Penerapan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan

(1)

(2)

Diterbitkan atas kerjasama Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Proyek BASICS-DFATD Kanada, dan Proyek Kinerja-USAID

Pelindung

Prof. Dr. H. Djohermansyah Djohan, Ma.

Pengarah:

1. DR. Kurniasih, SH, M.SI 2. Ir. Gunawan, M.A

Penanggungjawab:

1. William James Duggan 2. Elisabeth Laury O. Noya 3. Elke Rapp

Tim Penyusun:

1. Pokja Pusat : UPD I dan UPD II

Direktorat Jenderal Otonomi Daerah, Kementerian Dalam Negeri 2. Pokja Provinsi: Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan,

Aceh, Jawa Timur, dan Papua. 3. Tim BASICS

4. Tim KINERJA

Penyunting:

Theresia Erni Andri Pujikurniawati

Desain dan Tata Letak:

Muh. Iswandhi Badillah A

Cetakan:

April 2014

Penerapan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan


(3)

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga berbagai upaya, jerih payah dan kerja yang kita lakukan bersama untuk membangun bangsa, khususnya di bidang kesehatan telah menunjukkan hasil-hasil yang cukup membanggakan bagi semua pelaku pembangunan di semua ingkatan baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.

Buku “Alih Pengalaman Inovasi Prakik Cerdas Penerapan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan” ini merupakan releksi implementasi SPM bidang kesehatan di Provinsi Sulawesi Utara dan Sulawesi Tenggara dan diharapkan dapat direplikasikan di daerah lainnya. Saya percaya bahwa jika semua pihak mempunyai komitmen dan kerja keras dengan ide kreaif dan inovaif dalam mengatasi berbagai masalah pembangunan termasuk bidang kesehatan, alih pengalaman bukanlah hal yang sulit.

Menyadari akan peningnya pembangunan bidang kesehatan yang diarahkan untuk mencetak generasi bangsa yang cerdas dan terampil serta berbudi pekeri, berkepekaan sosial, maka dibutuhkan upaya serius dari semua pihak.

Direktur Jenderal

Otonomi Daerah


(4)

Penerapan Pecapaian SPM adalah salah satu strategi dan moivasi untuk mengejar target terpenuhinya Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals) 2015. Namun demikian, sebenarnya kita idak boleh hanya berikir pada pencapaian target indikator MDGs 2015, Kita harus menyiapkan strategi-strategi lanjutan pasca target pencapaian MDGs.

Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Dalam Negeri bersama Pemerintah Kanada melalui Department of Foreign Afair Trade and

Development (DFATD-Kanada) telah melakukan kerjasama untuk mendukung percepatan pencapaian SPM bidang Kesehatan melalui Proyek BASICS yang telah dilaksanakan sejak Tahun 2009.

Kami menyadari bahwa tantangan dan permasalahan yang dihadapi oleh 539 daerah otonom di Indonesia tentu berbeda-beda. Tetapi secara umum sering kali ada beberapa faktor-faktor atau akar masalahnya serupa. Oleh karena itu, hampir pasi beberapa inovasi yang pernah dikembangkan dan lebih pening, diujicobakan oleh Proyek BASICS dan mitra daerah dapat disesuaikan dan diterapkan di daerah lain untuk mendukung percepatan pencapaian SPM Kesehatan dan guna mencapai target SPM bidang Kesehatan khususnya sebagaimana telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan SPM

Prakik-prakik cerdas yang disajikan dalam buku ini sudah mencakup keunggulan teknis, penyediaan perubahan posiif atau dampak kongkrit, keterjangkauan (afordability) dan pelembagaan dalam struktur pemerintah baik dari segi dasar hukum maupun dalam konteks penganggaran di daerah.

Harapan saya semoga beberapa prakik cerdas tersebut dapat menjadi pedoman dalam berinovasi dan dapat direplikasikan di Provinsi dan Kabupaten lainnya di seluruh Indonesia, guna percepatan penerapan dan pencapaian SPM bidang Kesehatan.

Jakarta, 12 Maret 2014

DIREKTUR JENDERAL OTONOMI DAERAH,


(5)

Buku “Alih Pengalaman Inovasi Prakik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan” ini merupakan sumbangsih karya yang telah dihasilkan oleh upaya kerjasama Proyek BASICS beserta Kementerian Dalam Negeri dan Proyek KINERJA. Di dalamnya memuat tujuh Prakik Cerdas yang merupakan inovasi Pemerintah Daaerah dalam meningkatkan pelayanan dasar bidang Kesehatan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM).

Kami berharap pengalaman dan pembelajaran dari inovasi penerapan SPM bidang kesehatan yang telah dihasilkan oleh Proyek BASICS dan mitra kerja kami di Provinsi Sulwesi Utara dan Sulawesi Tenggara dapat diterapkan di daerah lain dalam rangka percepatan penerapan SPM serta merupakan langkah yang efekif dan eisien dalam mengatasi berbagai persoalan/ masalah pembangunan sektor kesehatan di Indonesia. Kami juga berharap pembelajran tersebut dapat meningkatkan efekiitas dan eisensi proses perencanaan, penganggaran dan penyediaan layanan dasar, khususnya bidang kesehatan.

Kami menyampaikan terima kasih kepada Kementerian Dalam Negeri yang telah mendukung kerjasama antara Proyek BASICS dan mitra kerja pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota. Apresiasi juga disampaikan kepada semua pihak yang telah bekerjasama dan berkontribusi dalam pengembangan Prakik Cerdas ini di daerah dan terima kasih kepada seluruh kontributor yang mendukung penyusunan buku ini.

William James Duggan

Direktur

Proyek Basics


(6)

Kinerja USAID adalah proyek tata kelola pelayanan publik di bidang pendidikan, kesehatan dan iklim usaha yang bertujuan untuk membantu Indonesia mendapatkan solusi jangka panjang yang luas dan sesuai dengan konteks lokal. Proyek ini bekerjasama dengan pemerintah dan masyarakat untuk mendorong mereka memperkuat program pemerintah yang telah terbuki keberhasilannya dengan menambahkan unsur tata kelola yang baik. Sejak 2010, Kinerja telah bekerja di 24 kabupaten/ kota di lima provinsi (Aceh, Kalimantan

Barat, Sulawesi Selatan, Jawa Timur dan Papua). Sebagai bagian dari srategi kunci proyek ini, Kinerja bekerjasama dengan LSM lokal dengan tujuan untuk mendorong insitusi lokal agar mampu mendukung pemerintah daerah dan masyarakat yang ingin menerapkan pendekatan yang telah terbuki ini di masa depan.

Kinerja USAID terus berusaha untuk mendukung kemitraan antara pemerintah daerah dan masyarakatnya. Proyek ini mendorong pemerintah daerah untuk memberikan pelayanan publik yang transparan dan akuntabel. Kinerja juga meningkatkan kesadaran masyarakat tentang hak mereka terhadap pelayanan publik dan mendorong mereka untuk berparisipasi dalam perencanaan dan pengawasan penyediaan layanan publik. Selama beberapa tahun terakhir, kami telah melihat banyak sekali perubahan yang kami nilai sangat pantas untuk disebarluaskan kepada pemerintah daerah lain. Kami sangat berterimakasih atas kesempatan yang diberikan untuk menyebarluaskan prakik cerdas kami dalam buku ini.

Chief of Party

Proyek KINERJA


(7)

Dalam buku prakik cerdas pendidikan, Anda akan mendapat informasi tentang bagaimana sekolah mitra Kinerja bersama dengan komite sekolah telah melaksanakan banyak sekali survei pengaduan masyarakat setelah mendapat pemahaman tentang standar pelayanan. Survei ini telah menghasilkan data pening yang dapat digunakan sebagai panduan untuk membuat perubahan di ingkat sekolah dan membawa dampak jangka pendek yang jelas. Forum masyarakat mengawasi penyediaan pelayanan pendidikan dan pemerintah bekerjasama dengan masyarakat untuk mengatasi pengaduan tersebut. Pemerintah daerah lebih berkomitmen terhadap pelayanan publik dan sekolah mitra kami dapat melakukan perbaikan di sekolah dan mengatasi isu yang berkaitan dengan disiplin dan manajemen dengan lebih cepat. Contoh prakik cerdas lainnya adalah distribusi guru proporsional dimana pemerintah daerah dapat memindahkan guru ke sekolah yang kekurangan guru menggunakan hasil analisa standar pelayanan dan dukungan masyarakat yang kuat. Kami juga mendokumentasikan prakik cerdas dari kabupaten yang telah menghitung Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) berdasarkan standar pelayanan dan telah mengalokasikan anggaran untuk mengatasi kendala keuangan sekolah. Prakik-prakik cerdas ini merupakan buki bahwa masyarakat dalam dilibatkan dalam tata kelola pendidikan.

Kami juga telah melihat bahwa bantuan teknis kami mendorong perubahan serupa di layanan kesehatan di kabupaten dan puskesmas mitra kami. Kemitraan bidan dan dukun mulai menunjukkan hasil yang menggembirakan dalam mendorong ibu melahirkan dengan pertolongan tenaga kesehatan yang memiliki keahlian kebidanan; hal ini sejalan dengan prioritas program kesehatan nasional untuk mengurangi angka kemaian ibu dan bayi. Melalui bantuan teknis Kinerja, puskesmas mitra kami telah membuat dan melaksanakan prosedur operasional standar yang menjadi acuan penyediaan layanan dan memberikan informasi yang jelas tentang waktu dan biaya pelayanan. Forum masyarakat dan staf puskesmas telah melakukan survei pengaduan dan berhasil melarang susu formula beredar di fasilitas kesehatan sebagai upaya untuk mendukung program ASI.

Kami bangga dengan kemajuan yang telah kami capai bersama dengan mitra kami, dan kami bukan satu-satunya pihak yang merasa senang. Dengan melihat buki nyata keberhasilan tata kelola pelayanan publik, beberapa kabupaten/ kota telah mereplikasi sejumlah program yang kami dukung.


(8)

Di mitra kabupaten/ kota kami, pejabat pemerintah daerah bekerjasama dengan LSM mitra kami untuk menjangkau lebih banyak sekolah dan puskesmas. Mitra sekolah kami memiliki banyak kasus yang telah menjadi model atau ‘laboratorium’ yang membantu sekolah lain mendapatkan masukan tentang parisipasi publik, transparansi keuangan dan perencanaan tahunan. Hasil kerja kami juga menginspirasi kabupaten/ kota diluar daerah dampingan awal kami untuk meminta bantuan teknis agar mereka juga dapat membuat kemajuan untuk mencapai tujuan kebijakan daerah dan prioritas nasional. Kami harap bahwa prakik cerdas yang Anda baca di buku ini dapat memberikan inspirasi dan mendorong Anda melakukan hal yang serupa.

Capaian kami idak lepas dari tantangan, tapi kami merasa opimis dengan masa depan pelayanan publik di Indonesia. Kami telah melihat bahwa pelaksanaan standar pelayanan telah menjadi faktor pendorong utama terhadap peningkatan pelayanan publik. Standar pelayanan ini dapat membantu seiap orang yang berdedikasi untuk membuat perubahan, idak hanya pemerintah tapi juga masyarakat. Kemitraan pemerintah dan masyarakat memungkinkan kita mencapai hasil yang luar biasa.

Saya harap prakik cerdas ini cukup memberikan informasi tentang perkembangan yang telah kami capai dan menjadi pembelajaran bagi kita serta menginspirasi pihak lain.

