Kelembagaan Kelompok Tani Hutan di Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo Sumatera Utara

(1)

KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI HUTAN DI

KECAMATAN BARUSJAHE KABUPATEN KARO

SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OLEH

LAURA JULITA BR GINTING 091201128/MANAJEMEN HUTAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Kelembagaan Kelompok Tani Hutan di Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo Sumatera Utara

Nama : Laura Julita Ginting

NIM : 091201128

Program Studi : Kehutanan

Minat : Manajemen Hutan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Ridwanti Batubara, S.Hut., MP

NIP : 19760215 200112 2 001 NIP : 19696731 199403 1003 Ir. Herianto, M.Si

Mengetahui:

Ketua Program Studi Kehutanan

NIP : 19710416 200112 2001 Siti Latifah, S.Hut., M.Si, Ph.D


(3)

KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI HUTAN DI

KECAMATAN BARUSJAHE KABUPATEN KARO

SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OLEH

LAURA JULITA BR GINTING 091201128/MANAJEMEN HUTAN

Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(4)

ABSTRACT

LAURA JULITA BR GINTING : Institutional Group Forest Farmers in Sub Barusjahe Karo North Sumatra, under the guidance of RIDWANTI BATUBARA and HERIANTO.

Institutions have an important role in supporting the management of community forests. The birth of a group of institutions in the beginning of similar characteristics and the same purpose. Farmer groups formed as a vehicle for learning and collaboration in the chain reach that goal.

This study aims to determine the institutional system of forest farmer groups in the village community forest management, such as land management activities, structural and cultural aspects, institutional objectives, membership and leadership, and leadership capacity in the villages District of Barusjahe.

The results of this study indicate that the land management activities undertaken include land clearing and nurseries, and pendangiran weeding, replanting, thinning, and fertilizing. Leader in select based professionalism owned by the leadership. In a system of shared values , respondents said orientation to the future and the nature of the good life.

The conclusion of this study is the institutional system of village farmer groups in the District Barusjahe aims priority group and have the same goal to reduce deforestation and improve the welfare of members. Institutional capacity is still limited in the administration of counseling and help find a way out in the problems of farmers.


(5)

ABSTRAK

LAURA JULITA BR GINTING: Kelembagaan Kelompok Tani Hutan di Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo Sumatera Utara, di bawah bimbingan RIDWANTI BATUBARA dan HERIANTO.

Kelembagaan memiliki peran yang penting dalam menunjang pengelolaan hutan rakyat. Lahirnya kelembagaan di dalam suatu kelompok diawali dari kesamaan karakteristik dan tujuan yang sama. Kelompok tani yang terbentuk sebagai wahana belajar dan kerjasama dalam rangkai mencapai tujuan tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sistem kelembagaan kelompok tani hutan masyarakat desa dalam pengelolaan hutan, seperti aktivitas pengelolaan lahan, aspek struktural dan aspek kultural, tujuan kelembagaan, keanggotaan dan kepemimpinan, dan kapasitas kepemimpinan di desa-desa Kecamatan Barusjahe.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aktivitas pengelolaan lahan yang dilakukan meliputi pembersihan lahan dan persemaian, penyiangan dan pendangiran, penyulaman, penjarangan, dan pemupukan. Pemimpin di pilih berdasarkan keprofesionalan yang dimiliki pemimpin tersebut. Dalam sistem tata nilai yang dianut, responden menyatakan orientasi ke masa depan dan hakekat hidup yang baik.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sistem kelembagaan kelompok tani desa di Kabupaten Barusjahe bertujuan mengutamakan kelompok dan memiliki tujuan sama untuk mengurangi kerusakan hutan dan meningkatkan kesejahteraan anggota. Kapasitas kelembagaan masih terbatas dalam penyelenggaraan penyuluhan dan bantuan mencari jalan keluar dalam permasalahan petani.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latarbelakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Partisipasi Masyarakat Desa Hutan ... 3

Pengertian Kelembagaan ... 4

Komponen Utama Kelembagaan ... 5

Kedudukan Kelembagaan dalam Pengelolaan Hutan Rakyat ... 7

Kelompok Tani Hutan ... 8

Kondisi Umum Kecamatan Barusjahe ... 10

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 13

Alat dan Objek Penelitian ... 13

Jenis dan Sumber Data ... 13

Metode Pengambilan Contoh dan Pengumpulan Data ... 14

HASIL DAN PEMBAHASAN Lahirnya Kelembagaan ... 16

Aktivitas Pengelolaan Lahan ... 16

Aspek Struktural Kelembagaan ... 18

Tujuan Kelembagaan ... 21

Keanggotaan ... 21

Kepemimpinan ... 22

Aspek Kultural Kelembagaan ... 23

Kapasitas Kelembagaan ... 25

Perbandingan Kelembagaan Kelompok Tani ... 26

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 27


(7)

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Jenis dan Sumber Data ... 13 2. Luas Cakupan Wilayah Kelompok Tani ... 19 3. Struktur Kelembagaan Kelompok Tani ... 20


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Jenis Tanaman yang Diusahakan di Lahan Milik ... 32

2. Jenis Aktivitas Pengelolaan Lahan ... 33

3. Macam-Macam Kendala dan Upaya dalam Pengelolaan Hutan ... 35

4. Aspek Kultural Kelembagaan ... 38


(10)

ABSTRACT

LAURA JULITA BR GINTING : Institutional Group Forest Farmers in Sub Barusjahe Karo North Sumatra, under the guidance of RIDWANTI BATUBARA and HERIANTO.

Institutions have an important role in supporting the management of community forests. The birth of a group of institutions in the beginning of similar characteristics and the same purpose. Farmer groups formed as a vehicle for learning and collaboration in the chain reach that goal.

This study aims to determine the institutional system of forest farmer groups in the village community forest management, such as land management activities, structural and cultural aspects, institutional objectives, membership and leadership, and leadership capacity in the villages District of Barusjahe.

The results of this study indicate that the land management activities undertaken include land clearing and nurseries, and pendangiran weeding, replanting, thinning, and fertilizing. Leader in select based professionalism owned by the leadership. In a system of shared values , respondents said orientation to the future and the nature of the good life.

The conclusion of this study is the institutional system of village farmer groups in the District Barusjahe aims priority group and have the same goal to reduce deforestation and improve the welfare of members. Institutional capacity is still limited in the administration of counseling and help find a way out in the problems of farmers.


(11)

ABSTRAK

LAURA JULITA BR GINTING: Kelembagaan Kelompok Tani Hutan di Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo Sumatera Utara, di bawah bimbingan RIDWANTI BATUBARA dan HERIANTO.

Kelembagaan memiliki peran yang penting dalam menunjang pengelolaan hutan rakyat. Lahirnya kelembagaan di dalam suatu kelompok diawali dari kesamaan karakteristik dan tujuan yang sama. Kelompok tani yang terbentuk sebagai wahana belajar dan kerjasama dalam rangkai mencapai tujuan tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sistem kelembagaan kelompok tani hutan masyarakat desa dalam pengelolaan hutan, seperti aktivitas pengelolaan lahan, aspek struktural dan aspek kultural, tujuan kelembagaan, keanggotaan dan kepemimpinan, dan kapasitas kepemimpinan di desa-desa Kecamatan Barusjahe.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aktivitas pengelolaan lahan yang dilakukan meliputi pembersihan lahan dan persemaian, penyiangan dan pendangiran, penyulaman, penjarangan, dan pemupukan. Pemimpin di pilih berdasarkan keprofesionalan yang dimiliki pemimpin tersebut. Dalam sistem tata nilai yang dianut, responden menyatakan orientasi ke masa depan dan hakekat hidup yang baik.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sistem kelembagaan kelompok tani desa di Kabupaten Barusjahe bertujuan mengutamakan kelompok dan memiliki tujuan sama untuk mengurangi kerusakan hutan dan meningkatkan kesejahteraan anggota. Kapasitas kelembagaan masih terbatas dalam penyelenggaraan penyuluhan dan bantuan mencari jalan keluar dalam permasalahan petani.


(12)

PENDAHULUAN

Latarbelakang

Hutan adalah kekayaan alam yang dikuasai oleh negara sesuai pasal 33 UUD 1945 : “bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Dalam praktiknya negara hanya menjalankan sebagian pasal 33, yakni penguasaan negara atas hutan, namun mengabaikan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan. Dalam pengelolaannya hutan dapat dilakukan oleh warga masyarakat, baik secara individu maupun berkelompok atau berdasarkan suatu badan hukum. Masyarakat memanfaatkan hutan sebagai alternatif sumber pendapatan, melalui manfaat hasil hutan berupa kayu dan non kayu. Sistem ‘tebang butuh’ merupakan ciri masyarakat tani hutan rakyat dalam pemanfaatan hasil kayu. Pola pemanfaatan dan interaksi masyarakat desa dengan hutan cukup beragam dan berbeda-beda satu sama lainnya, tergantung kondisi kesuburan tanah, kultur masyarakat secara umum, dan kebijakan lokal kabupaten yang terkait dengan pembangunan hutan kemasyarakatan setempat (Nurrochmat, 2005).

Pembangunan kehutanan perlu di dukung dengan kegiatan penyuluhan, pendidikan, dan pelatihan, peraturan perundang-undangan, penyediaan informasi serta penelitian dan pengembangan. Peranan dan mutu kelembagaan kehutanan baik pemerintah maupun organisasi kemasyarakatan dan lembaga kemasyarakatan lainnya terus ditingkatkan. Disini pemanfaatan fungsi hutan terjadi melalui evolusi yang kemudian membentuk aturan tertentu yang dinamakan tradisi atau disebut juga hukum adat (Simon, 2008).

Masyarakat di sekitar hutan pada umumnya merupakan kelompok masyarakat yang relative tertinggal secara sosial dan ekonomi dibandingkan dengan kelompok masyarakat lain. Di Indonesia terdapat 48,8 juta orang yang tinggal pada lahan hutan Negara, sekitar 10,2 juta diantaranya dianggap miskin. Selain itu ada 20 juta orang yang tinggal di desa-desa dekat hutan dan 6 juta orang diantaranya memperoleh sebagian penghidupannya dari hutan. Keberadaan


(13)

masyarakat sekitar kawasan hutan merupakan komponen yang secara langsung berinteraksi dengan hutan yang berada disekitarnya (Widiyanti, 2009).

