Pembaruan Desa dan krisis hegemoni: kasus Desa Gadingsari Kecamatan Sanden Kabupaten Bantul

PEMBARUAN DESA DAN KRISIS HEGEMONI
(Kasus Desa Gadingsari Kecamatan Sanden Kabupaten Bantul)

Oleh:
Sindu Dwi Hartanto

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

PEMBARUAN DESA DAN KRISIS HEGEMONI
(Kasus Desa Gadingsari Kecamatan Sanden Kabupaten Bantul)

Oleh:
Sindu Dwi Hartanto

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007


PEMBARUAN DESA DAN KRISIS HEGEMONI
(Kasus Desa Gadingsari Kecamatan Sanden Kabupaten Bantul)

Oleh:
Sindu Dwi Hartanto

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk rnernperoleh gelar Magister Sains
pada Program Studi Sosiologi Pedesaan Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2007

PEMBARUAN DESA DAN KRISIS HEGEMONI
KASUS DI DESA GADINGSARI KECAMATAN SANDEN

KABUPATEN BANTUL

Nama
: Sindu Dwi Hartanto
NRP
: A15040071
Program Studi : Sosiologi Pedesaan

Disetujui:
Komisi Pemhimhing

Dr. Endr at o Sutarto, MA

Diketahui,
Ketua Program Studi
Sosiologi Pedesaan

h a
..


-~

D C I ~MT.
.
Felix Sitorus, MS
Tanggal ujian : 22 Januari 2007

Tanggal lulos :06.MAR ...2007

ABSTRAK
SINDU DWI HARTANTO. Pembaruan Desa dm Krisis Hegemoni wasus

Desa

Gadingsari Kecamatan

Sanden Kabupaten

Bantul).


Dibimbing oleh Dr. Endriatmo Sutarto dan Dr. Satyawan Sunito.
Penelitian ini berlatar belakang bahwa kebijakan pemerintah yang
sentralistik dan cenderung menjadi tirani adalah suatu kerangka dasar munculnya
suatu gerakan pembaruan desa yang terlembaga pada beberapa kekuatan desa.
Seperti, munculnya gerakan pembaruan desa di Bantul seperti: ABPEDSI dan
APDESI. Kedua kelembagaan pemerintahan desa tersebut berawal dari ide dan
gagasan mengenai pembaruan desa yang terinisiasi oleh aktivis pembaruan desa di
Bantul. Perubahan kebijakan perundangan yang mengatur tentang desa secara
cepat mengalami dinamika revisilpergantian dengan cepat. Pada proses tersebut
inisiasi gerakan pembaruan desa masih tetap tegar menyikapi perubahan tersebut
yang masih dianggap tidak memungkinkan penerapannya.
Permasalahan yang menarik dilaksanakannya penelitian ini adalah mengenai
bagaimana wacana pembaruan desa sebagai suatu gagasan bisa termanifestasikan
pada praktek sistem pemerintahan desa di desa sebagai subjek dari pembaruan
desa di Bantul? Penjabaran pertanyaan besar di atas akan dilakukan pada tiga lini
yaitu: 1) Apa ide atau gagasan pembaruan desa yang ditawarkan hingga di tingkat
desa? 2) Sejauhmana proses pembaruan desa yang telah dilakukan di Desa
Gadingsari? 3) Bagaimana keberlanjutan memperjuangkan ide atau gagasan
pembaruan desa hingga di tingkat praksis pada sistem hubungan antara
pemerintahan desa dengan kehendak masyarakat desa.

Penelitian dilakukan pada bulan April - November 2006 menggunakan
pendekatan kualitatif dengan strategi studi kasus di suatu Desa Gadingsari.
Penelitian sangat terpengaruh oleh musibah gempa bumi dengan kekuatan 5,9 SR
yang terjadi pada 27 Mei 2006, namun dalam kenyataannya peneliti dapat lebih
leluasa melakukan penilaian pada proses pembaruan yang sudah dilaksanakan
mulai tahun 1998 di Gadingsari. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan
wawancara mendalam, pengamatan berperan serta, serta metode dokumentasi,
oleh karena itu, sumber data yang digunakan adalah data primer dan data skunder.
Penelitian menggambarkan wacana pembaruan desa yang mendasari secara
praksis gerakan pembaruan desa di Bantul. Pembaruan desa di Gadingsari
meliputi langkah-langkah praksis melalui: 1) proses penyadaran dan pendidikan
politik masyarakat desa dan pemerintahan desa; 2) institusionalisasi gerakan
pembaruan desa mulai dari forum komunikasi hingga pada asosiasi formal; 3)
pencangkokan lembaga pembaruan desa pada lembaga pemerintahan yang
diharapkan dapat melakukan perubahan paradigma yaitu menguatkan
pemerintahan aan menangkap aspirasi masyarakat bawah.
Penelitian melakuan analisa terhadap gerakau pembaruan desa berdasarkan
pada konsep hegemoni Gramsci yang menunjukkan bahwa proses keniscayaan
hegemoni terjadi pada setiap lini kepemimpinan kekuasaan dan moral serta
dominasi politik. Gerakan pembaruan desa sejalan lurus dengan hegemoni

Gramsci. Kegagalan gerakan pembaruan desa juga dapat dikatakan sebagai krisis
hegemoni. Penulis percaya bahwa keduanya merupakan suatu yang berbeda
berdasarkan tingkat kesadaran kritis dan kreatifitas masyarakat.