Elke Rapp


(9)

Sambutan Direktur Jenderal Otonomi Daerah ... Sambutan Direktur Proyek BASICS ... Sambutan Chief of Party KINERJA ... Datar Isi ... BAB 1 Mengenal Proyek BASICS-DFATD ... 1.1 Sekilas Proyek BASICS-DFATD ... 1.2 Capaian Proyek BASICS-DFATD ... BAB 2 Mengenal Proyek KINERJA-USAID ... 2.1 Sekilas Proyek USAID-KINERJA ... 2.2 Tujuan dan Fokus Pelayanan ... 2.3 Capaian Proyek Kinerja-USAID ... BAB 3 Konsep Dasar dan Pendokumentasian Prakik Cerdas ... 3.1 Pengerian Prakik Cerdas ... 3.2 Kriteria Prakik Cerdas ... 3.2 Pendokumentasian Prakik Cerdas ... BAB 4 Prakik Cerdas Dalam Penerapan SPM Bidang Pendidikan 4.1 Prakik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan Proyek

BASICS-DFATD

4.1.1 Kampor Waraka - Perencanaan Kesehatan Bersama Masyarakat Desa, Kabupaten Buton Utara, Sulawesi Tenggara ...

Daftar Isi

iii v vi ix 1

8

13 13 1

8

14 3

9

15

18 10


(10)

4.1.2 Desa Mapalus Sehat - Pengembangan Desa Siaga Akif Dengan Konsep Budaya Lokal, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara .... 4.1.3 Bidan Kontrak - Inovasi Untuk Mengatasi Kekurangan Bidan di

Kepulauan dan Desa Terpencil, Kabupaten Kepulauan Sitaro, Sulawesi Utara ... 4.1.4 Desa Mandara Mandidoha - Konsep Desa Sehat, Cerdas dan

Sejahtera, Kabupaten Konawe Selatan, Sulwesi Tenggara ... 4.2 Prakik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan Proyek

KINERJA-USAID

4.2.1 Perencanaan dan Penganggaran Kesehatan Berbasis SPM, Kabupaten Bener Meriah, Aceh ... 4.2.2 Integrasi Standar Pelayanan Minimal Dalam Anggaran,

Kabupaten Jember, Jawa Timur ... 4.2.3 Parisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Standar Pelayanan

Minimal Kesehatan, Kabupaten Jayapura, Papua ... 4.2.4 Peraturan Walikota Makasar Dalam Percepatan Penerapan

Standar Pelayanan Minimal Kesehatan ... 4.2.5 Rencana Strategis Berbasis Standar Pelayanan Beri Peluang

Peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak, Kota Singkawang, Kalimantan Barat... BAB 5 Penutup

5.1 Kesimpulan ... 5.2 Rekomendasi ...

27

27

41

49

56

63 78

84

90 92


(11)

1.1 Sekilas Proyek BASICS

BASICS (Beter Approaches for Service Provision through Increased Capaciies in Sulawesi) atau Peningkatan Pelayanan Dasar melalui Pengembangan Kapasitas di Sulawesi, adalah proyek inisiaif kerjasama Pemerintah Kanada dengan Pemerintah Indonesia melalui Department of Foreign Afair Trade and Development (DFATD-Kanada) dengan Departemen Dalam Negeri yang ditandai dengan penandatangan Nota Kesepahaman pada tanggal 25 September 2007 di Jakarta.

Nota Kesepahamam ini secara efekif berlangsung untuk selama 7 (tujuh) tahun sejak ditandatanganinya, dengan total nilai kontribusi yang diberikan oleh Pemerintah Kanada sebesar Can $ 19.427.923 (Sembilan Belas Juta Empat Ratus Dua Puluh Tujuh Sembilan Ratus Dua Puluh Tiga Dolar Kanada) melalui penugasan kepada Cowater sebagai Badan Pelaksana Kanada untuk melaksanakan seluruh proyek termasuk administrasi keuangan dan pengelolaan teknis proyek dalam dokumen Project Implementaion Plan (PIP) yang disepakai bersama.

Tujuan Proyek BASICS:

Pemerintah Kabupaten/Kota dan DPRD, dapat mengembangkan dan melaksanakan rencana dan anggaran untuk penyediaan layanan pendidikan dan kesehatan berbasis MDG’S/SPM yang lebih responsif, berpihak pada kaum

Mengenal Proyek

BASICS-DFATD


(12)

Pemerintah dan Pemerintah Provinsi, meningkatkan dukungan daan pengawasan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota dalam Perencanaan dan Penganggaran untuk penyediaan layanan dasar berbasis MDG’s/SPM;

Organisasi Masyarakat Sipil (OMS), termasuk kelompok perempuan, memberikan masukan pada proses perencanaan dan penganggaran yang dilakukan pemerintah daerah demi penyediaan layanan bebasis MDG’s/SPM, dan memberikan jasa teknis dalam Pelaksanaan pelayanan dasar.

Tahun 2010 proyek BASICS-DFATD Kanada melakukan diseminasi di 8 kabupaten dan 2 kota terpilih di Sulawesi Utara dan Sulawesi Tenggara, setelah adanya penigkatan dengan Technical Arrangement/Pengaturan Teknis antara 10 (sepuluh) Pemerintah Kabupaten/Kota dengan Proyek BASICS. Kegiatan dilaksanakan secara efekif pada pertengahan Tahun 2010, dengan berbagai kegiatan peningkatan kapasitas bagi eksekuif, legislaive dan organisasi masyarakat sipil dalam melakukan perencanaan dan penganggaran yang berbasis pelayanan dasar.

Tahun 2011 Proyek BASICS meluncurkan Program BRI (Basics Responsive Iniiaive) dengan strategi Peningkatan Pelayanan Pendidikan dan Kesehatan selama iga tahun (Tahun 2011 s/d 2013) untuk mendukung percepatan pencapaian beberapa indikator SPM/MDGs bidang kesehatan dan pendidikan dasar yang masih rendah atau jauh dari target sasaran. Pada Tahun 2012 Proyek BASICS mengembangkan instrumen perhitungan satuan biaya (unit cost) SPM bidang kesehatan. Sejalan dengan kebutuhan peningkatan kinerja, proyek BASICS juga mengembangkan strategi keterlibatan Kementrian/Lembaga di ingkat nasional dan strategi Pengelolaan Pengetahuan.

Tahun 2013 fokus Program diarahkan pada: 1). Pelembagaan prakik cerdas yang didukung melalui mekanisme Program BRI, 2). Pengembangan Instrumen Unit Cost untuk implementasi BKKKes di Sulawesi Utara, dan 3). Asistensi untuk terbitnya beberapa kebijakan daerah (Perda, Pergub, Perbup/Perwali) yang mendukung terhadap Perecepatan Pencapaian SPM/MDGs bidang kesehatan dan pendidikan.

Pada Tahun 2014 Proyek BASICS pada upaya diseminasi dan replikasi pada prakik cerdas yang telah dikembangkan di 10 Kabupaten/Kota sebelumnya. Upaya


(13)

replikasi dilakukan di dua Kabupaten di Provinsi Sulawesi Utara (Kabupaten Kepulauan Talaut dan Kabupaten Minahasa Tenggara) dan di dua kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara ada di dua Kabupaten (Kabupaten Bombana dan Kabupaten Konawe Utara).

Mitra Kerja Proyek BASICS-DFATD Kanada: Provinsi Sulawesi Utara, terdiri dari: 1. Kota Bitung

2. Kabupaten Minahasa 3. Kabupaten Minahasa Utara 4. Kabupaten Kepulauan Sangihe

5. Kabupaten Kepulauan Siau, Tagulandang dan Biaro 6. Kabupaten Kepulauan Talaud

7. Kabupaten Minahasa Tenggara Provinsi Sulawesi Tenggara, terdiri dari: Kota Baubau

1. Kabupaten Buton Utara 2. Kabupaten Kolaka Utara 3. Kabupaten Konawe Selatan 4. Kabupaten Wakatobi 5. Kabupaten Bombana 6. Kabupaten Konawe Utara

1.2 Capaian Proyek BASICS-DFATD Kanada

1) Meningkatnya kemampuan pemerintah dan masyarakat sipil dalam menyusun dan melaksanakan kebijakan, proses dan sistem untuk memberikan layanan desentralisasi yang efekif.

Pada kurun waktu 4 tahun pelaksanaan Proyek BASICS-DFATD Kanada, telah berkontribusi atas terbitnya berbagai kebijakan pemerintah daerah, baik di Provinsi maupun Kabupaten/Kota yang berhubungan erat dengan Percepatan Pencapaian SPM dan MDGs.


(14)

yang responsif gender dalam mendukung percepatan pencapaian SPM/ MDGs.

a. Perangkat perhitungan biaya per unit (unit cost) untuk 11 indikator SPM kesehatan telah diadopsi menjadi perangkat standar yang wajib digunakan sebagai dasar untuk menghitung anggaran pelayanan kesehatan dalam usulan APBD di 15 kabupaten/kota dalam forum MUSRENBANG Provinsi Sulawesi Utara.

b. 10 Kabupaten/kota mitra kerja Proyek BASICS di Sulawesi Utara dan Sulawesi Tenggara memasukkan indikator khusus terkait target SPM/ MDGs bidang kesehatan dan pendidikan dalam dokumen perencanaan dan anggaran daerah.

c. 10 Kabupaten/kota mitra proyek BASICS di Sulawesi Utara dan Sulawesi Tenggara telah berhasil merancang dan mengimplementasikan Strategi Perbaikan Pelayanan Kesehatan dan Pendidikan Dasar berbasis SPM/ MDGS melalui mekanisme BASICS Responsive Iniiaive (BRI) selama tahun 2010-2013

d. Meningkatnya dana DEKON yang disalurkan kepada 12 kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara berdasarkan program kerja pengarusutamaan gender oleh BPPKB Sultra bekerjasama dengan Proyek BASICS.

e. Mendorong lahirnya kebijakan Bantuan Keuangan Khusus Kesehatan (BKK-Kes) pada Tahun 2013 di Provinsi Sulawesi Utara untuk percepatan pencapaian SPM/MDGs bidang kesehatan.

3) Kontribusi Proyek BASICS dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan pendidikan dasar dan kesehatan melalui mekanisme BRI (Basics Responsive Iniiaive)

a. Selama tahun 2012-2013 sebanyak 416 dari 642 anak putus sekolah di Kabupaten Minahasa Utara telah kembali ke sekolah formal melalui Program Sumikolah. Bagi anak putus sekolah yang idak kembali ke sekolah, Program Sumikolah juga memfasilitasi agar dapat belajar di PKBM (Pusat Kegiatan Masyarakat). Inisiaif ini telah dimuat dalam rancangan peraturan bupai dan menjadi gerakan yang langsung dipimpin oleh Bupai.


(15)

b. Pendekatan Kampo Waraka (Desa Sehat) di Kabupaten Buton Utara ikut berkontribusi pada penurunan jumlah kemaian sehingga pada tahun 2013 idak ada kemaian ibu melahirkan di seluruh wilayah Kabupaten Buton Utara. Pendekatan ini telah menjadi satu bagian dari misi kepala daerah yang dituangkan dalam dokumen perencanaan daerah, seperi RPJMD.

c. Pendekatan Mandara Mandidoha pada 22 desa pilot project di Kabupaten Konawe Selatan berkontribusi pada menurunnya jumlah kemaian ibu dan bayi sepanjang di desa-desa tersebut pada tahun 2013. Inovasi tersebut kemudian dituangkan dalam peraturan daerah dan mendapatkan dukungan APBD sejak tahun 2013.

d. Program Sangihe Mengajar di Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Bidan Kontrak di Kabupaten Kepulauan Sitaro yang dikembangkan dengan merekrut sumber daya lokal telah memberikan kontribusi bagi peningkatan pelayanan pendidikan dasar dan kesehatan di daerah terpencil dan kepulauan tersebut. Inovasi tersebut kemudian dilembagakan melalui Peraturan Bupai dan didukung oleh APBD Tahun 2013.

e. Fasilitasi pembentukan TPPK (Tim Pengembangan Pendidikan Kecamatan) di Kota Bitung telah membantu dalam pelaksanaan pendataan anak putus sekolah di Kota Bitung dan mendorong dikembangkanya mekanisme kerjasama mulipihak dan lintas SKPD dalam penanganan anak putus sekolah di Kota Bitung. Tim yang terdiri dari dari para pihak di kecamatan dan desa tersebut diperkuat oleh Surat Keputusan Walikota dan didukung oleh APBD Tahun 2013. f. Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dan pendidikan dasar pada

lingkup daerah dapat ditunjukan dengan kemajuan pada 11 indikator SPM/MDGs sebagaimana fokus Program SPP BRI (Basics Responsive Iniiaive).

4) Meningkatnya dukungan, Bantuan Teknis dan pengawasaan yang diberikan oleh mitra di ingkat provinsi.


