harga minyak akarwangi, sebaliknya harga
minyak akarwangi dalam negeri dipengaruhi oleh harga minyak akarwangi dunia.
Kondisi ini menyebabkan sangat fluktuatifnya harga minyak akarwangi dalam
negeri karena mengikuti harga minyak akarwangi dunia yang selalu fluktuatif
sehingga mendorong pula terjadinya fluktuasi harga bahan baku akarwangi.
Fluktuasi pada harga bahan baku dan harga minyak akarwangi
menyebabkan

keuntungan

usahatani

akarwangi

dan

keuntungan

usaha

penyulingan akarwangi menjadi sangat fluktuatif pula. Kondisi ini menyebabkan
tingkat resiko agroindustri minyak akarwangi menjadi tinggi sehingga perbankan
konvensional enggan memberikan kredit. Dilain pihak pengusaha agroindustri
minyak akarwangi juga enggan memakai kredit dari perbankan konvensional
sebagai sumber pemodalan karena ketidakmampuannya dalam memberikan
agunan dan untuk mengemban resiko bunga dari pengambilan kredit. Sumber
pemodalan yang digunakan hanya berasal dari modal keluarga sehingga
umumnya agroindustri minyak akarwangi merupakan usaha dengan skala kecil
(UK). Menurut UU No. 9 tahun 1995 usaha kecil adalah usaha dengan aset
kurang dari Rp 200 juta diluar tanah dan bangunan, sebagaimana dikutip oleh
Soetrisno (2005).
Secara umum faktor-faktor yang menghambat Bank konvensional
memberikan kredit kepada agroindustri di pedesaan adalah: (1) Tidak tersedianya
kredit atau jika tersedia maka tidak sesuai dengan kebutuhan agroindustri. (2)
Resiko yang tinggi terutama pada agroindustri skala kecil. (3) Pengusaha kecil
agroindustri umumnya tidak memiliki cukup cadangan untuk menghadapi
fluktuatif harga

yang terjadi. (4) Struktur administratif Bank besar yang

seharusnya mampu memberikan kredit pada pengusaha agroindustri skala kecil
ironisnya justru bekerja menghindari pemberian kredit kepada pengusaha kecil
agroindusti.
Untuk menunjang pengembangan UK agroindustri minyak atsiri maka
perlu dicari bentuk lain pola pembiayaan. Salah satu bentuk pola pembiayaan
adalah pembiayaan dengan pola syariah melalui sistem bagi hasil dan bagi resiko

3

yang disediakan oleh lembaga keuangan syariah (LKS). Pola ini diperkirakan
sesuai untuk UK agroindustri minyak atsiri karena tidak memerlukan agunan dan
resiko yang ada tidak ditanggung sendiri oleh pengusaha.

Apabila usaha

mengalami kerugian maka kerugian tersebut akan ditanggung bersama antara
pengusaha dengan LKS, sebaliknya jika keuntungan usaha yang didapat tinggi
maka keuntungan tersebut dinikmati bersama pula.
Kendala yang menghambat berkembangnya pembiayaan dengan pola
syariah ini adalah belum ditemukan suatu metode dan formula yang efektif untuk
mengevaluasi kelayakan pembiayaan suatu agroindustri minyak atsiri dengan
pola syariah. Tingkat keuntungan pembiayaan yang diterima LKS tergantung
pada tingkat laba operasional usaha dan nisbah bagi hasil yang ditetapkan
sehingga perlu dilakukan analisa proyeksi laba operasional usaha yang akurat dan
nisbah bagi hasil yang dapat diterima oleh LKS dan pengusaha. Sifat dinamis dari
parameter-parameter penentu laba operasional usaha dapat menyebabkan tingkat
keuntungan pembiayaan menjadi rendah bahkan merugi atau menyebabkan
tingkat keuntungan pembiayaan menjadi tinggi.