-

PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang bejudul "PEMBARUAN DESA
DAN KRISIS HEGEMONI (Kasus Desa Gadingsari Kecamatan Sanden

Kabupaten Bantul) adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum pemah
dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah
dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, November 2006

Sindu Dwi Hartanto

Penulis terlahir sebagai seorang laki-laki pada tanggal 31 Juli 1979 dari
pasangan suarni istri Denny Sutrisno dan Murniati. Pada usia empat tahun, penulis

sudah dapat bersekolah di Taman Kanak-Kanak Wijayakusuma Kodim 0703
Cilacap. Pada usia enam tahun, penulis sudah dapat belajar di sekolah dasar (SD
Tambakreja I Cilacap) dengan status percobaan atas dasar h a n g cukup usia,
karena pendidikan dasar pada waktu itu harus dimulai pada usia tujuh tahun.
Hingga terselesaikan pendidikan dasar, penulis akhimya, melanjutkan di bangku
sekolah lanjutan tingkat pertama di SMP Muhammadiyah 01 Cilacap.
Pada tahun 1994, penulis dapat melanjutkan studi ke bangku sekolah
lanjutan atas di SMU Negeri 2 Cilacap. Dengan cita-cita melanjutkan ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi penulis memberikan curahan perhatian untuk rajin
belajar. Pada tahun 1997, penulis mulai memasukki academic atmos$r yang
sangat berbeda dengan sebelumnya. Di Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik, yang pada saat itu hanya memiliki dua jurusan andalan yaitu
Sosiologi dan Administrasi Negara saja, penulis memulai studi dan aktivitas
kampus yang diciptakan egaliter oleh para senior dengan OSPEK 1997 (Orientasi
Studi Pengenalan Kampus). OSPEK yang berlangsung tanpa kekerasan dan
banyak menciptakan ruang diskusi, yang sangat berbeda dengan beberapa OSPEK
di beberapa Fakultas lainnya di Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
(Unsoed), membuat penulis sangat apresiatif untuk terjun di dunia kampus.
Aktivitas teater digumulinya di Teater SiAnak (ditulis bersambung). Di teater,
penulis mendapatkan lingkungan sosial yang bercampur dengan ideologi untuk

berkarya yang membebaskan, berkarya dan berkarya. Akhirnya, pendis dapat
memaknai suatu karya bukan lagi suatu produk fisik dari suatu karya seni,
melainkan suatu fenomena sosial itu sendiri yang harus diciptakan sebagai karya
yang bermakna di masyarakat.
Pada 1 1 Januari tahun 2002, penulis menyelesaikan studi sarjana sosiologi.
Pada April tahun 2002, penulis memberikan sumbangan tenaga pada program
PPMK (Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan) di Jakarta Selatan
sebagai Fasilitator di Kelurahan Lebak Bulus Kecamatan Cilandak. Program
PPMK berlanjut, pada tahun 2003, penulis mendapat kesempatan untuk menjadi
koordinator kecamatan (Korcam) di Kecamatan Cilandak dengan lima kelurahan
dampingan. Pad3 akhir tahun 2003, penulis sempat mendahrkan diri di Sekolah
Pascasarjana Institus Pertanian Bogor pada Jurusan Sosiologi Pedesaan. Akan
tetapi, dengan pertimbangan program PPMK di tahun berikutnya, penulis
akhimya menunda rencana studi hingga tahun 2004. Selanjutnya, pada tahun
2004, penulis mendapatkan kepercayaan untuk menjalankan program PPMK
sebagai project manager di Kotarnadya Jakarta selatan dengan sepuluh orang
Koordinator Kecamatan (Korcam) di setiap kecamatan dan enam pduh orang
Fasilitator Kelurahan (Faskel). Hinnga tahun 2006, berkesempatan untuk
melakukan penelitian di Kabupaten Bantu1 dengan dukungan living cost dari
Lapera Indonesia.