Kelembagaan adat sosial budaya dapat dipahami dengan cara pendekatan antropologi sistem pendidikan, dan kesehatan masyarakat. Kecamatan Barusjahe merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Karo, provinsi Sumatera Utara. Dimana kecamatan ini memiliki 18 desa yang saling berdekatan. Kecamatan Barusjahe merupakan salah satu daerah pertanian yang luas yang khususnya untuk tanaman semusim. Mayoritas mata pencaharian masyarakat di Kecamatan Barusjahe adalah bertani. Peran serta aktif dan dinamika dari seluruh masyarakat dalam melaksanakan pembangunan terus ditingkatkan dan ditumbuhkembangkan. Salah satu upaya pokok pembangunan kehutanan yaitu memberikan kesempatan kepada masyarakat di dalam dan sekitar hutan untuk berpartisipasi dalam pembangunan kehutanan melalui partisipasi masyarakat dalam bentuk kelembagaan masyarakat dalam bentuk kelompok tani.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sistem kelembagaan kelompok tani hutan masyarakat desa dalam pengelolaan hutan, seperti aktivitas pengelolaan lahan, aspek struktural dan aspek kultural, tujuan kelembagaan, keanggotaan dan kepemimpinan, dan kapasitas kelembagaan di desa-desa Kecamatan Barusjahe.

Manfaat Penelitian

Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ataupun gambaran tentang peran masyarakat desa dalam pengelolaan hutan dan sistem kelembagaannya sehingga dapat berguna sebagai masukan, baik bagi instansi pemerintah dan masyarakat dalam memberikan solusi atau kontribusi dalam pemecahan masalah yang terkait dengan masalah-masalah sistem kelembagaan hutan. Disamping itu, hasil dari penelitian ini diharapkan juga dapat bermanfaat bagi pihak-pihak terkait guna pengembangan kelembagaan sosial masyarakat dalam pengelolaan hutan maupun untuk kepentingan akademik atau penelitian serupa lainnya.


(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Partisipasi Masyarakat Desa Hutan

Masyarakat (community) adalah sekumpulan orang yang mendiami suatu tempat tertentu, yang terikat dalam suatu norma, nilai dan kebiasaan yang disepakati bersama oleh kelompok yang bersangkutan. Berdasarkan pada tipologinya, masyarakat desa hutan adalah masyarakat yang mendiami wilayah yang berada di sekitar atau di dalam hutan dan mata pencaharian/pekerjaan masyarakatnya tergantung pada interaksi terhadap hutan. Masyarakat desa hutan didefinisikan sebagai kelompok orang yang bertempat tinggal di desa hutan dan melakukan kegiatan yang berinteraksi dengan sumber daya hutan untuk mendukung kehidupannya. Sedangkan desa hutan adalah wilayah desa yang secara geografis dan administratif berbatasan dengan kawasan hutan atau kawasan sekitar hutan (Perum Perhutani, 2009).

Masyarakat desa hutan pada prinsipnya tidak jauh berbeda dengan masyarakat desa pada umumnya. Ciri yang khas dari masyarakat desa hutan adalah interaksi atau ketergantungannya dengan hutan di sekitarnya secara ekologi, ekonomi, maupun sosial, karena kelangkaan sumberdaya. Sebagian besar penduduk desa sekitar hutan miskin, karena sebagian besar dari mereka bermata pencaharian sebagai petani dan buruh tani. Dengan keadaan tersebut, kebutuhan hidup mereka sehari-hari sering dipenuhi dari hutan, misalnya kebutuhan kayu bakar, papan, pakan ternak, dan bahan pangan, sehingga ketergantungan masyarakat terhadap hutan sangat besar. Pada dasarnya pembicaraan problematika sosial masyarakat desa hutan adalah mengenai etika mereka dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya hutan guna meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi, baik yang tinggal di dalam hutan maupun sekitar hutan. Etika tersebut menjamin kelestarian hutan dan menjamin agar manusia yang tinggal di dalam dan di sekitar kawasan hutan (Andayani, 2003).

Partisipasi masyarakat desa hutan sangat diperlukan untuk pengamanan dan penyelamatan hutan. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan juga berfungsi sebagai pendidikan dan penyadaran akan arti penting konservasi alam


(15)

sekaligus meningkatkan kesejahteraan ekonomi penduduk yang selama ini lemah karena kurangnya akses terhadap sumberdaya. Untuk mewujudkan kondisi tersebut dukungan aspek kepastian kawasan, kepastian jangka usaha profesionalisme dan rentabilitas mutlak diperlukan. Dukungan itu pada dasarnya memerlukan prakondisi antara lain penataan kelembagaan termasuk kejelasan hak-hak penguasaan dan kepemilikan (Perum Perhutani, 2005).

Peranan masyarakat sebagai pusat pemberdayaan masyarakat perlu didorong dan dimaksimalkan. Partisipasi masyarakat yang tinggi akan menjamin berjalannya proses-proses dalam pengembangan masyarakat sehingga partisipasi masyarakat merupakan alat dan tujuan. Dengan demikian, maka pembangunan partisipatif adalah proses melibatkan secara aktif dalam seluruh keputusan substansial yang berkenan dengan kehidupan masyarakat (Syahyuti, 2006).

Pengertian Kelembagaan

Kelembagaan diartikan sebagai lembaga kemasyarakatan yang mengandung pengertian abstrak perihal adanya norma-norma dan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi ciri lembaga tersebut. Norma-norma yang tumbuh dalam masyarakat memiliki tingkatan kekuatan mengikat tersendiri. Proses pembentukan lembaga kemasyarakatan yaitu suatu proses yang dilewati oleh suatu norma yang baru untuk menjadi bagian dari salah satu lembaga kemasyarakatan, yang dimaksud adalah sampai norma itu dikenal oleh masyarakat, diakui, dihargai dan kemudian ditaati dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembentukan lembaga kemasyarakatan berasal dari perilaku masyarakat yang menjadi perilaku masyarakat yang disebut tata kelakuan dan adat istiadat. Untuk dapat membedakan kekuatan mengikat norma-norma tersebut dikenal adanya empat pengertian, yaitu: cara (usage), kebiasaan (folksway), tata kelakuan (mores), dan adat istiadat (custom) (Soekanto, 2002).

Konsep kelembagaan yang dianut oleh masyarakat menggunakan konsep lembaga sosial yang secara lebih sederhana diartikan sebagai kompleks norma-norma atau kebiasaan-kebiasaan untuk mempertahankan nilai-nilai yang dipandang sangat penting dalam masyarakat. Komponen kelembagaan dapat mengalami perubahan unsur-unsur lembaga kemasyarakatan, seperti sebagian


(16)

norma-norma dalam lembaga kemasyarakatan berubah atau bisa juga perubahan fungsi lembaga itu; perubahan lembaga dalam arti kemasyarakatan lama hilang dan diganti dengan lembaga yang baru (Pasaribu, 2007).

Ada beberapa fungsi kelembagaan masyarakat yaitu: memberikan pedoman kepada anggota masyarakat tentang bagaimana bersikap dan bertingkah laku dalam menghadapi masalah dalam masyarakat, terutama yang berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan yang bersangkutan; menjaga keutuhan masyarakat yang bersangkutan; memberikan pegangan terhadap masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial. Nilai-nilai yang mengatur terbentuknya kelembagaan dikenal dengan istilah norma yang mempunyai kekuatan mengikat dengan kekuatan yang berbeda-beda. Kekuatan meningkat dari norma dipengaruhi oleh kekuatan manusia dalam upaya menaati norma itu sendiri (Yanuar, 2001).

Komponen Utama Kelembagaan

Kelembagaan tersusun atas tiga komponen utama yaitu hak kepemilikan, batas yuridiksi, dan aturan representatif. Hak kepemilikan mengandung makna sosial yang didefenisikan dan diatur oleh hukum, adat, dan tradisi, yang mengatur hubungan antar anggota masyarakat dalam hal pentingnya terhadap sumberdaya. Hak milik dapat diperoleh dari pemberian/warisan dan pembelian. Batas yuridiksi menentukan siapa dan apa yang tercakup dalam suatu kelembagaan di masyarakat yang mencakup wilayah kekuasaan dan batas otoritas. Aturan representasi merupakan perangkat aturan yang menentukan mekanisme pengambilan keputusan organisasi yang mengatur siapa yang berhak berpartisipasi terhadap apa yang terdapat dalam proses pengambilan keputusan (Pasaribu, 2007).

Kelembagaan bercirikan terhadap kemajuan masyarakat, memiliki beberapa elemen pendukung diantaranya sebagai berikut :

1. Sumber Daya Manusia (SDM)

Komponen yang dimaksud mencakup : a) Ketrampilan yang cukup

b) Kematangan emosional

c) Kemempuan bekerjasama yang baik d) Apresiasi terhadap tata nilai maju


(17)

2. Tata Nilai Maju

Komponen tata nilai maju untuk mengidentifikasi dan menentukan gambaran kemajuan yang dicapai mencakup :

a) Penghargaan terhadap kerja keras dan berprestasi b) Rajin (tidak malas)

c) Produktif (tidak konsumtif) d) Harga diri tinggi

e) Sabar dan rendah hati f) Haus inovasi

g) Cara kerja/berfikir sistematik dan terorganisir h) Bervisi jangka panjang yang jelas

3. Kepemimpinan

Komponen yang menentukan suatu kepemimpinan untuk memajukan masyarakat meliputi :

a) Kemampuan seorang pemimpin memberi inspirasi dan mengarahkan anggotanya

b) Memiliki kemampuan untuk mengabdi pada masyarakat

c) Mempunyai keunggulan atau keistimewaan dan sangat interaktif dengan kebutuhan masyarakat

d) Memiliki kemampuan dalam pemecahan konflik yang terjadi di masyarakat e) Memiliki kemampuan dalam berkomunikasi yang baik dengan anggota

masyarakat yang dipimpinnya

f) Mengajarkan penggunaan rasionalitas yang tinggi pada setiap pengambilan keputusan

4. Struktur dan Organisasi Sosial

Struktur sosial yang sehat adalah cerminan dari pekerjaan yang sehat. Sedangkan organisasi sosial dapat didekati dengan memperhatikan sistem kemitraan dan keterlibatan masyarakat untuk tujuan di bidang pemenuhan kebutuhan pokok, peningkatan kegiatan ekonomi dan ketenagakerjaan, penguatan identitas individu dan sosial, pengelolaan pemerintah, pengelolaan pemerintah, pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, dan sistem pemeliharaan keteraturan sosial yang telah terbentuk.


(18)

5. Hukum dan Pemerintahan

Aspek hukum dapat ditelusuri dari konsistensi norma yang dirumuskan dalam bentuk aturan dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan aspek pemerintahan ditekankan pada pengaturan untuk peningkatan kreatifitas dan peran masyarakat agar tercapai kesejahteraan bersama

(Pranadji, 2003).

