Analisis Kandungan Natrium Benzoat dan Kafein pada Minuman Energi Secara Simultan dengan Metode Spektrofotometri Ultraviolet

(1)

ANALISIS KANDUNGAN NATRIUM BENZOAT DAN KAFEIN

PADA MINUMAN ENERGI SECARA SIMULTAN DENGAN

METODE SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET

SKRIPSI

OLEH:

FLORENCIA

NIM 101501020

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISIS KANDUNGAN NATRIUM BENZOAT DAN KAFEIN

PADA MINUMAN ENERGI SECARA SIMULTAN DENGAN

METODE SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

FLORENCIA

NIM 101501020

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

ANALISIS KANDUNGAN NATRIUM BENZOAT DAN KAFEIN

PADA MINUMAN ENERGI SECARA SIMULTAN DENGAN

METODE SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET

OLEH:

FLORENCIA

NIM 101501020

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal : 14 Juli 2014

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Prof. Dr. Siti Morin Sinaga, M.Sc., Apt. Prof. Dr. rer. nat. E. D. L. Putra, S.U., Apt.

NIP 195008281976032002 NIP 195306191983031001

Pembimbing II, Prof. Dr. Siti Morin Sinaga, M.Sc., Apt.

NIP 195008281976032002

Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt. Drs. Maralaut Batubara, M.Phill., Apt.

NIP 195006221980021001 NIP 195101311976031003

Dra. Tuty Roida Pardede, M.Si., Apt. NIP 195401101980032001

Medan,

Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Analisis Kandungan Natrium Benzoat dan Kafein pada Minuman Energi Secara Simultan dengan Metode Spektrofotometri Ultraviolet. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis selama perkuliahan di Fakultas Farmasi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Siti Morin Sinaga, M.Sc., Apt., dan Bapak Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt., yang telah meluangkan waktu dan tenaga dalam membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab, memberikan petunjuk dan saran-saran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis hanturkan kepada Bapak Prof. Dr. rer. nat. Effendy De Lux Putra, S.U., Apt., selaku ketua penguji, Bapak Drs. Maralaut Batubara, M.Phill., Apt., dan Ibu Dra. Tuty Roida Pardede, M.Si., Apt., selaku anggota penguji yang telah memberikan saran untuk menyempurnakan skripsi ini, dan juga kepada Bapak Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt., selaku dosen penasehat akademik yang tidak pernah lelah untuk memberikan arahan dan semangat kepada penulis dari awal perkuliahan hingga selesai serta Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah banyak membimbing penulis selama masa perkuliahan.


(5)

Penulis juga mempersembahkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada keluarga tercinta, Papa Herman Hanitio dan Mama Ani, Adikku Kevin, Jessica, Edward dan Felicia atas limpahan kasih sayang, doa, dan dukungan yang tak ternilai dengan apapun. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada sahabat terdekat, Anddora Michi, Felicia Christine, Hendrik, Jimmy Angga Winata, Maya Octavia, Mita Joselin, Novita Sari yang telah banyak membantu penulis selama masa perkuliahan dan memberikan masukan hingga selesainya skripsi ini serta teman-teman mahasiswa/i Farmasi Stambuk 2010 yang selalu mendoakan dan memberi dukungan serta semangat yang tiada henti.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.

Medan, Juli 2014

Penulis,

Florencia


(6)

ANALISIS KANDUNGAN NATRIUM BENZOAT DAN KAFEIN

PADA MINUMAN ENERGI SECARA SIMULTAN DENGAN

METODE SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET

ABSTRAK

Minuman energi adalah minuman yang mengandung satu atau lebih bahan yang mudah dan cepat diserap oleh tubuh untuk menghasilkan energi, salah satu zat yang ditambahkan adalah kafein, dan pengawet yang sering digunakan yaitu asam benzoat biasanya terdapat dalam bentuk natrium benzoat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk uji validasi metode spektrofotometri ultraviolet pada penetapan kadar natrium benzoat dan kafein secara simultan dengan metode perhitungan persamaan regresi.

Metode penelitian ini dilakukan dengan metode spektrofotometri ultraviolet menggunakan perhitungan persamaan regresi yang diukur absorbansinya pada panjang gelombang asam benzoat 229 nm dan kafein 272 nm. Penelitian ini terlebih dahulu dilakukan dengan penetapan kadar baku asam benzoat dan kafein, selanjutnya dilakukan analisis kandungan natrium benzoat dan kafein secara simultan pada minuman energi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan natrium benzoat pada minuman energi yaitu sebesar (494,6513 ± 17,1173); (266,8128 ± 6,6828); (242,6389 ± 4,0538); (223,8319 ± 2,3345); (374,1924 ± 5,7813); (266,1196 ±

8,8433) mg/kg untuk sampel A, B, C, D, E, F dan kandungan kafein yaitu sebesar (48,7618 ± 0,5964); (46,6278 ± 0,3529); (45,5494 ± 1,1778); (47,9144

± 0,6550); (45,9813 ± 1,4295); (47,9624 ± 0,8852) mg/sajian untuk sampel A, B, C, D, E, F. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan natrium benzoat dan kafein dalam minuman energi yang dianalisis memenuhi persyaratan kandungan yang tercantum dalam SNI 01-6684-2002 tentang minuman energi (natrium benzoat tidak lebih dari 600 mg/kg dan kafein tidak lebih dari 50 mg/sajian). Namun hasil ini bukan merupakan kandungan natrium benzoat dan kafein yang sebenarnya tetapi kandungan total beserta bahan-bahan lain dalam sampel yang memberikan serapan pada panjang gelombang maksimum yang digunakan misalnya vitamin B5, sakarin, vitamin B1, nikotinamid, vitamin B2, vitamin B12 dan vitamin B6.

Kata kunci: Minuman Energi, Natrium Benzoat, Kafein, Spektrofotometri Ultraviolet, Simultan, Persamaan Regresi


(7)

ANALYSIS OF SODIUM BENZOATE AND CAFFEINE IN

ENERGY DRINK SIMULTANEOUSLY WITH

SPECTROPHOTOMETRY ULTRAVIOLET

ABSTRACT

Energy drinks are beverages that contain one or more materials that are easily and quickly absorbed by the body to produce energy, one of the added substance is caffeine, and preservative that is often used is benzoic acid which usually found in the form of sodium benzoate. The purpose of this study was to test the spectrophotometry ultraviolet method validation in the determination of sodium benzoate and caffeine simultaneously with regression equation as the calculation method.

This study method is doned by ultraviolet spectrophotometry using calculation of regression equation that measured at a wavelength of benzoic acid 229 nm and caffeine 272 nm. Firstly, this study conducted by assay of benzoic acid and caffeine, then we do content analysis of sodium benzoate and caffeine simultaneously in energy drinks.

The content of sodium benzoate in energy drinks that were analyzed are (494.6513 ± 17.1173); (266.8128 ± 6.6828); (242.6389 ± 4.0538); (223.8319 ±

2.3345); (374.1924 ± 5.7813); (266.1196 ± 8.8433) mg/kg for sample A, B, C, D, E, F and the content of caffeine are (48.7618 ± 0.5964); (46.6278 ± 0.3529); (45.5494 ± 1.1778); (47.9144 ± 0.6550); (45.9813 ± 1.4295); (47.9624

± 0.8852) mg/serving for sample A, B, C, D, E, F. This result indicate that the content of sodium benzoate and caffeine meet the requirements listed in the SNI 01-6684-2002 on energy drinks (sodium benzoate not more than 600 mg/kg and caffeine not more than 50 mg/serving). However, these results are not the actual content of sodium benzoate and caffeine but the total content along with other substances in the sample that gives absorption at the maximum wavelength used for example vitamin B5, saccharine, vitamin B1, nicotinamide, vitamin B2, vitamin B12 and vitamin B6.

Keywords : Energy Drinks, Sodium Benzoate, Caffeine, Spectrophotometry Ultraviolet, Simultaneous, Regression Equation


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Minuman Energi ... 5

2.2 Bahan Tambahan Pangan ... 6

2.2.1 Bahan pengawet ... 6

2.3 Natrium Benzoat ... 7


(9)

2.5 Spektrofotometri Ultraviolet ... 9

2.5.1 Hukum Lambert-Beer ... 10

2.5.2 Kegunaan spektrofotometri ultraviolet ... 11

2.6 Validasi Metode ... 15

BAB III METODE PENELITIAN ... 18

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 18

3.2 Bahan-bahan ... 18

3.2.1 Pereaksi ... 18

3.3 Alat-alat ... 18

3.4 Pembuatan Pereaksi ... 18

3.4.1 Larutan HCl 0,1 N ... 18

3.5 Pengambilan Sampel ... 19

3.6 Pembuatan Larutan Induk Baku ... 19

3.6.1 Pembuatan larutan induk baku asam benzoat ... 19

3.6.2 Pembuatan larutan induk baku kafein ... 20

3.7 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum ... 20

3.7.1 Penentuan panjang gelombang maksimum asam benzoat ... 20

3.7.2 Penentuan panjang gelombang maksimum kafein ... 20

3.8 Pembuatan Kurva Serapan Tumpang Tindih Asam Benzoat dan Kafein (1 : 1) ... 21

3.9 Pembuatan Kurva Kalibrasi ... 21

3.9.1 Pembuatan kurva kalibrasi asam benzoat ... 21

3.9.2 Pembuatan kurva kalibrasi kafein ... 21

3.10 Penetapan Kadar Baku Asam Benzoat dan Kafein Secara Simultan ... 22


(10)

3.11 Penetapan Kadar Natrium Benzoat dan Kafein dalam

Sampel ... 22

3.11.1 Penetapan kadar natrium benzoat dan kafein dalam sampel A ... 22

3.11.2 Penetapan kadar natrium benzoat dan kafein dalam sampel B ... 23

3.11.3 Penetapan kadar natrium benzoat dan kafein dalam sampel C ... 23

3.11.4 Penetapan kadar natrium benzoat dan kafein dalam sampel D ... 23

3.11.5 Penetapan kadar natrium benzoat dan kafein dalam sampel E ... 23

3.11.6 Penetapan kadar natrium benzoat dan kafein dalam sampel F ... 24

3.12 Analisis Data Secara Statistik ... 24

3.13 Validasi Metode ... 25

3.13.1 Uji perolehan kembali (recovery) ... 25

3.13.2 Simpangan baku relatif ... 26

3.13.3 Penentuan batas deteksi (Limit of Detection) dan batas kuantitasi (Limit of Quantitation) ... 27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

4.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum ... 28

4.2 Pembuatan Kurva Serapan Tumpang tindih Asam Benzoat dan Kafein (1 : 1) ... 29

4.3 Kurva Kalibrasi ... 30

4.3.1 Kurva kalibrasi asam benzoat ... 30

4.3.2 Kurva kalibrasi kafein

... 31

4.4 Penetapan Kadar Baku Asam Benzoat dan Kafein Secara Simultan ... 32


(11)

4.5 Penetapan Kadar Natrium Benzoat dan Kafein dalam

Sampel ... 33

4.6 Validasi Metode Analisis ... 35

4.6.1 Uji perolehan kembali (recovery) ... 35

4.6.2 Simpangan baku relatif ... 36

4.6.3 Batas deteksi dan batas kuantitasi ... 36

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 38

5.1 Kesimpulan ... 38

5.2 Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Kandungan Natrium Benzoat dan Kafein pada Minuman

Energi ... 33 Tabel 2. Persen Perolehan Kembali (recovery) Asam Benzoat dan


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Spektrum Absorpsi Senyawa X dan Y (Tidak terjadi

tumpang tindih pada kedua panjang gelombang yang

digunakan) ... 13 Gambar 2. Spektrum Absorpsi Senyawa X dan Y (Tumpang tindih

satu arah; X dapat diukur tanpa gangguan Y, tetapi X

mengganggu pada pengukuran langsung Y) 14 Gambar 3. Spektrum Absorpsi Senyawa X dan Y (Tumpang tindih

dua arah. Tidak ada panjang gelombang dimana masing-masing senyawa dapat diukur tanpa mengalami gangguan oleh yang lainnya) ... 14 Gambar 4. Kurva Serapan Baku Pembanding Asam Benzoat,

Konsentrasi 5 µg/ml dalam Larutan HCl 0,1 N. Panjang

Gelombang Maksimum 229 nm ... 28 Gambar 5. Kurva Serapan Baku Pembanding Kafein, Konsentrasi 9

µg/ml dalam Larutan HCl 0,1 N. Panjang Gelombang

Maksimum 272 nm ... 29 Gambar 6. Kurva Serapan Tumpang Tindih Baku Pembanding

Asam Benzoat dan Kafein (1 : 1) ... 30 Gambar 7. Kurva Kalibrasi Asam Benzoat pada Panjang

Gelombang 229 nm dan 272

nm ...

