Genetic diversity and microevolution of pyricularia grisea from grasses

(1)

KERAGAMAN GENETIK DAN MIKROEVOLUSI

Pyricularia grisea ASAL RUMPUT

SRI LISTIYOWATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul “Keragaman Genetik dan Mikroevolusi Pyricularia grisea Asal Rumput” adalah karya bersama saya dengan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini

Bogor, Februari 2012

Sri Listiyowati G361030011


(4)

(5)

ABSTRACT

SRI LISTIYOWATI. Genetic Diversity and Microevolution of Pyricularia grisea from Grasses. Supervised by UTUT WIDYASTUTI, GAYUH RAHAYU, and ALEX HARTANA.

Pyricularia is the fungus caused rice and grasses blast disease. They are morphologically indistinguishable, therefore their specific epithet is often based on host. The concept of Pyricularia species using nucleotide sequences of current molecular approach is still on controversy, especially those infected weed grasses (Pyricularia grisea) and rice (Pyricularia oryzae). Yet genetic change caused by host alteration has not been explored. Therefore, this researchs were aimed to (i) study the populations diversity of Pyricularia from various grasses (Cynodon dactylon, Digitaria ciliaris, Eleusine indica, and Panicum repens) using five markers that consist of three kinds of sequence characterized amplified region (SCAR), i.e Cut1, PWL2 and Erg2 and two markers, magB and magC, repectively; (ii) to analyze genetic diversity of the basal samples of Pyricularia from Digitaria ciliaris and its microevolution of Pyricularia d4 from D. ciliaris following cross infection to rice and Panicum repens by adding markers of amplified fragment length polymorphism (AFLP), PCR of repetitive Pot2 (rep-Pot2), pathotype, and sequences of ITS and 5.8S rDNA nucleus; (iii) study phylogenetic relationship of Pyricularia all of from D. ciliaris (d4), P. repens (pr10.a.S4), and from rice pathogen (ok6, ou6.S4) based sequences of ITS and 5.8S rDNA. This study used Pyricularia from grasses and rice from West Java that occurs in the same field as a model. The result showed DNA size of all markers of Cut1, PWL2 and Erg2, magB, and magC of Pyricularia from grasses were similar to that of rice origin. The frequency of those SCAR markers, i.e. Cut1, PWL2, and Erg2 were 78.1%, 54.1% and 95.1%, respectively. Based on present SCAR markers, they could be classified into five phenotypes (011, 101, 111, 001, 010) out of the eight possible groups. Cross infection of Pyricularia d4 from D. ciliaris grass to rice could induce genetic variation in their Cut1 and PWL2 markers, AFLP and rep-Pot2 phenotypes, as well as pathotype. On the other hand, no new variation revealed their ITS sequences. Moreover, the cross infection to another grass in different genus (P. repens) also caused genetic variation in AFLP and rep-Pot2 phenotypes, and ITS sequences. These results indicated that the cross infection might induce microevolution of Pyricularia d4. Sequences of ITS and 5.8S rDNA of Pyricularia all of from D. ciliaris (d4), and from rice pathogen (ok6, ou6.S4) were similar. Whereas those of Pyricularia from P. repens (pr10.a.S4) had only one nucleotide different in their 5.8S rDNA sequences to those of Pyricularia d4. BLAST analysis of ITS and 5.8S rDNA sequences from five isolates showed 99% identical to Magnaporthe oryzae pathogen of rice, cereals and cultivated grasses. The ITS sequences of the non-rice isolates were similar with isolates of the rice blast disease, so there might be gene flow among the pathogen on grasses and rice. Based on nomenclatural priority, the specific name for Pyricularia from D. ciliaris, P. repens, and rice were Pyricularia grisea as the anamorphic of Magnaporthe grisea.

Key word: Pyricularia grisea, Digitaria ciliaris, rice, Panicum repens, SCAR, AFLP, Pot2, pathotype, ITS.


(6)

(7)

RINGKASAN

SRI LISTIYOWATI. Keragaman Genetik dan Mikroevolusi

Pyricularia grisea Asal Rumput. Dibimbing oleh UTUT WIDYASTUTI, GAYUH RAHAYU, dan ALEX HARTANA.

Rumput yang tumbuh di sekitar pertanaman padi telah dilaporkan sebagai inang Pyricularia. Pyricularia penginfeksi rumput memiliki keragaman genetik berbeda terhadap Pyricularia yang menginfeksi padi. Sampai saat ini analisis keragaman genetik Pyricularia dari rumput yang mengalami pergantian inang pada genus berbeda belum pernah dilaporkan. Pergantian inang atau perubahan patogenisitas diduga dapat menjadi faktor pendorong mikroevolusi pada Pyricularia. Mikroevolusi merupakan perubahan yang dapat tampak dalam waktu relatif pendek (beberapa hari atau minggu) pada mikrob. Mikroevolusi Pyricularia yang mengalami pergantian genus inang juga belum pernah diteliti. Spesies epitet grisea dari rumput dan oryzae dari padi ditetapkan berdasarkan inang. Kedua spesies tidak berbeda morfologinya. Berkembangnya berbagai pendekatan spesies, menyebabkan konsep spesies Pyricularia belum disetujui bersama. Couch dan Kohn pada tahun 2002 menempatkan Pyricularia yang patogen pada Digitaria sanguinalis sebagai Pyricularia grisea, yaitu sama seperti prinsip penamaan sebelumnya. Isolat-isolat Pyricularia dari rumput dan padi yang diperoleh dari ladang dan sawah di Jawa Barat menjadi model pada penelitian ini. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi dalam bentuk informasi pada manajemen penyakit blas pada padi di Jawa Barat.

Penelitian ini bertujuan menganalisis (i) keragaman populasi Pyricularia dari rumput (Cydonon dactylon, Eleusine indica, Digitaria ciliaris, dan Panicum repens) berdasarkan lima penanda yang terdiri atas tiga penanda (Cut1, PWL2 dan Erg2) sequence characterized ampllified region (SCAR), dan dua penanda berupa magB, dan magC, (ii) keragaman genetik sampel basal Pyricularia dari rumput Digitaria ciliaris dan mikroevolusi Pyricularia d4 yang berasal dari Digitaria ciliaris sebagai hasil induksi pergantian inang ke padi dan ke rumput Panicum repens berdasarkan lima penanda, yaitu SCAR, amplified fragment length polymorphism (AFLP), PCR pada repetitive Pot2 (rep-Pot2), dan hubungannya dengan ras fisiologi, serta sekuen ITS beserta 5.8S rDNA nukleus yang dihasilkan melalui amplifikasi dengan primer universal berupa its1 dan its4; (iii) hubungan filogenetik Pyricularia dari rumput dan padi berdasarkan sekuen ITS beserta 5.8S rDNA nukleus. Sekuen tersebut juga dihasilkan melalui amplifikasi dengan primer universal (its1 dan its4). Penelitian ini diharapkan dapat mengungkapkan peran pergantian inang pada perubahan genetik yang merupakan bagian dari mikroevolusi Pyricularia, dan hubungan filogenetik antara Pyricularia yang menginfeksi rumput dan padi.

Ukuran fragmen DNA hasil amplifikasi ketiga penanda SCAR pada 41 sampel Pyricularia dari empat spesies rumput ialah sama, begitu juga ukuran fragmen DNA penanda magB dan magCnya juga sama. Ukuran fragmen Cut1, PWL2, dan Erg2 berturut-turut ± 1700 pb, 900 pb dan 1400 pb. Sedangkan magB dan magC masing-masing ± 1330 pb dan 1550 pb. Ukuran fragmen ketiga penanda SCAR dan mag tersebut sama seperti pada 22 isolat Pyricularia dari padi. Fenotipe SCAR Pyricularia yang diperoleh dari satu bercak blas pada rumput bervariasi pada Cut1 dan PWL2. Populasi Pyricularia dari empat spesies


(8)

rumput hanya memiliki lima fenotipe SCAR berdasarkan delapan kemungkinan fenotipe SCAR yang terdiri atas Cut1, PWL2 dan Erg2. Kelima fenotipe SCAR memiliki frekuensi yang berbeda, yaitu 19.5% berfenotipe 011, 41.5% berfenotipe 101, 31.7% berfenotipe 111, 2.5% berfenotipe 001, dan 4.9% berfenotipe 010. Populasi Pyricularia dari rumput memiliki 78.1% Cut1, 54.1% PWL2 dan 95.1% memiliki Erg2.

Riwayat perubahan genetik Pyricularia d4 yang mengalami pergantian inang digunakan sebagai model pada analisis mikroevolusinya. Sumber inokulum (suspensi konidium 104 - 105 mL-1) diinjeksikan ke pelepah daun inang pengganti tahap ke-1 (tiga varietas padi, rumput Cynodon dactylon, Digitaria sp., Ottochloa nodosa, dan Panicum repens). Pada inokulasi tahap ke-2, hanya turunan d4 hasil infeksi ke padi tahap ke-1 yang diinokulasikan silang ke varietas padi yang berbeda. Isolat d4 hanya mampu berganti inang ke padi var. Kencana bali, Cisokan, dan rumput P. repens. Isolat d4 yang berganti inang ke Kencana bali dan Cisokan mengalami perubahan fenotipe SCAR (Cut1 dan PWL2), AFLP dan rep-Pot2, serta ras fisiologinya, tetapi tidak mengalami perubahan sekuen ITS. Sebaliknya d4 berganti inang ke P. repens tidak mengalami perubahan Cut1, PWL2, dan ras fisiologinya, tetapi mengalami perubahan fenotipe AFLP dan rep-Pot2, serta mutasi transisi dua nukleotida ITS. Selain itu, d4 yang berganti inang ke P. repens mengalami tingkat perubahan fenotipe AFLP lebih besar dan perubahan fenotipe rep-Pot2 juga berbeda daripada d4 yang berganti inang ke Kencana bali dan Cisokan. Fenotipe rep-Pot2 dari d4 pada Kencana bali maupun Cisokan adalah sama. Sebaliknya, isolat d4 yang berganti inang ke Kencana bali memiliki tingkat perubahan fenotipe AFLP yang lebih tinggi, namun tingkat perubahan ras fisiologinya (023) dapat lebih rendah daripada d4 yang berganti inang ke Cisokan. Ras fisiologi d4 pada Cisokan dapat berubah menjadi 373, tetapi turunannya juga dapat tidak mengalami perubahan (000), masih seperti ras fisiologi inokulumnya (d4). Isolat d4 yang telah berganti inang ke padi tidak mengalami perubahan fenotipe SCAR, AFLP, rep-Pot2, dan sekuen ITS setelah berganti inang ke varietas padi yang sama. Sebaliknya, d4 yang telah berganti inang ke padi Cisokan mengalami perubahan fenotipe AFLP yang lebih tinggi ketika kemudian berganti inang ke padi Kencana bali.

Pyricularia dari D. ciliaris (d4), dan padi (ok6 dan ou6.S4) memiliki kesamaan sekuen ITS beserta 5.8S rDNA. Sedangkan Pyricularia dari P. repens (pr10.a.S4) memiliki perbedaan satu nukleotida terhadap d4, ok6, atau ou6.S4. Hasil BLAST sekuen ITS beserta 5.8S rDNA dari d4 atau pr10.a.S4 menunjukkan sangat identik (99%) dengan Magnaporthe oryzae dari padi. Selain itu, sekuen ITS beserta 5.8S rDNA dari keempat isolat pada penelitian ini menunjukkan hubungan filogenetik sangat dekat dengan M. oryzae dari serealia lain. Sekuen ITS beserta 5.8S rDNA tidak mampu memisahkan isolat Pyricularia dari rumput dan padi. Walaupun demikian, berdasarkan azas prioritas maka Pyricularia dari rumput (d4 dan pr10.a.S4) lebih tepat dinamakan Pyricularia grisea dengan Magnaporthegrisea sebagai teleomorfnya. Sedangkan Pyricularia dari padi (ok6 dan ou6.S4) berdasarkan prinsip prioritas juga dapat sebagai P. grisea.

Kata kunci: Pyricularia grisea, Digitaria ciliaris, padi, Panicum repens, SCAR, AFLP, Pot2, ras fisiologi, ITS.


(9)

© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(10)

(11)

KERAGAMAN GENETIK DAN MIKROEVOLUSI

Pyricularia grisea ASAL RUMPUT

SRI LISTIYOWATI

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Program Studi Biologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(12)

Penguji pada Ujian Tertutup : Dr. Iman Hidayat

Dr.Ir. Rika Raffiudin, MSi.