(16)

Desentralisasi yang telah bergerak cepat mendorong terjadinya percepatan pemahaman mengenai peran dan fungsi Pemerintah Provinsi dalam memberikan bantuan teknis dan pengawasan kepada pemerintah Kabupaten/Kota untuk memfasilitasi pencapaian MDGS dan SPM, melalui: a. Reformasi peraturan yang salah satunya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Serta Kedudukan Keuangan Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah;

b. Berkontribusi dalam mendorong Pemerintah Provinsi untuk mengambil peran pening (dan dibutuhkan) dalam mendukung pencapaian sasaran SPM dan MDGS bidang kesehatan dan pendidikan dasar, dengan menggunakan data sebagai dasar menyusun perencanaan dan penganggaran; dan

c. Pelaksanaan mekanisme BRI di 10 Kabupaten/Kota menjadi media uji coba Pemerintah Provinsi (melalui sub komite BRI ingkat Provinsi) dalam memberikan bantuan teknis bagi Kabupaten/Kota dalam percepatan pencapaian SPM dan MDGs, mulai dari penyusunan Strategi Peningkatan Pelayanan Kesehatan dan Pendidikan sampai pada monitoring dan evaluasi pelaksanaan program.

5) Memperkuat kerjasama parapihak di ingkat nasional dalam mendukung perencanaan dan penganggaran berbasis SPM.

Upaya bersama yang dilaksanakan secara sinergis antar instansi di ingkat pusat telah memperkuat parisipasi dan kerjasama para pihak terhadap Pelaksanaan Perencanaan dan Penganggaran berbasis SPM dan responsif gender melalui beberapa akiitas, antara lain:

a. Bantuan teknis Pengembangan Instrumen Evaluasi pencapaian SPM dan memfasilitasi berbagai lokakarya ingkat provinsi dan ingkat regional yang terkait dengan percepatan pencapaian kerangka kerja SPM.

b. Kerjasama dengan Kemendagri untuk menyiapkan dan mendistribusikan 1.500 eksemplar buku saku yang terdiri dari dua jenis buku yang


(17)

BASICS dan mitranya dalam mempercepat pencapaian SPM pelayanan dasar bidang kesehatan dan pendidikan. Lebih dari 500 kabupaten dan kota, dan beberapa provinsi telah menerima dokumen publikasi ini. c. Capaian kemajuan kerjasama antara Proyek BASICS dengan K/L (Kementrian Dalam Negeri, Kementrian Kesehatan dan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan) dan Pemerintah Provinsi melalui berbagai media baik formal maupun informal telah melahirkan berbagai potensi untuk mendukung Perecepatan Pencapaian SPM/MDGs bidang kesehatan dan pendidikan dasar:

d. Kerjasama antara Kemendagri dan Kemdikbud untuk menyempurnakan beberapa indikator SPM pendidikan dasar agar sesuai dengan kondisi geograis yang dihadapi di daerah terpencil dan kabupaten kepulauan. Upaya demikian berpotensi memberi pengaruh posiif pada proses perencanaan dan penganggaran yang pada akhirnya akan mempengaruhi pula pencapaian SPM pendidikan dasar.


(18)

2.1 Sekilas Proyek KINERJA-USAID

Proyek Kinerja-USAID bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk mengatasi kesenjangan penyediaan pelayanan publik di bidang kesehatan, pendidikan, dan iklim usaha yang baik. Melalui insenif yang lebih baik, inovasi yang lebih luas, dan lebih banyak jenis replikasi, pemerintah daerah di Indonesia diharapkan mampu menyediakan layanan yang lebih murah dan lebih baik serta lebih responsif terhadap kebutuhan dan permintaan warga negara/pengguna layanan. Salah satu aspek kunci pendekatan Kinerja-USAID adalah keterlibatan masyarakat, masyarakat sipil, dan media lokal untuk meminta pelayanan publik yang lebih baik dan pemberian bantuan teknis kepada pemerintah daerah untuk meningkatkan kapasitasnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sebagian besar program Kinerja-USAID dilaksanakan melalui dana hibah bagi organisasi nasional dan daerah yang juga menerima pelaihan peningkatan kapasitas dari Kinerja-USAID.

Beberapa contoh strategi untuk meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dan masyarakat adalah:

1. Mendukung pelaksanaan kebijakan berdasarkan kondisi empiris melalui analisa bantuan, seperi Analisa Anggaran Daerah dan Analisa Bantuan Operasional Satuan Pendidikan;

2. Membentuk forum muli-pemangku kepeningan untuk menciptakan kemitraan antara pemerintah dan masyarakat sipil dalam perencanaan dan penganggaran yang parisipasif;

3. Melibatkan masyarakat sipil untuk mengawasi penyediaan pelayanan publik melalui mekanisme penanganan pengaduan dan janji perbaikan pelayanan; serta

Mengenal Proyek

KINERJA-USAID


(19)

4. Mendukung pejabat pengelola informasi dan dokumentasi (PPID), media lokal, dan jurnalis warga untuk menyediakan akses terhadap informasi publik dan meningkatkan permintaan terhadap penyediaan pelayanan publik yang lebih baik.

Kinerja-USAID dibentuk pada bulan Oktober 2010 dan akan berjalan hingga Februari 2015. Program ini dilaksanakan oleh RTI Internaional dengan konsorsiumnya yang terdiri dari lima mitra organisasi The Asia Foundaion, Social Impact, SMERU Research Insitute, Universitas Gadjah Mada dan Kemitraan.

2.2 Tujuan dan Fokus Pelayanan

Kinerja-USAID bertujuan untuk meningkatkan penyediaan pelayanan pemerintah daerah dan bekerja di iga intervensi pening:

1. Insenif – Menguatkan permintaan terhadap pelayanan yang lebih baik; 2. Inovasi – Meningkatkan prakik inovasi yang sudah ada dan mendukung

pemerintah daerah untuk menguji dan mengadopsi pendekatan penyediaan pelayanan pendidikan yang menjanjikan; serta

3. Replikasi – Memperluas inovasi yang sudah dianggap berhasil di ingkat nasional dan mendukung organisasi di Indonesia untuk menyediakan dan menyebarluaskan pelayanan yang lebih baik kepada pemerintah daerah. Di iga area tersebut, Kinerja-USAID fokus di bidang:

1. Pendidikan – Akses terhadap pendidikan dasar merupakan prioritas utama pemerintah nasional maupun pemerinta daera dalam mencapai Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) dan dalam memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) terkait pendidikan dasar yang ditetapkan oleh pemerintah. Paket pendidikan Kinerja-USAID dibentuk berdasarkan materi yang sudah dibuat oleh pemerintah untuk melaksanakan distribusi guru proporsional (DGP), analisa Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) dan manajemen berbasis sekolah (MBS).

2. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan akses kepada pelayanan kesehatan dasar merupakan prioritas utama pemerintah nasional maupun pemerintah daerah dalam mencapai MDG dan dalam memenuhi SPM terkait yang ditetapkan oleh pemerintah nasional. Paket kesehatan Kinerja-USAID fokus


(20)

sebagai bagian dari paket kesehatan yang mencakup perbaikan akuntabilitas puskesmas dengan cara melibatkan forum muli-pemangku kepeningan dalam perencanaan dan penganggaran parisipaif, melaksanakan survei pengaduan, membuat janji perbaikan pelayanan antara warga negara dan pemerintah dan meningkatkan manajemen puskesmas untuk memasikan pelayanan publik yang diberikan berkualitas inggi. Di Papua, paket kesehatan fokus pada tata kelola penguatan sistem kesehatan untuk KIA, HIV/AIDS dan Tubercolusis (TB).

3. Iklim Usaha yang Baik (BEE) – Sektor ini fokus pada perbaikan perizinan usaha dibawah Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dengan cara membuat kebijkan berbasis buki dan meningkatkan dialog pemerintah dan swasta serta menguatkan pengawasan dari masyarakat publik. Beberapa contoh bantuan BEE adalah pembentuakn PTSP di kabupaten, studi parisipaif mendalam, fasilitasi dialog pemerintah dan swasta, dan bantuan teknis untuk menulis rancangan peraturan baru.

Kabupaten Mitra Proyek USAID-Kinerja:

Aceh : Aceh Singkil, Aceh Tenggara, Bener Meriah, Kota Banda

Aceh dan Simeulue

Jawa Timur : Bondowoso, Jember, Kota Probolinggo, Probolinggo, dan

Tulungagung

Sulawesi

Selatan : Barru, Bulukumba, Luwu, Luwu Utara, dan Kota Makassar Kalimantan

Barat :

Bengkayang, Kota Singkawang, Melawi, Sambas, dan Sekadau

Papua : Jayapura, Jayawijaya, Kota Jayapura, dan Mimika

2.3 Capaian Proyek KINERJA-USAID

Program Kinerja-USAID telah mendapat dukungan poliis dan sosial dari pemerintah daerah dan masyarakat. Hingga awal tahun 2014, program Kinerja-USAID telah direplikasi di 24 kabupaten/ kota mitra dan 25 kabupaten/ kota non-mitra.

Selama program ini berjalan, pemerintah daerah mitra Kinerja-USAID telah mengalokasikan dana lebih dari US$ 4,6 juta untuk membantu sekolah


(21)

dan puskesmas memberikan pelayanan publik yang berkualitas. Selain itu, pemerintah daerah mitra juga telah menerbitkan 112 peraturan bupai/ walikota terkait BOSP, DGP, ASI eksklusif dan persalinan aman, penyederhanaan proses perizinan serta integrasi standar pelayanan minimal untuk mendukung keberlanjutan program.

Untuk mendukung upaya perluasan program peningkatan iklim usaha di ingkat provinsi, Kinerja USAID telah mendorong pembentukan empat forum pelayanan terpadu satu pintu di empat provinsi mitra.

Kinerja-USAID mendorong pemerintah daerah untuk memenuhi standar pelayanan minimal (SPM) pendidikan dan kesehatan. Kinerja-USAID mendampingi pemerintah daerah untuk menghitung capaian SPM, analisa kesenjangan, penghitungan anggaran yang diperlukan hingga advokasi dalam perencanaan. Selama dua tahun proses pendampingan ini dilakukan, pemerintah daerah mitra telah mengintegrasikan hasil penghitungan anggaran SPM kedalam rencana kerja tahunan dan rencana strategi mereka, sejak ingkat unit layanan, dinas hingga ingkat daerah. Bahkan, Kota Makassar telah menerbitkan peraturan walikota untuk mendukung upaya pemerintah daerah memenuhi SPM.

Kinerja-USAID mendukung Autonomy Awards sebagai salah satu insenif bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan kinerjanya. Bekerjasama dengan The Jawa Pos Insitute of Pro-Otonomi (JPIP), program ini memberikan penghargaan bagi pemerintah daerah yang telah melakukan berbagai inovasi pembangunan, termasuk penyediaan pelayanan publik. Program Autonomy Awards ini telah direplikasi di Sulawesi Selatan melalui kerjasama dengan Fajar Pos Insiitute of Otonomi (FIPO) dan di Kalimantan Barat oleh Ponianak Pos Insitute of Pro-Otonomi (PPIP).

Selain kapasitas penyedia layanan yang semakin meningkat, parisipasi publik di seluruh provinsi mitra Kinerja-USAID dalam perencanaan dan pengawasan program pemerintah juga telah meningkat. Masyarakat telah membentuk lebih dari184 forum-mulistakeholder yang akif memberikan input terhadap pembuatan berbagai kebijakan pemerintah dan mengawasi penyediaan pelayanan publik. Di beberapa daerah mitra Kinerja, kemitraan kuat antara pemerintah dan masyarakat ini mendorong diterbitkannya sejumlah peraturan


(22)

Selama program Kinerja-USAID berjalan, kurang lebih 135 jurnalis warga telah akif menulis berita tentang pelayanan publik di berbagai media arus utama dan media alternaive. Beberapa pemerintah daerah kemudian menjadikan berita jurnalis warga sebagai salah satu sumber informasi untuk melihat perkembangan kualitas pelayanan publik.

Sebagai bagian dari strategi keberlanjutan Kinerja-USAID, program ini telah bekerjasama dan meningkatkan kapasitas 55 lembaga swadaya masyarakat di ingkat lokal. Mereka diharapkan untuk terus dapat membantu pemerintah meningkatkan kualitas pelayanan publik dan mendorong masyarakat untuk meminta pelayanan yang lebih baik.