31 Gambar 8. Kurva Kalibrasi Kafein

pada

Panjang Gelombang 229

nm dan 272 nm

...

32


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Komposisi Sampel Minuman Energi ... 43 Lampiran 2. Panjang Gelombang Maksimum Bahan-bahan dalam

Sampel Minuman Energi ... 44 Lampiran 3. Perhitungan Konsentrasi Pengukuran Asam Benzoat ... 45 Lampiran 4. Perhitungan Konsentrasi Pengukuran Kafein ... 46 Lampiran 5. Data Kalibrasi Asam Benzoat pada Panjang

Gelombang 229 nm dengan Spektrofotometri

Ultraviolet, Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan

Koefisien Korelasi (r) ... 47 Lampiran 6. Data Kalibrasi Asam Benzoat pada Panjang

Gelombang 272 nm dengan Spektrofotometri

Ultraviolet, Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan

Koefisien Korelasi (r) ... 49 Lampiran 7. Data Kalibrasi Kafein pada Panjang Gelombang 229

nm dengan Spektrofotometri Ultraviolet, Perhitungan

Persamaan Garis Regresi dan Koefisien Korelasi (r) .... 51 Lampiran 8. Data Kalibrasi Kafein pada Panjang Gelombang 272

nm dengan Spektrofotometri Ultraviolet, Perhitungan

Persamaan Garis Regresi dan Koefisien Korelasi (r) .... 53 Lampiran 9. Hasil Analisis Kadar Baku Asam Benzoat dan Kafein

Secara Simultan ... 55 Lampiran 10. Contoh Perhitungan Kadar Baku Asam Benzoat dan

Kafein ... 56 Lampiran 11. Hasil Analisis Kadar Natrium Benzoat dan Kafein

dalam Sampel ... 58 Lampiran 12. Contoh Perhitungan Kadar Natrium Benzoat dan

Kafein dalam Sampel A ... 60 Lampiran 13. Contoh Perhitungan Kadar Natrium Benzoat dan

Kafein dalam Sampel B ... 63 Lampiran 14. Contoh Perhitungan Kadar Natrium Benzoat dan


(15)

Lampiran 15. Contoh Perhitungan Kadar Natrium Benzoat dan

Kafein dalam Sampel D ... 69

Lampiran 16. Contoh Perhitungan Kadar Natrium Benzoat dan Kafein dalam Sampel E ... 72

Lampiran 17. Contoh Perhitungan Kadar Natrium Benzoat dan Kafein dalam Sampel F ... 75

Lampiran 18. Perhitungan Statistik Kadar Natrium Benzoat dan Kafein dalam Sampel A ... 78

Lampiran 19. Perhitungan Statistik Kadar Natrium Benzoat dan Kafein dalam Sampel B ... 82

Lampiran 20. Perhitungan Statistik Kadar Natrium Benzoat dan Kafein dalam Sampel C ... 86

Lampiran 21. Perhitungan Statistik Kadar Natrium Benzoat dan Kafein dalam Sampel D ... 90

Lampiran 22. Perhitungan Statistik Kadar Natrium Benzoat dan Kafein dalam Sampel E ... 94

Lampiran 23. Perhitungan Statistik Kadar Natrium Benzoat dan Kafein dalam Sampel F ... 98

Lampiran 24. Hasil Uji Perolehan Kembali Asam Benzoat dan Kafein Setelah Penambahan Masing-masing Larutan Standar pada Sampel ... 102

Lampiran 25. Contoh Perhitungan Uji Perolehan Kembali Asam Benzoat dan Kafein pada Sampel ... 103

Lampiran 26. Perhitungan Simpangan Baku Relatif (RSD) Kadar Asam Benzoat dan Kafein pada Sampel ... 107

Lampiran 27. Perhitungan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 109

Lampiran 28. Daftar Nilai Distribusi t ... 113

Lampiran 29. Sertifikat Baku Natrium Benzoat ... 114

Lampiran 30. Sertifikat Baku Kafein ... 115


(16)

ANALISIS KANDUNGAN NATRIUM BENZOAT DAN KAFEIN

PADA MINUMAN ENERGI SECARA SIMULTAN DENGAN

METODE SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET

ABSTRAK

Minuman energi adalah minuman yang mengandung satu atau lebih bahan yang mudah dan cepat diserap oleh tubuh untuk menghasilkan energi, salah satu zat yang ditambahkan adalah kafein, dan pengawet yang sering digunakan yaitu asam benzoat biasanya terdapat dalam bentuk natrium benzoat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk uji validasi metode spektrofotometri ultraviolet pada penetapan kadar natrium benzoat dan kafein secara simultan dengan metode perhitungan persamaan regresi.

Metode penelitian ini dilakukan dengan metode spektrofotometri ultraviolet menggunakan perhitungan persamaan regresi yang diukur absorbansinya pada panjang gelombang asam benzoat 229 nm dan kafein 272 nm. Penelitian ini terlebih dahulu dilakukan dengan penetapan kadar baku asam benzoat dan kafein, selanjutnya dilakukan analisis kandungan natrium benzoat dan kafein secara simultan pada minuman energi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan natrium benzoat pada minuman energi yaitu sebesar (494,6513 ± 17,1173); (266,8128 ± 6,6828); (242,6389 ± 4,0538); (223,8319 ± 2,3345); (374,1924 ± 5,7813); (266,1196 ±

8,8433) mg/kg untuk sampel A, B, C, D, E, F dan kandungan kafein yaitu sebesar (48,7618 ± 0,5964); (46,6278 ± 0,3529); (45,5494 ± 1,1778); (47,9144

± 0,6550); (45,9813 ± 1,4295); (47,9624 ± 0,8852) mg/sajian untuk sampel A, B, C, D, E, F. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan natrium benzoat dan kafein dalam minuman energi yang dianalisis memenuhi persyaratan kandungan yang tercantum dalam SNI 01-6684-2002 tentang minuman energi (natrium benzoat tidak lebih dari 600 mg/kg dan kafein tidak lebih dari 50 mg/sajian). Namun hasil ini bukan merupakan kandungan natrium benzoat dan kafein yang sebenarnya tetapi kandungan total beserta bahan-bahan lain dalam sampel yang memberikan serapan pada panjang gelombang maksimum yang digunakan misalnya vitamin B5, sakarin, vitamin B1, nikotinamid, vitamin B2, vitamin B12 dan vitamin B6.

Kata kunci: Minuman Energi, Natrium Benzoat, Kafein, Spektrofotometri Ultraviolet, Simultan, Persamaan Regresi


(17)

ANALYSIS OF SODIUM BENZOATE AND CAFFEINE IN

ENERGY DRINK SIMULTANEOUSLY WITH

SPECTROPHOTOMETRY ULTRAVIOLET

ABSTRACT

Energy drinks are beverages that contain one or more materials that are easily and quickly absorbed by the body to produce energy, one of the added substance is caffeine, and preservative that is often used is benzoic acid which usually found in the form of sodium benzoate. The purpose of this study was to test the spectrophotometry ultraviolet method validation in the determination of sodium benzoate and caffeine simultaneously with regression equation as the calculation method.

This study method is doned by ultraviolet spectrophotometry using calculation of regression equation that measured at a wavelength of benzoic acid 229 nm and caffeine 272 nm. Firstly, this study conducted by assay of benzoic acid and caffeine, then we do content analysis of sodium benzoate and caffeine simultaneously in energy drinks.

The content of sodium benzoate in energy drinks that were analyzed are (494.6513 ± 17.1173); (266.8128 ± 6.6828); (242.6389 ± 4.0538); (223.8319 ±

2.3345); (374.1924 ± 5.7813); (266.1196 ± 8.8433) mg/kg for sample A, B, C, D, E, F and the content of caffeine are (48.7618 ± 0.5964); (46.6278 ± 0.3529); (45.5494 ± 1.1778); (47.9144 ± 0.6550); (45.9813 ± 1.4295); (47.9624

± 0.8852) mg/serving for sample A, B, C, D, E, F. This result indicate that the content of sodium benzoate and caffeine meet the requirements listed in the SNI 01-6684-2002 on energy drinks (sodium benzoate not more than 600 mg/kg and caffeine not more than 50 mg/serving). However, these results are not the actual content of sodium benzoate and caffeine but the total content along with other substances in the sample that gives absorption at the maximum wavelength used for example vitamin B5, saccharine, vitamin B1, nicotinamide, vitamin B2, vitamin B12 and vitamin B6.

Keywords : Energy Drinks, Sodium Benzoate, Caffeine, Spectrophotometry Ultraviolet, Simultaneous, Regression Equation


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Minuman energi adalah minuman yang mengandung satu atau lebih bahan yang mudah dan cepat diserap oleh tubuh untuk menghasilkan energi dengan atau tanpa bahan tambahan makanan yang diizinkan (BSN, 2002). Minuman energi sering digunakan oleh para remaja, dewasa, dan populasi yang aktif secara fisik. Minuman ini dipasarkan sebagai alternatif alami yang meningkatkan kinerja fisik dan kognitif seperti konsentrasi, perhatian, dan kewaspadaan. Bahan aktif utama dalam minuman energi adalah kafein, meskipun juga terdapat zat lain seperti taurin, karbohidrat, riboflavin, piridoksin, dan berbagai herbal seperti ginseng (Mubarak, 2012).

Pengawet adalah bahan tambahan makanan yang mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme (BSN, 1995). Dengan penambahan pengawet tersebut, produk minuman diharapkan dapat terpelihara kesegarannya. Asam benzoat merupakan pengawet yang sering digunakan salah satunya pada minuman energi, yang umumnya terdapat dalam bentuk garamnya yaitu natrium benzoat yang bersifat lebih mudah larut (Cahyadi, 2008).

Berdasarkan SNI 01-6684-2002 tentang minuman energi, batas penggunaan kafein pada minuman energi yaitu 50 mg/sajian (BSN, 2002) dan batas penggunaan natrium benzoat pada minuman energi yaitu 600 mg/kg (BSN, 1995).