Penguji pada Ujian Terbuka : Dra. Wellyzar Sjamsuridzal M.Sc., Ph.D Dr. Suwarno


(13)

Judul Disertasi : Keragaman Genetik dan Mikroevolusi Pyricularia grisea Asal Rumput

Nama : Sri Listiyowati

NIM : G361030011

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Utut Widyastuti, M.Si. Ketua

Dr.Ir. Gayuh Rahayu, M.S. Prof.Dr.Ir. Alex Hartana, M.Sc.

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Biologi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr.Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA. Dr.Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr


(14)

(15)

PRAKATA

Alhamdulillahirobbil alamin, penulis lafadkan atas segala rahmat dan karunia dari ALLAH SWT yang telah diberikan kepada penulis selama melakukan penelitian hingga penyelesaian penulisan disertasi ini. Disertasi yang berjudul Keragaman Genetik dan Mikroevolusi Pyricularia grisea Asal Rumput memuat hasil penelitian tentang keragaman cendawan blas pada beberapa spesies rumput yang tumbuh di sekitar pertanaman padi, dan perubahan genetik cendawan blas yang mengalami pergantian inang secara buatan. serta hubungan filogenetik antara cendawan blas pada rumput Digitaria ciliaris, Panicum repens, dan padi. Hasil yang diperoleh diharapkan dapat berkontribusi informasi pada manajemen penyakit blas pada padi di Jawa Barat. Bagian dari disertasi ini telah disajikan pada Seminar Sains III di Bogor pada bulan November 2010 yang diselenggarakan oleh FMIPA IPB dengan MIPAnet, dengan judul Keragaman Genetik Hasil Pergantian Inang Pyricularia grisea Asal Rumput Digitaria ciliaris. Selain itu sebuah artikel telah dipublikasikan di Jurnal Microbiology Indonesia 2011 berjudul Diversity of SCAR Markers of Pyricularia grisea Isolated from Digitaria ciliaris Following Cross Infection to Rice, 5(1):1-8. Melalui tulisan ini, penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Dr.Ir. Utut Widyastuti, M.Si. selaku ketua komisi pembimbing, Dr.Ir. Gayuh Rahayu, MS., Prof.Dr.Ir. Alex Hartana, M.Sc. selaku anggota komisi pembimbing, atas segala curahan waktu, pikiran, nasihat dan arahan selama penelitian dan penulisan hasil disertasi. Terimakasih kepada bapak Dr.Ir. Muhammad Jusuf (Alm) atas bimbingan serta nasihat kepada penulis. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh jajaran pimpinan Institut Pertanian Bogor, yaitu Rektor yang telah mengizinkan penulis melanjutkan studi program doktor. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Dr.Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA selaku Ketua Program Studi Biologi Sekolah Pascasarjana, Ketua Departemen Biologi FMIPA, dan Direktur Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) yang telah memfasilitasi studi S3 ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) Kementrian Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang telah membiayai pendidikan S3 melalui Beasiswa Pendidikan Pasca Sarjana (BPPS), Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB yang telah memberikan dana penelitian dosen muda IPB pada tahun 2005 dengan judul, Cendawan Pyricularia grisea pada Padi dan Rumput di Sawah Sukabumi, dan pada tahun 2008 membiayai penelitian strategis dengan judul, Hubungan Kemampuan Pergantian Inang dengan Plastisitas Genetik pada Cendawan Blas Padi (SPK/Kontrak No 08/13.24.4/SPK/BG/2008). Penelitian ini juga dibiayai oleh Hibah Penelitian Mahasiswa Program Doktor IPB dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) Kementrian Pendidikan Nasional Republik Indonesia tahun 2009, serta sebagian proyek IMHERE IPB atas nama Dr.Ir. Utut Widyastuti, M.Si.

Penulis menyampaikan terima kasih atas koreksi, masukan dan saran dari Dr.Ir. Rika Raffiudin, M.Si (Dept. Biologi FMIPA IPB) dan Dr. Iman Hidayat (Pusat Penelitian Biologi LIPI Bogor) sebagai penguji pada ujian tertutup pada 12 Desember 2011, serta Dra. Wellyzar Sjamsuridzal M.Sc., Ph.D (Dept. Biologi FMIPA UI) dan Dr. Suwarno (Balai Besar Penelitian Tanaman padi Bogor)


(16)

sebagai penguji pada ujian terbuka pada 27 Januari 2012. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada:

1. Dra. Anggiani Nasution (Kebun Percobaan Muara, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Bogor) yang telah menganalisis ras fisiologi isolat hasil pergantian inang

2. Dra. Alex Sumadijaya (Pusat Penelitian Biologi LIPI Bogor) yang telah membantu mengidentifikasi rumput

3. Syarifin Firdaus, M.Si; Muhammad Bahrelfi Belafif, M.Si.; Rida Oktorida M.Si.; Dr. Yaya Rukayadi M.Si; atas bantuan jurnal-jurnal yang diperlukan pada penelitian ini

4. Ika Atifah Zahroh S.Si; Ika Madona Pandia S.Si; Pepi Elvavina; Dwi Ambarwati S.Si dan Moch Rachmad Hidayat S.Si yang telah membantu pada penelitian ini; kepada Iqbal Kusnandarsyah S.Si yang membantu secara teknis pada kelengkapan penulisan disertasi

5. Rekan sejawat bagian Mikologi, yaitu Ir. Agustin W. Gunawan, MS.; Prof. Dr. Okky S. Dharmaputra, Dr.Ir. Lisdar M. Sudirman, Dr.Ir. Nampiah Sukarno yang telah memberikan dukungan dan perhatian kepada penulis selama masa studi

6. Rekan sejawat Dept. Biologi FMIPA IPB, yaitu Taruni Sri Prawasti, M.Si. atas dukungan moril dalam suka dan duka penulis, Dr.Ir. Miftahudin, Dr.Ir. Achmad Farajallah, M.Si., Dr.Ir. R.R Dyah Perwitasari, dan semua rekan staf pengajar Departemen Biologi FMIPA IPB atas segala bantuan, diskusi, dan dukungannya

7. Teman-teman seperjuangan: Dr Muzuni, MSi, Dr Dewi Indriyani MSi, Saleha Hannum, MSi, Yohana C Sulistianingsih, MSi; Ulung Anggito, M.Si, serta kepada para teknisi ibu Dewi, pak Edi Djaenudin, pak Mulya, pak Kusnadi, pak Adi, pak Yanto.

Penulis sampaikan terima kasih yang tulus ikhlas kepada suami atas segala pengertian, kesabaran, dan dukungannya sehingga penulis mampu melewati semuanya sampai selesai. Penulis menyampaikan permohonan maaf sebesar-besarnya kepada putriku dan suami atas segala waktu, tenaga dan pikiran yang banyak tersita untuk penelitian dan penyelesaian studi S3 ini. Kepada kedua orang tua dan adik-adik, penulis mengucapkan terima kasih atas do’a yang senantiasa dipanjatkan untuk kesehatan dan keberhasilan penulis.

Akhirnya penulis berharap tulisan ini dapat memberikan manfaat dan sumbangan bagi kemajuan ilmu pengetahuan biologi di Indonesia.

Bogor, Februari 2012


(17)

RIWAYAT HIDUP

Peneliti dilahirkan di Banyuwangi pada tanggal 14 Juli 1964 sebagai anak sulung dari pasangan Gilang Mahrodi dan Sriatun. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Biologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) ITB dan meraih gelar sarjana pada tahun 1988. Penulis menjadi staf pengajar di Jurusan Biologi FMIPA IPB mulai tahun 1991, dan melanjutkan pendidikan Magister di Program Studi Biologi pada Program Pascasarjana IPB tahun 1994 dengan mendapat gelar Magister Sains tahun 1998. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada program studi dan pada perguruan tinggi yang sama diperoleh pada tahun 2003 melalui Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS) Ditjen Pendidikan Tinggi (DIKTI).

Selama mengikuti program S3, penulis menjadi anggota Himpunan Mikrobiologi Indonesia. Karya ilmiah berjudul ”Keragaman Genetik Hasil Pergantian Inang Pyricularia grisea Asal Rumput Digitaria ciliaris” telah disajikan pada Seminar Sains III di Bogor pada bulan November 2010 yang diselenggarakan oleh FMIPA IPB dengan MIPAnet. Sebuah artikel telah diterbitkan dengan judul ”Diversity of SCAR Markers of Pyricularia grisea Isolated from Digitaria ciliaris Following Cross Infection to Rice” pada jurnal Microbiology Indonesia, 2011, 5(1):1-8. Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.

Sampai saat ini penulis merupakan staf pengajar di Departemen Biologi, FMIPA IPB. Pada tahun 2006 turut serta dalam penulisan buku yang berjudul Cendawan dalam Praktik Laboratorium yang diterbitkan oleh Bagian Mikologi, Dept. Biologi FMIPA IPB, IPB Press.

Penulis menikah dengan Sidhi Prastowo dan dikaruniai seorang putri Everin Yasinta Sidhiwati (20 tahun).


(18)

(19)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL……… xiv

DAFTAR GAMBAR………... xv

DAFTAR LAMPIRAN……… xvii

I PENDAHULUAN Latar belakang……… 1

Tujuan……… 8

Hipotesis………. 8

Manfaat……….. 8

II RUANG LINGKUP PENELITIAN Waktu dan Tempat………. 11

Alur Penelitian ...………... 12

III KERAGAMAN Pyricularia ASAL RUMPUT BERDASARKAN PENANDA SCAR DAN MAG Abstrak………... 15

Pendahuluan………... 15

Bahan dan Metode …..………... 18

Hasil………... 23

Pembahasan………... 29

Simpulan………... 33

IV KERAGAMAN TURUNAN HASIL INFEKSI SILANG Pyricularia ASAL Digitaria ciliaris Abstrak………... 35

Pendahuluan………... 35

Bahan dan Metode ………... 39

Hasil………....……... 50

Pembahasan……… 65

Simpulan……… 78

V HUBUNGAN FILOGENETIK Pyricularia PADA RUMPUT DAN PADI Abstrak………... 81

Pendahuluan………... 81

Bahan dan Metode ……...………. 84

Hasil………... 86

Pembahasan……….... 90

Simpulan……….... 93

VI PEMBAHASAN UMUM………..….…... 95

VII SIMPULAN DAN SARAN Simpulan………..….…... 103

Saran…....………... 104

DAFTAR PUSTAKA……..……... 105


(20)

(21)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Isolat Pyricularia dari satu bercak blas pada beberapa rumput dari

tiga lokasi di Jawa Barat, dari padi di Lampung dan pada empat lokasi di Jawa Barat... 19 2 Ragam fenotipe berdasarkan tiga penanda SCAR... 22 3 Keragaman penanda SCAR dan mag pada Pyricularia dari beberapa

rumput dan padi…...………...….. 26 4 Skor dan gejala blas menurut IRRI (1996)... 48 5 Contoh pemberian nomor ras Pyricularia asal padi (Mogi et al.

1991)... 49 6 Hasil inokulasi Pyricularia d4 asal D. ciliaris dan o173 asal padi ke

padi var. Kencana bali, Cisokan, IR64, dan ke rumput P. repens, C. dactylon, Digitaria sp., O. nodosa; beserta penanda SCAR pada turunan hasil pergantian inang tahap ke-1... 52 7 Hasil inokulasi Pyricularia d~k dan d~c ke padi var. Kencana bali

dan Cisokan, beserta penanda SCAR pada turunan hasil pergantian

inang tahap ke-2... 53 8 Kultur yang dianalisis dengan metode AFLP dan disekuen ITS

beserta 5.8S rDNAnya ………... 54 9 Jarak genetik antara isolat klonal Pyricularia asal D. ciliaris dan

padi dari lokasi dan waktu yang sama, serta jarak genetiknya terhadap turunan Pyricularia d4 asal D. ciliaris dari hasil pergantian inang ke padi tahap ke-1 dan ke-2...

