Perubahan Pola Tanam (Studi Deskriptif Tentang Perubahan Pola Tanam Dengan Berbagai Jenis Tanaman di Desa Munte)

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAN PERSETUJUAN

Nama : Salsalinaita Br Tarigan NIM : 050905037

Departemen : Antropologi

Judul : PERUBAHAN POLA TANAM

(Studi Deskriptif Tentang Perubahan Pola Tanam Dengan Berbagai Jenis Tanaman)

Medan, 25 Juni 2010

Pembimbing Skripsi Ketua Departemen

( Drs. Lister Berutu, MA) (Drs. Zulkifli Lubis, MA) NIP. 196007171987031005 NIP.196011011986011001

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

( Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA) NIP. 196207031987111001


(2)

ABSTRAK

Salsalinaita Br Tarigan 2010, judul : PERUBAHAN POLA TANAM (Studi Deskriptif Tentang Perubahan Pola Tanam Dengan Berbagai Jenis Tanaman di Desa Munte). Pada skripsi ini terdiri dari 5 bab, 82 halaman, 11 tabel, 4 gambar, 13 daftar pustaka ditambah 3 sumber lain dan lampiran.

Secara umum masyarakat Indonesia mengkonsumsi beras yang berasal dari tanaman Padi sebagai makanan pokok mereka. Oleh karena itu sudah sepantasnya pula masyarakat Indonesia memelihara tanaman Padi dengan sebaik-baiknya. Tanaman Padi biasanya ditanam di sawah, namun ada juga petani yang menanam Padi di lahan kering atau di ladang. Akan tetapi mayoritas petani di Indonesia menanam tanaman Padi di sawah.

Desa Munte memiliki lahan sawah yang luas dan memiliki sungai irigasi yang membantu petani dalam masalah perairan. Beras yang dihasilkan dari tanaman Padi dari desa ini dijual sampai ke luar daerah dan bahkan sampai ke luar propinsi. Semakin lama petani dihadapkan pada masalah-masalah dan mencari alternatif lain. Petani mencoba untuk merubah pola tanam mereka. Berkenaan dengan itu penelitian ini memusatkan perhatian pada perubahan pola tanam yang terjadi dan bagaimana pengetahuan petani tentang perubahan yang mereka lakukan.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Melihat bagaimana petani merubah pola tanam mereka yang tidak menentu karena dipengaruhi oleh musim dan juga pasar, serta melihat juga bagaimana konsekuensi yang terjadi akibat perubahan pola tanam tersebut.

Perubahan pola tanam ini dimulai sejak tahun 1997 hingga sekarang. Tanaman Padi yang dulunya sebagai tanaman utama kini mulai digantikan dengan beberapa jenis tanaman lain, seperti tanaman Cokelat, tanaman palawija dan sebagian kecil Kayu Putih. Melihat perubahan pola tanam yang terjadi penulis menyarankan supaya menggunakan lahan pertaniannya dengan semestinya.


(3)

KATA PENGANTAR Salam sejahtera…..!!!!!

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatNya-lah maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis sadar bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan skripsi ini sehingga masih jauh dari sempurna, baik dalam hal penuturan kata ilmiah maupun dalam hal pengumpulan data. Tujuan dari pembuatan skripsi ini adalah untuk memenuhi syarat seorang mahasiswa untuk memperoleh gelar sarjana. Penelitian yang dilakukan oleh penulis ini berjudul “ PERUBAHAN POLA TANAM (Studi Deskriptif Tentang Perubahan Pola Tanam Dengan Berbagai Jenis Tanaman di Desa Munte).

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang turut membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini mulai dari awal sampai akhir skripsi ini, kepada:

1. Bapak Prof. M. Arif Nasution, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Zulkifli Lubis, MA selaku Ketua Departemen Antropologi, Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Irfan Simatupang, MSi selaku Sekretaris Departemen Antropologi, Universitas Sumatera Utara dan sekaligus sebagai ketua penguji proposal dan meja hijau yang telah mengarahkan penulis.

4. Bapak Drs. Lister Berutu, MA selaku dosen pembimbing dalam penulisan proposal sampai penulisan skripsi ini yang dengan sabar memberikan


(4)

arahan dan masukan yang baik. Terimakasih untuk waktu, ilmu, saran, dan pengetahuan yang telah diberikan.

5. Ibu Dra. Sri Alem Sembiring, MSi selaku penguji proposal dan meja hijau, terimakasih atas bimbingan dan saran yang telah diberikan.

6. Bapak Drs. Zulkifli, MA selaku dosen wali penulis, terimakasih atas bimbingan dan dukungannya.

7. Para Dosen Antropologi, Staf Pegawai FISIP, Pegawai Perpustakaan Fakultas dan Pegawai Perpustakaan Universitas.

8. Bapak Sahnan Sembiring selaku Kepala Desa Munte dan kepada Bapak Setia Utama Bangun selaku Sekretaris Desa Munte, terimakasih penulis ucapkan atas penerimaan, kerja sama serta pemberian informasi, dan kepada seluruh masyarakat Desa Munte yang telah menjadi informan bagi penulis dan yang telah meluangkan waktu bagi penulis.

9. Secara khusus skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orangtua penulis, TM. Tarigan dan T. Br Perangin-angin, terimakasih atas kasih sayang yang tulus, doa, materi, serta dukungannya selama ini.

10.Adik-adik penulis: E.harapenta Tarigan dan Salvionita Br Tarigan, terimakasih untuk dukungan dan doanya dan teruskan perjuangan kalian untuk mencapai cita-cita.

11.Mertua penulis: S. Meliala dan M. Br Depari, terimakasih untuk doa dan dukungannya.


(5)

12.Seluruh keluarga besar penulis: terimakasih untuk segala doa dan dukungannya.

13.Sahabat-sahabat terbaikku: Eldevia Endora Tarigan, Sri Ulina Girsang S.Sos, Mia Falentina Barus S.Sos, dan Roseva Sari Bangun S.Sos, terimakasih atas segala dukungan, bantuan dan doa yang telah diberikan kepada penulis.

14.Kerabat-kerabat Antropologi: Ciwul, Domi, Santi, Omi, Eva, Kak Adis, Kak Mece, Vina dan lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terimakasih untuk dukungannya.

15.Suami penulis Hardinal Meliala, terimakasih untuk kasihsayang, dukungan dan doanya.

16.Sikecilku Shara Mareysa Br Meliala, terimakaih atas kehadiranmu sebagai penambah semangat buat Ibu.

17.Sahabatku Peronika Sari Br Tarigan, Amd dan Winda Br Bangun yang telah membantu penulis dalam pengumpulan data serta penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, demi kesempurnaan skripsi ini penulis membuka diri terhadap saran maupun kritik yang sifatnya membangun dari pembaca. Demikian penulis sampaikan semoga skripsi ini kelak bisa berguna bagi berbagai pihak.


(6)

Terimakasih. Tuhan Memberkati……..!!!!!!

Medan, 25 Juni 2010


(7)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah dan Lokasi Penelitian ... 5

1.2.1. Rumusan Masalah ... 5

1.2.2. Lokasi Penelitian ... 6

1.3. Tujuan Masalah ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

1.5. Tinjauan Pustaka ... 7

1.6. Metode Penelitian ... 10

1.6.1. Tipe Penelitian ... 10

1.6.2. Teknik Pengumpulan Data ... 11

1.7. Analisa Data ... 13

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 14

2.1. Desa Munte ... 14

2.2. Letak dan Kondisi Geografis ... 16

2.3. Keadaan Alam ... 17

2.3.1. Iklim ... 17

2.3.2. Keadaan Tanah ... 18

2.4. Pola Perkampungan ... 19

2.4.1. Keadaan Jalan ... 23

2.4.2. Media Massa dan Kesehatan Penduduk ... 24

2.5. Penduduk ... 25

2.5.1. Gambaran Umum Penduduk ... 25

2.5.2. Suku Bangsa ... 27


(8)

2.5.4. Sarana Pndidikan ... 29

2.5.5. Agama ... 32

BAB III SISTEM PERTANIAN DI DESA MUNTE ... 34

3.1. Jenis Produk Pertanian ... 34

3.2. Sistem Pengetahuan Petani Tentang Tanah, Bibit, Musim, Pasar, Serta Hama dan Penyakit ... 39

3.2.1. Sistem Pengetahuan Petani Tentang Tanah ... 39

3.2.2. Sistem Pengetahuan Petani Tentang Bibit ... 42

3.2.3. Sistem Pengetahuan Petani Tentang Musim ... 43

3.2.4. Sistem Pengetahuan Petani Tentang Pasar ... 46

3.2.5. Sistem Pengetahuan Petani Tentang Hama dan Penyakit ... 47

3.2.5.1. Hama ... 47

3.2.5.2. Penyakit ... 51

3.3. Sistem Pengetahuan Petani Tentang Penggunaan Pupuk dan Pestisida ... 52

3.3.1. Sistem Pengetahuan Petani Tentang Penggunaan Pupuk ... 52

3.3.2. Sistem Pengetahuan Petani Tentang Penggunaan Pestisida ... 54

3.4. Masa Panen dan Tenaga Kerja ... 55

3.4.1. Masa Panen ... 55

3.4.2. Tenaga Kerja ... 56

3.5. Pemasaran ... 56

BAB IV POLA TANAM DAN PERUBAHAN YANG TERJADI 58

4.1. Pola Tanam Sebelum Tahun 1997 ... 58

4.1.1. Padi Sebagai Tanaman Utama ... 58

4.1.2. Varietas Lain Sebagai Tanaman Tambahan ... 65

4.2. Perubahan Pola Tanam Sesudah Tahun 1997 Hingga Sekarang ... 69

4.2.1. Cokelat ... 70


(9)

4.2.3. Kayu Putih ... 73

4.3. Konsekuensi Perubahan Pola Tanam ... 73

4.3.1. Pendapatan yang Tidak Menentu ... 73

4.3.2. Terjadinya Pengalihan Fungsi Lahan ... 75

4.3.3. Munculnya Dampak Positif dan Negatif ... 77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 78

5.1. Kesimpulan ... 78

5.2. Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 81 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komposisi Desa di Kecamatan Munte ... 15

Tabel 2. Komposisi Luas Wilayah Desa Munte Berdasarkan Jenis Tanah ... 19

Tabel 3. Jenis Rumah Adat serta Jumlahnya ... 20

Tabel 4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 26

Tabel 5. Komposisi Penduduk Berdasarkan Umur ... 26

Tabel 6. Komposisi Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa ... 28

Tabel 7. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 29

Tabel 8. Sekolah yang ada di Desa Munte serta Jumlahnya ... 31

Tabel 9. Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan ... 31

Tabel 10. Bangunan Ibadah serta Jumlahnya ... 33


(11)

ABSTRAK

Salsalinaita Br Tarigan 2010, judul : PERUBAHAN POLA TANAM (Studi Deskriptif Tentang Perubahan Pola Tanam Dengan Berbagai Jenis Tanaman di Desa Munte). Pada skripsi ini terdiri dari 5 bab, 82 halaman, 11 tabel, 4 gambar, 13 daftar pustaka ditambah 3 sumber lain dan lampiran.

Secara umum masyarakat Indonesia mengkonsumsi beras yang berasal dari tanaman Padi sebagai makanan pokok mereka. Oleh karena itu sudah sepantasnya pula masyarakat Indonesia memelihara tanaman Padi dengan sebaik-baiknya. Tanaman Padi biasanya ditanam di sawah, namun ada juga petani yang menanam Padi di lahan kering atau di ladang. Akan tetapi mayoritas petani di Indonesia menanam tanaman Padi di sawah.

Desa Munte memiliki lahan sawah yang luas dan memiliki sungai irigasi yang membantu petani dalam masalah perairan. Beras yang dihasilkan dari tanaman Padi dari desa ini dijual sampai ke luar daerah dan bahkan sampai ke luar propinsi. Semakin lama petani dihadapkan pada masalah-masalah dan mencari alternatif lain. Petani mencoba untuk merubah pola tanam mereka. Berkenaan dengan itu penelitian ini memusatkan perhatian pada perubahan pola tanam yang terjadi dan bagaimana pengetahuan petani tentang perubahan yang mereka lakukan.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Melihat bagaimana petani merubah pola tanam mereka yang tidak menentu karena dipengaruhi oleh musim dan juga pasar, serta melihat juga bagaimana konsekuensi yang terjadi akibat perubahan pola tanam tersebut.