(23)

3.1 Pengertian Praktik Cerdas

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, prakik diarikan sebagai melaksanakan sesuatu secara nyata seperi yang disebutkan dalam teori. Secara umum dapat dimaknai bahwa prakik merupakan suatu perilaku yang masuk akal atau bisa dipahami (tangible) dan bertujuan (visible). Umumnya, sebuah prakik juga merupakan sebuah ekspresi dari ide yang mendasarinya. Sebuah ide tentang bagaimana menyelesaikan sebuah masalah atau tantangan untuk mencapai tujuan yang kemudian diikui dengan indakan untuk melaksanakannya.

Prakik Cerdas dapat diarikan sebagai sebuah kegiatan yang terbuki dapat membawa manfaat bagi sebuah kelompok masyarakat tertentu dan menjawab permasalahan atau tantangan yang mereka hadapi. Dalam kaitan dengan penulisan buku alih pengalaman ini, Prakik Cerdas diarikan secara lebih khusus sebagai sebuah program atau kegiatan yang berhasil dilakukan untuk menjawab tantangan pelayanan dasar yang dihadapi oleh Pemerintah

Konsep Dasar dan

Pendokumentasian Praktik Cerdas


(24)

Kekuatan utama Prakik Cerdas ini adalah peran pemerintah daerah dalam meningkatkan kualitas pelayanan dasar kesehatan dan pendidikan dengan melibatkan kemitraan dengan masyarakat.

Prakik Cerdas yang dihasilkan diawali dengan analisis keimpangan pencapaian SPM/MDGs di kabupaten/kota yang menjadi urusan wajib pemerintah daerah. Hasil analisis data menjadi pedoman bagi pemerintah kabupaten/kota untuk menyusun strategi, program dan kegiatan dalam memberikan pelayanan dan pemenuhan hak-hak dasar masyarakat, utamanya pendidikan dan kesehatan. Tujuan yang ingin di capai adalah pemenuhan SPM dan percepatan pencapaian MDGs yang akan berkontribusi terhadap peningkatan pemenuhan layanan dasar masyarakat.

3.2 Kriteria Praktik Cerdas

Beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk mengklasiikasikan sebuah program atau kegiatan yang

dilaksanakan sebagai sebuah Prakik Cerdas adalah sebagai berikut:

1) Ide Inovaif/Kreaif

Merupakan inisiaif yang baru atau bisa juga merupakan hasil dari modiikasi model/ pola yang sudah ada sebelumnya dan/atau merupakan replikasi dari daerah lain tetapi telah disesuaikan dengan kondisi daerah setempat dengan berbagai aspeknya (budaya, kemampuan sumber daya, dan lain-lain).

2) Peran serta/Keterlibatan

Seidaknya melibatkan lebih dari satu pemangku kepeningan ingkat lokal dan didasarkan pada asas pemenuhan kebutuhan masyarakat

3) Keberlanjutan

Kegiatan telah dilakukan seidaknya dua tahun dan masih berlangsung saat ini disertai rencana untuk dilanjutkan di waktu yang akan datang. Kegiatan


(25)

juga bisa terus berjalan dengan pendanaan mandiri pemerintah lokal maupun dari swadaya masyarakat.

4) Kebertanggungjawaban (Akuntabel)

Kegiatan bersifat transparan dan dapat dipertanggungjawabkan kepada semua pihak, baik yang berkaitan langsung maupun idak langsung, termasuk unsur masyarakat.

5) Keberpihakan

Memenuhi unsur-unsur keberpihakan kepada masyarakat miskin dan berkeadilan gender, arinya kegiatan dapat memberi manfaat kepada masyarakat miskin serta berdampak dan dilaksanakan dengan prinsip-prinsip kesetaraan gender.

6) Dampak nyata

Ada perubahan posiif yang nyata terlihat atau dialami oleh masyarakat penerima manfaat.

7) Replikasi

Setelah melalui proses pengamatan dan pembelajaran program/kegiatan dapat diterapkan di tempat/daerah lain karena adanya kecukupan sumberdaya (dana, sumber daya manusia, kelembagaan) maupun instrumen lainnya yang mendukung upaya-upaya replikasi.

3.3 Pendokumentasian Praktik Cerdas

Pendokumentasian Prakik Cerdas adalah sesuatu hal yang sangat pening karena akan membantu banyak pihak termasuk kelompok masyarakat untuk mengefekikan proses pembelajaran dalam mengatasi berbagai tantangan pembangunan yang dihadapi termasuk dalam hal pembangunan bidang pendidikan dan kesehatan.

Prakik Cerdas cukup relevan untuk didokumentasikan dengan berbagai alasan, antara lain:

1. Prakik Cerdas merupakan pengalaman nyata di lapangan yang menunjukkan pemanfaatan sumberdaya dan melibatkan berbagai pemangku kepeningan.


(26)

2. Pengalaman sebagai proses yang mengandung pembelajaran dan dapat menjadi sumber referensi yang nyata.

3. Prakik Cerdas berpeluang untuk direplikasi, dengan atau tanpa modiikasi. Untuk menjadikan Prakik Cerdas sebagai referensi dibutuhkan pendokumentasian Prakik Cerdas sesuai dengan kerangka pembangunan atau proses perubahan, dapat menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Pencarian Fakta

a. Ideniikasi fakta;

b. Kondisi geograis/lingkungan sekitar prakik;

c. Kultur/tradisi yang mendukung/menghambat prakik;

d. Sejarah masyarakat (perisiwa-perisiwa pening, masalah yang pernah dialami)

2) Informasi yang perlu diketahui untuk didokumentasikan a. Mengapa muncul gagasan?

b. Apakah gagasan muncul karena adanya keinginan kuat di masyarakat? c. Apakah kepemimpinan lokal mendukung munculnya gagasan-gagasan

cemerlang di masyarakat? 3) Perencanaan dan Strategi

a. Siapa yang memulai gagasan Prakik Cerdas? b. Siapa saja yang mendukung gagasan yang muncul?

c. Keterlibatan masyarakat dalam gagasan awal/perencanaan awal; d. Bentuk hambatan yang muncul pada tahap perencanaan/

mengembangkan gagasan;

e. Usaha untuk mengatasi hambatan tersebut. 4) Mobilisasi Sumberdaya

a. Sumberdaya lokal dan luar yang digunakan untuk mengembangkan kegiatan (ideniikasi sumberdaya potensial yang digunakan)

b. Proses mobilisasi sumberdaya dan kunci suksesnya c. Keterlibatan masyarakat dalam mobilisasi sumberdaya d. Hambatan yang dialami dan bagaimana mengatasinya


(27)

5) Implementasi dan Perkembangan

a. Keterlibatan masyarakat dan pemangku kepeningan dalam kegiatan b. Ketersediaan “ahli” dalam pelaksanaan kegiatan

c. Perkembangan yang konkrit dan pening dalam kegiatan d. Manfaat dan nilai plus kegiatan

 Peningkatan kualitas hidup?

 Peningkatan pendapatan dan lapangan kerja?

 Ef isiensi penggunaan sumberdaya lokal?

 Peningkatan pengetahuan dan keterampilan?

 Peningkatan kualitas infrastruktur lokal? e. Perubahan yang signif ikan di komunitas/masyarakat 6) Pemantauan dan Evaluasi

a. Usaha yang dilakukan untuk memantau kegiatan b. Inovasi yang dilakukan untuk memperluas kegiatan c. Keberlanjutan kegiatan

d. Usaha yang dilakukan untuk keberlanjutan kegiatan

e. Dukungan bagi keberlanjutan (kebijakan, pendanaan, upaya) Tahapan prakik dimana lesson learned dapat diambil :

1. Inisiaif awal dan pengembangan gagasan

a) Kondisi-kondisi yang dapat memunculkan ide cerdas b) Strategi mengembangkan ide cerdas menjadi aksi 2. Peranserta/Keterlibatan stakeholder

a) Peran yang tepat dari masing-masing stakeholder b) Kerjasama antar stakeholder

3. Mobilisasi sumberdaya, termasuk mengorganisasikan keterlibatan masyarakat


(28)

Bab 4

4.1.1 Kampo Waraka (Desa Sehat) - Perencanaan Kesehatan

Bersama Masyarakat Desa, Kabupaten Buton Utara,

Sulawesi Tenggara.

Waraka merupakan bahasa lokal di Kabupaten Buton Utara yang arinya sehat. Namun Waraka juga menjadi kepanjangan dari musyaWArah peRencanAan KesehAtan. Kampo Waraka merupakan hasil atau indak lanjut dari pengembangan Waraka yang dilakukan bersama antara pemerintah kabupaten melalui SKPD terkait bersama dengan masyarakat desa. Kampo Waraka

merupakan hasil dari Waraka atau perencanaan kesehatan bersama masyarakat desa yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Buton Utara atas dukungan Proyek BASICS melalui mekanisme BASICS Responsive Iniiaif (BRI) selama iga tahun, yakni sejak Tahun2011 s/d 2013. Konsep dan praktek ini kemudian dijadikan suatu bagian program dan kebijakan Pemerintah Kabupaten Buton Utara

Praktik Cerdas Penerapan

Standar Pelayanan Minimal

Bidang Kesehatan

4.1 Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang

Kesehatan Proyek BASICS-DFATD


(29)

A. Masalah dan Peluang

Sejumlah masalah yang dihadapi Dinas Kesehatan Kabupaten Buton Utara antara lain: ketersediaan data dan informasi kesehatan yang masih terbatas, kemampuan staf perencana dalam memahami formulasi perhitungan data seperi formulasi data pada indikator SPM dan MDGs, keterlambatan aliran data dari dari unit pelayanan kesehatan di desa dan puskesmas ke Dinas Kesehatan Kabupaten, serta kurangnya pemanfaatan data dalam proses penyusunan dokumen perencanaan dan penganggaran program kesehatan.

Tantangan lain yang dihadapi adalah masih kurangnya fasilitas dan tenaga kesehatan. Hingga akhir tahun 2012, RSUD Kabupaten Buton Utara masih dalam proses pembangunan. Seluruh penanganan rujukan hanya bisa dilakukan pada Rumah Sakit di kota Kendari maupun Rumah Sakit di Kota Baubau. Fasilitas kesehatan yang ada bagi seluruh kabupaten terdiri dari 1 Puskesmas perawatan dan 9 Puskesmas non perawatan. Bidan yang tersedia sebanyak 39 orang dan belum seluruhnya menamatkan pendidikan D-4 sementara idak ada bidan PTT (Pegawai Tidak tetap) yang ditugaskan dari Kementrian Kesehatan.

Dengan kondisi seperi itu, idak heran capaian SPM Kesehatan di Kabupaten Buton Utara khususnya terkait kesehatan ibu dan bayi masih jauh dari memuaskan. Data tahun 2009 menunjukkan cakupan kunjungan ibu hamil K-4 baru mencapai 70%; cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dengan kompetensi kebidanan baru mencapai 60%. Jumlah kemaian ibu melahirkan pada tahun 2009 sebanyak 7 kasus

Selain tantangan ada juga peluang untuk meningkatkan pelayanan dasar kesehatan di Kabupaten Buton Utara, antara lain masih kuatnya budaya kekeluargaan dan gotong royong warga. Budaya ini tentu berpotensi dalam memberikan dukungan bagi ibu hamil dan ibu bersalin, termasuk upaya menyediakan bantuan rujukan bagi ibu bersalin. Peluang lain terkait komitmen pemerintah daerah yang bisa dilihat dengan adanya dokumen perencanaan pemerintah yang berpihak pada peningkatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

Dalam RPJMD Kabupaten Buton Utara termuat rencana pembangunan untuk percepatan infrastuktur pelayanan dasar, pengembangan kualitas sumberdaya manusia (khususnya tenaga kesehatan), penguatan tata kelola pemerintahan


(30)

B. Langkah-langkah Pelaksanan Berikut digambarkan langkah-langkah yang ditempuh dalam pelaksanaan Waraka dan Kampo Waraka:

1. Melakukan kajian kesehatan ibu dan anak.

Kajian Ini dilakukan pada tahun 2010 dengan dukungan Proyek

BASICS. Kajian ini dilakukan oleh berbagai pihak terkait, seperi Dinas Kesehatan, Bappeda, BPPKB dan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS). Selain berhasil menemukenali akar masalah yang menyebabkan keimpangan capaian SPM kesehatan dan MDGs, kajian ini pada akhirnya juga mendorong kerjasama yang erat antar instansi terkait, termasuk OMS.