56 10 Jarak genetik antara Pyricularia o173 asal padi dan turunannya dari

hasil pergantian inang ke padi...……….. 56 11 Jarak genetik Pyricularia d4 asal D. ciliaris terhadap turunannya

dari hasil pergantian inang ke padi tahap ke-1 dan ke-2, serta ke rumput P. repens tahap ke-1.......... 57 12 Strain yang dianalisis melalui amplifikasi repetitive dari Pot2.…... 63 13 Reaksi Pyricularia d4 asal D. ciliaris dan turunannya dari hasil

pergantian inang ke padi tahap ke-1, dan ke rumput P. repens terhadap tujuh varietas diferensial Indonesia…...

64 14 Jarak genetik beserta penandanya pada penelusuran riwayat

Pyricularia d4 asal D. ciliaris dan o173 asal padi yang mengalami pergantian inang ... 69 15 Hasil BLAST sekuen ITS beserta 5.8S rDNA (hasil amplifikasi

primer universal its1 dan its4) Pyricularia d4 asal D. ciliaris... 88 16 Karakterisasi Pyricularia asal rumput (d4) dan padi (ok6 dan


(22)

(23)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Diagram alir penelitian………... 12 2 Fenotipe bercak blas pada daun rumput Digitaria ciliaris (a) dan

daun padi (b)... 20 3 Konidiofor cendawan blas pada rumput D. ciliaris...... 23 4 Susunan konidium pada konidiofor cendawan dari bercak blas pada

rumput D. ciliaris... 23 5 Konidium cendawan dari bercak blas pada daun rumput D. ciliaris.. 24 6 Tabung kecambah dan apresorium cendawan dari bercak blas pada

rumput D. ciliaris... 24 7 Penanda Cut1 pada Pyricularia dari rumput danpadi... 25 8 Penanda PWL2 pada Pyricularia dari rumput danpadi... 25 9 Penanda Erg2 pada Pyricularia dari rumput danpadi... 25 10 Penanda magB (a) dan magC (b) pada Pyricularia dari rumput dan

padi... 26 11 Pengelompokan fenotipe penanda SCAR pada Pyricularia dari

rumput (I), dan gabungan Pyricularia dari rumput dan padi (II)... 30 12 Daerah target amplifikasi DNA dengan primer universal its1 dan

its4... 49 13 Bercak blas hasil infeksi Pyricularia d4 asal D. ciliaris ke padi di

hari ke-9 setelah inokulasi, beserta bercak blas hasil infeksi o173 asal padi (kontrol) ke padi di hari ke-7 setelah inokulasi ... 50 14 Konidium Pyricularia d4 asal D. ciliaris dan turunannya dari hasil

pergantian inang ke padi tahap ke-1, beserta konidium o173 asal padi (kontrol)... 51 15 Bercak blas pada padi var. Kencana bali dan Cisokan hasil infeksi

Pyricularia d~k4.3 (a, b) dan d~c1.2 (c, d) di hari ke-7 setelah inokulasi... 51 16 Penanda SCAR Pyricularia d4 asal D. ciliaris dan turunannya dari

hasil pergantian inang ke padi pada tahap ke-1 dan ke-2, ke P. repens, beserta o173 dari padi (kontrol) dengan turunannya dari hasil pergantian inang ke padi...………... 53 17 Filogenetik berdasarkan 3 penanda AFLP………... 58 18 Pengelompokan melalui UPGMA berdasarkan 3 penanda AFLP... 59 19 Filogenetik dan pengelompokan melalui UPGMA berdasarkan 3

penanda AFLP pada Pyricularia o173 asal padi (kontrol) dan turunannya dari pergantian inang ke padi...………... 62


(24)

20 Fenotipe rep-Pot2 Pyricularia sampel basal asal D. ciliaris, turunan isolat basal (Pyricularia d4) dari hasil pergantian inang ke padi tahap ke-1 dan ke-2, ke P. repens; beserta o173 asal padi dengan turunannya dari hasil pergantian inang ke padi, dan Pyricularia asal padi dari lokasi dan waktu yang sama dengan Pyricularia d4 asal D. ciliaris...... 63 21 Sekuen nukleotida bagian hilir 18S rDNA, daerah ITS beserta 5.8S

rDNA, dan bagian hulu 26S rDNA pada Pyricularia d4 dan turunannya dari pergantian inang ke P. repens (d~p1.1)…... 66 22 Penelusuran riwayat Pyricularia d4 asal D. ciliaris yang mengalami

pergantian inang ke padi tahap ke-1 dan ke-2, dan ke P. repens berdasarkan 3 penanda AFLP, SCAR, rep-Pot2, dan ras fisiologi, serta sekuen ITS beserta 5.8S rDNA... 68 23 Filogenetik berdasarkan 3 penanda AFLP pada sampel basal

Pyricularia asal D. ciliaris dan turunan isolat basal (Pyricularia d4) dari hasil pergantian inang ke padi tahap ke-1 dan ke-2, ke P. repens; beserta Pyricularia o173 asal padi dengan turunannya dari hasil pergantian inang ke padi, dan Pyricularia asal padi dari lokasi dan waktu yang sama dengan Pyricularia d4 asal D. ciliaris... 77 24 Sekuen nukleotida bagian hilir 18S rDNA, daerah ITS beserta 5.8S

rDNA, dan bagian hulu 26S rDNA pada Pyricularia dari D. ciliaris

(d4), P. repens (pr10.a.S4) dan padi (ok6, ou6.S4)... ... 87 25 Filogenetik berdasarkan sekuen ITS beserta 5.8S rDNA pada

cendawan blas asal rumput dan padi yang tumbuh berdekatan pada dua lokasi di Jawa Barat terhadap data GeneBank …………... 90 26 Mikroevolusi Pyricularia d4 asal D. ciliaris pada pergantian inang

ke padi dan rumput P. repens berdasarkan penanda AFLP, SCAR, rep-Pot2, dan ras fisiologi, serta sekuen ITS beserta 5.8S rDNA ... 101


(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Spesies rumput yang memiliki bercak seperti penyakit blas pada

padi: a. Cynodon dactylon, b. Digitaria ciliaris, c. Eleusine indica, d. Panicumrepens... 119 2 Hasil elektroforesis AFLP pada primer M48, M51, dan M53... 120 3 Bagian dari disertasi yang telah dipublikasi... 121


(26)

(27)

1

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

Bercak serupa penyakit blas padi dapat ditemukan pada beberapa spesies rumput yang tumbuh di areal penanaman padi di sawah Sukabumi. Areal persawahan ini termasuk wilayah endemik blas (Sobrizal et al. 2010). Sedangkan di Jasinga, Bogor, pada tahun 2005 beberapa galur padi percobaan di ladang terserang penyakit blas. Padi Kencana bali yang sedang diikutsertakan pada percobaan tersebut juga terserang penyakit blas. Areal tempat percobaan tersebut juga termasuk daerah endemik blas (Purwoko 2005), meskipun areal ini bukan lahan produksi padi dan tidak tampak areal persawahan di sekitarnya. Rumput Digitaria ciliaris dan Panicum repens di rumah kaca Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB juga memiliki bercak penyakit blas.

Morfologi Pyricularia yang diperoleh dari rumput dan padi ialah serupa (Rosman et al. 1990, Couch dan Kohn 2002). Nama Pyricularia grisea Sacc. muncul lebih awal sebagai spesies yang patogen pada Digitaria sanguinalis. Selanjutnya, Pyricularia oryzae Cav. muncul sebagai spesies patogen pada padi yang kemudian dikenal sebagai penyebab penyakit blas. Kedua spesies tersebut memiliki teleomorf yang sama pada awalnya, yaitu Magnaporthe grisea (Hebert) Barr (Ou 1985). Rosman et al. (1990) menempatkan P. oryzae sebagai sinonim dari P. grisea.

Pyricularia dari 14 spesies rumput di sekitar pertanaman padi dan padi di Filipina merupakan grup monofiletik berdasarkan hasil hibridisasi dengan probe rDNA (Borromeo et al. 1993). Monofiletisme juga tampak pada Pyricularia dari 23 spesies inang (padi dan selain padi, termasuk rumput) berdasarkan sekuen nukleotida internal transcribed spacer (ITS) dari rDNA, actin, β-tubulin, dan calmodulin (Hirata et al. 2007). Hubungan filogenetik berdasarkan 10 lokus, mengindikasikan bahwa awal Pyricularia patogen padi terjadi di Cina, dan berasal dari Pyricularia yang patogen ke Setaria viridis dan Setaria faberi, selanjutnya meluas ke rumput Leersia hexandra dan Panicum repens dengan tidak dapat diketahui asal lokasi penyebarannya, karena keterbatasan sampel dari area geografi (Couch et al. 2005).


(28)

Pyricularia pada rumput di sekitar pertanaman padi di Filipina tidak menjadi sumber inokulum penyakit blas di padi (Borromeo et al. 1993), begitu pula di India, tidak ada aliran genetik Pyricularia patogen padi dan patogen selain padi (Rathour et al. 2006). Asosiasi spesifitas inang tampak dipertahankan melalui perbedaan pada patogenisitas di antara Pyricularia dari inang berbeda. Pyricularia dari inang selain padi tidak patogen atau kurang patogen ke padi (Couch et al. 2005). Menurut Hamer et al (1989), seleksi inang untuk genotipe patogen yang spesifik terjadi selama pemuliaan dan budidaya padi.

Pyricularia dari Digitaria ciliaris dan Eragrostis sp. di Filipina memiliki karakteristik berbeda terhadap Pyricularia dari padi berdasarkan situs enzim restriksi DNA mitokondria (mtDNA) dan hasil hibridisasi dengan enam jenis probe (PGR613, PGR612, PGR46, PGR6G, PGR106, dan MGR586) dari elemen repetitive (Borromeo et al. 1993). Pyricularia dari rumput juga membentuk kluster yang terpisah dari tanaman penting secara agronomi berdasarkan restriction fragment length polymorphism (RFLP) dari rDNA dan sekuen ITS2 (Kusaba et al. 1999). Sampai saat ini analisis keragaman genetik Pyricularia yang mengalami pergantian inang dari genus yang berbeda belum pernah dilaporkan. Di Indonesia, sejak lama rumput yang tumbuh di sekitar pertanaman padi telah menjadi perhatian sehubungan dengan perkembangan penyakit blas, seperti dilaporkan oleh Rusli (1987), namun belum banyak informasi yang dapat diperoleh dari rumput-rumput di Indonesia.

Di Indonesia, rumput Echinochloa crusgalli (Cikampek), Leersia hexandra (Cilacap), Panicum maximum (Bali), dan Panicum repens (Subang) dilaporkan sebagai inang Pyricularia (DBPT Deptan 1992). Sedangkan rumput di sekitar pertanaman padi di Filipina sebagai inang Pyricularia ialah Brachiaria mutica, Brachiaria distachya, Dactyloctenium aegyptium, Digitaria ciliaris, Echinochloa colona, Eleusine indica, L. hexandra, P. repens, Pennisetum purpureum, dan Rottboellia exaltata (Mackill & Bonman 1986), Cenchrus echinatus, Cynodon dactylon, Cyperus brevifolius, Cyperus rotundus, Eragrostis sp., Leptochloa chinensis, dan Paspalum distichum (Borromeo et al. 1993). Rumput di sekitar pertanaman padi juga dilaporkan menjadi inang Pyricularia, seperti di India (Singh & Singh 1988), dan Ghana (Nutsugah et al. 2008).


(29)

3 Menurut Couch dan Kohn (2002), Pyricularia pada rumput liar dan padi merupakan spesies terpisah. Pyricularia grisea merupakan spesies yang patogen pada Digitaria spp. (Digitaria horizontalis dari Brazil, Digitaria smutzi dari Jepang, dan Digitaria sp. dari USA dan Cina), dengan teleomorfnya ialah M. grisea, sedangkan P. oryzae merupakan spesies yang patogen pada padi dan berbagai anggota Graminae (serealia dan rumput) yang dibudidayakan. Teleomorf P. oryzae, yaitu Magnaporthe oryzae B. Couch. Magnaporthe oryzae ditempatkan sebagai anggota M. grisea spesies kompleks. Serealia dan rumput budidaya tersebut adalah Eleusine coracana (finger millet), Eleusine indica, Eragrostis curvula, Lolium perenne, Setaria sp. Selanjutnya, M. grisea kompleks digunakan sebagai nama cendawan penyebab blas pada padi dan beberapa anggota Graminae lain (Zellerhoff & Schaffrath 2006, Khang et al. 2008, Motallebi et al. 2009a).