PRAKATA
Puji syukur dipanjatkan atas kehadirat Allah SWT, serta junjungan besar
Nabiallah Muhammad SAW semoga rakhmat dan limpahan berkat kepada kita
semua, Amin. Begitu juga, terselesaikannya penulisan karya menjadi sebuah tesis.
Walaupun, dalam pernyataan, penulis telah menyatakan bahwa tesis yang telah
terselesaikan adalah hasil kmya pribadi penulis, akan tetapi dalam perjalanannya
tidak sedikit yang memberikan sumbangannya pada terselesaikannya karya tesis
ini.
Dorongan yang kuat dari para teman-teman Sosiologi Pedesaan 2004, Ulfa
Hidayati, Rosganda Elissabeth, Anton Supriyadi. Keberadaan mereka membuat
penulis tak kuasa untuk meninggalkan pertengahan (awal tahun kedua) studi yang
telah dilaluinya. Penulis juga memberikan apresiatenya kepada tenaga
administrasi yang memberikan sumbangan kemudahan dan guide birokrasi yang
hams dilalui penulis dalam menyelesaikan studi, termasuk penyelenggaraan
kolokium, dan seminar hingga ujian akhir.
Secara khusus, penyelesaian tesis ini didukung oleh dosen pembimbing
yang tidak hanya memberikan masukkan akademis, melainkan
mempersembahkan luangan waktu yang telah tercurahkan untuk memberikan
teguran kepada penulis mengenai percepatan penyelesaian studi, terutama pada

Dr. Endriatmo Sutarto, MS sebagai Pembimbing Utama dan Dr. Satiyawan Sunito
sebagai Pembimbing Anggota yang rnemberikan belaian relasi yang egaliter
antara dosen dan mahasiswa, Dr. Ir. MT Felix Sitorus, MS, sebagai Ketua
Program Studi Sosiologi Pedesaan yang memberikan kritiknya yang pedas untuk
menyelesaikan studi kepada seluruh SPD angkatan 2004, Dr. Mala Panjaitan,
sebagai Sekretasis Jurusan Sosiologi Pedesaan yang berkenan selalu meluangkan
waktu untuk konsultasi dengan penulis sebagai mahasiswanya yang "selalu
bermasalah".
Secara khusus, untuk pelaksanaan penyelesaian tesis di lapangan, penulis
memberikan ucapan terimakasih kepada Lapera Indonesia, yang telah
memberikan biaya studi lapangan dan berbagai literatur dan wacana diskusi
teman-teman yang sangat memberikan masukkan pada penulisan dan
penyelesaiannya, terutama penulis apresiate pada Tukir alias Muhammad Duha,
Erik, Syamsudin, Rita, Lusi, Wiwin, serta Himawan S Pambudi. Di lapangan,
penulis juga sangat berhutang banyak kepada Mbah Sudi, Kang Cepu, Kang
Djiyo, Kang No, Pa Suharyanto, Lurah Ngadiran, Kaur Pemerintahan
Suhardjono, dll.
Akhimya, penulis sangat berterimakasih kepada istri tercinta yang sangat
tabah menyediakan waktu dengan kesendirian dan kerepotan mendidik putri kami
tercinta, ketika penulis menyelesaikan studinya di Bantv.1. Terutarna, kepada

keluarga Mertua yang banyak memberikan bantuan dan perhatiannya, terutama
kepada Mbak Kami yang telah memberikan curahan kasihsayangnya pada putri
kami tercinta, selama orang tuanya tidak di rumah. Semog~,belaian kasih dan
sumbangan berbagai pihak atas terselesaikannya tesis ini, dan yang juga tidak
dapat disebutkan namanya satu persatu, mendapatkan perhatian dan balasan dari
Allah SWT dalam bentuk yang lain, dan dari orang, waktu dan tempat yang lain.
Amin dan terimakasih.

DAFTAR IS1

............................................................................................xi
.......................................................................................xii...
....................................................................................Xlll

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

'

..........................................................................................

PENDAHULUAN
1
.
.
Dasar Pemlk~ran...........................................................................................
1
Permasalahan ...............................................................................................
4
Tujuan ..........................................................................................................
5

..................................................................................

TINJAUAN TEORITIS
6
Ide dan Gagasan Pembaruan Desa ...............................................................6
Tertatihnya Menuju Gerakan Pembaruan Desa ...........................................13
17
Hegemoni dan Dorninasi: Negara Kuat .......................................................
Hegemoni d& Gerakan Pembaruan Desa ...................................................
25
Aktor Besar: Kepemimpinan Pembaruan Desa ...........................................28
Kerangka Pemikiran ....................................................................................
29
Hipotesis Pengarah ......................................................................................
31

.....................................................................

METODOLOG1 PENELITIAN
33
Paradigma dan Pendekatan Penelitian .........................................................
33
Strategi dan Pendekatan Lapangan ..............................................................
35
Strategi Umum .............................................................................................
35
Penentuan Lokasi .........................................................................................
36
Pengumpulan dan Analisis Data .................................................................. 37
Waktu Penelitian ..........................................................................................
38

......................

KARAKTER DAN CITA-CITA KABUPATEN OTONOM
39
Per!tembangan menjadi Kabupaten Bantu1 ............................................... 39
BANTUL: Potensi Ujung Selatan Yogyakarta.............................................43
Projotamansari: Karakter "Pembangunan" Kabupaten Bantu1 .................... 44

..............................

