Analisis Kandungan Vitamin C dan Natrium Benzoat pada Minuman Sari Buah secara Simultan dengan Metode Spektrofotometri Ultraviolet

(1)

ANALISIS KANDUNGAN VITAMIN C DAN

NATRIUM BENZOAT PADA MINUMAN SARI BUAH

SECARA SIMULTAN DENGAN

METODE SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET

SKRIPSI

OLEH:

FELICIA CHRISTINE

NIM 101501027

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISIS KANDUNGAN VITAMIN C DAN

NATRIUM BENZOAT PADA MINUMAN SARI BUAH

SECARA SIMULTAN DENGAN

METODE SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

FELICIA CHRISTINE

NIM 101501027

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

ANALISIS KANDUNGAN VITAMIN C DAN

NATRIUM BENZOAT PADA MINUMAN SARI BUAH

SECARA SIMULTAN DENGAN

METODE SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET

OLEH:

FELICIA CHRISTINE NIM 101501027

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 13 Juni 2014

Pembimbing I,

Dra. Tuty Roida Pardede, M.Si., Apt. NIP 195401101980032001

Pembimbing II,

Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt. NIP 195006221980021001

Panitia Penguji,

Drs. Chairul Azhar Dalimunthe., M.Sc., Apt. NIP 194907061980021001

Dra. Tuty Roida Pardede, M.Si., Apt. NIP 195401101980032001

Dra. Siti Nurbaya, M.Si., Apt. NIP 195008261974122001

Drs. Maralaut Batubara, M.Phill., Apt. NIP 195101311976031003

Medan, Juli 2014 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan,


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitan dan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dengan judul Analisis Kandungan Vitamin C dan Natrium Benzoat pada Minuman Sari Buah secara Simultan dengan Metode Spektrofotometri Ultraviolet.

Pada kesempatan ini, dengan kerendahan hati dan hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU Medan, yang telah memberikan bimbingan dan penyediaan fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan. Ibu Dra. Tuty Roida Pardede, M.Si., Apt., dan Bapak Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dengan sangat baik, memberikan petunjuk, saran-saran dan motivasi selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Bapak Drs. Chairul Azhar Dalimunthe, M.Sc., Apt., Ibu Dra. Siti Nurbaya, M.Si., Apt., dan Bapak Drs. Maralaut Batubara, M.Phill., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU Medan yang telah mendidik selama perkuliahan, teman-teman yang selalu memberikan dukungan, Novita Sari, Florencia dan Wilda Putri Selvia. Serta seluruh pihak yang telah ikut membantu penulis namun tidak tercantum namanya.


(5)

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tiada terhingga kepada kedua orangtua, Ong Siong San dan Tan Lie Lie yang selalu mendukung, mendoakan dan memberikan semangat.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2014 Penulis,

Felicia Christine NIM 101501027


(6)

ANALISIS KANDUNGAN VITAMIN C DAN NATRIUM

BENZOAT PADA MINUMAN SARI BUAH SECARA

SIMULTAN DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI

ULTRAVIOLET

ABSTRAK

Minuman sari buah merupakan minuman yang cukup banyak menarik perhatian masyarakat karena mengandung vitamin, salah satunya yaitu vitamin C. Pengawet yang sering digunakan yaitu asam benzoat biasanya terdapat dalam bentuk natrium benzoat atau kalium benzoat. Tujuan penelitian ini untuk uji validasi metode spektrofotometri ultraviolet pada penetapan kadar natrium benzoat dan vitamin C secara simultan dengan metode perhitungan persamaan regresi.

Metode penelitian ini dilakukan dengan metode spektrofotometri ultraviolet menggunakan perhitungan persamaan regresi yang diukur absorbansinya pada panjang gelombang asam benzoat 229 nm dan vitamin C 242 nm. Penelitian ini terlebih dahulu dilakukan dengan penetapan kadar baku asam benzoat dan vitamin C, selanjutnya dilakukan analisis kandungan natrium benzoat dan vitamin C secara simultan pada minuman sari buah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan natrium benzoat untuk sampel A sebesar (312,54 ± 9,0464) mg/kg, untuk sampel B (226,08 ± 1,2558) mg/kg, untuk sampel C (183,95 ± 0,8519) mg/kg, untuk sampel D (347,68 ± 3,6567) mg/kg, dan kandungan vitamin C yang dianalisis untuk sampel A yaitu sebesar (542,19 ± 13,1487) mg/kg, untuk sampel B (255,07 ± 1,8021) mg/kg, untuk sampel C (152,24 ± 0,2067) mg/kg, dan untuk sampel D (97,39 ± 2,8176) mg/kg.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa metode spektrofotometri ultraviolet dapat digunakan untuk penetapan kadar natrium benzoat dan vitamin C secara simultan dengan memenuhi persyaratan validasi metode yaitu hasil uji perolehan kembali sebesar 84,34% untuk asam benzoat dan 109,32% untuk vitamin C, hasil simpangan baku relatif (RSD) sebesar 0,37% untuk asam benzoat dan 2,21% untuk vitamin C.

Kata kunci: Minuman Sari Buah, Natrium Benzoat, Vitamin C, Spektrofotometri Ultraviolet, Simultan, Persamaan Regresi


(7)

ANALYSIS OF VITAMIN C AND SODIUM BENZOATE IN

FRUIT BEVERAGE SIMULTANEOUSLY WITH

ULTRAVIOLET SPECTROFOTOMETRY

ABSTRACT

Fruit beverageis one of many drinks that attract public attention because this drink contains vitamins, one of which is vitamin C. Preservative that is often used is benzoate which found in the form of sodium benzoate or potassium benzoate. The purpose of this study was to test the ultraviolet spectrophotometric method validation in the determination of sodium benzoate and vitamin C simultaneously with regression equation as the calculation method.

This study method is done by ultraviolet spectrophotometry using calculation of regression equation that measured at wavelength of benzoic acid 229 nm and vitamin C 242 nm. Firstly, this study conducted by assay mixture of benzoic acid and vitamin C, then we do content analysis of sodium benzoate and vitamin C simultaneously in fruit beverage.

The content of sodium benzoate in fruit beverages for sample A are (312.54 ± 9.0464) mg/kg, for sample B (226.08 ± 1.2558) mg/kg, for sample C (183.95 ± 0.8519) mg/kg, for sample D (347.68 ± 3.6567) mg/kg and the content of vitamin C that were analyzed for sample A are (542.19 ± 13.1487) mg/kg, for sample B (255.07 ± 1.8021) mg/kg, for sample C (152.24 ± 0.2067) mg/kg, and for sample D (97.39 ± 2.8176) mg/kg.

Based on the results of this study can be concluded that ultraviolet spectrophotometry can be used for assay of sodium benzoate and vitamin C simultaneously where the results meet the requirements of method validation. The results of recovery are 84.34% for benzoic acid and 109.32% for vitamin C, the results of the relative standard deviation (RSD) are 0.37% for benzoic acid and 2.21% for vitamin C.

Keywords: Fruit Beverage, Sodium Benzoate, Vitamin C, Simultaneous, Ultraviolet Spectrophotometry


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Minuman Sari Buah ... 6

2.2 Bahan Tambahan Pangan ... 6

2.3 Bahan Pengawet ... 7

2.4 Natrium Benzoat ... 9

2.4.1 Uraian bahan ... 9


(9)

2.4.3 Efek terhadap kesehatan ... 10

2.5 Vitamin C ... 10

2.5.1 Uraian bahan ... 10

2.5.2 Fungsi vitamin C ... 11

2.5.3 Kebutuhan vitamin C ... 12

2.5.4 Defisiensi vitamin C ... 12

2.5.5 Efek samping ... 13

2.6 Spektrofotometri Ultraviolet ... 13

2.6.1 Teori spektrofotometri ultraviolet ... 13

2.6.2 Hukum Lambert-Beer ... 14

2.6.3 Penggunaan spektrofotometri ultraviolet ... 14

2.6.3.1 Analisis kualitatif ... 15

2.6.3.2 Analisis kuantitatif ... 15

2.7 Validasi Metode ... 19

BAB III METODE PENELITIAN ... 22

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 22

3.2 Bahan-bahan ... 22

2.2.1 Sampel ... 22

2.2.2 Pereaksi ... 22

3.3 Alat-alat ... 23

3.4 Pembuatan Pereaksi ... 23

3.4.1 Larutan HCl 0,1 N ... 23

3.4.2 Larutan natrium hidroksida 0,05 N ... 23


(10)

3.5 Metode Pengambilan Sampel ... 23

3.6 Analisis Kualitatif ... 24

3.6.1 Analisis kualitatif asam benzoat ... 24

3.6.1.1 Reaksi besi (III) klorida ... 24

3.6.1.2 Reaksi kristal dengan asam pikrat ... 24

3.6.2 Analisis kualitatif vitamin C ... 24

3.6.2.1 Reaksi besi (III) klorida ... 24

3.6.2.2 Metode pita Kelli ... 24

3.7 Analisis Kuantitatif ... 25

3.7.1 Penentuan kadar baku pembanding asam benzoat ... 25

3.7.2 Pembuatan larutan induk baku ... 25

3.7.2.1 Pembuatan larutan induk baku asam benzoat .. 25

3.7.2.2 Pembuatan larutan induk baku vitamin C ... 26

3.7.3 Penentuan panjang gelombang maksimum ... 26

3.7.3.1 Penentuan panjang gelombang maksimum asam benzoat ... 26

3.7.3.2 Penentuan panjang gelombang maksimum vitamin C ... 26

3.7.4 Pembuatan kurva serapan gabungan (overlap) asam benzoat dan vitamin C (7:8) ... 26

3.7.5 Pembuatan kurva kalibrasi ... 27

3.7.5.1 Pembuatan kurva kalibrasi asam benzoat ... 27

3.7.5.2 Pembuatan kurva kalibrasi vitamin C ... 27

3.7.6 Penetapan kadar baku asam benzoat dan vitamin C ... 28

3.7.6.1 Penetapan kadar baku asam benzoat ... 28


(11)

3.7.7 Penetapan kadar baku asam benzoat dan vitamin C

secara simultan ... 28

3.7.8 Penetapan kadar natrium benzoat dan vitamin C dalam sampel ... 28

3.7.8.1 Penetapan kadar natrium benzoat dan vitamin C dalam sampel A ... 28

3.7.8.2 Penetapan kadar natrium benzoat dan vitamin C dalam sampel B ... 29

3.7.8.3 Penetapan kadar natrium benzoat dan vitamin C dalam sampel C ... 29

3.7.8.4 Penetapan kadar natrium benzoat dan vitamin C dalam sampel D ... 29

3.7.9 Analisis data secara statistik ... 30

3.8 Validasi Metode Analisis ... 31

3.8.1 Uji perolehan kembali (recovery) ... 31

3.8.2 Simpangan baku relatif ... 32

3.8.3 Penentuan batas deteksi (Limit of Detection) dan batas kuantitasi (Limit of Quantitation) secara simultan ... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

4.1 Analisis kualitatif natrium benzoat dan vitamin C pada sampel ... 34

4.2 Analisis Kuantitatif ... 35

4.2.1 Penentuan kadar baku pembanding asam benzoat ... 35

4.2.2 Penentuan panjang gelombang maksimum ... 35

4.2.3 Pembuatan gabungan kurva serapan (overlap) asam benzoat dan vitamin C ... 36

4.2.4 Kurva kalibrasi ... 37

4.2.4.1 Kurva kalibrasi asam benzoat (

229

)