Nilai tambah dalam kajian ini adalah proses pembelajaran antar instansi antar kabupaten/kota dan alih pengetahuan melalui bantuan teknis dari pemerintah provinsi yang lebih memiliki kompetensi. Pengetahuan tentang kesehatan ibu dan anak serta keterampilan dalam mengelola kajian secara kolaboraif merupakan pembelajaran utama yang diperoleh. Hasil kajian tersebut menjadi dasar bagi penyusunan perencanaan kesehatan 3 tahun yang didukung oleh BASICS Project melalui mekanisme BASICS Responsive Iniiaive periode 2011-2013.

2. Melakukan pendataan dan perencanaan kesehatan desa secara parisipaif atau disebut WaRaKa.

Waraka merupakan bahasa lokal yang arinya sehat, namun Waraka juga menjadi kepanjangan dari musyaWArah peRencanaAn KesehAtan. Kegiatan ini diawali pembentukan dan pembekalan Tim Lintas SKPD yang terdiri dari Dinas Kesehatan, Puskesmas, Bappeda, dan BPPKB dengan dukungan dari Organisasi Masyarakat Sipil. Kehadiran Bappeda secara umum untuk mendapatkan konteks masalah kesehatan secara makro yang harus ditangani Bappeda, seperi merencanakan pembangunan akses masyarakat ke pusat pelayanan kesehatan. Kehadiran OMS ditekankan pada koneksitas pada kerja-kerja pendampingan masyarakat desa yang biasa dilakukannya, sementara kehadiran BPPKB lebih mendorong upaya pengintegrasian agar peran kader KB dan kader kesehatan bisa saling menunjang dan sinergis, meskipun di beberapa tempat, kader kesehatan dan kader KB adalah orang


(31)

Sebelum pelaksanaan survey di 59 desa, im pemerintah kabupaten dibekali pemahaman tentang perencanaan kesehatan parisipaif berbasis desa dengan menerapkan pendekatan PRA (Paricipatory Rural Appraisial). Pertama, memfasilitasi pertemuan (musyawarah) desa bersama kepala desa untuk memperoleh informasi tentang kesehatan masyarakat desa dan merencanakan penyelesainnya. Kedua, melakukan kunjungan, wawancara dan analisis kesehatan bagi masyarakat yang bermasalah kesehatan. Pendekatan ini dilakukan untuk mendorong kemandirian masyarakat desa untuk akif melakukan analisis dan merencanakan bersama penanggulangan masalah kesehatan masyarakat di desa.

3. Mengembangkan konsep terpadu berdasarkan inovasi-inovasi yang dikembangkan, yaitu: Kampo Waraka atau Desa Sehat.

Kampo Waraka merupakan satu perwujudan dari kegiatan Waraka. Kampo Waraka atau Desa Sehat adalah desa yang masyarakatnya akif berparisipasi untuk meningkatkan kehidupan yang sehat, maju dan mandiri. Hal ini dilakukan melalui 3 strategi utama, yaitu: 1) pelayanan prima di unit pelayanan kesehatan; 2) meningkatkan peran mulipihak dalam mewujudkan Kampo Waraka; dan 3) kemitraan bidan, dukun bayi dan kader posyandu.

4. Meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan.

Pelaihan teknis bagi tenaga kesehatan terutama diberikan bagi bidan desa yang bertugas di 8 Puskesmas yang ada di Kabupaten Buton Utara dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan bidan dalam menangani masalah-masalah kesehatan ibu, bayi dan anak.

5. Meningkatkan kapasitas kader kesehatan.

Kader merupakan ujung tombak pelaksanaan Waraka dan Kampo Waraka di desa. Peran-peran kader tersebut diantaranya: Mendata ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas; membantu bidan dalam sosialisasi kesehatan ibu dan anak; bersama kepala desa menfasilitasi pertemuan desa. Demikian strategisnya peran yang dilakukan kader kesehatan maka dilakukan beberapa upaya peningka tan kapasitas bagi kader kesehatan, seperi: pelibatan dalam kegiatan perencanaan kesehatan di kabupaten, pertemuan-pertemuan


(32)

6. Mengembangkan kemitraan bidan, dukun, dan kader.

Satu upaya yang dikembangkan pasca penerapan Waraka adalah penerapan kemitraan bidan, dukun dan kader di dua kecamatan, Kulisusu dan Kambowa. Penerapan atau uji coba ini telah menghasilkan kesepakatan bersama antara bidan, dukun dan kader dalam membantu ibu hamil, ibu bersalin dan ibu nifas serta panduan yang dapat diberlakukan ke seluruh desa di Kabupaten Buton Utara.

7. Memberikan insenif inansial bagi keluarga idak mampu.

Salah satu upaya menekan kemaian ibu melahirkan adalah dengan mempercepat pengambilan keputusan keluarga dalam menolong persalinan ibu. Hal ini sangat terkait dengan latar belakang ekonomi keluarga yang idak bisa membiayai diri dan keluarga yang mendampinginya selama proses rujukan ke rumah sakit di Kota Baubau atau Kota Kendari. Insenif inansial ini menjadi satu upaya untuk menjawab kebutuhan tersebut. 8. Dukungan kebijakan pemerintah daerah.

Pada tahap awal, kampo Waraka baru diujicobakan di 9 desa di dua kecamatan di Kabupaten Buton Utara dengan dukungan dana dari BASICS Project tetapi melihat dampak yang sangat signiikan pada peningkatan kesehatan masyarakat maka didoronglah upaya untuk mengembangkan Kampo Waraka di seluruh desa di Kabupaten Buton Utara. Oleh karena itu diperlukan pelembagaannya dalam kebijakan daerah untuk menjamin ketersediaan anggaran bagi pelaksanaan dan keberlangsungan program tersebut. Dua kebijakan yang disusun untuk mendukung Kampo Waraka ini adalah Peraturan Bupai tentang Kemitraan Bidan, Dukun dan Kader, serta Peraturan Bupai tentang Jaminan Bagi Rujukan Ibu Hamil Resiko Tinggi. Dua kebijakan tersebut dilahirkan untuk memperkuat program kebijakan nasional tentang Jamkesmas dan Jampersal karena memuat hal-hal yang idak dibiayai oleh Jamkesmas dan Jampersal seperi: transportasi rujukan ibu bersalin, komsumsi bagi keluarga yang mendampingi ibu bersalin, dan insenif bagi dukun bayi dan kader kesehatan.


(33)

C. Dampak dan Perubahan

Sejumlah hasil dan dampak yang dihasilkan dari program ini antara lain: 1. Survei kesehatan dengan metode parisipaif yang melibatkan masyarakat

desa yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Buton Utara kemudian dikembangkan menjadi satu pendekatan baru dalam perencanaan kesehatan di desa. Masyarakat dan pemerintah kabupaten menyebutnya dengan Waraka.

.

2. Waraka berhasil menghasilkan data yang akurat yang kemudian dapat diguanakan oleh Dinas Kesehatan untuk melakukan perencanaan dan penganggaran kesehatan yang lebih efekif dan menjawab kebutuhan masyarakat, selain mempercepat pencapaian target SPM Kesehatan dan Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) bidang kesehatan.

3. Penerapan kemitraan bidan, dukun dan kader yang dikembangkan pasca Waraka telah menghasilkan kesepatan bersama antara bidan, dukun dan kader dalam membantu ibu hamil, ibu bersalin dan ibu nifas serta panduan yang dapat diberlakukan di seluruh desa di Kabupaten Buton Utara.


(34)

perilaku hidup bersih dan sehat. Kader kesehatan dan dukun bayi akif mengajak ibu hamil untuk memeriksakan kehamilan secara teratur pada petugas kesehatan dan mendorong persalinan oleh tenaga kesehatan. Selain itu kader kesehatan juga akif memberikan sosialisasi kesehatan kepada masyarakat.

5. Pelaksanaan Waraka dan penerapan Kampo Waraka secara langsung dan idak langsung telah berkontribusi pada percepatan pencapaian SPM Kesehatan dan Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs). Hal ini bisa dilihat dari adanya penurunan kasus kemaian ibu melahirkan dari 7 kasus pada tahun 2009 menjadi nol atau idak ada kasus kemaian ibu melahirkan pada akhir tahun 2013. Selain itu, cakupan pemeriksaan ibu hami K-4 meningkat dari 70% menjadi 79%; cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan meningkat dari 66% menjadi 96%; dan cakupan komplikasi ibu hamil yang ditangani meningkat dari 29% menjadi 51%.

6. Waraka dan Kampo Waraka mendapat sambutan posiif dari berbagai pihak, dan menjadi kebanggaan tersendiri bagi Pemerintah Kabupaten Buton Utara. Salah satu bukinya adalah penghargaan yang diberikan Canadian Internaional Developmen Agency (CIDA) berupa CIDA AWARD pada tahun 2012 atas inovasi untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. 7. Komitmen Bupai Buton Utara dalam mendukung upaya percepatan

pencapaian SPM dan MDGs bidang kesehatan. Keberadaan program ini seidaknya menjadi simulan bagi pemerintah dalam meningkatkan pelayanan kesehatan. Terkait hal ini sejumlah perkembangan posiif yang bisa dilihat di Kabupaten Buton Utara antara lain:

a. Sejak Tahun 2011, Pemerintah Kabupaten Buton Utara telah memangkas pos pos anggaran Perjalanan Dinas keluar. Anggaran tersebut digunakan untuk kebutuhan masyarakat secara langsung, khususnya kebutuhan dasar seperi kesehatan. Hal itu ditunjukkan dengan peningkatkan alokasi anggaran urusan kesehatan hingga mencapai 10% dari total APBD Tahun 2012. Pada tahun sebelumnya, porsi anggaran kesehatan berkisar 7,4%.

b. Komitmen juga dituangkan dalam bentuk regulasi, beberapa regulasi yang dikeluarkan adalah: (1) SK Bupai tentang Tim Kampo Waraka; (2) Peraturan Bupai tentang Jaminan Rujukan Ibu Hamil Resiko Tinggi,


(35)

Ibu Bersalin dan Ibu dari Keluarga Tidak Mampu; (3) Peraturan Bupai tentang Kemitraan Bidan, Dukun dan Kader dalam Penanganan Ibu Hamil hingga Nifas.

c. Bupai juga mendukung inisiaif Dinas Kesehatan Kabupaten Buton Utara dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda) tentang Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) Kabupaten Buton Utara, dimana didalamnya memuat hal terkait dengan insenif keluarga pendamping ibu hamil dari keluarga idak mampu, insenif bagi dukun yang mendukung persalinan serta insenif bagi kader kesehatan dalam pengelolaan Kampo Waraka. Alokasi anggaran untuk mendukung penyusunan Perda telah disiapkan sebesar 100 juta dalam APBD Tahun 2013.

D. Pembelajaran

Beberapa hal yang dapat ditarik pembelajaran atas inisiaif Program Waraka dan Kampo Waraka adalah:

Inisiaif untuk mengatasi tantangan kurangnya fasilitas dan tenaga kesehatan yang berkualitas di suatu daerah, dapat didorong dengan opimalisasi peran dan parisipasi masyarakat. Peran serta masyarakat dalam perencanaan

kesehatan di ingkat desa sangat mendukung anisipasi penanganan kasus kasus kesehatan yang berpotensi muncul, seperi penanganan persalinan ibu hamil kepada tenaga kesehatan terlaih atau rumah sakit rujukan.

Inisiaif mendukung perbaikan peningkatan layanan sangat pening ditopang oleh komitmen berbagai pihak di desa dan kabupaten, terutama Kepala Pemerintah Daerah. Komitmen Kepala Pemerintah Kabupaten akan berimplikasi pada dukungan dukungan pembentukan regulasi/kebijakan atas inisiaif yang dikembangkan serta dan dukungan alokasi anggaran ruin kemudian.


(36)

• Promosi Program Inovasi Kesehatan (melalui media kampanye Kampo Waraka;

• Pelaksanaan Lokakarya Finalisasi Konsep Kampo Waraka; • Asistensi pelaksanaan Kampo Waraka.