Peran kelembagaan membuat orang atau anggota masyarakat saling mendukung dan bisa berproduksi atau menghasilkan sesuatu karena ada keamanan, jaminan akan penguasaan atau sumberdaya alam yang di dukung oleh peraturan dan penegakan hukum serta insentif untuk mentaati aturan atau menjalankan institusi. Kelembagaan dalam hal ini bukan hanya menyangkut usaha tani, tetapi juga peranan kelembagaan-kelembagaan penunjang dalam pengembangan pertanian dan kehutanan. Pada hakekatnya setiap lembaga itu memiliki tujuan, karena suatu lembaga lahir dan dibangun karena adanya tujuan. Lembaga akan tetap eksis sepanjang masih mampu mewujudkan tujuan tersebut. Apabila suatu lembaga tidak mampu lagi mewujudkan tujuan yang ingin dicapainya, maka dapat disepakati untuk dibentuk lembaga baru atau tidak sama sekali (Awang, dkk. 2008).

Dalam suatu kelembagaan harus memiliki suatu struktur kelembagaan. Pada umumnya struktur kelembagaan yang dibentuk terdiri dari struktur inti, yaitu : 1. Ketua, sebagai pemimpin yang mengkoordinir seluruh anggota bawahannya. 2. Sekretaris, sebagai pencatat agenda harian maupun kegiatan-kegiatan yang

dilakukan kelompok tani sekaligus tangan kanan ketua.

3. Bendahara, sebagai pengelola keluar masuknya dana yang dibutuhkan oleh kelompok.

(Pasaribu, 2007).

Kedudukan Kelembagaan dalam Pengelolaan Hutan Rakyat

Kelembagaan adat sangat besar pengaruhnya pada pola tingkah laku kehidupan sosial masyarakat di sekitar hutan. Aturan-aturan adat yang ada merupakan peninggalan leluhur yang tetap harus dijaga dan dipatuhi walaupun aturan-aturan adat tersebut tidak tertulis. Aturan adat bagi masyarakat merupakan


(19)

hukum yang mengikat dan memiliki sanksi yang tegas atas segala pelanggaran yang dilakukan. Secara luas kelembagaan adat yang ada tidak hanya mengatur dan mengatasi tentang konflik sosial yang terjadi dalam masyarakatnya namun juga mengatur tentang pola perilaku masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya hutan yang ada di sekitar mereka. Hal ini adalah wajar mengingat hutan merupakan lingkungan hidup mereka dan juga sebagai tempat untuk mmemenuhi kebutuhan hidup yang serba sederhana. Dengan kata lain, kerusakan hutan berarti ancaman bagi kelangsungan hidup masyarakat sekitarnya (Yanuar, 2001).

Peran kelembagaan dalam pengelolaan hutan rakyat sangat penting diperhatikan keseimbangannya. Kedudukan kelembagaan dalam hutan rakyat merupakan unsur yang tidak kalah penting dengan unsur dukungan pendanaan hutan rakyat itu sendiri. Karena di dalam kelembagaan mencakup organisasi masyarakat dan aturan hukum yang berkaitan dengan sistem pengelolaan hutan rakyat (Ngadiono, 2004).

Hutan rakyat sebagaimana hutan negara juga membutuhkan sistem pengelolaan yang terencana yang mendukung pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan rakyat itu sendiri. Karena pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan secara personal akan berbeda dengan pengelolaan secara kelompok. Pengelolaan hutan rakyat dengan membentuk kelembagaan atau organisasi di dalamnya akan semakin menumbuhkan interaksi dan koordinasi antar anggota sehingga tujuan bersama akan cepat tercapai. Berhasil tidaknya pelaksanaan kegiatan hutan rakyat tidak bergantung dari pihak-pihak yang berkecimpung dalam sektor kehutanan, tetapi juga tergantung dari sektor-sektor lain seperti pertanian, perkebunan, transmigrasi, kementrian, dan UKM. Pelaksanaan kegiatan dikoordinir oleh suatu komisi yang disebut komisi social forestry. Komisi social forestry beranggotakan pemerintah, swasta, perguruan tinggi, LSM dan masyarakat (Ngadiono 2004).

Kelompok Tani Hutan

Pada beberapa tahun terakhir ini sering terjadi bencana alam yang umumnya diakibatkan karena banyaknya kerusakan alam khususnya kerusakan hutan dan lahan-lahan kritis. Memperhatikan hal ini maka diperlukan suatu gerakan ataupun kegiatan untuk mencegah agar bencana tersebut tidak terulang lagi di masa yang


(20)

akan datang, salah satu kegiatan tersebut antara lain dengan pembuatan tanaman hutan rakyat. Lahirnya kelembagaan di dalam suatu kelompok atau perkumpulan orang pada dasarnya diawali dari kesamaan karakteristik dan tujuan masing-masing orang dalam kelompok tersebut. Hal tersebut ditandai dengan adanya kesamaan kepentingan yang menyebabkan adanya upaya kerjasama untuk mencapai tujuan dan memenuhi kepentingan bersama (Puspita, 2006).

Kelompok Tani Hutan (KTH) merupakan perkumpulan orang-orang (petani) yang tinggal di sekitar hutan, untuk menyatukan diri dalam usaha-usaha di bidang sosial-ekonomi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan para anggotanya dan ikut serta melestarikan hutan dengan prinsip kerja dari – oleh – dan untuk anggota (Tim Bina Swadaya, 2001).

Kriteria petani sebagai KTH adalah kedekatan dengan hutan, hak-hak yang sudah ada, ketergantungan, dan pengetahuan lokal. Keempat kriteria itu sangat erat kaitannya dengan sumber daya hutan dan mudah untuk dikenali. Selanjutnya juga proses pembentukan KTH adalah sebagai berikut :

1. Pembentukan kelompok 2. Penguatan kelembagaan 3. Penyuluhan

4. Insentif (Puspita, 2006).

Terbentuknya kelompok tani hutan tersebut memudahkan dalam menyampaikan program dan tujuan rehabilitasi hutan. Kelompok tani hutan yang telah dibentuk dapat dijadikan sebagai wahana belajar dan kerjasama dalam rangka mencapai tujuan. Proses belajar dan kerjasama di dalam kelompok tani hutan akan meningkatkan kedinamikaan kelompok dapat menjaga kelangsungan hidup kelompok tani hutan. Keberlanjutan kelompok tani hutan diartikan sebagai sebuah dinamika untuk menjaga kelangsungan hidup kelompok tani hutan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan anggota melalui program rehabilitasi hutan. Keberlanjutan kelompok tani hutan akan tetap terjaga selama anggota kelompok memiliki keinginan tetap berada di dalam (menjadi anggota) kelompok tani hutan sebagai wadah untuk mencapai tujuan bersama (Greenberg and Baron, 2003).


(21)

Kelembagaan kelompok tani memiliki unsur-unsur pelaksanaan norma seperti landasan norma. Untuk memahami masalah norma yang hidup pada kelembagaan kelompok tani perlu diketahui unsur-unsur pelaksanaan norma tersebut. Seperti landasan norma, apakah norma yang mengatur kelembagaan berasal dari agama, kearifan lokal, atau keyakinan lain yang lebih kuat. Unsur kedua untuk menganalisis terbentuknya norma di kelembagaan adalah persepsi secara umum terhadap kedudukan seseorang yang meliputi apakah yang lebih dihargai karena statusnya atau prestasi dan kemampuannya. Unsur ketiga dalam analisis norma kelembagaan adalah persepsi secara umum terhadap penghargaan dan sanksi. Pemberian penghargaan dan sanksi kepada anggota yang berjasa atau melanggar aturan merupakan salah satu ciri terciptanya pelaksanaan norma yang ideal (Soekanto, 2002).

Kondisi Umum Kecamatan Barusjahe 1. Letak dan Iklim

Kecamatan Barusjahe memiliki luas wilayah sekitar 128,04 km2 dan 6,02 % dari total luas Kabupaten Karo. Secara geografis, kecamatan barusjahe diapit oleh dua kabupaten dan dua kecamatan yaitu sebelah utara berbatasan Kabupaten Deliserdang, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Merek/Kabupaten Simalungun, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Tigapanah dan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Deliserdang/Kabupaten Simalungun, sedangkan secara astronomis berada di sekitar 98o35’ BT dan 03o10’ LU. Suhu udara rata-rata di Kecamatan Barusjahe berkisar 18oC - 24oC dengan ketinggian wilayah sekitar 1200 meter diatas permukaan laut dan tergolong kedalam daerah beriklim tropis. Kecamatan Barusjahe dengan ibukota kecamatan terletak di Desa Barusjahe terdiri dari 19 desa sebagai salah satu dari 17 kecamatan di Kabupaten Karo dengan jarak berkisar 16 km dari kantor bupati karo (BPS Kab karo, 2013).

2. Luas Wilayah

Desa Rumanis, Desa Pertumbuken, dan Desa Sikab adalah desa yang dipilih secara sengaja dengan berdasarkan pada ada tidaknya struktur kelembagaan kelompok tani hutannya dan disesuaikan dengan kebutuhan data yang akan


(22)

diambil. Desa Rumanis memiliki luas desa sekitar 6,62 km2 atau 5,17% dari total luas Kabupaten Barusjahe dengan jarak kantor kepala desa ke ibukota kecamatan sejauh 16 km. Desa Pertumbuken memiliki luas desa sekitar 7,29 km2 atau 5,69% dari total luas Kabupaten Barusjahe dengan jarak kantor kepala desa ke ibukota kecamatan sejauh 10 km. Desa Sikab memiliki luas desa sekitar 9,53km2 atau 7,44% dari total luas Kabupaten Barusjahe dengan jarak kantor kepala desa ke ibukota kecamatan sejauh 12 km (BPS Kab karo, 2013).

3. Potensi Sumber Daya Manusia

Desa Rumanis memiliki jumlah penduduk 1.120 orang, dengan jumlah laki-laki 555 orang dan perempuan 565 orang. Kepala Keluarga di desa ini berjumlah 324 KK. Banyaknya penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja ada sebanyak 546 orang diantaranya bermata pencaharian dalam bidang pertanian sebanyak 538 orang dan PNS/ABRI sebanyak 8 orang (BPS Kab karo, 2013).

Desa Pertumbuken memiliki jumlah penduduk 915 orang, dengan jumlah laki-laki 459 orang dan perempuan 456 orang. Kepala Keluarga di desa ini berjumlah 259 KK. Banyaknya penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja ada sebanyak 853 orang diantaranya bermata pencaharian dalam bidang pertanian sebanyak 764 orang, industri rumah tangga sebanyak 20 orang, PNS/ABRI sebanyak 19 orang, dan lainnya sebanyak 50 orang (BPS Kab karo, 2013).

Desa Sikab memiliki jumlah penduduk 1.326 orang, dengan jumlah laki-laki 675 orang dan perempuan 651 orang. Kepala Keluarga di desa ini berjumlah 375 KK. Banyaknya penduduk usia 15 tahun ke atas yang tidak bekerja sebanyak 4 orang dan yang bekerja ada sebanyak 1.186 orang, diantaranya bermata pencaharian dalam bidang pertanian sebanyak 1.173 orang dan PNS/ABRI sebanyak 13 orang (BPS Kab karo, 2013).