... 37


(12)

4.2.4.3 Kurva kalibrasi vitamin C (

229

)

... 39

4.2.4.4 Kurva kalibrasi vitamin C (

242

)

... 40

4.2.5 Penetapan kadar baku asam benzoat dan vitamin C ... 41

4.2.6 Penetapan kadar baku asam benzoat dan vitamin C secara simultan ... 41

4.2.7 Penetapan kadar natrium benzoat dan vitamin C dalam sampel ... 42

4.3 Validasi Metode Analisis ... 43

4.3.1 Uji perolehan kembali (recovery) ... 43

4.3.2 Simpangan baku relatif ... 44

4.3.3 Batas deteksi dan batas kuantitasi ... 44

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

5.1 Kesimpulan ... 45

5.2 Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Hasil Analisis Kualitatif Natrium Benzoat dan Vitamin C pada

Sampel ... 34 Tabel 2. Hasil Analisis Kuantitatif Natrium Benzoat dan Vitamin C pada

Sampel ... 42 Tabel 3. Persen Uji Perolehan Kembali (recovery) Asam Benzoat dan


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Rumus Bangun Natrium Benzoat ... 9

Gambar 2. Rumus Bangun Vitamin C ... 11

Gambar 3. Spektrum Absorpsi Senyawa X dan Y (tidak ada tumpang tindih) ... 17

Gambar 4. Spektrum Absorpsi Senyawa X dan Y (tumpang tindih satu arah) ... 18

Gambar 5. Spektrum Absorpsi Senyawa X dan Y (tumpang tindih dua arah) ... 19

Gambar 6. Kurva Serapan Baku Pembanding Asam Benzoat ... 35

Gambar 7. Kurva Serapan Baku Pembanding Vitamin C ... 36

Gambar 8. Gabungan Kurva Serapan (Overlap) Baku Pembanding Asam Benzoat dan Baku Pembanding Vitamin C (7:8) ... 37

Gambar 9. Kurva Kalibrasi Asam Benzoat (

229

) ...

38

Gambar 10. Kurva Kalibrasi Asam Benzoat (

242

) ...

39

Gambar 11. Kurva Kalibrasi Vitamin C (

229

) ...

39


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Perhitungan Konsentrasi Asam Benzoat ... 49 Lampiran 2. Perhitungan Konsentrasi Vitamin C ... 50 Lampiran 3. Perhitungan Kadar Baku Pembanding Asam Benzoat ... 51 Lampiran 4. Data Kalibrasi Asam Benzoat pada Panjang Gelombang

229 nm dengan Spektrofotometri Ultraviolet,

Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan Koefisien

Korelasi (r) ... 53 Lampiran 5. Data Kalibrasi Asam Benzoat pada Panjang Gelombang

242 nm dengan Spektrofotometri Ultraviolet,

Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan Koefisien

Korelasi (r) ... 55 Lampiran 6. Data Kalibrasi Vitamin C pada Panjang Gelombang

229 nm dengan Spektrofotometri Ultraviolet,

Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan Koefisien

Korelasi (r) ... 57 Lampiran 7. Data Kalibrasi Vitamin C pada Panjang Gelombang

242 nm dengan Spektrofotometri Ultraviolet,

Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan Koefisien

Korelasi (r) ... 59 Lampiran 8. Hasil Penetapan Kadar Baku Asam Benzoat dan

Vitamin C ... 61 Lampiran 9. Hasil Penetapan Kadar Baku Asam Benzoat dan

Vitamin C Secara Simultan ... 62 Lampiran 10. Contoh Perhitungan Penetapan Kadar Baku Asam

Benzoat dan Vitamin C Secara Simultan ... 63 Lampiran 11. Hasil Analisis Kadar Natrium Benzoat dan Vitamin C

dalam Sampel ... 65 Lampiran 12. Tabel Persentasi Kadar Vitamin C dan Natrium Benzoat pada Sampel ... 67 Lampiran 13. Contoh Perhitungan Kadar Natrium Benzoat dan


(16)

Lampiran 14. Contoh Perhitungan Kadar Natrium Benzoat dan

Vitamin C dalam Sampel B ... 72

Lampiran 15. Contoh Perhitungan Kadar Natrium Benzoat dan Vitamin C dalam Sampel C ... 75

Lampiran 16. Contoh Perhitungan Kadar Natrium Benzoat dan Vitamin C dalam Sampel D ... 78

Lampiran 17. Contoh Perhitungan Persentasi Kadar Vitamin C dan Natrium Benzoat pada Sampel ... 81

Lampiran 18. Perhitungan Statistik Kadar Natrium Benzoat dan Vitamin C dalam Sampel A ... 84

Lampiran 19. Perhitungan Statistik Kadar Natrium Benzoat dan Vitamin C dalam Sampel B ... 88

Lampiran 20. Perhitungan Statistik Kadar Natrium Benzoat dan Vitamin C dalam Sampel C ... 92

Lampiran 21. Perhitungan Statistik Kadar Natrium Benzoat dan Vitamin C dalam Sampel D ... 95

Lampiran 22. Perhitungan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 100

Lampiran 23. Hasil Uji Perolehan Kembali Asam Benzoat dan Vitamin C Setelah Penambahan Masing-Masing Larutan Standar pada Sampel ... 104

Lampiran 24. Contoh Perhitungan Uji Perolehan Kembali Asam Benzoat dan Vitamin C pada Sampel ... 105

Lampiran 25. Perhitungan Simpangan Baku Relatif (RSD) Kadar Asam Benzoat dan Vitamin C pada Sampel ... 110

Lampiran 26. Perhitungan Pembuatan HCl 0,1 N ... 112

Lampiran 27. Perhitungan Pembuatan NaOH 0,05 N ... 113

Lampiran 28. Daftar Nilai Distribusi t ... 114

Lampiran 29. Sertifikat Baku Vitamin C ... 115

Lampiran 30. Gambar Sampel Minuman Sari Buah ... 116

Lampiran 31. Gambar Hasil Analisis Kualitatif Natrium Benzoat dan Vitamin C ... 117


(17)

(18)

ANALISIS KANDUNGAN VITAMIN C DAN NATRIUM

BENZOAT PADA MINUMAN SARI BUAH SECARA

SIMULTAN DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI

ULTRAVIOLET

ABSTRAK

Minuman sari buah merupakan minuman yang cukup banyak menarik perhatian masyarakat karena mengandung vitamin, salah satunya yaitu vitamin C. Pengawet yang sering digunakan yaitu asam benzoat biasanya terdapat dalam bentuk natrium benzoat atau kalium benzoat. Tujuan penelitian ini untuk uji validasi metode spektrofotometri ultraviolet pada penetapan kadar natrium benzoat dan vitamin C secara simultan dengan metode perhitungan persamaan regresi.

Metode penelitian ini dilakukan dengan metode spektrofotometri ultraviolet menggunakan perhitungan persamaan regresi yang diukur absorbansinya pada panjang gelombang asam benzoat 229 nm dan vitamin C 242 nm. Penelitian ini terlebih dahulu dilakukan dengan penetapan kadar baku asam benzoat dan vitamin C, selanjutnya dilakukan analisis kandungan natrium benzoat dan vitamin C secara simultan pada minuman sari buah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan natrium benzoat untuk sampel A sebesar (312,54 ± 9,0464) mg/kg, untuk sampel B (226,08 ± 1,2558) mg/kg, untuk sampel C (183,95 ± 0,8519) mg/kg, untuk sampel D (347,68 ± 3,6567) mg/kg, dan kandungan vitamin C yang dianalisis untuk sampel A yaitu sebesar (542,19 ± 13,1487) mg/kg, untuk sampel B (255,07 ± 1,8021) mg/kg, untuk sampel C (152,24 ± 0,2067) mg/kg, dan untuk sampel D (97,39 ± 2,8176) mg/kg.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa metode spektrofotometri ultraviolet dapat digunakan untuk penetapan kadar natrium benzoat dan vitamin C secara simultan dengan memenuhi persyaratan validasi metode yaitu hasil uji perolehan kembali sebesar 84,34% untuk asam benzoat dan 109,32% untuk vitamin C, hasil simpangan baku relatif (RSD) sebesar 0,37% untuk asam benzoat dan 2,21% untuk vitamin C.

Kata kunci: Minuman Sari Buah, Natrium Benzoat, Vitamin C, Spektrofotometri Ultraviolet, Simultan, Persamaan Regresi


(19)

ANALYSIS OF VITAMIN C AND SODIUM BENZOATE IN

FRUIT BEVERAGE SIMULTANEOUSLY WITH

ULTRAVIOLET SPECTROFOTOMETRY

ABSTRACT

Fruit beverageis one of many drinks that attract public attention because this drink contains vitamins, one of which is vitamin C. Preservative that is often used is benzoate which found in the form of sodium benzoate or potassium benzoate. The purpose of this study was to test the ultraviolet spectrophotometric method validation in the determination of sodium benzoate and vitamin C simultaneously with regression equation as the calculation method.

This study method is done by ultraviolet spectrophotometry using calculation of regression equation that measured at wavelength of benzoic acid 229 nm and vitamin C 242 nm. Firstly, this study conducted by assay mixture of benzoic acid and vitamin C, then we do content analysis of sodium benzoate and vitamin C simultaneously in fruit beverage.

The content of sodium benzoate in fruit beverages for sample A are (312.54 ± 9.0464) mg/kg, for sample B (226.08 ± 1.2558) mg/kg, for sample C (183.95 ± 0.8519) mg/kg, for sample D (347.68 ± 3.6567) mg/kg and the content of vitamin C that were analyzed for sample A are (542.19 ± 13.1487) mg/kg, for sample B (255.07 ± 1.8021) mg/kg, for sample C (152.24 ± 0.2067) mg/kg, and for sample D (97.39 ± 2.8176) mg/kg.

Based on the results of this study can be concluded that ultraviolet spectrophotometry can be used for assay of sodium benzoate and vitamin C simultaneously where the results meet the requirements of method validation. The results of recovery are 84.34% for benzoic acid and 109.32% for vitamin C, the results of the relative standard deviation (RSD) are 0.37% for benzoic acid and 2.21% for vitamin C.

Keywords: Fruit Beverage, Sodium Benzoate, Vitamin C, Simultaneous, Ultraviolet Spectrophotometry


(20)

ANALISIS KANDUNGAN VITAMIN C DAN NATRIUM

BENZOAT PADA MINUMAN SARI BUAH SECARA

SIMULTAN DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI

ULTRAVIOLET

ABSTRAK

Minuman sari buah merupakan minuman yang cukup banyak menarik perhatian masyarakat karena mengandung vitamin, salah satunya yaitu vitamin C. Pengawet yang sering digunakan yaitu asam benzoat biasanya terdapat dalam bentuk natrium benzoat atau kalium benzoat. Tujuan penelitian ini untuk uji validasi metode spektrofotometri ultraviolet pada penetapan kadar natrium benzoat dan vitamin C secara simultan dengan metode perhitungan persamaan regresi.