Penyakit blas pada padi merupakan salah satu penyakit penting, karena menyebabkan banyak kehilangan hasil panen hingga 50% (Babujee & Gnanamanickam 2000). Pada tahun 1963, penyakit blas dilaporkan telah menyerang tanaman padi di 60 negara, dan pada tahun 1925 dilaporkan keberadaan penyakit blas pada padi di pulau Jawa (Parthasarathy & Ou 1963). Penyakit blas merupakan penyakit penting pada padi gogo (di lahan kering) di Indonesia. Penyakit tersebut telah menyebar luas, menyebabkan kerusakan padi sawah (Amir & Nasution 1993). Tingkat kerusakannya lebih besar pada padi di dataran tinggi. Pada tahun 1987-1988, frekuensi serangan penyakit blas di dataran rendah mencapai sekitar 56%, dan tahun 1990/1991 persawahan di Indramayu kehilangan produksi padi lebih dari 50% akibat serangan penyakit blas (DBPT Deptan 1992). Serangan penyakit tersebut cenderung meningkat setiap tahun. Pada tahun 2006, luas serangan penyakit blas paling tinggi terjadi di Lampung (1,923 ha) dan Jawa Barat (1853 ha). Sedangkan pada tahun 2007 dan 2008 berturut-turut luas serangannya paling tinggi di Jawa Barat (2864 ha dan 3205 ha) dan Sulawesi Selatan (2123 ha dan 2078 ha) (Deptan 2009).

Ketahanan padi terhadap penyakit blas sangat dipengaruhi oleh dominasi ras patogen, sehingga penggunaan varietas tahan blas sangat dibatasi oleh waktu dan tempat. Ras atau patotipe cendawan blas sangat cepat berkembang (DTPH


(30)

2000). Padi var. Kencana bali merupakan salah satu anggota padi diferensial di Indonesia yang digunakan untuk uji patotipe (ras fisiologi). Padi tersebut rentan terhadap semua (27) ras Pyricularia patogen padi yang ada di Indonesia. Padi diferensial lainnya, di antaranya berupa padi var. Cisokan yang bersifat moderat resisten, yaitu resisten terhadap delapan ras atau dengan kata lain rentan terhadap serangan 21 ras Pyricularia patogen padi yang ada di Indonesia (DBPT Deptan 1992).

Isolat-isolat cendawan blas padi cenderung tidak stabil penampakan koloninya, fertilitas, dan patogenisitasnya selama disubkultur berulang-ulang di laboratorium (Valent & Chumley 1991). Pada penelitian pendahuluan juga tampak, umumnya cendawan blas yang berasal dari rumput memiliki warna koloni yang cepat berubah dari gelap menjadi putih selama disubkultur berulang-ulang di laboratorium. Selain itu, jumlah konidium cendawan blas yang berasal dari rumput sejak awal hasil isolasi lebih sedikit dibandingkan dengan cendawan blas yang diperoleh dari padi. Sporulasi Pyricularia dari rumput budidaya lebih baik daripada isolat dari rumput liar, kemungkinan karena perbedaan genetik sporulasinya (Rao et al. 1972). Pyricularia asal padi yang mengalami gangguan magB menghasilkan mutan dengan efek pleotropi, yaitu mereduksi pertumbuhan somatik, konidiasi, pembentukan apresorium, dan patogenisitas.

Mutasi magB pada Pyricularia patogen padi yang dihasilkan melalui transformasi (pembentukan rekombinan homolog untuk menggantikan gen target) menghasilkan mutan yang mengalami penurunan kemampuannya untuk menginfeksi dan mengkolonisasi daun padi yang rentan, serta gagal membentuk peritesium (perkembangan fase seksual). Sedangkan mutan magA dan magC yang diperoleh melalui transformasi tidak menghasilkan askus dewasa (Liu & Dean 1997). Pyricularia patogen padi yang mengalami mutasi gen magB dan magC akan mereduksi konidiasi, patogenisitas, dan juga berhubungan dengan perkawinan. Delesi gen magA tidak memiliki efek pada pertumbuhan somatik, konidiasi, ataupun pembentukan apresorium (Liu & Dean 1997). Hal tersebut di atas mungkin dapat juga terjadi pada Pyricularia di lapang dari berbagai rumput, sehingga menghasilkan keragaman, seperti tingkat konidiasi. Selain itu, tidak semua Pyricularia dari rumput patogen ke varietas padi ataupun anggota


(31)

5 Graminae lainnya (Ou 1985), dan Pyricularia dari berbagai inang bervariasi fertilitasnya (Zeigler 1998). Oleh karena itu, keragaman cendawan blas dari rumput dapat berdasarkan penanda molekuler pada lokus magB dan magC dari cendawan blas yang patogen pada padi.

Banyak penanda molekuler lain yang juga dapat digunakan untuk menganalisis keragaman genetik. Sebagai contoh, sebanyak 14 pasang primer sequence characterized amplified region marker (SCAR) telah digunakan untuk memonitor rekombinasi dan migrasi populasi Pyricularia patogen padi dari benua Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan, Asia, dan Eropa (Soubabere et al. 2000). Begitu juga di Indonesia, sebanyak tiga pasang primer SCAR telah digunakan untuk menunjukkan keragaman genetik Pyricularia patogen padi dari beberapa daerah endemik blas (Reflinur et al. 2005). Sampai saat ini belum diperoleh informasi keragaman penanda SCAR pada Pyricularia dari rumput di sekitar pertanaman padi, khususnya di Indonesia. Oleh karena itu pada penelitian ini akan dilakukan analisis keragaman Pyricularia dari beberapa spesies rumput menggunakan tiga penanda SCAR, yaitu Cut1, PWL2, dan Erg2.

Pada daur penyakit, hubungan inang utama dan inang alternatif untuk mempertahankan propagul yang dapat menginfeksi sangat penting. Beberapa Pyricularia dari rumput hanya dapat menginfeksi padi yang rentan (Mackill & Bonman 1986; Singh & Singh 1988; DBPT Deptan 1992), dan beberapa rumput lain (DBPT Deptan 1992). Hasil uji di rumah kaca menunjukkan, Pyricularia yang bukan berasal dari padi umumnya avirulen atau lemah virulensinya terhadap padi (Couch et al. 2005). Kemampuan infeksi silang Pyricularia yang dilakukan oleh para peneliti tersebut di atas tidak didasarkan pada riwayat inokulan spora tunggal. Oleh sebab itu, analisis genetik sampel basal (isolat-isolat satu klonal dengan inokulan) sangat diperlukan untuk menduga tingkat mikroevolusi yang muncul akibat pergantian inang.

Mikroevolusi pada mikroba merupakan perubahan berpola evolusi yang dapat tampak selama waktu relatif pendek (King & Stansfiled 1990, Mettler et al. 1988) pada beberapa hari atau minggu (Morschhäuser et al. 2000) dan dapat diamati secara langsung di alam atau pada percobaan laboratorium (Mettler et al. 1988). Peristiwa mikroevolusi dapat bersifat kembali lagi (reversible) dan


(32)

berulang (repeatable) (Mettler et al. 1988). Mutasi titik, penyusunan kembali gen (genetic rearrangements), dan transfer gen merupakan proses yang menyumbang terjadi evolusi pada organisme, termasuk evolusi mikroba. Contoh mikroevolusi Cochliobolus carbonatum pada jagung di alam yang mengalami insersi transposon pada gen resistensinya (Multani et al. 1998). Contoh lainnya ialah keragaman Fusarium oxysporum f. sp. albedinis penyebab layu pada palm berdasarkan keserasian vegetatif (vegetative compatibility=VCG), RFLP mtDNA, dan random amplified polymorphic DNA (RAPD) (Fernandez et al. 1997). Proses mikroevolusi pada jangka waktu lama menghasilkan perkembangan spesies baru atau subspesies dan disebut dengan istilah makroevolusi (Morschhäuser et al. 2000).

Sampai saat ini belum diperoleh laporan tentang mikroevolusi Pyricularia yang mengalami pergantian genus inang. Hal yang menarik ialah injeksi konidium patogen blas padi ke kultivar padi yang panikelnya resisten penyakit blas menghasilkan isolat turunan (asal bercak blas pada spikeletnya) dengan sifat-sifat patogenisitas dan genetik yang bervariasi (Namai & Iwade 2002, Namai 2011). Fenomena yang sama mungkin dapat terjadi juga pada cendawan blas asal rumput, pergantian inang kemungkinan dapat menimbulkan variasi patogenisitas dan genetiknya. Perubahan genetik ini diduga dapat bersifat stabil dan perubahan ini dapat diamati dengan menggunakan penanda molekuler.

Penanda molekuler lainnya yang dapat digunakan untuk mengamati keragaman genetik di antaranya metode amplified fragment lenght polymorphism (AFLP). AFLP telah digunakan untuk membedakan Pyricularia asal padi indica dan japonica (Thuan et al. 2000). AFLP juga dipakai oleh Tredway et al. (2005) untuk menunjukkan keragaman genetika Pyricularia asal rumput industri, padi, dan gandum. AFLP tidak digunakan untuk analisis filogenetik pada tingkat di atas spesies (Robinson & Harris 1999). AFLP memiliki potensi sebagai sumber informasi filogenetik sistematika molekuler pada takson yang berkerabat sangat dekat, sangat baik untuk mempelajari hubungan filogenetik ketika sekuen internal transcribed spacer (ITS) bersifat terkonservasi (Koopman 2005).

Selain AFLP, sekuen ITS (Hirata et al. 2007) dan pola fragmen DNA melalui amplifikasi bagian elemen repetitive Pot2 (rep-Pot2) (Filippi et al. 2002)


(33)

7 juga dapat digunakan untuk menganalisis keragaman isolat Pyricularia patogen padi. Daerah ITS rDNA nukleus paling cepat mengalami variasi diantara populasi (White et al. 1990). Sekuen ITS yang banyak bervariasi dapat disejajarkan (aligned) dengan tingkat kepercayaan hanya antara taksa yang sangat berkerabat dekat (Guarro et al. 1999). Oleh sebab itu identitas, keragaman genetik sampel basal, dan stabilitas genetik cendawan blas asal rumput yang mengalami pergantian inang dipelajari secara molekuler dengan bantuan teknik SCAR, AFLP, rep-Pot2 dan hubungannya dengan ras fisiologi, serta sekuen ITS.

Di seluruh dunia, cendawan blas yang dominan di lapang ialah anamorfnya (Kato et al. 2000). Teleomorf tidak pernah ditemukan di lapang, meskipun terdapat indikasi keberadaan siklus seksual di lapang berdasarkan penanda molekuler repeat-induced point mutation (RIP) (Ikeda et al. 2002). Teleomorf hanya dihasilkan di laboratorium dari penyilangan dua isolat yang membawa jenis mating type berbeda, dan salah satu isolat tersebut bersifat hermaprodit (Zeigler 1998). Oleh karena itu spesies epitet seringkali berdasarkan inang. Perkembangan pendekatan spesies mempengaruhi identitas Pyricularia, sehingga koreksi penamaan masih berlangsung. Lokus actin, β-tubulin, calmodulin, dan ITS rDNA telah menjadi objek penelitian untuk memecahkan masalah penamaan dan hubungan filogenetik antara isolat. Lokus tersebut juga digunakan untuk menganalisis variasi genetik populasi Pyricularia. Oleh sebab itu karakterisasi cendawan blas pada rumput dan padi sangat diperlukan untuk menetapkan nama yang tepat terutama kaitannya dengan mikroevolusinya akibat pergantian inang.

Daerah ITS dapat digunakan untuk membedakan spesies Trichophyton dan Microsporum yang menunjukkan pola mikroevolusi (Gräser et al. 1999). Daerah ITS pada ribosomal DNA (rDNA) telah digunakan untuk membatasi lingkup spesies cendawan (Kusaba et al. 1999, Hirata et al. 2007). Daerah ITS dan intergenic spacer (IGS) rRNA nukleus merupakan unit berulang, terlibat paling cepat mengalami variasi diantara spesies pada genus (White et al. 1990).