4. Kondisi Umum Kelompok Tani Hutan

Kelompok tani didampingi oleh penyuluh untuk memberikan pendidikan dan penyuluhan bagi petani yang belum sepenuhnya mampu mengelola hutan miliknya sendiri. Kelompok tani di masing-masing desa terbentuk dari penyuluhan kehutanan yang didukung oleh aparat desa dan masyarakat. Anggota


(23)

kelompok tani beranggotakan warga desa yang statusnya sebagai pemilik lahan yang ditanami pohon. Desa Rumanis, Desa Pertumbuken, dan Desa Sikab memiliki 1 (satu) kelompok tani yang secara berurut bernama Tani Jaya, Juma Kendit, dan Reh-Ulina (Pemerintahan Kecamatan Barusjahe, 2013).

Sejauh ini kapasitas/peran kelembagaan kelompok tani yang sangat terlihat kepada anggota kelompok adalah memberikan penyuluhan dan pendidikan yang bekerjasama dengan penyuluh kehutanan dan pendistribusian bantuan bibit. Kapasitas kelompok untuk menaikkan harga tawar pada tengkulak belum dimiliki oleh kelembagaan kelompok tani, karena proses pengelolaan hutan rakyat dari awal penanaman sampai penjualan hasil umumnya masih berjalan sendiri-sendiri.


(24)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini mengambil tempat di Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Waktu pengumpulan data dan penelitian dilakukan pada bulan Juli 2014 sampai September 2014.

Alat dan Objek Penelitian

Penelitian ini memerlukan beberapa alat bantu seperti alat tulis, kamera, dan kuisioner. Sedangkan objek penelitian yaitu ketua dan perwakilan kelompok tani hutan yang terdapat di Desa Rumanis, Desa Pertumbuken, dan Desa Sikab Kecamatan Barusjahe. Jumlah responden adalah 30 orang.

Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer bersumber dari hasil wawancara kepada responden dan data sekunder berasal dari instansi atau lembaga terkait. Secara ringkas kebutuhan jenis dan sumber data digambarkan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Jenis dan sumber data

No. Jenis Data Cara Pengambilan Sumber Data 1.

2.

3.

Kondisi Umum

a. Wilayah geografis b. Luas wilayah c. Iklim

d. Potensi SDM

Sejarah lahirnya kelembagaan

Aktivitas pengelolaan lahan

a. Jenis aktivitas b. Kendala c. Upaya

Pencatatan ke instansi Pencatatan ke instansi Pencatatan ke instansi Pencatatan ke instansi

Wawancara Wawancara Wawancara Wawancara Kantor Desa Kantor Desa Kantor Desa Kantor Desa

Ketua kelompok tani

Anggota kelompok tani Anggota kelompok tani Anggota kelompok tani


(25)

4. 5. 6. 7. 8. 9. Aspek struktural a. Luas cakupan b. Struktur organisasi c. Pola sebaran

kekuasaan

Tujuan kelembagaan

Keanggotaan a. Pola kerekrutan b. Kesetiaan anggota c. Frekuensi pertemuan d. Partisipasi anggota

Kepemimpinan

a. Landasan pemilihan b. Kekuasaan pemimpin c. Gaya kepemimpinan d. Periode pemilihan

Aspek kultural a. Sistem tata nilai b. Norma c. Kultur Kapasitas kelembagaan a. Peran b. Kapasitas Wawancara Wawancara Wawancara Wawancara Wawancara Wawancara Wawancara Wawancara Wawancara Wawancara Wawancara Wawancara Wawancara Wawancara Wawancara Wawancara Wawancara

Ketua kelompok tani Ketua kelompok tani Ketua kelompok tani

Ketua kelompok tani

Ketua kelompok tani Ketua kelompok tani Ketua kelompok tani Ketua kelompok tani

Anggota kelompok tani Anggota kelompok tani Anggota kelompok tani Anggota kelompok tani

Anggota kelompok tani Ketua kelompok tani Ketua kelompok tani

Ketua kelompok tani Ketua kelompok tani

Metode Pengambilan Contoh dan Pengumpulan Data

Pengambilan contoh pada penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap. 1. Pengambilan contoh pada tingkat desa yang terdapat di Kecamatan Barusjahe,

dimana pemilihan desa dipilih secara sengaja dengan berdasarkan pada ada tidaknya struktur kelembagaan di desa tersebut. Pemilihan desa sebanyak 3 desa, yaitu Desa Rumanis, Desa Pertumbuken, dan Desa Sikab.

2. Pengambilan contoh kelompok tani yang didasarkan ada tidaknya struktur kelembagaan pada kelompok tani dan keaktifan kelompok tani. Dimana masing-masing desa memiliki 1 (satu) kelompok tani. Kelompok Tani “Tani Jaya” di Desa Rumanis, Kelompok Tani “Juma Kendit” di Desa Pertumbuken, dan Kelompok Tani “Reh-Ulina” di Desa Sikab.

3. Pemilihan responden di dalam kelompok tani. Pemilihan responden dilakukan secara acak sebanyak 10 orang setiap kelompok tani.


(26)

Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan beberapa teknik berdasarkan jenis data yang dibutuhkan.

1. Teknik wawancara, yaitu menggunakan kuesioner dan alat perekam yang berisi pertanyaan-pertanyaan untuk selanjutnya mendapat tanggapan atau respon dari para responden berupa penjelasan dari pertanyaan yang diajukan.

2. Teknik observasi, yaitu melakukan pengamatan langsung ke kawasan hutan rakyat yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani.

3. Pencatatan data sekunder, yaitu mengumpulkan data yang terkait dengan bahan penelitian kepada instansi/lembaga yang mengurusi masalah tersebut.


(27)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lahirnya Kelembagaan

Pada lokasi penelitian, kelompok tani Tani Jaya, Juma Kendit, dan Reh-Ulina memiliki tujuan lahirnya kelembagaan yang tidak jauh berbeda. Terbentuknya kelembagaan kelompok tani didasarkan pada ketergantungan masyarakat sekitar hutan terhadap pemanfaatan hutan. Pemanfaatan hutan yang sering dilakukan masyarakat adalah memanfaatkan hasil hutan kayu maupun non kayu. Bahkan ada juga masyarakat yang nekat menebang pohon-pohon yang berada di hutan yang dekat dengan kawasan pemukiman masyarakat.

Masyarakat menyadari bahwa pemanfataan hutan secara terus-menerus dapat merusak hutan. Oleh sebab itu masyarakat membentuk kelompok tani hutan sebagai wadah meminta bantuan pemerintah, baik dalam pengadaan benih atau bibit agar dapat dikelola oleh anggota kelompok dan dapat mengelola tanaman sendiri agar terpenuhinya perekonomian masyarakat itu sendiri. Kesamaan kepentingan menyebabkan adanya upaya kerjasama untuk mencapai tujuan dan memenuhi kepentingan bersama.

Lahirnya kelembagaan juga terlihat dalam program Perum Perhutani yang pada awalnya dianggap gagal dalam menjalankan fungsinya. Hal ini terbukt i dengan terjadinya perusakan hutan besar-besaran secara massal, yang berarti bahwa selama ini pemerintah melalui Perhutani sangat kecil perannya dalam mengajak masyarakat sekitar dan dalam hutan untuk mengelola hutan. Maka Perum Perhutani menggulirkan program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) melalui surat keputusan Dewan Pengawas Perum Perhutani No. 136/KPTS/DIR/2001 tentang PHBM.

Aktivitas Pengelolaan Lahan

Kegiatan yang dilakukan oleh kelompok tani di Kecamatan Barusjahe yaitu Kegiatan Kebun Bibit Rakyat (KBR) di lahan masyarakat. Aktivitas pengelolaan lahan yang dilakukan oleh petani cukup beragam yaitu pembersihan lahan dan persemaian, penyiangan dan pendangiran, penyulaman, penjarangan, dan


(28)

pemupukan. Aktivitas petani yang paling sering dilakukan adalah pembersihan lahan dan persemaian. Total responden yang melakukan kegiatan pembersihan lahan dan persemaian sebesar 83,33% (Lampiran 2). Pada kegiatan ini terlebih dahulu dilakukan pembersihan lahan lahan dari rumput-rumput liar ataupun semak belukar yang ada pada lahan dan langsung dilanjut dengan penyemaian benih-benih yang telah melalui seleksi untuk menghasilkan bibit yang unggul.

Kegiatan pengelolaan kedua yang paling banyak dilakukan oleh petani adalah pemupukan. Total responden yang melakukan kegiatan pemupukan sebesar 70% (Lampiran 2). Kegiatan pemupukan dimaksudkan untuk menambah unsur hara pada tanaman yang diperlukan sehingga diharapakan dapat mempercepat pertumbuhan tanaman. Pupuk diberikan secara melingkar kurang lebih 10-15 cm dari batang tanaman dan ditutup kembali dengan tanah. Dosis pemupukan disesuaikan dengan pupuk yang tersedia. Kegiatan pengelolaan lahan yang paling sedikit dilakukan oleh para petani adalah penyulaman. Petani yang melakukan kegiatan penyulaman sebesar 33,33%. Petani yang tidak melakukan pembersihan lahan dikarenakan sibuk dengan pekerjaan lain, padahal seharusnya dilakukan untuk mengurangi daya saing penyerapan unsur hara dalam tanah.

Dalam pengelolaan lahan milik terutama lahan hutan tentulah tidak terlepas dari kendala dan permasalahan yang menyangkut kegiatan pengelolaan tersebut. Beberapa di antaranya terkait dengan kondisi lahan, pemeliharaan tanaman, ketersediaan air dan pupuk, serangan hama dan penyakit, kurangnya dana, sampai sulitnya akses jalan menuju lokasi lahan milik. Akan tetapi di Kecamatan Barusjahe, kelompok tani mengalami kendala utama dalam pengelolaan lahan yaitu masalah serangan hama dan penyakit, seperti binatang (belalang, kumbang, ulat, wereng, tikus) dan organisme kecil (virus, bakteri, jamur). Hal ini terlihat dari 14 dari 30 responden di ketiga kelompok tani hutan tersebut. Sementara kendala lainnya yang juga kerap kali mengiringi kegiatan pengelolaan hutan para petani yaitu pengetahuan tentang teknik pengelolaan dan juga kekurangan modal dalam pengadaan pupuk untuk pemeliharaan tanaman.

Jenis tanaman yang diusahakan petani hutan hampir sama pada masing-masing kelompok tani. KTH Tani Jaya mengusahakan tanaman suren dan nangka;


(29)

KTH Juma Kendit mengusahakan tanaman mahoni dan suren; dan KTH Reh-Ulina mengusahakan tanaman mahoni, suren, dan nangka.