Metode penelitian ini dilakukan dengan metode spektrofotometri ultraviolet menggunakan perhitungan persamaan regresi yang diukur absorbansinya pada panjang gelombang asam benzoat 229 nm dan vitamin C 242 nm. Penelitian ini terlebih dahulu dilakukan dengan penetapan kadar baku asam benzoat dan vitamin C, selanjutnya dilakukan analisis kandungan natrium benzoat dan vitamin C secara simultan pada minuman sari buah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan natrium benzoat untuk sampel A sebesar (312,54 ± 9,0464) mg/kg, untuk sampel B (226,08 ± 1,2558) mg/kg, untuk sampel C (183,95 ± 0,8519) mg/kg, untuk sampel D (347,68 ± 3,6567) mg/kg, dan kandungan vitamin C yang dianalisis untuk sampel A yaitu sebesar (542,19 ± 13,1487) mg/kg, untuk sampel B (255,07 ± 1,8021) mg/kg, untuk sampel C (152,24 ± 0,2067) mg/kg, dan untuk sampel D (97,39 ± 2,8176) mg/kg.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa metode spektrofotometri ultraviolet dapat digunakan untuk penetapan kadar natrium benzoat dan vitamin C secara simultan dengan memenuhi persyaratan validasi metode yaitu hasil uji perolehan kembali sebesar 84,34% untuk asam benzoat dan 109,32% untuk vitamin C, hasil simpangan baku relatif (RSD) sebesar 0,37% untuk asam benzoat dan 2,21% untuk vitamin C.

Kata kunci: Minuman Sari Buah, Natrium Benzoat, Vitamin C, Spektrofotometri Ultraviolet, Simultan, Persamaan Regresi


(21)

ANALYSIS OF VITAMIN C AND SODIUM BENZOATE IN

FRUIT BEVERAGE SIMULTANEOUSLY WITH

ULTRAVIOLET SPECTROFOTOMETRY

ABSTRACT

Fruit beverageis one of many drinks that attract public attention because this drink contains vitamins, one of which is vitamin C. Preservative that is often used is benzoate which found in the form of sodium benzoate or potassium benzoate. The purpose of this study was to test the ultraviolet spectrophotometric method validation in the determination of sodium benzoate and vitamin C simultaneously with regression equation as the calculation method.

This study method is done by ultraviolet spectrophotometry using calculation of regression equation that measured at wavelength of benzoic acid 229 nm and vitamin C 242 nm. Firstly, this study conducted by assay mixture of benzoic acid and vitamin C, then we do content analysis of sodium benzoate and vitamin C simultaneously in fruit beverage.

The content of sodium benzoate in fruit beverages for sample A are (312.54 ± 9.0464) mg/kg, for sample B (226.08 ± 1.2558) mg/kg, for sample C (183.95 ± 0.8519) mg/kg, for sample D (347.68 ± 3.6567) mg/kg and the content of vitamin C that were analyzed for sample A are (542.19 ± 13.1487) mg/kg, for sample B (255.07 ± 1.8021) mg/kg, for sample C (152.24 ± 0.2067) mg/kg, and for sample D (97.39 ± 2.8176) mg/kg.

Based on the results of this study can be concluded that ultraviolet spectrophotometry can be used for assay of sodium benzoate and vitamin C simultaneously where the results meet the requirements of method validation. The results of recovery are 84.34% for benzoic acid and 109.32% for vitamin C, the results of the relative standard deviation (RSD) are 0.37% for benzoic acid and 2.21% for vitamin C.

Keywords: Fruit Beverage, Sodium Benzoate, Vitamin C, Simultaneous, Ultraviolet Spectrophotometry


(22)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Minuman ringan (soft drink) berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.00.05.52.4040 tentang Kategori Pangan adalah minuman yang tidak mengandung alkohol yang merupakan minuman olahan dalam bentuk bubuk atau cair yang mengandung bahan makanan atau bahan tambahan lainnya baik alami maupun sintetik yang dikemas dalam kemasan siap untuk dikonsumsi. Beberapa contoh minuman ringan yang saat ini banyak beredar di pasaran yaitu minuman berkarbonasi, minuman isotonik, minuman sari buah, kopi, teh dan lain-lain.

Menurut SNI 01-3719-1995, minuman sari buah (fruit juice) adalah minuman ringan yang dibuat dari sari buah dan air minum dengan atau tanpa penambahan gula dan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Produk minuman sari buah mampu menarik perhatian masyarakat dengan cukup kuat karena selain memiliki rasa yang enak dan menyegarkan, minuman ini juga mengandung vitamin yang baik bagi kesehatan.

Vitamin yang banyak terdapat dalam buah-buahan salah satunya adalah vitamin C. Salah satu fungsi utama vitamin C berkaitan dengan sintesis kolagen. Kolagen adalah sejenis protein yang merupakan salah satu komponen utama dari jaringan ikat, tulang, gigi, pembuluh darah dan mempercepat proses penyembuhan. Studi populasi menunjukkan bahwa vitamin C efektif dalam membantu mencegah kanker tertentu (seperti kanker esofagus, mulut dan perut), penyakit


(23)

kardiovaskular, dan katarak pada mata, yang mungkin disebabkan oleh kemampuan antioksidannya (Wardlaw, 2003).

Di dalam minuman sari buah ini umumnya juga ditambahkan bahan-bahan lain, seperti pemanis, pewarna, pengatur keasaman, dan pengawet. Menurut Cahyadi (2012), pengawet yang banyak dijual di pasaran dan digunakan untuk mengawetkan berbagai bahan makanan adalah benzoat, yang biasanya terdapat dalam bentuk natrium benzoat atau kalium benzoat karena lebih mudah larut. Benzoat sering digunakan untuk mengawetkan berbagai pangan dan minuman seperti sari buah, minuman ringan, saus tomat, saus sambal, selai, jeli, manisan, kecap, dan lain-lain.

Derajat penghambatan terhadap kerusakan bahan pangan oleh mikroba bervariasi dengan jenis bahan pengawet yang digunakan dan besarnya penghambatan ditentukan oleh konsentrasi bahan pengawet yang digunakan. Keamanan senyawa-senyawa kimia dalam bahan pangan sangat perlu diperhatikan, baik senyawa kimia yang ditambahkan dari luar bahan pangan maupun senyawa kimia yang terdapat secara alami dalam bahan pangan itu sendiri (Cahyadi, 2012).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/MenKes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan, kadar natrium benzoat dalam minuman ringan yang diizinkan yaitu 600 mg/kg. Penderita asma dan orang yang menderita urtikaria sangat sensitif terhadap asam benzoat dan jika dikonsumsi dalam jumlah besar akan mengiritasi lambung (Cahyadi, 2012).

Pada label kemasan sebagian besar produk minuman sari buah yang beredar di pasaran tidaklah dicantumkan kadar pengawet (natrium benzoat) yang


(24)

digunakan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kadar natrium benzoat tersebut dalam produk minuman sari buah sehingga dapat diketahui apakah memenuhi persyaratan atau tidak. Selain itu, peneliti juga tertarik untuk mengetahui kadar vitamin yang terkandung dalam minuman sari buah, dalam hal ini ialah vitamin C (asam askorbat).

Penetapan kadar natrium benzoat dapat dilakukan dengan beberapa metode diantaranya titrasi, spektrofotometri ultraviolet, kromatografi gas dan HPLC, sedangkan untuk vitamin C dapat digunakan metode titrasi, spektrofotometri uv/vis dan HPLC. Dalam sediaan dimana terdapat kedua zat tersebut, umumnya dilakukan penetapan kadar secara parsial.

Penetapan kadar dua zat telah dapat dilakukan secara simultan dengan spektrofotometri ultraviolet. Sari, dkk (2012) telah melakukan analisis spektrofotometri uv/vis untuk menetapkan kadar kafein dan natrium benzoat dalam minuman berenergi secara simultan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk menetapkan kadar vitamin C dan natrium benzoat secara simultan menggunakan metode spektrofotometri ultraviolet. Selain itu, penetapan kadar dua zat secara simultan dengan metode spektrofotometri ultraviolet memiliki kelebihan yaitu kedua zat tersebut tidak perlu dipisahkan terlebih dahulu sehingga pengukuran menjadi lebih praktis. Perhitungan secara simultan dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu dengan persamaan multikomponen, matriks dan persamaan regresi. Pada saat ini, perhitungan dengan metode persamaan regresi belum pernah dilakukan untuk penentuan kadar natrium benzoat dan vitamin C.


(25)

1.2Perumusan Masalah

1. apakah natrium benzoat dan vitamin C dapat dianalisa secara simultan dengan metode spektrofotometri ultraviolet dan perhitungan secara persamaan regresi? 2. apakah kandungan natrium benzoat dan vitamin C dalam minuman sari buah

dapat dianalisa secara simultan yang memenuhi uji validasi metode?

3. apakah jumlah pengawet natrium benzoat dalam minuman sari buah yang beredar di kota Medan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722 tentang bahan tambahan pangan (yaitu tidak lebih dari 600 mg/kg)?

1.3Hipotesis Penelitian

1. natrium benzoat dan vitamin C dapat dianalisa secara simultan dengan metode spektrofotometri ultraviolet dan perhitungan secara persamaan regresi.

2 kandungan natrium benzoat dan vitamin C dalam minuman sari buah dapat dianalisa secara simultan yang memenuhi uji validasi metode.

3 jumlah pengawet natrium benzoat dalam minuman sari buah yang beredar di kota Medan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722 tentang bahan tambahan pangan (yaitu tidak lebih dari 600 mg/kg).

1.4Tujuan Penelitian

1. untuk menetapkan kadar natrium benzoat dan vitamin C secara simultan dengan metode spektrofotometri ultraviolet dan perhitungan secara persamaan regresi.


(26)

2. untuk menentukan validasi spektrofotometer ultraviolet pada penetapan kadar natrium benzoat dan vitamin C dalam minuman sari buah.

3. untuk mengetahui kesesuaian jumlah pengawet natrium benzoat dalam minuman sari buah yang beredar di kota Medan dengan standar yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722 tentang bahan tambahan pangan (yaitu tidak lebih dari 600 mg/kg).

1.5Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai kandungan vitamin C dan pengawet natrium benzoat pada berbagai minuman sari buah yang beredar di kota Medan apakah telah sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722 tentang bahan tambahan pangan (yaitu sebesar 600 mg/kg) serta dapat memanfaatkan metode ini untuk menganalisis zat atau komponen lainnya pada penelitian selanjutnya.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minuman Sari Buah

Menurut SNI 01-3719-1995, minuman sari buah (fruit juice) adalah minuman ringan yang dibuat dari sari buah dan air minum dengan atau tanpa penambahan gula dan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Keuntungan yang dapat diperoleh dari konsumsi minuman sari buah atau jus yaitu kemudahan dalam menghabiskannya. Selain itu, konsistensi yang cair dari jus memungkinkan zat-zat terlarutnya mudah diserap oleh tubuh. Dengan dibuat jus, dinding sel selulosa dari buah akan hancur dan larut sehingga lebih mudah untuk dicerna oleh lambung dan saluran pencernaan (Wirakusumah, 2013).

Jus merupakan cara mudah mengolah buah menjadi menarik. Mengolah buah menjadi jus sangat baik bagi pertumbuhan anak. Sebab, tubuh anak akan memperoleh sumber mineral, sumber cairan, sumber vitamin dan sumber senyawa fitokimia serta karbohidrat dengan indeks glikemik rendah. Jus buah juga mengandung berbagai mineral seperti fosfor, magnesium, besi, kalsium, dan potasium (Safrilia, 2014).