(19)

Penetapan kadar natrium benzoat dan kafein masing-masing dapat dilakukan secara titrasi dan spektrofotometri ultraviolet. Pada penetapan kadar secara spektrofotometri ultraviolet, kadar baku natrium benzoat dan kafein mempunyai profil kurva serapan tumpang tindih sehingga serapan yang diperoleh merupakan jumlah serapan dari kedua komponen tersebut. Salah satu upaya untuk memperoleh kadar masing-masing zat tersebut adalah dengan metode spektrofotometri ultraviolet secara simultan, tetapi pada penetapan kadar natrium benzoat dan kafein pada minuman energi dengan metode spektrofotometri ultraviolet secara simultan, metode perhitungan persamaan multikomponen dan matriks tidak dapat dilakukan karena tidak diketahui komposisi natrium benzoat dan kafein tersebut sehingga digunakan metode perhitungan persamaan regresi (Sari, dkk., 2013).

Metode Spektrofotometri memiliki beberapa keuntungan antara lain kepekaan yang tinggi, ketelitian yang baik, mudah dilakukan, cepat pengerjaannya dan dapat digunakan untuk menentukan senyawa campuran (Munson, 1991).

Untuk menguji validasi metode, dilakukan uji akurasi (ketepatan) dengan parameter persen perolehan kembali dengan metode penambahan baku (standard addition method) dan uji presisi (ketelitian) dengan parameter Relative Standard Deviation (RSD) (Harmita, 2004).

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk menetapkan kadar natrium benzoat dan kafein secara simultan pada minuman energi dengan metode spektrofotometri ultraviolet menggunakan metode perhitungan persamaan regresi.


(20)

1.2Perumusan Masalah

1. Apakah campuran natrium benzoat dan kafein dapat dianalisis dengan metode spektrofotometri ultraviolet secara simultan menggunakan metode perhitungan persamaan regresi?

2. Apakah kandungan natrium benzoat dan kafein dalam minuman energi sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh SNI 01-6684-2002 tentang minuman energi?

1.3Hipotesis

1. Dapat dilakukan analisis campuran natrium benzoat dan kafein dengan metode spektrofotometri ultraviolet secara simultan menggunakan metode perhitungan persamaan regresi.

2. Kandungan natrium benzoat dan kafein dalam minuman energi sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh SNI 01-6684-2002 tentang minuman energi.

1.4Tujuan Penelitian

1. Untuk menetapkan kadar campuran natrium benzoat dan kafein dengan metode spektrofotometri ultraviolet secara simultan menggunakan metode perhitungan persamaan regresi.

2. Untuk mengetahui kesesuaian kandungan natrium benzoat dan kafein dalam minuman energi dengan standar yang ditetapkan oleh SNI 01-6684-2002 tentang minuman energi.


(21)

1.5Manfaat Penelitian

Untuk mengetahui kadar natrium benzoat dan kafein pada minuman energi agar dapat dimanfaatkan sebagai salah satu informasi bagi masyarakat dalam mengkonsumsi minuman energi.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minuman Energi

Minuman energi adalah minuman ringan non-alkohol yang dirancang untuk memberikan konsumen energi. Minuman energi lebih populer dari sebelumnya dan tampaknya akan semakin besar setiap tahun. Minuman energi sering digunakan oleh para remaja, dewasa, dan populasi yang aktif secara fisik. Minuman ini dipasarkan sebagai alternatif alami yang meningkatkan kinerja fisik dan kognitif seperti konsentrasi, perhatian, dan kewaspadaan (Mubarak, 2012). Bahan utama dalam kebanyakan minuman energi adalah kafein, yang dilengkapi dengan berbagai macam asam amino, vitamin B, dan suplemen herbal (Babu, dkk., 2008).

Pada dasarnya setiap orang memerlukan suplai energi yang cukup untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari. Energi ini dapat diperoleh dari makanan atau suplemen. Suplemen mempunyai batasan istilah yaitu produk yang digunakan untuk melengkapi kebutuhan zat gizi makanan. Beberapa suplemen makanan berperan dalam menyuplai energi dan menjadi salah satu alternatif apabila dari konsumsi pangan tidak mencukupi. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya orang yang lebih suka mengambil cara cepat untuk memperoleh energi dengan minuman energi (energy drink). Bahkan, banyak yang mengkonsumsi minuman energi setiap hari karena beranggapan minuman energi sebagai sumber tenaga tambahan yang siap untuk digunakan tubuh untuk melakukan aktivitas (Putriastuti, dkk., 2007).


(23)

2.2 Bahan Tambahan Pangan

2.2.1 Bahan pengawet

Pengawet adalah bahan tambahan makanan yang mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme (BSN, 1995). Pemakaian bahan pengawet menguntungkan karena dengan bahan pengawet, bahan pangan dapat dibebaskan dari kehidupan mikroba, baik yang bersifat patogen yang dapat menyebabkan keracunan atau gangguan kesehatan lainnya maupun mikrobial yang nonpatogen yang dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan, misalnya pembusukan. Zat pengawet terdiri dari senyawa organik dan anorganik dalam bentuk asam dan garamnya (Cahyadi, 2008).

Zat pengawet organik lebih banyak dipakai daripada yang anorganik karena bahan ini lebih mudah larut. Bahan organik digunakan baik dalam bentuk asam maupun dalam bentuk garamnya. Zat kimia yang sering digunakan sebagai bahan pengawet adalah asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat dan epoksida (Cahyadi, 2008).

Zat pengawet anorganik yang masih sering dipakai adalah sulfit, hidrogen peroksida, nitrat dan nitrit. Sulfit digunakan dalam bentuk gas SO2, garam Na atau K sulfit, bisulfit dan metabisulfit. Garam nitrat dan nitrit umumnya digunakan pada proses curing daging untuk memperoleh warna yang baik dan mencegah pertumbuhan mikroba. Selain digunakan pada produk daging, nitrat dan nitrit juga digunakan pada ikan dan keju (Cahyadi, 2008).


(24)

2.3 Natrium Benzoat

Menurut Ditjen POM (1995), sifat fisikokimia natrium benzoat adalah sebgai berikut:

Rumus struktur :

Rumus Molekul : C7H5NaO2

Berat Molekul : 144,11

Nama Kimia : Natrium benzoat

Kandungan : Tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari

100,50% C7H5NaO2, dihitung terhadap zat anhidrat. Pemerian : Granul atau serbuk hablur, putih; tidak berbau atau

praktis tidak berbau; stabil di udara.

Kelarutan : Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam

etanol dan lebih mudah larut dalam etanol 90%. Aktivitas asam benzoat dan garamnya sebagai anti mikroorganisme tergantung pada pH, karena pH sangat menentukan jumlah asam yang terdisosiasi. Pada pH 2,19 asam yang tidak terdisosiasi adalah 99%, pada pH 4,2 asam yang tidak terdisosiasi adalah 50%. Natrium benzoat sebagai antimikroorganisme berperan dalam menganggu permeabilitas membran sel (Afrianti, 2010), yaitu dengan menganggu atau menghalangi jalannya nutrien masuk ke dalam sel dan menganggu keluarnya zat-zat penyusun sel dan metabolit dari dalam sel akibatnya


(25)

kebutuhan sel tidak dapat terpenuhi dengan baik. Asam benzoat dan garamnya relatif kurang efektif sebagai bahan pengawet pada pH lebih besar, tetapi kerjanya sebagai pengawet akan naik dengan turunnya pH sampai di bawah pH 5 (Cahyadi, 2008).

2.4 Kafein

Menurut Ditjen POM (1995), sifat fisikokimia kafein adalah sebagai berikut:

Rumus struktur :

Rumus Molekul : C8H10N4O2

Berat Molekul : 194,19

Nama Kimia : 1,3,7-Trimetil xantin

Kandungan : Tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari

101,0% C8H10N4O2, dihitung terhadap zat anhidrat. Pemerian : Serbuk putih atau bentuk jarum mengkilat putih;

biasanya menggumpal; tidak berbau; rasa pahit. Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, dalam etanol; mudah

larut dalam kloroform; sukar larut dalam eter. Kafein merupakan perangsang sistem saraf pusat yang kuat. Orang yang minum kafein merasakan tidak begitu mengantuk, tidak begitu lelah, dan daya


(26)

pikirnya lebih cepat dan lebih jernih (Louisa dan Dewoto, 2009). Kafein merupakan antagonis kompetitif reseptor adenosin di otak. Telah diketahui bahwa adenosin jika terikat ke reseptor sel saraf akan menurunkan aktivitas sel saraf. Akibat kemiripan struktur molekul kafein dengan struktur adenosin maka kafein dapat terikat pada reseptor tersebut tetapi tidak memberi efek penurunan aktivitas sel saraf justru sebaliknya, aktivitas sel saraf ditingkatkan. Jika kondisi ini terus berlangsung, akan terjadi beberapa efek, seperti denyut jantung, tekanan darah, dan aliran darah ke otot ningkat, sementara itu aliran darah kekulit dan organ dalaman akan menurun, tetapi pelepasan glukosa oleh hati meningkat (Dalimunthe, 2009).

2.5 Spektrofotometri Ultraviolet

Spektrofotometer ultraviolet adalah alat yang digunakan dalam pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar ultraviolet yang diabsorpsi oleh sampel. Sinar ultraviolet memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi (Dachriyanus, 2004). Radiasi ultraviolet diabsorpsi oleh molekul organik, molekul yang mengandung elektron-π terkonjugasi dan/ atau atom yang mengandung elektron-n, menyebabkan transisi elektron di orbit terluarnya dan tingkat energi elektron dasar ke tingkat energi tereksitasi lebih tinggi (Satiadarma, dkk., 2004).

Bagian molekul yang bertanggung jawab terhadap penyerapan cahaya disebut kromofor dan terdiri atas ikatan rangkap dua atau rangkap tiga, terutama jika ikatan rangkap tersebut terkonjugasi. Semakin panjang ikatan rangkap dua atau rangkap tiga terkonjugasi di dalam molekul, molekul tersebut akan lebih


(27)

mudah menyerap cahaya (Cairns, 2009). Pada molekul organik dikenal pula istilah auksokrom yang merupakan gugus fungsional yang mempunyai elektron bebas, seperti: –OH, –O, –NH2 dan –OCH3, yang memberikan transisi n→ π*. Terikatnya gugus auksokrom pada gugus kromofor akan mengakibatkan pergeseran pita absorpsi menuju ke panjang gelombang yang lebih besar (pergeseran merah atau pergeseran batokromik) disertai dengan peningkatan intensitas (efek hiperkromik) (Gandjar dan Rohman, 2008).

2.5.1 Hukum Lambert-Beer

Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan oleh larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan (Gandjar dan Rohman, 2008). Menurut Denney dan Sinclair (1991), dalam hukum Lambert-Beer terdapat beberapa pembatasan, yaitu:

1. Larutan yang menyerap cahaya adalah campuran yang homogen 2. Menggunakan sinar monokromatis

3. Rendahnya konsentrasi dari senyawa yang menyerap cahaya.

Menurt Gandjar dan Rohman (2008), hukum Lambert-Beer umumnya dikenal dengan persamaan sebagai berikut:

A = abc

Dimana: A = absorbansi a = absorptivitas b = tebal kuvet (cm) c = konsentrasi

Absorptivitas (a) merupakan satu konstanta yang tidak tergantung pada tebal kuvet dan intensitas radiasi yang mengenai larutan sampel. Absorptivitas


(28)

tergantung pada suhu, pelarut, struktur molekul dan panjang gelombang radiasi. Satuan a ditentukan oleh satuan b dan c.