(34)

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk

(i) Menganalisis keragaman populasi Pyricularia dari beberapa rumput yang tumbuh berdekatan dengan padi berdasarkan penanda SCAR yang terdiri atas Cut1, PWL2 dan Erg2; serta penanda magB, dan magC

(ii) Menganalisis keragaman genetik sampel basal Pyricularia dari rumput D. ciliaris dan mikroevolusi hasil induksi pergantian genus inangnya berdasarkan lima penanda, yaitu penanda SCAR, AFLP, PCR repetitive Pot2 (rep-Pot2), dan hubungannya dengan ras fisiologi (patotipe), serta sekuen ITS beserta 5.8S rDNA nukleus

(iii) Menganalisis hubungan filogenetik berdasarkan sekuen ITS beserta 5.8S rDNA nukleus antara Pyricularia dari rumput dan padi yang diperoleh dari lokasi dan waktu yang sama.

Hipotesis :

1) Lokus SCAR yaitu Cut1, PWL2, Erg2, magB, dan magC dapat digunakan sebagai dasar analisis tingkat keragaman Pyricularia patogen rumput

2) Isolat-isolat Pyricularia hasil pertumbuhan konidium tunggal dari satu bercak blas membentuk karakter sampel basal dengan heterogenisitas terbatas dan perubahan genotipe inang memicu keragaman genetik dari sampel basal Pyricularia

3) Terdapat hubungan filogenetik yang sangat dekat antara Pyricularia pada rumput yang tumbuh di sekitar padi dengan Pyricularia yang berada pada padi, sehingga keduanya merupakan spesies yang sama, yaitu sebagai Pyricularia grisea

Manfaat

Keragaman penanda SCAR (Cut1, PWL2, Erg2), magB dan magC pada Pyricularia dari beberapa spesies rumput yang tumbuh berdekatan dengan padi di sawah Sukabumi dan ladang Jasinga, Bogor untuk menduga tingkat variasi Pyricularia patogen rumput di Jawa Barat. Sedangkan data genetik hasil pergantian inang Pyricularia diharapkan dapat menjadi dasar pendugaan sumber variasi keragaman Pyricularia di lapang, dan menjelaskan hubungan filogenetik antara Pyricularia patogen padi dan rumput yang tumbuh liar di sekitarnya


(35)

9 berdasarkan penanda molekuler yang digunakan pada penelitian ini. Hubungan filogenetik tersebut untuk menduga aliran genetik Pyricularia pada padi sebagai inang utama dan rumput sebagai inang alternatifnya, sehingga dapat sebagai landasan rekomendasi penyiangan. Data-data yang diperoleh dari penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai informasi dasar manajemen penyakit blas pada padi di Jawa Barat.


(36)

(37)

11 BAB II

RUANG LINGKUP PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan mulai Oktober 2005 – Oktober 2007 dan September 2008 - Januari 2010, bertempat di Laboratorium Genetika Cendawan, Laboratorium Biotechnology Research Indonesia –Netherland (BIORIN), dan Rumah Kaca Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB.

Alur Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahapan (Gambar 1). Pada tahap ke-1, variasi genetik Pyricularia dari beberapa spesies rumput seperti Cydonon dactylon, Digitaria ciliaris, Eleusine indica, dan Panicum repens diamati pola penanda SCAR, penanda magB dan magC melalui hasil amplifikasi dengan PCR. Pola keragamannya dibandingkan juga dengan Pyricularia dari padi. Pada tahap selanjutnya (ke-2), menganalisis keragaman sampel basal Pyricularia dari D. ciliaris (d) dan pengamatan mikroevolusi Pyricularia d4 dari D. ciliaris yang mengalami pergantian genus inang ke padi var. Kencana bali tahap ke-1 (d~k) dan tahap ke-2 (d~k~k); ke padi var. Cisokan tahap ke-1 (d~c) dan ke-2 (d~c~c); ke padi var. Kencana bali tahap ke-1 dan ke padi var. Cisokan tahap ke-2 (d~k~c); sebaliknya ke padi var. Cisokan tahap ke-1 dan ke padi var. Kencana bali tahap ke-2 (d~c~k); ke Panicum repens (d~p). Pengamatan mikroevolusinya berupa perubahan penanda SCAR, pola AFLP, pola repetitive Pot2 (rep-Pot2) dan ras fisiologinya, serta sekuen ITS beserta 5.8S rDNA nukleus. Pada tahap ke-3 menganalisis hubungan filogenetik berdasarkan sekuen ITS beserta 5.8S rDNA nukleus pada Pyricularia dari rumput (D. ciliaris dan P. repens) dan padi yang diperoleh pada lokasi dan waktu yang sama. Sekuen tersebut dicari kesamaannya dengan sekuen nukleotida di GeneBank menggunakan program basic local alignment search tool (BLAST) yang ada di http://blast.ncbi.nlm.nih.gov.


(38)

Alur Penelitian

III. Hubungan filogenetik Pyricularia dari rumput dan padi Amplifikasi ITS beserta 5.8S rDNA nukleus pada 5 isolat hasil tahap ke-1

Sekuensing ITS beserta 5.8S rDNA

I. Analisis keragaman genetik Pyricularia dari beberapa spesies rumput Isolasi dan identifikasi cendawan bercak blas pada rumput

PCR

Penanda SCAR (Cut1, PWL2, dan Erg2) Penanda magB dan magC Perbanyakan biomassa dan isolasi DNA

Gambar 1 Diagram alir penelitian. Isolasi DNA dan karakterisasi Perbanyakan inokulan Pyricularia d4

Inokulasi d4 terhadap satu serial inang pengganti Reisolasi turunan d4 dari inang-inang pengganti

dan perbanyakan biomassa

Penanda AFLP

Penanda repetitive Pot2 dan patotipe (ras fisiologi) Penanda

SCAR

Sekuen ITS beserta 5.8S rDNA nukleus

II. Analisis keragaman genetik Pyricularia dari Digitaria ciliaris dan mikroevolusinya akibat pergantian inang


(39)

13 Program yang digunakan untuk menganalisis data hasil penelitian ini adalah Phylogenetic Analysis Using Parsimony (PAUP*) version 4.0b10 for 32-bit Microsoft Windows (Swofford 2002) dan NTSYS Spc version 2 (Rohlf 1998). PAUP* digunakan untuk menganalisis pengelompokan keragaman penanda SCAR dari beberapa spesies rumput melalui distance dengan UPGMA. Program ini juga digunakan untuk menganalisis data AFLP dari hasil pergantian inang, yaitu mengkonstruksi filogram melalui distance (Robinson & Harris 1999) dengan heuristic. Pada analisis tersebut, tingkat perubahan pola AFLP dari Pyricularia d4 setelah berada pada inang pengganti ditunjukkan oleh jarak genetiknya. Data AFLP juga dianalisis dengan pengelompokan (clustering) dalam bentuk dendrogram pada program NTSYS Spc version 2 (Rohlf 1998). Selain itu, PAUP* juga digunakan untuk mengkonsruksi filogram dalam menganalisis hubungan filogenetik cendawan blas asal rumput dan padi dari lokasi dan waktu yang sama berdasarkan sekuen ITS beserta 5.8S rDNA. Filogram dikonstruksi melalui distance dengan neighbour joining.


(40)

(41)

15

BAB III

KERAGAMAN Pyricularia ASAL RUMPUT BERDASARKAN PENANDA SCAR DAN MAG

Abstrak

Karakterisasi penanda sequence characterized amplified region (SCAR), magB, dan magC pada populasi Pyricularia dari rumput yang tumbuh liar disekitar tanaman padi belum dilaporkan. Oleh karena itu dilakukan karakterisasi tiga penanda SCAR (Cut1, PWL2, Erg2), dan dua penanda lainnya berupa magB dan magC pada Pyricularia dari beberapa spesies rumput yang tumbuh berdekatan dengan padi untuk menduga tingkat variasi Pyricularia di Jawa Barat. Sebanyak 41 isolat Pyricularia dari Cydonon dactylon, Eleusine indica, Digitaria ciliaris, dan Panicum repens menunjukkan semuanya memiliki kesamaan ukuran fragmen DNA hasil amplifikasi kelima penanda. Ukuran fragmen Cut1, PWL2, dan Erg2 berturut-turut ± 1700 pb, 900 pb dan 1400 pb. Sedangkan ukuran fragmen magB dan magC masing-masing ± 1330 pb dan 1550 pb. Ukuran fragmen Cut1, PWL2, Erg2, magB, dan magC tersebut juga sama dengan ukuran fragmen 22 isolat Pyricularia dari padi. Sampel Pyricularia dari empat spesies rumput memiliki lima fenotipe SCAR yang dikonstruksi berdasarkan hasil amplifikasi dengan urutan Cut1, PWL2, dan Erg2. Kelima pola fenotipe ini menunjukkan frekuensi yang berbeda, yaitu 19.5% berfenotipe 011 (A), 41.5% berfenotipe 101 (B), 31.7% berfenotipe 111 (C), 2.5% berfenotipe 001 (D), dan 4.9% berfenotipe 010 (E). Fenotipe SCAR Pyricularia dari satu bercak blas rumput kebanyakan terdiri atas dua fenotipe SCAR, dengan variasi fenotipe terutama pada Cut1 dan PWL2. Frekuensi gen penanda SCAR juga bervariasi, yaitu sebanyak 78.1% Pyricularia dari rumput memiliki Cut1, hanya 54.1% yang memiliki PWL2, dan 95.1% memiliki Erg2. Hanya satu isolat Pyricularia yang tidak menghasilkan amplikon magC, sehingga magB dan magC tidak dapat menunjukkan keragaman genetik Pyricularia dari rumput.

Kata kunci: Pyricularia, Cydonon dactylon, Eleusine indica, Digitaria ciliaris, Panicum repens, padi, SCAR, magB, magC

Pendahuluan

Beberapa spesies rumput yang tumbuh di sekitar pertanaman padi telah dilaporkan sebagai inang Pyricularia. Di Indonesia, rumput seperti Echinochloa crusgalli (Cikampek), Leersia hexandra (Cilacap), Panicum repens (Subang), dan Panicum maximum (Bali) sebagai inang cendawan blas (Deptan DBPT 1992). Leersia hexandra dan P. repens juga menjadi inang cendawan blas di Filipina, selain itu bercak blas juga ditemukan pada Brachiaria distachya, Brachiaria mutica, Dactyloctenium aegyptium, Digitaria ciliaris, Echinochloa colona, Eleusine indica, Pennisetum purpureum, dan Rottboellia exaltata (Mackill & Bonman 1986). Di India, cendawan blas pada L. hexandra, Cyperus compressus,


(42)

Cyperus iria, dan Cyperus rotundus (Singh & Singh 1988), serta Pennisetum purpureum di Ghana (Nutsugah et al. 2008).

Pada penelitian pendahuluan tampak bahwa cendawan blas yang berasal dari rumput memiliki warna koloni yang cepat berubah dari gelap menjadi putih selama disubkultur berulang-ulang di laboratorium. Selain itu, jumlah konidium cendawan blas yang berasal dari rumput sejak awal hasil isolasi lebih sedikit dibandingkan dengan cendawan blas yang diperoleh dari padi. Sporulasi Pyricularia dari rumput budidaya lebih baik daripada isolat dari rumput liar, kemungkinan karena perbedaan genetik sporulasinya (Rao et al. 1972). Pyricularia dari padi yang mengalami gangguan magB menghasilkan mutan dengan efek pleotropi, yaitu mereduksi pertumbuhan somatik, konidiasi, pembentukan apresorium, dan patogenisitas. Isolat-isolat cendawan blas padi dilaporkan cenderung tidak stabil dalam penampakan koloni, fertilitas, dan patogenisitasnya selama disubkultur di laboratorium (Valent & Chumley 1991).

Pembentukan apresorium pada mutan nul magB dapat dipulihkan melalui penambahan cAMP (Liu & Dean 1997). Mutasi dominan magB menyebabkan autolisis koloni yang telah tua, pembentukan melanin tertunda, reduksi reproduksi seksual dan aseksual. Selanjutnya, mutan dominan magB mampu menghasilkan apresorium pada permukaan hidrofobik dan hidrofilik, meskipun perkembangan pada permukaan hidrofilik tertunda. Mutan dari tipe mutasi magB lainnya adalah tidak menyebabkan perubahan fenotipe yang drastis, hanya meningkatkan sensitivitas terhadap penghambatan konidiasi melalui tekanan osmotik (Fang & Dean 2000). Sedangkan delesi pada magC menyebabkan mutannya mengalami reduksi konidiasi, tetapi tidak mempunyai efek pada pertumbuhan miselium atau pembentukan apresorium. Sebaliknya delesi magA tidak memiliki efek pada pertumbuhan somatik, konidiasi, ataupun pembentukan apresorium (Liu & Dean 1997). Gen magB dan magC beserta magA berada pada kromosom yang terpisah dan hanya satu salinan (copy) dalam genom Pyricularia dari padi (Dean 1997).

