Rancang bangun model pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam klaster agroindustri minyak atsiri (studi kasus: minyak nilam)

(1)

RANCANG BANGUN MODEL

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PERDESAAN

DALAM KLASTER AGROINDUSTRI MINYAK ATSIRI

(STUDI KASUS: MINYAK NILAM)

HENDRASTUTI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Rancang Bangun

Model Pemberdayaan Masyarakat Perdesaan dalam Klaster Agroindustri

Minyak Atsiri (Studi Kasus: Minyak Nilam) adalah karya saya dengan

arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa

pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal

atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar

Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2012

Hendrastuti

NRP F 361060121


(3)

ABSTRACT

HENDRASTUTI. The Design of Empowerment of Rural Communities in Agroindustry Cluster of Essential Oils (Case Study: Patchouli Oil). Under supervision of ERIYATNO, MEIKA SYAHBANA RUSLI, JOHNY WAHYUADI SOEDARSONO

Patchouli oil is an essential oil commodity in Indonesia. A research on design of empowerment on rural communities in agroindustry cluster of essential oils has been conducted using system approach which aim was to establish its Decision Support System (DSS). The research produced DSS model of comprehensive essential oil agroindustry from farming and small refinement industry that harmoniously accommodate the needs of stakeholders and should be effectively used by the decision makers facing dynamic changes and information updating. Analytical tools such as cost analysis, Fibonacci technique, OPTSYS programme, IPMS (Integrated Performance Measurement System), FGD (Focus Group Discussion), AHP (Analytical Hierarchy Process), pairwise comparison and ISM (Interpretive Modelling System) were applied.

The DSS software called PAP-Klaster that consist of several modules, namely the feasibility analysis of farming and post harvesting with a result of being feasible (Farming IRR= 14.6%, B/C ratio= 1.35; Small refinement industry IRR= 47.99%, B/C ratio= 1.69), selling price equilibrium of patchouli and patchouli oil which provide a proportionate profit margin (selling price equilibrium of patchouli: Rp 1 483/kg, selling price equilibrium of patchouli oil: Rp 396 770/kg ), performance measurement of farming and post harvesting in agroindustry cluster system resulting to the identification of 16 Key Performance Indicator (KPI) from 56 Performance Indicator (PI). Conceptual model of agroindustry cluster of essential oils that end result could arrange institutional engineering and found key elements such as sector of society, needs, constraints, goals, possible changes, benchmarks, activities needed for action planning and institution involved. Institutional engineering resulting Jejaring Usaha PAP-Klaster and Forum Lintas Pelaku Klaster Agroindustri Minyak Atsiri. This model was verified through case study on patchouli oil agroindustry in Kuningan and Brebes regency.

Empowerment of rural communities in essential oil agroindustry not only improves the welfare of agroindustry entrepreneurs but also will improve the welfare of patchouli plant growers.

Keywords: Empowerment of rural communities, patchouli oil, selling price equilibrium, institutional engineering


(4)

RINGKASAN

HENDRASTUTI. Rancang Bangun Model Pemberdayaan Masyarakat Perdesaan dalam Klaster Agroindustri Minyak Atsiri (Studi Kasus: Minyak Nilam). Dibimbing oleh ERIYATNO, MEIKA SYAHBANA RUSLI, dan JOHNY WAHYUADI SOEDARSONO.

Salah satu komoditas pertanian yang memiliki potensi yang besar adalah minyak atsiri. Di antara berbagai minyak atsiri yang ada di Indonesia, minyak nilam (patchouli oil) mempunyai pangsa ekspor Indonesia yang tinggi, dibandingkan dengan jenis minyak atsiri lainnya. Dalam klaster minyak nilam akan terbentuk jaringan dan aliansi pelaku agribisnis sehingga menciptakan sebuah mata rantai nilai yang akan meningkatkan nilai tambah pada rantai nilai tersebut. Indonesia hanya sebagai price taker dalam perdagangan minyak nilam walaupun merupakan pemasok terbesar minyak nilam. Pemberdayaan masyarakat agroindustri minyak atsiri di perdesaan akan memberikan efek berganda berupa peningkatan kesejahteraan petani dan penyuling tanaman atsiri mengingat mayoritas perkebunan tanaman atsiri yang ada adalah perkebunan rakyat.

Model pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam klaster agroindustri minyak atsiri dibuat dalam perangkat lunak Sistem Penunjang Keputusan (SPK) PAP-Klaster. Model ini terdiri dari: 1) model kelayakan usaha yang memiliki dua sub model yaitu sub model kelayakan usahatani dan sub model kelayakan usaha industri kecil penyulingan; 2) model kesepakatan harga yang memiliki dua sub model yaitu sub model kesepakatan harga usahatani dan sub model kesepakatan harga industri kecil penyulingan; 3) model kinerja usahatani dan industri kecil penyulingan; dan 4) model kelembagaan.

Model analisis kelayakan usaha memiliki sub model untuk mengevaluasi kelayakan usahatani dan industri kecil penyulingan yang dilakukan. Berdasarkan tingkat keuntungan usaha dan tingkat pembiayaan yang diperoleh, ditentukan kelayakan usahatani dan industri kecil penyulingan. Model kesepakatan harga memiliki sub model untuk menentukan optimasi kesepakatan harga jual nilam antara usahatani dengan industri kecil penyulingan dan kesepakatan harga jual minyak nilam antara industri kecil penyulingan dengan industri penyulingan/eksportir. Sub model ini


(5)

menggunakan teknik optimasi Fibonacci dan program OPTSYS. Model kinerja untuk mengevaluasi kinerja usahatani dan industri kecil penyulingan dengan menggunakan metode FGD (Focus Group Discussion), PHA (Proses Hirarki Analitik) dan IPMS (Integrated Performance Measurement System). Model kelembagaan untuk mengevaluasi kelembagaan yang ada dalam klaster agroindustri minyak atsiri dengan menggunakan metode ISM (Interpreted System Management). Verifikasi model dilakukan pada agroindustri minyak nilam di Kabupaten Kuningan dan Brebes.

Hasil verifikasi menunjukkan bahwa berdasarkan luas lahan 1 ha, 3 kali panen dalam satu tahun yaitu panen pertama pada bulan ke enam, selanjutnya tiap 3 bulan, prakiraan harga jual nilam basah, maka keuntungan usahatani yang diperoleh sebesar Rp 14 juta per tahun. Analisis sensitivitas yang dilakukan pada kondisi normal, biaya produksi naik 65% atau harga jual turun 40%, maka usahatani tidak layak dilakukan jika terjadi kenaikan biaya produksi sebesar 65% maupun jika harga jual nilam basah turun sebesar 40%. Pada industri kecil penyulingan, berdasarkan hasil prakiraan bahan baku dan harga produk minyak nilam, kapasitas alat suling 300 kg nilam kering dan frekwensi suling 25 kali per bulan, rendemen 1.5%, maka keuntungan yang diperoleh sebesar Rp 208.8 juta per tahun. Analisis sensitivitas yang dilakukan pada kondisi normal, penurunan harga jual minyak nilam atau penurunan rendemen, maka industri kecil penyulingan tidak layak dilakukan jika terjadi penurunan harga jual minyak nilam hingga 50% serta jika terjadi penurunan rendemen hingga 1.25%.

Kesepakatan harga jual dan harga beli nilam antara usahatani dengan industri kecil penyulingan adalah sebesar Rp 1 483 per kg. Sedangkan kesepakatan harga jual dan harga beli minyak nilam antara industri kecil penyulingan dengan industri penyulingan/ eksportir adalah sebesar Rp 396 770 per kg. Analisis sensitivitas dilakukan pada produktivitas usahatani normal, produktivitas usahatani rendah atau produktivitas usahatani tinggi. Berdasarkan analisis sensitivitas, pada produktivitas usahatani rendah maka keuntungan usahatani dan industri kecil penyulingan akan merosot tajam dibandingkan dengan turunnya keuntungan eksportir.

Kinerja usahatani dan industri kecil penyulingan menghasilkan 56 IK (Indikator Kinerja) dengan memiliki 5 tujuan atau level harapan yaitu yaitu (1) peningkatan kesejahteraan pelaku usaha (45.58%), (2) rantai nilai yang efektif (25.91%), (3)


(6)

keunggulan komparatif yang berkelanjutan (10.24%) (4) kemampuan berinovasi (9.51%), dan (5) pertumbuhan usahatani dan industri kecil penyulingan, Dalam mewujudkan pertumbuhan hasil usaha tani, maka aspek ekonomi merupakan kriteria yang diutamakan dengan nilai bobot relatif 43.54% dan selanjutnya diikuti oleh tiga aspek lainnya yaitu aspek lingkungan (31.70%), aspek teknis (13.75%), dan aspek sosial (11.01%). Dari 56 IK (Indikator Kinerja) maka terpilih 16 IKK (Indikator Kinerja Kunci).

Strukturisasi sistem kelembagaan yang dianalisis terdiri atas delapan elemen yaitu: (1) sektor masyarakat yang terpengaruh, (2) kebutuhan dari pemberdayaan masyarakat, (3) kendala utama pemberda yaan masyarakat, (4) perubahan yang dimungkinkan, (5) tujuan pemberdayaan masyarakat, (6) tolok ukur untuk menilai setiap tujuan, (7) aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan, dan (8) lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat agroindustri minyak atsiri. Elemen kunci dari sektor masyarakat yang terpengaruh adalah petani dan petani-penyuling. Elemen kunci dari kebutuhan pemberdayaan masyarakat adalah dana pembinaan dari investasi usaha dan teknologi tepat guna. Elemen kunci dari kendala utama pemberdayaan masyarakat adalah keterbatasan sumberdaya finansial dan terbatasnya fasilitas dan infrastruktur. Elemen kunci dari perubahan yang dimungkinkan adalah terbentuknya kelompok tani dan kebijakan daerah. Elemen kunci dari tujuan pemberdayaan masyarakat agroindustri minyak atsiri adalah membangun kelompok usaha bersama (KUBE) dan membangun Badan Usaha Milik Desa (BUM-Des). Elemen kunci dari tolok ukur untuk menilai setiap tujuan adalah terbentuknya kelompok usaha bersama (KUBE), meningkatnya pendapatan pelaku usaha (petani dan petani-penyuling) dan meningkatnya jumlah pelaku usaha. Elemen kunci dari aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan adalah pembentukan kelompok usaha bersama/koperasi. Elemen kunci dari lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat agroindustri minyak atsiri adalah Dinas daerah yang terkait, lembaga keuangan mikro dan kecil, perbankan nasional, koperasi, perguruan tinggi/lembaga riset dan pengembangan.

Untuk menjadikan Jejaring Usaha PAP-Klaster dan Forum Lintas Pelaku Klaster Agroindustri Minyak Atsiri sebagai suatu bentuk usaha yang tangguh dan


(7)

berkelanjutan, maka seluruh komponen pelaku harus berpegang teguh pada prinsip kerjasama dan setara yang sinergis, saling percaya, memiliki komitmen untuk maju bersama, dan profesional dalam menjalankan usaha.