Perubahan pola tanam ini dimulai sejak tahun 1997 hingga sekarang. Tanaman Padi yang dulunya sebagai tanaman utama kini mulai digantikan dengan beberapa jenis tanaman lain, seperti tanaman Cokelat, tanaman palawija dan sebagian kecil Kayu Putih. Melihat perubahan pola tanam yang terjadi penulis menyarankan supaya menggunakan lahan pertaniannya dengan semestinya.


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sejak tahun 1980-an Desa Munte telah dikenal sebagai salah satu daerah yang menghasilkan beras dengan kualitas baik, bahkan hal tersebut masih berlangsung sampai sekarang. Namun keberhasilan masyarakat dalam mengusahakan tanaman Padi mereka kini telah mengalami penyusutan. Hal ini terbukti dengan timbulnya berbagai macam masalah yang mengganggu tanaman Padi dan sampai sekarang belum ditemukan cara yang tepat untuk mengatasinya. Ada beberapa varietas Padi yang dikenal baik dari Desa Munte, antara lain adalah yang diberi nama “Cantik Manis”. Masyarakat masih mengakui rasa dan kualitasnya sampai sekarang.

Dari tanaman Padi inilah masyarakat dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka, bahkan mereka dapat menyekolahkan anak-anak mereka dari hasil panen Padi mereka. Sistem pemasaran Padi biasanya dilakukan masyarakat melalui agen. Agen-agen tersebut berasal dari Desa Munte juga. Hal ini membuat hubungan antar petani Padi dengan agen baik. Tidak pernah timbul konflik antar mereka. Agen akan membeli Padi petani dengan harga yang sewajarnya, artinya agen membeli Padi dengan harga pasar.

Petani Padi di Desa Munte sangat dibantu oleh adanya sungai irigasi yang ada di desa ini. Sungai irigasi tersebut dinamai “Lau Buah Man Teman”. Menyadari pentingnya peran sungai irigasi masyarakat memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Namun pada bulan Juli 2008 lalu sungai irigasi ini runtuh.


(13)

Masyarakat mengakui bahwa terjadinya hal tersebut karena gangguan alam dan kurang sadarnya masyarakat akan pentingnya peranan sungai irigasi tersebut. Akibat dari runtuhnya sungai irigasi tersebut membuat para petani Desa Munte banyak yang mengeluh, karena banyak diantara mereka yang tidak panen sesuai dengan biasanya bahkan ada juga yang tidak panen sama sekali. Menyadari hal tersebut pemerintah setempat mengajukan permohonan kepada pemerintah Kabupaten untuk segera memperbaiki sungai irigasi tersebut. Sungai irigasi tersebut diperbaiki dengan adanya bantuan dari pemerintah serta dibantu oleh masyarakat itu sendiri.

Padi yang ada di Desa Munte ada yang ditanam di lahan basah (sawah) dan ada juga yang ditanam di lahan kering atau yang sering disebut dengan “page tuhur”. Namun mayoritas petani desa ini menanam Padi yang ditanam di lahan basah (sawah). Hal ini didukung oleh adanya sungai irigasi yang terdapat di desa tersebut.

Sejak munculnya isu harga pupuk dan pestisida mulai meninggi di Indonesia sekitar tahun 1998, di desa ini juga timbul berbagai macam masalah. Masalah-masalah tersebut kemudian memunculkan masalah yang baru pula. Sehingga petani diharuskan mencari alternatif masing-masing. Hal inilah yang membuat petani Padi di Desa Munte mulai kewalahan dan mau tidak mau hal ini dapat menimbulkan kerugian pada petani lainnya.

Petani Padi di Desa Munte dihadapkan pada masalah sulitnya memperoleh pupuk, tingginya harga pupuk serta pestisida membuat mereka harus memilih tindakan lain untuk tetap mempertahankan tanaman Padi mereka. Bila mereka mengambil solusi untuk memakai pupuk atau pestisida dengan jenis yang berbeda


(14)

maka besar kemungkinan hasil yang mereka peroleh pun tidak sama seperti sebelumnya, bisa saja bertambah dan mungkin saja berkurang. Mereka mengambil keputusan untuk tetap menggunakan pupuk dan pestisida yang biasa mereka gunakan meskipun sebenarnya mereka sulit untuk memperolehnya dan harganya mahal. Keputusan ini diambil oleh para petani karena mereka takut hasil panen yang mereka peroleh berkurang hasilnya. Namun tidak selamanya keputusan yang seperti ini membuat hasil panen mereka tetap atau bertambah, tidak jarang para petani mengalami kerugian disebabkan oleh permasalahan lain yang mereka alami.

Petani selalu menghadapi problema yang ada di sekitarnya. Hasil yang diperoleh tidak sebanding dengan biaya yang telah dikeluarkan semasa penanaman dan tidak cukup meskipun untuk dikonsumsi sendiri. Belum lagi Padi yang rusak akibat gangguan alam.

Sampai sekarang alternatif yang diperoleh petani Padi belum memuaskan bagi mereka. Bahkan setelah mengganti tanaman Padi ke jenis tanaman lain, masih saja belum memuaskan mereka. Artinya meskipun telah beralih ke tanaman lain banyak petani yang masih mengeluh karena belum mendapat hasil yang memuaskan bagi mereka.

Petani Padi mulai beralih ke jenis tanaman lain berawal kira-kira pada tahun 1997, sejak harga Padi mulai menurun serta harga pupuk dan pestisida yang digunakan mulai meninggi. Alasan mereka beralih ke tanaman lain antara lain adalah bahwa tanaman lain lebih mudah untuk mengelolanya ditambah lagi makin banyaknya penyakit dan hama yang menyerang tanaman Padi tersebut. Bahan pertimbangan lain bagi para petani Padi adalah sulitnya untuk memperoleh solusi


(15)

dalam mengatasi penyakit dan hama yang menyerang tanaman mereka. Biasanya para petani mengganti tanaman Padi dengan tanaman-tanaman yang mudah cara perawatannya. Jenis tanaman lainnya tersebut antara lain adalah Jagung, Cabai, Cokelat, Sayur Pahit, dan berbagai tanaman lainnya yang menurut petani lebih mudah cara merawat dan mengelolanya.

Ada beberapa faktor sosial budaya yang mempengaruhi pertanian Padi di Desa Munte ini. Terkait dengan makin menurunnya hasil panen yang diperoleh petani Padi banyak masyarakat yang melakukan acara sesajian di sawah mereka dengan tujuan pada hasil panen berikutnya akan memperoleh hasil yang lebih baik lagi. sesajian itu disebut dengan istilah “mbere nakan begu juma” yang artinya memberi makan hantu ladang. Biasanya petani membuat sesajiannya berupa nasi putih beserta lauk seperti ayam dan ikan mas yang dibuat di atas daun pisang. Selain itu petani juga menyertakan rokok, korek dan sirih. Semua sesajian tersebut diletakkan di atas tanaman petani. Mereka meyakini dengan memberikan sesajian tersebut hasil panen mereka lebih meningkat. Dari sesajian yang mereka lakukan ada petani yang mengalami panen yang lebih baik dari sebelumnya tapi ada juga petani yang hasil panennya menurun lagi.

Faktor sosial-budaya lainnya adalah meriahnya pesta perkawinan secara adat kini makin berkurang. Artinya, dulu pesta perkawinan dibuat selama dua hari berturut-turut akan tetapi sekarang dipadatkan menjadi satu hari saja. Masyarakat mengakui hal tersebut supaya lebih menghemat biaya. Banyak petani yang merasa penghasilannya makin berkurang akibat hasil panen yang menurun dan hal tersebut juga kemudian berdampak pada kehidupan sosial-budaya mereka.


(16)

Beras yang dihasilkan dari tanaman Padi merupakan makanan pokok utama manusia. Begitu juga dengan masyarakat Indonesia yang mayoritas mengkonsumsi beras sebagai makanan utama mereka. Dengan alasan ini masyarakat Indonesia sudah seharusnya menjaga kelestarian Padi. Namun hingga sekarang ini permasalahan yang dihadapi para petani Padi semakin banyak dan solusi yang mereka peroleh belum maksimal.

Tulisan ini dibuat untuk mengetahui penyebab-penyebab yang mendorong petani merubah pola tanamannya ke jenis tanaman lain. Kemudian memunculkan kesimpulan bahwa perubahan pola tanam yang terjadi pada kalangan petani adalah keputusan yang tepat buat mereka, terutama bagi kelangsungan hidup mereka.

1.2 Ruang Lingkup Masalah dan Lokasi Penelitian 1.2.1 Rumusan Masalah

Seperti yang telah dijelaskan pada latar belakang diatas bahwa masyarakat Desa Munte kini dihadapkan pada masalah yang sulit. Masyarakat harus memilih untuk tetap mempertahankan pola tanaman Padi atau melakukan perubahan pola tanam ke jenis tanaman lain.

Berdasarkan masalah di atas maka pertanyaan penelitian ini adalah :

1. Bagaimana konsep masyarakat tentang jenis tanaman lain yang diproduksi dan bagaimana cara mereka melakukan produksi?

2. Apa alasan-alasan petani melakukan perubahan pola tanam ke jenis tanaman lain?


(17)

3. Bagaimana implikasi yang terjadi setelah melakukan perubahan pola tanam ke jenis tanaman lain dibandingkan dengan tetap mempertahankan pola tanaman Padi?

1.2.2. Lokasi Penelitian

Penelitian yang peneliti lakukan ini adalah di Desa Munte, Kecamatan Munte, Kabupaten Karo dimana mayoritas penduduknya bermata pencaharian bertani (petani pemilik lahan sampai petani yang hanya bekerja sebagai buruh tani). Hal ini tentunya mendukung peneliti dalam mengadakan penelitian. Ditambah lagi mayoritas penduduk desa ini bersuku Karo, hal ini juga memudahkan peneliti dalam mengadakan penelitian, khususnya dalam mengadakan wawancara dan observasi partisipasi dengan masyarakat. Perubahan pola tanam yang terjadi di desa ini juga mendorong peneliti untuk memilih Desa Munte sebagai lokasi penelitian.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif dengan tujuan untuk memperoleh gambaran tentang perubahan pola tanam yang dilakukan oleh petani di Desa Munte yang pada awalnya mengandalkan Padi sebagai tanaman utama mereka dan kini mulai beralih ke jenis tanaman lain yang menurut mereka lebih mudah untuk mengelolanya. Penelitian ini juga bertujuan untuk mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan pola tanam tersebut.


(18)

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan informasi dan gambaran tentang perubahan pola tanam serta faktor-faktor yang mempengaruhi petani di Desa Munte kepada pihak-pihak terkait, baik para petani sendiri maupun pihak lain yang ada hubungannya dengan permasalahan ini. Penelitian ini juga diharapkan sebagai referensi serta pengkaryaan studi di jurusan Antropologi dan juga melatih penulis untuk membuat karya ilmiah.

1.5. Tinjauan Pustaka

Petani merupakan manusia yang kreatif dan inovatif memiliki pengetahuan yang kaya, rinci dan adaptif terhadap keadaan lingkungan hidupnya (Robert Chamber dalam Kusnaka A. 1999:3).

Petani adalah orang-orang yang mempunyai usaha untuk menanam tanaman dalam berbagai jenis tanaman. Dalam masyarakat ada yang berperan sebagai petani pemilik lahan dan juga petani yang hanya sebagai buruh saja, namun yang menjadi objek penelitian adalah petani yang melakukan perubahan pola tanam dalam berbagai jenis tanaman.

Pengetahuan diperoleh dalam proses belajar oleh individu sebagai hasil interaksi antara kelompok satu dengan kelompok lain, dan kelompok tersebut dimiliki bersama dan merupakan warisan sosial. Dalam hal ini dibedakan (kontras) dengan warisan organis. Ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kita bisa hidup dalam satu kelompok dalam satu masyarakat yang terorganisasi, yang bias mengatasi masalah pemberian solusi dalam pemenuhan hidup sehari-hari (Suparlan, 1984:83).