2.2 Bahan Tambahan Pangan

Pengertian bahan tambahan pangan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 772/Menkes/Per/IX/88 secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja


(28)

ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan dan penyimpanan. Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan (Cahyadi, 2012).

Menurut Cahyadi (2012), pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu sebagai berikut.

1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan tersebut dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna dan pengeras.

2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan, dan pengemasan, contoh pestisida dan antibiotik.

2.3 Bahan pengawet

Bahan pengawet makanan adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian, dan perusakan lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Kerusakan tersebut dapat disebabkan oleh fungi, bakteria dan mikroba lainnya (Afrianti, 2010).


(29)

Tujuan utama penambahan bahan pengawet makanan adalah untuk memperpanjang umur simpan tanpa menurunkan kualitas makanan dan tidak bersifat mengganggu kesehatan manusia. Oleh karena itu bahan pengawet makanan harus memenuhi persyaratan sebagai bahan tambahan kimia yang layak sebagai bahan tambahan makanan (Afrianti, 2010).

Pengawetan dengan zat pengawetan makanan dibedakan menjadi tiga jenis. Pertama GRAS (Generally Recognized as Safe), yang biasanya bersifat alami sehingga tidak menimbulkan efek racun pada tubuh. Kedua, pengawet yang ditentukan pemakaiannya oleh ADI (Acceptable Daily Intake), yang disesuaikan dengan batas penggunaan hariannya untuk kesehatan konsumen. Ketiga, zat pengawet yang tidak layak dikonsumsi sama sekali, seperti boraks dan formalin. Penggunaan bahan pengawet makanan sudah ada ketentuannya (Afrianti, 2010).

Menurut Cahyadi (2012), zat pengawet terdiri dari senyawa organik dan anorganik dalam bentuk asam dan garamnya. Berikut merupakan jenis bahan pengawet berdasarkan bahan asalnya :

a. Zat pengawet anorganik

Zat pengawet anorganik yang masih sering dipakai adalah sulfit, hidrogen peroksida, nitrat, dan nitrit. Sulfit digunakan dalam bentuk gas SO2, garam Na

atau K sulfit, bisulfit, dan metabisulfit. b. Zat pengawet organik

Zat pengawet organik lebih banyak dipakai daripada yang organik karena bahan ini lebih mudah dibuat. Zat kimia yang sering dipakai sebagai bahan pengawet ialah asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat, dan epoksida.


(30)

2.4 Natrium Benzoat 2.4.1 Uraian Bahan

Menurut Ditjen POM (1995), sifat fisikokimia natrium benzoat adalah sebagai berikut:

a. Rumus bangun :

Gambar 1. Rumus bangun natrium benzoat b. Rumus molekul : C

7H5NaO2

c. Berat molekul : 144,11

d. Nama kimia : Natrium benzoat

e. Kandungan : tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5% C

7H5NaO2,dihitung terhadap zat anhidrat.

f. Pemerian : Granul atau serbuk hablur, putih; tidak berbau atau praktis tidak berbau; stabil di udara.

g. Kelarutan : Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol dan lebih mudah larut dalam etanol 90%.

2.4.2 Mekanisme Kerja sebagai Pengawet

Asam benzoat dan garamnya sebagai anti mikroorganisme tergantung pada pH, karena pH sangat menentukan jumlah asam yang terdisosiasi. Pada pH 2,19 asam yang tidak terdisosiasi adalah 99%, pada pH 4,2 asam yang tidak terdisosiasi adalah 50% (Afrianti, 2010).


(31)

Turunnya pH medium akan menaikkan proporsi asam yang tidak terdisosiasi karena asam yang tak terdisosiasi penentu utama peranan pengawet. Asam benzoat sangat efektif dalam menghambat pertumbuhan mikroba dalam bahan pangan dengan pH rendah, seperti sari buah dan minuman penyegar (Cahyadi, 2012).

Natrium benzoat sebagai anti mikroorganisme berperan dalam mengganggu permeabilitas membran sel. Asam benzoat mempunyai pH optimal untuk menghambat mikroorganisme yaitu pH 2,5-4,0 (Afrianti, 2010).

2.4.3 Efek terhadap Kesehatan

Pada penderita asma dan orang yang menderita urtikaria sangat sensitif terhadap asam benzoat, jika dikonsumsi dalam jumlah besar akan mengiritasi lambung (Cahyadi, 2012).

2.5 Vitamin C 2.5.1 Uraian Bahan

Menurut Ditjen POM (1995), sifat fisikokimia vitamin C adalah sebagai berikut:

a. Rumus bangun :


(32)

b. Rumus molekul : C

6H8O6

c. Berat molekul : 176,13

d. Nama kimia : L-Asam askorbat

e. Kandungan : tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5% C

6H8O6

f. Pemerian : Hablur atau serbuk putih atau agak kuning. Oleh pengaruh cahaya lambat laun menjadi berwarna gelap. Dalam keadaan kering stabil diudara, dalam larutan cepat teroksidasi.

g. Kelarutan : Mudah larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol; tidak larut dalam kloroform, dalam eter dan dalam benzena. 2.6.2 Fungsi Vitamin C

Salah satu fungsi utama vitamin C berkaitan dengan sintesis kolagen. Kolagen adalah sejenis protein yang merupakan salah satu komponen utama dari jaringan ikat, tulang, gigi, pembuluh darah dan mempercepat proses penyembuhan (Wardlaw, 2003).

Vitamin C merupakan salah satu antioksidan yang larut dalam air. Kemampuan antioksidan vitamin C dapat mengurangi pembentukan nitrosamin yang dapat menyebabkan kanker di perut dan menjaga koenzim folat utuh. Vitamin C dan vitamin E bekerja sama sebagai penangkal radikal bebas. Vitamin C juga dapat membantu mengaktifkan kembali vitamin E yang teroksidasi sehingga dapat digunakan kembali. Studi populasi menunjukkan bahwa vitamin C efektif dalam membantu mencegah kanker tertentu (seperti kanker esofagus, mulut dan perut), penyakit kardiovaskular, dan katarak pada mata, yang mungkin disebabkan oleh kemampuan antioksidannya (Wardlaw, 2003).


(33)

Vitamin C dibutuhkan dalam reaksi hidroksilasi di dalam otak untuk hidroksilasi dopamin (dibentuk dari asam amino tirosin) untuk menghasilkan norepinefrin (noradrenalin), yang dapat dikonversikan menjadi bentuk epinefrin (adrenalin) (William dan Caliendo, 1984).

2.5.3 Kebutuhan Vitamin C

Angka Kecukupan Gizi (AKG) vitamin C ialah 35 mg sehari untuk bayi dan meningkat sampai kira-kira 60 mg sehari pada dewasa. Kebutuhan akan vitamin C meningkat 300-500% pada penyakit infeksi, tuberkulosis, tukak peptik, penyakit neoplasma, pasca bedah atau trauma, pada hipertiroid, kehamilan dan laktasi. Pada masa hamil dan laktasi diperlukan tambahan vitamin C 10-25 mg/hari (Dewoto, 2009).

Perokok perlu menambahkan sebanyak 35 mg vitamin C per hari untuk kecukupan gizi yang dianjurkan karena tekanan besar pada paru-paru mereka yang disebabkan oleh zat-zat beracun dari asap rokok. Para ahli gizi terkemuka yang menganjurkan peningkatan penggunaan vitamin C sering merekomendasikan asupan sekitar 200 mg per hari (Wardlaw, 2003).

2.5.4 Defisiensi Vitamin C

Kekurangan asupan vitamin C dapat menyebabkan skorbut. Dalam kasus-kasus skorbut spontan, biasanya terjadi gigi mudah tanggal, gingivitis, dan anemia, yang mungkin disebabkan oleh adanya fungsi spesifik asam askorbat dalam sintesis hemoglobin. Skorbut dikaitkan dengan gangguan sintesis kolagen yang manifestasinya berupa luka yang sulit sembuh, gangguan pembentukan gigi, dan robeknya kapiler (Gilman, dkk, 2012).


(34)

2.5.5 Efek Samping

Vitamin C dengan dosis lebih dari 1 g/hari dapat menyebabkan diare. Hal ini terjadi karena efek iritasi langsung pada mukosa usus yang mengakibatkan peningkatan peristaltik. Dosis besar tersebut juga meningkatkan bahaya terbentuknya batu ginjal, karena sebagian vitamin C dimetabolisme dan diekskresi sebagai oksalat (Dewoto, 2009).

2.6 Spektrofotometri Ultraviolet

2.6.1 Teori Spektrofotometri Ultraviolet

Spektrofotometer ultraviolet adalah alat yang digunakan dalam pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar ultraviolet yang diabsorpsi oleh sampel. Sinar ultraviolet memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan elektron pada kulit terluar ke tingkat energi lebih tinggi (Dachriyanus, 2004). Radiasi ultraviolet diabsorpsi oleh molekul organik aromatik, molekul yang mengandung elektron-π terkonjugasi dan/ atau atom yang mengandung elektron-n, menyebabkan transisi elektron di orbit terluarnya dari tingkat energi elektron dasar ke tingkat energi tereksitasi lebih tinggi (Satiadarma, dkk, 2004).

Bagian molekul yang bertanggung jawab terhadap penyerapan cahaya disebut kromofor dan terdiri atas ikatan rangkap dua atau rangkap tiga, terutama jika ikatan tersebut terkonjugasi. Semakin panjang ikatan rangkap dua atau rangkap tiga terkonjugasi di dalam molekul, molekul tersebut akan lebih mudah menyerap cahaya (Cairns, 2009). Pada molekul organik dikenal pula istilah auksokrom yang merupakan gugus fungsional yang mempunyai elektron bebas, seperti: -OH, -O, -NH2 dan –OCH3, yang memberikan transisi n→π*. T erikatnya


(35)

gugus auksokrom pada gugus kromofor akan mengakibatkan pergeseran pita absorpsi menuju ke panjang gelombang yang lebih besar (pergeseran merah atau pergeseran batokromik) (Rohman, 2007).

2.6.2 Hukum Lambert-Beer

Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan oleh larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan (Rohman, 2007). Menurut Denney dan Sinclair (1991), dalam hukum Lambert-Beer terdapat beberapa pembatasan yaitu:

1. Larutan yang menyerap cahaya adalah campuran yang homogen 2. Menggunakan sinar monokromatis

3. Rendahnya konsentrasi dari senyawa yang menyerap cahaya

Hukum Lambert-Beer umumnya ditulis dalam persamaan sebagai berikut: A = abc

Dimana: A = absorbansi a = absorptivitas b = tebal kuvet (cm) c = konsentrasi

Absorptivitas (a) merupakan suatu konstanta yang tidak tergantung pada konsentrasi, tebal kuvet dan intensitas radiasi yang mengenai larutan sampel. Absorptivitas tergantung pada suhu, pelarut, struktur molekul dan panjang gelombang radiasi. Satuan a ditentukan oleh satuan b dan c (Rohman, 2007).