Kata kunci: Pemberdayaan masyarakat perdesaan, minyak nilam, kesepakatan harga jual, rekayasa kelembagaan


(8)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(9)

RANCANG BANGUN MODEL

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PERDESAAN

DALAM KLASTER AGROINDUSTRI MINYAK ATSIRI

(STUDI KASUS: MINYAK NILAM)

HENDRASTUTI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(10)

Judul Disertasi : Rancang Bangun Model Pemberdayaan Masyarakat Perdesaan Dalam Klaster Agroindustri Minyak Atsiri

(Studi Kasus: Minyak Nilam)

Nama : Hendrastuti

NRP : F 361060121

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Eriyatno, MSAE Ketua

Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Johny Wahyuadi S., DEA.

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Industri Pertanian

Dr. Ir. Machfud, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr Tanggal Ujian: 25 Januari 2012 Tanggal Lulus:


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 30 Oktober 1954 sebagai anak bungsu dari enambelas bersaudara dari pasangan Bapak Hendro (Alm) dan Ibu Suwarni (Alm). Pendidikan sarjana muda ditempuh di Akademi Kimia Analisis Bogor, lulus pada tahun 1977. Pendidikan sarjana ditempuh di Sekolah Tinggi Manajemen Industri, Jakarta, lulus pada tahun 1985. Pada tahun 1994, penulis diterima di Program Studi Teknik Mesin Kekhususan Manajemen Industri Universitas Indonesia dan menamatkannya pada tahun 1996. Selanjutnya pada tahun 2006, penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan ke program Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Program Pascasarjana IPB.

Pada tahun 1978-1979 penulis bekerja di PT Kalbe Farma, tahun 1979-1983 penulis bekerja di PT Tri Usaha Indonesia, Jakarta. Terhitung sejak bulan November 1989 sampai dengan sekarang penulis bekerja sebagai staf pengajar di Sekolah Tinggi Manajemen Industri, Kementerian Perindustrian, Jakarta. Selain sebagai staf pengajar penulis juga pernah menjabat sebagai Ketua Jurusan Teknik & Manajemen Industri Sekolah Tinggi Manajemen Industri, Kementerian Perindustrian.

Pada tahun 1981, penulis menikah dengan Ir.Agung Widodo, M.Sc., putra dari Bapak Agoeng Soejodono (Alm) dengan Ibu Supraptin (Alm). Penulis telah dikaruniai empat orang anak yang bernama Ichsan Nursetyo (Alm), Raden Anindityo SE.,BBA.,MBA., Widi Prasetyo SE., dan Hadyan Radhityo.

Selama mengikuti program S3, penulis ikut bergabung dalam Tim Instruktur pada Diklat Pengembangan Jasa Konsultansi IKM, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Industri Departemen Perindustrian (tahun 2006-2010).


(12)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena hanya atas rahmat dan karunia-Nya maka disertasi ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah ini merupakan hasil penelitian yang disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian di Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa untuk menyelesaikan karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan beberapa pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan

penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus kepada yang terhormat Bapak Prof. Dr. Ir. Eriyatno, MSAE, sebagai ketua komisi pembimbing yang telah

mencurahkan waktu, bimbingan dan arahan dengan penuh dedikasi serta atas dorongan moral sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini. Penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus juga penulis sampaikan kepada yang terhormat Bapak Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M.Sc, dan Bapak Prof. Dr. Ir. Johny Wahyuadi Soedarsono, DEA selaku anggota komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikiran serta keikhlasannya dalam berbagi ilmu pengetahuan dan memberikan dorongan semangat sehingga dapat terselesaikannya disertasi ini. Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Machfud, MS, selaku Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian atas dorongan semangat, arahan dan kemudahan yang diberikan selama studi, juga kepada segenap sivitas Jurusan TIP IPB yang telah memberikan suasana kondusif selama penulis melaksanakan studi S3. Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Arya H. Darmawan dan Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, yang telah berkenan menjadi penguji luar komisi pada ujian tertutup, serta Dr. Ir. Sugiyono, M.Apps.Sc. sebagai pimpinan ujian tertutup. Terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Erliza Noor dan Dr. Sudarmasto, SE, MA, yang telah berkenan menjadi penguji luar komisi pada ujian terbuka, serta Dr. Ir. Sam Herodian, sebagai pimpinan ujian terbuka.

Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Chairul Muluk, M.Sc, Dr.Drs. Pudji Astuti, MT, Dr. Ir. Iveline Anne Marie, MT atas segala masukan serta kesediaannya dalam berbagi pengetahuan dan kepakarannya sehingga memperkuat hasil disertasi ini. Terima kasih penulis sampaikan kepada Roni Widjaja ST yang telah membantu penulis dalam penyelesaian program. Di samping itu,


(13)

penghargaan penulis sampaikan pula kepada para petani dan petani-penyuling Kabupaten Kuningan dan Brebes terutama kepada H.Tarsa dan Ir. Lisna Trisnawati yang telah membantu penulis selama pengumpulan data.

Rasa terima kasih yang mendalam penulis sampaikan kepada keluarga besar Hendro dan keluarga besar Agoeng Soejoedono yang senantiasa memberikan doa dan semangat. Penghargaan khusus penulis sampaikan kepada suami tercinta Ir. Agung Widodo, M.Sc. serta anak-anak Raden Anindityo SE.,BBA, MBA, Widi Prasetyo SE, dan Hadyan Radhityo, atas pengertian, pengorbanan, dorongan semangat serta doa yang selalu setia mendampingi selama proses studi dari awal hingga saat ini.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada rekan-rekan kolega staf pengajar di Jurusan Teknik dan Manajemen Industri, Sekolah Tinggi Manajemen Industri, Kementerian Perindustrian serta mahasiswa S3 TIP atas kebersamaan dan semangat yang diberikan selama masa studi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam penyelesaian disertasi ini. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi yang membacanya.

Bogor, Januari 2012 Hendrastuti


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 5

Ruang Lingkup Penelitian ... 6

Manfaat Penelitian ... 6

Keluaran Hasil Penelitian ... 6

KAJIAN PUSTAKA ... 7

Klaster Agroindustri Minyak Atsiri ... 7

Kelembagaan Klaster ... 11

Pemberdayaan Agroindustri Perdesaan ………. 13

Rantai Pasok dan Rantai Nilai ... 17

Teori Optimasi ... 27

Sistem Pengukuran Kinerja ... 32

Pendekatan Sistem ... 35

Sistem Desain ... 38

Sistem Penunjang Keputusan ……… 39

Tinjauan Penelitian Terdahulu ……….. 42

METODOLOGI PENELITIAN ... 44

Kerangka Pemikiran ... 44

Pemodelan Sistem ... 46

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 48


(15)

Metoda Pengumpulan Data ... 50

Tahapan Penelitian ... 51

PEMODELAN SISTEM ... 54

Pendekatan Sistem ... 54

Analisis Sistem ... 54

Usahatani Nilam ... 54

Usaha Lepas Panen Perdesaan ... 58

Industri Penyulingan Minyak Nilam Murni /Eksportir ... 62

Analisis Kebutuhan ... 62

Formulasi Permasalahan ... 65

Identifikasi Sistem ... 66

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN ... 72

Konfigurasi Model ... 72

Cakupan Model PAP-Klaster ... 73

Analisis Biaya ... 75

Optimasi Kesepakatan Harga ... 75

Sistem Pengolahan Terpusat ... 75

Sistem Manajemen Dialog ... 75

Sistem Manajemen Basis Data ... 76

Struktur Biaya Usahatani ... 77

Struktur Biaya Industri Kecil Penyulingan ... 79

Struktur Manajemen Basis Pengetahuan ... 81

Perancangan Indikator Kinerja ... 81

Pembobotan Indikator Kinerja ... 82

Sistem Manajemen Basis Model ... 82

Model Kelayakan Usaha ... 82

Sub Model Kelayakan Usahatani Nilam ... 83

Sub Model Kelayakan Industri Kecil Penyulingan ... 88

Model Kesepakatan Harga ... 98

Sub Model Kesepakatan Harga Jual Nilam ... 99


(16)

Model Pengukuran Kinerja ... 110

Identifikasi Kebutuhan Stakeholder ... 111

Penetapan Tujuan (Objectives) ... 113

Penetapan Indikator Kinerja Kunci ... 114

Validasi IKK ... 114

Spesifikasi IKK ... 116

Model Konseptual Kelembagaan ... . 118

Strategi pemberdayaan masyarakat ... 147

Rekayasa Kelembagaan Pemberdayaan Masyarakat ... 154

Jejaring Usaha PAP-Klaster ... 156

Forum Lintas Pelaku Klaster Agroindustri Minyak Atsiri ... 160

SIMPULAN DAN SARAN ... 161

Simpulan ... 161

Saran ... 164

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(17)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Daftar penelitian terdahulu ……… 42

2 Daftar kebutuhan pemangku kepentingan industri nilam ... 64

3 Struktur biaya investasi usahatani nilam ... 77

4 Sruktur biaya produksi usahatani nilam ... 77

5 Biaya investasi industri kecil penyulingan minyak nilam …………. 79

6 Biaya operasional industri kecil penyulingan minyak nilam ………. 79

7 Biaya penyusutan industri kecil penyulingan minyak nilam ……….. 80

8 Biaya perawatan industri kecil penyulingan minyak nilam ………… 80

9 Biaya pembelian alat suling agroindustri minyak nilam PAP-Klaster . 80

10 Jadwal angsuran pinjaman agroindustri minyak nilam PAP-Klaster .. 81

11 Hasil kelayakan finansial usahatani nilam 10.000 m2 (1 ha) pada 87 kondisi normal, biaya produksi naik 65%, harga jual turun 40% ….. 12 Hasil kelayakan finansial industri kecil penyulingan minyak nilam 94 dengan rendemen 1.2% pada harga jual Rp 450 000, harga jual turun 33.37%, harga jual turun 45%, harga jual turun 55% ……….. 13 Hasil kelayakan finansial industri kecil penyulingan minyak nilam 96 dengan harga jual Rp 202 500 pada rendemen 1.2%, 1.25%, 1.3%, dan 1.35% ……… 14 Margin keuntungan usahatani, industri kecil penyulingan dan 108 eksportir pada kesepakatan harga jual nilam Rp 1 483 per kg, kesepakatan harga jual minyak nilam Rp 396 770 per kg ………….. 15 Margin keuntungan usahatani, industri kecil penyulingan dan 109 eksportir pada kesepakatan harga jual nilam Rp 1 204 per kg, kesepakatan harga jual minyak nilam Rp 349 409 per kg ………….. 16 Margin keuntungan usahatani, industri kecil penyulingan 109 dan eksportir pada kesepakatan harga jual nilam Rp 1 464 per kg, kesepakatan harga jual minyak nilam Rp 510 301 per kg ………….. 17 Nilai bobot Indikator Kinerja usahatani nilam dan industri kecil 112 penyulingan minyak nilam ………. 18 Daftar alternatif Indikator Kinerja Kunci ……….. 115

19 Spesifikasi IKK ……….. 116


(18)

21 Hasil Reachability Matriks Final dan Interpretasi terhadap 120 elemen sektor masyarakat yang terpengaruh sistem pemberdayaan

masyarakat agroindustri minyak atsiri ………..