Pyricularia dari berbagai inang bervariasi fertilitasnya, yaitu kemampuannya sebagai jantan fertil untuk menginduksi pembentukan peritesium, dan sebagai betina fertil untuk menghasilkan pembentukan peritesium (Zeigler


(43)

17 1998). Sebagai contoh, 78 sampel dari populasi Pyricularia dari Stenotaphrum secundatum didominasi oleh gen kawin tipe Mat1-1 dan bersifat steril, hanya satu sampel yang jantan fertil dengan gen kawin tipe Mat1-2, tidak ditemukan betina yang fertil, meskipun ditemukan dua macam gen tipe kawin. Contoh lainnya 87 sampel populasi Pyricularia dari inang Festuca arundinaceae juga memiliki gen kawin tipe Mat1-1, dengan betina fertilnya berjumlah 47. Sebanyak 47 sampel betina fertil tersebut yang meghasilkan peritesium kosong ialah 19 sampel. Frekuensi gen tipe kawin lawan jenisnya dari populasi Pyricularia pada kedua inang sangat rendah (0-5.7%) (Tredway et al. 2003). Hal tersebut di atas mungkin berhubungan dengan subunit α dari protein G yang disandikan oleh tiga gen, yaitu magA, magB, dan magC (Dean 1997). Gen subunit α dari protein G mengontrol pertumbuhan, perkembangan, patogenisitas, dan diperlukan untuk perkawinan Pyricularia dari padi (Liu & Dean 1997). Oleh karena itu penanda magB dan magC dapat digunakan sebagai dasar keragaman pada Pyricularia untuk mendapatkan informasi keberadaan kedua penanda tersebut sehubungan dengan pemisahan spesies dan aliran genetik antara Pyricularia pada inang rumput dan padi.

Isolat yang tidak berasal dari padi umumnya tidak patogen terhadap padi, ataupun hanya memberikan reaksi patogen lemah (Singh dan Singh 1988, Couch et al. 2005). Demikian halnya di Indonesia, semua isolat Pyricularia dari Leersia hexandra, Panicum maximum, Panicum repens, dan Echinochloa crusgalli hanya patogen terhadap padi var. Kencana bali. Sedangkan isolat dari L. hexandra hanya patogen terhadap P. repens, tidak terjadi saling infeksi silang dari isolat lainnya (DBPT Deptan 1992). Sebaliknya, Pyricularia NBG-A8401 dari padi mampu menginfeksi lima spesies gulma yang berupa rumput (Brachiaria distachya, Echinochloa colona, L. hexandra, Leptochloa chinensis, dan Rottboellia exaltata), dan dua strain lainnya dari Pyricularia asal padi (2017 dan 43) hanya mampu menginfeksi L. chinensis (Mackill & Bonman 1986).

Berbagai metode molekuler telah digunakan untuk mengetahui keragaman cendawan. Haplotipe Pyricularia dengan inang padi (68 strain) dari benua Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan, Asia, dan Eropa membentuk lima grup berdasarkan hasil amplifikasi 14 pasang primer sequence characterized


(44)

amplified region marker (SCAR). Haplotipe Pyricularia padi dari Asia memiliki keragaman tinggi, sehingga berada di semua grup. Sebaliknya haplotipe Pyricularia padi dari Eropa tidak menyebar, berada dalam satu grup dengan Pyricularia padi dari Amerika Utara, Amerika Selatan, dan Asia (Soubabere et al. 2000). Sebanyak 16 jenis primer penanda SCAR yang dikembangkan oleh Soubabere et al. (2001) untuk memonitor rekombinasi dan migrasi populasi Pyricularia padi. Sebanyak tiga jenis (Cut1, PWL2, dan Erg2) penanda SCAR dari ke 16 jenis tersebut dapat menunjukkan keragaman genetik (haplotipe) Pyricularia dari padi daerah endemik blas, yaitu Sumatra Utara, Sumatra Barat, Lampung, Sukabumi, dan Bogor (Reflinur et al. 2005).

Sampai saat ini belum diperoleh informasi keragaman penanda SCAR dan mag pada Pyricularia penginfeksi rumput yang tumbuh liar di sekitar tanaman padi. Oleh sebab itu penelitian ini bertujuan menganalisis keragaman Pyricularia dari beberapa spesies rumput yang tumbuh di sekitar tanaman padi berdasarkan lima macam penanda molekuler, yaitu tiga penanda SCAR (Cut1, PWL2, Erg2), dan dua penanda lainnya berupa magB, dan magC. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menduga tingkat variasi Pyricularia di Jawa Barat.

Bahan dan Metode

Tempat. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Cendawan dan Biorin di Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB.

Bahan. Bercak blas pada helaian daun spesies rumput dari tiga lokasi berbeda, yaitu dari empat spesies rumput di sekitar pertanaman padi pada sawah di Sukabumi dengan waktu pengambilan berbeda, satu spesies rumput di sekitar pertanaman padi pada ladang di Jasinga Bogor, dan satu spesies rumput di rumah kaca PPSHB IPB, Kampus Dermaga (Tabel 1). Sebagai pembanding, bercak blas dari helaian daun padi diambil dari lokasi dan waktu yang sama dengan pengambilan sampel dari rumput. Selain itu, sebagai kontrol digunakan Pyricularia dari beberapa varietas padi hasil koleksi Kebun Percobaan Muara, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi Bogor). Spesies rumput diidentifikasi oleh Pusat Penelitian Biologi LIPI Bogor.


(45)

19

Tabel 1 Isolat Pyricularia dari satu bercak blas pada beberapa rumput dari tiga lokasi di Jawa Barat, dan dari padi di Lampung dan pada empat lokasi di Jawa Barat

Jenis inang pembawa bercak blas

Asal lokasi (pengambilan ke)

Jumlah isolat

Kode isolat pada setiap bercak

Cynodon dactylon Sawah Sukabumi (I) 3 cd7.S1, cd9.S1, cd13.S1 C. dactylon

Sawah Sukabumi (II)

6 cd2.S2, cd3.S2, cd6.S2,

cd7.S2, cd9.S2, cd10.S2 Eleusine indica 5 ei2.S2, ei4.S2, ei5.S2,

ei8.S2, ei9.S2

Digitaria ciliaris Sawah Sukabumi (III) 5 dc1.S3, dc2.S3, dc3.S3, dc4.S3, dc6.S3

Panicum repens -1*

Sawah Sukabumi (IV)

4 pr3.a.S4, pr6.a.S4, pr8.a.S4, pr10.a.S4

Panicum repens-2* 10

pr2.b.S4, pr3.b.S4, pr4.b.S4, pr5.b.S4, pr7.b.S4, pr8.b.S4, pr9.b.S4, pr12.b.S4, pr14.b.S4, pr15.b.S4 D. ciliaris Ladang Jasinga Bogor 5 d2, d4, d10, d15, d16 D. ciliaris Rumah kaca PPSHB

IPB, Darmaga 3

dc7.G, dc10.G, dc11.G

Padi**

Sawah Sukabumi (I)

3 ou3.a.S1, ou4.a.S1,

ou9.a.S1

Padi ** 4 ou2.b.S1, ou3.b.S1,

ou4.b.S1, ou8.b.S1

Padi var. IR64 1 oir64.S1

Padi ** Sawah Sukabumi (IV) 4 ou3.S4, ou4.S4, ou5.S4,

ou6.S4

Padi var. Kencana bali Ladang Jasinga Bogor 5 ok1, ok3, ok6, ok10,

ok16

Padi***

Lampung 1 o173

Indramayu 1 oir64.041.I

Indramayu 1 oir64.073.I

Kuningan 1 oir64.001.K

Sukabumi 1 ocr.033.S

*: bercak blas berdampingan berada pada satu daun, **: varietas tidak diketahui ***: koleksi Kebun Percobaan Muara, BB Padi Bogor

Isolasi Konidium Tunggal dan Identifikasi Cendawan. Satu bercak blas (Gambar 2) dicuci dengan air mengalir dan dilembapkan semalam, kemudian sejumlah konidium tunggal diisolasi dengan bantuan mikroskop (modifikasi dari

Bonman et al. 1987). Konidium tunggal dikecambahkan pada medium agar-agar


(46)

Isolat hasil perkecambahan ditumbuhkan pada medium cawan Potato Dextrose Agar (PDA, Difco) dan disimpan pada agar-agar miring PDA.

Kultur cendawan dari konidium tunggal yang diperoleh dari hasil isolasi diidentifikasi dengan bantuan mikroskop dan menggunakan buku acuan Ou (1985). Kultur cendawan terlebih dahulu ditumbuhkan pada medium sporulasi, yaitu medium oatmeal (30 g oatmeal L-1, 20 g agar-agar L-1, 5 g sukrosa L-1, modifikasi Tsurushima et al. 2005). Hifa aerial kultur cendawan berumur 7-8 hari dihilangkan secara aseptik dengan bantuan kaca objek dan akuades steril. Selanjutnya kultur ditutup dengan plastik transparan dan diberi lubang untuk aerasi serta disinari n-UV terus menerus selama 4-5 hari untuk menginduksi pembentukan konidium.

Isolasi dan Amplifikasi DNA. DNA genom cendawan diisolasi dari miselium yang ditumbuhkan pada 25 mL medium cair (5 g L-1 sukrosa, 2 g L-1 ekstrak khamir, dan 2 g L-1 pepton, modifikasi Crawford et al. 1986) selama enam hari pada mesin pengocok. Miselium dipanen dan diisolasi genomnya menurut prosedur yang dijelaskan oleh Raeder dan Broda (1985) dengan volume lebih besar dan sedikit modifikasi. Miselium digerus dalam mortar steril sampai terbentuk pasta. Pasta disuspensikan dalam 4 mL larutan penyangga ekstrak (200 mM Tris HCl pH 8.5; 250 mM NaCl; 25 mM EDTA; 0.5% SDS). Sebanyak 2.8 mL fenol dan 1.2 mL campuran kloroform dan isoamil alkohol (CIA=24:1) ditambahkan ke dalam suspensi dan suspensi dibolak-balik secara perlahan. Suspensi disentrifugasi selama 30 menit pada 4,000 rpm dengan suhu 6 °C. Fase cairan bagian atas segera dipindahkan ke tabung baru dan dipresipitasi dengan menambahkan 1x volume isopropanol dingin. Hasil presipitasi disentrifugasi

Gambar 2 Fenotipe bercak blas pada daun rumput dan padi: a. Digitaria ciliaris, dan b. padi.

a

b

bercak blas


(47)

21 selama 20 menit pada 4,000 rpm dengan suhu 6 °C. Endapan dibilas dengan etanol dingin konsentrasi 70% dan disentrifugasi kembali selama 10 menit. Endapan dikeringkan dengan pompa vakum selama 15 menit, dan dilarutkan dalam 100 uL TE 1x (10 mm Tris HCl pH 8, 1 mmol EDTA), serta ditambahkan 0.2x volume RNAse 20 mg mL-1. Larutan diinkubasi semalam pada 37 °C, kemudian ditambahkan 900 uL TE 1x dan larutan diekstrak kembali dengan menambahkan 1xvolume CIA, dan disentrifugasi selama 10 menit pada 4,000 rpm dengan suhu 6 °C. Cairan bagian atas dipresipitasikan kembali dengan menambahkan isopropanol dingin seperti tahapan sebelumnya sampai diperoleh endapan yang dilarutkan dalam 100 uL TE 1x. DNA yang dianalisis memiliki tingkat kemurnian (A260/A280) 1.6-1.9.