Terdapat beberapa kendala dan permasalahan yang dihadapi petani dalam pengelolaan lahan. Dari sejumlah kendala dan permasalahan tersebut, tentunya ada upaya ataupun solusi yang dilakukan para petani untuk menyelesaikannya. Dalam hal penanganan masalah serangan hama dan penyakit, sebagian petani menggunakan obat semprot untuk membasminya. Sedangkan petani lain menggunakan cara manual untuk memusnahkannya. Dalam perasalahan lainnya yakni kurangnya pengetahuan para petani dalam upaya pemeliharaan tanaman, dititik beratkan atau ditanyakan kepada ketua kelompok tani. Dan ketua kelompok tani dengan kesepakatan bersama meminta diadakannya penyuluhan oleh pemerintah (dalam hal ini Dinas Kehutanan Kab. Karo) untuk menambah wawasan masyarakat terkhusus kepada anggota kelompok tani. Peran pemerintah juga dapat dilihat dari pengawasan kegiatan yang dilakukan dan evaluasi kemajuan pelaksanaan kegiatan di lapangan maupun kendala yang ada dalam pelaksanaan kegiatan.

Sedikit berbeda dengan pelaksanaan program PHBM di Desa Ciulu Kecamatan banjarsari Kabupaten Ciamis meliputi: perencanaan (perencanaan bibit tanaman, perencanaan perkiraan perolehan hasil dan perencanaan pemasaran); penanaman dengan sistem silvikultur dan sistem tumpang sari yang bermanfaat dan memiliki nilai ekonomis untuk masyarakat; pemeliharaan dengan cara pemupukan secara berkala untuk meningkatkan kesuburan tanah, penyemprotan berkala untuk meminimalisir terkena hama dan pembersihan rumput liar yang ada pada lahan yang ditanami; perlindungan dalam hal pengawasan terhadap penjarahan dan penebangan liar; pemanenan hasil hutan, dan pembagian hasil berdasarkan kesepakatan Perum Perhutani dengan KTH Desa Ciulu.

Aspek Struktural Kelembagaan

Dalam sebuah kelembagaan yang beranggotakan sejumlah orang dengan visi dan misi yang sama, tentunya tidak terlepas dari struktur kelembagaan. Struktur kelembagaan memiliki fungsi internal maupun eksternal untuk mencapai tujuan bersama yang menyediakan kejelasan bagian-bagian pekerjaan dalam


(30)

aktifitas kelembagaan. Fungsi internal kelembagaan menjadi pedoman bagi anggotanya dalam bertindak. Sedangkan fungsi eksternal kelembagaan menjelaskan tentang bagaimana dan siapa yang akan berhubungan dengan pihak dari luar.

Kelembagaan kelompok tani yang dibahas yaitu : Tani Jaya di Desa Rumanis, Juma Kendit di Desa Pertumbuken, dan Reh-Ulina di Desa Sikab. Luas cakupan kelompok tani tersebut seperti tertera pada Tabel 2.

Tabel 2. Luas cakupan wilayah kelompok tani

No. Kelompok Tani

Luas Lahan (Ha) Jumlah Anggota (orang) Persemaian Penanaman

1. Tani Jaya Blok/Dusun Tambunen Luas 0,25 ha

• Blok Dusun Pertanggalen Luas 15 ha • Blok/Dusun

Sabah Dokan Luas 30 ha • Blok/Dusun

Tegur lLas 10 ha • Blok/Dusun

Proyek Luas 20 ha Total = 75 ha

22

2. Juma Kendit Blok/Dusun Pertumbuken Luas 0,25 ha

Blok/Dusun Pertumbuken Luas 90ha

16 3. Reh-Ulina Blok/Dusun Kabung

Luas 0,25 ha

• Blok/Dusun Kabung Luas 45,25 ha • Blok/Dusun

Siberteng Luas 45 ha Total = 90 ha

20

Sumber: Hasil wawancara dengan responden ketua kelompok tani

Kelompok tani Tani Jaya memiliki cakupan wilayah 75,25 ha dengan jumlah anggota 22 orang, dengan rata-rata kepemilikan lahan anggotanya seluas 3,42 ha/orang. Kelompok tani Juma Kendit memiliki cakupan wilayah 90,25 ha dengan jumlah anggota 16 orang, dengan rata-rata kepemilikan lahan anggotanya seluas 5,64 ha/orang. Kelompok tani Reh-Ulina memiliki cakupan wilayah 90,25 ha dengan jumlah anggota 20 orang, dengan rata-rata kepemilikan lahan anggotanya seluas 4,51 ha/orang. Kelompok tani memperkerjakan orang-orang


(31)

selain anggota (sering disebut ‘aron’) untuk mengelola lahan yang dimiliki sesuai dengan kebutuhan.

Pola sebaran kekuasaan yang terjadi di ketiga kelembagaan kelompok tani menyatakan bahwa pola sebaran kekuasaan bersifat distributif. Sebaran kekuasaan distributif artinya pembagian tugas dan wewenang tidak hanya dilimpahkan ke satu orang saja akan tetapi didistribusikan ke beberapa orang pada dasarnya mampu dan berkapasitas dalam menangani tugas tersebut. Hal ini dapat dilihat dari beragamnya struktur organisasi yang dibentuk oleh kelompok tani seperti tertera pada Tabel 3.

Tabel 3. Struktur kelembagaan kelompok tani

No. Kelompok Tani Struktur Kelembagaan 1. Tani Jaya Ketua

Sekretaris Bendahara 2. Juma Kendit Ketua

Sekretaris Bendahara 3. Reh-Ulina Ketua

Sekretaris Bendahara Tim perencana Tim pelaksana Tim pengawas

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa ketiga kelompok tani memiliki struktur organisasi secara inti. Namun demikian, ada 1 (satu) kelompok tani yaitu kelompok tani Reh-Ulina yang mencantumkan bidang lain di luar struktur inti yaitu:

1. Tim perencana, sebagai tim yang membuat dan mengatur berbagai rencana kegiatan yang akan dilaksanakan.

2. Tim pelaksana, sebagai tim yang mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan. 3. Tim pengawas, sebagai tim yang mengawasi pelaksanaan kegiatan untuk hasil

yang terbaik.

Kelompok tani Reh-Ulina lebih maju dibandingkan kelompok tani Tani Jaya dan Juma Kendit dilihat dari struktur kelembagaan yang ada bukan hanya ketua, sekretaris, dan bendahara. Struktur kelembagaan yang dibentuk oleh masing-masing kelompok tani pada dasarnya menyesuaikan dengan kebutuhan yang


(32)

dirasakan oleh kelompok tani tersebut dan berkaitan dengan efektifitas pelaksanaan aktivitas yang dilakukan oleh kelompok tani tersebut. Struktur kelembagaan tidak memberikan pengaruh terhadap kesejahteraan petani, namun mempermudah pekerjaan petani, sehingga tujuan bersama dapat cepat tercapai.

Kelompok Tani Hutan di Desa Ciulu beranggotakan para petani hutan yang berjumlah 144 orang yang dapat mengelola lahan hutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan meningkatkan perekonomian yang sebelumnya tidak mempunyai lahan untuk dikelola. Kelompok Tani Hutan yang memiliki kelompok yang terorganisir dan adanya pertemuan pengurus dengan anggota KTH, petugas Perhutani, dan Kepala Desa yang mempercepat tali komunikasi dan memantapkan kelembagaan.

Tujuan Kelembagaan

Kelompok tani memiliki tujuan lebih mengutamakan kelompok. Ketiga kelompok tani ini memiliki tujuan yang sama, yaitu mengurangi kerusakan hutan dan meningkatkan kesejahteraan anggota. Dimana anggota dapat berkontribusi yang lebih dalam kelompok dikarenakan kesamaan tujuan-tujuan tersebut.

Terciptanya kemitraan sejajar yang saling menguntungkanlah yang dirasakan KTH Desa Ciulu dengan Perhutani dimana peluang yang diberikan pihak Perhutani kepada masyarakat dapat meningkatkan kondisi sosial ekonomi petani hutan dalam hal orientasi mata pencaharian antara pekerjaan pokok atau tambahan pekerjaan dan penghasilan masyarakat yang semakin meningkat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Keanggotaan

Dalam hal pola perekrutan anggota, kelompok tani Tani Jaya, Juma Kendit, maupun Reh-Ulina termasuk bersifat tidak bebas (anggota hanya berasal dari desa bersangkutan), terbatas (jumlah anggota maksimal 30 orang), dan tertutup (hanya petani hutan). Hal ini ditunjukkan dari adanya beberapa syarat untuk menjadi anggota kelompok tani. Syarat yang pertama yaitu calon anggota harus memiliki lahan (pribadi atau sewa) dan diperuntukkan untuk tanaman kayu. Syarat yang kedua yaitu calon anggota harus berasal dari desa kelompok tani itu sendiri.


(33)

Jumlah anggota pada KTH Tani Jaya sebanyak 22 orang, KTH Juma Kendit sebanyak 16 orang, dan KTH Reh-Ulina sebanyak 20 orang.

Dalam hal kesetiaan dan pengabdian para anggotanya ketiga kelompok tani menyatakan kesetiaan anggota cukup tinggi. Rasa kesetiaan ini terlihat dari partisipasi anggota saat diadakan pertemuan dan rapat-rapat yang berkaitan dengan kinerja kelompok. Anggota yang hadir apabila diadakan pertemuan kelompok lebih dari 50%, baik pada saat penyuluhan maupun rapat anggota. Anggota yang tidak dapat menghadiri pertemuan, biasanya diwakili oleh salah satu anggota keluarga atau izin untuk tidak menghadiri pertemuan kelompok. Pertemuan yang rutin dapat dijadikan sarana untuk mengikat komitmen para anggotanya. Kelompok tani menyatakan pertemuan kelompok bersifat rutin dan tetap. Mereka mengagendakan pertemuan 2 (dua) bulan sekali. Apabila kelompok memerlukan lebih banyak pertemuan, maka dapat diadakan pertemuan tambahan. Pertemuan disini membahas permasalahan-permasalahan yang dialami petani, penyuluhan ataupun diskusi mengenai program-program yang akan dilaksanakan. Dilihat dari partisipasi anggota dalam pengambilan keputusan, seluruh responden menyatakan bahwa jumlah anggota yang berpartisipasi cukup tinggi dan melibatkan banyak anggota. Artinya seluruh anggota memiliki kesempatan yang sama untuk memutuskan sesuatu yang berkaitan dengan kelangsungan kinerja kelompoknya.