22 Hasil Reachability Matriks Final dan Interpretasi terhadap 123 elemen kebutuhan sistem pemberdayaan masyarakat agroindustri

minyak atsiri ………

23 Hasil Reachability Matriks Final dan Interpretasi terhadap 126 elemen kendala utama dalam pemberdayaan masyarakat

agroindustri minyak atsiri ………..

24 Hasil Reachability Matriks Final dan Interpretasi terhadap 129 elemen perubahan yang dimungkinkan dalam pemberdayaan

masyarakat agroindustri minyak atsiri ………..

25 Hasil Reachability Matriks Final dan Interpretasi terhadap 132 elemen tujuan dari sistem pemberdayaan masyarakat agroindustri

minyak atsiri ……….

26 Hasil Reachability Matriks Final dan Interpretasi terhadap 136 elemen tolok ukur untuk menilai tujuan dari sistem

pemberdayaan masyarakat agroindustri minyak atsiri ……….

27 Hasil Reachability Matriks Final dan Interpretasi terhadap 139 elemen aktivitas yang dibutuhkan untuk tindakan dalam

sistem pemberdayaan masyarakat agroindustri minyak atsiri ……..

28 Hasil Reachability Matriks Final dan Interpretasi terhadap 143 elemen lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan pemberdayaan


(19)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Model Berlian Porter (Porter 1990) ... 8

2 Tataniaga minyak atsiri (Dimodifikasi dari Ketaren 1985) ... 10

3 Deret siklus pembentukan rantai pasok ( Vorst et al. 2007) ………. 18

4 Tiga tipe dasar rantai pasok ( Vorst et al. 2007) ……… 19

5 Sistem rantai pasok agroindustri (Vorst 2004) ……….. 20

6 Perspektif analitik dari rantai pertanian (Ruben et al. 2006)……….. 21

7 Rantai nilai industri minyak atsiri ( Departemen Perindustrian 2008) 25 8 Pola sub-klaster dan pola umum dalam rantai nilai IKM minyak atsiri 26 (Departemen Perindustrian 2008) ……… 9 Rantai perdagangan minyak nilam di Sumatera dan Jawa ... 27

(Rusli, Meika S. 2009) 10 Algoritma teknik optimasi Fibonacci ... 29

11 Pembagian Level Bisnis berdasarkan Pendekatan IPMS (Bittici 1996) .. 35

12 Cara pandang sistem terhadap rantai pasok (Vorst et al. 2002)... 36

13 Struktur pendekatan sistem pada proses pengambilan keputusan ….. 40

14 Struktur dasar SPK (Turban 1995) ………. 41

15 Kerangka dasar pemikiran penelitian ………. 45

16 Kerangka pemikiran penelitian ……….. 47

17 Diagram alir tata laksana penelitian agroindustri minyak nilam 53 di perdesaan ……… 18 Rantai pasok agroindustri minyak nilam ……… 55

19 Tanaman nilam ……… 56

20 Tempat perajangan ……….. 58

21 Tempat penjemuran daun nilam ………. 59

22 Rak pengeringan daun nilam ……….. 59

23 Diagram alir proses pengolahan minyak nilam ……….. 60

24 Alat penyulingan kapasitas 600 kg nilam kering ……… 61

25 Klaster agroindustri minyak nilam ………. 67

26 Diagram sebab-akibat agroindustri minyak nilam ………. 69 27 Diagram input-output model pemberdayaan masyarakat 71


(20)

28 Tampilan halaman depan PAP-Klaster ……… 73

29 Konfigurasi SPK PAP-Klaster ………. 74

30 Tampilan menu utama PAP-Klaster ………. 76 31 Tampilan asumsi dan koefisiensi budidaya nilam PAP-Klaster ……... 78 32 Tampilan biaya produksi usahatani nilam PAP-Klaster ……… 78 33 Diagram alir model analisis kelayakan usaha ………... 84 34 Tampilan sub-model kelayakan usahatani nilam ……….. 85 35 B/C ratio pada kondisi normal, biaya produksi naik 65% 88

dan harga jual turun 40% ………..

36 Keuntungan per tahun pada kondisi normal, biaya produksi 88 naik 65%dan harga jual turun 40% ………..

37 Tampilan biaya pembelian alat suling agroindustri minyak nilam 89

PAP-Klaster ………..

38 Tampilan jadwal angsuran pinjaman agroindustri minyak nilam 89

PAP-Klaster ………..

39 Tampilan sub model kelayakan usaha industri kecil penyulingan 90

minyak nilam ………

40 Diagram alir sub model kelayakan usaha industri kecil 91

penyulingan minyak nilam ………

41 B/C ratio dengan rendemen 1.2% pada harga jual Rp 450 000, 94 harga jual turun 33.37%, harga jual turun 45%, harga jual turun 55% .. 42 Keuntungan bersih per tahun dengan rendemen 1.2% pada 95

harga jual Rp 450 000, harga jual turun 33.37%, harga jual turun 45%,

harga jual turun 50% ………

43 B/C ratio dengan harga jual Rp 202 500 pada rendemen 1.2%, 97

1.25%, 1.3%, dan 1.35% ………

44 Keuntungan bersih per tahun dengan harga jual Rp 202 500 pada 97 remdemen 1.2%, 1.25%, 1.3%, dan 1.35%... 45 Analisis sensitivitas kesepakatan harga jual nilam dan minyak nilam … 110 46 Struktur hirarki kinerja usahatani dan industri kecil penyulingan …….. 117

47 Diagram alir ISM-VAXO ……… 118

48 Struktur hirarki elemen sektor masyarakat yang terpengaruh ……… 121 49 Klasifikasi elemen sektor masyarakat yang terpengaruh 121

dalam diagram Driver Power-Dependence ……….. 50 Struktur hirarki elemen kebutuhan dari sistem pemberdayaan 124


(21)

51 Klasifikasi elemen kebutuhan dari sistem pemberdayaan 124 masyarakat agroindustri minyak atsiri dalam diagram

Driver Power-Dependence ……… 52 Struktur hirarki elemen kendala utama dalam pemberdayaan 127

masyarakat agroindustri minyak atsiri ………. 53 Klasifikasi elemen kendala utama dari sistem pemberdayaan 128

masyarakat perdesaan dalam diagram Driver Power-Dependence. 54 Struktur hirarki elemen perubahan yang dimungkinkan dalam 130

pemberdayaan masyarakat agroindustri minyak atsiri ………

55 Klasifikasi elemen perubahan yang dimungkinkan pada sistem 131 pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam diagram

Driver Power-Dependence………

56 Struktur hirarki elemen tujuan dari pemberdayaan masyarakat 134 agroindustri minyak atsiri ………

57 Klasifikasi elemen tujuan dari sistem pemberdayaan agroindustri 134 minyak atsiri dalam diagram Driver Power-Dependence …………. 58 Struktur hirarki elemen tolok ukur untuk menilai tujuan dari 137

pemberdayaan masyarakat agroindustri minyak atsiri ……… 59 Klasifikasi elemen tolok ukur untuk menilai tujuan dari sistem 138

pemberdayaan agroindustri minyak atsiri dalam diagram

Driver Power-Dependence ………

60 Struktur hirarki elemen aktivitas yang dibutuhkan untuk tindakan 140 dalam pemberdayaan masyarakat agroindustri minyak atsiri ……..

61 Klasifikasi elemen aktivitas yang dibutuhkan untuk tindakan 141 dalam sistem pemberdayaan agroindustri minyak atsiri dalam

diagram Driver Power-Dependence ……… 62 Struktur hirarki elemen lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan 144

pemberdayaan masyarakat agroindustri minyak atsiri ………..

63 Klasifikasi elemen lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan 145 pemberdayaan agroindustri minyak atsiri dalam diagram

Driver Power-Dependence ……… 64 Elemen kunci pemberdayaan masyarakat perdesaan PAP-Klaster ….. 147 65 Model konseptual sistem kelembagaan pemberdayaan masyarakat 155


(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Profil Usahatani, Industri Kecil Penyulingan dan L-1

Pedagang/Pengumpul ………..

2 Kuesioner Pembobotan Indikator Kinerja Usahatani dan L-2 Industri Kecil Penyulingan ………..

3 Hasil Kesepakatan Harga Jual Nilam dan Minyak Nilam ………… L-3 4 Expert survey Interpretive Structural Modelling (ISM) ………….. L-4 5 Pedoman Operasional (Manual) Sistem Penunjang Keputusan L-5

Pemberdayaan Masyarakat Agroindustri PAP-Klaster ………


(23)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam perumusan strategi serta implementasi pembangunan dan pemberdayaan masyarakat terutama masyarakat perdesaan, sektor pertanian masih merupakan tema sentral yang perlu mendapatkan perhatian dengan sangat serius dari para pemangku kepentingan (stakeholders). Dengan struktur pertanian yang ada saat ini, sulit dikatakan perbaikan menuju kesejahteraan masyarakat. Saat ini pengembangan agribisnis memerlukan langkah nyata untuk merangsang investasi, meningkatkan nilai tambah, dan mencari pasar-pasar baru di dalam dan luar negeri. Keseriusan upaya merangsang pertumbuhan tinggi di sekor pertanian adalah suatu keharusan apabila ingin mengembangkan sistem agribisnis berkerakyatan yang lebih modern, mengikuti irama desentralisasi dan responsif terhadap perubahan global. Upaya perbaikan produktivitas dan penurunan harga input usaha tani untuk menekan biaya dirasa belum mencukupi untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat desa dan petani. Pembangunan agroindustri di daerah-daerah diarahkan pada pengembangan usaha mikro (UM) yang bersifat padat karya, mampu memperluas kesempatan kerja dan memeratakan kesempatan berusaha.

Data dari Biro Pusat Statistik (BPS 2009) menyatakan bahwa dari 44.6 juta usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang ada di Indonesia, 36 juta diantaranya berupa UM yang mampu menyerap 96.77 % dari total tenaga kerja yang bekerja (sekitar 79.04 juta orang). Pembangunan agroindustri di daerah-daerah dapat diwujudkan terutama melalui upaya pemihakan dan pemberdayaan masyarakat serta optimalisasi nilai tambah setiap komoditi pertanian pada tingkat produsen. Diharapkan peran agroindustri perdesaan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat, kualitas sumberdaya manusia, dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya alam dan teknologi yang sesuai (compatible) dengan masyarakat perdesaan, sederhana, dan efektif disertai penataan dan pengembangan kelembagaan di perdesaan. Salah satu komoditas pertanian yang memiliki potensi yang besar adalah minyak atsiri yang termasuk kedalam sub sektor agrobisnis perkebunan.