Ketidak pastian tingkat

keuntungan pembiayaan ini menyebabkan model evaluasi kelayakan pembiayaan
konvensional yang memakai prinsip bunga menjadi tidak sesuai untuk
diterapkan.
Ditemukannya model evaluasi kelayakan yang tepat dan sesuai, yang
dapat memprakirakan perubahan dinamis parameter-parameter utama penentu
laba operasional usaha agroindustri minyak atsiri dan memasukkan perubahan
dinamis tersebut kedalam perhitungan evaluasi kelayakan pembiayaan,
diharapkan akan lebih mendorong lembaga keuangan syariah untuk membantu
pembiayaan usaha kecil agroindustri minyak atsiri sehingga dapat lebih
berkembang.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan sistem manajemen ahli model
evaluasi kelayakan pembiayaan usaha kecil agroindustri minyak atsiri dengan
pola syariah berbasis komputer.

4

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak
yaitu:
1. Bagi lembaga keuangan syariah, hasil penelitian ini merupakan alat
penunjang

keputusan

dalam

mengevaluasi

kelayakan

pembiayaan

agroindustri minyak atsiri dengan skema bagi hasil dan bagi resiko.
2. Bagi pengusaha agroindustri minyak atsiri, hasil penelitian ini merupakan alat
penunjang keputusan dalam mencari sumber permodalan yang lebih
berkeadilan untuk pengembangan usaha agroindustri minyak atsirinya.
3. Bagi akademisi dan pengembangan iptek, hasil penelitian ini merupakan
kontribusi pemikiran untuk pengembangan aplikasi pola syariah melalui
pendekatan sistem
4. Bagi pemerintah sebagai pembina UKM, hasil penelitian ini dapat menjadi
alat untuk memfasilitasi alternatif pembiayaan dengan pola syariah yang lebih
berkeadilan untuk mendukung pengembangan agroindustri minyak atsiri.

Ruang Lingkup Penelitian
Skema pembiayaan pada penelitian ini adalah pembiayaan musyarakah
yang memiliki prinsip bagi keuntungan dan bagi resiko. Evaluasi kelayakan akan
memperhitungkan tingkat keuntungan pembiayaan yang akan didapat dan tingkat
resiko pembiayaan yang ada.

Obyek kajian pada penelitian ini adalah

agroindustri penyulingan minyak atsiri akarwangi di Kabupaten Garut.
Pemilihan agroindustri minyak akarwangi karena pada umumnya merupakan
usaha kecil dengan sentra produksi di Kabupaten Garut.

Keluaran Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini adalah suatu rekomendasi model evaluasi kelayakan
pembiayaan agroindustri minyak atsiri dengan pola syariah.

Model ini

dituangkan dalam suatu perangkat lunak sistem manajemen ahli evaluasi
kelayakan pembiayaan agroindustri minyak atsiri dengan pola syariah. Model
akan bermanfaat untuk pihak lembaga keuangan syariah, pengusaha agroindustri,
pemerintah selaku pembina UKM dan untuk akademisi.

TINJAUAN PUSTAKA
Agroindustri Minyak Atsiri
Minyak atsiri

akarwangi (vetiver oil) diperoleh melalui proses

penyulingan dari bagian akar tanaman akarwangi (Vetiveria zizanioides L.).
Minyak ini mempunyai aroma yang lembut dan halus yang dihasilkan oleh ester
dari asam vetivenat serta senyawa vetiverone dan vetivenol yang saat ini belum
dapat dibuat sintetisnya. Minyak akarwangi digunakan secara luas untuk
pembuatan parfum, kosmetika, pewangi sabun dan obat-obatan, serta pembasmi
dan pencegah serangga. Di Indonesia, tanaman akarwangi telah lama dikenal
sebagai komoditas ekspor. Sekitar 90% produksi minyak akarwangi Indonesia
diekspor, dengan rata-rata volume ekspor dalam lima tahun terakhir sebanyak 66
ton atau 22% dari total produksi dunia yang diperkirakan mencapai 300 ton setiap
tahunnya. Di pasar dumia minyak akarwangi dari Indonesia dikenal dengan
nama Java Vetiver Oil.
Indonesia