(19)

Sistem pengetahuan dalam mengelola suatu produksi sangat mempengaruhi baik tidaknya hasil yang diperoleh. Semakin banyaknya pengalaman seseorang maka semakin luas pula pengetahuannya untuk memproduksi hasil pertaniannya, dan dengan demikian hasil yang akan diperoleh juga akan semakin baik. Demikian juga sebaliknya, semakin sedikit pengalaman seseorang petani dalam memproduksi suatu produk pertanian maka akan sedikit pula hasil yang akan diperoleh.

Sistem pengetahuan yang merupakan salah satu pedoman hidup diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui sosialisasi. Artinya pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman dan kebiasaan-kebiasaan yang ada disekitar mereka. Dengan cara sosialisasi tersebut pedoman itu dikokohkan atau berkembang menyesuaikan diri dengan cara hidup dan sifat-sifat lingkungannya, meskipun pemahaman sifat-sifat-sifat-sifat karakteristik lingkungannya itu sangat terbatas pada wilayahnya. Jadi pengetahuan yang dimiliki manusia berbeda-beda antara suatu kebudayaan dengan kebudayaan lain serta bervariasi diantara sesama anggota suatu kebudayaan.

Aktivitas petani dalam bercocok tanam seperti mengolah sawah atau berladang menunjukkan bahwa petani mengetahui keadaan alam,misalnya untuk bisa bertanam petani harus mengetahui musim yang paling baik untuk melakukan penanaman, apakah pada musim kemarau atau musim hujan, hal ini berguna untuk meningkatkan hasil-hasil tanaman yang dikerjakan atau diusahakan (Koentjaraningrat 1984:3).

Penelitian ini menggunakan pendekatan Antropologi kognitif, dimana kebudayaan dianggap sebagai seperangkat pengetahuan yang diperoleh manusia


(20)

yang digunakan untuk menginterpretasikan pengalaman dan menghasilkan tingkah laku. Karena setiap kehidupan manusia mempunyai kebudayaan sehari-hari berdasarkan alam, lingkungan alam untuk bertahan. Begitu juga dengan masyarakat petani, mereka mempunyai kebudayaan sendiri dalam memandang tata cara pengelolaan sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki dalam melihat kondisi dan perubahan-perubahan yang terjadi pada lahan pertanian mereka dan tata cara pengelolaan seperti apa saja yang digunakan dalam meningkatkan produktivitas pertanian mereka.

Dari gambaran di atas dapat terlihat bahwa pengetahuan mengenai pertanian merupakan suatu keyakinan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan proses pertanian yang membimbing para petani beraktivitas di lahan pertanian. Dengan adanya pengetahuan yang dimiliki para petani, menurut mereka dalam melakukan tindakan dalam usaha tani. Usaha tani menentukan tindakan seperti informasi mengenai metode pertanian, kredit dan berbagai pengaruh (Zulkifli,1996:19).

Menurut Ortiz (dalam Zulkifli, 1996), petani tidak mendasarkan keputusan mereka pada perkiraan (forecast) tentang kejadian dimasa datang atau pada prospek yang disusun sesuai dengan keinginan mereka, melainkan lebih didasarkan pada rentangan kejadian-kejadian yang baru dialami. Dengan pengetahuan itulah petani menghadapi masa depan, dengan kata lain petani membuat keputusan berdasarkan pengalamannya dimasa lalu.

Kebudayaan adalah keseluruhan pola tingkah laku, baik yang eksplisit maupun implisit, yang diperoleh dan diturunkan melalui simbol yang akhirnya mampu membentuk sesuatu yang khas dari kelompok-kelompok manusia. Sistem


(21)

pengetahuan yang seperti ini biasanya diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui sosialisasi dan merupakan pedoman hidup bagi mereka. Artinya pengetahuan dikembangkan dari pengalaman-pengalaman dari kebiasaan-kebiasaan yang ada di sekitar mereka kemudian diimplementasikan dalam bentuk tindakan aktivitas (A.L. Kroeber dan C. Kluchkhon).

Kebudayaan merupakan perangkat teknik untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang dihadapi dalam situasi/kondisi alam, baik geografisnya maupun iklim. Dengan menguasai alam dan potensi alam serta hasil dari alam maka manusia setempat menginterpretasikan dan menjawab tantangan dengan kerangka kebudayaan. Kita dapat melihat bahwa alam dapat memberikan kehidupan manusia seperti misalnya, mengolah tanah. Selanjutnya dikatakan jelas oleh antropolog bahwa kebudayaan merupakan seperangkat pengetahuan yang diperoleh manusia yang digunakan untuk menginterpretasikan pengalaman dan melahirkan tingkah laku sosial (Spradley,1997:5). Berhubungan dengan apa yang dikemukakan oleh para ahli di atas, itu artinya alam seperti halnya tanah untuk lahan pertanian harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungan baik geografisnya maupun iklim.

1.6. Metode Penelitian 1.6.1. Tipe Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode kualitatif menurut Lexy J.Moleong (2006:6). Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik dan


(22)

dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode kualitatif yaitu berupa pengamatan, wawancara, atau penelaahan dokumen. Metode kualitatif akan menghasilkan data deskriptif yang berisi kutipan data berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto, dokumen pribadi untuk mempermudah penelitian ini.

1.6.2. Teknik Pengumpulan Data

Untuk dapat menunjang data ketika penelitian dilaksanakan, diperlukan beberapa cara yang relevan dalam mencapai tujuan penelitian, yakni studi lapangan. Teknik pengumpulan data yang dipakai ketika peneliti melakukan penelitian lapangan adalah menggunakan wawancara dan observasi partisipasi.

 Wawancara

Wawancara yang dipakai dalam penelitian ini adalah bentuk wawancara mendalam (depth interview) kepada beberapa informan dengan menggunakan alat bantu pedoman wawancara (interview guide) yang berhubungan dengan masalah penelitian. Wawancara mendalam dimaksudkan untuk memperoleh sebanyak mungkin pengetahuan para petani tentang perubahan pola tanaman yang mereka lakukan.

Yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah kepala desa dan ketua adat atau orang yang dituakan (informan kunci). Dari informan ini akan diperoleh informasi mengenai keadaan desa, data-data statistik penduduk, letak geografisnya, sejarah desa, pemanfaatan sumber daya alam, dll. Untuk mencari data selanjutnya akan dijumpai informan lain yaitu warga yang terlibat langsung


(23)

dalam perubahan pola tanaman yang dilakukan oleh petani di Desa Munte (informan pokok). Dimana informan tersebut bukan hanya terlibat, tetapi benar-benar memiliki pengetahuan dan bisa mengungkapkan apa yang telah dilakukannya.

Dalam membuktikan keabsahan data dan memperkuat data yang diperoleh dari informan kunci dan informan pokok maka diwawancarai informan biasa yaitu penduduk desa yang juga mengetahui masalah yang diteliti. Jumlah informan tersebut tidak dibatasi, tetapi jumlah itu berhenti ketika sudah berulang-ulang.

 Observasi Partisipasi

Metode observasi partisipasi dengan melakukan pengamatan langsung dalam penelitian atau dengan kata lain menggunakan metode observasi partisipan. Seperti pada saat petani melakukan kegiatan penyiangan, pemberian pupuk serta kegiatan lainnya. Ini dilakukan untuk mengetahui secara langsung kapan dan bagaimana para petani perlu memberikan perhatian lebih pada tanaman mereka dengan tujuan untuk menghindari sebisa mungkin masalah yang akan muncul.

 Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan ini dimaksud untuk kepentingan teori-teori yang relevan yang dijadikan landasan berpikir dalam melihat masalah yang akan diteliti, yang akan diperoleh dari buku-buku, hasil penelitian, skripsi, yang mempunyai hubungan dengan masalah yang akan diteliti. Studi kepustakaan ini cukup penting sebab sebagian data yang diperlukan telah diungkapkan dalam berbagai bentuk tulisan-tulisan sebelumnya.


(24)

1.7. Analisa Data

Data yang diperoleh tersebut dianalisis secara kualitatif. Proses analisa data pada penelitian ini dimulai dengan menelaah seluruh data yang diperoleh dari observasi dan wawancara serta studi kepustakaan yang seterusnya disusun secara sistematis agar lebih mudah dipahami dan dapat memberi arti. Data yang diperoleh disusun atau dikelompokkan berdasarkan kategori-kategori tertentu.

Penyajian dan analisis hasil penelitian dilakukan secara kualitatif berupa tuturan permasalahan, yang menjawab setiap permasalahan sampai rinci dan tuntas, yang sesuai dengan jangkauan data pada saat pengumpulan data. Hasil analisa yang menunjukkan kemampuan dan kecenderungan yang relatif sama ditarik menjadi kesimpulan umum bagi semua kasus yang diambil.


(25)

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2.1. Desa Munte

Desa Munte adalah sebuah Kecamatan yang berada di daerah Kabupaten Karo. Letaknya cukup strategis untuk dijangkau, transportasi yang dimiliki desa ini juga sudah cukup banyak. Kecamatan Munte merupakan daerah yang mempunyai luas wilayah 125,64 km2

Sesuai dengan uraian di atas, bahwa jumlah desa yang ada di Kecamatan Munte ada 22 desa dan tiap desa dikepalai oleh seorang Kepala Desa. Adapun desa-desa tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

, terdiri dari 22 desa dan setiap desa memiliki seorang kepala desa dengan pusat pemerintahan berada di Desa Munte sebagai Ibukota Kecamatan.


(26)

Tabel 1

Komposisi Desa di Kecamatan Munte

No

Nama Desa

No

Nama Desa

1

Sarimunte

12

Gunung Manumpak

2

Kutambaru

13

Selakkar

3

Gunung Saribu

14

Sarinembah

4

Kabantua

15

Singgamanik

5

Gurubenua

16

Nageri

6

Barung Kersap

17

Kutasuah

7

Biak Nampe

18

Kineppen

8

Tanjung Beringin

19

Buluh Naman

9

Pertumbungen

20

Bandar Meriah

10

Parimbalang

21

Sukarame

11

Munte

22

Kutagerat

Sumber: Kantor Kepala Desa Munte 2009

Kelebihan Desa Munte dari desa yang lain adalah wilayahnya yang lebih luas, dan karena itu juga jumlah penduduk di Desa Munte lebih banyak dibandingkan dengan desa yang lain. Tidak hanya itu saja, fasilitas yang ada di Desa Munte juga jauh lebih baik dari desa lainnya. Fasilitas tersebut antara lain seperti angkutan yang lebih banyak, Puskesmas, Kantor Pos, dan Sekolah yang lebih banyak.

Meskipun demikian mayoritas penduduk Desa Munte yang bermata pencaharian bertani, baik petani pemilik lahan maupun yang bertani hanya sebagai buruh tani saja. Tanaman yang ditanam petani di desa ini juga ada bermacam-macam. Tanaman yang ditanam oleh petani akan disesuaikan dengan beberapa hal, antara lain disesuaikan dengan harga pasar, musim dan yang lainnya.


(27)

Tanaman Padi pernah menjadi tanaman utama petani di Desa Munte, namun kini secara perlahan-lahan hal itu mulai berubah. Memang masih ditemukan tanaman Padi di desa ini tapi tidak sebanyak dulu lagi. Banyak alasan petani merubah pola tanaman mereka ke jenis tanaman yang lain. Bahkan ada juga petani yang sengaja mengeringkan sawah mereka agar bisa menanam jenis tanaman lain.

Masyarakat Desa Munte mayoritas adalah masyarakat yang bersuku Karo, namun ada juga suku lain di desa ini. Perbedaan suku pada masyarakat tidak terlihat dikehidupan sehari-hari mereka. Suku yang lain dapat beradaptasi dengan Suku Karo, artinya mereka dapat bersosialisasi dengan masyarakat Karo. Hal tersebut terbukti dengan bahasa Karo yang dipakai dalam kegiatan mereka sehari-hari.

Sama halnya dengan Suku Batak yang lain Suku Batak Karo di Desa Munte ini juga mengnut sistem kekerabatan patrilineal. Sistem kekerabatan patrilineal adalah garis keturunan menurut garis keturunan ayah. Oleh karena itu hanya anak laki-laki yang menjadi ahli waris untuk mendapat harta warisan dari orangtuanya. Tidak jarang juga hal ini menjadi konflik dalam masyarakat di desa ini.