(24)

Agroindustri minyak atsiri memiliki potensi sumberdaya alam dan peluang pasar yang sangat besar. Menurut BPS (Biro Pusat Statistik 2011), nilai ekspor minyak atsiri Indonesia pada tahun 2010 sebesar US$ 330,89 juta dan pada tahun 2011 sebesar US$ 438,16 juta. Sedangkan volume ekspornya pada tahun 2010 sebesar 330,879 ton dan pada tahun 66.742,46 ton. Walaupun volume ekspor pada tahun 2011 cenderung turun, tetapi karena harganya tinggi maka nilai ekspor pada tahun 2011 tetap meningkat. Pangsa pasar ekspor Indonesia untuk minyak nilam adalah 85 %, minyak pala 70 %, minyak cengkeh 63 %, dan minyak sereh 15 % (Departemen Perdagangan 2007). Dengan semakin ketatnya persaingan di pasar global dan tuntutan persyaratan pasar negara maju semakin berat dengan diterapkannya peraturan Registration Evaluation and Authorization Chemicals (REACH), maka industri minyak atsiri Indonesia harus bisa meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan mutu produk yang dihasilkan. Jumlah unit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) minyak atsiri di Indonesia sebanyak 2.900 unit usaha yang tersebar di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Maluku, dan Papua yang mampu menyerap 14 500 tenaga kerja. Ketersediaan bahan baku merupakan salah satu faktor penting bagi keberlanjutan produksi minyak atsiri di Indonesia, baik secara kuantitas maupun kualitas (Departemen Perindustrian 2007).

Industri minyak atsiri saat ini dicirikan dengan harga yang sangat fluktuatif. Kondisi ini tentunya tidak menguntungkan bagi semua pihak. Produsen menanggung resiko pendapatan yang tidak pasti bahkan kemungkinan merugi, sedangkan konsumen yang merupakan produsen personal/home care product seperti sabun, deterjen dan minyak wangi menanggung resiko biaya produksi yang tidak pasti. Program cultiva dengan prinsip perdagangan yang adil, transparansi dan tanpa spekulasi adalah suatu cara mengatasi hal tersebut. Program ini akan berhasil jika petani dan penyuling mendapatkan harga yang dapat memberikan keuntungan yang memadai (Dewan Atsiri Indonesia 2008).

Dalam penelitian ini minyak atsiri yang menjadi penelitian adalah minyak nilam. Di antara berbagai minyak atsiri yang ada di Indonesia, minyak nilam (patchouli oil) mempunyai pangsa pasar ekspor yang tinggi, dibandingkan dengan jenis minyak atsiri lainnya. Data Ditjenbun (2008) menunjukkan pasar tujuan ekspor


(25)

minyak nilam Indonesia antara lain Singapura (37.17%), Amerika Serikat (17.92%), Spanyol (16.45%), Perancis (8.856%), Switzerland (6.93%), Inggris (4.42%) dan negara lainnya (8.26%). Areal penanaman nilam yang tercatat lebih dari 29 000 Ha, secara teoritis bisa memenuhi permintaan dunia > 1 400 ton/th. Sebagian besar tanaman nilam diusahakan oleh petani di daerah Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, dan Jawa Tengah (Ditjenbun 1998).

Posisi Indonesia sebagai pemasok terbesar minyak nilam tetapi tidak mampu untuk menentukan harga minyak nilam di pasar dunia. Indonesia hanya sebagi price taker dalam perdagangan minyak nilam. Tingginya nilai minyak nilam dalam negeri dan di tingkat internasional ini tidak dirasakan manfaatnya secara signifikan ditingkat petani, ditambah lagi dengan permasalahan tingkat permintaan dunia yang semakin tinggi akan tetapi produksi minyak nilam Indonesia semakin menurun. Harga minyak nilam di pasar internasional sangat fluktuatif. Data dari Food and Agriculture Organization/FAO (2009) menunjukkan harga minyak nilam antara tahun 2000-2007 rata-rata sebesar US$ 28.83/kg dengan kisaran harga antara US$ 17-40 per kg. Fluktuasi harga di pasar internasional yang tinggi tersebut tentunya berimbas pada fluktuasi harga minyak nilam dan harga terna di dalam negeri. Pada September 2007 harga minyak nilam bergejolak sangat tajam karena jumlah produksinya menurun tajam, diperkirakan produksinya berkurang hampir separuh dari kondisi normal. Hal ini disebabkan pada tahun 2007 kombinasi cuaca tidak mendukung, harga yang tidak atraktif pada tahun 2006 dibandingkan dengan komoditas lainnya dan adanya penyakit tanaman (Dewan Atsiri Indonesia 2008). Kondisi ini menyebabkan tingkat resiko kerugian dari usahatani nilam dan usaha agroindustri minyak nilam menjadi tinggi.

Tinginya tingkat resiko kerugian ini merupakan suatu kendala bagi pengembangan industri nilam di Indonesia. Upaya untuk mengatasi hal tersebut tengah dilakukan dengan meluncurkan program Cultiva Nilam yang mengatur harga pembelian nilam dan minyak nilam dari petani hingga pemakai akhir di negara tujuan ekspor. Berdasarkan prinsip Good Agricultural Practices (GAP), Good Manufacturing Practice (GMP), fairly trade, peniadaan perdagangan spekulatif, transparansi, dan keikutsertaan secara sukarela diharapkan akan tercapai kesepakatan harga pada tingkat yang wajar diantara para pelaku industri nilam yang tergabung dalam program Cultiva Nilam (Rusli 2008).


(26)

Minyak nilam didapat dari hasil penyulingan daun dan ranting tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth) dan banyak digunakan sebagai bahan campuran pembuatan kosmetik, farmasi dan aromaterapi yang berfungsi sebagai zat pengikat/fixative agent. Bahkan saat ini minyak nilam mulai digunakan juga sebagai insektisida nabati (Ketaren 1985).

Minyak nilam sebagian besar diusahakan rakyat dalam usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), lahan yang relatif sempit, modal terbatas, ketrampilan terbatas, peralatan dan teknologi sederhana dan akses informasi terbatas. Pelaku usaha, industri/institusi pendukung dan pemerintah memiliki program pengembangan sendiri-sendiri, kurang terkoordinasi dan kurang saling mendukung. Kondisi tersebut menyebabkan daya saing minyak nilam rendah, karena produktivitas usaha dan kualitasnya rendah.

Menurut Syahza Almasdi (2006) dalam penelitiannya tentang kebijakan strategis untuk memperbesar atau mempercepat pertumbuhan sektor pertanian, khususnya peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pedesaan. Faktor pendukung pembangunan ekonomi pedesaan, antara lain peran perguruan tinggi, pengusaha, lembaga perkreditan, pengusaha tani (petani), instansi terkait, dan koperasi sebagai badan usaha. Metode yang digunakan adalah RRA (Rural Rapid Appraisal). Subejo dan Supriyanto (2004) meneliti tentang paradigma baru pendekatan pembangunan agroindustri dengan keberpihakan pada masyarakat pedesaan serta memaknai pemberdayaan masyarakat sebagai upaya yang disengaja untuk memfasilitasi masyarakat lokal dalam merencanakan, memutuskan, dan mengelola sumberdaya lokal yang dimiliki melalui collective action dan networking.

Oleh karena itu salah satu upaya agar dapat menghasilkan minyak nilam dengan daya saing tinggi adalah dengan pembentukan klaster agroindustri minyak nilam yang pelakunya adalah petani nilam, industri kecil penyulingan minyak nilam, industri penyulingan besar dan eksportir minyak nilam, pedagang, lembaga keuangan, lembaga penelitian, industri pengguna, industri perkakas, dan industri terkait lainnya. Dalam klaster agroindustri minyak nilam akan terbentuk jaringan dan aliansi pelaku agribisnis sehingga menciptakan sebuah mata rantai nilai yang akan meningkatkan nilai tambah pada rantai nilai tersebut. Menurut Priyono (2008) dalam penelitiannya di


(27)

kabupaten Trenggalek, besarnya marjin pemasaran nilam untuk saluran (petani, tengkulak, sampai penyuling) adalah sebesar Rp 200 per kg. Distribusi ini merupakan distribusi terbesar yang dimiliki tengkulak. Selisih keuntungan untuk penjualan nilam dari petani langsung ke penyuling dan dari petani ke tengkulak adalah sebesar Rp 140 per kg. Dalam hal ini berarti petani akan lebih untung menjual hasil nilamnya langsung ke pabrik daripada menjual nilam ke tengkulak. Industri ini hanya akan berhasil jika memberikan keuntungan yang pasti dan layak bagi pelaku-pelaku agribisnis terutama usaha tani nilam dan usaha agroindustri penyulingan minyak nilam.

Berdasarkan berbagai fenomena tersebut diperlukan upaya yang dapat mendukung program industrialisasi berbasiskan minyak atsiri. Program industrialisasi ini merupakan pendukung pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat perdesaan. Penelitian tentang rancang bangun model pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam klaster agroindustri minyak atsiri dilakukan sebagai alternatif pemecahan masalah dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat perdesaan agroindustri minyak atsiri melalui peningkatan pendapatan para pelaku usaha dan peningkatan nilai tambah pada rantai nilai klaster agroindustri minyak atsiri.

Kebaruan dari penelitian ini adalah dihasilkannya model pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam klaster agroindustri minyak atsiri yang mengintegrasikan rantai pasok (supply chain) dan rantai nilai (value chain) dalam klaster agroindustri minyak atsiri.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menghasilkan model sistem penunjang keputusan dalam klaster agroindustri minyak atsiri yang dapat digunakan oleh para pengambil keputusan

2. Menghasilkan model pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam klaster agroindustri minyak atsiri dalam meningkatkan nilai tambah pada rantai nilai.


(28)

Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah:

1. Obyek penelitian ini pada klaster agroindustri minyak nilam di Kabupaten Kuningan dan Brebes yang terdiri dari petani nilam, industri kecil penyulingan minyak nilam, pedagang nilam, dan pedagang minyak nilam 2. Sistem rantai pasok yang dipelajari meliputi produksi nilam pada

usahatani, pasokan nilam pada industri kecil penyulingan, produksi minyak nilam, pasokan minyak nilam pada industri penyulingan/eksportir.

3. Evaluasi kelayakan usahatani dan industri kecil penyulingan ditinjau dari aspek analisis finansial.

4. Kesepakatan/keseimbangan harga difokuskan pada harga jual nilam dan minyak nilam.

5. Kinerja klaster agroindustri minyak nilam didasarkan pada kinerja usahatani nilam dan industri kecil penyulingan minyak nilam.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, baik untuk pengembangan ilmu maupun aplikasinya. Sebagai pengembangan ilmu, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai rujukan dalam penelitian lanjutan mengenai model pemberdayaan masyarakat perdesaan pada bidang lain. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat sebagai rujukan bagi pemangku kepentingan (stakeholder) dalam pengembangan agroindustri minyak atsiri.

Keluaran Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini adalah: (1) suatu perangkat lunak sistem pendukung keputusan pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam klaster agroindustri minyak atsiri yang dinamakan “PAP-Klaster”, (2) rekomendasi model pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam klaster agroindustri minyak atsiri.