POTENSI DESA GADINGSARI. SANDEN. BANTUL
46
Sejarah Desa Gadingsari .............................................................................. 46
Kondisi Wilayah dan Kependudukan ................................................... 49
Mata Pencaharian Masyarakat Desa ........................................................... 51
Mobilitas Masyarakat Desa ...................................................................... 53
Kepercayaan dan Upacara Adat Masyarakat Desa ...................................... 55

................60

DINAMIKA HEGEMONI NEGARA Dl DESA GADINGSARI
UU No . 5 Tahun 1979: Desa Tanpa Kuasa .................................................
UU No . 22 Tahun 1999: Pertentangan intern Pemerintahan Desa ..............
UU 32 Tahun 2004: Kuasa Pemerintah Desa (Negara) ...............................
Kembalinya Resentralisasi: Tercerabutnya Peran Politik Masyarakat ........

60
64
67
69

...............................................................

73
PEMBARUAN DESA DI BANTUL
Tokoh Besar: Sejarah Pembaruan Struktur Pemerintahari di Bantul ........... 74
Pembaruan Politik Kebijakan Pemerintah Daerah ...................................... 79
Dukungan Pemerintah Kabupaten di Bidang Pendidikan ........................... 82
Kebijakan Pemerintah Daerah di Bidang Kesehatan ................................... 84
Perhatian Pemerintah Kabupaten di Bidang Ekonomi ................................ 84
Penciptaan Ruang Publik: Percepatan Demokratisasi ................................. 87
Institusionalisasi Gerakan Pembaruan Desa ................................................ 91
ABPeDSI: Mendorong Kekuatan Politik Masyarakat ................................. 92
APeDSI: Kegagalan Institusionalisasi Pemerintahan Desa ......................... 99
Konflik Laten Intern: Paguyuban "Cempalan" APDeSI ............................. 104
Relasi Antar Aktor (Instrument) Pembaruan Desa dari Bantu1 ................... 110
SPD: Pemberdayaan dan Intemalisasi Pembaruan Desa ............................. 118

................................

127
GERAKAN PEMBARUAN DESA DI GADINGSARI
Pembaruan Desa: Harapan dan Falsafat Kekuatan Lokal ............................ 127
Organizatoris: Tinoto. Tinulis. Tinaliti. Tinutup ......................................... 129
Demokratisasi Masyarakat Gadingsari ........................................................ 132
Gerakan Sosial Politik Masyarakat Gadingsari (SPMG) ............................. 135
LIMG: Kekuatan Terorganisir Masyarakat Gadingsari ............................... 140
Koperasi: Gerakan Organis Ekonomi Mandiri ............................................ 143
Dinamika Hubungan Kekuatan Masyarakat ................................................ 146
,
KRISIS HEGEMONI DESA GADINGSARI ........................................152
Ketidakadilan: Melemahnya Gotong-Royong Warga Gadingsari ...............152
Gempa 5. 9 SR dan Kebangkitan Konsolidasi Masyarakat .......................... 156
Kegagalan Pemerintahan dan Krisis Hegemoni Desa Gadingsari ...............161
KESIMPULAN

................................................................................................
166

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTARA TABEL

1. Usaha Pemetaan Dua Kubu Terminologi Perjuangan Perubahan
Sosial Politik Sistem Pemerintahan Desa .................................................... 10
2. Pembaruan Desa dan Hegemoni pada analisa hubungan
antara pemerintahan desa dengan masyarakat desa ..................................... 13

3 . Jadwal Penelitian Lapangan Pembaruan Desa di Bantu1

.............................38

4. Tingkat Keldusan Pendidikan Masyarakat Desa Gadingsari
Pada tahun 1995-2005 ................................................................................. 50

5 . Jumlah Penduduk Menurut Pekerjaan dan Prosentasenya Pada
Tahun 1996-2006 .........................................................................................
51

DAFTAR GAMBAR

........................................................................
2 . Lingkaran Konsentris Struktur Status Jangkauan Dengan Sultan ............... 76
3 . Hubungan Para Pihak Mendorong Pembaruan Desa ................................... 117
4 . Struktur Hubungan Aktor Di Desa Gadingsari ............................................151
1. Matrik Kerangka Pemikiran

5. Ruang 1n.teraksi Relasi Sosial Masyarakat dan pemencaran
hegemoni Desa .............................................................................................