2.6.3 Penggunaan Spektrofotometri Ultraviolet

Menurut Dachriyanus (2004), pada umumnya spektrofotometri ultraviolet dalam analisis senyawa organik digunakan untuk:


(36)

1. Menentukan jenis kromofor, ikatan rangkap yang terkonyugasi dan auksokrom dari suatu senyawa organik.

2. Menjelaskan informasi dari struktur berdasarkan panjang gelombang serapan maksimum suatu senyawa.

3. Mampu menganalisis senyawa organik secara kuantitatif dengan menggunakan hukum Lambert-Beer.

2.6.3.1 Analisis Kualitatif

Kegunaan spektrofotometri ultraviolet dalam analisis kualitatif sangat terbatas karena rentang daerah radiasi yang relatif sempit hanya dapat mengakomodasi sedikit sekali puncak absorpsi maksimum dan minimum, karena itu identifikasi senyawa yang tidak diketahui tidak memungkinkan untuk dilakukan (Satiadarma, dkk, 2004).

Akan tetapi, jika digabung dengan cara lain seperti spektroskopi inframerah, resonansi magnet inti dan spektroskopi massa, maka dapat digunakan untuk identifikasi atau analisis kualitatif senyawa tersebut (Rohman, 2007).

2.6.3.2 Analisis Kuantitatif

Penggunaan utama spektrofotometri ultraviolet adalah dalam analisis kuantitatif. Apabila dalam alur spektrofotometer terdapat senyawa yang mengabsorpsi radiasi, akan terjadi pengurangan kekuatan radiasi yang mencapai detektor. Parameter kekuatan energi radiasi khas yang diabsorpsi oleh molekul adalah absorban (A) yang dalam batas konsentrasi rendah nilainya sebanding dengan banyaknya molekul yang mengabsorpsi radiasi dan merupakan dasar analisis kuantitatif. Penentuan kadar senyawa organik yang mempunyai gugus kromofor dan mengabsorpsi radiasi ultraviolet-sinar tampak, penggunaannya


(37)

cukup luas. Konsentrasi kerja larutan analit umumnya 10 sampai 20 μg/ml, tetapi untuk senyawa yang nilai absorptivitasnya besar dapat diukur pada konsentrasi yang lebih rendah. Senyawa yang tidak mengabsorpsi radiasi ultraviolet-sinar tampak dapat juga ditentukan dengan spektrofotometri ultraviolet-sinar tampak, apabila ada reaksi kimia yang dapat mengubahnya menjadi kromofor atau dapat disambungkan dengan suatu pereaksi kromofor (Satiadarma, dkk, 2004).

Analisis kuantitatif dengan metode spektrofotometri ultraviolet dapat digolongkan menjadi analisis zat tunggal atau analisis satu komponen dan analisis kuantitatif dua macam zat atau lebih (analisis multikomponen).

1. Analisis kuantitatif zat tunggal (analisis satu komponen)

Terdapat dua metode penggunaan pengukuran spektrofotometri dalam analisis senyawa, yaitu metode penetapan kadar absolut dan komparatif. Metode penetapan kadar komparatif lebih disukai. Pada jenis penetapan kadar ini, larutan standar obat yang akan dianalisis disiapkan, serapan sampel dan standar ditentukan pada kondisi yang sama (Cairns, 2009), dimana menurut Holme dan Peck (1983), konsentrasi sampel dihitung dengan rumus sebagai berikut:

��

��

=

�� ��

Keterangan: As = Absorbansi baku pembanding At = Absorbansi sampel

Cs = Konsentrasi baku pembanding Ct = Konsentrasi sampel


(38)

2. Analisis Kuantitatif Campuran Dua Macam Komponen atau Lebih

Analisis campuran dua atau lebih bahan kadang-kadang ditentukan secara simultan dalam sekali pengamatan tanpa dipisahkan. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa absorbansi total dari campuran komponen merupakan jumlah serapan masing-masing komponen tersebut. Menurut Day dan Underwood (1999), ada tiga kemungkinan analisis campuran dua komponen atau lebih, yaitu:

a. Spektrum tanpa tumpang tindih (overlap)

Spektrum tidak saling tumpang tindih memungkinkan untuk menemukan suatu panjang gelombang dimana X menyerap dan Y tidak menyerap, serta panjang gelombang serapan maksimum dimana Y menyerap dan X tidak menyerap (Gambar 3). Komponen X dan Y masing-masing diukur pada λ1 dan λ2.

Gambar 3. Spektrum absorpsi senyawa X dan Y (tidak ada tumpang tindih padakedua panjang gelombang yang digunakan)

b. Spektrum tumpang tindih satu arah

Spektrum dari X dan Y tumpang tindih satu arah (Gambar 4). Y tidak

mengganggu pengukuran X pada λ1 tetapi X menyerap cukup banyak


(39)

cukup sederhana. Konsentrasi X ditetapkan langsung dari serapan larutan

pada λ1. Kemudian serapan yang diberikan oleh konsentrasi X pada λ2 dihitung dari absorptivitas molar X pada λ2 yang sebelumnya telah

diketahui. Serapan ini dikurangkan dari serapan terukur larutan pada λ2

sehingga diperoleh serapan yang disebabkan oleh komponen Y. Kemudian konsentrasi Y dapat dihitung dengan cara yang biasa.

Gambar 4. Spektrum absorpsi senyawa X dan Y (tumpang tindih satu arah, X dapat diukur tanpa gangguan Y, tetapi X mengganggu pada pengukuran langsung dari Y).

c. Spektrum tumpang tindih dua arah

Spektrum dari X dan Y saling tumpang tindih dua arah (Gambar 5), pada keadaan ini tidak ada panjang gelombang serapan maksimum dimana X dan Y menyerap tanpa gangguan. Maka perlu penyelesaian dua persamaan dengan dua variabel yang tidak diketahui. Hal ini karena serapan total dari campuran beberapa komponen merupakan jumlah serapan masing-masing komponen tersebut. Sehingga konsentrasi X dan Y yang belum diketahui dalam kedua persamaan dapat diukur dengan mudah. Dengan ditentukan bila nilai-nilai

absorptivitas molar (ε) harus diketahui dari pengukuran terhadap larutan murni komponen X dan Y pada kedua panjang gelombang itu. Pada perinsipnya


(40)

persamaan-persamaan dapat disusun untuk berbagai komponen, asal nilai absorbansi diukur pada panjang gelombang yang sama banyak dengan komponen itu.

Gambar 5. Spektrum absorbsi X dan Y (tumpang tindih dua arah. Tidak ada panjang gelombang dimana masing-masing senyawa dapat diukur tanpa mengalami gangguan oleh yang lainnya)

2.7 Validasi Metode

Validasi adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu pada prosedur penetapan yang dipakai untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004). Suatu metode harus divalidasi untuk melakukan verifikasi bahwa parameter-parameter kerjanya cukup mampu untuk mengatasi masalah analisis dan untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel dan tahan pada kisaran analit yang dianalisis (Rohman, 2007).

Akurasi (kecermatan) adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit sebenarnya. Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan dan dapat ditentukan melalui dua cara yaitu metode simulasi (spiked placebo recovery) dan metode penambahan bahan baku (standard addition method). Dalam metode simulasi,


(41)

sejumlah analit bahan murni (senyawa pembanding kimia) ditambahkan kedalam campuran bahan sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar standar yang ditambahkan (kadar sebenarnya). Dalam metode adisi (penambahan bahan baku), sejumlah sampel yang dianalisis ditambah analit dengan konsentrasi tertentu (biasanya 80% sampai 120% dari kadar analit yang diperkirakan), dicampur dan dianalisis kembali. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya (hasil yang diharapkan). Dalam kedua metode tersebut, persen perolehan kembali dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya (Harmita, 2004).

% Recovery = CF- CA

CA* ×100% Keterangan:

CF = Kadar sampel setelah penambahan baku

CA = Kadar sampel sebelum penambahan baku

CA* = Kadar larutan baku yang ditambahkan

Presisi (keseksamaan) adalah derajat kesesuain diantara masing-masing hasil uji, jika prosedur analisis diterapkan berulang kali pada sejumlah cuplikan yang diambil dari satu sampel homogen. Presisi dinyatakan sebagai deviasi standar atau deviasi standar relative (RSD). Presisi dapat diartikan pula sebagai derajat reprodusibilitas (ketertiruan) atau repeatabilitas (keterulangan) (Satiadarma, dkk, 2004). Nilai RSD dinyatakan memenuhi persyaratan jika < 10-20% (Ermer dan Miller, 2005).


(42)

Menurut Harmita (2004), batas deteksi adalah nilai parameter, yaitu konsentrasi analit terendah yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko. Batas deteksi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Batas deteksi (LOD) = 3xSB

slope

Batas kuantitasi adalah jumlah analit terkecil dalam sampel yang masih dapat diukur dalam kondisi percobaan yang sama dan memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).

Batas kuantitasi (LOQ) = 10xSB

slope

Kelinieran suatu metode analisis adalah kemampuan untuk menunjukkan bahwa nilai hasil uji langsung atau setelah diolah secara matematika, proporsional dengan konsentrasi analit dalam sampel dalam batas rentang konsentrasi tertentu (Satiadarma, dkk, 2004).


(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dimulai dari Desember 2013 hingga Februari 2014.

3.2 Bahan-bahan 3.2.1 Sampel

Sampel yang digunakan adalah minuman sari buah yang diperoleh dari pusat perbelanjaan Brastagi Supermarket (Jalan Jendral Gatot Subroto, Medan) dan dari pusat perbelanjaan Hypermart, Sun Plaza lt. 4 (Jalan Haji Zainul Arifin No. 7, Medan) yang diberi penanda sebagai sampel A, sampel B, sampel C dan sampel D. Sampel A dan B merupakan minuman yang diproduksi dari dalam negeri sedangkan sampel C dan D merupakan produk dari luar negeri.

3.2.2 Pereaksi

Semua bahan yang digunakan dalam penelitian ini berkualitas pro analis keluaran E. Merck yaitu natrium hidroksida, asam klorida, fenolftalein, asam benzoat kecuali akuades (CV. Rudang Jaya), dan vitamin C (CSPC Weisheng Pharmaceutical CO., Ltd.).


(44)

3.3 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik (Mettler Teledo), statif, klem, spatula, indikator universal Spektrofotometer UV-Visible (Hitachi U-2900), dan alat-alat gelas (Pyrex).

3.4 Pembuatan Pereaksi 3.4.1 Larutan HCl 0,1 N

Diencerkan 8,5 mL HCl 37% b/v dengan 1 liter akuades (Ditjen POM, 1979).

3.4.2 Larutan NaOH 0,05 N

Ditimbang 2,1 gram NaOH pellet kemudian larutkan NaOH pellet dalam akuades bebas CO2 sampai volume 1 liter (Ditjen POM, 1979).

3.4.3 Larutan Fenolftalein 0,2% b/v

Larutkan 200 mg fenolftalein dalam 60 mL etanol 96%. Tambahkan akuades sampai 100 mL (Ditjen POM, 1979).

3.5 Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara sampling purposif, yaitu sampel ditentukan atas dasar pertimbangan bahwa semua sampel mempunyai karakteristik yang sama dengan sampel yang diteliti (Sudjana, 2005).


(45)

3.6Analisis Kualitatif

3.6.1 Analisis Kualitatif Natrium Benzoat 3.6.1.1 Reaksi besi (III) klorida

Dimasukkan sebanyak 2 mL larutan sampel ke dalam tabung reaksi kemudian ditetesi dengan larutan besi (III) klorida maka akan terbentuk endapan merah-kecokelatan (Vogel, 1985). Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 1, halaman 34.