Masih rendahnya pangsa pasar minyak akarwangi

mengindikasikan

industri

akar

wangi

masih

terbuka

untuk

dikembangkan.
Akarwangi biasanya ditanam secara monokultur atau tumpangsari dengan
tanaman sayuran. Bahan tanaman akar wangi yang digunakan petani umumnya
berasal dari jenis lokal tanpa adanya seleksi. Jarak tanam yang digunakan sangat
bervariasi yaitu 20 x 30 cm2, 30 x 30 cm2, 30 x 40 cm2, 40 x 40 cm2, 40 x 60 cm2
dan 40 x 80 cm2. Pemupukan dan pemeliharaan tanaman umumnya tidak
dilakukan, kecuali pada tanaman akar wangi yang ditumpangsarikan dengan
tanaman

sayuran

seperti

wortel, kol,

bawang daun, dan bawang putih.

Tanaman akar wangi yang ditumpangsarikan dipangkas dan disiangi pada umur
tiga dan enam bulan. Hal ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan
tumbuhnya tanaman sela serta memungkinkan penanaman kembali tanaman sela
sebelum akar wanginya tumbuh besar. Hasil akar wangi yang didapat rata-rata
12 ton akarwangi kering angin per ha (Hobir, et. al, 2007).
Penyulingan akar wangi umumnya dengan cara penyulingan uap dan air.
Ketel yang digunakan rata-rata mempunyai diameter 1,5 m dan tinggi 4,2 m,
dengan ketebalan plat 6 mm dan volume 3 500 liter. Rendemen minyak yang

6

dihasilkan hanya sekitar 0,3% - 1,33%, jauh lebih rendah dari potensi yang
seharusnya bisa didapat yaitu sekitar 1,6 – 2,1 % (Rusli, 1985).

Hal ini

disebabkan oleh beberapa hal, pertama akar wangi yang digunakan adalah akar
muda yang belum mencapai umur 12 bulan, kedua bonggol akar wangi yang
memiliki rendemen yang rendah turut disuling, dan ketiga karena lama
penyulingan hanya 12 - 15 jam saja dari rekomendasi sekitar 18 jam.
Kabupaten Garut di Jawa Barat, merupakan sentra produksi utama
akarwangi dengan kontribusi produksi minyak sekitar 90% dari produksi minyak
akarwangi Indonesia.

Areal pertanaman akarwangi dikabupaten ini sekitar

1.475 ha pada tahun 1990 dan meningkat menjadi 2.400 ha pada tahun 2005
dengan areal tersebar di empat kecamatan yaitu Kecamatan Samarang, Leles,
Ciwalu dan Bayongbong.

Kesemua areal pertanaman tersebut merupakan

perkebunan rakyat. Saat ini di Kabupaten Garut terdapat 43 unit penyulingan
akar wangi dengan total kapasitas terpasang sekitar 60 ton terna akar wangi
kering angin dengan bonggolnya per kali suling.

Teknologi Penyulingan Minyak Atsiri
Agroindustri minyak atsiri adalah agroindustri yang mengekstraksi
minyak atsiri hasil metabolit sekunder pada buah, bunga, daun, kulit, dahan atau
akar dengan cara penyulingan atau destilasi. Tiga cara penyulingan yaitu cara
direbus, cara uap-air atau dikukus dan cara uap langsung atau steam.
Cara penyulingan dengan direbus merupakan cara yang tertua. Prinsip
kerja cara ini adalah: ketel penyulingan diisi air hingga separuhnya, lalu
dipanaskan.

Sebelum air mendidih bahan baku dimasukkan kedalam ketel

penyulingan sehingga pada saat terjadi penguapan minyak atsiri menguap
bersama dengan menguapnya air. Uap dengan partikel minyak atsiri ini dialirkan
melalui pipa ke alat pendingin sehingga uap air yang bercampur minyak atsiri
mengembun dan mencair kembali. Selanjutnya dialirkan ke alat pemisah untuk
memisahkan air dengan minyak atsiri.

Cara penyulingan ini disebut juga

penyulingan langsung (direct distillation). Penyulingan dengan cara ini mudah
dilakukan dan memerlukan modal yang tidak banyak. Akan tetapi kadar minyak
yang terekstraksi menjadi rendah serta kualitas minyak atsirinya rendah.