170

DAPTAR LAMPIRAN

1. Kontak Person Masyarakat Bantul, Gerakan Pembaruan Desa
di Kabupaten Bantul
2. Panduan Wawancara Penelitian

3. Matrik Kebutuhan Data Penelitian Pembaruan Desa dan Krisis Hegemoni

4. Rekapitulasi Kegiatan dan Perkembangan Pasca Gempa Bumi 27 Mei 2006 di
Kabupaten B a n d Propinsi DI Yogyakarta
5. Surat Ketua Lembaga Inisiatif Masyarakat Gadingsari, Kepada: Kapolsek
Sanden, di Kalimundu, Gadingharjo-Sanden, Perihal: Laporan Kegiatan
Warga Gadingsari, "Peduli Bantul Bangkit", Hari Kamis, 19 Oktober 2006,
tertanggal 18 Oktober 2006

6. Daftar Nama Pengurus: Aksi Pro Aktif Peduli Bantul Bangkit Warga
Gadingsari
7. Surat Ketua Kelompok Aksi Pro Aktif Peduli Bantul Bangkit Warga
Gadingsari Sanden, Kepada: Bapak Pimpinan Panitia Pengaduan Program
Rekonstruksi dan Rehabilitasi Psca Gempa Bumi di Tingkat Kabupaten
Bantul (Rumah Dinas Bupati Bantul), tentang Laporan dan Pengaduan
Program Rekonstruksi dan Rehabilitasi Pasca Gempa Di Desa Gadingsari

8. Daftar Nama Warga Penderita (Korban) Pasca Gempa Bumi 27 Mei 2006
yang belum terdata pada Pembentukan Kelompok Masyarakat (POKMAS) di
Desa Gadingsari, Sanden, Bantul. Tertanggal 19 Oktober 2006

xiii

PENDAWULUAN
Dasar Pemikiran
Penelitian ini berlatar belakang pada kondisi riil pertikaian antara gerakan
rakyat dengan kebijakan pemerintah yang tidak tnemberikan perhatian sebesarbesamya terhadap aspirasi dan partisipasi masyarakat bawah. Kebijakan
pemerintah yang sangat berkaitan dengan penelitian ini adalah kebijakan
pemerintah dalarn bentuk perundang-undangan yang mengatur tentang desa.
Secara khusus kebijakan pemerintah tersebut pada tahun 70-an sudah secara jelas
dan tegas berani memberikan pengaturan tentang desa. Pengaturan yang terangterangan tersebut termanifestasi dalam UU No. 5 Tahun 1979 Tentang Desa.
Diundangkannya peraturan tersebut dalam kcnyataan di lapangan tidak
memberikan kesempatan kepada masyarakat desa untuk lebih mengembangkan
dirinya, walaupun pertimbangan yang sangat tncndasar dikeluarkannya peraturan
tersebut adalah untuk menciptakan percepatan pembangunan desa yang
komprehensif dan terukur. Namun, ken~sakansosial-budaya yang terjadi di desa
menghancurkan potensi lokal (local wisdonz). Dampak kerusakan yang telah
dirasakan dalam kurun waktu yang tidak sebentar, memunculkan kondisi
perlawanan dari aktivis (masyarakat kritis) dalam bentuk gerakan masyarakat
desa, gerakan petani, gerakan buruh, gerakan perempuan, gerakan agraria, hingga
gerakan pembaruan desa.
Dinamika perubahan undang-undang tentang pemerintahan daerah yang
sangat cepat dan melibatkan kepentingan politik setiap rezim penguasa, sadar atau
tidak, sangat berpengaruh pada dinamika hubungan kelembagaan di masingmasing tingkat pemerintahan. Undang-undang yang baru, yang mengatur tentang
pemerintahan desa yang sekarang terdapat pada UU No. 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah. Undang-undang tersebut disahkan pada awal tahun 2005.
Pada kondisi yang metnprihatinkan, diterbitkannya undang-undang ini mendapat
banyak respon yang tidak memberikan dukungan positif. Pertimbangan yang
dilakukan atas reaksi dikeluarkannya undang-undang ini adalah kecenderungan
berpotensi merubah kembali pemerintahan reformasi - yang diidealkan - menjadi
kembali pada sentralisasi kekuasaan (recentralization) di tangan pemerintah pusat.