2.2. Letak dan Kondisi Geografis

Desa Munte adalah salah satu desa yang tercakup dalam kawasan Kecamatan Munte, Kabupaten Karo, Propinsi Sumatera Utara yang berada pada posisi 20- 40 lintang utara dan 980- 990 bujur timur. Luas wilayah desa ini adalah 10,34 Km2. Desa Munte berjarak kurang lebih 25 Km dari ibukota Kabupaten


(28)

Karo yaitu Kabanjahe, dan akan memakan waktu kurang lebih setengah jam untuk menuju Ibukota Kabupaten tersebut.

Adapun batas-batas wilayah Desa Munte adalah sebagai berikut: 1. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Singgamanik 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Pertumbungen 3. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Gunung Manumpak 4. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Tanjung Beringin.

Secara administratif, pemerintahan Desa Munte dibagi kedalam wilayah pemerintahan yang lebih kecil yang disebut dengan dusun atau ”kesain”. Desa Munte memiliki 6 dusun yaitu:

1. Kesain Munte mergana, yang dihuni oleh Marga Ginting Munte dengan anak berunya.

2. Kesain Ginting Babo, yang dihuni oleh Marga Ginting Babo dengan anak berunya.

3. Kesain Depari, yang dihuni oleh Marga Depari dengan anak berunya.

4. Kesain Milala, yang dihuni oleh Milala dengan anak berunya 5. Kesain Tarigan, yang dihuni oleh Tarigan dengan anak berunya.

2.3. Keadaan Alam 2.3.1. Iklim

Sepanjang tahun Desa Munte memiliki dua kali pertukaran musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Menurut perkiraan masyarakat musim hujan berlangsung sepanjang bulan September sampai bulan Maret pada tahun


(29)

berikutnya, dan musim kemarau berlangsung dari bulan April hingga bulan Agustus. Rata-rata curah hujan di daerah ini adalah 2500 mm pertahun.

Dengan kondisi alam seperti ini masyarakat Desa Munte sangat cocok dengan mata pencaharian mereka sebagai petani. Para petani banyak yang menanam tanaman palawija, karena menurut mereka tanaman seperti itulah yang cocok dengan kondisi di desa tersebut. Beberapa jenis tanaman yang mereka tanam ialah Padi, Jagung, tanaman sayur-sayuran dan sebagainya. Petani pun mencocokkan tanaman yang akan mereka tanam dengan musim yang sedang berlangsung. Biasanya pada musim kemarau petani menanam tanaman seperti Jagung, dan pada musim hujan merka menanan tanaman seperti Sayur Pahit.

2.3.2. Keadaan Tanah

Desa Munte mempunyai ketinggian 800 meter di atas permukaan laut. Permukaan tanah berbentuk seperti kuali yang artinya tanah yang digunakan masyarakat untuk bertani berbukit-bukit sedangkan tanah yang digunakan sebagai pemukiman berdataran rendah. Tanahnya subur sehingga cocok digunakan sebagai lahan pertanian.

Kecamatan Munte memiliki 22 desa dan salah satunya adalah Desa Munte. Desa Munte adalah desa yang paling luas di antara desa-desa yang lainnya. Luasnya adalah 10,34 Km2. Menurut jenis penggunaannya, tanah dibedakan menjadi 4 (empat) seperti dalam tabel di bawah ini :


(30)

Tabel 2

Komposisi Luas Wilayah Desa Munte Berdasarkan Jenis Tanah

No Jenis Tanah Luas (Ha) Persentase (%)

1 Tanah Sawah 484 46,8

2 Tanah Kering 440 42,5

3 Tanah Pekarangan/Bangunan 35 3,3

4 Lainnya 75 7,2

Jumlah 1034 100

Sumber: Kantor Kepala Desa Munte, Tahun 2009

Dari data di atas dapat diketahui bahwa tanah terluas adalah tanah sawah, yaitu 484 ha. Oleh karena itu dari tahun 1980-an Desa Munte sudah dikenal sebagai salah satu daerah penghasil padi yang baik. Namun sekarang bukan hanya tanaman padi saja yang ditanam di tanah sawah melainkan juga tanaman lain pun juga. Tanah kering pun diusahakan masyarakat untuk pertanian. Tanaman-tanaman yang sering ditanam dilahan kering tersebut antara lain adalah Jeruk, Cokelat, Cabai dan lain-lain. Tanah pekarangan yang dimaksud di atas adalah areal pemukiman masyarakat. Lainnya pada data di atas adalah tanah lain dari tanah sawah, tanah kering dan pekarangan, seperti lapangan, sekolah dan pekuburan.

2.4. Pola Perkampungan

Pola pemukiman masyarakat di Desa Munte hampir sama dengan pola pemukiman Masyarakat Karo pada umumnya yaitu mengelompok padat, memanjang menghadap ke jalan dan yang lainnya menyebar tidak teratur mengikuti jalan setapak/jalan-jalan kecil.


(31)

Bentuk rumah umumnya membentuk empat persegi dengan variasi luas yang beraneka ragam. Setiap rumah ada yang ditempati hanya oleh satu keluarga, namun ada juga yang ditempati lebih dari satu kepala keluarga seperti rumah adat.

Masih ditemui beberapa rumah adat di desa ini. Satu rumah adat ada yang dihuni 8 keluarga (waluh jabu) terdiri dari 2 unit, ada juga yang dihuni 10 keluarga (sepuluh jabu) terdiri dari 1 unit dan ada juga yang dihuni oleh 6 keluarga (enem jabu) terdiri dari 1 unit. Pada zaman dulu setiap keluarga yang menghuni rumah adat tersebut harus memiliki hubungan darah, namun sekarang hal tersebut tidak berlaku lagi. Bahkan keluarga yang mendiami rumah adat tersebut pada awalnya tidak saling kenal sama sekali.

Tabel 3

Jenis Rumah Adat serta Jumlahnya

No Jenis Rumah Adat Jumlah

1 10 Keluarga 1 unit

2 8 Keluarga 2 unit

3 6 Keluarga 1 unit

Jumlah 4 unit

Sumber Kantor Kepala Desa Munte 2009

Perumahan lain yang dihuni oleh masyarakat yang terdiri dari satu keluarga adalah perumahan yang bangunan fisiknya berbentuk permanen, semi permanen dan rumah yang terbuat dari kayu. Rumah-rumah tersebut beratap seng dan berlantai semen (keramik). Ada beberapa diantara bangunan tersebut yang dibangun bertingkat dan bergaya modern (seperti gaya perumahan di kota). Jarak antara satu rumah dengan rumah yang lain tidak teratur. Ada beberapa rumah yang sudah menggunakan pagar.


(32)

Desa Munte memilki 2 unit “Losd”. Losd ini digunakan ketika ada acara adat, seperti acara perkawinan. Losd tersebut diberi nama Losd Silima Merga dan Losd Tiga Munte. Namun losd yang sering digunakan masyarakat adalah Losd Silima Merga, Losd Tiga Munte digunakan apabila ada acara adat yang bentrok harinya. Setiap sore hari Losd Silima Merga digunakan sebagai pajak sore oleh masyarakat kecuali hari Jumat. Hari Jumat masyarakat berjualan/belanja di Losd Tiga Munte, karena Hari Jumat adalah Tiga Munte (pajak Munte). Orang-orang yang berjualan di losd tersebut adalah masyarakat Desa Munte itu sendiri. Mereka menjual hasil dari ladang mereka dan sebagian dibeli ke Kabanjahe untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat.

Selain dari berjualan di pajak sore, banyak juga masyarakat yang membuka usaha sendiri seperti membuka kedai kopi dan warung. Orang-orang yang berkunjung ke kedai kopi biasanya adalah kaum laki-laki, baik yang sudah berumah tangga maupun anak laki-laki lajang (pada umumnya laki-laki yang sudah dewasa). Warung-warung yang ada menjual kebutuhan sehari-hari masyarakat seperti sabun, minyak goreng dan lain-lain. Selain itu warung juga menyediakan makanan ringan untuk anak-anak. Selain kedai kopi dan warung di Desa Munte juga ditemukan beberapa kios phone dan toko pupuk. Kios phone terdiri dari 4 unit sedangkan toko pupuk/pestisida 3 unit.

Sarana air bersih yang tersedia adalah air PAM. Air tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti mencuci dan memasak. Hampir semua perumahan penduduk sudah memiliki kamar mandi sendiri (kecuali masyarakat yang tinggal di rumah adat). Masyarakat yang tinggal di rumah adat membuat kamar mandi darurat (satu kamar mandi digunakan oleh semua keluarga


(33)

yang ada di rumah adat tersebut). Selain itu pemerintah setempat juga menyediakan pipa umum (digunakan untuk mengambil air bersih), bila terjadi kerusakan tiba-tiba pada PAM masyarakat menggunakan sungai irigasi untuk kebutuhan sehari-hari.

Untuk pembuangan air limbah pada umumnya penduduk membuang ke tempat yang sudah dijadikan sebagai tempat pembuangan sampah, yang kemudian akan dibakar. Untuk sampah yang tidak bisa dibakar seperti sisa sayur-sayuran penduduk menggunakannya untuk pakan ternak mereka. Tapi ada juga di antara masyarakat yang membuang sampah ke parit yang akibatnya parit menjadi kotor dan bau. Hal ini membukt ikan bahwa masih ada sebagian masyarakat yang masih kurang menyadari pentingnya kebersihan.

Hasil pertanian penduduk biasanya dijual pada agen yang tinggal di desa tersebut, akan tetapi ada juga sebagian toke yang berasal dari luar. Sebagian kecil dari hasil pertanian penduduk tersebut akan dijual eceran oleh pemiliknya, karena menurut mereka akan lebih menguntungkan bila dijual eceran. Selain itu penduduk juga terkadang menjual hasil panen mereka ke Kabanjahe (tiga=pajak) yang merupakan Ibukota Kabupaten, apabila hasil panen mereka berjumlah besar sehingga tidak memungkinkan dijual secara eceran.

Tanah perkuburan di Desa Munte ini terdiri dari beberapa tempat. Untuk perkuburan Islam hanya ada satu tempat, yang terletak di belakang Sekolah Negeri 1 Munte. Untuk pekuburan Kristen lumayan banyak, ada sekitar 5 tempat dan tempatnya pun terpisah-pisah. Ini dikarenakan penduduk Desa Munte lebih banyak yang menganut agama Kristen. Namun ada juga penduduk yang memakamkan keluarganya di lahan sendiri.


(34)

2.4.1. Keadaan Jalan

Jalan menuju Desa Munte sudah diaspal tapi kini keadaannya sangat memprihatinkan. Banyak lubang-lubang besar yang didapati. Pemerintah setempat sudah mengajukan permohonan ke pemerintah pusat untuk segera memperbaiki jalan tersebut, namun sampai kini belum ada hasilnya. Pemerintah setempat merasa pemerintah pusat penting untuk mengatasi hal tersebut, dikarenakan jalan menuju desa ini juga jalan antar propinsi.

Banyaknya hambatan yang dialami sepanjang perjalanan mengakibatkan memakan waktu yang banyak untuk sampai ketujuan. Seharusnya Desa Munte dapat ditempuh dengan waktu 45 menit, namun sekarang bisa memakan waktu satu jam lebih. Banyak orang yang akan mengeluh apabila melintasi jalan ini. Kata mereka” pinggang pun seras patah”. Masyarakat hanya bisa berharap pemerintah pusat akan segera mengatasi masalah ini, karena hal ini juga berpengaruh terhadap produksi pertanian mereka, termasuk dalam hal pengangkutan hasil-hasil pertanian mereka.

Sarana transportasi yang tersedia adalah Sangap Encari, yaitu angkutan yang jurusannya Desa Munte-Kabanjahe. Angkutan ini ada setiap hari, dari pukul 7 pagi hingga jam 6 sore. Selain itu ada juga angkutan Borneo dan Sutra, yaitu angkutan yang jurusannya Desa Munte-Medan. Angkutan ini juga ada setiap hari. Untuk Borneo hanya tersedia di pagi hari saja sedangkan Sutra menyediakan layanan pada siang dan sore hari.


(35)

2.4.2. Media Massa dan Kesehatan Penduduk

Kemajuan teknologi kini juga telah sampai kehadirannya di Desa Munte. Hal ini dibuktikan dengan adanya penduduk yang kini telah memiliki computer/laptop, TV, radio dan lain sebagainya. Ada juga beberapa penduduk yang telah memiliki telepon di rumah mereka dan hampir sebagian besar dari penduduk Desa Munte menggunakan handphone sebagai sarana telekomunikasi. Selain itu, ditemukan juga beberapa rental PS (playstation) di desa ini. Umumnya PS ini digunakan oleh anak-anak hingga remaja. Selain itu dapat ditemukan juga sarana surat kabari. Jika tidak berlangganan pribadi, surat kabar dapat ditemukan pada setiap kedai kopi.