Berbeda dengan KTH Desa Ciulu, pihak Perhutani tidak membatasi jumlah anggota kelompok. Jumlah petani hutan yang tergabung dalam KTH di Desa Ciulu sebanyak 144 orang. Untuk mempercepat tali komunikasi dan memantapkan kelembagaan diadakan pertemuan yang berkelanjutan aantara pengurus dengan anggota KTH, petugas Perhutani dan Kepala Desa Ciulu.

Kepemimpinan

Kepemimpinan dalam kelembagaan adalah suatu yang penting karena merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan kelembagaan tersebut dalam mencapai tujuannya. Kepemimpinan yang baik dapat memperkecil sistem yang kurang baik yang artinya kunci keberhasilan kelembagaan.


(34)

Dalam proses kepemimpinan dipilih dan ditetapkan, anggota kelompok tani yang diwawancarai menyatakan pemimpin kelompok dipilih berdasarkan kemampuan atau keprofesionalan yang dimiliki. Pemimpin tidak dipilih secara asal melainkan harus di uji terlebih dahulu, seperti diadakannya tanya jawab. Dengan demikian, seorang pemimpin kelompok tani pada dasarnya telah dibekali dengan pengalaman dan kemampuan yang lebih dibanding anggotanya yang lain dalam hal kepemimpinan.

Gaya kepemimpinan yang diterapkan kelompok tani adalah demokratis. Gaya kepemimpinan ini sangat memperhatikan penyampaian pendapat setiap anggotanya. Proses pengambilan keputusan dilakukan melalui mekanisme musyawarah. Dengan demikian setiap anggota memiliki hak yang sama untuk menyampaikan pendapat mereka.

Pergantian pemimpin yang terjadi dalam kelompok tani tidak terjadi secara regular karena menurut mereka ketua kelompok tani baru akan diganti jika ketua tersebut sudah menyatakan dirinya tidak sanggup lagi untuk menjadi ketua, atau kesepakatan sebagian besar anggota yang menginginkan ketua kelompok mundur dari jabatannya. Selain karena landasan keprofesionalan seseorang, anggota kelembagaan juga mempertimbangkan dari segi pengalaman yang dimiliki seorang calon pemimpin. Kemampuan kepemimpinan ketua kelompok tani berdampak terhadap perkembangan kelompok tani di masa yang akan datang. Semakin tinggi tingkat keprofesionalan ketua kelompok tani, maka perkembangan kelompok tani di masa yang akan datang akan semakin baik.

Pemimpin yang dipilih dalam KTH Ciulu adalah orang yang dipandang sebagai tokoh masyarakat (pemimpin nonformal) dan pemilihannya harus disaksikan oleh para pemerintah desa setempat, Perum Perhutani, dan masyarakat desa. Pergantian peemimpin juga dilakukan jika seseorang tersebut tidak mampu lagi untuk menjalankan tugas dan kewajibannya demi kelangsungan dan kesejahteraan kelompok dan anggota kelompok.

Aspek Kultural Kelembagaan

Mengenai hakekat hidup yang dianut anggota kelompok, seluruh responden menyatakan bahwa hidup merupakan sesuatu yang baik. Hakekat hidup yang


(35)

baik adalah memandang segala sesuatu dari segi positif. Kondisi sosial kelompok tani jarang terjadi konflik antar individunya, oleh sebab itu sebagian besar dari mereka memiliki hakekat hidup yang baik. Hakekat hidup yang baik ditunjukkan dengan semangat dan kerja keras anggota dalam menjadikan usaha hutan rakyat mereka ke tahap yang lebih maju. Sementara dari segi penerapan nilai dalam bekerja, seluruh responden menyatakan bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Dalam hal ini tidak seluruh responden menyatakan bahwa usaha hutan rakyat ini menjadi satu-satunya sumber mata pencahariannya, dengan kata lain usaha hutan rakyat sebagai sampingan disamping pekerjaan utamanya yaitu sebagai pegawai negeri sipil.

Seluruh responden menyatakan berorientasi ke masa depan, dalam hal persepsi terhadap waktu. Hal ini menandakan bahwa kondisi masyarakat sudah modern. Sebagaimana diketahui bahwa masyarakat tradisional memiliki persepsi waktu yang berorientasi ke masa lalu dan masa sekarang. Sedangkan masyarakat modern dicirikan dengan orientasinya yang jauh ke masa depan. Kelompok tani yang memiliki orientasi ke masa depan dicirikan dengan adanya upaya untuk mengembangkan usaha hutan rakyat. Persepsi umum yang dipegang oleh petani hutan adalah tanaman sebagai investasi berharga layaknya perhiasan emas yang suatu saat dapat dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Sama halnya ketika mereka menanam pohon, mereka berharap suatu saat ketika pohon tersebut sudah besar dan bisa dijual, maka mereka akan menjualnya untuk memenuhi kebutuhan keluarga di masa yang akan datang seperti menyekolahkan anaknya hingga sarjana, atau menikahkan anak-anaknya.

Dalam landasan norma, unsur pertama yakni norma yang mengatur kelembagaan berasal dari agama, kearifan lokal, atau keyakinan lain yang lebih kuat. Ketiga kelompok tani ini berlandaskan norma yang berasal dari agama. Norma yang berasal dari agama dianggap memiliki nilai yang baik oleh masyarakat. Unsur kedua untuk menganalisis terbentuknya norma di kelembagaan, seluruh responden kelompok tani menyatakan bahwa mereka lebih menghargai seseorang karena prestasi dan kemampuannya. Hal ini ditunjukkan dari penghargaan mereka terhadap para pemimpin mereka. Unsur


(36)

ketiga dalam analisis norma kelembagaan, yaitu pemberian penghargaan dan sanksi kepada anggota yang berjasa atau melanggar aturan merupakan salah satu ciri terciptanya pelaksanaan norma yang ideal. Ketiga kelompok tani menyatakan pemberian sanksi berjalan dan bersifat tegas. Pemberian penghargaan dan sanksi dapat meningkatkan kinerja anggota. Kinerja kelembagaan akan menurun apabila tidak terdapat aturan yang jelas dan sanksi yang tegas. Pada umumnya kelembagaan kelompok tani lebih bersifat non-formal, dimana unsur kekeluargaan yang masih kuat.

Kultur kelembagaan erat kaitannya dengan kebiasaan anggota dalam meningkatkan produktivitas ataupun menaati aturan-aturan kelembagaan. Kedisiplinan kelembagaan yang dijalankan oleh anggota dicirikan dari banyak tidaknya yang patuh dan menjalankan setiap aturan yang dibuat, karena aturan tersebut dibuat berdasarkan kesepakatan bersama para anggotanya. Kedisiplinan tinggi yang ditunjukkan oleh anggota dapat membentuk sistem kerja yang berkualitas.

Ketiga kelompok tani menyatakan hampir seluruh anggotanya mengetahui aturan dalam kelompok. Aturan yang dibuat bertujuan untuk mengatur segala kepentingan yang menyangkut anggota secara pribadi maupun umum. Maka peluang anggota melakukan pelanggaran akan semakin kecil. Karena mereka telah mengetahui sanksi dan konsekuensinya. Kelompok tani menyatakan ada disiplin dan dijalankan. Kedisiplinan anggota kelompok tani dapat dilihat dari kinerja para petani dalam mengerjakan usaha hutannya, maupun saat berpartisipasi dalam agenda kelembagaan.

Kapasitas Kelembagaan

Kelembagaan kelompok tani Kecamatan Barusjahe memiliki beberapa peran diantaranya penyelenggaraan penyuluhan dan membantu petani yang mengalami kesulitan untuk bersama-sama mencari jalan keluar yang terbaik. Selain itu, kelembagaan kelompok tani berperan dalam penyelesaian konflik yang terjadi di dalam kelompoknya. Konflik luar kelembagaan belum pernah terjadi. Kelembagaan kelompok tani memberikan hak sepenuhnya kepada anggota untuk memasarkan tanamannya yang siap panen. Apabila petani mengalami kesulitan


(37)

dalam hal pemasaran, maka kelompok dapat membantu. Sejauh ini kelembagaan kelompok tani hanya berperan menyelenggarakan penyuluhan dan penyediaan bantuan benih/bibit serta pupuk yang bekerjasama dengan Dinas Kehutanan Kabupaten Karo.

KTH Desa Ciulu melalui adanya program PHBM dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan meningkatkan perekonomian yang sebelumnya tidak mempunyai lahan untuk dikelola. Para petani hutan dapat mengelola hutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku yang ditetapkan bersama oleh pengurus KTH maupun dengan pihak Perhutani KPH Ciamis.

Perbandingan Kelembagaan Kelompok Tani

Menurut Sunaedi (2013) dalam penelitiannya yang dilakukan terhadap kelompok tani hutan di Desa Ciulu, Kecamatan Banjarsari, Kabupaten Ciamis, bahwa pengelolaan hutan yang dilakukan adalah Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang bekerjasama dengan pihak Perum Perhutani KPH Ciamis. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis pengolahan data yang dilakukan peneliti, pelaksanaan program PHBM meliputi kegiatan perencanaan, penanaman, pemeliharaan, perlindungan, pemanenan, dan pembagian hasil yang semuanya itu telah diatur oleh pihak Perum Perhutani KPH Ciamis dan disetujui oleh kelompok tani hutan di Desa Ciulu.

Kelompok tani di lokasi penelitian terbentuk karena kesadaran masyarakat akan pemanfaatan hutan secara terus-menerus dapat merusak hutan. Dan dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi, masyarakat menjadikan kelompok tani sebagai wadah meminta bantuan kepada pemerintah (dalam hal ini melalui Dinas Kehutanan Kabupaten Karo), baik dalam pengadaan benih ataupun bibit agar dapat dikelola oleh masyarakat itu sendiri. Kegiatan yang dilakukan oleh kelompok tani di Kecamatan Barusjahe yaitu Kegiatan Kebun Bibit Rakyat (KBR) yang meliputi: pembersihan lahan dan persemaian, penyiangan dan pendangiran, penyulaman, penjarangan, dan pemupukan serta pemanfaatan hasil yang sepenuhnya diserahkan kepada kelompok tani tersebut.


(38)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Aktivitas pengelolaan lahan yang dilakukan yaitu pembersihan lahan dan persemaian, penyiangan dan pendangiran, penyulaman, penjarangan, dan pemupukan.

2. Aspek struktural dalam hal pola sebaran kekuasaan bersifat distributif dimana pembagian tugas dan wewenang tidak hanya dilimpahkan ke satu orang saja tetapi didistribusikan ke beberapa orang dan mampu dan berkapasitas dalam menangani tugas tersebut.

3. Kelompok tani hutan memiliki tujuan mengutamakan kelompok dan memiliki tujuan sama, yaitu mengurangi kerusakan hutan dan meningkatkan kesejahteraan anggota.