(29)

KAJIAN PUSTAKA

Klaster Agroindustri Minyak Atsiri

Porter (1998) menyatakan klaster adalah suatu kelompok perusahaan-perusahaan dan lembaga-lembaga asosiasi yang saling berhubungan, berdekatan secara geografis, yang dikaitkan oleh kebersamaan (commonalities) dan saling melengkapi (complementories). Dalam konteks ekonomi/bisnis, “klaster

industri (industrial cluster)” adalah kelompok industri dengan focal/core industry

yang saling berhubungan secara intensif dan membentuk partnership, baik dengan

supporting industry maupun related industry (Deperindag 2000).Klaster merupakan jaringan produksi dari perusahaan-perusahaan yang saling bergantungan secara erat (termasuk pemasok yang terspesialisasi), agen penghasil pengetahuan (perguruan tinggi, lembaga riset, perusahaan rekayasa), lembaga perantara/bridging institution

(broker, konsultan) dan pelanggan, yang terkait satu dengan lainnya dalam suatu rantai produksi peningkatan nilai tambah (Roelandt den Hertog 1998). Kotler (1997) mendefinisikan klaster industri sebagai kelompok segmen-segmen industri yang sama-sama memiliki keterkaitan vertikal dan horizontal.

Konsep klaster industri dari Porter (1998) didasari dari hasil penelitiannya dalam membandingkan daya saing internasional di beberapa negara. Negara yang memiliki daerah dengan kandungan mineral yang melimpah, tanah yang subur, tenaga kerja yang murah dan iklim yang baik, sebenarnya memiliki keunggulan bersaing dibandingkan dengan negara dengan daerah yang ”berat”. Akan tetapi ditemui bahwa keunggulan karena keadaan daerah tidak mampu bertahan lama. Keunggulan daya saing suatu negara/daerah dapat bertahan lama bukanlah karena kandungan mineral dan tanahnya tetapi karena negara tersebut mengkonsentrasikan dirinya terhadap peningkatan keahlian dan keilmuan, pembentukan institusi, menjalin kerjasama dengan mitra, melakukan relasi bisnis dan memenuhi keinginan konsumen yang semakin banyak dan sulit untuk dipenuhi. Institusi di suatu negara/daerah unggul bukanlah dari kesuksesan sendiri tetapi merupakan kesuksesan kelompok dengan adanya keterkaitan antar perusahaan dan institusi yang mendukung. Sekelompok perusahaan dan institusi yang mendukung pada suatu industri di suatu daerah


(30)

tersebutlah yang disebut dengan istilah klaster industri. Pada klaster industri, perusahaan-perusahaan yang terlibat tidak hanya perusahaan skala besar dan menengah, tetapi juga perusahaan skala kecil. Adanya klaster industri akan menstimulasi terjadinya bisnis baru, lapangan kerja baru, serta para pengusaha baru yang akan memutar pinjaman baru. Porter (1990) memperkenalkan teori kemampuan kompetisi suatu negara yang digambarkan dalam model berlian seperti dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Model Berlian Porter (Porter 1990)

Terdapat 4 (empat) faktor kunci yang menentukan daya saing suatu negara/daerah yaitu: 1) kondisi faktor, 2) kondisi permintaan, 3) strategi perusahaan, struktur dan persaingan, 4) keterkaitan dan industri pendukung. Konsep ini dikenal dengan model Berlian Porter. Negara/daerah tertentu memiliki karakteristik berlian (keterkaitan antar empat faktor) berbeda dengan negara/daerah lain. Yang dimaksud dengan kondisi faktor meliputi 5 (lima) kategori kunci, yaitu: 1) ketersediaan dan kemampuan sumber daya manusia, 2) sumber daya fisik, 3) sumber daya pengetahuan, 4) sumber daya modal dan 5) infrastruktur. Kondisi permintaan meliputi permintaan domestik dan internasional. Model ini menggabungkan analisa di tingkat industri maupun tingkat perusahaan. Strategi perusahaan, struktur dan persaingan mengacu pada kondisi tingkat perusahaan. Sedang keterkaitan dan industri pendukung

Strategi Perusahaan, struktur dan persaingan

Kondisi Faktor

Kondisi Permintaan

Industri Terkait dan Pendukung Perubahan


(31)

menunjukkan bagaimana suatu industri saling bergantung dan saling mengisi industri lainnya.

Keterbatasan sumberdaya dan akses informasi pada industri minyak atsiri untuk meningkatkan daya saing minyak atsiri yang dihasilkan perlu perumusan strategi pemberdayaan agroindustri minyak atsiri di pedesaan yang tepat. Kurangnya keterkaitan antar kegiatan baik di dalam industri minyak atsiri maupun antara industri minyak atsiri dengan jaringan industri/institusi pendukung merupakan salah satu penyebab lemahnya daya saing minyak atsiri (Propenas 1999-2004).

Keterkaitan agroindustri dengan petani, penyuling dan eksportir serta pedagang (keterkaitan horizontal) dapat menjamin pasokan bahan baku, stabilitas harga dan pemasaran produk. Keterkaitan agroindustri minyak atsiri dengan lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga keuangan, industri perkakas dan pemerintah (keterkaitan vertikal) dapat meningkatkan kualitas produk, kapasitas produksi dan penerimaan informasi.

Merujuk pada definisi klaster menurut Kotler (2010), keterkaitan ini membentuk suatu klaster agroindustri minyak atsiri. Keterkaitan adalah hubungan antara suatu aktifitas dilaksanakan dengan aktifitas lain. Keunggulan bersaing adalah pelaksanaan suatu aktifitas secara lebih murah atau lebih baik dari pesaing. Keterkaitan dapat menghasilkan keunggulan bersaing melalui optimalisasi dan koordinasi. Keterkaitan sering mencerminkan trade off antar aktifitas untuk mencapai hasil keseluruhan. Sebagai contoh, spesifikasi bahan baku yang lebih berkualitas akan memunculkan harga pembelian yang lebih mahal, akan tetapi akan menurunkan biaya produksi dan meningkatkan kualitas produksi yang dihasilkan, keterkaitan tersebut perlu dioptimalkan. Keterkaitan mungkin pula mencerminkan kebutuhan untuk koordinasi antar aktifitas.

Ketaren (1985) menyatakan bahwa tataniaga minyak atsiri melibatkan beberapa pihak yaitu petani, produsen, distributor dan konsumen. Distributor dapat terdiri dari pengumpul, perantara dan eksportir. Semakin banyak distributor yang terlibat, mata rantai tata niaga semakin panjang dan rumit. Keterlibatan distributor sulit dihindarkan dan sangat dilematis. Di satu sisi keterlibatan distributor dapat mengurangi pendapatan produsen, tetapi di sisi lain dapat membantu mengatasi


(32)

keterbatan produsen dalam permodalan, informasi dan akses terhadap konsumen. Tata niaga tersebut perlu dibenahi agar petani dan penyuling sebagai pemeran penting dalam sistem agroindustri minyak atsiri dapat memperoleh keuntungan secara layak dari hasil usahanya. Keuntungan akan memotivasi petani dan penyuling melakukan usaha untuk menyediakan bahan baku dan agroindustri dapat tumbuh dan berkembang. Gambar 2 menunjukkan tata niaga minyak atsiri pada umumnya.

Petani Eksportir

Pedagang Perantara Pedagang

Pengumpul

Pasar Internasional Koperasi

Penyuling

Gambar 2 Tataniaga minyak atsiri (Dimodifikasi dari Ketaren 1985)

Ketaren (1985) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi mutu minyak atsiri adalah jenis tanaman dan umur panen; perlakuan bahan sebelumpenyulingan; jenis peralatan dan teknologi proses penyulingan; penanganan hasil olahan setelah penyulingan dan pengemasan. Selain faktor teknis, daya saing juga dipengaruhi oleh faktor manajemen. Manajemen yang efektif dan efisien dapat meningkatkan mutu, menurunkan biaya dan meningkatkan pelayanan. Pengadaan bahan baku yang dikelola dengan efektif dan efisien akan menurunkan tingkat kerusakan, meningkatkan rendemen dan mengurangi biaya produksi. Teknologi produksi yang dikelola dengan efektif dan efisien akan menurunkan biaya produksi, meningkatkan mutu dan posisi tawar.


(33)

Dengan adanya klaster, diharapkan akan terbentuk mobilisasi dan kolaborasi dalam pemenuhan permintaan pasar. Para anggota dalam klaster pun bisa secara intensif berbagi pengetahuan dengan sesama pengusaha dan para ahli yang difasilitasi oleh pemerintah juga perguruan tinggi.

Kelembagaan Klaster

Robbin (1994) menyatakan bahwa koordinasi memerlukan pengembangan organisasi/kelembagaan yang dapat mengatur proses interaksi antar anggota berlangsung dengan saling memperkuat dan saling menguntungkan. Optimalisasi memerlukan pengembangan teknologi yang dapat memanfaatkan ketersedian sumber daya secara efektif dan efisian. Selain itu, untuk menjamin adanya keterkaitan yang berkelanjutan, diperlukan pengembangan usaha agroindustri yang dapat memberi pengembalian atas investasinya secara layak dan seimbang. Kemampuan mengelola keterkaitan dapat menghasilkan sumber keunggulan bersaing yang dapat dipertahankan.

Nasution (2002) menyatakan bahwa kelembagaan didefinisikan sebagai suatu sistem organisasi dan kontrol terhadap sumber daya yang sekaligus mengatur hubungan seseorang dengan lainnya. Pengembangan kelembagaan merupakan suatu proses perbaikan yang mencakup struktur dan hubungan di antara anggota dalam organisasi untuk lebih produktif. Tujuannya adalah memenuhi kebutuhan para anggotanya secara efektif, efisien dan adil. Arifin (2004) menyatakan bahwa kelembagaan memberikan naungan dan hambatan bagi individu atau anggota masyarakat, baik secara tertulis formal maupun berdasarkan kebiasaan atau tidak tertulis seperti aturan adat dan norma yang dianut. Kelembagaan akan mencakup konvensi dan aturan main sehingga mengandung kegiatan kolektif dalam suatu konytak atau jurisdiksi, pembebasan atau liberalisasi, dan perluasan kegiatan individu. Pembahasan tentang kelembagaan menjadi penting ketika menetapkan bentuk dan instrumen yang dapat mengatur tata nilai dan aturan main. Gibson et al. di dalam Nasution (2002) menyebutkan lima kriteria guna menilai keefektifan lembaga yaitu: 1) Kemampuan organisasi menghasilkan jumlah dan kualitas keluaran yang


(34)

2) Efisiensi yang merupakan rasio keuntungan dengan biaya atau waktu yang digunakan,

3) Kepuasan, yakni ukuran yang menunjukkan tingkat organisasi memenuhi kebutuhan karyawan,

4) Adaptasi perubahan dan

5) Pengembangan yang mengukur kemampuan organisasi meningkatkan kapasitas menghadapi tuntutan lingkungan.