7

Terkadang juga terjadi hidrolisir ester dan produk minyak atsiri tercampur
dengan bahan lain. Cara penyulingan ini biasanya digunakan untuk bahan yang
halus atau mudah menggumpal dengan uap langsung seperti bunga.
Cara penyulingan dengan uap-air sedikit lebih maju dari cara pertama.
Prinsip kerja cara ini adalah sebagai berikut: ketel penyulingan diisi air sampai
batas saringan.

Bahan baku diletakkan diatas saringan sehingga tidak

berhubungan langsung dengan air. Uap air yang terjadi akan melewati bahan
baku dan membawa partikel-partikel minyak atsiri. Uap dengan partikel minyak
atsiri ini dialirkan melalui pipa ke alat pendingin sehingga uap air yang
bercampur minyak atsiri mengembun dan mencair kembali.

Selanjutnya

dialirkan ke alat pemisah untuk memisahkan air dengan minyak atsiri. Cara ini
disebut juga dengan cara penyulingan secara tidak langsung (indirect distillation).
Dengan cara ini kualitas produk minyak atsiri yang dihasilkan cukup baik,
bahkan jika dikerjakan dengan baik kualitas yang dihasilkan dapat masuk dalam
kategori ekspor. Cara ini biasanya untuk bahan berupa rumput atau daun seperti
seraiwangi, daun klausena dan daun cengkeh.
Cara penyulingan dengan uap langsung memerlukan modal yang cukup
besar karena memerlukan dua buah ketel. Prinsip kerja penyulingan ini hampir
sama dengan cara penyulingan tidak langsung (indirect distillation) hanya saja
pada cara ini antara ketel uap dan ketel penyaringan terpisah. Ketel uap yang
berisi air dipanaskan, lalu uap yang terjadi dialirkan ke ketel penyulingan yang
berisi bahan baku. Partikel minyak atsiri yang terdapat dalam bahan baku akan
menguap bersama dengan uap air dan dialirkan kealat pendingin. Dalam alat
pendingin akan terjadi pengembunan dimana uap air akan mengembun dan
mencair kembali. Selanjutnya dialirkan kealat pemisah untuk memisahkan air
dengan minyak atsiri. Cara ini walaupun membutuhkan biaya yang cukup besar
akan tetapi memberikan hasil produk minyak atsiri dengan mutu yang lebih bagus
dari cara pertama dan kedua. Cara ini biasanya digunakan untuk bahan yang
mengandung minyak atsiri dengan titik didih tinggi.
Efisiensi penyulingan selain ditentukan oleh ketepatan pemilihan cara
penyulingan juga dipengaruhi oleh perlakuan yang tepat terhadap bahan baku.

8

Cara penanganan yang tepat untuk beberapa bahan baku dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Perlakuan kondisi bahan baku untuk penyulingan
Jenis Bahan Baku

Kondisi Bahan Baku

Ukuran Bahan Baku

Bunga Kenanga

Segar

Utuh

Bunga Ylang-Ylang

Segar

Utuh

Daun Klausena

Segar

Utuh

Setengah Kering

Dipotong/Utuh

Daun Cengkah

Kering

Utuh

Nilam

Kering

Dipotong/Utuh

Akarwangi

Kering

Dipotong/Utuh

Kulitmanis

Kering

2-4 mm

Kulit Masoia

Kering

2-4 mm

Kayu Cendana

Kering

2-4 mm

Kayu Gaharu

Kering

2-4 mm

Rimpang Jahe

Kering

2-4 mm

Rimpang Temulawak

Kering

2-4 mm

Biji Pala

Kering

2-4 mm

Biji Lada

Kering

2-4 mm

Seraiwangi

Sumber: Rusli, 2000

Pembiayaan Usaha dengan Pola Syariah
Suatu perusahaan harus mempunyai aktiva (assets) agar dapat beroperasi,
dan untuk dapat memiliki assets perusahaan harus memiliki modal (capital). Dua
bentuk dasar modal perusahaan adalah pinjaman (debts) dan kekayaan atau dana
pemilik (equity). Pada perusahaan perorangan dan persekutuan, equity berasal
dari dana pribadi pemilik. Sedangkan pada perusahaan perseroan equity berasal
dari saham biasa (common stocks) dan saham istimewa (preferred stocks)
(Brigham dan Gapenski, 1991). Pinjaman (debts) dapat diperoleh perusahaan
dari lembaga-lembaga keuangan yang ada terutama perbankan konvensional.