4. Aspek kultural yang dianut anggota kelompok adalah hidup merupakan sesuatu yang baik dan memandang sesuatu dari segi positif terlihat dari semangat dan kerja keras anggota dalam memajukan usaha hutan rakyat dan berorientasi ke masa depan.

5. Anggota KTH harus memiliki kesetiaan dan pengabdian terhadap kelompok juga harus menunjukkan partisipasi dalam kegiatan kelompok ataupun pengambilan keputusan dalam kelompok.

6. Kepemimpinan dalam kelompok dipilih dan ditetapkan berdasarkan kemampuan atau keprofesionalan yang dimiliki dengan pengalaman dan kemampuan yang lebih dibanding anggotanya.

7. Peran dan kapasitas kelembagaan dalam kelompok tani yaitu penyelenggaraan penyuluhan dan membantu mencari jalan keluar dalam kesulitan dan konflik para petani, serta memberi kebebasan dalam hal pengelolaan dan pemanfaatan hasil hutan.


(39)

Saran

1. Perlu ditingkatkan kerjasama dengan pemerintah daerah dalam hal pemberian penyuluhan yang berkaitan dengan aktivitas pengelolaan lahan.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui bentuk aturan dan kesepakatan yang sesuai dengan kondisi pengembangan masyarakat di lokasi penelitian.


(40)

DAFTAR PUSTAKA

Andayani W. 2003. Strategi Pengembangan Hutan Rakyat. Jurnal Hutan Rakyat V (3). Yogyakarta: Fakultas Kehutanan. Universitas Gadjah Mada.

Awang SA, Wahyu TW, Bariatul H, Ambar A, Ratih MS, Solehudin dan Antonius N. 2008. Panduan Pemberdayaan Lembaga Masyarakat Desa Hutan. Bogor: CIFOR.

[BPS] Badan Pusat Statistik Kecamatan Barusjahe. 2013. Kecamatan Barusjahe Dalam Angka. Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo.

Greenberg, J. and Baron, R. A. 2003. Behavior in Organizations, Understanding and Managing the Human Side of Work, Eight Edition. New Jersey: Pearson Edication, Inc.

Ngadiono. 2004. Tiga Puluh Lima Tahun Pengelolaan Hutan Indonesia Refleksi dan Prospek. Bogor: Yayasan Adi Sanggoro.

Nurrochmat, D. R. 2005. Strategi Pengelolaan Hutan Upaya Menyelamatkan Rimba yang Tersisa. Pustaka Belajar. Yogyakarta.

Pasaribu, L.O. 2007. Kelembagaan Pengelolaan pada Masyarakat Dayak Kenyah di Pampang Kecamatan Samarinda Utara, Kalimantan Timur [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Pemerintahan Kecamatan Barusjahe. 2013. Data Dasar Profil Desa/Kelurahan. Kecamatan Barusjahe. Kabupaten Karo.

[Perum Perhutani] Perusahaan Umum Perusahaan Hutan Negara Indonesia. 2005. PHBM: Mengelola Sumber Daya Hutan Secara Multipihak dan Kolaboratif. Bandung: Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten.

[Perum Perhutani] Perusahaan Umum Perusahaan Hutan Negara Indonesia. 2009. Pedoman Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat. Jakarta.

Pranadji T. 2003. Menuju Transformasi Kelembagaan dalam Pembangunan Pertanian dan Pedesaan. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.

Puspita ID. 2006. Motivasi Petani dan Peranan Kelompok Tani Hutan (KTH) dalam Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di Desa Warnasari, BKPH Pangalengan KPH Bandung Selatan [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.


(41)

Simon, H. 2008. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (Cooperative Forest Management). Pustaka Belajar. Yogyakarta.

Soekanto S. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Sunaedi, N. 2013. Peranan Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) terhadap Kondidi Sosial Ekonomi Petani pada Kelompok Tani Hutan (KTH) di Desa Ciulu Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis [skripsi]. Tasikmalaya: FKIP Universitas Siliwangi Tasikmalaya.

Syahyuti. 2006. 30 (Tiga puluh) Konsep Penting dalam Pembangunan Pedesaan dan Pertanian; Penjelasan tentang “Konsep, Istilah, Teori dan Indikator serta Variabel. Jakarta: PT. Bina Rena Pariwisata.

Tim Bina Swadaya, 2001. Pengalaman Mendampingi Petani Hutan. Kasus Perhutanan Sosial di Pulau Jawa. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.

Widiyanti, S. 2009. Studi Kelembagaan Kelompok Tani Hutan Rakyat di Wilayah Cianjur Selatan (Kasus di Kecamatan Cibinong dan Tanggeung) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Yanuar M. 2001. Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Kawasan Hutan di Kabupaten Daerah Tingkat II Sanggau [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.


(42)

Lampiran 1. Jenis tanaman yang diusahakan di lahan milik

No. Nama Petani Jenis Tanaman

1. Elisa Tarigan Suren, nangka 2. Krisna Sitepu Suren, nangka 3. M. Efendi P. Suren, nangka 4. Josua Barus Suren, nangka 5. Lasarus Putra Sitepu Suren, nangka 6. Abdi Ginting Suren, nangka 7. Brahma Mardani Stp Suren, nangka 8. Marlen Tarigan Suren, nangka 9. Ridayati br Sitepu Suren, nangka 10. Juita br Ginting Suren, nangka 11. Dermawan Ginting Mahoni, suren 12. Junius Bangun Mahoni, suren 13. Johari Tarigan Mahoni, suren 14. Impala Barus Mahoni, suren 15. Sopian Barus Mahoni, suren 16. Bangsa Sembiring Mahoni, suren 17. Ngawal Tarigan Mahoni, suren 18. Kuh Sembiring Mahoni, suren 19. Nirwana Sembiring Mahoni, suren 20. Daniati Barus Mahoni, suren

21. Kaston Barus Mahoni, suren, nangka 22. Lamsana Tarigan Mahoni, suren, nangka 23. Jamin Ginting Mahoni, suren, nangka 24. Edin Barus Mahoni, suren, nangka 25. Meingkat Tarigan Mahoni, suren, nangka 26. Tingger Sembiring Mahoni, suren, nangka 27. Temon Mahoni, suren, nangka 28. Jhonharison Sitepu Mahoni, suren, nangka 29. Tomas Tarigan Mahoni, suren, nangka 30. Nurhedin Barus Mahoni, suren, nangka


(43)

Lampiran 2. Jenis aktivitas pengelolaan lahan

No. Nama Petani Aktivitas Pengelolaan Lahan

1. Elisa Tarigan Pembersihan lahan dan persemaian, penyiangan dan pendangiran, penyulaman, penjarangan, pemupukan 2. Krisna Sitepu Pembersihan lahan dan persemaian, pemupukan 3. M. Efendi P. Pembersihan lahan dan persemaian, pemupukan 4. Josua Barus Penyiangan dan pendangiran, penyulaman,

penjarangan, pemupukan

5. Lasarus Putra Sitepu Pembersihan lahan dan persemaian, penyiangan dan pendangiran, penjarangan

6. Abdi Ginting Penyiangan dan pendangiran, penyulaman, penjarangan, pemupukan

7. Brahma Mardani Stp Pembersihan lahan dan persemaian

8. Marlen Tarigan Pembersihan lahan dan persemaian, pemupukan 9. Ridayati br Sitepu Pembersihan lahan dan persemaian, Penyiangan dan

pendangiran, pemupukan

10. Juita br Ginting Pembersihan lahan dan persemaian, Penyiangan dan pendangiran, pemupukan

11. Dermawan Ginting Pembersihan lahan dan persemaian, pemupukan 12. Junius Bangun Pembersihan lahan dan persemaian, pemupukan 13. Johari Tarigan Pembersihan lahan dan persemaian, pemupukan 14. Impala Barus Pembersihan lahan dan persemaian, penyiangan dan

pendangiran, penyulaman, penjarangan

15. Sopian Barus Pembersihan lahan dan persemaian, pemupukan 16. Bangsa Sembiring Penyiangan dan pendangiran, penyulaman 17. Ngawal Tarigan Pembersihan lahan dan persemaian, Penjarangan 18. Kuh Sembiring Pembersihan lahan dan persemaian, penjarangan,

pemupukan

19. Nirwana Sembiring Penyiangan dan pendangiran, penjarangan, pemupukan

20. Daniati Barus Pembersihan lahan dan persemaian, penyiangan dan pendangiran, penyulaman, penjarangan

21. Kaston Barus Pembersihan lahan dan persemaian, pemupukan 22. Lamsana Tarigan Pembersihan lahan dan persemaian, penjarangan 23. Jamin Ginting Pembersihan lahan dan persemaian, pemupukan 24. Edin Barus Penyulaman, penjarangan, Pemupukan

25. Meingkat Tarigan Pembersihan lahan dan persemaian, penyulaman, pemupukan

26. Tingger Sembiring Pembersihan lahan dan persemaian, penyiangan dan pendangiran, penyulaman, penjarangan

27. Temon Pembersihan lahan dan persemaian, penyiangan dan pendangiran, penyulaman, penjarangan

28. Jhonharison Sitepu Pembersihan lahan dan persemaian, Penjarangan, pemupukan

29. Tomas Tarigan Pembersihan lahan dan persemaian, pemupukan 30. Nurhedin Barus Pembersihan lahan dan persemaian, penyulaman,


(44)

Lampiran 2 (lanjutan) Keterangan:

1. Total aktivitas pembersihan lahan dan persemaian = 25 orang 2. Total aktivitas penyiangan dan pendangiran = 13 orang 3. Total aktivitas penyulaman = 9 orang 4. Total aktivitas penjarangan = 14 orang


(45)

Lampiran 3. Macam-macam kendala dan upaya dalam pengelolaan hutan

No. Nama Petani

Kegiatan yang Paling Banyak Mengeluarkan Waktu, Tenaga,

dan Biaya

Kendala Upaya Mengatasi Kendala

1. Elisa Tarigan Pembersihan lahan dan persemaian

• Tidak ada alat potong

• Serangan hama dan penyakit

Mencari pinjaman alat potong

2. Krisna Sitepu Pembersihan lahan dan persemaian

•Tidak ada alat potong

•Serangan hama dan penyakit

Mencari pinjaman alat potong

3. M. Efendi P. Pemupukan Kurang modal Mengajukan bantuan dana dari pemerintah

4. Josua Barus Penjarangan Kurang menguasai teknik penjarangan

Konsultasi ke ketua kelompok tani

5. Lasarus Putra Sitepu Penjarangan Kurang menguasai teknik penjarangan

Konsultasi ke ketua kelompok tani

6. Abdi Ginting Pemupukan •Kurang modal

•Serangan hama dan penyakit

Mengajukan bantuan dana dari pemerintah

7. Brahma Mardani Stp Pembersihan lahan dan persemaian

•Kurang menguasai teknik persemaian

•Serangan hama dan penyakit

Konsultasi ke ketua kelompok tani

8. Marlen Tarigan Pembersihan lahan dan persemaian

Kurang menguasai teknik persemaian

Konsultasi ke ketua kelompok tani

9. Ridayati br Sitepu Pemupukan Kurang modal Mengajukan bantuan dana dari pemerintah 10. Juita br Ginting Pemupukan •Kurang modal