2.5.2 Kegunaan spektrofotometri ultraviolet

Menurut Dachriyanus (2004),pada umumnya spektrofotometri ultraviolet dalam analisis senyawa organik digunakan untuk:

1. Menjelaskan struktur berdasarkan panjang gelombang maksimum suatu senyawa

2. Mampu menganalisis senyawa organik secara kuantitatif dengan menggunakan hukum Lambert-Beer.

Kegunaan spektrofotometri ultraviolet dalam analisis kualitatif sangat terbatas karena rentang daerah radiasi yang relatif sempit hanya dapat mengakomodasi sedikit sekali puncak absorpsi maksimum dan minimum, karena itu identifikasi senyawa yang tidak diketahui tidak memungkinkan untuk dilakukan (Satiadarma, dkk., 2004). Akan tetapi, jika digabung dengan cara lain seperti spektroskopi inframerah, resonansi magnet inti dan spektroskopi massa, maka dapat digunakan untuk identifikasi atau analisis kualitatif senyawa tersebut (Gandjar dan Rohman, 2008).

Penggunaan utama spektrofotometri ultraviolet adalah dalam analisis kuantitatif. Apabila dalam alur radiasi spektrofotometer terdapat senyawa yang mengabsorpsi radiasi, maka akan terjadi pengurangan kekuatan radiasi yang mencapai detektor. Parameter kekuatan energi radiasi khas yang diabsorpsi oleh molekul adalah absorbansi (A) yang dalam batas konsentrasi rendah nilainya sebanding dengan banyaknya molekul yang mengabsorbapsi radiasi dan merupakan dasar analisis kuantitatif. Penentuan kadar senyawa organik yang


(29)

mempunyai struktur kromofor atau mengandung gugus kromofor, serta mengabsorpsi radiasi ultraviolet, penggunaannya cukup luas (Satiadarma, dkk., 2004).

Analisis kuantitatif dengan metode spektrofotometri ultraviolet dapat digolongkan menjadi analisis zat tunggal atau analisis satu komponen dan analisis kuantitatif dua macam zat atau lebih (analisis multikomponen):

1. Analisis kuantitatif zat tunggal (analisis satu komponen)

Terdapat dua metode penggunaan pengukuran spektrofotometri dalam analisis senyawa, yaitu metode penetapan kadar absolut dan komparatif. Metode penetapan kadar komparatif lebih disukai. Pada jenis penetapan kadar ini, larutan standar obat yang akan dianalisis disiapkan, serapan sampel dan standar ditentukan pada kondisi yang sama (Cairns, 2009). Menurut Holme dan Peck (1983), konsentrasi sampel dihitung dengan rumus sebagai berikut:

As At =

Cs Ct

Keterangan: As = Absorbansi baku pembanding At = Absorbansi sampel

Cs = Konsentrasi baku pembanding Ct = Konsentrasi sampel

2. Analisis kuantitatif dua macam zat atau lebih (analisis multikomponen) Analisis kuantitatif dua macam zat atau lebih bahkan kadang-kadang ditentukan secara simultan dalam sekali pengamatan tanpa dipisahkan. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa absorbansi total dari campuran komponen merupakan jumlah serapan masing-masing komponen tersebut (Day dan Underwood, 2002).


(30)

Menurut Day dan Underwood (2002), ada tiga kemungkinan analisis campuran dua komponen atau lebih, yaitu:

a. Spektrum tanpa tumpang tindih

Spektrum tidak saling tumpang tindih memungkinkan untuk menemukan suatu panjang gelombang dimana X menyerap dan Y tidak menyerap, serta panjang gelombang serapan maksimum dimana Y menerap dan X tidak menyerap. Komponen X dan Y masing-masing diukur pada λ1 dan λ2. Spektrum tanpa tumpang tindih dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah ini.

Gambar 1. Spektrum Absorpsi Senyawa X dan Y (Tidak terjadi tumpang tindih pada kedua panjang gelombang yang digunakan)

b. Spektrum tumpang tindih satu arah

Spektrum dari X dan Y tumpang tindih satu arah. Y tidak mengganggu pengukuran X pada λ1 tetapi X menyerap cukup banyak bersama-sama denganY pada λ2. Pemecahan masalah ini pada prinsipnya cukup sederhana. Konsentrasi X ditetapkan langsung dari serapan larutan pada λ1. Kemudian serapan yang diberikan oleh konsentrasi X pada λ2 dihitung dari absorptivitas molar X pada λ2 yang telah diketahui sebelumnya. Serapan ini dikurangkan dari serapan terukur larutan pada λ2 sehingga akan diperoleh serapan yang disebabkan oleh Y. Kemudian konsentrasi Y dapat diukur dengan cara yang


(31)

biasa. Spektrum tumpang tindih satu arah dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini.

Gambar 2. Spektrum Absorpsi Senyawa X dan Y (Tumpang tindih satu arah; X dapat diukur tanpa gangguan Y, tetapi X mengganggu pada pengukuran langsung Y)

c. Spektrum tumpang tindih dua arah

Spektrum dari X dan Y saling tumpang tindih dua arah, pada keadaan ini tidak ada panjang gelombang serapan maksimum dimana X dan Y menyerap tanpa gangguan. Spektrum tumpang tindih dua arah dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini.

Gambar 3. Spektrum Absorpsi Senyawa X dan Y (Tumpang tindih dua arah. Tidak ada panjang gelombang dimana masing-masing senyawa dapat diukur tanpa mengalami gangguan oleh yang lainnya)


(32)

Maka perlu penyelesaian dua persamaan dengan dua variabel yang tidak diketahui. Hal ini karena serapan total dari campuran beberapa komponen merupakan jumlah serapan masing-masing komponen tersebut. Sehingga, konsentrasi X dan Y yang belum diketahui dalam kedua persamaan dapat diukur dengan mudah.

2.6 Validasi Metode

Validasi adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu pada prosedur penetapan yang dipakai untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004). Suatu metode analisis harus divalidasi untuk melakukan verifikasi bahwa parameter-parameter kerjanya cukup mampu untuk mengatasi masalah analisis (Gandjar dan Rohman, 2008).

Validasi metode analisis dilakukan dengan uji labratorium, dengan demikian dapat ditunjukkan bahwa karakteristik kinerjanya telah memenuhi persyaratan untuk diterapkan dalam analisis senyawa atau sediaan yang bersangkutan (Satiadarma, dkk., 2004). Parameter analisis yang ditentukan pada validasi adalah akurasi, presisi, spesifitas, batas deteksi, batas kuantitasi, linieritas dan rentang (Gandjar dan Rohman, 2008).

Akurasi (kecermatan) adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit sebenarnya. Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan dan dapat ditentukan melalui dua cara yaitu metode simulasi (spiked placebo recovery) dan metode penambahan bahan baku (standard addition method). Dalam metode simulasi,


(33)

sejumlah analit bahan murni (senyawa pembanding kimia) ditambahkan kedalam campuran bahan sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar standar yang ditambahkan (kadar sebenarnya). Dalam metode adisi (penambahan bahan baku), sejumlah sampel yang dianalisis ditambah analit dengan konsentrasi tertentu, dicampur dan dianalisis kembali. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya (hasil yang diharapkan). Dalam kedua metode, persen perolehan kembali dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya (Harmita, 2004).

Menurut Harmita (2004), persen perolehan kembali dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

% perolehan kembali = CF − CA

CA

×

100 %

Keterangan: CF = Kadar sampel setelah penambahan larutan baku CA = Kadar sampel sebelum penambahan larutan baku C*A = Kadar larutan baku yang ditambahkan

Presisi adalah derajat kesesuaian di antara masing-masing hasil uji, jika prosedur analisis ditetapkan berulang kali pada sejumlah cuplikan yang diambil dari satu sampel homogen. Presisi dinyatakan sebagai deviasi standar atau deviasi standar relatif. Presisi dapat diartikan pula sebagai reprodusibilitas (reproducibility) atau keterulangan (repeatability) dari prosedur analisis pada kondisi kerja normal (Satiadarma, dkk., 2004). Parameter-parameter seperti standar deviasi, simpangan baku relatif dan derajat kepercayaan haruslah dikalkulasi untuk mendapatkan tingkat presisi tertentu. Nilai simpangan baku relatif dinyatakan memenuhi persyaratan jika lebih kecil dari 10 – 20% (Ermer dan Miller, 2005).


(34)

Menurut Harmita (2004), simpangan baku relatif dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

Simpangan baku relatif = SD

X

� x 100%

Batas deteksi adalah parameter, yaitu konsentrasi analit terendah yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko (Harmita, 2004).

Menurut Harmita (2004), batas deteksi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Simpangan baku (���) =

∑(Y – Yi )

2 n−2

Batas deteksi = 3 × SY X�

�����

Batas

kuantitasi adalah jumlah analit terkecil dalam sampel yang masih dapat diukur dalam kondisi percobaan yang sama dan memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).

Menurut Harmita (2004), batas kuantitasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Batas kuantitasi = 10 × SY X�

�����

Kelinieran suatu metode analisis adalah kemampuan untuk menunjukkan bahwa nilai hasil uji langsung atau setelah diolah secara matematika, proporsional dengan konsentrasi analit dalam sampel dalam rentang konsentrasi tertentu (Satiadarma, dkk., 2004). Linieritas dapat diukur dengan melakukan pengukuran tunggal pada konsentrasi yang berbeda-beda. Data yang diperoleh diproses untuk


(35)

selanjutnya dapat ditentukan nilai kemiringan (slope), intersep dan koefisien korelasinya (Gandjar dan Rohman, 2008).


(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakuka n di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara dan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dimulai dari Januari 2014 sampai April 2014.

3.2 Bahan-bahan

3.2.1 Pereaksi

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini kecuali dinyatakan lain adalah bahan yang berkualitas pro analisis dari E. Merck yaitu asam klorida, aquadest (CV. Rudang Jaya), kafein (BPFI) dan natrium benzoat (BPFI).

3.3 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Spektrofotometri UV-Visible (Hitachi U-2900), neraca analitik (Mettler Teledo), spatula, indikator universal dan alat-alat gelas.

3.4 Pembuatan Pereaksi

3.4.1 Larutan HCl 0,1 N


(37)

3.5 Pengambilan Sampel

Sampel yang digunakan adalah minuman energi yang diperoleh dari pusat perbelanjaan Maximart, Yang Lim Plaza, Jalan Emas, Medan. Metode pengambilan sampel dilakukan secara purposif, yaitu metode pengambilan sampel ditentukan atas dasar pertimbangan bahwa sampel yang tidak terambil mempunyai karakteristik yang sama dengan sampel yang diteliti (Sudjana, 2005).

Pengambilan sampel didasarkan atas pertimbangan dimana produk yang beredar di pasaran yang mengandung kafein dan natrium benzoat pada komposisinya. Diperoleh 6 (enam) sampel minuman energi dan diberi penanda sebagai sampel A, sampel B, sampel C, sampel D, sampel E dan sampel F.

3.6 Pembuatan Larutan Induk Baku

3.6.1 Pembuatan larutan induk baku asam benzoat

Ditimbang 59 mg baku pembanding natrium benzoat (mengandung asam benzoat 50 mg) kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, dilarutkan dengan HCl 0,1 N hingga larut, dicukupkan volume dengan HCl 0,1 N sampai garis tanda (LIB I).

Konsentrasi LIB I : 50 mg

100 ml × 1000 µg/mg = 500 µg/ml

Dari larutan LIB I dipipet 5 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, diencerkan dengan HCl 0,1 N sampai garis tanda (LIB II).