Desa Munte memiliki sebuah Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) yang terdiri dari 2 dokter umum, 2 dokter gigi, dan beberapa bidan serta perawat. Pasien yang datang berobat bukan hanya dari Desa Munte saja melainkan juga dari desa lain, alasan mereka ingin diperiksa langsung oleh dokter. Puskesmas tersebut dibuka pukul 07:30 WIB-13:30 WIB setiap harinya. Setiap sore dan malam hari juga ada yang jaga oleh pegawai puskesmas secara bergantian.

Setiap desa yang bernaung di Kecamatan Munte disediakan layanan kesehatan yaitu BKIA (Badan Kesehatan Ibu dan Anak). Setiap desa memiliki satu sampai dua bidan dan setiap bidan harus memberikan laporan setiap bulannya ke Puskesmas Munte sebagai pusatnya. Ada juga beberapa bidan di Desa Munte yang membuka praktek sendiri di rumah mereka masing-masing, dan tentunya mereka harus mendapat surat izin terlebih dahulu.

Di desa ini dukun atau “guru sibaso” pun masih digunakan jasanya, namun tidak semua penyakit dibawa ke orang pintar. Biasanya penyakit-penyakit


(36)

aneh yang dibawa berobat ke orang pintar, selebihnya dapat ditangani oleh pihak Puskesmas.

2.5. Penduduk

2.5.1. Gambaran Umum Penduduk Desa Munte luasnya 10,34 Km2

Marga Ginting Munte adalah marga tanah yang artinya ”simanteki kuta”, dan sudah sewajarnya kalau marga inilah yang seharusnya mendominasi Desa Munte. Namun hal tersebut tidak terjadi. Marga Ginting Munte hanya ada sebagian kecil saja sedangkan marga yang mendominasi desa ini adalah marga Tarigan, kemudian diikuti oleh marga Sembiring, Ginting, Karo-karo dan Perangin-angin.

dengan jumlah penduduk 3398 jiwa. Penduduk Desa Munte umumnya memiliki latar belakang kebudayaan yang sama yaitu kebudayaan suku Batak Karo. Suku yang mendiami Desa Munte selain Suku Batak Karo adalah suku Jawa, suku Batak Toba dan suku Batak Simalungun. Mereka perlahan-lahan telah bisa beradaptasi dengan suku Batak Karo. Hal ini terbukti dengan dipakainya marga–marga Karo di belakang nama mereka dan ditentukannya orangtua angkat mereka di desa ini. Mereka juga telah menggunakan Bahasa Karo dengan fasih dalam berkomunikasi serta turut juga menjalankan adat istiadat Karo yang ada di desa ini.

Dari keseluruhan jumlah penduduk Desa Munte, jika dilihat jumlah perbandingan penduduk yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, ternyata tidak memiliki selisih yang besar. Jumlah penduduk laki-laki sebanyak 1688 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 1710. Berarti selisih banyaknya penduduk


(37)

jenis kelamin laki-laki dengan penduduk jenis kelamin perempuan hanya 22 jiwa. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4

Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase(%)

1 Laki-laki 1688 49,7

2 Perempuan 1710 50,3

Jumlah 3398 100

Sumber: Kantor Kepala Desa Munte, Tahun 2009

Tabel 5

Komposisi Penduduk Berdasarkan Umur

No Umur Jumlah Persetase(%)

1 0-4 143 4,2

2 5-9 200 5,9

3 10-14 196 5,8

4 15-19 202 5,9

5 20-24 414 12,1

6 25-29 365 10,8

7 30-34 427 12,6

8 35-39 358 10,6

9 40-44 279 8,2

10 45-49 182 5,4

11 50-54 135 3,9

12 55-59 117 3,4

13 60-64 95 2,8

14 65-69 100 2,9

15 70-74 98 2,9

16 75- keatas 87 2,6


(38)

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa penduduk Desa Munte yang berumur 0 sampai 4 tahun berjumlah 143 orang atau 4,2 %. Penduduk yang berumur 5 sampai 9 tahun berjumlah 200 orang atau 5,9 %. Penduduk yang berumur 10 samoai 14 tahun berjumlah 196 orang atau 5,8 %. Penduduk yang berumur 15 sampai 19 tahun berjumlah 202 orang atau 5,9 %. Penduduk yang berumur 20 sampai 24 tahun berjumlah 414 orang atau 12,1 %. Penduduk yang berumur 25 sampai 29 tahun berjumlah 365 orang atau 10,8 %. Penduduk yang berumur 30 sampai 34 tahun berjumlah 427 orang atau 12,6 %. Penduduk yang berumur 35 sampai 39 tahun berjumlah 358 orang atau 10,6 %. Penduduk yang berumur 40 sampai 44 tahun berjumlah 279 orang atau 8,2 %. Penduduk yang berumur 45 sampai 49 tahun berjumlah182 orang atau 5,4 %. Penduduk yang berumur 50 sampai 54 tahun berjumlah 135 orang atau 3,9 %. Penduduk yang berumur 55 sampai 59 tahun berjumlah 117 orang atau 3,4 %. Penduduk yang berumur 60 sampai 64 tahun berjumlah 95 orang atau 2,8 %. Penduduk yang berumur 65 sampai 69 tahun berjumlah 100 orang atau 2,9 %. Penduduk yang berumur 70 sampai 74 tahun berjumlah 98 orang atau 2,9 %. Penduduk yang berumur 75 tahun ke atas berjumlah 87 orang atau 2,6 %.

2.5.2. Suku Bangsa

Desa Munte mayoritas adalah suku Karo (baik pendatang maupun penduduk asli). Selain itu ditemukan juga penduduk yang bersuku Jawa, Batak dan suku lainnya. Suku Karo terdiri dari 2972 jiwa, sedangkan suku Jawa terdiri dari 276 jiwa. Suku Batak terdiri dari 125 jiwa dan suku yang lainnya terdiri dari


(39)

25 jiwa. Perkawinan antar suku juga ada terjadi di Desa Munte, seperti antara Suku Karo dengan Suku Jawa.

Tabel 6

Komposisi Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa

No Suku Bangsa Jumlah Persentase(%)

1 Karo 2972 87,5

2 Jawa 276 8,1

3 Batak Toba/Simalungun 125 3,7

4 Dan Lain-lain 25 0,7

Jumlah 3398 100

Sumber: Kantor Kepala Desa Munte, Tahun 2009

2.5.3. Sistem Mata Pencaharian

Penduduk Desa Munte mayoritas bermata pencaharian bertani. Ada petani pemilik lahan dan ada juga hanya sebagai buruh tani saja atau yang sering disebut sebagai “aron”. Terkadang bila tak ada pekerjaan lagi yang dikerjakan di lahannya ada petani yang bekerja sebagai buruh tani, dan tentunya akan mendapat imbalan yang sepantasnya. Sekarang imbalan yang akan diterima seorang buruh tani adalah sekitar Rp 40.000,-/hari. Penduduk Desa Munte yang bekerja sebagai petani terdiri dari 1487 jiwa.

Selain dari bertani penduduk Desa Munte ada juga yang bekerja sebagai Pegawai, baik pegawai negeri maupun pegawai swasta. Namun di samping bekerja sebagai pegawai mereka bekerja sampingan sebagai petani juga, dan tentunya sebagai petani pemilik lahan. Biasanya tanaman yang mereka tanam pun hanya tanaman yang tidak membutuhkan perhatian lebih, seperti Cabai atau jenis


(40)

Sayur-sayuran lainnya. Jumlah penduduk yang bekerja sebagai pegawai adalah sekitar 389 jiwa.

Wiraswasta juga menjadi salah satu mata pencaharian penduduk Desa Munte. Wiraswasta di sini adalah penduduk yang membuka lahan pekerjaan sendiri, seperti membuka warung dan kedai kopi. Penduduk yang berwiraswasta terdiri dari 185 jiwa. Selain itu ada juga penduduk yang berprofesi sebagai peternak, supir angkutan dan lain sebagainya. Penduduk yang tergolong dalam pekerjaan dan lain-lain ini terdiri dari 1337 jiwa.

Tabel 7

Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

No Pekerjaan Jumlah Persentase(%)

1 Petani 1487 43,8

2 Pegawai 389 11,4

3 Wiraswasta 185 5,5

4 Dan Lain-lain 1337 39,3

Jumlah 3398 100

Sumber: Kantor Kepala Desa Munte, Tahun 2009

2.5.4. Sarana Pendidikan

Dengan majunya teknologi juga memajukan pemikiran masyarakat akan pentingnya pendidikan bagi anak-anak mereka. Mereka mengetahui akan arti pentingnya pendidikan melalui media informasi seperti dari TV, Koran dan juga dari rekan-rekan mereka yang anak-anak mereka telah sukses (dari daerah lain). Mereka seolah malu jika tidak menyekolahkan anak-anak mereka.

Desa Munte memiliki 4 unit sekolah dasar, 2 unit sekolah dasar negeri dan 2 unit lagi sekolah dasar inpres. Sampai sekarang ke-4 sekolah dasar tersebut


(41)

masih aktif, namun masih kekurangan tenaga pengajar. Guru-guru yang kini masih aktif sudah banyak yang tua dan kemungkinan sebentar lagi akan pensiun. Di samping itu ada juga tenaga pengajar yang masih honor. Ini juga dapat mengakibatkan dampak negatif bagi anak-anak didik mereka. Sering guru-guru mereka tidak masuk sekolah karena sakit, akibatnya sering pula anak-anak didik mereka ketinggalan pelajarannya.

Selain memiliki 4 unit sekolah dasar, Desa Munte juga memiliki 2 unit Sekolah Menengah Pertama yang masing-masing adalah negeri. Namun tidak ke-2 sekolah berada di Desa Munte. Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Munte berlokasi di Desa Munte, Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Munte berada di Desa Sarinembah (salah satu desa yang berada dalam naungan Kecamatan Munte). Hal ini diakibatkan karena kurangnya lahan untuk membangun sekolah tersebut di Desa Munte juga.

Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Munte dibangun di Desa Singgamanik, desa yang termasuk cakupan dari Kecamatan Munte. Lokasinya sangat strategis sehingga siswanya tidak hanya berasal dari Kecamatan Munte saja, melainkan juga dari daerah-daerah yang ada di sekitar desa tersebut. Guru-gurunya juga banyak yang berasal dari luar daerah, namun masih tergolong honor. Sudah beberapa tahun ini beberapa di antara siswa sekolah ini yang bebas test masuk ke perguruan tinggi negeri di ibukota propinsi. Hal ini cukup membuat bangga Kecamatan Munte.


(42)

Tabel 8

Sekolah yang ada di Desa Munte serta Jumlahnya

No Sekolah Jumlah

1 SD 4 unit

2 SMP 2 unit

3 SMA 1 unit

Jumlah 9 unit

Sumber Kantor Kepala Desa Munte 2009

Sedangkan untuk meneruskan pendidikannya ke perguruan tinggi anak-anak Desa Munte harus keluar daerah, seperti ke Kabanjahe, Medan dan bahkan ada yang sampai ke luar propinsi. Pada umumnya mereka adalah anak-anak yang berprestasi, yang membanggakan orangtua mereka.

Tabel 9

Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan

No Pendidikan Jumlah Persentase(%)

1 SD 673 19,8

2 SMP 891 26,2

3 SMA 544 16

4 Perguruan Tinggi 437 12,9

5 Tidak Sekolah 853 25,1

Jumlah 3398 100

Sumber: Kantor Kepala Desa Munte, Tahun 2009

Penduduk Desa Munte yang hanya tamatan SD atau yang sedang bersekolah di tingkat SD berjumlah 673 orang atau 19,8 %. Penduduk yang tamatan SMP atau yang sedang bersekolah di tingkat SMP berjumlah 891 orang atau 26,2 %. Penduduk yang tamatan SMA atau yang sedang bersekolah di tingkat SMA berjumlah 544 orang atau 16 %. Penduduk yang tamatan Perguruan Tinggi


(43)

atau yang sedang kuliah berjumlah 437 orang atau 12,9 %. Namun masih ada juga penduduk Desa Munte yang tidak bersekolah. Jumlah penduduk yang tidak bersekolah adalah 853 orang atau 25,1 %.