DNA cendawan hasil isolasi diamplifikasi melalui PCR dengan menggunakan lima penanda molekuler. Kelima penanda tersebut terdiri atas tiga jenis penanda SCAR (Cut1, PWL2, Erg2) yang merupakan bagian dari 16 penanda SCAR yang dihasilkan oleh Soubabere et al. (2001). Sedangkan dua penanda lainnya, yaitu magB, dan magC masing-masing dikonstruksi berdasarkan sekuen nomor akses AF011341 dan AF011342 (Liu & Dean 1997). Primer forward dan reverse magB masing-masing terletak pada nukleotida nomor 841-861 dan 2154- 2174. Sedangkan primer forward dan reverse magC masing-masing terletak pada nukleotida nomor 808-828 dan 2334-2354. Susunan nukleotida (primer) kelima penanda sebagai berikut:

Cut1 (F:5’TATAGCGTTGACCTTGTGGA-3’), Cut1 (R:5-TATAGCATCTCAGACCGAACC-3’) PWL2 (F:5’-TCCGCCACTTTTCTCATTCC-3’) PWL2 (R: 5’-GCCCTCTTCTCGCTGTTCAC-3’) Erg2 (F:5’-GCAGGGCTCATTCTTTTCTA-3’) Erg2 (R:5’-CCGACTGGAAGGTTTCTTTA-3’) magB (F:5’CAATCGGCCACAATGGGTTGC-3”) magB (R:5’TAGCGGGCACTGATTTTAGAT-3”) magC (F:5’CCCTCTGGCAAGATGTGCTTC-3”) magC (R:5’ACCGCCGGAGTAGCACTCACA-3”)


(1)

liquid medium (sucrose 5 g L , yeast extract 2 g L , and peptone 2 g L ) for 6 d on a shaker. The mycelia were harvested by filtering using filter paper. DNA isolation was conducted using the method described by Raeder and Broda (1985) with modifications, i.e. cultural liquid-medium type and centrifugation speed. Mycelia were ground in a sterile mortar, and then suspended in 4 mL of extraction buffer solution (200 mM Tris HCl pH 8.5, 250 mM NaCl, 25 mM EDTA, 0.5% SDS). A solution of 2.8 mL phenol and 1.2 mL CIA (chloroform:isoamil alcohol = 24:1) was added to the suspension and then mixed by gently shaking it back and forth. The suspension was centrifuged at 4000 rpm and 6 °C for 30 min. The upper aqueous phase was transferred right away into a new tube and precipitated by adding 1 vol cold isopropanol. Next it was centrifuged at 4000 rpm and 6 °C for 20 min. The precipitation was rinsed with cold ethanol 70% and then re-centrifuged for 10 min. After that, the pellet was vacuum-dried for 15 min, and dissolved in 100 L TE 1x (10 mm Tris HCl pH 8, 1 mmol EDTA), and then 0.2 vol RNAse 20 mg mL was added. The solution was incubated overnight at 37 °C, then 900 L TE 1x was added, and the solution was again extracted by adding 1 vol CIA, and centrifuged at 4000 rpm and 6 °C for 10 min. The upper liquid was precipitated again by adding cold isopropanol as in previous steps.

The isolated DNA, after quantified and diluted, would then be amplified through PCR using three primers developed by Soubabere . (2001), i.e.

-1 -1

-1

-1

m

m

et al

Cut1; PWL2; and; Erg2. The nucleotide sequences of the three primers are as follows:

Cut1(F:5'-TATAGCGTTGACCTTGTGGA-3') Cut1(R:5'-TAAGCATCTCAGACCGAACC-3') PWL2(F:5'-TCCGCCACTTTTCTCATTCC-3') PWL2(R: 5'-GCCCTCTTCTCGCTGTTCAC-3') Erg2 (F:5'-GCAGGGCTCATTCTTTTCTA-3') Erg2 (R:5'-CCGACTGGAAGGTTTCTTTA-3')

The total PCR reaction of 20

L of 2xPCR master mix (0.05 unit L Taq DNA polymerase, 4 mM MgCl, 0.4 mM from each dNTP), and 0.6 mol from each primer. The PCR program consisted of pre-denaturation at 95 °C for 15 min, followed by 35 cycles at 94 °C for 15 sec, at 60 °C for 30 sec, and at 72 °C for 1 min. The last step was at 72 °C for 7 min. PCR results were visualized through electrophoresis on agarose gel 1% (w/v) in TAE 1x, and continued with gel immersion in ethidium bromide (0.5 g mL ). Evaluation was conducted based on the presence of DNA bands on the agarose gel.

. dc4

was able to infect Kencana bali (Fig 1a), Cisokan (Fig 1b), and (Fig 1c), but was unable to

infect IR64, , sp., and

(Table 1). Strain dc4-kb of Kencana bali might infect Cisokan, and dc4-c of Cisokan was able to infect Kencana bali as well. Strain dc4-kb might also infect μL contained around 100 ηg genomic DNA template, 10 μ

μ

ρ

μ

-1

-1

RESULTS

Cross Infection Ability Pyricularia grisea P. repens

C. dactylon Digitaria O. nodosa

Fig 1 Blast lesions on leaves of rice cultivars. a, Kencana bali; b, Cisokan; c, on day 9 after was inoculated isolate dc4 from ; d, blast lesions on rice leaves of Kencana bali; and e, Cisokan on day 7 after was inoculated race 173 from rice.

Panicum repens Pyricularia grisea

Digitaria ciliaris P. grisea

a b c

d e

0.5 cm

0.5 cm 0.5 cm


(2)

Table 1 Inoculation results of isolate dc4 from and race 173 from rice on Kencana bali, Cisokan, IR64, , , sp., and ; as well as SCAR markers of isolates dc4 and the first cross infection

Pyricularia grisea Digitaria ciliaris Panicum repens

Cynodon dactylon Digitaria Ottochloa nodosa P. grisea

+: molecular marker was amplified; -: molecular marker was not amplified.

Table 2 Inoculation results ofP. griseadc4-kb and dc4-c on Kencana bali, Cisokan, andP. repens; as well as SCAR markers of the second infection

+, molecular marker was amplified; -, molecular marker was not amplified; NI, no identified.

Strain isolates of inoculum Plants of cross infection test

P. griseadc4-kb Kencana bali Cisokan P. repens

Inoculation results lesion lesion lesion

Re - isolates dc4-kb-kb dc4-kb-c NI

SCAR markers: Cut1 - -

-P WL 2 + + +

Erg2 + + +

Kencana bali Cisokan P. repens

Inoculation results

P. griseadc4-c

lesion lesion no lesion

re -isolates dc4-c-kb dc4-c-c

SCAR markers: Cut1 -

-P WL 2 + +

Erg2

-+


(3)

, while dc4-c might not infect it (Table 2). On the other hand, race 173 was able to infect Kencana bali and Cisokan (Fig 1d and 1e), but was

unable to infect IR64, ,

sp., and . The size of lesions on the leaf blade of Kencana bali and Cisokan, due to dc4 infection, was generally smaller than those of

race 173.

. Genome amplification has shown that dc4 had two out of three SCAR markers, i.e. Cut1 and Erg2, but did not have PWL2 (Fig 2). Their sizes were around 1700 bp and 1400 bp, respectively. Strains derived from inoculated rice (dc4-kb and dc4-c) did not indicate the presence of Cut1 marker, but had PWL2 and Erg2 markers. Their sizes were around 900 bp and 1400 bp, respectively. As dc4 could not infect cv. IR-64 and the other three grasses, their SCAR genotype could not be explored. No genotype alternation was detected when

dc4 was inoculated to When dc4-kb was cross inoculated to cv. Cisokan or , no changes of SCAR marker could be detected. Genotype alteration was shown neither on d4-c-kb nor dc4-kb-c.

Unlike dc4, race 173 also had

two out of three SCAR markers but it had PWL2 instead of Cut1 (Fig 2). The sizes of PWL2 and Erg2 were around 900 bp and 1400 bp, respectively. Inoculation of race 173 to rice cv. Kencana bali and Cisokan did not change the genotype of SCAR. This race was unable infect to infect IR64,

, sp., and , so

their SCAR genotype could not be explored.

. dc4

had a type race of 000 (unpublished) as a result of a physiological race assessment by Balitpa Bogor. The

P. repens

P. grisea

P. repens, C. dactylon Digitaria O. nodosa

P. grisea P. grisea

P. grisea

P. grisea

P. grisea P. repens. P.

grisea O. sativa

vice versa P. grisea

P. grisea P. grisea

P. grisea

P.

repens, C. dactylon Digitaria O. nodosa

Pyricularia grisea SCAR Diversity

DISCUSSION Cross-Infection Ability

infection method in this experiment was modification of punch infection (Ono . 2001). Based on the lesion formed, dc4 was less virulent compared to race 173). Eight days after dc4 inoculation, lesions on Kencana bali and Cisokan appeared, but their sizes were smaller compared to the lesions on the same plants that were inoculated with

race 173. Ou (1980) stated that the lesion types are the result of an interaction between resistant rice cultivar and virulent pathogen. Furthermore, Tredway

. (2005) stated that a weak virulent

inoculated to wheat induced limited expansion of lesions, while lesions observed on were 1-2 mm in length 7 d after inoculation with low virulence isolates.

In this study it was also found that from grass ( ) might infect cv. Kencana bali and Cisokan. This is not the first report on the ability of

from grass to infect rice. This phenomenon was reported by Singh and Singh (1988) and DBPT (1992).

Transmission of (teleomorph of )

occurs in natural agroecosystems (Kato . 2000). Neither dc4 nor race 173 was able to infect the persistent cv. IR64. dc4 did not infect its original host as well. Their incapability to infect these plants might be due to decreasing in their pathogenicity during culturing. The same isolate of race 173 did not infect cv. IR64 (Kurnianingsih 2008). Actually, race 173 was considered as a highly pathogenic race towards all differential rice cultivar series, except to Asahan (DBPT 1992).

There are a lot of inoculation methods. This experiment and also that of Mackill and Bonman (1986) used injection inoculation procedure. According to Guochang . (1989), inoculation by injection produced higher disease index than spraying. On the contrary, no infection was found when other rice cultivars were inoculated by spraying of conidial

et al P. grisea

P. grisea O. sativa

P. grisea

et al P. grisea

Poa pratensis

P. grisea D. ciliaris

P. grisea

M. grisea P. grisea

et al P. grisea

P. grisea

in vitro P. grisea

et al

Fig 2 SCAR markers of were amplified using specific primers M. marker, 1. isolate dc4 originated from , 2-4. the derived isolate of dc4 on Kencana bali (dc4-kb), Cisokan (dc4-c) rice cultivar, and (dc4-pr) grass, 5-6. the derived isolate of dc4 of Kencana bali on Kencana bali (dc4-kb-kb), Cisokan (dc4-kb-c) rice cultivar, 7-8. the derived isolate of dc4 of Cisokan on Kencana bali (dc4-c-kb), Cisokan (dc4-c-c) rice cultivar, 9-11. race 173 originated from rice, and the its derived isolate on Kencana bali (173-kb), Cisokan (173-c) rice cultivar.

P. grisea . P. grisea D. ciliaris

P. grisea P. repens P. grisea

P. grisea P. grisea


(4)

suspension. The inoculation using fragmented mycelial spraying onto the 3- to 4-leaf stage of 2 rice cultivars induced the formation of lesions (Singh and Singh 1988). In this experiment, the inoculation method by syringe in order to put conidial suspension of dc4-c onto the sheath of did not cause the formation of symptoms. In contrast, a blast lesion was formed when mycelial suspension of

dc4-c was directly injected into the stem of (unpublished data). The symptoms formed in the inoculation using fragmented mycelial suspension might be caused by the fungus that grew directly in the host tissue; this did not need infective structure to penetrate host epidermis. Melanin-deficient

with spraying inoculation failed to infect leaf tissues, but were successfully infected by the wounded leaf (Chumley and Valent 1990). They grow intra- and inter-cellular on susceptible host tissue (Ebbole 2007). In the natural infection, the conidia on the leaf surface will produce germ tubes and swell to form appressorium prior to penetration to host tissue.

was susceptible to strain from , but was resistant to strain from

and (DBPT 1992). was

also resistant to 3 blast isolates from rice and to 11 isolates from grass species (Mackill and Bonman 1986).

. Using SCAR markers, this research may reveal diversity of . Three SCAR markers used in this study were chosen on the basis of their ability to detect the genotype variation in blast fungus. Prior to this study, those markers were used to indicate haplotype variability of 114 isolates of rice blast pathogen from Lampung as well as 82 isolates from Sukabumi. About 54.4 and 70.7% of those isolates respectively, had all three markers (Reflinur . 2005). Fourteen SCAR primers that had been used in the study of population (64 isolates) pathogenic to rice were collected from rice worldwide (Soubabere . 2000). The Cut1 marker has three alleles with a size range of null, 800-1730 bp (null allele frequency is 0.66). The PWL2 has three alleles with a size range of null, 800-900 bp (null allele frequency is 0.21). The Erg2 has two alleles with a size range of null, 1440 bp (null allele frequency is 0.47) (Soubabere . 2001).