Konsentrasi LIB II : 5 ml


(38)

3.6.2 Pembuatan larutan induk baku kafein

Ditimbang 50 mg baku pembanding kafein kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, dilarutkan dengan HCl 0,1 N hingga larut, dicukupkan volume dengan HCl 0,1 Nsampai garis tanda (LIB I).

Konsentrasi LIB I : 50 mg

100 ml × 1000 µg/mg = 500 µg/ml

Dari larutan LIB I dipipet 5 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, diencerkan dengan HCl 0,1 N sampai garis tanda (LIB II).

Konsentrasi LIB II : 5 ml

50 ml× 500 µg/ml = 50 µg/ml

3.7 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

3.7.1 Penentuan panjang gelombang maksimum asam benzoat

Dipipet sebanyak 2,5 ml dari LIB II asam benzoat (50 µg/ml), dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan dicukupkan volume dengan HCl 0,1 N sampai garis tanda. Diperoleh konsentrasi 5 µg/ml. Kemudian diukur serapannya pada panjang gelommbang 200 – 400 nm sehingga diperoleh panjang gelombang maksimum (hasil pengukuran dapat dilihat pada Gambar 4, halaman 28).

3.7.2 Penentuan panjang gelombang maksimum kafein

Dipipet sebanyak 4,5 ml dari LIB II asam benzoat (50 µg/ml), dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan dicukupkan volume dengan HCl 0,1 N sampai garis tanda. Diperoleh konsentrasi 9 µg/ml. Kemudian diukur serapannya pada panjang gelommbang 200 – 400 nm sehingga diperoleh panjang gelombang maksimum (hasil pengukuran dapat dilihat pada Gambar 5, halaman 29).


(39)

3.8 Pembuatan Kurva Serapan Tumpang Tindih Asam Benzoat dan Kafein (1 : 1)

Larutan baku pembanding asam benzoat dan kafein dibuat dengan konsentrasi masing-masing 4 µg/ml dan 4 µg/ml (1 : 1) dengan cara dipipet sebanyak 2 ml dari LIB II asam benzoat (50 µg/ml), dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan dicukupkan volume dengan HCl 0,1 N sampai garis tanda dan diperoleh konsentrasi 4 µg/ml. Selanjutnya, dipipet 2 ml dari LIB II kafein (50 µg/ml), dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan dicukupkan volume dengan HCl 0,1 N sampai garis tanda dan diperoleh konsentrasi 4 µg/ml. Kemudian diukur serapan masing-masing pada rentang panjang gelombang 200 - 400 nm. Kurva serapan masing-masing yang diperoleh dibuat tumpang tindih pada kerangka yang sama (hasil pengukuran dapat dilihat pada Gambar 6, Halaman 30).

3.9 Pembuatan Kurva Kalibrasi

3.9.1 Pembuatan kurva kalibrasi asam benzoat

Dari LIB II dipipet 1,5 ml; 2 ml; 2,5 ml; 3 ml; dan 3,5 ml, masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, kemudian dicukupkan dengan HCl 0,1 N hingga garis tanda sehingga konsentrasi asam benzoat yang diperoleh adalah 3 µg/ml, 4 µg/ml, 5 µg/ml, 6 µg/ml dan 7 µg/ml. Diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum asam benzoat yang telah diperoleh.

3.9.2 Pembuatan kurva kalibrasi kafein

Dari LIB II dipipet 2,5 ml; 3 ml; 3,5 ml; 4 ml; dan 4,5 ml, masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, kemudian dicukupkan dengan HCl 0,1 N hingga garis tanda sehingga konsentrasi asam benzoat yang diperoleh adalah 5


(40)

µg/ml, 6 µg/ml, 7 µg/ml, 8 µg/ml dan 9 µg/ml. Diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum kafein yang telah diperoleh.

3.10 Penetapan Kadar Baku Asam Benzoat dan Kafein Secara Simultan

Untuk larutan baku asam benzoat dipipet sebanyak 10 ml dari LIB II asam benzoat (50 µg/ml), dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan volume dengan HCl 0,1 N sampai garis tanda. Diperoleh konsentrasi 5 µg/ml. Sedangkan untuk larutan baku kafein dipipet sebanyak 18 ml dari LIB II kafein (50 µg/ml), dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan volume dengan HCl 0,1 N sampai garis tanda. Diperoleh konsentrasi 9 µg/ml. Masing-masing larutan baku diukur serapannya pada panjang gelombang 229 nm untuk asam benzoat dan 272 nm untuk kafein. Kemudian masing- masing larutan dipipet sebanyak 10 ml dan dicampur dalam labu tentukur. Diukur serapannya pada panjang gelombang 229 nm dan 272 nm. Perlakuan diulang sebanyak 6 kali.

3.11 Penetapan Kadar Natrium Benzoat dan Kafein dalam Sampel

3.11.1 Penetapan kadar natrium benzoat dan kafein dalam sampel A

Dipipet 0,3 ml larutan sampel, dimasukkan dalam labu tentukur 25 ml. Ditambahkan 1 ml HCl 0,1 N hingga suasana asam kemudian pH diperiksa dengan menggunakan indikator universal (pH = 2). Volume dicukupkan dengan aquadest hingga garis tanda. Diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum asam benzoat dan kafein yang telah diperoleh. Perlakuan diulang sebanyak 6 kali.


(41)

3.11.2 Penetapan kadar natrium benzoat dan kafein dalam sampel B

Dipipet 0,3 ml larutan sampel, dimasukkan dalam labu tentukur 25 ml. Ditambahkan 1 ml HCl 0,1 N hingga suasana asam kemudian pH diperiksa dengan menggunakan indikator universal (pH = 2). Volume dicukupkan dengan aquadest hingga garis tanda. Diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum asam benzoat dan kafein yang telah diperoleh. Perlakuan diulang sebanyak 6 kali.

3.11.3 Penetapan kadar natrium benzoat dan kafein dalam sampel C

Dipipet 0,3 ml larutan sampel, dimasukkan dalam labu tentukur 25 ml. Ditambahkan 1 ml HCl 0,1 N hingga suasana asam kemudian pH diperiksa dengan menggunakan indikator universal (pH = 2). Volume dicukupkan dengan aquadest hingga garis tanda. Diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum asam benzoat dan kafein yang telah diperoleh. Perlakuan diulang sebanyak 6 kali.

3.11.4 Penetapan kadar natrium benzoat dan kafein dalam sampel D

Dipipet 0,3 ml larutan sampel, dimasukkan dalam labu tentukur 25 ml. Ditambahkan 1 ml HCl 0,1 N hingga suasana asam kemudian pH diperiksa dengan menggunakan indikator universal (pH = 2). Volume dicukupkan dengan aquadest hingga garis tanda. Diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum asam benzoat dan kafein yang telah diperoleh. Perlakuan diulang sebanyak 6 kali.

3.11.5 Penetapan kadar natrium benzoat dan kafein dalam sampel E

Dipipet 0,4 ml larutan sampel, dimasukkan dalam labu tentukur 25 ml. Ditambahkan 1 ml HCl 0,1 N hingga suasana asam kemudian pH diperiksa


(42)

dengan menggunakan indikator universal (pH = 2). Volume dicukupkan dengan aquadest hingga garis tanda. Diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum asam benzoat dan kafein yang telah diperoleh. Perlakuan dilang sebanyak 6 kali.

3.11.6 Penetapan kadar natrium benzoat dan kafein dalam sampel F

Dipipet 0,5 ml larutan sampel, dimasukkan dalam labu tentukur 25 ml. Ditambahkan 1 ml HCl 0,1 N hingga suasana asam kemudian pH diperiksa dengan menggunakan indikator universal (pH = 2). Volume dicukupkan dengan aquadest hingga garis tanda. Diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum asam benzoat dan kafein yang telah diperoleh. Perlakuan diulang sebanyak 6 kali.

Nilai serapan yang diperoleh harus berada dalam rentang nilai kurva kalibrasi larutan baku, dengan demikian konsentrasi natrium benzoat dan kafein dapat dihitung berdasarkan persamaan garis regresi linier dari kurva kalibrasi.

Konsentrasi asam benzoat dan kafein dapat dihitung dengan rumus: Konsentrasi (µg/ml) = Konsentrasi awal (µg/ml )×volume (ml )×F. Pengenceran

Volume Sampel (ml )

Kadar natrium benzoat dapat ditentukan dari berat molekulnya (BM). Kadar natrium benzoat (mg/kg) = kadar asam benzoat x BM natrium benzoat

BM asam benzoat

3.12 Analisis Data Secara Statistik

Kadar natrium benzoat dan kafein yang diperoleh dari hasil pengukuran masing-masing larutan sampel dianalisis untuk mengetahui data ditolak atau


(43)

diterima menggunakan uji distribusi t. Menurut Sudjana (2005), uji distribusi t dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

t hitung =

X− X� SD /√n

Data diterima jika t hitung < t tabel. Tabel distribusi t dapat dilihat pada Lampiran

28, halaman 113.

Menurut Sudjana (2005), untuk mencari standar deviasi (SD) digunakan rumus sebagai berikut:

SD =

∑(X− X�)

2 n−1

Keterangan : X = kadar sampel

X

= kadar rata-rata sampel n = jumlah pengulangan

dan untuk menentukan kadar natrium benzoat dan kafein sebenarnya dalam sampel dengan interval kepercayaan 99%, α = 1%, dk = n-1, dapat digunakan rumus (Sudjana, 2005):

Kadar : µ = X� ± (t (α/2, dk) x SD/√n )

Keterangan : µ : kadar sebenarnya X� : kadar rata-rata sampel SD : standar deviasi

dk : derajat kebebasan (dk = n-1)

t : harga t tabel sesuai dengan dk = n-1 α : tingkat kepercayaan


(44)

3.13 Validasi Metode

3.13.1 Uji perolehan kembali (recovery)

Uji perolehan kembali dilakukan dengan metode penambahan larutan baku (standard addition method). Dalam metode ini, kadar asam benzoat dan kafein dalam sampel ditentukan terlebih dahulu, selanjutnya dilakukan penentuan kadar asam benzoat dan kafein dalam sampel setelah penambahan larutan standar dengan konsentrasi tertentu (Harmita, 2004).

Uji perolehan kembali dilakukan dengan menambahkan larutan baku asam benzoat berkonsentrasi 50 µg/ml sebanyak 0,6 ml dan larutan baku kafein berkonsentrasi 50 µg/ml sebanyak 0,9 ml ke dalam sampel dan dianalisis dengan perlakuan yang sama pada sampel (prosedur 3.11.2).

Menurut Harmita (2004), persen perolehan kembali dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

% perolehan kembali = CF − CA

CA

×

100 %

Keterangan: CF =Kadar sampel setelah penambahan larutan baku CA = Kadar sampel sebelum penambahan larutan baku C*A = Kadar larutan baku yang ditambahkan

3.13.2 Simpangan baku relatif

Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang homogen. Nilai simpangan baku relatif yang memenuhi persyaratan menunjukkan adanya keseksamaan metode yang dilakukan (Harmita, 2004).


(45)

Menurut Harmita (2004), simpangan baku relatif dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

RSD = SD

X

� x 100%

Keterangan : X� = Kadar rata-rata sampel SD = Standar Deviasi

RSD = Relative Standard Deviation

3.13.3 Penentuan batas deteksi (Limit of Detection) dan batas kuantitasi (Limit of Quantitation)

Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan. Sedangkan batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).