F. Tesimoni

Suniai (37 tahun), Kader Posyandu Tumbuh Segar, Desa Elahaji, Kecamatan Kulisusu

“Dengan adanya Waraka pemerintah desa semakin menyadari tugasnya untuk mengurus masalah kesehatan warga desanya. Masyarakat sangat senang dengan adanya kegiatan ini. Setelah adanya program Waraka, masalah gizi buruk di desa Elahaji sudah mulai teratasi. Dari 7 kasus bayi gizi buruk di Desa Elahaji tahun 2010 lalu, saat ini in ggal 3 orang. Saat ini sudah ada kesepakatan di Desa Elahaji bahwa seiap persalinan harus ditangani di fasiltas kesehatan. Jadi persalinan sudah idak ditangani lagi oleh dukun. Semua persalinan sudah dilakukan oleh Bidan. Dukun hanya bertugas mengantar dan membantu bidan pasca persalinan.”

Ibu Irna (40 tahun), Kader Posyandu Bina Sehat, Desa Tomoahi, Kecamatan Kalimusu

“Dengan dilaksanakannya Waraka di Desa Tomoahi, Kecamatan Kulisusu, kondisi sarana dan prasarana kesehatan di desa sudah diketahui oleh pemerintah, khususnya Dinas Kesehatan serta seluruh peserta yang terlibat dalam Waraka. Melalui Waraka ini terungkap banyak persoalan kesehatan di desa, misalnya; masyarakat yang idak memiliki jamban diketahui, keluarga yang memiliki ibu hamil juga diketahui dan banyak lagi. Sangat bagus sekali kalau pendataan ini dilakukan seiap tahun.

Bidan Waode AsminBidan Desa di Desa Bangkudu Kecamatan Kulisusu

“Model Waraka sangat menarik karena dari model tersebut bisa diketahui segala hal yang berkaitan dengan kondisi kesehatan masyarakat desa secara menyeluruh. Jadi naninya, bukan hanya petugas kesehatan yang dapat membantu masyarakat tapi semua orang harus terlibat, termasuk aparat pemerintahan desa perlu semakin akif membantu memberi pemahaman kepada warga tentang peningnya PHBS bagi masyarakat. Pendataan ini perlu dimutahirkan minimal satu kali dalam satu tahun. Supaya bagian perencanaan kesehatan di Kabupaten juga menyusun program yang tepat sasaran.”

Endang Susilowai, Staf Bagian Perencanaan Dinas Kesehatan Kabupaten Buton Utara

“Ininya Waraka itu, adalah model perencanaan berbasis data yang benar-benar bersentuhan langsung dengan masyarakat. Sehingga, urusan kesehatan idak hanya menjadi urusan Dinas Kesehatan saja tapi juga menjadi urusan instansi teknis lainnya, termasuk masyarakat secara langusng. Disinilah kekuatan Waraka. Saat ini Waraka telah menjadi ikon kesehatan di Buton Utara dan berhasil mengubah pola pendataan “di atas meja” menjadi pola pendataan sebagai basis perencanaan yang parisipaif, by name by address, akurat dan valid.”

Kontak Detail

Dinas Kesehatan Kabupaten Buton Utara Kompleks Perkantoran Bumi Sara Ea


(37)

• Promosi Program Inovasi Kesehatan (melalui media kampanye Kampo Waraka;

• Pelaksanaan Lokakarya Finalisasi Konsep Kampo Waraka; • Asistensi pelaksanaan Kampo Waraka.

F. Tesimoni

Suniai (37 tahun), Kader Posyandu Tumbuh Segar, Desa Elahaji, Kecamatan Kulisusu

“Dengan adanya Waraka pemerintah desa semakin menyadari tugasnya untuk mengurus masalah kesehatan warga desanya. Masyarakat sangat senang dengan adanya kegiatan ini. Setelah adanya program Waraka, masalah gizi buruk di desa Elahaji sudah mulai teratasi. Dari 7 kasus bayi gizi buruk di Desa Elahaji tahun 2010 lalu, saat ini in ggal 3 orang. Saat ini sudah ada kesepakatan di Desa Elahaji bahwa seiap persalinan harus ditangani di fasiltas kesehatan. Jadi persalinan sudah idak ditangani lagi oleh dukun. Semua persalinan sudah dilakukan oleh Bidan. Dukun hanya bertugas mengantar dan membantu bidan pasca persalinan.”

Ibu Irna (40 tahun), Kader Posyandu Bina Sehat, Desa Tomoahi, Kecamatan Kalimusu

“Dengan dilaksanakannya Waraka di Desa Tomoahi, Kecamatan Kulisusu, kondisi sarana dan prasarana kesehatan di desa sudah diketahui oleh pemerintah, khususnya Dinas Kesehatan serta seluruh peserta yang terlibat dalam Waraka. Melalui Waraka ini terungkap banyak persoalan kesehatan di desa, misalnya; masyarakat yang idak memiliki jamban diketahui, keluarga yang memiliki ibu hamil juga diketahui dan banyak lagi. Sangat bagus sekali kalau pendataan ini dilakukan seiap tahun.

Bidan Waode AsminBidan Desa di Desa Bangkudu Kecamatan Kulisusu

“Model Waraka sangat menarik karena dari model tersebut bisa diketahui segala hal yang berkaitan dengan kondisi kesehatan masyarakat desa secara menyeluruh. Jadi naninya, bukan hanya petugas kesehatan yang dapat membantu masyarakat tapi semua orang harus terlibat, termasuk aparat pemerintahan desa perlu semakin akif membantu memberi pemahaman kepada warga tentang peningnya PHBS bagi masyarakat. Pendataan ini perlu dimutahirkan minimal satu kali dalam satu tahun. Supaya bagian perencanaan kesehatan di Kabupaten juga menyusun program yang tepat sasaran.”

Endang Susilowai, Staf Bagian Perencanaan Dinas Kesehatan Kabupaten Buton Utara

“Ininya Waraka itu, adalah model perencanaan berbasis data yang benar-benar bersentuhan langsung dengan masyarakat. Sehingga, urusan kesehatan idak hanya menjadi urusan Dinas Kesehatan saja tapi juga menjadi urusan instansi teknis lainnya, termasuk masyarakat secara langusng. Disinilah kekuatan Waraka. Saat ini Waraka telah menjadi ikon kesehatan di Buton Utara dan berhasil mengubah pola pendataan “di atas meja” menjadi pola pendataan sebagai basis perencanaan yang parisipaif, by name by address, akurat dan valid.”

Kontak Detail

4.1.2 Desa Mapalus Sehat di Kabupaten Minahasa, Sulawesi

Utara

Mapalus adalah suatu sistem atau teknik kerja sama untuk kepeningan bersama dalam budaya suku Minahasa. Secara fundamental, mapalus adalah kahikat dasar dan akivitas kehidupan orang Minahasa yang terpanggil dengan ketulusan hai, penuh kesadaran dan tanggung jawab untuk mensejahterakan seiap orang dan kelompok dalam komunitasnya.

Sistem kerja mapalus menjadi struktur yang membentuk sebuah hubungan sosial antar sesama tou atau masyarakat Minahasa. Mapalus menciptakan sebuah infrastruktur seperi mapalus tani yang menghasilkan produksi pertanian, mapalus ekonomi masyarakat yang menghasilkan koperasi masyarakat dan seterusnya.

Penerapan Desa Mapalus Sehat di Kabupaten Minahasa Utara merupakan salah satu bentuk penerapan Desa Siaga Akif dengan menggunakan konsep budaya lokal yang terbuki efekif meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat desa.


(38)

A. Masalah dan Peluang

Minahasa merupakan satu kabupaten yang memiliki sejarah panjang. Kabupaten ini telah menjadi daerah otonom pada Tahun 1919, jauh sebelum Indonesia merdeka. Seiring perkembangan zaman wilayah ini mengalami pemekaran dan kemudian menjadi empat kabupaten dan iga kota di Sulawesi Utara termasuk kabupaten Minahasa sendiri.

Sebagai sebuah kabupaten tertua ternyata idak

secara otomais fasilitas dan sistem layanan kesehatan di masyarakat jauh lebih baik. Bukinya, menurut data Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa capaian salah satu indikator Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan yaitu persentase desa yang menerapkan program Desa Siaga selama tahun 2011 sampai tahun 2012 tetap idak beranjak kemajuannya, baru sebesar 14,5 %. Padahal target nasional sebesar 80 % pada Tahun 2015. Sementara itu, Kabupaten Minahasa juga mencatat jumlah kemaian bayi yang cukup inggi di wilayah Provinsi Sulawesi Utara.

Rendahnya capaian desa siaga akif di Kabupaten Minahasa yang menerapkan pendekatan Desa Siaga sungguh sesuatu yang berbanding terbalik dengan budaya masyarakat Minahasa yang sangat diwarnai budaya mapalus atau semangat kerjasama dan kegotongroyongan untuk kesejahteraan bersama. Berangkat dari budaya lokal inilah, Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa mendorong kembali penerapan konsep desa siaga akif yang dibungkus dengan nama Desa Mapalus Sehat. Keberadaan konsep mapalus sehat diharapkan dapat mendorong kerjasama dari seiap komponen masyarakat yang ada di desa (pemerintah desa, tokoh agama, tokoh masyarakat, kelompok perempuan, kelompok pemuda, dan lain-lain) untuk bekerjasama meningkatkan kualitas kesehatan bersama.

B. Langkah-Langkah Pelaksanaan

Sejak bulan September 2012, dengan dukungan proyek BASICS mulai diterapkan konsep Desa Mapalus Sehat pada 4 desa percontohan. Dengan mengadopsi konsep Desa Siaga Akif sesuai pedoman Kementerian Kesehatan, secara khusus, Desa Mapalus Sehat ini ditujukan bagi peningkatan pelayanan kesehatan ibu dan anak dengan target menurunkan jumlah kemaian ibu dan bayi.


(39)

Langkah-langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan Desa Mapalus Sehat ini adalah sebagai berikut:

1. Sosialisasi Desa Mapalus Sehat Sosialisasi dilakukan untuk

memperkenalkan konsep Desa Siaga Akif dalam upaya

meningkatkan kesehatan ibu dan anak serta meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat melalui PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan

Sehat). Sosialisasi dilakukan kepada pemerintah desa, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, kelompok perempuan/PKK, dan kader kesehatan desa. Mereka inilah yang diharapkan akan menjadi ujung tombak dalam pelaksanaan Desa Mapalus Sehat.

2. Pembentukan Kelompok Kerja Mapalus Sehat.

Kelompok kerja Mapalus Sehat dibentuk dengan melibatkan peran akif tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, kelompok perempuan/PKK, kader kesehatan/posyandu, dan petugas kesehatan desa. Keterlibatan para tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat dan kelompok perampuan/ PKK berperan untuk: memoivasi dan menggerakkan masyarakat untuk terlibat akif dalam kegiatan, menggali potensi yang ada di masyarakat baik materi maupun non materi yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan mapalus sehat, mengkoordinir gerakan masyarakat untuk memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan dan terlibat dalam upaya kesehatan berbasis masyarakat, menaungi dan membina kegiatan-kegiatan terkait desa mapalus sehat, dan memberi dukungan dalam pengelolaan kegiatan. 3. Pelaksanaan Survei Masyarakat Desa.

Survei Masyarakat Desa (SMD) dilaksanakan untuk mengetahui permasalahan kesehatan yang ada di desa, khususnya terkait kesehatan ibu dan anak serta PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat).

4. Pelaksanaan Musyawarah Masyarakat Desa.

Musyawarah Masyarakat Desa (MMD) adalah pertemuan perwakilan warga desa untuk membahas hasil Survei Mawas Diri dan merencanakan


(40)

tersebut. Pelaksanaan MMD dselain dihadiri oleh pemerintah desa, kelompok kerja Desa Mapalus Sehat dan perwakilan warga masyarakat, juga dihadiri oleh petugas Puskesmas dan sektor/urusan terkait di ingkat Kecamatan dan Dinas Kesehatan Kabupaten.

Dalam MMD disajikan hasil survei kesehatan yang sudah dilakukan, kemudian bersama-sama dilakukan perumusan dan penentuan prioritas masalah kesehatan yang dilanjutkan dengan rekomendasi teknis dari petugas kesehatan dari Puskesmas. Dalam MMD didiskusikan juga potensi-potensi yang ada di masyarakat untuk mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi. Kemudian bersama-sama menyusun rencana kerja untuk menanggulangi masalah kesehatan yang sudah ditentukan prioritas penanganannya.