2.5.5. Agama

Penduduk Desa Munte mayoritas menganut agama Kristen Protestan. Dimana dari observasi di lapangan diperoleh data penduduk yang menganut agama Kristen Protestan berkisar 1621 jiwa yang terdiri dari GBKP (Gereja Batak Karo Protestan), GPdI (Gereja Protestan di Indonesia), dan GJAI (gereja Jemaat Allah Indonesia). Meskipun demikian penganut GBKP tetap mendominasi dari segi jumlah penganut agama. Bangunan GBKP terdiri dari 2 unit, mengingat jumlah penganutnya yang banyak sehingga tidak memungkinkan 1 unit bangunan saja. Sedangkan bangunan GPdI dan GJAI masing-masing terdiri dari 1 unit.

Agama Katolik di desa ini penganutnya sekitar 983 jiwa. Namun kondisi bangunan ibadahnya sangat memprihatinkan dan lokasinya sangat jauh dari pemukiman penduduk. Sudah pernah ada keinginan untuk membuat bangunan yang baru untuk agama Katolik, namun hal tersebut tidak tercapai karena para penganutnya tidak mencapai kata sepakat.

Selain agama-agama tersebut masih ada agama Islam yang terdapat di Desa Munte, penganutnya sekitar 311 jiwa. Penganutnya mayoritas suku Jawa, selain itu ada juga beberapa di antaranya suku Karo. Namun hal tersebut tidak berpengaruh terhadap ibadah yang rutin mereka lakukan.


(44)

Tabel 10

Bangunan Ibadah serta Jumlahnya

No Nama Bangunan Jumlah

1 Mesjid 1 unit

2 GBKP 2 unit

3 Gereja Katolik 1 unit

4 GPdI 1 unit

5 GJAI 1 unit

Jumlah 6 unit

Sumber Kantor Kepala Desa Munte 2009

Tabel 11

Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama

No Agama Jumlah Persentase(%)

1 Protestan 1621 47,7

2 Katolik 983 28,9

3 Islam 311 9,2

4 Kristen Protestan Lainnya 483 14,2

Jumlah 3398 100


(45)

BAB III

SISTEM PERTANIAN DI DESA MUNTE

3.1. Jenis Produk Pertanian

Masyarakat Desa Munte mayoritas adalah petani dan jenis tanaman yang mereka tanam ada bermacam-macam. Dahulu tanaman yang terkenal dari desa ini adalah tanaman Padi. Namun disebabkan oleh beberapa hal, para petani kini secara perlahan-lahan mulai beralih ke tanaman lain dan secara perlahan-lahan pula pola tanam yang ada di desa ini juga berubah.

Selain menghasilkan Padi, Desa Munte umumnya menghasilkan tanaman palawija. Tanaman palawija adalah tanaman muda yang umurnya hanya berkisar 3 sampai 6 bulan saja. Tanaman palawija juga dapat dipanen lebih dari sekali hingga tanaman tersebut mati. Contoh tanaman palawija yang ada di desa ini adalah tanaman Kacang Panjang, Cabai, Sayur Pahit, dan Buncis. Masyarakat mengakui bahwa perawatan tanaman palawija ini lebih mudah. Saat diwawancarai Pak Rahmat Tarigan mengungkapkan hal seperti di bawah ini:

“sinuan si bage maka banci ndatken hasil si mbue, la sekali ngenca banci perani. Apai ka adi sangana ka merga kurang dekah akap sinuan e maka mate”.

Artinya: tanaman seperti itulah yang bisa memberikan hasil yang banyak, tidak hanya sekali dipanennya. Apalagi kalau harganya sedang tinggi maunya tanaman tersebut hidup lebih lama lagi.

Bila petani menanam tanaman palawija, dalam setahun petani dapat menanamnya dalam beberapa jenis (hal ini disesuaikan dengan harga pasar dan juga musim yang sedang berlangsung). Dengan satu jenis tanaman palawija petani dapat memanen hasil tanamannya dalam beberapa kali. Artinya akan jauh lebih


(46)

dibandingkan dengan tanaman Padi, tidak hanya lebih sulit cara perawatannya, perhatian yang lebih pun harus dilakukan. Dalam setahun petani dapat memanen Padi 2 sampai 3 kali saja.

Desa Munte adalah juga merupakan sebuah Kecamatan di Kabupaten Karo. Kecamatan Munte mencakup 22 desa dan seluruh desa mayoritas penduduknya adalah petani. Sama halnya dengan Desa Munte, desa lainnya juga menanam tanaman yang sama karena faktor musim dan jenis tanah yang hampir sama. Tak jarang bila petani Desa Munte membutuhakn tenaga kerja yang banyak maka mereka meminta petani atau buruh tani dari desa lain untuk membantu mereka. Tapi petani atau buruh tani tersebut akan dibayar upahnya per hari dan juga transportasi disediakan.

Umumnya tanaman Padi ditanam di sawah, namun ada beberapa petani yang menanam Padi di lahan kering. Padi inilah yang disebut dengan “page tuhur”. Padi ini tidak memerlukan debet air yang banyak, hanya mengandalakan air hujan saja dan itupun pada saat tertentu saja, misalnya setelah masa tanam. Namun para petani tetap kewalahan menghadapi burung-burung ketika akan tiba masa panen, burung pengganggu ini disebut dengan “burung gereja”. Burung-burung tersebut akan mulai menyerang ketika Padi sudah mulai menguning. Dan cara petani menghalau burung-burung tersebut sama halnya dengan mengahalau burung dari tanaman Padi yang ditanam di sawah dan juga menggunakan alat-alat yang sama. Menurut beberapa orang yang telah mengonsumsi beras yang ditanam di sawah dan juga beras yang ditanam di lahan kering, rasanya berbeda. Ada yang mengatakan kalau beras dari Padi yang ditanam di sawah lebih enak dan ada juga yang mengatakan beras dari Padi yang ditanam di lahan yang kering lebih enak.


(47)

Padi yang ditanam di lahan kering pada umumnya adalah beras merah dan memiliiki batang yang lebih tinggi dan biji yang lebih besar. Bila dibandingkan setelah dimasak pun beras yang ditanam di lahan kering lebih besar nasinya daripada beras yang ditanam di sawah.

Tanaman palawija yang ditanam di Desa Munte adalah tanaman Sayur-sayuran seperti Kacang Panjang, Buncis, Cabai, dan Sayur Pahit. Tanaman ini ada yang ditanam di lahan kering/ladang dan ada juga yang ditanam di sawah yang memang sudah kering atau yang sengaja memang dikeringkan. Sama halnya dengan tanaman Padi, tanaman palawija juga membutuhkan pupuk. Pupuk yang biasa digunakan petani untuk tanaman mereka adalah seperti pupuk urea (PUSRI), Amapos (SS), Garam (ZA), Paten Kali (KCL), dan NPK. Selain pupuk anorganik petani juga sering menggunakan pupuk organik seperti kotoran hewan peliharaan petani sendiri, misalnya kotoran kerbau atau lembu, dan ayam. Selain itu tanaman-tanaman ini juga membutuhkan penyemprotan yang rutin. Hal ini untuk menghindari munculnya penyakit dan juga hama. Hama yang sering muncul pada tanaman ini adalah ulat. Penyemprotan ini menggunakan pestisida dan penyemprotan ini dilakukan 2 sampai 3 kali dalam seminggu.

Di Desa Munte terdapat juga tanaman Jeruk. Namun kini tanaman Jeruk yang ada sudah rata-rata berumur tua dan hasilnya juga sudah mulai menurun bahkan perlahan-lahan sudah mulai ditebang batangnya. Tanaman Jeruk yang tumbuh di desa ini kurang baik. Menurut pengakuan petani hal ini disebabkan karena tanah yang tidak cocok. Buah yang dihasilkan pun kurang manis rasanya dan ada juga yang asam. Tanaman Jeruk tersebut pun tidak berumur lama karena tidak dirawat sebagaimana mestinya.


(48)

Tanaman Cokelat juga terdapat di Desa Munte ini. Tanaman ini mulai berkembang sekitar tahun 1999, ketika PPL (petugas penyuluh lapangan) datang ke desa ini dan mengusulkan untuk menanam tanaman Cokelat. Awalnya hanya beberapa orang petani saja yang mengikuti saran tersebut. Melihat tanaman Cokelat tersebut mulai berkembang dan juga menghasilkan, secara perlahan-lahan para petani mulai berlomba menanam Cokelat. Akhirnya, hampir semua petani kini memiliki tanaman Cokelat.

Cara perawatan tanaman Cokelat tidak susah, tidak perlu terlalu sering disiangi dan pemberian pupuk pun boleh dilakukan 2-3 kali dalam setahun. Pupuk yang diberikan pun tidak hanya pupuk anorganik saja, pupuk buatan atau pupuk organik juga sering digunakan. Tanaman Cokelat ini dapat dipanen seminggu sekali atau pada masa “pemberasenna” buah Cokelat ini dapat dipanen 2 sampai 3 kali dalam seminggu.

Penduduk Desa Munte pada umumnya mengonsumsi hasil tanaman mereka sendiri. Jarang mereka membeli produk pertanian dari daerah lain kecuali produk tersebut memang tidak dihasilkan oleh petani di Desa Munte. Ada juga petani yang menanam tanaman produk daerah lain setelah mengkonsumsi produk tersebut. Hasilnya, ada yang berhasil dan ada juga yang gagal. Bila berhasil maka ada juga petani yang mengikuti jejak petani tersebut. Namun tidak semua petani yang mengikuti jejak yang berhasil, ada juga diantara mereka yang gagal. Ketika diwawancarai bapak Wanta Bangun mengakui bahwa faktor coba-cobalah yang membuat dia berhasil menanam Buncis.

“paksa sange erga buncis murah denga, mami ndu nggule buncis rumah. Dung man ku ukuri ka kai nge ndia suan maka rulih ateku. Pagi kucubakenlah nuan buncis ateku sebab biasana dung erga murah kelang 3


(49)

ntah 4 bulan nggo ka merga erga sinuan-sinuan. Pas kel perkiraenku nda sebab pas kenca rani, erga buncis nda nggo merga”.

Artinya: dulu ketika harga Buncis murah, mami kam menggulai Buncis di rumah. Selesai makan saya berpikir apa yang akan saya tanam supaya berhasil. Besok saya akan mencoba untuk menanam Buncis sebab biasanya setelah harga murah sekitar 3 atau 4 bulan kemudian harga tanaman sudah mulai meninggi lagi. Perkiraan saya tepat sekali, ketika saya panen harga Buncis sudah tinggi.

Setelah itu banyak petani yang mengikuti jejak bapak Wanta Bangun ini, namun tidak semuanya yang berhasil. Apabila hasil panen melebihi untuk dikonsumsi sendiri petani biasanya menjual hasil pertanian mereka.

Pemasaran hasil tanaman para petani dapat dilakukan di Desa Munte itu sendiri dan juga dapat dijual ke pasar yang ada di Ibukota Kabupaten yakni Kabanjahe, tetapi hal ini tergantung pada jenis tanamannya. Umumnya hasil tanaman yang dijual ke Kabanjahe adalah tanaman Sayur-sayuran yang sebagian kecil telah dijual di desa itu sendiri untuk dikonsumsi oleh masyarakat desa. Biasanya para petani menjual hasil tanaman mereka ke Kabanjahe pada hari Senin, karena hari tersebut adalah hari pajaknya atau sering disebut dengan “pajak singa” dan harga barang pada hari tersebut dapat lebih tinggi bila dibandingkan dengan hari biasa.

Tanaman lain seperti Cokelat atau Kemiri dapat dijual di Desa Munte atau ada juga petani yang menjual hasil pertanian mereka ke Tigabinanga. Para agen yang datang ke desa ini juga nantinya menjual barang mereka ke Tigabinanga. Agen-agen tersebut ada yang berasal dari Desa Munte sendiri dan ada juga yang berasal dari daerah lain. Biasanya mereka membeli barang dengan harga sedikit lebih murah dari harga pasar.