Menurut Harmita (2004), batas deteksi dan batas kuantitasi ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Simpangan baku (���) =

∑(Y – Yi )

2 n−2

Batas deteksi (LOD) = 3 × SY X�

�����

Batas kuantitasi (LOQ) = 10 × SY X�


(46)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Penentuan panjang gelombang maksimum asam benzoat dilakukan dengan mengukur absorbansi masing-masing komponen dari larutan baku dengan konsentrasi asam benzoat 5 µg/ml dan kafein 9 µg/ml pada rentang panjang gelombang 200 – 400 nm dengan menggunakan spektrofotometer ultraviolet. Dari pengukuran yang dilakukan, didapat absorbansi maksimum asam benzoat pada panjang gelombang 229 nm dan absorbansi maksimum kafein pada panjang gelombang 272 nm. Kurva serapan dari baku pembanding asam benzoat dan kafein dapat dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5 di bawah ini.

Gambar 4. Kurva Serapan Baku Pembanding Asam Benzoat, Konsentrasi 5 µg/ml dalam Larutan HCl 0,1 N. Panjang Gelombang Maksimum 229 nm


(47)

Gambar 5. Kurva Serapan Baku Pembanding Kafein, Konsentrasi 9 µg/ml dalam Larutan HCl 0,1 N. Panjang Gelombang Maksimum 272 nm

4.2 Pembuatan Kurva Serapan Tumpang Tindih Asam Benzoat dan Kafein (1 : 1)

Larutan baku pembanding asam benzoat dan kafein dibuat dengan konsentrasi masing-masing 4 µg/ml dan 4 µg/ml. Perbandingan konsentrasi yang dibuat sesuai dengan perbandingan rata-rata zat berkhasiat yang terdapat dalam sampel. Kemudian diukur serapan masing-masing pada rentang panjang gelombang 200 - 400 nm. Kurva serapan masing-masing dibuat tumpang tindih pada kerangka yang sama. Diperoleh spektrum asam benzoat dan kafein saling tumpang tindih dimana spektrum absorpsi asam benzoat mempengaruhi spektrum absorpsi kafein dan spektrum absorpsi kafein juga mempengaruhi spektrum absorpsi asam benzoat sehingga serapan yang terukur pada panjang gelombang maksimum asam benzoat merupakan serapan asam benzoat dan kafein. Begitu juga sebaliknya serapan yang terukur panjang gelombang maksimum kafein merupakan serapan asam benzoat dan kafein.


(48)

Pada kurva serapan dapat dilihat terjadi tumpang tindih antara serapan kedua senyawa. Maka, perhitungan dilakukan dengan metode persamaan regresi untuk kedua senyawa tersebut. Kurva serapan tumpang tindih dapat dilihat pada Gambar 6 di bawah ini.

Gambar 6. Kurva Serapan Tumpang Tindih Baku Pembanding Asam Benzoat dan Kafein (1 : 1)

4.3 Kurva Kalibrasi

4.3.1 Kurva kalibrasi asam benzoat

Kurva kalibrasi asam benzoat diperoleh dengan cara mengukur absorbansi larutan baku dengan konsentrasi 3; 4; 5; 6; dan 7 µg/ml pada panjang gelombang 229 nm dan 272 nm. Dari pengukuran ini didapat persamaan regresi pada panjang gelombang 229 nm yaitu Y = 0,0883X – 0,0062 dengan koefisien korelasi (r) 0,9989 dan persamaan regresi pada panjang gelombang 272 nm yaitu Y = 0,0071X – 0,0001 dengan koefisien korelasi (r) 0,9977. Kurva kalibrasi asam benzoat pada panjang gelombang 229 nm dan 272 nm dapat dilihat pada Gambar 7 berikut ini.

Kafein Asam benzoat


(49)

Gambar 7. Kurva Kalibrasi Asam Benzoat pada Panjang Gelombang 229 nm dan 272 nm

Berdasarkan kurva di atas diperoleh hubungan yang linier antara konsentrasi dengan absorbansi. Nilai r > 0,99 menunjukkan adanya korelasi linier hubungan antara X dan Y (Watson, 2010). Data dan hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 5 dan Lampiran 6, halaman 47 dan halaman 49.

4.3.2 Kurva kalibrasi kafein

Kurva kalibrasi kafein diperoleh dengan cara mengukur absorbansi larutan baku dengan konsentrasi 5; 6; 7; 8; dan 9 µg/ml pada panjang gelombang 229 nm dan 272 nm. Dari pengukuran ini didapat persamaan regresi pada panjang gelombang 229 nm yaitu Y = 0,0300X + 0,0008 dengan koefisien korelasi (r) 0,9984 dan persamaan regresi pada panjang gelombang 272 nm yaitu Y = 0,0575X + 0,0008 dengan koefisien korelasi (r) 0,9991. Kurva kalibrasi kafein pada panjang gelombang 229 nm dan 272 nm dapat dilihat pada Gambar 8 berikut ini.

Y = 0,0883X - 0,0062 r = 0,9989

y = 0,0071x - 0,0001 r = 0,9977 0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7

0 1 2 3 4 5 6 7 8

Abso

r

ban

si

Konsentrasi (μg/ml)

Series1 Series2 229 nm 272 nm


(50)

Gambar 8. Kurva Kalibrasi Kafein pada Panjang Gelombang 229 nm dan 272 nm Berdasarkan kurva di atas diperoleh hubungan yang linier antara konsentrasi dengan absorbansi. Nilai r > 0,99 menunjukkan adanya korelasi linier hubungan antara X dan Y (Watson, 2010). Data dan hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 7 dan Lampiran 8, halaman 51 dan halaman 53.

4.4 Penetapan Kadar Baku Asam Benzoat dan Kafein Secara Simultan

Hasil pengukuranuntuk masing-masing larutan baku diperoleh konsentrasi sebesar 5,0350 µg/ml untuk asam benzoat dan 9,0430 µg/ml untuk kafein. Kemudian setelah pencampuran larutan baku, konsentrasi rata-rata asam benzoat dan kafein yang diperoleh dengan metode persamaan regresi yaitu sebesar 5,0251 µg/ml dan 9,2918 µg/ml. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa persen kadar yaitu 99,80% untuk asam benzoat dan 102,75% untuk kafein dan kadar ini masih di dalam batas kadar yang diizinkan dalam Farmakope Indonesia yaitu 90-110 % (Ditjen POM, 1979). Berdasarkan hal tersebut dapat dinyatakan bahwa metode

Y = 0,03X + 0,0008 r = 0,9984 y = 0,0575x + 0,0008

r = 0,9991

0,00 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60

0 2 4 6 8 10

Abso

r

ban

si

Konsentrasi (μg/ml)

Series1 Series2272 nm


(51)

perhitungan persamaan regresi dapat digunakan untuk penetapan kadar natrium benzoat dan kafein. Contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 10, halaman 56.

4.5 Penetapan Kadar Natrium Benzoat dan Kafein dalam Sampel

Pada penetapan kadar natrium benzoat dan kafein pada sampel dilakukan pemipetan larutan sampel dengan volume yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan setelah dilakukan orientasi dengan volume yang sama, hasil yang diperoleh diluar dari nilai kurva kalibrasi.

Penetapan kadar natrium benzoat dan kafein dilakukan secara spektrofotometri ultraviolet. Natrium benzoat dalam sampel akan bereaksi dengan asam klorida membentuk asam benzoat dalam suasana asam. Dengan menggunakan dua panjang gelombang yaitu masing-masing 229 nm untuk asam benzoat dan 272 nm untuk kafein dilakukan perhitungan kadar untuk kedua senyawa secara persamaan regresi. Sampel diukur pada kedua panjang gelombang tersebut. Analisis kemudian dilanjutkan dengan perhitungan statistik dengan distribusi t pada tingkat kepercayaan 99% (perhitungan statistik dapat dilihat pada Lampiran 18-23, halaman 78-98). Kandungan natrium benzoat dan kafein pada sampel minuman energi dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Kandungan Natrium Benzoat dan Kafein pada Minuman Energi

No. Sampel Kadar Natrium Benzoat

(mg/kg)

Jumlah kafein (mg/sajian)

1 A 494,6513 ± 17,1173 48,7618 ± 0,5964

2 B 266,8128 ± 6,6828 46,6278 ± 0,3529

3 C 242,6389 ± 4,0538 45,5494 ± 1,1778

4 D 223,8319 ± 2,3345 47,9144 ± 0,6550

5 E 374,1924 ± 5,7813 45,9813 ± 1,4295


(52)

Berdasarkan Tabel 1, semua sampel minuman energi yang dianalisis mengandung natrium benzoat antara 223 - 494 mg/kg, semua sampel minuman energi tersebut tidak mencantumkan jumlah natrium benzoat pada label namun hasil yang diperoleh memenuhi persyaratan kadar natrium benzoat yang tercantum dalam SNI 01-0222-1995 tentang bahan tambahan pangan yaitu tidak lebih dari 600 mg/kg. Dan semua sampel minuman energi tersebut juga mengandung kafein antara 45 - 48 mg/sajian, hasil yang diperoleh berbeda dengan yang tertera pada label yaitu 50 mg/sajian namun masih memenuhi persyaratan kandungan kafein dalam minuman energi yang tercantum dalam SNI 01-6684-2002 tentang minuman energi yaitu tidak lebih dari 50 mg/sajian. Contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 12-17, halaman 60-75.

Kandungan kafein dan natrium benzoat dalam sampel minuman energi yang diperoleh pada panjang gelombang maksimum 229 nm dan 272 nm bukan merupakan kandungan natrium benzoat dan kafein yang sebenarnya tetapi merupakan kandungan total beserta bahan-bahan lain dalam sampel yang memberikan serapan pada panjang gelombang maksimum yang digunakan misalnya vitamin B5 (λmaks = 200 nm), sakarin (λmaks = 235 nm), vitamin B1 (λmaks = 246 nm), nikotinamid (λmaks = 261 nm), vitamin B2 (λmaks = 267 nm), vitamin B12 (λmaks = 278 nm) dan vitamin B6 (λmaks = 290 nm). Sedangkan bahan – bahan yang mempunyai panjang gelombang maksimum pada daerah visible (400 - 800 nm) tidak mempengaruhi hasil penelitian. Panjang gelombang maksimum bahan-bahan yang terdapat dalam sampel minuman energi dapat dilihat pada Lampiran 2, halaman 44. Pada analisis sampel minuman energi yang mengandung berbagai bahan berbeda, peneliti telah salah memilih metode karena


(53)

tidak mempertimbangkan bahan-bahan lain dalam sampel yang memberikan serapan pada panjang gelombang maksimum yang digunakan. Pada penelitian ini seharusnya menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) yang dapat memisahkan bahan - bahan dalam sampel.

4.6 Validasi Metode Analisis

4.6.1 Uji perolehan kembali (recovery)

Hasil uji perolehan kembali kadar asam benzoat dan kafein setelah penambahan masing-masing larutan baku asam benzoat dan kafein dalam sampel dapat dilihat pada Lampiran 24, halaman 102. Perhitungan persen perolehan kembali asam benzoat dan kafein dalam sampel dapat dilihat pada Lampiran 25, halaman 103. Persen perolehan kembali asam benzoat dan kafein dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Persen Perolehan Kembali (recovery) Asam Benzoat dan Kafein

No. Persen Perolehan

kembali

Syarat rentang persen perolehan kembali

1 Asam benzoat 109,41

80 - 120%

2 Kafein 105,79

Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat bahwa rata-rata hasil uji perolehan kembali untuk asam benzoat 109,41% dan kafein 105,79%. Persen perolehan kembali tersebut menunjukkan kecermatan atau akurasi yang baik berdasarkan syarat persen perolehan kembali yaitu berada pada rentang 80 – 120% (Ermer dan Miller, 2005). Hasil yang diperoleh masih dipengaruhi oleh bahan – bahan lain dalam sampel minuman energi yang panjang gelombang maksimumnya berada pada daerah ultraviolet.