3.6.1.2 Reaksi kristal dengan asam pikrat

Larutan sampel diteteskan 2-3 tetes pada object glass kemudian tetesi dengan larutan asam pikrat, dibiarkan ± 5 menit, lalu amati di bawah mikroskop. Jika terdapat natrium, akan terbentuk jarum-jarum halus tersusun di pinggir (Vogel, 1985). Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 1, halaman 34.

3.6.2 Analisis Kualitatif Vitamin C 3.6.2.1 Reaksi besi (III) klorida

Dimasukkan sebanyak 2 mL larutan sampel ke dalam tabung reaksi kemudian tambahkan larutan ammonium hidroksida 2 N hingga mencapai pH 6-8, lalu ditetesi dengan larutan besi (III) klorida maka akan terbentuk larutan warna ungu (Auterhoff dan Kovar, 1987). Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 1, halaman 34.

3.6.2.2 Metode pita Kelli

Dimasukkan sebanyak 2 mL larutan sampel ke dalam tabung reaksi kemudian tambahkan kupri sulfat dan ammonium thiosianat maka akan terbentuk endapan putih (Andarwulan dan Koswara, 1992). Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 1,halaman 34.


(46)

3.7Analisis Kuantitatif

3.7.1 Penentuan Kadar Baku Pembanding Asam Benzoat

Dibuat larutan blanko dengan cara memasukkan 2 ml etanol 96% ke dalam erlenmeyer, tambahkan 25 mL akuades, lalu tambahkan 3 tetes indikator fenolftalein 0,2% b/v. Dititrasi dengan NaOH 0,05 N hingga mencapai titik akhir titrasi dan dicatat volume titrasi. Perlakuan diulang sebanyak 3 kali.

Ditimbang 50 mg baku pembanding asam benzoat. Dimasukkan ke dalam erlenmeyer, ditambahkan 2 mL etanol 96%, diaduk hingga larut. Tambahkan 25 mL akuades, lalu tambahkan 3 tetes indikator fenolftalein 0,2% b/v. Dititrasi dengan NaOH 0,05 N hingga mencapai titik akhir titrasi dan dicatat volume titrasi. Perlakuan diulang sebanyak 3 kali (Ditjen POM, 1995).

Kadar baku (%) = (Vt−Vb) × NNaOH × BE

BeratSampel (mg) × 100%

Keterangan : Vt = Volume titrasi Vb = Volume blanko N = Normalitas BE = Berat Ekuivalen 3.7.2 Pembuatan Larutan Induk Baku

3.7.2.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Asam Benzoat

Ditimbang dengan seksama baku pembanding asam benzoat sebanyak 50 mg kemudian dimasukkan kedalam labu tentukur 100 mL, dilarutkan dengan HCl 0,1 N hingga larut, dicukupkan volume dengan HCl 0,1 N sampai 100 mL (LIB I). Konsentrasi LIB I : 50mg

100mL × 1000 µg/mg = 500 µg/mL

Dipipet 5 mL dari LIB I ke dalam labu tentukur 50 mL, kemudian diencerkan dengan HCl 0,1 N sampai 50 mL (LIB II)


(47)

Konsentrasi LIB II : 5mL

50mL

× 500

µg/mL = 50 µg/mL

3.7.2.2Pembuatan Larutan Induk Baku Vitamin C

Ditimbang dengan seksama baku pembanding vitamin C sebanyak 50 mg kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 mL, dan dicukupkan volume dengan HCl 0,1 N sampai garis tanda.

Konsentrasi LIB I : 50mg

100mL

× 1000

µg/mg = 500 µg/mL

Dari larutan LIB I dipipet 10 mL dimasukkan kedalam labu tentukur 50 mL, ditambahkan dengan HCl 0,1 N sampai garis tanda (LIB II).

Konsentrasi LIB II : 10mL

50mL × 500 µg/mL = 100 µg/mL 3.7.3 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

3.7.3.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Asam Benzoat

Dari LIB II (50 µg/mL) dipipet 2,5 mL, dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 mL dan dicukupkan dengan HCl 0,1 N sampai garis tanda (konsentrasi 5 µg/mL). Kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 200-400 nm. 3.7.3.2Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Vitamin C

Dari LIB II (100 µg/mL) dipipet 4 mL, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL dan dicukupkan dengan HCl 0,1 N sampai garis tanda (konsentrasi 8 µg/mL). Kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 200-400 nm. 3.7.4 Pembuatan Gabungan Kurva Serapan (Overlap) Asam Benzoat dan Vitamin C (7:8)

Dipipet 1,75 mL larutan baku asam benzoat (50 µg/mL), dimasukkan ke dalam labu 25 mL, lalu dicukupkan dengan HCl 0,1 N sampai garis tanda (konsentrasi 3,5 µg/mL). Kemudian dipipet 2 mL larutan baku vitamin C (100


(48)

µg/mL), dimasukkan ke dalam labu 50 mL lalu dicukupkan dengan HCl 0,1 N sampai garis tanda (konsentrasi 4 µg/mL). Larutan baku asam benzoat dan vitamin C dengan konsentrasi 3,5 μg/mL dan 4 μg/mL diukur serapannya masing-masing pada rentang panjang gelombang 200-400 nm. Kurva serapan yang diperoleh dibuat dengan cara overlap pada kerangka yang sama (Hasil pengukuran dapat dilihat pada Gambar 5, halaman 37).

3.7.5 Pembuatan Kurva Kalibrasi

3.7.5.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Asam Benzoat

Dari LIB II dipipet 1,5 mL, 2 mL, 2,5 mL, 3 mL dan 3,5 mL, masing-masing dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL, dicukupkan dengan HCl 0,1 N hingga garis tanda sehingga konsentrasi asam benzoat yang diperoleh adalah 3 µg/mL, 4 µg/mL, 5 µg/mL, 6 µg/mL dan 7 µg/mL. Kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh pada penentuan panjang gelombang maksimum.

3.7.5.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Vitamin C

Dari LIB II dipipet 2,5 mL, 3 mL, 3,5 mL, 4 mL dan 4,5 mL, masing-masing dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, dicukupkan dengan HCl 0,1 N hingga garis tanda sehingga konsentrasi vitamin C yang diperoleh adalah 5 µg/mL, 6 µg/ml, 7 µg/mL, 8 µg/mL dan 9 µg/mL. Kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum yang didapat pada penentuan panjang gelombang maksimum.


(49)

3.7.6 Penetapan Kadar Baku Asam Benzoat dan Vitamin C 3.7.6.1 Penetapan Kadar Baku Asam Benzoat

Dipipet sebanyak 2,5 mL LIB II asam benzoat (50 µg/mL), lalu dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 mL dan dicukupkan dengan HCl 0,1 N sampai garis tanda (konsentrasi 5 µg/mL). Kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum asam benzoat yang telah diperoleh.

3.7.6.2 Penetapan Kadar Baku Vitamin C

Dipipet sebanyak 3,5 ml LIB II vitamin C (100 µg/mL), lalu dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL dan dicukupkan dengan HCl 0,1 N sampai garis tanda (konsentrasi 7 µg/mL). Kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum vitamin C yang telah diperoleh.

3.7.7 Penetapan Kadar Baku Asam Benzoat dan Vitamin C secara Simultan Dipipet 10 mL larutan baku asam benzoat (konsentrasi 5 µg/mL), lalu dicampur dengan 10 mL larutan baku vitamin C (konsentrasi 7 µg/mL) kemudian diukur pada panjang gelombang maksimum asam benzoat dan vitamin C yang telah diperoleh. Perlakuan diulang sebanyak 6 kali.

3.7.8 Penetapan Kadar Natrium Benzoat dan Vitamin C dalam Sampel 3.7.8.1 Penetapan Kadar Natrium Benzoat dan Vitamin C dalam Sampel A

Dipipet 0,3 mL larutan sampel kemudian dimasukkan ke dalam labu 25 mL, ditambahkan dengan 1 mL HCl 0,1 N, dicek pH larutan dengan indikator universal (pH=2), dicukupkan volume hingga 25 mL dengan akuades, lalu diukur pada panjang gelombang maksimum asam benzoat dan vitamin C yang telah diperoleh. Perlakuan diulang sebanyak 6 kali dimana setiap pemipetan diambil dari campuran homogen kemasan yang berbeda namun masih dalam nomor batch atau kode


(50)

produksi dan tanggal produksi yang sama. Kode produksi sampel A yaitu BII dan nomor batch sampel A yaitu 0311063A.

3.7.8.2 Penetapan Kadar Natrium Benzoat dan Vitamin C dalam Sampel B Dipipet 0,5 mL sampel yang telah diencerkan kemudian dimasukkan ke dalam labu 25 mL, ditambahkan dengan 1 mL HCl 0,1 N, dicek pH dengan indikator universal (pH=2), dicukupkan volume hingga 25 mL dengan akuades, lalu diukur pada panjang gelombang maksimum asam benzoat dan vitamin C yang telah diperoleh. Perlakuan diulang sebanyak 6 kali dimana setiap pemipetan diambil dari campuran homogen kemasan yang berbeda namun masih dalam nomor batch atau kode produksi dan tanggal produksi yang sama. Nomor batch sampel B yaitu 13-E-28/189.

3.7.8.3 Penetapan Kadar Natrium Benzoat dan Vitamin C dalam Sampel C Dipipet 0,5 mL larutan sampel kemudian dimasukkan ke dalam labu 25 mL, ditambahkan dengan 1 mL HCl 0,1 N, dicek pH dengan indikator universal (pH=2), dicukupkan volume hingga 25 mL dengan akuades, lalu diukur pada panjang gelombang maksimum asam benzoat dan vitamin C yang telah diperoleh. Perlakuan diulang sebanyak 6 kali dimana setiap pemipetan diambil dari campuran homogen kemasan yang berbeda namun masih dalam nomor batch atau kode produksi dan tanggal produksi yang sama. Tanggal produksi sampel C yaitu 02.05.13.

3.7.8.4 Penetapan Kadar Natrium Benzoat dan Vitamin C dalam Sampel D Dipipet 0,3 mL larutan sampel kemudian dimasukkan ke dalam labu 25 mL, ditambahkan dengan 1 mL HCl 0,1 N, dicek pH dengan indikator universal (pH=2), dicukupkan volume hingga 25 mL dengan akuades, lalu diukur pada


(51)

panjang gelombang maksimum asam benzoat dan vitamin C yang telah diperoleh. Perlakuan diulang sebanyak 6 kali dimana setiap pemipetan diambil dari campuran homogen kemasan yang berbeda namun masih dalam nomor batch atau kode produksi dan tanggal produksi yang sama. Kode produksi sampel D yaitu B2 dan tanggal produksi sampel D yaitu 06.05.13.