9

Beberapa macam instrumen pinjaman (debt) dan equity pada lembaga
pembiayaan konvensional yang dapat digunakan untuk mengungkit (leverage)
kemampuan pembiayaan perusahaan adalah (Vogel dan Hayes, 1998): (1)
Secured debt, yaitu hutang yang memiliki posisi prioritas pada struktur modal
perusahaan dan memiliki klaim langsung atas aset perusahaan; (2) Leasing,
adalah pemindahan hak guna atas barang melalui pembayaran sewa. Dua macam
leasing yaitu finansial leasing dan operasional leasing. Pada finansial leasing
biaya sewa memperhitungkan pula harga barang pada akhir masa sewa karena
pada saat itu kepemilikan barang berpindah kepenyewa. Sedangkan pada
operasional leasing kepemilikan barang tidak berpindah kepenyewa pada akhir
masa leasing; (3) Unsecured debt, yaitu hutang dengan posisi lebih rendah
daripada secured debt dan klaim atas aset perusahaan hanya dapat dilakukan
setelah klaim secured debt dipenuhi; (4) Subordinated debt, yaitu hutang yang
secara hirarki memiliki tingkat lebih rendah dari secured dan unsecured debt
instrumen diatas dalam hal klaim aset perusahaan; (5) Saham Preferred, yaitu
hibrid antara debt dengan equity.

Saham ini memiliki posisi lebih rendah

dibanding hutang dalam hal klaim terhadap aset. Akan tetapi dibanding saham
biasa, saham preferred memiliki dividen tetap yang dibayarkan sebelum dividen
saham biasa diberikan dan memiliki prioritas klaim atas aset sebelum saham
biasa.
Secara syariah instrumen diatas yang menempatkan sumber modal pada
posisi yang berbeda dan pengenaan bunga pada pinjaman (debt) yang ditentukan
besarnya dari awal, serta resiko yang sepenuhnya ditanggung pengusaha
peminjam modal, tidaklah sesuai dengan syariah islam yang berdasarkan spirit
kebersamaan yaitu sama-sama merasakan keberuntungan jika untung dan samasama susah jika mengalami kerugian. Tiga prinsip dasar sistem keuangan syariah
menurut Bank Indonesia (2002) adalah pertama prinsip keadilan yang ditandai
dengan transaksi yang fair, transparan dan jujur, persaingan yang sehat serta
perjanjian yang saling menguntungkan. Kedua prinsip menghindari kegiatan
yang dilarang, yaitu dengan larangan memproduksi produk, jasa dan proses yang
merugikan dan berbahaya.

Ketiga prinsip kemanfaatan, yaitu berperilaku

produktif dan tidak spekulatif, menghindari penggunaan sumberdaya dengan

10

tidak efisien serta membuka akses seluas-luasnya bagi masyarakat untuk
memperoleh sumberdaya. Prinsip ini diterapkan dalam tiga pola dasar kegiatan
lembaga pembiayaan syariah yaitu pola bagi hasil dan bagi resiko, pola jual beli
dan pola sewa.
Bagi hasil dan bagi resiko. Dua pola utama bagi hasil dan bagi resiko
adalah pola al-mudarabah yaitu suatu kerjasama antara dua pihak dimana pihak
pertama menyediakan 100% modal sedangkan pihak kedua menyediakan
manajemen dan enterpreunership, dan pola al-musyarakah yaitu kerjasama
antara dua atau lebih pihak dimana masing-masing pihak menyediakan modal,
management dan enterpreunership. Prinsip mudarabah dibangun berdasarkan
bentuk

kerjasama

yang

biasa

dilakukan

oleh

kaum

muslimin

untuk

mengembangkan jaringan perdagangan secara luas (Qureshi, D.M, 1988). Oleh
karena itu dalam perbankan islam, kontrak ini biasanya digunakan untuk tujuan
perdagangan jangka pendek atau jenis usaha tertentu yang berjangka waktu
pendek.