Mahfud H. (2004) mengembangkan sebuah penelitian yang berfokus pada pengembangan agroindustri minyak atsiri dengan pendekatan klaster. Model kelembagaan yang didapatkan merupakan organisasi industri dengan struktur jaringan dimana simpul seperti pelaku, industri atau institusi saling terhubung melalui informasi, produk, jasa atau kebijakan untuk saling mendukung dan saling menguntungkan.Pengembangan kelembagaan klaster agroindustri minyak atsiri dapat mendorong tercapainya kerjasama yang saling menguatkan dan menguntungkan untuk meningkatkan daya saing minyak atsiri. Pengembangan kelembagaan klaster dapat meningkatkan produktivitas usaha melalui proses alih pengetahuan, teknologi dan manajemen di antara anggota dan pemanfaatan sumberdaya yang tersedia secara lebih produktif. Faktor penting yang perlu diperhatikan dalam merancang sistem pengembangan kelembagaan adalah pengaturan antara hak dan kewajiban yang dituangkan dalam suatu perjanjian yang saling mengikat. Pengembangan kelembagaan memerlukan analisa yang mendalam dan menyeluruh terhadap pelaku, kebutuhan, kendala, aktivitas dan tujuan guna merancang sistem kelembagaan yang efektif untuk mewujudkan kebersamaan dalam mengembangkan agroindustri minyak atsiri.

Kegiatan kelembagaan bergantung pada fasilitator yang berfungsi untuk memediasi seluruh jalur komunikasi dan distribusi informasi. Fasilitator diharapkan mempunyai kompetensi yang diperlukan dalam melaksanakan peran mitivator dan organisator. Kata kompetensi dianggap paling tepat untuk menggambarkan kemampuan yang multi dimensi mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap. Spencer & Spencer (1993) dalam Woodruffe (2004) menyatakan terdapat tiga kelompok kompetensi yaitu:

1. Kompetensi generik, merupakan serangkaian sifat-sifat generik yang sebaiknya dimiliki oleh seorang fasilitator, yaitu:


(35)

a. Elemen enterpreneurship yang merupakan keinginan untuk bekerja dengan baik. Dengan demikian seseorang yang tepat menjadi fasilitator adalah orang yang senantiasa termotivasi menghasilkan karya yang lebih dari biasa, ingin terus berkreasi sehingga memiliki daya dorong anggota lain

b. Elemen pengaruh strategik (strategic influence) yaitu kemampuan untuk meyakinkan, mempengaruhi dan memberikan gambaran prospektif pada pihak lain (anggota) sehingga diharapkan petani bersedia mendukung agenda kerja jaringan

c. Elemen kerjasama yang menunjukkan keinginan untuk bekerja secara kooperatif dengan pihak lain. dalam pengertian ini, fasilitator adalah seseorang yang akan berusaha menggalang dinamika kelompok dan memotivasi anggota untuk berkontribusi sekaligus menghidupkan komunikasi dua arah

2. Kompetensi manajerial, merupakan serangkaian kemampuan bidang manajerial yang sebaiknya dimiliki oleh fasilitator agar kelompok efektif. Terdapat dua elemen manajerial yaitu: a) pengembangan pihak lain (developing others) dan b) pengorganisasian

3. Kompetensi teknikal, merupakan kemampuan berkaitan dengan bidang pokok usaha. Seorang fasilitator setidaknya memahami budidaya yang memberikan produktivitas hasil terbaik dan pemrosesan pencapaian yang berkualitas.

Bauran kelompok kompetensi ini akan membuat suasana kehidupan berorganisasi lebih produktif dan mendorong anggota aktif untuk menghidupkan kelembagaan jaringan.

Pemberdayaan Agroindustri Perdesaan

Terminologi pemberdayaan masyarakat (community empowerment) kadang-kadang sulit dibedakan dengan penguatan masyarakat serta pembangunan masyarakat (community development). Dalam prakteknya seringkali terminologi-terminologi tersebut saling tumpang tindih, saling menggantikan dan mengacu pada suatu pengertian yang sama (Subejo dan Supriyanto 2004).

Cook (1994) menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan konsep yang berkaitan dengan upaya peningkatan atau pengembangan masyarakat menuju ke


(36)

arah yang positif. Sedangkan Giarci (2001) memandang community development sebagai suatu hal yang memiliki pusat perhatian dalam membantu masyarakat pada berbagai tingkatan umur untuk tumbuh dan berkembang melalui berbagai fasilitas dan dukungan agar mereka mampu memutuskan, merencanakan dan mengambil tindakan untuk mengelola dan mengembangkan lingkungan fisiknya serta kesejahteraan sosialnya. Proses ini berlangsung dengan dukungan collective action dan networking yang dikembangkan masyarakat. Ledwith M. (2003) mendefinisikan community development sebagai alat untuk menjadikan masyarakat semakin komplek dan kuat. Ini merupakan suatu perubahan sosial dimana masyarakat menjadi komplek, institusi lokal tumbuh, collective power-nya meningkat serta terjadi perubahan secara kualitatif pada organisasinya. Pemberdayaan masyarakat sebagai upaya mendorong masyarakat untuk mandiri serta memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan sendiri, prakarsa sendiri, dan memperbaiki hidup sendiri. Pada hakekatnya pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari keikutsertaannya dalam lima tahap kegiatan, yaitu tahap pengambilan inisiatif, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi, serta pengelolaan dan pemeliharaan.

Partisipasi masyarakat merupakan suatu proses teknis untuk memberikan kesempatan dan wewenang yang lebih luas kepada masyarakat untuk secara bersama-sama memecahkan berbagai persoalan. Pembagian kewenangan ini dilakukan berdasarkan tingkat keikutsertaan (level of involvement) masyarakat dalam kegiatan tersebut. Partipasi masyarakat bertujuan untuk mencari solusi permasalahan yang lebih baik dalam suatu komunitas dengan membuka lebih banyak kesempatan bagi masyarakat untuk ikut memberikan kontribusi sehingga implementasi kegiatan berjalan lebih efektif, efisien dan berkelanjutan (Sanoff H. 2000). Arnstein (1969) menjelaskan partisipasi sebagai arti di mana warga Negara dapat mempengaruhi perubahan social penting, yang dapat membuat mereka berbagi manfaat dari masyarakat atas. Partisipasi masyarakat di negara-negara yang kurang berkembang (underdeveloped), dapat dibagi menjadi delapan tingkatan, yaitu: pemberdayaan (empowerment), kemitraan (partnership), mendamaikan (conciliation), berpura-pura (dissimulation), diplomasi (diplomation), meberi informasi (informing), konspirasi (conspiration), dan memanage diri sendiri (self management).


(37)

Penelitian yang telah dilakukan Subejo dan Supriyanto (2004) melakukan analisis tentang paradigma baru pendekatan pembangunan agroindustri dengan keberpihakan pada masyarakat pedesaan serta memaknai pemberdayaan masyarakat sebagai upaya yang disengaja untuk memfasilitasi masyarakat lokal dalam merencanakan, memutuskan, dan mengelola sumberdaya lokal yang dimiliki melalui collective action dan networking sehingga pada akhirnya mereka memiliki kemampuan dan kemadirian secara ekonomi, ekologi, dan sosial. Syahza A. (2006) dalam penelitiannnya menganalisis kebijakan strategis dalam pengembangan agribisnis yang terkait dengan pembangunan sektor ekonomi lainnya, untuk memperbesar atau mempercepat pertumbuhan sektor pertanian, khususnya peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pedesaan. Untuk itu diperlukan factor pendukung pembangunan ekonomi pedesaan terutama yang berbasis agribisnis, antara lain: 1) peran perguruan tinggi; 2) pengusaha; 3) lembaga perkreditan; 4) pengusaha tani (petani); 5) instansi terkait; dan 6) koperasi sebagai badan usaha.

Dalam Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Kementerian Dalam Negeri 2010).

Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 7 Tahun 2007 (Kementerian Dalam Negeri 2010) menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan keberdayaan komunitas perdesaan, sehingga mampu menemukenali potensi-potensi yang ada dan mendayagunakannya secara optimal untuk kemakmuran dan kesejahteraan bersama serta berpartisipasi dalam pemeliharaan kelestarian lingkungan hidup dan konservasi Sumber Daya Alam. Pemberdayaan masyarakat dan Desa/Kelurahan adalah upaya untuk mewujudkan kemampuan dan kemandirian masyarakat desa dan kelurahan yang meliputi aspek ekonomi, sosial budaya, politik dan lingkungan hidup melalui penguatan pemerintahan desa dan kelurahan, lembaga kemasyarakatan dan upaya dalam penguatan kapasitas masyarakat. Pemangku kepentingan adalah para pihak yang mempunyai kepentingan langsung maupun tidak


(38)

langsung dalam Pembangunan Kawasan Perdesaan Berbasis Masyarakat (PKPBM) antara lain Instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah, Pemerintah Desa, Lembaga Swadaya Masyarakat, Perguruan Tinggi, Swasta dan Lembaga Kemasyarakatan.

Dalam pengertian yang lebih luas, pemberdayaan masyarakat merupakan proses untuk memfasilitasi dan mendorong masyarakat agar mampu menempatkan diri secara proporsional dan menjadi pelaku utama dalam memanfaatkan lingkungan strategis untuk mencapai suatu keberlanjutan dalam jangka panjang.

Paradigma baru pembangunan daerah adalah pembangunan dalam rangka pemberdayaan masyarakat, terutama petani dan buruhtani, melalui penyediaan fasilitas dan prasarana publik, pengembangan sistem agroindustri, industri kecil dan kerajinan rakyat, pengembangan kelembagaan, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) guna memanfaatkan potensi keunggulan sumberdaya alam.

Permasalahan utama pemberdayaan masyarakat ditinjau dari aspek ekonomi adalah:

1. Kurang berkembangnya sistem kelembagaan agroindustri yang mampu menciptakan kesempatan bagi masyarakat pertanian untuk mengembangkan kegiatan usaha agroindustri yang kompetitif

2. Lemahnya kemampuan masyarakat petani untuk membangun organisasi ekonomi masyarakat yang dapat meningkatkan posisi tawar dan daya saingnya.

Ditinjau dari aspek sosial, permasalahan dalam pemberdayaan masyarakat agroindustri adalah:

1. Kurangnya upaya yang dapat mengurangi pengaruh lingkungan sosial-budaya yang mengungkung masyarakat kepada kondisi ketertinggalan

2. Lemahnya akses masyarakat untuk memperoleh tambahan pengetahuan, ketrampilan, dan informasi bisnis

3. Kurang berkembangnya kelembagaan masyarakat dan organisasi sosial yang dapat menjadi sarana interaksi sosial secara adil.

Tantangan utama dalam upaya pemberdayaan masyarakat agroindustri adalah bagaimana membangun kelembagaan sosial-ekonomi yang mampu memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk mendapat lapangan kerja dan pendapatan yang lebih layak. Secara khusus untuk memberdayakan ekonomi masyarakat tantangan


(39)

yang dihadapi adalah bagaimana memperbaiki iklim ekonomi makro dan kegiatan ekonomi riil yang kondusif yang dapat menjamin kegiatan usaha ekonomi masyarakat lebih kompetitif dan menguntungkan. Hal ini erat dengan upaya untuk memberikan akses masyarakat ke input sumberdaya ekonomi, pengembangan organisasi ekonomi yang dikuasai oleh pelaku ekonomi kecil, dan meningkatkan fasilitas bantuan teknis dan pemihakan bagi usaha masyarakat kecil.

Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil, Menengah dan Gubernur Bank Indonesia Tahun 2009 (Kementerian Dalam Negeri 2010) menyatakan bahwa sasaran pelaksanaan Strategi Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro adalah beralihnya Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang belum berbadan hukum menjadi Bank Perkreditan Rakyat atau Koperasi atau Badan Usaha Milik Desa, atau lembaga keuangan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan gotong royong, masyarakat desa bisa dan mampu mengelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Pada penelitian ini dapat dibentuk BUMDes nilam dan minyak nilam agar dapat mempertahankan harga dan menjaga kualitas produk. Para pelaku usaha dalam agroindustri minyak atsiri dapat membentuk Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dan Kelompok Tani Pemberdayaan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP). Masyarakat desa juga tidak harus terfokus dengan kegiatan produktif yang harus menggunakan barang ekonomi dan barang komoditas, sektor jasa juga masih bisa dilakukan dan mengundang banyak minat bagi yang memiliki akses sedikit, yaitu dengan membuat Credit Union (CU) atau yang lebih dipahami sebagai koperasi dalam tanggung renteng.

Rantai Pasok dan Rantai Nilai

Rantai pasok (supply chain) adalah jaringan organisasi yang menyangkut hubungan dari hulu (upstream) dan ke hilir (downstream), dalam proses dan kegiatan yang berbeda yang menghasilkan nilai yang terwujud dalam barang dan jasa di tangan pelanggan terakhir (Poirier dan Reiter 1996). Sebuah rantai pasok akan terdiri dari rangkaian proses pengambilan keputusan dan eksekusi yang berhubungan dengan aliran bahan, informasi dan uang. Proses dari rantai pasok bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan mulai dari produksi sampai konsumen akhir. Rantai pasok


(40)

bukan hanya terdiri dari produsen dan pemasoknya tetapi mempunyai ketergantungan dengan aliran logistik, pengangkutan penyimpanan atau gudang, pengecer dan konsumen itu sendiri. Dalam arti luas, rantai pasok juga termasuk pengembangan produk, pemasaran, operasi-operasi, distribusi keuangan dan pelayanan pelanggan (Vorst et al. 2007). Gambar 3 menunjukkan rantai pasok sepintas terlihat sebagai deretan siklus-siklus yang bekerja sebagai inter-face bagi dua tahapan (stages) seperti terlihat pada.

Cara pandang terhadap rantai pasok sebagai sebuah siklus menjadikan kategorisasi rantai pasok dalam tiga bentuk dasar yaitu rantai pasok internal, rantai pasok eksternal dan rantai pasok total atau keseluruhan. Rantai pasok internal adalah aliran bahan dan informasi yang terintegrasi dalam unit bisnis (korporasi) dari pemasok sampai pelanggan dan kadang disebut logistik bisnis.

Pemrosesan

Pemasok Distributor Pengecer Pelanggan

Gambar 3 Deret siklus pembentukan rantai pasok ( Vorst et al. 2007)

.Rantai pasok ekstemal adalah aliran bahan dan informasi yang terintegrasi didalam unit bisnis (korporasi) yang melintasi antara pemasok langsung dan pelanggan. Rantai pasok total adalah aliran bahan dan informasi yang terintegrasi didalam unit bisnis (korporasi) yang melintasi secara majemuk antara pemasok langsung dan pelanggan. Dalam sistem rantai pasok akan dikendalikan oleh unit pengambil keputusan yaitu seseorang yang berwenang dalam memutuskan spesifikasi produk, kebutuhan pengiriman dan pelayanan pelanggan. Gambar 4 menunjukkan skema yang membedakan tiga bentuk dasar rantai pasok. Tipe dasar rantai pasok dapat dipandang secara hirarki. Efektifitas rantai pasok total akan dipengaruhi oleh rantai pasok eksternal demikian selanjutnya rantai pasok intemal akan mempengaruhi efektifitas rantai pasok eksternal.


(41)

Rantai pasok internal Rantai pasok eksternal

Rantai pasok total

Gambar 4 Tiga tipe dasar rantai pasok ( Vorst et al. 2007)

Rantai pasok dalam agroindustri memiliki karateristik unik. Austin (1981) menyatakan bahwa agroindustri adalah pusat dari rantai pertanian yang penting mempelajari rantai tersebut mulai dari areal pertanian hingga pasar. Agroindustri membutuhkan pasokan bahan baku yang berkualitas dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan. Brown (1994) menyatakan bahwa untuk mendapatkan pasokan bahan baku yang berkualitas maka diperlukan standar dasar komoditas, sedangkan kuantitas pasokan perlu memperhatikan produktivitas tanaman. Cakupan agroindustri yang cukup luas dan kompleks menjadi sangat menarik untuk dipelajari oleh para peneliti dibidang manajemen rantai pasok. Rantai pasok agroindustri secara sederhana adalah rangkaian kegiatan pasokan dan pemrosesan yang menggunakan bahan baku dari hasil pertanian. Negara-negara yang mempunyai potensi pertanian tentunya berupaya untuk berhasil meningkatkan daya saing produk-produk hasil. Bailey (2002) menyatakan karateristik unik dari manajemen rantai pasok agroindustri adalah sebagai berikut:a) Konsumen; b) Distribusi produk pertanian; c) Peranan pemasaran dalam solusi rantai pasokan; d) Karateristik produk pertanian; e) Issue kesinambungan material. Dalam rantai pasok agroindustri persoalan akan semakin rumit dan kompleks dengan semakin banyaknya pelaku usaha yang terlibat. Pelaku usaha sebagai anggota dalam manajemen rantai pasok memiliki kepentingan bersama dalam menghindari kerugian dan bahkan meraih keuntungan bersama. Dalam praktek seringkali multilateral benefit tidak bisa dicapai secara maksimal. Banyak faktor sebagai penyebabnya antara lain kesalahan/ kekurang efektifan kebijakan karena informasi kurang akurat, mengandung ketidakpastian dan ketidakjelasan unsur-unsur yang terlibat dan peranannya dalam sistem. Manajemen rantai pasok yang berpandangan holistik sangat tepat untuk dipraktikan. Upaya penyeimbangan atau prinsip proposionalitas yang sangat diharapkan pada sistem pertanian modern dapat di capai melalui praktik manajemen rantai pasok. Hal ini dapat dilakukan karena definisi manajemen rantai pasok yang


(42)

mengedepankan pemenuhan kepuasan para pemangku kepentingan. Dalam sistem rantai pasok pertanian para pemangku kepentingan bisa terdiri dari petani, pedagang, pengumpul, prosesor, distributor, pengecer, konsumen akhir dan pemerintah. Setiap pemangku kepentingan akan memiliki kepentingan yang berbeda-beda dan dipengaruhi pula oleh perubahan lingkungan bisnis. Cara pandang yang holistik dan tidak menghilangkan kompleksitas sangat penting diperhatikan.

Pada prinsipnya, rantai pasok agroindustri memiliki karakteristik dua tipe yaitu produk segar dan produk yang diproses. Produk segar misalnya saja sayuran, buah-buahan dan sejenisnya yang tidak membutuhkan proses pengolahan khusus atau proses transformasi kimia. Sebaliknya produk pertanian yang diproses membutuhkan proses transformasi kimia atau perubahan bentuk. Khusus untuk produk pertanian tipe ini akan melibatkan beberapa pemain diantaranya petani atau perkebunan, prosesor atau pabrik, distributor dan retail.

St

ake

hol

de

r l

ai

nn

ya

(N

G

O

,

pem

eri

nt

ah

, dl

l)

Retail

Distributor

Prosesor/Pabrik

Petani/Perkebunan

Gambar 5 Sistem rantai pasok agroindustri (Vorst 2004)

Gambar 5 merupakan rantai pasok generik pada tingkat organisasi perusahaan dalam konteks jejaring rantai pasok pertanian menyeluruh. Setiap perusahaan diposisikan dalam sebuah lapisan jejaring dan keterlibatan minimal satu rantai pasok. Perlu dipahami bahwa dalam jejaring rantai pasok pertanian bisa lebih dari satu rantai pasok dan lebih dari satu proses bisnis yang dapat diidentifikasi, dan dalam satu waktu bisa terjadi proses pararel dan sekuensial.


(43)

lagi. Dalam perspeklif analitik, bauran antara produsen dan distributor akan dipengaruhi oleh faktor ekonomi, teknologi, sosial, legal dan lingkungan. Faktor-faktor ini akan saling berkomplementer dalam penciptaan sebuah sistem rantai pasok.. Gambar 6 menunjukkan skema perspeklif analitik dari dimensi-dimensi yang berpengaruh. Dimensi ekonomi berhubungan dengan efisiensi rantai dalam perspektif manfaat-biaya dan orientasi pelanggan. Peningkatan efisiensi dan profitabilitas dapat dilakukan sebuah unit bisnis melalui kerjasama pada kolom yang berkesesuaian. Dimensi lingkungan berhubungan dengan cara produksi yang ramah lingkungan. Hasil samping dari proses produksi komoditas pertanian dapat dimanfaatkan sebagai produk samping atau siklus ulang dari produk yang berkualitas jelek. Dimensi teknologi berhubungan dengan penerapan teknologi, sistem logistik, teknologi informasi dan komunikasi untuk memperbaiki kinerja. Dimensi sosial dan legal berhubungan dengan norma-norma yang harus diikuti agar tidak merugikan banyak pihak (Ruben et al.2006).