Konsentrasi asam benzoat dan vitamin C dalam sampel dapat dihitung dengan rumus:

Konsentrasi (µg/mL) = ����������������

µ�

��������� (��)�����������������

������������ (��)

Kadar natrium benzoat dapat ditentukan dari berat molekulnya (BM). Kadar natrium benzoat (µg/mL) = kadar asam benzoat

×

����������������

�������������

Menurut Walpole (1995), kadar natrium benzoat dan vitamin C sebenarnya dalam sampel dapat dihitung dengan rumus:

µ = X ± ((t(α/2), dk) x SD/ √n)

Keterangan: X : kadar rata-rata sampel SD : Standar Deviasi

dk : derajat kebebasan (dk = n-1) α : tingkat kepercayaan

n : jumlah pengulangan 3.7.9 Analisis Data Secara Statistik

Kadar natrium benzoat dan vitamin C yang diperoleh dari hasil pengukuran masing-masing larutan sampel dianalisis untuk mengetahui data ditolak atau diterima menggunakan uji distribusi t. Menurut Sudjana (2005), uji distribusi t dapat dihitung dengan rumus:

t hitung =

n SD

X Xi

/ −


(52)

Data diterima jika t hitung < t tabel. Tabel distribusi t dapat dilihat pada Lampiran 28, halaman 114.

Menurut Sudjana (2005), untuk mencari standar deviasi (SD) digunakan rumus:

SD =

(

)

1 -n

X

-Xi 2

Keterangan : Xi = Kadar sampel

X

= Kadar rata-rata sampel n = jumlah pengulangan

dan untuk menentukan kadar natrium benzoat dan vitamin C di dalam sampel dengan interval kepercayaan 99%, α = 1%, dk = n-1, dapat digunakan rumus: Kadar : µ = X ± ((t(α/2), dk) x SD / √n )

Keterangan : X = Kadar rata-rata sampel SD = Standar Deviasi

dk = Derajat kebebasan (dk = n-1) α = taraf kepercayaan

n = jumlah pengulangan 3.7.10 Validasi Metode

3.7.10.1 Uji Per olehan Kembali (Recovery)

Uji perolehan kembali atau recovery dilakukan dengan metode penambahan larutan standar (standard addition method). Dalam metode ini, kadar asam benzoat dan vitamin C dalam sampel ditentukan terlebih dahulu, selanjutnya dilakukan penentuan kadar asam benzoat dan vitamin C dalam sampel setelah penambahan larutan standar dengan konsentrasi tertentu (Harmita, 2004).

Uji perolehan kembali dilakukan dengan menambahkan larutan baku asam benzoat berkonsentrasi 100 µg/ml sebanyak 0,3 ml dan larutan baku vitamin C berkonsentrasi 50 µg/ml sebanyak 0,5 ml ke dalam sampel dan dianalisis dengan perlakuan yang sama pada sampel yang dilakukan sebelumnya (prosedur 3.7.8.4).


(53)

Menurut Harmita (2004), Persen perolehan kembali (% recovery) dapat dihitung dengan rumus dibawah ini:

Keterangan:

CF = Kadar sampel setelah penambahan baku

CA = Kadar sampel sebelum penambahan baku

CA* = Kadar larutan baku yang ditambahkan

3.7.10. 2 Simpangan Baku Relatif

Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang homogen. Nilai simpangan baku relatif yang memenuhi persyaratan menunjukkan adanya keseksamaan metode yang dilakukan (Harmita, 2004).

Menurut Harmita (2004), rumus untuk menghitung simpangan baku relatif adalah sebagai berikut:

Keterangan: = Kadar rata-rata sampel SD = Standar deviasi

RSD = Relative standard deviation 3.7.10.3 Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi atau Limit of Detection (LOD) merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan. Sedangkan batas kuantitasi atau Limit of Quantitation (LOQ)


(54)

merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).

Menurut Harmita (2004), batas deteksi dan batas kuantitasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:


(55)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Kualititatif Natrium Benzoat dan Vitamin C pada Sampel

Analisis dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya natrium benzoat dan vitamin C dalam sampel. Data dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Hasil Analisis Kualitatif Natrium Benzoat dan Vitamin C pada Sampel No Pereaksi Hasil Reaksi Keterangan

1. Natrium Benzoat FeCl3

Endapan merah

cokelat + Asam pikrat Kristal bentuk

jarum + 2. Vitamin C FeCl3 (suasana basa) Warna ungu +

CuSO4 dan

NH4CNS

Endapan putih +

Pada tabel 1 dapat dilihat hasil pengujian kualitatif yang menunjukkan bahwa sampel positif mengandung natrium benzoat karena menghasilkan endapan merah cokelat dengan penambahan FeCl3 (Vogel, 1985) dan adanya kristal Na

berbentuk jarum dengan penambahan asam pikrat (Vogel, 1985). Selain itu, sampel juga mengandung vitamin C karena menghasilkan warna ungu dengan penambahan FeCl3 (Auterhoff dan Kovar, 1987) dan menghasilkan endapan putih

dengan penambahan CuSO4 dan NH4CNS (metode pita Kelli) (Andarwulan dan


(56)

4.2 Analisis Kuantitatif

4.2.1 Penentuan Kadar Baku Pembanding Asam Benzoat

Hasil penetapan kadar asam benzoat p.a dengan metode titrasi semi bebas air diperoleh kadar rata-rata sebesar 99,71%. Penetapan kadar dilakukan dengan metode titrasi semi bebas air karena asam benzoat merupakan asam lemah yang sukar/kurang larut dalam air dan memiliki pKa ≤ 6 yaitu 4,2. Pentiter yang digunakan adalah larutan NaOH 0,05 N dalam air dan indikator yang digunakan adalah fenolftalein 0,2% karena pH pada titik ekivalen > 8. Contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 51-52.

4.2.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Hasil pengukuran yang maksimum dari asam benzoat dan vitamin C diperoleh pada pengukuran di panjang gelombang yang memberikan serapan maksimum untuk masing-masing komponen tersebut dengan konsentrasi asam benzoat baku pembanding 5 μg/mL dan vitamin C baku pembanding 8 μg/mL. Kurva serapan dari masing-masing komponen dapat dilihat pada gambar 6 dan 7.

Gambar 6. Kurva serapan baku pembanding asam benzoat, konsentrasi 5 μg/mL dalam larutan HCl 0,1N. Panjang gelombang maksimum 229 nm.


(57)

Gambar 7. Kurva serapan baku pembanding vitamin C, konsentrasi 8 μg/mL dalam larutan HCl 0,1N. Panjang gelombang maksimum 242 nm. Dari hasil penentuan panjang gelombang maksimum dalam pelarut HCl 0,1N secara spektrofotometri ultraviolet pada gambar 6 dan 7 diperoleh serapan maksimum larutan asam benzoat baku pembanding pada panjang gelombang 229 nm dan larutan vitamin C baku pembanding pada panjang gelombang 242 nm. 4.2.3 Pembuatan Gabungan Kurva Serapan (overlap) Baku Pembanding Asam Benzoat dan Baku Pembanding Vitamin C (7:8)

Larutan asam benzoat baku pembanding dan vitamin C baku pembanding dibuat dengan konsentrasi 3,5 μg/mL dan 4 μg/mL. Perbandingan konsentrasi yang digunakan sesuai dengan perbandingan rata-rata asam benzoat dan vitamin C yang terdapat dalam sampel. Kemudian diukur serapannya pada rentang panjang gelombang 200 – 400 nm.

Kurva serapan masing-masing dibuat dengan cara overlap pada kerangka yang sama. Diperoleh kedua spektra saling tumpang tindih dimana spektra absorpsi asam benzoat mempengaruhi spektra absorpsi vitamin C dan spektra


(58)

absorpsi vitamin C juga mempengaruhi spektra absorpsi asam benzoat sehingga serapan yang terukur pada panjang gelombang maksimum asam benzoat merupakan serapan asam benzoat dan vitamin C. Begitu juga sebaliknya serapan yang terukur pada panjang gelombang maksimum vitamin C merupakan serapan asam benzoat dan vitamin C. Kurva serapan dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Gabungan kurva serapan (overlap) asam benzoat dan vitamin C (7:8) Pada gabungan kurva serapan (overlap) pada Gambar 8 di atas, dapat dilihat adanya tumpang tindih yang terjadi antara serapan kedua senyawa. Maka, perhitungan dilakukan dengan metode persamaan regresi untuk kedua senyawa tersebut.

4.2.4 Kurva Kalibrasi

4.2.4.1 Kurva Kalibrasi Asam Benzoat (

229

)

Kurva kalibrasi asam benzoat diperoleh dengan cara mengukur absorbansi dari larutan baku asam benzoat pada panjang gelombang 229 nm. Dari pengukuran kurva kalibrasi untuk asam benzoat diperoleh persamaan garis regresi yaitu Y = 0,0943X + 0,0089 dengan koefisien korelasi (r) 0,9987. Data dan perhitungan persamaan regresi kurva kalibrasi dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 53-54.


(59)

Kurva kalibrasi baku pembanding asam benzoat pada panjang gelombang 229 nm dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Kurva Kalibrasi Asam Benzoat (

229

)

Berdasarkan kurva di atas diperoleh hubungan yang linear antara konsentrasi dengan absorbansi. Nilai r > 0,99 menunjukkan adanya korelasi linier hubungan antara X dan Y (Watson, 2010).

4.2.4.2 Kurva Kalibrasi Asam Benzoat (

242

)

Kurva kalibrasi asam benzoat diperoleh dengan cara mengukur absorbansi dari larutan standar asam benzoat pada panjang gelombang 242 nm. Dari pengukuran kurva kalibrasi untuk asam benzoat diperoleh persamaan garis regresi yaitu Y = 0,0410X + 0,0042 dengan koefisien korelasi (r) 0,9981. Data dan perhitungan persamaan regresi kurva kalibrasi dapat dilihat pada Lampiran 5, halaman 55-56.

Kurva kalibrasi baku pembanding asam benzoat pada panjang gelombang 242 nm dapat dilihat pada Gambar 10.

0 0,2 0,4 0,6 0,8

0 1 2 3 4 5 6 7 8

A

bs

or

ban

si

Konsentrasi (µg/mL)

Y = 0,0943X + 0,0089 r = 0,9987


(60)

Gambar 10. Kurva Kalibrasi Asam Benzoat (

242

)

Berdasarkan kurva di atas diperoleh hubungan yang linear antara konsentrasi dengan absorbansi. Nilai r > 0,99 menunjukkan adanya korelasi linier hubungan antara X dan Y (Watson, 2010).

4.2.4.3 Kurva Kalibrasi Vitamin C(

229

)

Kurva kalibrasi vitamin C diperoleh dengan cara mengukur absorbansi dari larutan standar vitamin C pada panjang gelombang 229 nm. Dari pengukuran kurva kalibrasi untuk vitamin C diperoleh persamaan garis regresi yaitu Y = 0,0381X − 0,0042 dengan koefisien korelasi (r) 0,9979. Data dan perhitungan persamaan regresi kurva kalibrasi dapat dilihat pada Lampiran 6, halaman 57-58.

Kurva kalibrasi baku pembanding vitamin C pada panjang gelombang 229 nm dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Kurva Kalibrasi Vitamin C (

229

)

0 0,1 0,2 0,3 0,4

0 1 2 3 4 5 6 7 8

A bs or ban si Konsentrasi (µg/mL)

Y = 0,0410X + 0,0042 r = 0,9981

-0,05 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4

0 2 4 6 8 10

A bs or ban si Konsentrasi (µg/mL)

Y = 0,0381X - 0,0042 r = 0,9979


(61)

Berdasarkan kurva di atas diperoleh hubungan yang linear antara konsentrasi dengan absorbansi. Nilai r > 0,99 menunjukkan adanya korelasi linier hubungan antara X dan Y (Watson, 2010).