Pada pola ini pemilik modal (investor) mempercayakan modalnya

kepada pengelola (mudharib) untuk digunakan sesuai ketentuan dalam kontrak
untuk mendapatkan keuntungan. Kontrak mudarabah mengikat hubungan antara
investor dan mudharib berdasarkan saling mempercayakan, sehingga investor
tidak dapat meminta jaminan (garansi).

Adanya jaminan, menurut pendapat

Imam Malik dan Imam Syafi’i, menyebabkan kontrak menjadi tidak sah (Ibn
Qudama, 1981). Kontrak mudarabah juga menetapkan tingkat keuntungan bagi
masing-masing pihak berdasarkan ratio, bukan berdasarkan jumlah yang pasti.
Dengan demikian jika keuntungan yang didapat dari hasil usaha tinggi maka
masing-masing pihak akan mendapat jumlah keuntungan yang tinggi, sebaliknya
jika keuntungan yang didapat dari hasil usaha rendah maka masing-masing pihak
akan mendapat jumlah keuntungan yang rendah. Sedangkan jika terjadi kerugian
maka pihak mudharib tidak memperoleh keuntungan dan kerugian yang ada
ditanggung sepenuhnya oleh investor dengan syarat pihak mudharib dalam
menjalankan usahanya sesuai dengan aturan yang tertuang dalam kontrak. Akan
tetapi jika kerugian yang terjadi disebabkan oleh pelanggaran kontrak yang
dilakukan oleh mudharib, maka seluruh kerugian ditanggung oleh mudharib (El
Ashker, 1987).

11

Pola musyarakah merupakan bentuk kerjasama antar dua atau lebih pihak
dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi persentase modal. Dalam
perbankan islam, bentuk pembiayaan musyarakah meliputi: musyarakah untuk
perdagangan

(commercial

musyarakah),

keikutsertaan

untuk

sementara

(decreasing partisipation) dan keikutsertaan untuk selamanya (permanent
partisipation).

Pada persetujuan musyarakah untuk perdagangan, Bank dan

pengusaha memberikan kontribusi modal untuk melakukan usaha yang
menyangkut pembelian dan penjualan komoditas dalam rangka mendapatkan
keuntungan yang akan dibagi antara Bank dan pengusaha. Pihak pengusaha
memegang kendali manajemen dalam usaha tersebut. Tidak ada ketentuan
besarnya perbandingan modal yang disertakan dalam kontrak ini. Selain itu masa
berlakuknya kontrak ditentukan secara jelas (Antonio, 2003).
Pola pembiayaan musyarakah dimana keikutsertaan Bank bersifat
sementara (decreasing partisipation) biasanya untuk kerjasama industri yang
baru, proyek pertanian atau usaha yang bergerak dalam pelayanan. Pada pola ini
Bank membiayai sebagian modal dengan syarat menerima bagian keuntungan
atau menanggung kerugian yang didapat dari hasil usaha berdasarkan persetujuan
dalam kontrak dan dalam jangka waktu yang telah disepakati. Dalam jangka
waktu kontrak tersebut, bagian modal Bank dibayar kembali oleh pengusaha
secara cicilan sehingga bagian modal pengusaha semakin besar dan pada akhir
kontrak pengusaha memiliki seluruh modal usahanya (Salam, 2000).
Pola pembiayaan musyarakah dimana keikutsertaan Bank adalah untuk
selamanya (permanent partisipation) pihak Bank membiayai bagian modal yang
dibutuhkan dalam usaha sehingga Bank menjadi pemegang saham dan ikut serta
mengelola usaha tersebut dengan ketentuan pihak Bank akan menerima bagian
keuntungan yang didapat atau menanggung kerugian dari usaha tersebut. Istilah
selamanya (permanent) disini mengacu pada masa berlakunya kont