Kenyataan yang menjadi perhatian peneliti adalah proses perjuangan
pembaruan desa di Kabupaten Bantul. Perjuangan pembaman desa bemsaha
melakukan usaha pembahan kebijakan yang berlcaitan dengan desa, temtarna
beberapa elemen pengaturan yang berpengaruh terhadap dinamika demokratisasi
dan otonomi desa sebagai pemerintahan yang mengurus rumah tangganya sendiri.
Proses pembaruan desa dapat dilihat dari proses gerakan pembaruan desa
melakukan respon terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap tidak
menghargai otonomi desa. Reaksi dilakukan tidak hanya menggunakan suatu cara
aksi masa dalam suatu gerakan yang nampak radikal, seperti dalam bentuk
demonstrasi masa. Reaksi dilakukan dengan menggunakan suatu refleksi dan
penyadaran kritis atas fenomena perundangan yang mengatur tata pemerintahan
hingga di tingkat desa.
Dinamisasi kebijakan yang dilakukan pemerintah tidak memberikan
pengaruh terhadap surutnya langkdl perjuangan mencapai harapan adanya
otonomi dan demokratisasi pcmer~ntahan lokal (dcsa). Terutama kalau kita
melihat fenomena yang menarik pada scjarah pcmbaruan sistem pemerintahan di
Yogyakarta sebagai wilayah kesultanan yang secara strategis menghidupkan
sistem pemerintahan istimewa dengan budaya kepemimpinan feodalistik. Dari
proses sejarah tersebut dapat perlihatkan proses perubahan tatanan sosial politik
yang tidak partisipatif, berdasarkan kepentingan penguasa, Sultan. Walaupun,
menurut catatan sejarah tersebut, politik demokratisasi, pada tahun 1942 di
Yogyakarta m e ~ p a k a nsuatu proses yang telah melakukan perubahan-pembahan
politik yang luar biasa pada masa penjajahan Belanda, yaitu bergesernya sistem
feodal yang terpusat (centralistic) menuju struktur pemerintahan yang lebih
demokratis. Fenomena perubahan tersebut terjadi karena faktor penguasa
fiepemimpinan) yang lebih kuat memberikan pengamh (hegemoni) terhadap
pembahan sistem tersebut, dimana Sultan Hamengku Buwono IX menjadi
inisiator pemb3han sosial politik di scLtor pcmcrintahan.
Pada abad sebelumnya yaitu pada awal abad ke 17 terdapat pembaruan desa
dalam kacamata yang sangat ekonomis. Pembaruan desa tersebut dipengaruhi oleh
masuknya pemerintahan Hindia Belanda,

dimana kegiatan arus jalur

perekonomian modem mulai diadopsi sebagai wacana baru menggantikan sistem

perekonomian tradisional yang sangat feodal dan kolektifitas yang tinggi. Proses
pembaruan desa tersebut, diharapltan dapat membcrikan penga~hnyauntuk
mengurangi harnbatan proses transformasi jalur pcrekonomian modem dari
pengusaha Belanda kepada orang-orang 1ndonesia.I
Pada kenyataan pengalaman sejarah di atas, bahwa pembaruan desa dalam
dimensi ekonomi dan sosial-politik telah dilakukan, sebagai respon dari
perubahan yang lebih besar. Kalau kita melihat pernbaruan sosial-politik di
Yogyakarta

- yang dilakukan ole11 Sultan - perlu

dicatat bahwa tidak nampak

adanya cerminan gerakan rakyat.2 Dan pembaruan ekonorni yang dilakukan pada
masa sebelumnya (abad XVII) tidak memberikan kesempatan pada masyarakat

untuk menentukan arah perubahan yang dikehendakinya. Maka fokus penelitian
ini rnenarik dilihat dari bagaimana ide atau gagasan perjuangan pembaruan desa
yang lebih baik yang dilakukan dengan usaha mengarus-utamakan gerakan rakyat
dan pemerintahan desa sebagai subjcknya.
Pembaruan desa di Kabupaten Bantu1 sangat intcnsif dilakukan oleh gerakan
pembaruan desa dengan melakukan pelembagaan pendukung dan penggerak
pembaruan desa. Pernbentukan kelembagaan tersebut muncul dalarn bentuk
asosiasi-asosiasi pemerintahan desa yang terbentuk hingga di tingkat nasional,
seperti Asosiasi Badan Penvakilan Desa Seluruh Indonesia (ABDESI), Asosiasi
Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI). Di tingkat desa dibentuk
kelembagan sosial-politik rnasyarakat desa, seperti yang terdapat di Desa
Gadingsari dibentuk kelembagaan Sosial-Politik Masyarakat Gadingsari (SPMG)
dan Lembaga Inisiasi Masyarakat Gadingsari (LIMG).
Pembentukan kelembagaan sosial politik masyarakat seperti yang dilakukan
di Desa Gadingsari adalah suatu inisiasi perjuangan untuk melakukan
pendarnpingan dan percepatan perjuangan pembmun desa yang mengarahkan
perhatiannya pada percepatan perubahan struktural sistem kepemerintahan desa

(good governance in rural goverrnent). Gerakan sosial, civil society - secara

' Lebih detail libat di Burger, DH, 1983. Pertth;llmll.l'ur~~bnhon Strukt1lral Dnlam Masynrakat Jawa, Jakarta: Blirntnra Karya
Aksara.

' Hal

ini dimaksudkan bahwa perubahan-perubahan yang dilakukan dvlam rangka melakukan perubahan system
pemcrintahan Jari feodalistik hingga tercapainya demokratisnsi pemerintill~anbukan terjadi atas inisiasi masyarakat bawah.
Akan Letapi, sejauh mana usaha elit politik pe~~~cristal~aa
hcrkuasn untok mclnkeksn perubah;m, walaupun tanpa dorongm
dari gerakan masyarakat. Aninya, tokoll politik rnernberiknn pengaruh wrtg lid& sedikit alos tercapainya suatu perubahan
tersebut.