4.2.4.4 Kurva Kalibrasi Vitamin C (

242

)

Kurva kalibrasi vitamin C diperoleh dengan cara mengukur absorbansi dari larutan standar vitamin C pada panjang gelombang 242 nm. Dari pengukuran kurva kalibrasi untuk vitamin C diperoleh persamaan garis regresi yaitu Y = 0,0623X − 0,0062 dengan koefisien korelasi (r) 0,9988. Data dan perhitungan persamaan regresi kurva kalibrasi dapat dilihat pada Lampiran 7, halaman 59-60.

Kurva kalibrasi baku pembanding vitamin C pada panjang gelombang 242 nm dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Kurva Kalibrasi Vitamin C (

242

)

Berdasarkan kurva di atas diperoleh hubungan yang linear antara konsentrasi dengan absorbansi. Nilai r > 0,99 menunjukkan adanya korelasi linier hubungan antara X dan Y (Watson, 2010).

-0,1 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6

0 2 4 6 8 10

A

bs

or

ban

si

Konsentrasi (µg/mL)

Y = 0,0623X - 0,0062 r = 0,9988


(62)

4.2.5 Penetapan Kadar Baku Asam Benzoat dan Vitamin C

Pada penetapan kadar baku asam benzoat dan vitamin C, dibuat konsentrasi larutan baku 5 µg/ml asam benzoat kemudian diukur pada panjang gelombang 229 nm. Sedangkan untuk vitamin C, dibuat konsentrasi larutan baku 7 µg/ml lalu diukur pada panjang gelombang 242 nm. Hasil penetapan diperoleh kadar sebesar 4,9857 µg/g untuk asam benzoat dan 7,0677 µg/g untuk vitamin C. Data hasil penetapan kadar baku asam benzoat dan vitamin C dapat dilihat pada Lampiran 8, halaman 61.

4.2.6 Penetapan Kadar Baku Asam Benzoat dan Vitamin C secara Simultan Pada penetapan kadar baku asam benzoat dan vitamin C, larutan baku asam benzoat konsentrasi 5 µg/ml sebanyak 10 ml dicampur dengan larutan baku vitamin C konsentrasi 7 µg/ml sebanyak 10 ml kemudian diukur pada panjang gelombang 229 nm dan 242 nm. Kadar yang diperoleh yaitu sebesar 4,9050 µg/g untuk asam benzoat dan 7,0987 µg/g untuk vitamin C.

Hasil penetapan kadar baku asam benzoat dan vitamin C secara simultan menunjukkan adanya perbedaan kadar sebelum dan sesudah pencampuran. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa persen kesalahan yaitu 1,62% untuk asam benzoat dan 0,44% untuk vitamin C. Namun perbedaan kadar ini masih memenuhi persyaratan kadar secara umum untuk sediaan sirup yang terdapat dalam Farmakope Indonesia edisi ketiga. Data hasil penetapan kadar baku asam benzoat dan vitamin C dapat dilihat pada Lampiran 9, halaman 62, sedangkan contoh perhitungan kadar baku asam benzoat dan vitamin C dapat dilihat pada Lampiran 10, halaman 63-64.


(63)

4.2.7 Penetapan Kadar Natrium Benzoat dan Vitamin C dalam Sampel

Pada penetapan kadar natrium benzoat dan vitamin C dalam sampel dilakukan pemipetan larutan sampel dengan volume yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan setelah dilakukan orientasi dengan volume yang sama, hasil yang diperoleh di luar dari nilai kurva kalibrasi.

Penetapan kadar natrium benzoat dan vitamin C dilakukan secara spektrofotometri sinar ultraviolet. Natrium benzoat dalam sampel akan bereaksi dengan asam klorida membentuk asam benzoat dalam suasana asam. Dengan menggunakan dua panjang gelombang yaitu 229 nm untuk asam benzoat dan 242 nm untuk vitamin C, dilakukan perhitungan kadar untuk kedua senyawa secara persamaan regresi. Sampel diukur pada kedua panjang gelombang tersebut.

Dari hasil penetapan kadar campuran natrium benzoat dan vitamin C secara perhitungan persamaan regresi dan eliminasi diperoleh kadar sebagai berikut. Tabel 2. Hasil Analisis Kuantitatif Kadar Natrium Benzoat dan Vitamin C pada

Minuman Sari Buah.

No Minuman Sari Buah

Kadar Natrium Benzoat (mg/kg)

Kadar Vitamin C (mg/kg) 1 A 312,5400 ± 9,0464 542,1948 ± 13,1487 2 B 226,0797 ± 1,2558 255,0723 ± 1,8021 3 C 183,9531 ± 0,8519 152,2373 ± 0,2067 4 D 347,6833 ± 3,6567 97,3887 ± 2,8176

Berdasarkan tabel diatas, baik minuman sari buah yang berasal dari dalam negeri (sampel A dan B) maupun yang berasal dari luar negeri (sampel C dan D), semuanya memenuhi persyaratan kadar natrium benzoat yang tercantum dalam Permenkes 722/MenKes/Per/IX/88 yaitu tidak lebih dari 600 mg/kg. Sedangkan untuk vitamin C hingga saat ini belum dibatasi kadar penggunaannya dalam produk minuman sari buah oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan.


(64)

Data hasil penetapan kadar natrium benzoat dan vitamin C dalam sampel dapat dilihat pada Lampiran 11, halaman 65-66, sedangkan contoh perhitungan kadar natrium benzoat dan vitamin C dapat dilihat pada Lampiran 13-21, halaman 69-99.

4.3 Validasi Metode Analisis

4.3.1 Uji Perolehan Kembali (Recovery)

Hasil uji perolehan kembali (recovery) kadar asam benzoat dan vitamin C setelah penambahan masing-masing larutan baku asam benzoat dan vitamin C dalam sampel dapat dilihat pada Lampiran 23, halaman 104. Perhitungan persen recovery asam benzoat dan vitamin C dalam sampel dapat dilihat pada Lampiran 24, halaman 105-109.Persen recovery asam benzoat dan vitamin C dalam sampel dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3.Persen Uji Perolehan Kembali (recovery) Asam Benzoat dan Vitamin C No. Persen Recovery Syarat rentang

persen recovery 1 Asam Benzoat 84,34%

80-120% 2 Vitamin C 109,32%

Berdasarkan Tabel 3, dapat dilihat bahwa rata-rata hasil uji perolehan kembali (recovery) untuk asam benzoat 84,34% dan untuk vitamin C 109,32%. Persen recovery tersebut menunjukkan kecermatan atau akurasi yang baik pada saat pemeriksaan kadar asam benzoat dan vitamin C dalam sampel. Hasil uji perolehan kembali (recovery) ini memenuhi syarat akurasi yang telah ditetapkan, yaitu berada pada rentang 80-120% (Ermer dan Miller, 2005).


(65)

4.3.2 Simpangan Baku Relatif

Berdasarkan data hasil pengukuran kadar asam benzoat dan vitamin C pada minuman sari buah, diperoleh nilai simpangan baku relatif (RSD) sebesar 0,37% untuk asam benzoat; dan 2,21% untuk vitamin C. RSD memenuhi persyaratan yaitu < 10-20%. Parameter-parameter seperti standar deviasi, simpangan baku relatif, dan derajat kepercayaan haruslah dikalkulasi untuk mendapatkan tingkat presisi tertentu (Ermer dan Miller, 2005).

Perhitungan simpangan baku relatif (RSD) kadar asam benzoat dan vitamin C dapat dilihat pada Lampiran 25, halaman 110-111.

4.3.3 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi dan batas kuantitasi untuk asam benzoat dan vitamin C ditentukan berdasarkan data kurva kalibrasi kedua komponen tersebut. Dari hasil perhitungan diperoleh batas deteksi untuk asam benzoat sebesar 0,4231 µg/mL (

229) dan 0,3951 µg/mL (

242). Sedangkan batas deteksi untuk vitamin C

sebesar 0,6299 µg/mL (

229) dan 0,4912 µg/mL (

242).

Batas kuantitasi yang diperoleh untuk asam benzoat sebesar 1,4104 µg/mL (

229) dan 1,3707 µg/mL (

242). Sedangkan batas kuantitasi untuk vitamin C

sebesar 2,0997 µg/mL (

229) dan 1,6372 µg/mL (

242).

Dari hasil perhitungan dapat dilihat bahwa semua hasil yang diperoleh pada pengukuran sampel berada diatas batas deteksi dan batas kuantitasi. Perhitungan batas deteksi dan batas kuantitasi asam benzoat dan vitamin C dapat dilihat pada Lampiran 22, halaman 100-103.


(66)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. hasil penetapan kadar baku asam benzoat dan vitamin C secara simultan dengan metode spektrofotometri ultraviolet dan perhitungan secara persamaan regresi menunjukkan adanya perbedaan kadar sebelum dan sesudah pencampuran, dimana kadar sebelum pencampuran yaitu 4,9857 µg/g untuk asam benzoat dan 7,0677 µg/g untuk vitamin C. Sedangkan kadar asam benzoat dan vitamin C setelah pencampuran yaitu sebesar 4,9050 µg/g untuk asam benzoat dan 7,0987 µg/g untuk vitamin C. Namun perbedaan kadar ini masih memenuhi persyaratan kadar secara umum untuk sediaan sirup yang terdapat dalam Farmakope Indonesia edisi ketiga.

2. metode spektrofotometri ultraviolet secara simultan dengan metode perhitungan persamaan regresi dapat digunakan untuk analisa kandungan natrium benzoat dan vitamin C pada minuman sari buah dengan memenuhi persyaratan validasi metode yaitu hasil uji perolehan kembali sebesar 84,34% untuk asam benzoat dan 109,32% untuk vitamin C, hasil simpangan baku relatif (RSD) sebesar 0,37% untuk asam benzoat dan 2,21% untuk vitamin C, hasil batas deteksi (LOD) sebesar 0,4231 µg/mL (

229); 0,3951 µg/mL (

242) untuk asam benzoat

dan 0,6299 µg/mL (

229); 0,4912 µg/mL (

242) untuk vitamin C serta hasil


(67)

untuk asam benzoat dan 2,0997 µg/mL (

229); 1,6372 µg/mL (

242) untuk

vitamin C.

3. kandungan natrium benzoat pada minuman sari buah yang dianalisis memenuhi persyaratan kadar yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722 tentang bahan tambahan pangan yaitu sebesar (312,5400 ± 9,0464) mg/kg untuk sampel A, (226,0797 ± 1,2558) mg/kg untuk sampel B, (183,9531 ± 0,8519) mg/kg untuk sampel C, dan (347,6833 ± 3,6567) mg/kg untuk sampel D.

5.2 Saran

1. disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan analisis kandungan natrium benzoat dan vitamin C dalam bentuk campuran dengan menggunakan metode lainnya, misalnya Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).


(1)

(2)

Lampiran 30. Gambar Sampel Minuman Sari Buah


(3)

Lampiran 31. Gambar Hasil Analisis Kualitatif Natrium Benzoat dan Vitamin C

1. Hasil analisis kualitatif natrium benzoat dengan besi (III) klorida

2. Hasil analisis kualitatif natrium benzoat dengan asam pikrat Sampel 1


(4)

Sampel 2

Sampel 3


(5)

3. Hasil analisis kualitatif vitamin C dengan besi (III) klorida


(6)