(50)

Bila ada petani yang tidak merasa puas dengan harga yang ditawarkan oleh agen, biasanya mereka menjual langsung hasil pertaniannya ke Tigabinanga. Perbedaan harganya memang tidak terlalu jauh namun para petani tetap merasa rugi, apalagi bila petani memiliki hasil pertanian yang banyak. Para agen atau petani yang menjual barang mereka ke Tigabinanga biasanya menjual barang mereka pada hari Selasa karena pada hari tersebut merupakan hari pajak di daerah tersebut.

Hasil tanaman petani seperti sayur-sayuran yang dikonsumsi oleh masyarakat desa itu sendiri dijual di pajak sore (tiga karaben). Pajak sore ini ada setiap sore dan bertempat di “losd silima merga” kecuali hari Jumat. Hari Jumat pajak sore akan berpindah ke “losd tiga” yang letaknya lebih jauh dari losd silima merga. Losd tiga memang sedikit lebih besar dari losd silima merga. Biasanya pajak sore yang hari Jumat akan lebih meriah dibandingkan dengan pajak sore pada hari lainnya, karena para petani dari desa lain banyak berdatangan untuk menjual hasil pertanian mereka sekaligus untuk berbelanja keperluan sehari-hari mereka juga.

3.2. Sistem Pengetahuan Petani Tentang Tanah, Bibit, Musim, Pasar, serta Hama dan Penyakit

3.2.1. Sistem Pengetahuan Petani Tentang Tanah

Bagi masyarakat Karo secara umum tanah merupakan salah satu wujud dari kekayaan yang dimiliki. Tanah yang dimiliki biasanya didapatkan dari warisan dan hal tersebut telah mendarah daging dan telah berlaku secara turun-temurun. Tanah yang dimiliki seseorang mencerminkan identitasnya pada orang


(51)

lain. Bagi masyarakat Karo tanah sangat dianggap berharga karena hanya tanah yang dapat dan lebih sering terwariskan, karena tidak semua keluarga yang memiliki kekayaan seperti emas, atau benda lain yang dapat diwariskan kepada anak-anaknya.

Selain nilai tanah seperti yang telah dijelaskan diatas, dengan bermata pencaharian bertani pengalaman-pengalaman bertani pun dimiliki oleh petani di Desa Munte. Pengetahuan-pengetahuan atau pengalaman-pengalaman yang dimiliki oleh petani didapatkan secara turun-temurun dan juga dari orang-orang yang terlebih dahulu telah berhasil. Petani mengharapkan hasil yang baik dari setiap tanaman yang mereka tanam, meskipun hal tersebut tidak selalu tercapai.

Permukaan tanah yang ada di Desa Munte berbentuk seperti kuali yang artinya tanah yang digunakan masyarakat untuk bertani berbukit-bukit sedangkan tanah yang digunakan sebagai pemukiman berdataran rendah. Masyarakat mengakui tanahnya yang subur sehingga cocok untuk pertanian.

Tanah yang subur menurut para petani adalah tanah yang memiliki warna hitam kecokelatan dan juga gembur. Tanah hitam kecokelatan dan juga berpasir juga dianggap baik. Tanah yang seperti ini sangat cocok untuk tanaman Padi dan juga untuk tanaman palawija. Selain itu tanah yang juga dianggap baik adalah tanah yang berminyak. Tanah yang demikian adalah tanah yang agak lembab dan pada tanah yang seperti ini rumput mudah dicabut karena tanahnya yang gembur. Berbeda dengan tanah lain yang dianggap subur oleh petani tanah “merebben” hanya dapat menghasilkan dalam bebrapa waktu tertentu saja karena tingkat kesuburan dan warnanya akan berubah. Bila sudah demikian maka tanah terrsebut akan ditinggalkan dalam jangka waktu tertentu. Awalnya tanah ini subur,


(52)

berwarna hitam, tetapi lama-kelamaan akan berubah berwarna kecokelatan dan hanya cocok ditanami Jagung.

Tanah yang kering adalah tanah yang kurang baik bagi petani di Desa Munte. Tanah seperti ini biasanya dibiarkan saja atau ditanami dengan tanaman Jagung atau Cokelat. Selain itu tanah liat juga dianggap tidak baik karena tidak akan menghasilkan apa-apa. Di tanah liat tersebut akan tumbuh ilalang yang sangat mengganggu pertumbuhan tanaman yang ditanam oleh petani atau di tanah liat tersebut akan dibangun gubuk untuk tempat berlindung bagi petani atau sering disebut dengan istilah “sapo”.

Bila petani sudah merasa kalau tanah yang dimiliki sudah tidak baik lagi maka petani membiarkan tanahnya begitu saja, tidak ditanami apa-apa. Bila tetap ditanami tidak akan memberikan hasil yang maksimal bagi petani, karena unsur hara dalam tanah sudah berkurang. Berkurangnya unsur hara yang ada dalam tanah diakibatkan oleh pemakaian pupuk dan obat-obatan kimia dalam jumlah yang besar dan dalam jangka waktu yang lama juga. Tanah tersebut akan dibiarkan ditumbuhi semak belukar selama 1 sampai 3 tahun. Tujuan dari tindakan ini adalah untuk menyuburkan kembali tanah tersebut. Setelah itu baru petani akan menanami kembali tanahnya. Hasilnya tanaman yang mereka tanam dapat tumbuh dengan subur.

3.2.2. Sistem Pengetahuan Petani Tentang Bibit

Untuk mendapatkan tanaman yang baik dan subur maka masalah yang sangat penting untuk diperhatikan adalah bibitnya. Bibit yang akan digunakan hendaknya sudah terpilih kualitasnya karena bibit sangat menentukan


(53)

perkembangan, pertumbuhan serta hasil tanaman. Penggunaan bibit yang baik diyakini menjadi kunci utama dalam keberhasilan tanaman yang ditanam oleh petani.

Dalam penggunaan bibit petani dapat membeli atau membuat bibit yang digunakan sendiri. Tetapi petani mengakui lebih baik membuat sendiri bibit yang digunakan karena akan memberikan hasil yang lebih baik. Petani memilih tanaman yang berkualitas baik untuk dijadikan sebagai bibit. Bibit ditentukan menurut ukuran, warna, bentuk dan juga umur tanaman yang dijadikan bibit. Selain itu petani harus memastikan bahwa bibit yang dipilih tersebut bebas dari penyakit dan juga hama. Tidak jarang bila petani ingin mendapatkan bibit yang baik, mereka membelinya dari petani lain yang tanamannya dianggap lebih baik.

Setelah pemilihan bibit, maka bibit tersebut disemai terlebih dahulu hingga beberapa waktu. Waktu penyemaian disesuaikan dengan bibit yang ditanam. Setelah disemai kemudian bibit-bibit tersebut masih dipilih yang baik lagi, karena tidak semua bibit-bibit tersebut tumbuh dengan baik. Biasanya bibit yang siap tanam berumur berkisar antara 30 sampai 40 hari.

Sebelum bibit dipindahkan dari tempat penyemaian terlebih dahulu disiapkan lahan untuk menanamnya. Setelah cukup umur bibit dipindahkan ke tempat yang sudah ditentukan. Bila tanaman tersebut sudah berumur 3 minggu, tiba waktunya untuk pemberian pupuk. Sebelum pemberian pupuk dilakukan baiknya dilakukan penyiangan terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk menghindari rumput yang dapat memakan pupuk yang hendak diberi ke tanaman. Pupuk diberi tidak terlalu dekat dengan tanaman, alasannya karena pupuk dapat membuat batang tanaman menjadi panas hingga tanaman tersebut dapat mati.


(54)

Selain pemberian pupuk tanaman palawija juga membutuhkan beberapa kali penyemprotan. Tujuannya adalah untuk menghindari atau mengusir penyakit atau hama yang menyerang tanaman tersebut. Penyemprotan yang dilakukan petani menggunakan pestisida. Biasanya petani akan menyemprot tanaman mereka 2 sampai 3 kali dalam seminggu. Sebaiknya jangan menggunakan pestisida yang terlalu banyak karena akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Selain itu penggunaan pestisida juga dapat menimbulkan penyakit bagi yang mengkonsumsi tanaman yang menggunakan pestisida. Dampak negatif lain yang ditimbulkan oleh pemakaian pestisida adalah menimbulkan penyakit atau hama lain yang mengganggu tanaman. Hal ini disebabkan oleh pemakaian pestisida yang berlebihan. Oleh karena itu hendaknya para petani berhati-hati dalam menggunakan pestisida yang digunakan.

3.2.3. Sistem Pengetahuan Petani Tentang Musim

Secara umum pengetahuan petani tentang musim sama dengan pengetahuan masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Musim dikenal ada dua, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Begitu juga dengan para petani di Desa Munte. Musim hujan disebut dengan “wari perudan” dan musim kemarau disebut dengan “wari perlego”. Menurut pandangan dan berdasarkan pengalaman petani di Desa Munte musim hujan berlaku mulai dari bulan September sampai dengan bulan Maret tahun berikutnya dan musim kemarau berlaku mulai dari bulan April sampai dengan bulan Agustus. Akan tetapi kini musim hujan dan musim kemarau tidak dapat lagi diprediksikan masa berlangsungnya.


(55)

Untuk menghindari kerugian para petani di Desa Munte kini mulai menanam tanaman yang dianggap sesuai dengan musim yang sedang berlangsung. Bila musim hujan tiba maka para petani akan menanam tanaman yang membutuhkan debet air yang banyak, seperti tanaman sayur-sayuran dan begitu juga dengan sebaliknya.

Apabila musim kemarau berlangsung terlalu lama masyarakat di Desa Munte yang penduduknya mayoritas petani pernah melakukan ritual memanggil hari hujan yang disebut dengan “ndilo wari udan” atau sering juga disebut dengan istilah “dogal-dogal”. Pada tahun 2008 lalu masyarakat Desa Munte pernah melakukan ritual tersebut. Ketika itu musim kemarau sudah berlangsung selama 7 bulan. Hasil tanaman petani pun banyak yang tidak berhasil. Sungai irigasi yang ada di desa tersebut pun perlahan-lahan debet airnya mulai berkurang, hingga menimbulkan kekeringan pada lahan pertanian petani. Padahal sungai tersebut menjadi salah satu harapan petani. Hingga suatu hari timbul kesepakatan masyarakat untuk melaksanakan ritual “ndilo wari udan”. Kesepakatan ini muncul setelah diadakan musyawarah terlebih dahulu.

Pada upacara ini dipilih sepasang muda/mudi untuk mengenakan pakaian adat lengkap. Sepasang muda/mudi ini akan memimpin masyarakat desa untuk mengelilingi desa. Selain itu ditunjuk juga beberapa orang yang mengenakan topeng yang sama seperti boneka, sehingga terlihat sama seperti orang-orangan di sawah. Orang yang mengenakan topeng tersebutlah yang disebut dengan “dogal-dogal”. Dogal-dogal ini akan bergoyang dan menari mengelilingi desa dan diikut i juga oleh masyarakat. Sambil berjalan mengelilingi desa masyarakat juga akan saling siram-siraman sampai basah kuyup, bahkan orang-orang yang melintasi


(56)

Desa Munte pada waktu itu juga ikut disirami masyarakat. Mereka tidak perduli dengan tujuan mereka, yang mereka tahu hanya menyirami setiap orang yang melintasi desa.

Air yang digunakan untuk menyirami setiap orang diambil dari rumah sendiri dan ada juga masyarakat yang mengambil air yang berasal dari parit dan disiramkan juga pada orang yang lewat. Yang harus disiram oleh setiap orang awalnya adalah “rebuna”, yang artinya “ simehangkena”. Setelah itu kemudian dapat menyirami siapa saja.

Upacara ndilo wari udan ini diadakan selama 4 hari. Setiap hari masyarakat hanya bersiram-siraman mengelilingi desa sambil menari dan pantang pergi ke lading atau “kujuma”. Selama itu pula setiap orang yang melintasi desa ini akan kena siraman masyarakat. Upacara ini dapat juga dilakukan oleh anak-anak dan artinya semua masyarakat Desa Munte ikut dalam pelaksanaan ritual tersebut. Selama berlangsungnya acara ritual “ndilo wari udan“ masyarakat kelihatan sangat gembira. Mereka bahkan rela menggunakan kendaraan sendiri sambil membawa air dan menyiram setiap orang yang dilihat tapi hanya orang yang berada dalam kawasan Desa Munte saja.

