EVALUASI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

EVALUASI IMPI,EMENTASI KEBIJAKAN STANDAR PELAYANAN
MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL
MohammadKhozin
Sinergi Visi Utama Konsultan Yogyakarta
Email : ozin _siin@y ahoo. com

ABSTRACT
Minimum seraice standald pohcy applied since 2002 are based on the Minimum Seruice Standard
(SPM) aranged in circular Minister of Home Affairs No- 100/756|OTDA/2002, then set up further
in Goaernment Regulation No. 65 2005 edge aarious obstacles both at internal leael bureaucracy nor
the external enaironment. This research tries to answer hous far the implementation of the policy of
Minimum Seruice Standards could, improae the quality of health seroice?. The public seraice is an
actioity that is performed by a person ol fl group of people znith a materially factors through the system, specific procedures and methods in order to attempt to satisfy the interests of others in accorddnce
uith his authotity. The research method used is a qualitatitse method by combining data analysis of
primary dan data secondary. Standard seraice for a minimum of Gunungkidul Regency field can be
accomplished with either. This can be seen f'rom a comparison of the data fom the indicator one year
sections that haae been compiled. But of the many indicators of the performance of seraice sections thnt
haae been set,

still there are some indicators that are not obaious targeting.


Keyzooril: Public sutsices, minimum standard ofpublic seroices, health seraice

ABSTRAK
Kebijakan SPM dilaksanakan sejak 2002 didasarkan pad.a Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No.
100/756/OTDA/2002 yang kemudian diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 65/2005
menimbulkan berbagai macam tantangan, baik dan i#ernal birokrasi maupun lingkungan eksternal

birokrasi. Peneltian ini mencoba untuk menjawab sejauhmana implementasi kebijakan SPM dapat
mempetbfliki kualitas pelayanan kesehatan. Pelayanan Publik adalah suatu aktiaitas yang
dilaksanakan oleh perorangan atau kelompok dengan faktor yang didasarkan pada sistem, prosedur
yang spesifik, dan metode dalan tatanan untuk memuaskan kepentingan lainrLya sesuai dengan
kewenangan yang dimiliki. Metode dalam penelifian ini menggunakan metode qualitatif dengan
mengkombinasikan data primer dan sekunder. SPM di Kabupaten Gunungkidul dalam bidang
kesehatan telah dilaksanakan, ini dapat dilihat dai perbandingan data dari indikator dalam setahun
yang telah ditentukan, walaupun ada bebuapa indikator kinerja belum memenuhi target.
Kata Kunci: Pelayanan publlik, Standar Pelayanan Minimal, Pelayanan kesehatan

Muhammad Khozin
Evaluasi lmplementasi Kebijakan Standar Pelayanan Minimal
Bldang Kesehatan di Kabupaten Gunungkldul


Jurndl Studi Pemerintqhdn
Volume 7 Nomor 7 Agustus 2010

PENDAHULUAN
Dalam satu dekade terakhir ini bangsa Indonesia sedang berupaya memperbaiki

kinerja pemerintahannya. Berbagai agenda reformasi birokrasi pada berbagai sektor
dilakukan untuk dapat mewuiudkan "good goaunment". Salah satu upaya konkrit r:ntuk
mewujudkan "good goaernmenf"

di

Indonesia adalah dengan diberlakukamya otonomi

daerah pada 1999. Otonomi daerah nerupakan pelimpahan sebagian wewenErng dari

pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengafur dan mengurus urusan
pemerintahan yang bersi{at lokal atas prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi rnasyarakat dan


potensi lokal untuk memeca}kan berbagai masalah dan pemberian pelayanan masyarakat
setempat untuk mensejahterakan masyarakat. Dimana dalam pelaksanaan pemberian
pelayananannya, pemerintah harus berdasarkan pada standar pelayanan yang telah

ditetapkan. Dengan demikian, akan terjadi kesamaan standar dalam penyelenggaraan
pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat Lrdonesia.

Ketentuan tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) diatur dalam surat edaran

Menteri Dalam Negeri No. 100/755|OTDA/2002, kemudian diatur lebih

lanjut

dalam

Peraturan Pemerintah No. 65/2005. Ketentuan tentang SPM yang harus dipenuhi oleh
pemerintah kabupaten/kota dalam penyediaan pelayanan publik. Pemahaman SPM secara

memadai merupakan


hal yang signifikan berkaitan dengan hak-hak

konstitusional

perorangan maupun kelompok masyarakat yang harus mereka peroleh dan wajib dipenuhi

oleh pemerintah, berupa tersedianya pelayanan publik (pelayanan dasar) yang harus
dilaksanakan oleh pemerintah kepada masyarakat. Di jajaran birokrasi pemerintah sendiri
pengertian SPM masih sering dikacaukan dengan standar persyaratan tel,xds, standar kerja
dan standar pelayanan prima.

Dengan adanya otonomi daerah yang ditandai dengan disahtannya UndangUndang No.2217999 yang selanjutrya diperbaharui dengan Uundang-Undang No.3212004,

temyata makin memperlonggar kewenangan daerah dalam berbagai bidang. Hal ini
mengakibatkan pelaksanaan kewenangan antardaerah
daerah yang lain. Wacana

ini menuntut

yffig


satu berbeda dengan

pemerintah pusat tetap harus memperhatikan

hak-hak masyarakat krdonesia secara keseluruhan, sehingga r:ntuk menjamin hal itu,
pemerintah pusat membuat kebijakan mengenai Standar Pelayanan Minimal.

Dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang No.

3212004 disebutkan Pemerintahan

Muhammad Khozin
Evaluasi lmplementasi Kebijakan Standar Pelayanan Minimal
Bidang Kesehatan di Kabupaten Gunungkidul

Jurnol Studi Pemerintdhan
Volume 7 Nomor 7 Agustus 2010

Daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi

Kemudian Pasal

11 ayat (3)

kewenangannya..

menyebutkan urusan pemedntahan

yang

menjadi

kewenangan pemerintah daerah berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Luasnya cakupan pelayanan

dasar,

sebagaimana urusan wajib yang menjadi kewenangan daerah. Sehingga perlu adanya
pengaturan standar p;:layanan, paling tidak dalam kategori minimal dengan berpedoman


pada standar yang ditetapkan. Tujuannya adalah untuk mengukur tingkat kualitas
pelayanan jas4 pelayanan barang dan/atau pelayanan usaha yang diberikan pemerintah

dar/atau pemerintah daerah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. SPM
merupakan tolok ukur untuk menilai

kepada masyarakat

di

kinerja penyelenggaraan pelayanan

dasar

bidang pemerintahan umum, pendidikar; kesehatan, fasilitas

umum dan layanan publik lainnya. Penerapan SPM membutuhkan aturan normatif dan

merniliki kekuatan hukum yang jelas dan kuat. Sehingga dapat diirnplementasikan

dengan baik. Selain

itu perlu juga dilakukan

evaluasi serta monitodng untuk

mengetahui seberapa jauh keberhasilan dari kebijakan SPM ini.
Penerapan SPM

di lingkungan instansi

pemerintah daerah secara kelembagaan di

monitor dan dikendalikan melalui gubemur sebagai wakil pemerintah

di

daerah

(dekonsentrasi). Banyaknya keluhan dari masyarakat mengindikasikan sistem monitoring


pemerintah terhadap penerapan SPM ini belum efektif. Monitoring dan evaluasi ini
seharusnya melibatkan

juga pihak ekstemal pemerintah yang independen.

Dengan

demikian, jika ditemukan adanya penyimpangan dari SPM maka dapat diambil

sanJ