5. Peningkatan kapasitas bagi tenaga kesehatan dan kader kesehatan desa. Tenaga kesehatan yang bertugas di desa seperi bidan dan perawat merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat. Dalam pelaksanaan tugasnya mereka bekerjasama secara erat dengan kader-kader kesehatan atau kader posyandu. Oleh karena itu, peningkatan kapasitas bagi tenaga kesehatan dan kader posyandu menjadi pening agar mereka bisa memberikan pelayanan yang berkualitas bagi masyarakat.

Dalam konteks Desa Mapalus Sehat, kader kesehatan/kader posyandu berperan untuk: Melakukan pendataan kesehatan, melakukan pengamatan kesehatan berbasis masyarakat (mencatan dan melaporkan permasalahan kesehatan yang ada di masyarakat), mengembangkan dan mengelola UKBM (posyandu, dana sehat, dan lain-lain)

6. Pembinaan Desa Mapalus Sehat.

Kepala Desa dengan dibantu Kelompok Kerja Desa Mapalus Sehat mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan sesuai dengan rencana kerja yang sudah disepakai pada MMD. Pembinaan dilakukan secara berkala bekerjasama dengan Puskesmas. Pertemuan-pertemuan Desa Mapalus Sehat dilakukan secara ruin untuk mengevaluasi kegiatan yang sudah dilakukan dan mendiskusikan langkah-langkah hambatan/masalah yang dihadapi dan langkah-langkah penanganannya.


(41)

C. Dampak dan Perubahan

Beberapa dampak dan perubahan dari penerapan Desa Mapalus Sehat di empat desa Kabupaten Minahasa adalah sebagai berikut:

1. Peta Kesehatan Berbasis Masyarakat Desa.

Empat desa memiliki peta yang memuat posisi ibu hamil,

masyarakat yang bersedia membantu proses persalinan, posisi kendaraan masyarakat yang siap membantu proses persalinan, dan jenis golongan darah pendonor. Peta desa ini peta sederhana dan prakis disusun dalam pertemuan pertemuan masyarakat.

2. Desa Siaga Akif menjadi satu bahan diskusi ruin dalam pertemuan-pertemuan mas yarakat.

Hal hal terkait tentang peningnya parisipasi masyarakat dalam mendukung ibu hamil bersalin serta penerapan Desa Siaga pada umumnya, menjadi satu pengetahuan dan tema yang disampaikan pada forum forum keagamaan (kebakian warga), forum forum adat (pertemuan rukun keluarga atau marga), pertemuan PKK dan juga pertemuan desa yang dipimpin Hukum Tua.

3. Menurunnya jumlah kemaian ibu dan bayi di desa yang menjadi pilot project.

Perilaku gotong royong dan semangat persaudaraan yang dicerminkan dalam penanganan kondisi darurat saat persalinan melalui dukungan masyarakat meningkatkan cakupan kunjungan ibu hamil, penanganan persalinan dan menekan kemaian ibu dan bayi hingga nol, selama September 2012 sampai dengan September 2013 di empat desa

4. Meningkatnya parisipasi masyarakat dalam pembiayaan kesehatan desa. Salah satu kegiatan yang dilakukan pada Desa Mapalus Sehat adalah Dana Sehat yang dialokasikan untuk membantu warga desa yang membutuhkan biaya pengobatan. Pada awalnya dana sehat ditetapkan Rp. 200 per keluarga


(42)

5. Meningkatnya alokasi dana APBDuntuk replikasi Desa Mapalus Sehat. Berhasilnya pelaksanaan Desa Mapalus Sehat di 4 desa pilot membuat Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa menganggarkan Rp. 250 juta pada APBD 2014 untuk melakukan replikasi pada desa-desa terpilih lainnya di 14 kecamatan.

6. Dukungan kebijakan Pemerintah Daerah.

Dalam rangka mereplikasi penerapan Desa Siaga Mapalus Sehat di semua desa di Kabupaten Minahasa, pemerintah daerah telah menyusun Rancangan Peraturan Daerah Tentang Sisim Pelayanan Kesehatan Kabupaten Minahasa yang di dalamnya memuat dukungan bagi penerapan Desa Mapalus Sehat.

D. Pembelajaran

Beberapa pembelajaran yang dapat ditarik dari inisiaif yang dikembangkan di Kabupaten Minahasa:

1. Penerapan Desa Siaga Akif akan berjalan efekif dengan memasukan nilai budaya dan kebiasaan masyarakat setempat serta melibatkan semua pemangku kepeningan yang ada di desa. Budaya mapalus pada masyarakat Minahasa menjadi konsep yang

mewarnai penerapan Desa Siaga Akif. Mulai dari tahap persiapan, perencanaan, sampai dengan pelaksanaannya. Dengan kata lain, sebuah program nasional dapat “diperkaya” dan dibuat lebih kokoh bila diadaptasi melalui budaya lokal.

2. Penerapan Desa Siaga Akif harus didukung komitmen pemerintah daerah untuk memenuhi prasyarat menjalankannya, utamanya komitmen untuk penyediaan tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan di desa. Untuk itu, keberhasilan ujicoba atau piloing suatu pendekatan baru walaupun dilakukan pada skala kecil pada awalnya, dapat dengan waktu relaif singkat memperoleh dukungan pemerintah untuk memberlakukan pendekatan baru itu pada skala yang jauh lebih luas, yaitu skala kabupaten/kota.


(43)

E. Pembiayaan

Berbagai tahapan kegiatan yang dilakukan untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan program Desa Mapalus Sehat cukup efekif dalam meningkatkan pelayanan dasar bidang kesehatan. Dukungan pembiayaan diperkirakan sebesar Rp 494 juta untuk semua tahapan proses pelaksanaan program, antara lain: pertemuan Kelompok Kerja Desa Mapalus Sehat, pelaihan dan orientasi kader dan tokoh masyarakat, pelaihan petugas kesehatan, Survei Mawas Diri, pemetaan geospaial berbasis desa dan lintas sektor, monitoring dan evaluasi, serta dukungan pengadaan materi sosialisasi dan edukasi.

F. Tesimoni

Ricky J. Koampa Menurut Kepala Desa Tombasian Bawah:

“Bersyukur dengan adanya pendampingan dari Puskesmas Kawangkoan, kader-kader di desa Tombasian Bawah sekarang so lebe akif. Pelayanan di Puskesdes juga sudah lebih bagus. Lantaran so ada peta ibu hamil, skarang so lebe mudah menganisipasi kalo-kalo ada kelahiran darurat.”

Hesye Kuhu, pendamping Desa Siaga Mapalus Sehat

“Tidak semua desa seperi desa Tombasian Bawah ini. Komitmen pemerintah desanya sangat bagus dan mau bekerja bersama-sama dengan masyarakat. Mapalus bagi desa ini bukan cuma slogan tapi memang kenyataan. Bersyukur, Dinas kesehatan Kabupaten sangat mendukung bahkan program BASICS”

Kontak Detail

Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Jl. Maesa Kelurahan Sasaran, No. 158 Tondano Contact Person: Emma Sopacua, HP: 085256630375


(44)

4.1.3 Bidan Kontrak : Kiat Baru Pemenuhan Bidan di Kepulauan

dan Desa Terpencil di Kabupaten Sitaro Sulawesi Utara

Peran tenaga kesehatan, khususnya bidan, sangat pening dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu, bayi, dan balita sesuai standar yang sudah ditetapkan dalam SPM Kesehatan. Bidan sebagai tenaga kesehatan yang turun langsung ke tengah masyarakat bisa menjadi ujung tombak dalam upaya menurunkan kemaian ibu dan bayi sesuai yang ditargetkan dalam MDGs. Meski peran bidan sangat pening dan strategis tetapi penyebarannya belum merata di seluruh wilayah, khususnya di daerah terpencil, pesisir, dan kepulauan yang sulit dijangkau dengan sarana dan prasarana kesehatannya yang masih minim.

Sesuai Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Permenkes Nomor 7 Tahun 2013 tentang Pedoman Pengangkatan dan Penempatan Bidan sebagai Pegawai Tidak Tetap maka pemerintah daerah dapat menyediakan bidan non PNS (bidan idak tetap atau kontrak) untuk memenuhi kekurangan bidan di wilayahnya. Hal inilah yang menjadi dasar pemikiran Pemerintah Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro (Sitaro) berinisiaif mengembangkan bidan kontrak untuk memenuhi kebutuhan bidan di pulau-pulau dan desa terpencil di wilayahnya.


(45)

A. Masalah dan Peluang

Salah satu persoalan yang menjadi perhaian Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sitaro yang terletak di Provinsi Sulawesi Utara adalah pelayanan kesehatan ibu dan anak. Hal ini bisa dilihat dari masih ingginya angka kemaian ibu (AKI)/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2009, sebesar 148 (sementara target nasional sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup). Tingkat resiko bencana yang inggi, minimnya sarana dan

fasilitas kesehatan, serta sulitnya akses transportasi menuju sarana kesehatan merupakan beberapa penyebab ingginya angka kemaian ibu melahirkan dan bayi. Kesemua hal tersebut diperparah lagi dengan minimnya tenaga kesehatan, khususnya bidan, yang tersedia di desa.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten kepulauan Sitaro tahun 2011, dari 93 desa/kelurahan hanya terdapat 43 bidan. Ini berari masih dibutuhkan sekitar 50 orang bidan desa. Hal ini berkontribusi pada rendahnya cakupan indikator SPM kesehatan untuk pelayanan kesehatan ibu dan anak, salah satunya cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan yang tercatat sebesar 48,3% dari target nasional harus dicapai yaitu 90%.

Salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sitaro adalah untuk memenuhi ketersediaan bidan adalah dengan mengajukan permohonan tenaga kesehatan kepada Pemerintah Provinsi dan Kementerian Kesehatan. Pada Tahun 2011, Kementerian Kesehatan telah mengirimkan seorang bidan PTT (Pegawai Tidak Tetap) dan ditempatkan di satu pulau kecil (Pulau Buhias, Kecamatan Siau Timur). Bidan yang ditempatkan tersebut hanya bertahan satu minggu dan kembali pulang sebelum kontrak kerja selesai. Akhirnya pada Tahun 2012 idak ada lagi penempatan bidan PTT.

Kondisi tersebut di atas membuat pemerintah daerah berupaya mengembangkan cara lain, yaitu dengan cara merekrut bidan non PNS sebagai bidan kontrak atau bidan idak tetap untuk ditugaskan di desa-desa terpencil di wilayah kepulauan. Peluang tersebut terbuka mengingat banyaknya jumlah lulusan kebidanan di


(46)

B. Langkah-langkah Pelaksanaan

Beriku ini digambarkan langkah-langkah yang ditempuh dalam pelaksanaan Program Bidan Kontrak di Kabupaten Kepulauan Sitaro

1. Proses Perekrutan Bidan Kontrak. Proses perekrutan bidan kontrak diawali dengan sosialisasi program melalui berbagai pertemuan mulipihak yang dilakukan di ingkat kabupaten. Kemudian informasi tentang pendataram calon diberitakan melalui media baik cetak maupun elektroik dan melalui jaringan organisasi profesi kebidanan seperi IBI (Ikatan Bidan Indonesia).

Setelah melalui proses seleksi administrasi dan seleksi akademik, ditetapkan sembilan orang bidan bidan kontrak untuk ditempatkan di beberapa pulau terpencil seperi Biaro, Pahepa, dan Ruang. Mereka juga ditempatkan di desa-desa dengan jumlah kasus kemaian ibu dan bayi yang inggi seperi: Desa Batu Bulan, Desa Apelawo, Desa Deahe, dan Desa Bulangan.

2. Pembekalan dan Penempatan Bidan Kontrak

Calon bidan kontrak yang lulus seleksi selanjutnya dibekali berbagai pengetahuan dan keterampilan untuk menunjang tugasnya di daerah terpencil. Pembekalan terdiri dari materi pelaihan klinik kebidanan, materi administraif (pendataan, pencatatan dan pelaporan KIA), materi sosial kemasyarakatan (pemahaman kondisi sosial dan budaya daerah tugas, pengelolaan posyandu, desa siaga, dan kemitraan bidan dan dukun bayi) Setelah pembekalan dilakukan, para bidan menandatangani kontrak kerja dengan Pemerintah Daerah untuk jangka waktu satu tahun yang dapat diperpanjang berdasarkan kinerja bidan yang bersangkutan, kebutuhan bidan dan ketersediaan anggaran pemerintah daerah.