This study found that host shift might induce diversity in SCAR markers of . This was shown when dc4 from grass was transmitted to rice cultivars. However, SCAR markers did not alter when was transmitted from one rice cultivar to another or from grass to grass. Thus, only host shift

P. grisea P. repens

P.

grisea P.

repens

M. grisea

Panicum repens L.

hexandra P. maximum

E. crusgalli Panicum repens

P. grisea et al P. grisea et al et al P. grisea P. grisea P. grisea SCAR Diversity

from grass to rice induced SCAR genotypic diversity. dc4 from grass ( ) might infect cv. Kencana bali and Cisokan. According to Kurnianingsih (2008), cv. Kencana bali was susceptible, and Cisokan was a moderate resistant cultivar against race 173 by injection syringe inoculation. Re-isolation of rice blast-causing fungus that had been inoculated to a resistant rice host produced variation not only in its pathogenicity but also in its genetic diversity (Namai and Iwade 2002).

The genetic alteration induced by host shift may

involve transposon. genome

containing various transposon has been reported many times. The activity of transposon can alter the genotype. The changes caused by transposon can supply wide genetic variation, especially species that do not have a sexual phase. Stress can stimulate activity of transposable elements (Favaro . 2005). DNA transposon Pot3 has transposed and provided evidence that its transposon has changed the virulence spectrum of (Kang . 2001). Therefore, three SCAR markers used in this study to indicate the genotypic diversity following cross infection need to be re-evaluated by using more samples.

The SCAR marker did not depict its pathogenicity. The cutinase which is encoded by 1 gene of

was neither related to pathogenicity nor affected by sporulation rate (Sweigard . 1992b) but 2 gene was required for plant infection (Skamnioti and Gurr 2007). The 1 and 2 genes have different DNA sequence. Eight genes of were putativelly encoded cutinase (Dean . 2005). The Cut1 of contains two introns of 115 bp and 147 bp in length and only one copy in its genome. The 1 gene is e xpressed when cutin is the sole carbon source (Sweigard . 1992a). 2 is a gene out of four avirulent genes of strain 70-15 (Dean . 2005). The existence of 2 gene in from rice prevented this fungus from infecting a second

grass host, but remained

pathogenic to rice and barley. The allele of the gene, l2-2, was pathogenic to that host, and has been reported as spontaneous pathogenic mutants. The 2-2 is different from 2 by a single base pair substitution. With its substitution, 2-2 had become a nonfunctional. The PWL2 locus is highly polymorphic among blast-causing rice pathogens from diverse geographic locations (Sweigard . 1995). The presence of PWL2 homologs had no correlation with

its pathogenicty on (Kang .

1995). This study also found that the Erg2 marker was a stable locus as this was always detected in the result of

Pyricularia grisea D. ciliaris

Pyricularia grisea

et al

M. grisea et al

cut M.

grisea

et al cut

cut cut

M. grisea et al P. grisea

cut

et al PWL

M. grisea et al

PWL M. grisea

Eragrostis curvula, PWL2 pw pwl PWL pwl et al


(5)

cross-inoculation experiments. The 2 gene was stable as this gene is part of an important gene for the

cell. This gene in sterol

isomerase (Keon . 1994). Sterol is an important component of all eukaryotic cells, and has a role in stabilizing the membrane under stress, and it is related to morphogenetic processes in mycelia of most pathogenic fungi (Mysyakina and Funtikova 2007).

dc4 obtained from

had the posibility of a genotype change due to a host shift to rice cv. Kencana bali and Cisokan, but not to . The genotype change was detected in Cut1 and PWL2, but not in Erg2. Once

infected rice, the SCAR genotype was apparently stable.

This research was financially supported by Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat IPB (SPK/Kontrak No. 08/13.24.4/SPK/BG/2008), and partly by the IMHERE project to Utut Widyastuti. We appreciate it very much and we would like to thank the Research Center for Bioresources and Biotechnology of IPB in providing research facilities, and our thanks also go to Ika Madona Pandia and Alex Sumadijaya for helping us with this research.

erg M. Grisea

et al

Pyricularia grisea D. ciliaris

P. repens

P grisea

encodes Δ -Δ8 7

ACKNOWLEDGEMENTS

REFERENCES

Bonman JM, Dios TIV de, Khin MM.1986. Physiologic specialization of in the Philippines . Plant Dis.70(8):767-769. Chumley FG, Valent B. 1990. Genetic analysis of melanin-deficient,

nonpathogenic mutants of Mol Plant-Microbe Interact. 3(3):135-143.

[DBPT] Direktorat Bina Perlindungan Tanaman, Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan. 1992. Penyakit padi. Laporan akhir kerjasama teknis Indonesia-Jepang bidang perlindungan tanaman pangan (ATA-162) [Rice disease. Indonesia-Japan joint programme on food crop protection project (ATA-162). final report]. Jakarta (ID): Direktorat Bina Perlindungan Tanaman, Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan.

Dean RA,Talbot NJ, Ebbole DJ, Farman ML, Mitchell TK, Orbach MJ, Thon M, Kulkarni R, Xu JR, Pan H, Read ND, Lee YH, Carbone I, Brown D, Oh YY, Donofrio N, Jeong JS, Soanes DM, Djonovic S, Kolomiets E, Rehmeyer C, Li W, Harding M, Kim S, Lebrun MH, Bohnert H, Coughlan S, Butler J, Calvo S, Ma LJ, Nicol R, Purcell S, Nusbaum C, Galagan JE, Birren BW. 2005 Apr 21. The genome sequence of the rice blast fungus . Nature. 434(7036):980-986.

Ebbole DJ. 2007 May 9. as a model for understanding host-pathogen interactions. Annu Rev Phytopathol. 45:437-456. Favaro LC de L, Araujo WL de, Azevedo JL de, Paccola-Meirelles LD.

2005. The biology and potential for genetic research of transposable elements in filamentous fungi. Gen Mol Biol. 28(4):804-813. Guochang S, Shuyuan S, Hangzhou , Zongtan S. 1989. A new inoculation

technique for rice blast (BI). IRRN. 14(2):15.

Kang S, Lebrun MH, Farrall L, Valent B. 2001. Gain of virulence caused by insertion of a Pot3 transposon in a avirulence gene. MPMI. 14(5):671-674.

Pyricularia oryzae Magnaporthe grisea. Magnaporthe grisea Magnaporthe Magnaporthe grisea doi:10. 1146/annurev.phyto.45.062806.094346.

Kang S, Sweigard JA, Valent B. 1995. The pwl host specificity gene family in the blast fungus . Mol Plant-Microbe Interact. 8(6):939-948.

Kato H, Yamamoto M, Ozaki TY, Kadouchi H, Iwamoto Y, Nakayashiki H, Tosa Y, Mayama S, Mori N. 2000. Pathogenicity, mating ability and DNA restriction fragment length polymorphisms of

populations isolated from Gramineae, Bambusideae and Zingiberaceae plants. J Gen Plant Pathol. 66(1):30-47.

Keon JPR, James CS, Court S, Daintree CB, Bailey AM, Burden RS, Bard M, Hargreaves JA. 1994. Isolation of the gene, encoding

isomerase, from the rice blast fungus and its expression in the maize smut pathogen Curr Genet. 25(6):531-537.

Kurnianingsih R. 2008. Ekspresi gen 1 dan 1 yang terlibat dalam sistem toleransi tanaman padi terhadap penyakit blas (isolat 173) [Expression of 1 and 1 genes which involved in the tolerance system of rice to blast disease; race 173] tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Luo CX, Fujita Y, Yasuda N, Hirayae K, Nakajima T, Hayashi N, Kusaba M, Yaegashi H. 2004. Identification of avirulence genes to three rice blast resistance genes. Plant Dis. 88(3):265-270. Mackill AO, Bonman JM. 1986. New host of . Plant Dis.

70(2):125-127.

Mysyakina S, Funtikova NS . 2007. The role of sterols in morphogenetic processes and dimorphism in fungi. Microbiology. 76(1):1-13. Namai T, Iwade Y. 2002. Rice blast fungus induced its pathogenic

variation and its gene diversity during proliferation on the resistant rice cultivars. [abstract]. In: Abstracts 3 International Rice Blast Conference; 2002 Sept 11-14; Ibaraki (JP). Ibaraki : Tsukuba International Congress Center-Epochal Tsukuba-Tsukuba Science City. p 15. abstr no 28.

Ono E, Wong HL, Kawasaki T, Hasegawa M, Kodama O, Shimamoto K. 2001. Essential role of the small GTPase Rac in disease resistance of rice. PNAS. 98(2):759-764.

Ou SH. 1980. Pathogen variability and host resistance in rice blast disease. Annu Rev Phytopahol. 18:167-187.

Raeder U, Broda P. 1985. Rapid preparation of DNA from filamentous fungi. Lett Appl Microbiol. 1(1):17-20.

Reflinur, Bustamam M, Widyastuti U, Aswidinnoor H. 2005. Keragaman genetik cendawan berdasarkan primer spesifik gen virulensi [Genetic variability of the rice blast fungus

based on sequence-specific primers linked to pathogen virulence genes]. J Bioteknol Pert. 10(2):55-60.

Rossman AY, Howard RJ, Valent B. 1990. , the correct name for the rice blast disease fungus. Mycologia. 82(4):509-512. Silue D, Notteghem JL, Tharreau D. 1992. Evidence of a gene-for-gene

relationship in the - pathosystem. Phytopathology. 82(5):577-580.

Singh NI, Singh Kh U. 1988. Unrecorded weed host for Cav. in India. IRRN. 13(4):31-32.

Skamnioti P, Gurr SJ. 2007 Aug. cutinase2 mediates appressorium differentiation and host penetration and is required for full virulence. Plant Cell. 19:2674-2689.

Soubabere Q, Jorge V, Notteghem JL, Lebrun MH, Tharreau D. 2001. Sequence characterized amplified region marker for the rice blast fungus, . Mol Ecol Notes. 1:19-23.

Soubabere O, Tharreau D, Dioh W, Lebrun MH, Notteghem JL. 2000. Comparative continental variation in the rice blast fungus using sequence characterized amplified region markers. In: Tharreau D, Lebrun MH, Talbot NJ, Notteghem JL, editors. Advances in Rice Blast Research. Dordrecht (kode negara): Kluwer Academic Publ. p 209-213. Magnaporthe grisea Pyricularia erg2 Magnaporthe grisea Ustilago maydis. PR PBZ indica PR PBZ Magnaporthe oryzae Pyricularia oryzae Pyricularia oryzae Pyricularia oryzae Pyricularia grisea

Oryza sativa Magnaporthe grisea

Pyricularia oryzae

Magnaporthe grisea

Magnaphorthe grisea

sterol Δ -Δ 8 7 rd [ doi:10.1007/BF00351674. doi:10.1146/annurev.py.18. 090180.001123. doi:10.1111/j.1472-765X.1985.tb01479.x.| doi:10.1105/tpc.107.051219 doi:10.1046/j.1471-8278.2000.00008.x.


(6)

Sweigard JA, CarrolAM, Kang S, Farrall L, Chumley FG, Valent B. 1995Aug. Identification, cloning, and characterization of 2, a gene for host species-specificity in the rice blast fungus. Plant Cell. 7:1221-1233. Sweigard JA, Chumley FG, Valent B. 1992a. Cloning and analysis of cut1, a cutinase gene from . Mol Gen Genet. 232(2): 174-182.

Sweigard JA, Chumley FG, Valent B. 1992b. Disruption of a cutinasegene.MolGenGenet.232(2):183-190.

pwl

Magnaporthe grisea

Magnaporthe grisea doi:10.1105/tpc.7.8.1221.

doi:10.1007/BF00279994.

doi:10.1007/BF00279995.

Tanabe S, Okada M, Jikumaru Y, Yamane H, Kaku H, Shibuya N, Minami E. 2006. Induction of resistance against rice blast fungus in rice plants treated with a potent elicitor, N-Acetylchitooligosaccharide. Biosci Biotechnol Biochem. 70(7): 1599-1605.

Tredway LP, Stevenson KL, Burpee LL. 2005. Genetic structure of p o p u l a t i o n s a s s o c i a t e d w i t h S t . Augustinegrass and tall fescue in Georgia . Phytopathology. 95(5): 463-471.