Hasil dari ritual yang dilakukan masyarakat Desa Munte tersebut kemudian membuahkan hasil. Selang beberapa hari hujan mulai turun dan tentunya masyarakat Desa Munte menyambutnya dengan gembira karena usaha mereka tidak sia-sia. Setelah itu mereka dapat menanam tanaman yang mereka inginkan dan sampai sekarang masyarakat Desa Munte belum pernah lagi melaksanakan upacara yang sama.


(57)

3.2.4. Sistem Pengetahuan Petani Tentang Pasar

Tanaman yang akan ditanam oleh petani di Desa Munte tidak ditentukan dengan sembarangan. Biasanya mereka menentukannya dengan musim yang sedang berlangsung dan juga dengan permintaan pasar. Tanaman yang disesuaikan dengan harga pasar biasanya adalah tanaman sayur-sayuran, seperti Buncis dan juga Cabai.

Mereka akan memulai menanam ketika harga pasar sedang turun. Harga yang rendah sudah berlangsung beberapa waktu ketika petani mulai melakukan masa penanaman. Dengan demikian mereka yakin ketika masa panen tiba maka harga sudah mulai tinggi lagi. Hal ini sering dilakukan oleh petani di Desa Munte, bahkan hal tersebut masih berlaku hingga sekarang. Namun tidak jarang juga dugaan mereka ini tidak tepat. Terkadang mereka juga mengalami kerugian dari hasil panen yang didapatkan. Harga tanaman yang mereka tanam tetap saja rendah, inilah resiko yang harus mereka terima. Bila sudah demikian mereka bahkan rela membiarkan tanaman mereka begitu saja. Tidak diurus hingga menyebabkan tanaman tersebut lebih cepat mati. Kemudian petani akan menggantinya dengan tanaman yang lain tetapi setelah tanaman sebelumnya mati.

Hasil pertanian di Desa Munte ada bermacam-macam yang antara lain adalah tanaman palawija, Jeruk, Cokelat dan lainnya. Cara pemasaran hasil pertanian tersebut pun ada beberapa macam. Umumnya hasil pertanian seperti sayur-sayuran dijual langsung di desa itu sendiri, tapi bila hasil sayur-sayuran tersebut dalam jumlah yang besar petani menjualnya ke Kabanjahe. Lain halnya dengan tanaman Jeruk. Tanaman Jeruk biasanya dijual pada agen dan agen ini akan menjualnya ke luar daerah dan bahkan sampai ke antar propinsi. Bukan


(58)

Jeruk saja yang dijual sampai ke antar propinsi , tanaman lainnya pun ada dijual sampai ke antar propinsi, seperti sayuran. Akan tetapi tidak semua jenis sayuran yang bisa dikirim sampai ke antar propinsi. Sayuran yang di jual sampai ke antar propinsi adalah sayuran seperti Labu Kuning atau disebut “Jambe” dalam bahasa lokalnya, juga Terong. Penjualan sampai ke antar propinsi ini tentunya juga melalui agen. Agen-agen tersebut ada yang berasal dari Desa Munte sendiri dan ada juga yang berasal dari luar dareah ini.

3.2.5. Sistem Pengetahuan Petani Tentang Hama dan Penyakit

Masalah lain yang tidak kalah pentingnya dan yang kini menjadi salah satu hal utama yang harus dihadapi oleh para petani adalah masalah hama dan penyakit yang menyerang tanaman mereka. Hama dan penyakit yang muncul tidak sama pada setiap tanaman, tetapi ada juga penyakit atau hama yang sama menyerang tanaman yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh musim yang sedang berlangsung.

3.2.5.1. Hama a. Hama Tikus

Bicara mengenai hama tanaman, ada satu hama yang cukup unik kehadirannya di tengah-tengah masyarakat Desa Munte. Hama tersebut adalah hama tikus. Hama tikus biasanya menyerang tanaman Padi dan juga tanaman Jagung. Namun tanaman yang paling banyak dirugikan adalah tanaman Padi. Banyak petani yang harus mengalami kerugian bila hama tikus ini telah menyerang, bahkan ada juga petani yang tidak panen Padi sama sekali karena tanaman Padi yang dimilikinya habis diserang tikus. Hama tikus ini biasanya menyerang batang dan juga buah Padi.


(59)

Banyak usaha yang telah diusahakan oleh petani untuk mengusir hama ini dari tanaman mereka, tetapi usaha yang mereka lakukan belum maksimal, masih ada saja hama tikus yang menyerang tanaman Padi mereka. Usaha sekeras apapun sampai sekarang yang dilakukan oleh petani belum menampakkan hasil yang maksimal. Usaha-usaha yang dilakukan oleh petani untuk mengusir hama tikus dari tanaman mereka antara lain adalah dengan menjebak tikus menggunakan perangkap, kegiatan ini sering disebut dengan “niding”. Perangkap atau “siding” yang digunakan disebut dengan “rakgum”. Biasanya alat ini dibuat sendiri oleh petani dan dapat juga dibeli. Perangkap tersebut dipasang di tengah-tengah Padi atau di tempat kemungkinan hama tikus akan menyerang. Usaha ini belum dapat memberikan hasil yang maksimal.

Usaha lainnya adalah dengan mengitari tanaman Padi dengan plastik secara keseluruhan, kegiatan ini disebut dengan “mbide”. Usaha ini membutuhkan biaya yang cukup besar. Tak jarang pula petani menyewa plastik yang akan digunakan karena tidak memiliki biaya yang cukup. Seluruh Padi ditutup dengan plastik yang penahan atau tiangnya dibuat dari bambu. Usaha ini mencegah hama tikus memasuki tanaman Padi petani tapi plastik tersebut masih dapat dijebol tikus sehingga plastik berlobang.

Usaha yang lebih sering dilakukan oleh para petani dalam memberantas hama tikus ini adalah dengan berburu, kegiatan ini disebut dengan “erburu”. Usaha ini memanfaatkan kebolehan anjing dalam berburu karena anjing dapat mencium keberadaan tikus, dan untuk menangkapnya petani menggunakan alat yang diberi nama “tutak”. Tutak ini terbuat dari bambu yang dibelah dan sudah berukuran kecil dan ujungnya pun sudah diruncingkan. Menurut petani, usaha


(1)

Interview Guide

Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan interview guide sebagai pedoman dalam melakukan penelitian.

Daftar pertanyaan mengenai gambaran umum lokasi penelitian: 1. Dimana letak Desa Munte?

2. Bagaimana kondisi penduduknya?

3. Mengapa penduduknya banyak bermata pencaharian bertani?

Daftar pertanyaan mengenai sistem produksi di Desa Munte: 1. Tanaman apa saja yang diproduksi?

2. Bagaimana pengetahuan petani mengenai tanaman yang mereka produksi? 3. Bagaimana pengetahuan petani mengenai tanah, bibit, dan musim?

4. Bagaimana pula penggunaan pupuk serta pestisida?

5. Hama dan penyakit apa saja yang menyerang tanaman petani? 6. Bagaimana petani memasarkan hail pertanian mereka?

7. Mengapa produksi tanaman Padi semakin menurun dan apa kendalanya?

Daftar pertanyaan mengenai perubahhan pola tanam yang terjadi: 1. Sejak kapan petani mulai berubah pola tanam mereka?

2. Apa alasan mereka merubah pola tanamnya?

3. Jenis tanaman apa saja yang ditanam setelah perubahan itu terjadi? 4. Apakah petani mendapat hasil yang lebih baik ?

5. Bagaimana konsekuensi yang terjadi setelah perubahan pola tanam tersebut?


(2)

NAMA-NAMA INFORMAN

1. Nama : Sahnan Sembiring Umur : 38 Tahun

Pekerjaan : Kepala Desa

2. Nama : Setia Utama Bangun Umur : 40 Tahun

Pekerjaan : Sekretaris Desa 3. Nama : Rahmat Tarigan

Umur : 35 Tahun Pekerjaan : Bertani

4. Nama : Santi Br Perangin-angin Umur : 29 Tahun

Pekerjaan : Bertani

5. Nama : Wanta Bangun Umur : 39 Tahun Pekerjaan : Bertani 6. Nama : Tepat Ginting

Umur : 40 Tahun Pekerjaan : Bertani

7. Nama : Karolina Br Sitepu Umur : 31 Tahun

Pekerjaan : Bertani 8. Nama : Darwis Purba

Umur : 42 Tahun Pekerjaan : PNS

9. Nama : Matius Tarigan Umur : 45 Tahun Pekerjaan : Bertani 10. Nama : Polet Ginting

Umur : 52 Tahun Pekerjaan : Wiraswsta


(3)

11. Nama : Saripah Br Ginting Umur : 58 Tahun

Pekerjaan : PNS

12. Nama : Simon Tarigan Umur : 62 Tahun Pekerjaan : Pensiun PNS

13. Nama : Karina Br sembiring Umur : 36 Tahun

Pekerjaan : Bertani

14. Nama : Riahna Br Perangin-angin Umur : 58 Tahun

Pekerjaan : PNS

15. Nama : Sinar Depari Umur : 42 Tahun Pekerjaan : PNS


(4)

DAFTAR ISTILAH

1. Cantik Manis : Nama dari salah satu beras yang ditanam di Desa Munte

1. Page Tuhur : Padi yang ditanam di lahan kering/lading

2. Kesain : Dusun

3. Waluh Jabu : Delapan keluarga (didapati di rumah adat) 4. Sepuluh Jabu : Sepuluh keluarga (didapati di rumah adat) 5. Enem Jabu : Enam keluarga (didapati di rumah adat)

6. Tiga : Pajak

7. Simanteki Kuta : Orang pertama yang membangun desa

8. Aron : Buruh tani

9. Pemberasenna : Masa tanaman berbuah banyak 10.Tiga Karaben : Pajak sore

11.Losd : Tempat permusyawarahan masyarakat 12. Losd Silima Merga : Salah satu nama tempat permusyawarahan

masyarakat Desa Munte

13. Losd Tiga : Nama losd selain losd silima merga

14. Pajak Singa : Nama pajak di Kabanjahe yang ada setiap hari Senin

15.Merebben : Tanah yang berbukit

16. Sapo : Gubuk yang digunakan petani untuk berlindung

17.Wari Perudan : Musim hujan 18.Wari Perlego : Musim kemarau

19. Ndilo Wari Udan :Ritual memanggil hari hujan pada masyarakat Karo


(5)

21. Rebuna : Orang yang tidak bisa berkomunikasi karena tuntutan dari adat

22. Simehangkena : Orang yang disegani 23.Siding : Perangkap

24.Niding : Memasang perangkap 25.Rakgum : Alat perangkap tikus 26.Mbide : Memasang pagar

27.Erburu : Berburu

28.Tutak : Alat berburu tikus 29.I tutung : Dibakar

30.Tukana : Organ bagian dalam

31.I tukai : Mengeluarkan organ bagian dalam 32.Nggalungi : Petak sawah

33.Lau Buah Manteman : Nama sungai irigasi di Desa Munte 34.Merdang Merdem : Masa penanaman Padi

35. Kerja Tahun : Pesta yang diadakan setiap tahun tapi dengan waktu yang berbeda

36. Mbere Nakan Begu Juma : Memberi makan hantu lading dengan harapan hasil pertanian akan menjadi lebih baik

37. Tiga Munte : Pajak yang ada setiap hari Jumat di Desa Munte

38. Guru Sibaso : Orang yang dapat menyembuhkan penyakit dengan menggunakan bahan dan alat tradisional

39.Ku juma : Pergi ke ladang 40.Jambe : Labu kuning 41.Rani : Masa panen


(6)

42. Borongen : Buruh tani yang waktu kerja serta upahnya telah ditentukan terlebih dahulu

43.Mesai : Penyiangan

44.I usur-usur : Dikerjakan secara perlahan-lahan 45.Erdaya : Berjualan

46. Pemuro : Orang-orangan sawah atau sejenisnya yang digunakan untuk menghalau burung dari tanaman Padi

47. Nabi : Kegiatan awal memanen Padi yakni memotong Padi

48. Maspas : Kegiatan membenturkan Padi ke benda yang keras dengan tujuan memisahkan bulir Padi dari batangnya

49. Komben : Mesin yang memisahkan Padi yang berisi dengan Padi yang kosong

50.Lapong : Padi yang tidak berisi/kosong

51. Guni : Karung yang digunakan sebagai wadah penampung hasil pertanian.