khusus dalam bentuk asosiasi atau kelembagaan masyarakat - memberikan warna
terhadap perjuangan menuju perubahan sistem pemerintahan desa di tingkat lokal,
terutama sumbangannya terhadap isu-isu perubahan di tingkat nasional. Seperti,
ABPeDSI (Asosiasi Badan Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia); APDeSI
(Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia), dan beberapa paguyuban Iainnya.
Oleh karena itu kajian yang dilakukan pada penelitian ini, selain difokuskan pada
gerak proses pembaruan desa di Gadingsari, juga memperlihatkan dukungan yang
kuat secara politik oleh Pemerintah Daerah yang rnembuka secara luas partisipasi
dan kontrol masyarakat terhadap keikutsertaannya dalam sistem pemerintahan
Kabupaten Bantul. Sehingga, penelitian dilakukan yang pertama dilakukan di
tingkat Kabupaten sebagai proses pembaruan desa di tingkat supra desa yeng
menggambarkan proses pembaruan desa

dengan dukungan banyak element,

terutama pemerintah daerah dan asosiasi-asosiasi desa di tingkat kabupaten.

Kedua, pada level yang lebih rendah penelitian difokuskan pada proses
pembaruan desa yang dilakukan oleh masyarakat dan gerakan sosial politik
masyarakat desa Gadingsari.
Permasalahan
Pembaruan desa di Kabupaten Bantu1 dilaksanakan pada dua lini yang
mendukung diantaranya yaitu: perfama, perjuangan pada arus atas yang
k
secara politk
melakukan perjuangan pembaruan dcsa ~ ~ n t umempcngaruhi
kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan desa dan terciptanya sistem tata
pemerintahan yang baik (good governance). Keducr, perjuangan arus bawah dalam
bentuk

gerakan sosial-politik

untuk

memperkuatkan posisi masyarakat,

mendekatkan masyarakat kepada kekuasaan (pemerintah desa) dan menciptakan
demokratisasi masyarakat yang sesungguhnya. Permasalahan penelitian ini
mendasarkan diri pada proses perubahan yang memperhatikan arus bawah,
masyarakat desa yaitu: bagaimana wacana pembaruan desa sebagai suatu gagasan
bisa termanifestasikan pada praktek sisteln pelnerintahan desa di desa sebagai
subjek dari pembaruan desa di Bantul?
Untuk memberikan penjelasan terhadap permasalahan di atas dipaparkan
beberapa pertanyaan yaitu 1) Apa ide atau gagasan pembaruan desa yang

ditawarkan hingga di tingkat desa? 2) Sejauhmana proses pembaruan desa yang
telah

dilakukan

di

Desa

Gadingsari?

3)

Bagaimana

keberlanjutan

mempejuangkan ide atau gagasan pembaruan desa hingga di tingkat praksis pada
sistem hubungan antara pemerintahan desa dengan kehendak masyarakat desa.
Ketiga ha1 itulah yang akan menjadi kekuatan dalarn penelitian ini.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui wacana pembaruan desa sebagai
suatu gagasan bisa termanifestasikan pada praktek sistem pemerintahan desa di
desa sebagai subjek dari pembaruan desa di Bantul. T e a t m a sekali, penulis
berharap mendapatkan:

1) Mengetahui ide atau gagasan pembaruan desa yang ditawarkan oleh para
aktivis gerakan pembaruan desa hingga di tingkat desa;

2) Mengetahui proses pembaruan desa yang telah dilakukan di Desa
Gadingsari;

3) Mengetahui proses keberlanjutan memperjuangkan ide atau gagasan
pembaruan desa hingga di tingkat praksis pada sistem hubungan antara
pemerintahan desa dengan kehendak masyarakat desa. Sehingga dapat
menggambarkan bagaimana proses hegemoni yang dipahami Grarnsci
sebagai dorninasi kepemimpinan intelektual dan moral, atau terjadi
sebaliknya yaitu krisis hegemoni atau kegagalan dominasi.