Ekonomi Teknologi

Lingkungan Sosial/legal

Produsen primer

(petani, perkebunan) Pemrosesan Distributor Pengecer Pasar

Gambar 6 Perspektif analitik dari rantai pertanian (Ruben et al. 2006)

Kerjasama antara pelaku langsung dalam sistem rantai pasok agroindustri seperti petani, prosesor, pedagang dan pengecer tidaklah mudah. Slingerland et al. (2006) telah mengidentifikasi beberapa cara yang dapat dilakukan agar praktik manajemen rantai pasok mudah diterapkan dalam agroindustri. Pertama, cakupan kompleksitas harus diketahui sehingga keberlanjutan dapat terjamin. Sebuah sistem rantai pasok bisa saja berukuran besar dan sangat kompleks atau kecil dan sederhana. Semakin banyak pemangku kepentingan yang terlibat akan semakin meningkat kompleksitas dari sistem. Tingkat kompleksitas akan terlihat ketika proses


(44)

pengambilan keputusan dilakukan. Konflik kepentingan akan terjadi sesuai dengan motif kebutuhan yang berbeda-beda dari pemangku kepentingan. Kedua, memulai dari industri sendiri. Tipe dasar rantai pasok telah memberikan pemahaman bahwa efektifitas rantai pasok internal akan berkontribusi pada rantai pasok eksternal dan rantai pasok total. Memulai dari rantai pasok internal adalah wujud praktik manajemen rantai pasok yang baik. Kumpulan rantai pasok internal yang telah efektif akan berintegrasi menjadi rantai pasok eksternal yang efektif pula. Rantai pasok harus berupaya meningkatkan daya saingnya berbasis kualitas, biaya, pengiriman dan pelayanan. Ketiga, pengorganisasian para petani. Kelangsungan kegiatan pemrosesan didalam agroindusti ditentukan para petani yang berperan sebagai pemasok bahan baku. Pengorganisasian para petani akan memberikan jaminan kelancaran pasokan baik dari segi kualitas bahan, jumlah pasokan dan jadwal pasokan. Proses pengadaan bahan baku akan lebih mudah dengan adanya pengorganisasian tersebut. Keempat, struktur insentif terhadap para pelaku di sistem rantai pasok. Machfud (2001) dalam penelitiannya membahas tentang pengembangan agroindustri minyak atsiri dengan fuzzy-logic. Pengembangan dilakukan menurut kepentingan pelaku usaha, bidang kepakaran serta lembaga yang terkait, serta criteria yang digunakan. Penelitian yang telah dilakukan oleh Hans-Henrik Hvolby et al. (2002) berfokus pada rantai pasok dalam usaha kecil dan menengah. Chandra Indrawanto (2007) melakukan penelitian tentang evaluasi kelayakan pembiayaan agroindustri minyak atsiri dengan pola syariah. Dalam penelitian ini, sumber pembiayaan yang dapat digunakan untuk pengembangan agroindustri minyak atsiri adalah pembiayaan dari lembaga keuangan syariah dengan pola musyarakah berdasarkan skema bagi hasil dan bagi resiko.

Nilai tambah yang diperoleh dalam rantai pasok diharapkan bisa dinikmati secara proporsional oleh para pelaku. Strukfur insentif bisa berupa harga, bonus, pembagian biaya, mitigasi risiko, manfaat jangka pendek dan panjang. Kelima, transparansi informasi dalam setiap kegiatan. Permintaan yang berfluktuasi, harga yang tidak menentu dan ketersediaan bahan yang tidak dapat diprediksi akan meningkatkan risiko rantai pasok. Ketidakpastian bisa dikurangi melalui pertukaran informasi dari setiap tahapan rantai pasok. Umpan balik dari hilir rantai sebaiknya bisa diketahui juga di hulu rantai. Akurasi informasi akan meningkatkan kualitas perencanaan dan efisiensi pengambilan keputusan. Terakhir, pertukaran pengalaman


(45)

antar pelaku rantai pasok. Hal ini berhubungan dengan transfer teknologi dan pengetahuan yang dibutuhkan salah satu pihak. Sesama pemasok yang tergabung dalam kemitraan yang sama pada sebuah agroindustri bisa berbagi pengaiaman. Cara pandang ini dikenal dengan istilah co-opetition atau cooperation and competition. Aspek penting dalam rantai pasok adalah 1) menggabungkan setiap mata rantai bisnis dari hulu hingga hilir, dan 2) membangun efisiensi rantai pasok.

Rantai nilai (value chain) merupakan suatu rangkaian nilai hasil aktivitas (produk atau jasa) dari aktivitas hulu sampai hilir atau sampai di terima konsumen. Dengan kata lain rantai nilai juga merupakan rangkaian Input-Output. Keterkaitan yang erat sepanjang rantai nilai berperan penting dalam meningkatkan efisiensi inovasi, namun pengintegrasian pada rantai nilai juga harus bersifat selektif dan terfokus pada yang memberikan nilai tambah yang tinggi (Porter 1998).

Aktivitas rantai nilai adalah aktivitas-aktivitas spesifik yang dapat menciptakan nilai dan keuntungan kompetitif bagi organisasi (Christopher Martin 2000). Aktivitas-aktivitas tersebut dibagi dalam 2 jenis yaitu:

1. Aktivitas Utama (primary activities), terdiri dari:

- Inbound logistics : aktivitas yang berhubungan dengan penanganan material sebelum digunakan

- Operations : aktivitas yang berhubungan dengan pengolahan input menjadi output

- Outbound logistics : aktivitas yang dilakukan untuk menyampaikan produk ke tangan konsumen

- Marketing and sales : aktivitas yang berhubungan dengan pengarahan konsumen agar tertarik untuk membeli produk

- Service : aktivitas yang mempertahankan atau meningkatkan nilai dari produk 2. Aktivitas penunjang (supported activities), terdiri dari :

- Procurement : berkaitan dengan proses perolehan input/sumber daya

- Human Resources Management : Pengaturan sumber daya manusia (SDM) mulai dari perekrutan, kompensasi, sampai pemberhentian

- Technological Development : pengembangan peralatan, software, hardware, prosedur, didalam transformasi produk dari input menjadi output


(1)

Lampiran 2 Kuesioner Pembobotan Indikator Kinerja Usahatani dan

Industri Kecil Penyulingan

Form C

Kuesioner Pembobotan Indikator Kinerja

Usaha Tani

Program Penelitian Perancangan Kinerja

Agroindustri Nilam di Pedesaan

Identitas Responden

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Pendidikan Terakhir :

Status : a. Petani Pemilik

b. Petani Penggarap

Alamat :

Institut Pertanian Bogor

Sekolah Pasca Sarjana Teknologi Industri Pertanian

Pebruari 2011


(2)

Form C

Kuesioner Pembobotan Indikator Kinerja

Industri Penyulingan

Program Penelitian Perancangan Kinerja

Agroindustri Nilam di Pedesaan

Identitas Responden

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Pendidikan Terakhir :

Status : a. Pemilik

b. Pekerja tetap c. Pekerja lepas

Alamat :

Institut Pertanian Bogor

Sekolah Pasca Sarjana Teknologi Industri Pertanian

Pebruari 2011


(3)

Lampiran 4

Expert Survey Interpretive Structural Modelling

(ISM)

Direktif : Pemberdayaan Agroindustri Minyak Nilam di Pedesaan

Strategi : Pemberdayaan Masyarakat Perdesaan dalam Klaster Agroindustri Minyak Nilam

Topik Operasionalisasi : Program Peningkatan Pendapatan Pelaku Usaha Melalui Keseimbangan Harga Jual Nilam dan Minyak Nilam

Kuesioner Interpretive Structural Modelling (ISM)

Expert survey

Identitas Responden Pakar

1. Nama : _________________________________ 2. Bidang Keahlian/ Profesi : _________________________________

3. Pendidikan : S1 S2 S3

4. Institusi / Lembaga : _________________________________ 5. Tanggal Pengisian : _________________________________

6. Alamat :

Telp: _________________________________ Hp: ________________________________ E-mail: _________________________________

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PROGRAM PASCASARJANA TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN MARET 2011


(4)

B. METODE ISM

Program Pemberdayaan Klaster Agroindustri Minyak Atsiri di Pedesaan dalam metode ISM diuraikan menjadi 8 elemen yaitu:

1. Sektor masyarakat yang terpengaruh 2. Kebutuhan dari program

3. Kendala utama

4. Perubahan yang dimungkinkan 5. Tujuan program

6. Tolok ukur untuk menilai setiap tujuan

7. Aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan 8. Lembaga yang terlibat dengan pelaksanaan program

Setiap elemen terdiri dari sub-elemen yang mempunyai hubungan kontekstual satu sama lain yang ditetapkan sesuai dengan implementasi Program Pemberdayaan Klaster Agroindustri Minyak Atsiri di Pedesaan yaitu :

Elemen Hubungan Kontekstual

1. Sektor masyarakat yang terpengaruh (M)i Mi peranannya mendukung Mj

2. Kebutuhan dari program (B)i Bi mendukung Bj 3. Kendala utama (K)i Ki menyebabkan Kj 4. Perubahan yang dimungkinkan (R)i Ri mengakibatkan Rj

5. Tujuan program (S)i Si berkontribusi tercapainya Sj

6. Tolok ukur untuk menilai tujuan (TS)i TSi berpengaruh terhadap TSj

7. Aktivitas yang dibutuhkan guna Ai mempengaruhi Aj perencanaan kerja (A)i

8. Lembaga yang terlibat dengan Li peranannya mendukung Lj

pelaksanaan program (L)i Ij = 1,2,3,...(i,j ≤ 10)


(5)

Masukan informasi dalam rangka aplikasi metode ISM adalah pendapat dari responden (para pakar) tentang hubungan kontekstual antar sub-elemen dari setiap elemen Program Pemberdayaan Klaster Agroindustri Minyak Atsiri di Pedesaan. Untuk itu diharapkan partisipasi Bapak / Ibu sebagai nara sumber untuk memberikan kontribusi pendapat sesuai dengan kepakaran dan pengalaman Bapak / Ibu.

C. TATA CARA PENGISIAN KUESIONER

1. Sektor masyarakat yang terpengaruh dalam Program Pemberdayaan Klaster Agroindustri Minyak Atsiri di Pedesaan

Terdapat 6 sub elemen sektor masyarakat yang terpengaruh dalam Program Pemberdayaan Klaster Agroindustri Minyak Atsiri di Pedesaan yang telah dirumuskan dan Saudara dimohon untuk memberikan pendapat tentang Hubungan Kontekstual (tingkat peranan) antar sub elemen sektor masyarakat yang terpengaruh dalam program, dengan mengisi pada Sel Matriks Hubungan Kontekstual sektor masyarakat yang terpengaruh dengan :

V : Apabila menurut pendapat saudara sub-elemen ke-i dari elemen sektor masyarakat yang terlibat peranannya mendukung sub-elemen ke-j dari elemen masyarakat yang terpengaruh

A : Apabila menurut pendapat saudara sub-elemen ke-j dari elemen sektor masyarakat yang terlibat peranannya mendukung sub-elemen ke-i dari elemen masyarakat yang terpengaruh

X : Apabila menurut pendapat saudara sub-elemen ke-i dan sub-elemen ke-j dari elemen sektor masyarakat yang terpengaruh mempunyai

peranannya saling mendukung dalam program

O : Apabila menurut pendapat saudara sub-elemen ke-i dan sub-elemen ke-j dari elemen sektor masyarakat yang terpengaruh peranannya tidak saling mendukung dalam program


(6)

Jika sub-elemen sektor masyarakat yang terlibat (1) Pelaku usaha peranannya saling mendukung dibandingkan sub-elemen sektor masyarakat yang terpengaruh (2) Masyarakat non petani nilam

Sub-Elemen Sektor Masyarakat ke-j

Sub-Elemen Sektor Masyarakat ke-i

(1) (2)

(1) Pelaku usaha x

(2) Masyarakat non petani nilam

SEKTOR MASYARAKAT YANG TERPENGARUH

Sub elemen ke-j

Sub elemen ke-i

1 . Pe ta n i 2 . Pe ta n i-p e n yu lin g 3 . Pe d a g a n g / Pe n g u mp u l 4 . Ke lu a rg a p e la ku u s a h a 5 . Ma sya ra ka t lo k a l 1. Petani 2. Petani-penyuling

3. Pedagang/ Pengumpul 4. Keluarga pelaku usaha 5. Masyarakat lokal