(54)

4.6.2 Simpangan baku relatif

Untuk menetapkan presisi dari metode yang digunakan maka dilakukan perhitungan simpangan baku relatif (Relative Standard Deviation). Berdasarkan data hasil pengukuran asam benzoat dan kafein dalam minuman energi, diperoleh nilai simpangan baku relatif (RSD) sebesar 2,33% untuk asam benzoat dan 2,57% untuk kafein. RSD yang diperoleh memenuhi persyaratan yaitu lebih kecil dari 10 - 20%. Parameter-parameter seperti standar deviasi, simpangan baku relatif dan derajat kepercayaan haruslah dikalkulasi untuk mendapatkan tingkat presisi tertentu (Ermer dan Miller, 2005). Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa metode yang dilakukan memiliki presisi yang baik. Perhitungan simpangan baku relatif (RSD) kadar asam benzoat dan kafein dapat dilihat pada Lampiran 26, halaman 107.

4.6.3 Batas deteksi dan batas kuantitasi

Batas deteksi dan batas kuantitasi untuk asam benzoat dan kafein ditentukan berdasarkan data kurva kalibrasi kedua komponen tersebut. Dari hasil perhitungan diperoleh batas deteksi asam benzoat dan kafein pada panjang gelombang 229 nm masing-masing sebesar 0,4043 µg/ml dan 0,6100 µg/ml. Sedangkan, batas kuantitasinya sebesar 1,3477 µg/ml untuk asam benzoat dan 2,0333 µg/ml untuk kafein. Dan batas deteksi asam benzoat dan kafein pada panjang gelombang 272 nm masing-masing sebesar 0,5493 µg/ml dan 0,3652 µg/ml. Sedangkan, batas kuantitasinya sebesar 1,8310 µg/ml untuk asam benzoat dan 1,2174 µg/ml untuk kafein.


(55)

Batas deteksi merupakan parameter uji batas yang dilakukan untuk mendeteksi jumlah terkecil analit dalam sampel yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko. Sedangkan, batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004). Perhitungan batas deteksi dan batas kuantitasi asam benzoat dan kafein dapat dilihat pada Lampiran 27, halaman 109.


(56)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan: 1. Hasil pengujian terhadap bahan baku menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan konsentrasi sebelum dan sesudah pencampuran yaitu konsentrasi asam benzoat dan kafein sebelum pencampuran adalah 5,0350 µg/ml dan 9,0430 µg/ml, sedangkan konsentrasi asam benzoat dan kafein setelah pencampuran adalah 5,0251 µg/ml dan 9,2918 µg/ml dan ini masih dalam batas kadar yang diizinkan dalam Farmakope Indonesia (Ditjen POM, 1979), sehingga analisis dengan metode spektrofotometri ultraviolet secara simultan menggunakan metode perhitungan persamaan regresi dapat digunakan untuk menganalisis campuran kafein dan natrium benzoat.

2. Kandungan natrium benzoat dan kafein pada minuman energi yang dianalisis memenuhi persyaratan kadar yang tercantum dalam SNI 01-6684-2002 tentang minuman energi yaitu kandungan natrium benzoat sebesar (494,6513 ± 17,1173); (266,8128 ± 6,6828); (242,6389 ±

4,0538); (223,8319 ± 2,3345); (374,1924 ± 5,7813); (266,1196 ± 8,8433) mg/kg dan kandungan kafein sebesar (48,7618 ± 0,5964); (46,6278

± 0,3529); (45,5494 ± 1,1778); (47,9144 ± 0,6550); (45,9813 ± 1,4295); (47,9624 ± 0,8852) mg/sajian untuk sampel A, B, C, D, E, F. Namun kandungan kafein dan natrium benzoat yang diperoleh bukanlah


(57)

kandungan sebenarnya tetapi kandungan total beserta bahan-bahan lain dalam sampel yang memberikan serapan pada panjang gelombang maksimum yang digunakan misalnya vitamin B5, sakarin, vitamin B1, nikotinamid, vitamin B2, vitamin B12 dan vitamin B6. Pada sampel minuman energi seharusnya menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) yang dapat memisahkan bahan - bahan dalam sampel.

5.2Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan analisis kandungan kafein dan natrium benzoat pada minuman energi dengan metode lain seperti Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).


(58)

DAFTAR PUSTAKA

Afrianti, L.H. (2010). Pengawetan Makanan Alami dan Sintetis. Bandung: Alfabeta. Halaman 57.

Babu, K.M, Church, R.J., dan Lewander, W. (2008). Energy Drinks: The New Eye-Opener For Adolescents. Clinical Pediatric Emergency Medicine. 9: 35-42.

BSN. (1995). SNI 01-0222-1995: Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: BSN. Halaman 95.

BSN. (2002). SNl 01-6684-2002: Minuman Energi. Jakarta: BSN. Halaman 2. Cahyadi, W. (2008). Analisis dan Aspek Kesehatan: Bahan Tambahan Pangan.

Edisi Ke-II. Jakarta: Bumi Aksara. Halaman 4-8, 19.

Cairns, D. (2005). Essentials of Pharmaceutical Chemistry. Penerjemah: Puspita, R.M. (2009). Intisari Kimia Farmasi. Edisi Ke-II. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 150.

Dachriyanus. (2004). Analisis Struktur Senyawa Organik secara Spektrofotometri. Padang: Andalas University Press. Halaman 1.

Dalimunthe, R.A. (2009). Pengaruh Kafein Terhadap Toksisitas Parasetamol Ditinjau dari Parameter Farmakokinetika, Kadar AST, ALT, dan Gambar Histopatologis Jaringan Hati Ginjal dan Jantung Tikus Putih. Diakses tanggal 15 Juli 2014. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/25641. Day, R.A., dan Underwood, A.L. (1998). Quantitative Analysis. Edisi Ke-VI.

Penerjemah: Sopyan, I. (2002). Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga. Halaman 412-414.

Denney, R.C., dan Sinclair, R. (1991). Visible and Ultraviolet Spectroscopy: Analytical Chemistry by Open Learning. Singapore: John Wiley & Sons. Halaman 84-85.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ke-III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 155, 158, 187, 208, 321, 372, 502, 528.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi Ke-IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 254, 584.

Draganov, G.B., Pencheva, I.P., dan Todorova K.A. (2014). UV-Spectrophotometry Determination of Taurine in Energy Drink Mixtures. International Journal of Nutrition and Food Sciences. 3(2): 123-126.


(59)

Engel, R. (2009). Development of Analytical Methods for Determination of Water Soluble Vitamins in Functional Foods Products. Tanggal akses 24 Juni 2014. http://phd.lib.uni-corvinus.hu/427/3/engel_rita_ten.pdf.

Ermer, J., dan Miller J.H.M. (2005). Method Validation in Pharmaceutical Analysis. A Guide to Best Practice. Weinheim: Wiley-VCH. Halaman 28. Gandjar, I.G. dan Rohman, A. (2008). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar. Halaman 235-236, 240-243, 463-464, 468-469.

Harmita. (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metoda dan Cara Perhitungannya. Majalah Ilmu Kefarmasian. 1(3): 121-135.

Holme, D.J., dan Peck, H. (1983). Analytical Biochemistry. New York: Longman Inc. Halaman 42.

Huda, N. (2001). Pemeriksaan Kinerja Spektrofotometer UV-Vis GBC 911A Menggunakan Pewarna Tartrazine CL 19140. Tanggal akses 24 Juni 2014.

Kartadarma, E., Nawawi, A., dan Halida. (2007). Penentuan Kuantitatif Zat Warna Karmoisin, Ponceau 4R dan Merah Alura yang Ditambahkan dalam Minuman Angrem. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 18(1): 67-71. Louisa, M., dan Dewoto, H.R. (1972). Perangsang Susunan Saraf Pusat dalam

Farmakologi dan Terapi. Editor: Gunawan, S.G. (2009). Edisi Ke-V. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Halaman 247.

Moffat, A.C., Osselton, M.D., dan Widdop, B.(2011). Clarke’s Analysis of Drug ang Poisons. Edisi Ke-IV. London: Pharmaceutical Press. Halaman 965, 1028, 1173, 1521, 1772, 1988, 2017, 2038, 2142.

Mubarak, R. (2012). Effect of Red Bull energy drink on Rats’ Submandibular salivary. Journal of American Science.8(1): 366-372.

Munson, J.W. (1991). Analisis Farmasi Metode Modern. Surabaya: Airlangga University Press. Halaman 334.

Napitupulu, P.M. (2011).


(60)

Pavanelli, S.P., Bispo, G.L., Nascentes, C.C., dan Augusti, R. (2011). Degradation of Dood Dyes by Zero-valent Metals Exposed to Ultrasonic Irradiation in Water Medium: Optimization and Electrospray Ionization

Mass Spectrometry Monitoring.

Putriastuti, R., Kustiyah, L., dan Anwar, F. (2007). Persepsi, Konsumsi dan Preferensi Minuman Berenergi. Jurnal Gizi dan Pangan. 2(3): 13-25. Rosida, D.F. (2014). Penurunan Kadar Asam Amino Lisin dalam Kecap Manis

Akibat Reaksinya dengan Senyawa Karbonil dalam Reaksi Maillard.

Tanggal akses 24 Juni 2014.

Rosida.pdf.

Sari, A.P., Fajrianti, A., Iqbal, M., dan Dwijayanti, Rahma. (2013). Analisis Spektrofotometri UV/Vis dari Campuran Kadar Kafein dan Natrium Benzoat dalam Minuman Berenergi “Phanter”. Tanggal akses 10 juli 2013.

Satiadarma, K., Mulja, H.M., Tjahjono, D.H., dan Kartasasmita, R.E. (2004). Asas Pengembangan Prosedur Analisis. Edisi Ke-I. Surabaya: Airlangga University Press. Halaman 47,49, 87-90.

Sudjana. (2005). Metode Statistika. Bandung: Penerbit Tarsito. Halaman 93, 145, 201, 225.

Sumantri, Budiarti, A., dan Parameita, I. (2013). Perbandingan Kadar Sukrosa dalam Madu Randu dan Madu Kelengkeng dari Peternak Lebah dan Madu Perdagangan di kota Semarang. Tanggal akses 24 Juni 2014. http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1 &cad=rja&uact=8&ved=0CCIQFjAA&url=http%3A%2F%2Fwww.unwa has.ac.id%2Fpublikasiilmiah%2Findex.php%2FilmuFarmasidanklinik%2 Farticle%2Fdownload%2F867%2F979&ei=ii6U52wOc2OuATvo4CYDQ &usg=AFQjCNGg7YmtBE98xJlxZKcGtsRJp3yiTQ&bvm=bv.70138588, d.c2E.

Vasilarou, A.M.G., dan Georgiou, C.A. (2000). Enzymatic Spectrophotometric Reaction Rate Determination of Glucose in Fruit Drinks and Carbonated Beverages. Journal of Chemical Education. 77(10): 1327-1329.

Watson, D.G. (2005). Pharmaceutical Analysis: A Texbook for Pharmacy Students and Pharmaceutical Chemists. Edisi Ke-II. Penerjemah: Syarief, W.R. (2010). Analisis Farmasi: Buku Ajar untuk Mahasiswa Farmasi dan Praktisi Kimia Farmasi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 18.