TINJAUAN TEORITIS

Ide dan Gagasnn Pembaruan Desa
Pandangan teoritis gagasan pembaruan desa dapat dikaji melalui pemaparan
mengenai terminologi yang digunakan oleh intelektual atau aktivisnya. Penguatan
otonomi desa diharapkan menciptakan keterlepasan desa dari dominasi dan
hegemoni negara. Perjuangan hams dilakukan. Menurut banyak tokoh yang
konsem terhadap pembangunan desa bahwa kata kunci yang paling tepat untuk
menjelaskannya adalah dengan mengunakan paradigma pembaruan. Dimana kata
kunci tersebut dapat dimaknai sebagai suatu proses yang mengharapkan
perubahan. Pembaruan (pembaharuan) merupakan suatu proses mengembangkan
cara yang baru. Dalam konteks pembaruan sosial merupakan suatu transformasi
gagasan, nilai-nilai, dan tata kelalcuan dilakukan untuk melakukan perubahan
dalam sistem dan stmktur masyarakat dan bagian-bagiannya untuk mendapatkan
hal baru. Secara terminologi pembaruan dan/atau pembaharuan akan dibahas
sedikit mengacu pada beberapa pakar. Akan tetapi penulis akan mencoba
melakukan pilihan salah satu atas dua terminologi tersebut. Ada dua pilihan yang
digunakan oleh para pakar yaitu:
Pertama, pilihan terminologi atas kata "pembaruan" dilakukan oleh
Juliantara dan kawan-kawan yang konsern terhadap penggerakan lokalitas
kekuatan yang berbasiskan pada gerakan masyarakat. Pembaruan menjadi suatu
yang sinergi berjalannya kekuatan lokal dari bawah mendorong sistem
pemerintahan di atasnya, artinya adahya negosiasi elit dan masyarakat sebagai
arus bawah (Juliantara, 2000: xx). Seperti apa yang disebutnya sebagai
Pembaruan Desa Bertumpu Pada Yang Terbawah. Juliantara (2002: 97) mencoba
memberikan gambaran tentang pc~nbaruan dcsa scbngai suatu transformasi pembahan sosial - untuk mengubah wajah desa menjadi lebih baik dan lebih
bermakna. Penyebutan desa menjadi wajah baru dimaksudkan sebagai desa
dengan tiga fondasi yaitu demokrasi, keadilan, dan kemajuan. Dari hasil beberapa
pertemuan konsolidasi di Bandungan, \fogyakarta, dan Garut, Pambudi3 (2003)

' Seorang aktivis gerakan sosial dari Padepokan Budaya LAPPERA di Prambanan, yang konsern pada pengembangan
masyarakatmiskin untuk maju di bidang sosial dan budaya terutama pendidiknn kerakyatan.

dalam epilognya memberikan pengertian pembaruan desa sebagai agenda
menyeluruh dan terbuka bagi upaya memperkuat massa rakyat4 di semua lapisan
dan golongan bagi terbentuknya tatanan masyarakat desa yang bersendikan
keadilan. Menurutnya cita-cita pembaruan desa membutuhkan daya dukung yang
kuat melalui sejumlah tindakan yang maju d m terorgnnisir. Pada pandangan ini
Juliantara mencoba melihat bagaimana faktor dominan atas keterpurukan dan
permasalahan yang dialami oleh desa. Faktor yang menjadi perhatiannya adalah
terjadinya stagnasi politik dan ekonomi oleh karena itu yang harus dilakukan
adalah menciptakan suatu dorongan terhadap kelembagaan masyarakat yang
secara politis harus dapat menyeimbangkan kekuatan supradesa (negara).
Sehingga, pada terminologi yang dipakai menurut penulis bahwa komunitas dan
kelembagaan masyarakat masih kurang dianggap sebagai suatu entitas yang
berbasis pada nilai-nilai sosial n~asyarakatnya.Sebagai basis sosial, kehidupan
warganya sangat tergantung pada hubungan-hubungan bermasyarakat di antara
mereka. Artinya, kecenderungan masyarakat untuk melakukan hubungan dengan
pihak-pihak supradesa juga tidak lepas dari kondisi dan kuatnya nilai-nilai sosialbudaya yang hidup di antara masyarakat itu sendiri. Sehingga, masyarakat sebagai
suatu komunitas sosial-budaya masih kurang memperhatikan permasalahan
hubungan politik dengan supradesa,

Kedua, pilihan terminologi atas kata pernbaharuanSdikuatkan oleh bukunya
Sutoro Eko. Pilihan atas terminologi "pembaharuan" digunakan dan dipopulerkan
oleh ilmuwan sosial yang konsern terhadap pembangunan desa seperti Sutoro Eko
Yunanto. Pembaharuan desa menumtnya, yang juga sebagai seorang akadernisi
dari STPMD/APMD dan peneliti dari IRE (Insfifute For Research And

Empowerment), dalam bukunya "Manifesto Pembahaman Desa" (2005: 9), yang
sekaligus menjadi rektor di perguruan tinggi tersebut hingga 17 November 2006,

' Menumt pcnulis massa rakyat merupakan terminologi yang lebih provokatif untuk menciptakan lmoge

hubungan
kumpulan individu dcngm negara, namun dalam kacamata Sosi~loeipenulis tidal; &an menggunakannya, sclama
masyarakat mempakm entitls yang berkumpulnya interaksi sosial dan hubungan intensif di antara anggotanya, Minya
setiap orang (termasuk yang punya jabatan politik) merupkan bagian dari anggota masyaral;at. Sehingga penulis tidak
mencobamemisahkannya dalam sekat yang lebih provokatif, reperti disebutkan di alas.

' Sebenamva
dalam igtilah lata bahasa Indonesia tidak ,
ielos oenrakuannva.
kvrena di Kamus Besar Bahasa lndonesia tidak
. .
,~~
~~

~

~

-

~~

~

dijclaskan sscara tcraend~rs,mclainkan J g c l ~ r l md., .!I>!ownj