•Serangan hama dan penyakit

Mengajukan bantuan dana dari pemerintah

11. Dermawan Ginting Pemupukan Kurang modal Mengajukan bantuan dana dari pemerintah


(46)

Lampiran 3 (lanjutan)

13. Johari Tarigan Pemupukan •Kurang modal

•Serangan hama dan penyakit

Mengajukan bantuan dana dari pemerintah

14. Impala Barus Penjarangan •Kurang menguasai teknik penjarangan

• Serangan hama dan penyakit

Konsultasi ke ketua kelompok tani

15. Sopian Barus Pembersihan lahan dan persemaian

•Serangan hama dan penyakit •Tidak ada alat potong

Mencari pinjaman alat potong

16. Bangsa Sembiring Penyiangan dan pendangiran Kurang menguasai teknik pendangiran

Konsultasi ke ketua kelompok tani

17. Ngawal Tarigan Penjarangan Kurang menguasai teknik penjarangan

Konsultasi ke ketua kelompok tani

18. Kuh Sembiring Pembersihan lahan dan persemaian

•Serangan hama dan penyakit •Tidak ada alat potong

Mencari pinjaman alat potong

19. Nirwana Sembiring Pemupukan Kurang modal Mengajukan bantuan dana dari pemerintah 20. Daniati Barus Penjarangan Kurang menguasai teknik

penjarangan

Konsultasi ke ketua kelompok tani

21. Kaston Barus Pemupukan •Kurang modal

•Serangan hama dan penyakit

Mengajukan bantuan dana dari pemerintah

22. Lamsana Tarigan Penjarangan Kurang menguasai teknik penjarangan

Konsultasi ke ketua kelompok tani

23. Jamin Ginting Pembersihan lahan dan persemaian

Tidak ada alat potong Mencari pinjaman alat potong

24. Edin Barus Pemupukan •Kurang modal

•Serangan hama dan penyakit

Mengajukan bantuan dana dari pemerintah

25. Meingkat Tarigan Pembersihan lahan dan persemaian


(47)

Lampiran 3 (lanjutan 2)

26. Tingger Sembiring Penjarangan Kurang menguasai teknik penjarangan

Konsultasi ke ketua kelompok tani

27. Temon Penjarangan •Kurang menguasai teknik

penjarangan

•Serangan hama dan penyakit

Konsultasi ke ketua kelompok tani

28. Jhonharison Sitepu Penjarangan •Kurang menguasai teknik penjarangan

•Serangan hama dan penyakit

Konsultasi ke ketua kelompok tani

29. Tomas Tarigan Pembersihan lahan dan persemaian

Kurang menguasai teknik persemaian

Konsultasi ke ketua kelompok tani

30. Nurhedin Barus Pemupukan •Kurang modal

•Serangan hama dan penyakit


(48)

Lampiran 4. Aspek kultural kelembagaan

No. Nama Petani Hakekat Hidup yang Dianut Tujuan dalam Bekerja Persepsi terhadap Waktu 1. Elisa Tarigan Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 2. Krisna Sitepu Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 3. M. Efendi P. Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 4. Josua Barus Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 5. Lasarus Putra Sitepu Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 6. Abdi Ginting Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 7. Brahma Mardani Stp Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 8. Marlen Tarigan Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 9. Ridayati br Sitepu Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 10. Juita br Ginting Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 11. Dermawan Ginting Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 12. Junius Bangun Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 13. Johari Tarigan Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 14. Impala Barus Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 15. Sopian Barus Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 16. Bangsa Sembiring Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 17. Ngawal Tarigan Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 18. Kuh Sembiring Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 19. Nirwana Sembiring Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 20. Daniati Barus Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 21. Kaston Barus Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 22. Lamsana Tarigan Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 23. Jamin Ginting Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 24. Edin Barus Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 25. Meingkat Tarigan Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan


(49)

Lampiran 4 (lanjutan)

26. Tingger Sembiring Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 27. Temon Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 28. Jhonharison Sitepu Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 29. Tomas Tarigan Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 30. Nurhedin Barus Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan


(50)

Lampiran 5. Aspek struktural kelembagaan

No. Kelompok Tani Pihak yang Dominan Mengambil Keputusan

Kepemimpinan Dipilih dan Ditentukan

1. Tani Jaya Rapat anggota Keprofesionalan 2. Juma Kendit Rapat anggota Keprofesionalan 3. Reh-Ulina Rapat anggota Keprofesionalan


(1)

Lampiran 3. Macam-macam kendala dan upaya dalam pengelolaan hutan

No. Nama Petani

Kegiatan yang Paling Banyak Mengeluarkan Waktu, Tenaga,

dan Biaya

Kendala Upaya Mengatasi Kendala

1. Elisa Tarigan Pembersihan lahan dan persemaian

• Tidak ada alat potong

• Serangan hama dan penyakit

Mencari pinjaman alat potong 2. Krisna Sitepu Pembersihan lahan dan

persemaian

•Tidak ada alat potong

•Serangan hama dan penyakit

Mencari pinjaman alat potong

3. M. Efendi P. Pemupukan Kurang modal Mengajukan bantuan dana dari pemerintah

4. Josua Barus Penjarangan Kurang menguasai teknik

penjarangan

Konsultasi ke ketua kelompok tani 5. Lasarus Putra Sitepu Penjarangan Kurang menguasai teknik

penjarangan

Konsultasi ke ketua kelompok tani

6. Abdi Ginting Pemupukan •Kurang modal

•Serangan hama dan penyakit

Mengajukan bantuan dana dari pemerintah 7. Brahma Mardani Stp Pembersihan lahan dan

persemaian

•Kurang menguasai teknik persemaian

•Serangan hama dan penyakit

Konsultasi ke ketua kelompok tani

8. Marlen Tarigan Pembersihan lahan dan persemaian

Kurang menguasai teknik persemaian

Konsultasi ke ketua kelompok tani

9. Ridayati br Sitepu Pemupukan Kurang modal Mengajukan bantuan dana dari pemerintah

10. Juita br Ginting Pemupukan •Kurang modal

•Serangan hama dan penyakit

Mengajukan bantuan dana dari pemerintah

11. Dermawan Ginting Pemupukan Kurang modal Mengajukan bantuan dana dari pemerintah


(2)

45

13. Johari Tarigan Pemupukan •Kurang modal

•Serangan hama dan penyakit

Mengajukan bantuan dana dari pemerintah

14. Impala Barus Penjarangan •Kurang menguasai teknik

penjarangan

•Serangan hama dan penyakit

Konsultasi ke ketua kelompok tani

15. Sopian Barus Pembersihan lahan dan persemaian

•Serangan hama dan penyakit •Tidak ada alat potong

Mencari pinjaman alat potong 16. Bangsa Sembiring Penyiangan dan pendangiran Kurang menguasai teknik

pendangiran

Konsultasi ke ketua kelompok tani 17. Ngawal Tarigan Penjarangan Kurang menguasai teknik

penjarangan

Konsultasi ke ketua kelompok tani 18. Kuh Sembiring Pembersihan lahan dan

persemaian

•Serangan hama dan penyakit •Tidak ada alat potong

Mencari pinjaman alat potong

19. Nirwana Sembiring Pemupukan Kurang modal Mengajukan bantuan dana dari pemerintah

20. Daniati Barus Penjarangan Kurang menguasai teknik

penjarangan

Konsultasi ke ketua kelompok tani

21. Kaston Barus Pemupukan •Kurang modal

•Serangan hama dan penyakit

Mengajukan bantuan dana dari pemerintah 22. Lamsana Tarigan Penjarangan Kurang menguasai teknik

penjarangan

Konsultasi ke ketua kelompok tani 23. Jamin Ginting Pembersihan lahan dan

persemaian

Tidak ada alat potong Mencari pinjaman alat potong

24. Edin Barus Pemupukan •Kurang modal

•Serangan hama dan penyakit

Mengajukan bantuan dana dari pemerintah 25. Meingkat Tarigan Pembersihan lahan dan

persemaian

Tidak ada alat potong Mencari pinjaman alat potong


(3)

Lampiran 3 (lanjutan 2)

26. Tingger Sembiring Penjarangan Kurang menguasai teknik penjarangan

Konsultasi ke ketua kelompok tani

27. Temon Penjarangan •Kurang menguasai teknik

penjarangan

•Serangan hama dan penyakit

Konsultasi ke ketua kelompok tani

28. Jhonharison Sitepu Penjarangan •Kurang menguasai teknik penjarangan

•Serangan hama dan penyakit

Konsultasi ke ketua kelompok tani

29. Tomas Tarigan Pembersihan lahan dan persemaian

Kurang menguasai teknik persemaian

Konsultasi ke ketua kelompok tani

30. Nurhedin Barus Pemupukan •Kurang modal

•Serangan hama dan penyakit


(4)

47

No. Nama Petani Hakekat Hidup yang Dianut Tujuan dalam Bekerja Persepsi terhadap Waktu 1. Elisa Tarigan Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 2. Krisna Sitepu Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 3. M. Efendi P. Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 4. Josua Barus Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 5. Lasarus Putra Sitepu Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 6. Abdi Ginting Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 7. Brahma Mardani Stp Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 8. Marlen Tarigan Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 9. Ridayati br Sitepu Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 10. Juita br Ginting Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 11. Dermawan Ginting Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 12. Junius Bangun Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 13. Johari Tarigan Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 14. Impala Barus Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 15. Sopian Barus Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 16. Bangsa Sembiring Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 17. Ngawal Tarigan Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 18. Kuh Sembiring Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 19. Nirwana Sembiring Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 20. Daniati Barus Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 21. Kaston Barus Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 22. Lamsana Tarigan Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 23. Jamin Ginting Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 24. Edin Barus Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 25. Meingkat Tarigan Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan


(5)

Lampiran 4 (lanjutan)

26. Tingger Sembiring Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 27. Temon Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 28. Jhonharison Sitepu Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 29. Tomas Tarigan Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan 30. Nurhedin Barus Hidup merupakan sesuatu yang baik Mencari nafkah Berorientasi ke masa depan


(6)

49 Lampiran 5. Aspek struktural kelembagaan

No. Kelompok Tani Pihak yang Dominan

Mengambil Keputusan

Kepemimpinan Dipilih dan Ditentukan

1. Tani Jaya Rapat anggota Keprofesionalan

2. Juma Kendit Rapat anggota Keprofesionalan

3. Reh-Ulina Rapat anggota Keprofesionalan