(61)

Lampiran 1. Komposisi Sampel Minuman Energi Sampel A ( Exp. Juni 2016)

Ekstrak pasak bumi, ekstrak ginseng, madu, taurin, nikotinamid, vitamin B1, vitamin B2, vitamin B6, kafein, sukrosa, asam sitrat, natrium sitrat, natrium benzoat, perisa dan pewarna karamel.

Sampel B (Exp. Maret 2015)

Ekstrak ginseng, kafein, royal jelly, kafein, madu, inositol, taurin, nikotinamid, vitamin B2, vitamin B6, vitamin B12, sukrosa, natrium benzoat, asam sitrat, perisa dan sunset yellow FCF C.L. 15985.

Sampel C (Exp. April 2015)

Taurin, kafein, inositol, niasin, panotenat, vitamin B6, air, sukrosa, natrium benzoat, tartrazin C.L. 19140.

Sampel D (Exp. Mei 2015)

Taurin, glukunolakton, kafein, inositol, lisin, kolin bitartrat, vitamin B3, vitamin B5, vitamin B6, vitamin B12, gula murni, ponceau 4R C.L. 16255, tartrazin C.L. 19140, asam sitrat, trinatrium sitrat, natrium benzoat dan perisa.

Sampel E (Exp. Februari 2015)

Air, gula, asam sitrat, natrium sitrat, perisa anggur, ekstrak ginseng, natrium klorida, kafein, natrium benzoat, vitamin B3, B5, B6, B12, karmoisin C.L. 14720 dan biru berlian C.L. 42090.

Sampel F (Exp. Agustus 2015)

Taurin, kafein, inositol, ekstrak ginseng, nikotinamid, vitamin B6, dexpanthenol, vitamin B12, gula alami, sorbitol, sakarin, natrium benzoat, tartrazin C.L. 19140, perasa buah campur.


(62)

Lampiran 2. Panjang Gelombang Maksimum Bahan-bahan dalam Sampel Minuman Energi

Zat Panjang Gelombang

Maksimun (nm) Rujukan

sukrosa 190 Sumantri, dkk., 2013

vitamin B5 200 Engel, 2009

asam benzoat 230 Moffat, dkk., 2011

sakarin 235 Moffat, dkk., 2011

vitamin B1 246 Moffat, dkk., 2011

nikotinamid 261 Moffat, dkk., 2011

vitamin B2 267 Moffat, dkk., 2011

kafein 273 Moffat, dkk., 2011

vitamin B12 278 Moffat, dkk., 2011

vitamin B6 290 Moffat, dkk., 2011

lisin 400 Rosida, D.F., 2014

tartrazin 425 Huda, 2001

sunset yellow 480 Pavanelli, dkk., 2011

glukonolakton 505 Vasilarou dan Georgiou, 2000

ponceau 4R 506 Kartadarma, dkk., 2007

asam sitrat 520 Napitupulu, 2011

karmoisin 526 Kartadarma, dkk., 2007

taurin 570 Draganov, dkk., 2014


(63)

Lampiran 3. Perhitungan Konsentrasi Pengukuran Asam Benzoat Asam benzoat λ maksimum 229 nm dalam HCl 0,1 N (A11= 923) A = A11x b x C

0,4334 = 923 x 1 x C C = 0,4343

923

= 0,00047053 g/100 ml = 0,47053 mg/100 ml = 470,53 µg/100 ml = 4,7053 µg/ml


(64)

Lampiran 4. Perhitungan Konsentrasi Pengukuran Kafein Kafein λ maksimum 272 nm dalam HCl 0,1 N (A11= 504) A = A11x b x C

0,4334 = 504 x 1 x C C = 0,4343

504

= 0,00086171 g/100 ml = 0,86171 mg/100 ml = 861,71 µg/100 ml = 8,6171 µg/ml


(65)

Lampiran 5. Data Kalibrasi Asam Benzoat pada Panjang Gelombang 229 nm dengan Spektrofotometri Ultraviolet, Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan Koefisien Korelasi (r)

No Konsentrasi (µg/ml)

(X)

Absorbansi (Y)

1 0,0000 0,0000

2 3,0000 0,2430

3 4,0000 0,3520

4 5,0000 0,4300

5 6,0000 0,5380

6 7,0000 0,6070

No X Y X2 Y2 XY

1 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2 3,0000 0,2430 9,0000 0,0590 0,7290

3 4,0000 0,3520 16,0000 0,1239 1,4080

4 5,0000 0,4300 25,0000 0,1849 2,1500

5 6,0000 0,5380 36,0000 0,2894 3,2280

6 7,0000 0,6070 49,0000 0,3684 4,2490

∑X = 25,00 X

� = 4,1667

∑Y = 2,1700 Y

� = 0,3617 ∑X 2

= 135,00 ∑Y2 = 1,0257 ∑XY = 11,7640

a = ∑

XY −(∑X )(∑Y )

n

∑X2− (∑X )2

n

=

11,7640 −(25 ,00) (2,1700 )

6

135,00 −(25,00)2

6

= 2,7223

30,8333

= 0,0883

Y

= aX� + b b = Y�

aX�

= 0,3617 – (0,0883 x 4,1667) = -0,0062


(66)

Koefisien korelasi (r) = ∑XY − (∑X )(∑Y)/n

�[∑X2− (∑X)2/n][∑Y2− (∑Y)2/n]

=

11,7640 – (25,00) (2,1700 )6

��135,00 −(25,00)2

6 ��1,0257 −

(2,170 )2

6 �

= 2,7223

�[30,8333][0,2409]

= 2,7223

2,7254

= 0,9989

Maka koefisien relatif (r) dari kalibrasi asam benzoat pada panjang gelombang 229 nm adalah 0,9989


(67)

Lampiran 6. Data Kalibrasi Asam Benzoat pada Panjang Gelombang 272 nm dengan Spektrofotometri Ultraviolet, Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan Koefisien Korelasi (r)

No Konsentrasi (µg/ml)

(X)

Absorbansi (Y)

1 0,0000 0,0000

2 3,0000 0,0220

3 4,0000 0,0270

4 5,0000 0,0360

5 6,0000 0,0410

6 7,0000 0,0510

No X Y X2 Y2 XY

1 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2 3,0000 0,0220 9,0000 0,0005 0,0660

3 4,0000 0,0270 16,0000 0,0007 0,1080

4 5,0000 0,0360 25,0000 0,0013 0,1800

5 6,0000 0,0410 36,0000 0,0017 0,2460

6 7,0000 0,0510 49,0000 0,0026 0,3570

∑X = 25,00 X

� = 4,1667

∑Y = 0,1770 Y

� = 0,0295 ∑X 2

= 135,00 ∑Y2 = 0,0068 ∑XY = 0,9570

a = ∑

XY −(∑X )(∑Y )

n

∑X2 − (∑X )2

n

=

0,9570 −(25,00 ) (0,1770 )

6

135,00 −(25,00)2

6

= 0,2195

30,8333

= 0,0071

Y

= aX� + b b = Y�

aX�

= 0,0295 – (0,0071 x 4,1667) = -0,0001


(68)

Koefisien korelasi (r) = ∑XY − (∑X )(∑Y)/n

�[∑X2− (∑X)2/n][∑Y2− (∑Y)2/n]

=

0,9570 – (25,00) (0,1770 )6

��135,00 −(25,00)2

6 ��0,0068−

(0,1770 )2

6 �

= 0,2195

�[30,8333][0,0015695]

= 0,2195

0,2200

= 0,9977

Maka koefisien relatif (r) dari kalibrasi asam benzoat pada panjang gelombang 272 nm adalah 0,9977


(69)

Lampiran 7. Data Kalibrasi Kafein pada Panjang Gelombang 229 nm dengan Spektrofotometri Ultraviolet, Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan Koefisien Korelasi (r)

No Konsentrasi (µg/ml)

(X)

Absorbansi (Y)

1 0,0000 0,0000

2 5,0000 0,1560

3 6,0000 0,1770

4 7,0000 0,2050

5 8,0000 0,2490

6 9,0000 0,2680

No X Y X2 Y2 XY

1 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2 5,0000 0,1560 25,0000 0,0243 0,7800

3 6,0000 0,1770 36,0000 0,0313 1,0620

4 7,0000 0,2050 49,0000 0,0420 1,4350

5 8,0000 0,2490 64,0000 0,0620 1,9920

6 9,0000 0,2680 81,0000 0,0718 2,4120

∑X = 35,00

X

� = 5,8333

∑Y = 1,0550

Y

� = 0,1758 ∑X 2

= 255,00 ∑Y2 = 0,2315 ∑XY = 7,6810

a = ∑

XY −(∑X )(∑Y )

n

∑X2− (∑X )2

n

=

7,6810 −(35,00) (1,0550 )

6

255,00 −(35,00)2

6

= 1,5268

50,8333

= 0,0300

Y

= aX� + b b = Y�

aX�

= 0,1758 – (0,0300 x 5,8333) = 0,0008


(70)

Koefisien korelasi (r) = ∑XY − (∑X )(∑Y)/n

�[∑X2− (∑X)2/n][∑Y2− (∑Y)2/n]

=

7,6810 – (35,00) (1,0550 )6

��255,00 −(35,00)2

6 ��0,2315 −

(1,0550 )2

6 �

= 1,5268

�[50,8333][0,0460]

= 1,5268

1,5292

= 0,9984

Maka koefisien relatif (r) dari kalibrasi kafein pada panjang gelombang 229 nm adalah 0,9984


(1)

3. Perhitungan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi Kafein pada Panjang Gelombang 229 nm

Y = 0,0300X + 0,0008 Slope = 0,0071

No

Konsentrasi (µg/ml)

[X]

Absorbansi

[Y] Yi (Y-Yi)x10

-3

(Y-Yi)2x10-6

1 0,0000 0,0000 0,0008 0,8 0,64

2 5,0000 0,1560 0,1508 5,2 27,04

3 6,0000 0,1770 0,1808 3,8 14,44

4 7,0000 0,2050 0,2108 5,8 33,64

5 8,0000 0,2490 0,2408 8,2 67,24

6 9,0000 0,2680 0,2708 2,8 7,84

∑ 150,84

�� �

� =

∑(Y – Yi ) 2

n−2

=

150,84x10− 6

4

= 0,0061

Batas deteksi = 3 × SY X� ����� = 3 × 0,0061

0,03

= 0,6100 µg/ml Batas kuantitasi = 10 × SY X�

����� = 10 × 0,0061

0,03


(2)

4. Perhitungan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi Kafein pada Panjang Gelombang 272 nm

Y = 0,0575X + 0,0008 Slope = 0,0575

No

Konsentrasi (µg/ml)

[X]

Absorbansi

[Y] Yi (Y-Yi)x10

-3

(Y-Yi)2x10-6

1 0,0000 0,0000 0,0008 0,8 0,64

2 5,0000 0,2920 0,2883 3,7 13,69

3 6,0000 0,3440 0,3458 1,8 3,24

4 7,0000 0,3960 0,4033 7,3 53,29

5 8,0000 0,4710 0,4608 10,2 104,04

6 9,0000 0,5140 0,5183 4,3 18,49

∑ 193,39

�� �

� =

∑(Y – Yi ) 2

n−2

=

193,39x10− 6

4

= 0,0070

Batas deteksi = 3 × SY X� ����� = 3 × 0,0070

0,0575

= 0,3652 µg/ml Batas kuantitasi = 10 × SY X�

����� = 10 × 0,0070

0,0575


(3)

(4)

(5)

(6)