Bidan kontrak juga memiliki hak yang sama untuk mendapatkan bantuan teknis dan pemantauan atas kinerja yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan ataupun Puskesmas. Berbeda dengan Bidan PNS, kinerja yang kurang baik pada bidan kontrak akan berdampak pada peninjauan kontrak kerja.


(47)

akibat kinerja yang kurang baik atau penolakan untuk bekerja pada lokasi yang ditentukan.

3. Penyusunan Kebijakan Daerah terkait Bidan Kontrak

Untuk memberi jaminan hukum pelaksanaan program ini, maka Pemerintah Kabupaten Sitaro menyusun kebijakan daerah yang memayunginya. Upaya ini sekaligus sebagai bentuk perwujudan penerapan kewenangan Pemerintah Kabupaten, sebagaimana yang dimandatkan Permenkes Nomor 7 Tahun 2013 tentang Pedoman Pengangkatan dan Penempatan Dokter dan Bidan Sebagai Pegawai Tidak Tetap.

Rancangan Peraturan Bupai disusun bersama oleh Dinas Kesehatan, Bappeda, Badan Kepegawaian Daerah, Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, Biro Hukum, dan Biro Kesra. Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sitaro akhirnya menetapkan Peraturan Bupai Nomor 15 Tahun 2013 tentang Pedoman Pengangkatan dan Penempatan Bidan Sebagai Tenaga Tidak Tetap di Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro. Di dalam kebijakan tersebut telah diatur hal-hal terkait dengan honor, akomodasi, transportasi serta jaminan kesehatan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Secara umum pembiayaan untuk program ini digunakan untuk rekrutmen, pembinaan, honor bidan kontrak, dan pembuatan regulasi.

C. Dampak dan Perubahan

Sejumlah dampak dan perubahan yang dihasilkan dari program Bidan Kontrak ini antara lain:

1. Meningkatkan pelayanan kesehatan ibu dan anak.

Menurut data Dinas Kesehatan kabupaten kepulauan Sitaro, dalam waktu setahun pelaksnaan Bidan Kontrak di 9 desa terpencil belum ditemukan kasus kemaian ibu dan bayi. Sejumlah 47 persalinan yang selamat berhasil


(48)

bayi. Para bidan ini juga menjadi pelopor untuk memperkenalkan Inisiasi Menyusui Dini dan ASI Ekslusif.

2. Kontribusi pada pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs). Meskipun jumlah bidan kontrak dan bidan PNS masih belum memenuhi standar yang ditentukan (satu desa dengan satu bidan desa), paling idak kehadiran bidan kontrak turut berkontribusi bagi penurunan angka kemaian ibu yang merupakan salah satu target MDGs. Hal ini dapat dilihat pada jumlah kemaian ibu di Kabupaten Kepulauan Sitaro yang mengalami penurunan. Jika pada Tahun 2011 terdapat 10 kasus kemaian ibu, maka pada Tahun 2012 menurun menjadi 2 kasus. Hingga pertengahan tahun 2013 belum ada kasus kemaian ibu.

3. Kontribusi pada pemenuhan SPM Kesehatan.

Kehadiran bidan kontrak selama periode tahun 2012-2013 ikut berkontribusi pada peningkatan capaian indikator Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan di Kabupaten Kepulauan Sitaro. Hal ini bisa dilihat dari laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Sitaro tahun 2012, dimana untuk cakupan kunjungan ibu hamil (K4) dari 66% pada tahun 2010, naik menjadi 86% di tahun 2012. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan meningkat dari 70% pada tahun 2010 menjadi 86% pada tahun 2012.

4. Pengembangan program.

Salah satu dampak dan pengembangan dari inisiaif ini adalah lahirnya program One on One Soluion, yaitu program pendampingan bagi ibu hamil oleh tenaga kesehatan yang bermitra dengan dukun bayi/mama biang. Tenaga kesehatan yang terlibat idak hanya bidan, tetapi juga dokter dan perawat. Program yang seluruhnya didanai oleh Pemda ini merupakan program yang saling mendukung dengan Program Bidan Kontrak.

5. Komitmen Pemerintah Daerah. Dukungan penganggaran daerah.

Komitmen Pemerintah Daerah Kabupaten Sitaro diwujudkan melalui pembuatan regulasi sebagai payung hukum pelaksanaan program dan dukungan anggaran. Sebagai payung hukum pelaksanaan program, telah ditetapkan Peraturan Bupai Nomor 15 Tahun 2013 tentang Pedoman Pengangkatan dan Penempatan Bidan Sebagai Tenaga Tidak Tetap di Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro.


(1)

1. Pemerintah kabupaten/kota belum sepenuhnya melaksanakan kewajiban

dalam mengintegrasikan upaya pemenuhan target SPM bidang kesehatan

ke dalam dokumen perencanaan dan penganggaran daerah baik dalam

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang bersifat tahunan maupun Rencana Kerja Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

2. Pemerintah (Kementerian Dalam Negeri) dan Pemerintah Provinsi dalam

menjalankan fungsi pengawasan maupun pembinaan teknis idak memiliki kewenangan untuk memberikan sangsi kepada kabupaten/kota jika kinerja yang ditargetkan idak tercapai.

3. Pemenuhan anggaran kabupaten/kota dalam upaya percepatan pencapaian SPM bidang kesehatan masih dalam batas kurang dari presentase yang

diharuskan.

4. Dominasi peran anggaran poliis kepala daerah masih berorientasi pada

kepeningan daripada pencapaian kinerja pelayanan dasar minimal.

5. Validasi dan pemutahiran data menjadi salah satu kendala cukup serius baik di internal instansi maupun antar instansi yang pada gilirannya akan sangat menyulitkan dalam proses perencanaan dan penganggaran. 6. Pelaksanaan prakik-prakik cerdas penerapan SPM bidang kesehatan di

beberapa daerah membutuhkan dana yang sangat variaif, bergantung pada kondisi daerah, ketersediaan sumber daya, dan faktor-faktor lain yang dapat menunjang keberhasilan pelaksanaan prakik cerdas.

Hal lain yang cukup menarik selain beberapa tantangan dan hambatan diatas

dan berkontribusi terhadap terjadinya Prakik Cerdas, adalah:

• Adanya ruang terbuka bagi masyarakat sipil untuk dapat berperan serta dalam mengatasi masalah penyelenggaraan kesehatan menjadi salah satu

kunci keberhasilan pada seiap pelaksanaan program.

• Komitmen para pemangku kepeningan (baik eksekuif maupun legislaif, dan stakeholder lainya) terbuki cukup efekif untuk mengatasi masalah pemenuhan hak dasar masyarakat khususnya bidang kesehatan di wilayah


(2)

“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”

92

5.2 Rekomendasi

1. Dukungan anggaran untuk memasikan keberlanjutan prakik cerdas dan

dengan dukungan kebijakan Kepala Daerah melalui pembuatan regulasi

daerah yang menjamin keberlanjutan program-program yang berkontribusi langsung pada peningkatan pelayanan dasar kesehatan dan pencapaian

SPM dan MDGs bidang kesehatan

2. Kemitraan bidan-dukun: dukungan legal (MOU, SK Kades) berperan pening

setelah penyadaran melalui proses pelibatan mulipihak, selain dukungan anggaran untuk memasikan keberlanjutannya. Bidan Kontrak yang

dihasilkan melalui proses panjang antarjenjang pemerintah-pemerintah daerah, menunjukkan sangat dibutuhkan keberanian dalam menghasilkan

invosasi berbasis peraturan sebagai buki otonomi daerah.

3. Pengembangan dari Desa Siaga diperlukan dengan penguatan berbasis kearifan lokal. Dorongan semangat budaya ‘Mapalus’ yang sarat

kebersamaan dan kegotongroyongan dalam menangani kesehatan bersama ‘tou’ yang dilengkapi dengan alihpengalaman dan pengetahuan,

pokja-binamoivas, telah memperkokoh program nasional diadaptasi dan

diperkaya oleh nilai budaya lokal yang berakar. Desa ‘Mandara Mandidoha’

bahkan telah mendiversiikasi idak hanya pada kesehatan, tetapi juga

mendukung pendidikan anak bersekolah dan modal usaha mikro sehingga pendidikan bagi semua menjadi lebih nyata.

4. Intergrasi Standar Pelayanan Minimal dalam perencanaan dan penganggaran:

Peraturan Kepala Daerah tentang SPMl diperlukan untuk memasikan SPM menjadi fokus dalam perencanaan dan penganggaran dan kepasian ketersediaan dana, sebagai indakan yang mengurangi ruang gerak poliik anggaran. Pendampingan dengan pelibatan akif muli-pihak memasikan

komitmen dilaksanakan pada kondisi nyata lapangan. Pelibatan masyarakat

sebagai pengawas berperan menjaga kesesuaian dan kesinambungan program. Dengan masuknya SPM dalam dokumen perencanaan dan penganggaran formal, maka pemerintah daerah kabupaten/kota dapat dinilai kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah urusan wajib bidang

kesehatan melalui pengorganisasian antar jenjangpemerintahan, baik oleh


(3)

5. Peningkatan kapasitas dan pelibatan Mulipihak: peningkatan kapasitas dibutuhkan pada aspek teknis pemahaman peraturan dan standar cakupan

pelayanan kesehatan. Selain itu aspek pendanaan membutuhkan teknis

perhitungan dan analisis yang dapat mengkonversi cakupan standar pelayanan minimal kesehatan menjadi program dan kegiatan sesuai peraturan keuangan daerah. Peningkatan kapasitas ini diperlukan bagi

satuan kerja perangkat daerah, pelaksana pelayanan dan pemerhai. Kekuatan modul dan pendampingan menjadi pening, sehingga peningkatan kapasitas diperlukan, yaitu:

a. Pada perangkat daerah teknis kesehatan menjadi tutor dan analis kesehatan untuk pembinaan teknis kesehatan bagi pelaksana pelayanan.

b. Pada pelaksana pelayanan kesehatan menguatkan demand side, yaitu pemberian pelayanan sesuai standar cakupan pelayanan dan janji layanan, tatalaksana pelayanan prima, dan utamanya memberikan

pelaporan berbasis data dengan pelibatan akif MSF untuk diberikan

kepada perangkat kerja daerah dalam melaksanakan analisis dan pembinaan teknis.

c. Pada pemerhai (MSF) menguatkan proses demand side, yaitu

penyadaran hak warga atas pelayanan kesehatan, penguatan media untuk promosi dan advokasi, pergerakan, dan pengawasan bersama warga atas pemenuhan hak yang patut diterimanya, parisipasi pada pemenuhan kecukupan anggaran yang idak dapat dipenuhi

oleh pemerintah daerah setelah dilakukan pengkajian bersama yang

mendalam dan sistemais.

6. Anggaran: direncanakan dengan ukuran berbasis kinerja melalui indikator

yang mewakili cakupan pelayanan kesehatan yang secara minimal wajib dipenuhi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah urusan wajib

kesehatan ataupun dalam pemenuhan janji layanan. Pelaksanaan anggaran

dipenuhi melalui ikatan dalam dokumen formal pemerintah daerah baik

perencanaan maupun penganggaran (jangka menengah, tahunan, APBD). Penguatan dengan keputusan kepala daerah jika ada menjadi lebih

baik sebagai acuan untuk pemantauan dan pelaporan formal yang akan dievaluasi oleh pemerintah di atasnya. Pengawasan pelaksanaan anggaran


(4)

“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”

94

diperlukan pelibatan MSF atas serapan anggaran dalam pencapaian cakupan pelayanan sesuai janji layanan. Fase berikutnya diperlukan pengawasan oleh badan pengawasan/inspektorat idak hanya mengawasi capaian pembangunan isik, tetapi sekarang ini sudah seharusnya pengawasan

kinerja atas pelayanan kesehatan.

7. Bagi Kabupaten/Kota yang berkeinginan menerapkan atau mereplikasi

beberapa prakik-prakik cerdas ini dapat melakukan modiikasi, mendesain ulang sehingga lebih aplikaif pada daerah dimana akan dilakukan replikasi,

sehingga kebutuhan dana akan sangat dinamis sesuai dengan situasi dan kondisi daerah setempat.


(5)

(6)

“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”