BAB 9 Tata Kelola Pemerintahan yang Baik dan Bersih (good and clean governance)

BAB 9
Tata Kelola Pemerintahan
yang Baik dan Bersih
Pengertian Good Governance
Istilah good and clean governance merupakan wacana baru dalam kosakata ilmu politik
dan muncul pada awal 1990-an. Secara umum, istilah good and clean governance memiliki
pengetian akan segala hal yang terkait dengan tindakan atau tingkah laku yang bersifat
mengarahkan, mengendalikan, atau mempengaruhi urusan publik untuk mewujudkan nilai-nilai
tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Pengertian good governance tidak sebatas pengelolaan
lembaga pemerintahan semata, tetapi menyangkut semua lembaga baik pemerintah maupun
nonpemerintah (lembaga swadya masyarakat) dengan istilah good corporate. Dalam praktiknya,
pemerintahan yang bersih adalah model pemerintahan yang efektif, efisien, jujur, transparan dan
bertanggung jawab.

Prinsip-prinsip Pokok Good and Clean Governance
Untuk merealisasikan pemerintahan yang profesional dan akuntabel yang bersandar pada
prinsip-prinsip good governance. Lembaga Administrasi Negara (LAN) merumuskan sembilan
aspek fundamental (asas) dalam good governance yang harus diperhatikan, yiatu:
1. Partisipasi (Participation)
2. Penegakan hukum (rule of law)
3. Transparansi (transparency)

4. Responsif (responsive)
5. Oreintasi kesepakatan (consensus orientation)
6. Kesetaraan (equity)
7. Efektivitas (effectiveness) dan efisiensi (efficiency)
8. Akuntabilitas (accountability)
9. Visi strategis (strategic vision)

1. Partisipasi
Asas partisipasi adalah bentuk keikutsertaan warga masyarakat dalam pengambilan
keputusan, baik langsung maupun melalui lembaga perwakilan yang sah yang mewakili
kepentingan mereka. Untuk
mendorong partisipasi masyarakat dalam seluruh aspek
pembangunan, termasuk dalam sektor-sektor kehidupan sosial lainnya selain kegiatan politik,
maka regulasi birokrasi harus diminimalisasi.

2. Penegakan Hukum
Asas penegakan hukum adalah pengelolaan pemerintahan yang profesional harus
didukung oleh penegakan hukum yang berwibawa. Sehubungan dengan hal tersebut, realisasi

wujud good and clean governance, harus diimbangi dengan komitmen pemerintah untuk

menegakkan hukum yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
a. Supremasi hukum, yakni setiap tindakan unsur-unsur kekuasaan negara, dan peluang
partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara didasarkan pada hukum
dan aturan yang jelas dan tegas, dan dijamin pelaksanaannya secara benar serta
independen. Supremasi hukum akan menjamin tidak terjadinya tindakan pemerintah atas
dasar diskresi (tindakan sepihak berdasarkan pada kewenangan yang dimilikinya).
b. Kepastian hukum, bahwa setiap kehidupan berbangsa bernegara diatur oleh hukum yang
jelas dan pasti, tidak duplikatif dan tidak bertentangan antara suku dengan lainnya.
c. Hukum yang responsif, yakni aturan-aturan hukum disusun berdasarkan aspirasi
masyarakat luas, dan mampu mengakomodasi berbagai kebutuhan publik secara adil.
d. Penegakan hukum yang konsisten dan nondiskriminatif, yakni penegakan hukum berlaku
untuk semua orang tanpa pandang bulu. Untuk itu, diperlukan penegak hukum yang
memiliki integritas moral dan bertanggung jawan terhadap kebenaran hukum.
e. Independensi peradilan, yakni peradilan yang independen bebas dari pengaruh penguasa
atau kekuatan lainnya.

3. Transparansi
Asas transparansi adalah unsur lain yang menopang terwujudnya good and clean
governance. Akibat tidak adanya prinsip transparan ini, Indonesia telah terjerembab de dalam
kubangan korupsi yang sangat parah. Dalam pengelolaan negara terdapat delapan unsur yang

harus dilakukan secara transparan, yaitu:
a. Penetapan posisi, jabatan, atau kedudukan.
b. Kekayaan pejabat politik.
c. Pemberian penghargaan.
d. Penetapan kebijakan yang terkait dengan pencerahan kehidupan.
e. Kesehatan.
f. Moralitas para pejabat dan aparatur pelayanan publik.
g. Keamanan dan ketertiban.
h. Kebijakan strategis untuk pencerahan kehidupan masyarakat.
Dalam hal penetapan posisi jabatan publik harus dilakukan melalui mekanisme test and
proper test (uji kelayakan) yang dilakukan oleh lembaga-lembaga independen yang dilakukan
oleh lembaga legislatif maupun komisi independen, seperti komisi yudisial, kepolisian dan pajak.

4. Responsif
Asas responsif adalah dalam pelaksanaan prinsip-prinsip good and clean governance
bahwa pemerintah harus tanggap terhadap persoalan-persoalan masyarakat. Sesuai dengan asas
responsif, setiap unsur pemerintah harus memiliki dua etika, yakni etika individual dan sosial.
Kualifikasi etika individual menuntut pelaksana birokrasi pemerintah agar memiliki kriteria
kapabilitas dan layolitas profesional. Adapun etik sosial menuntut mereka agar memiliki
sensitivitas terhadap berbagai kebutuhan publik.


5. Konsensus
Asas konsensus adalah bahwa keputusan apa pun harus dilakukan melalui proses
musyawarah melalui konsensus. Cara pengambilan keputusan konsensus, selain dapat
memuaskan semua pihak atau sebagian besar pihak, cara ini akan mengikat sebagian besar
komponen yang bermusyawarah dan memiliki kekuatan memaksa terhadap semua yang terlibat
untuk melaksanakan keputusan tersebut.
Semakin banyak yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan secara partisipatif,
maka akan semakin banyak aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang terwakili. Semakin banyak
yang melakukan pengawasan serta kontrol terhadap kebijakan-kebijakan umum, maka akan
semakin tinggi tingkat kehati-hatiannya, dan akuntabilitas pelaksanaannya dapat semakin
dipertanggungjawabkan.

6. Kesetaraan
Asas kesetaraan adalah kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan publik. Asas
kesetaraan ini mengharuskan setiap pelaksanaan pemerintah untuk bersikap dan berperilaku adil
dalam hal pelayanan publik tanpa mengenal perbedaan keyakinan, suku, jenis kelamin, dan kelas
sosial.

7. Efektivitas dan efisiensi

Kriteria efektivitas biasanya diukur dengan parameter produk yang dapat menjangkau
sebesar-besarnya kepentingan masyarakat dari berbagai kelompok dan lapisan sosial. adapun,
asas efisiensi umumnya diukur dengan rasionalitas biaya pembangunan untuk memenuhi
kebutuhan semua masyarakat. Semakin kecil biaya yang terpakai untuk kepentingan yang
terbesar, maka pemerintahan tersebut termasuk dalam kategori pemerintahan yang efisien.

8. Akuntabilitas
Asas akuntabilitas adalah pertanggungjawaban pejabat publik terhadap masyakarat yang
memberinya kewenangan untuk mengurusi kepentingan mereka. Setiap pejabat publik dituntut
untuk mempertanggungjawabkan semua kebijakan, perbuatan, moral, maupun netralitas
sikapnya terhadap masyarakat. Inilah yang dituntut dalam asas akuntabilitas dalam upaya menuju
pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

9. Visi Strategis
Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi masa yang akan
datang. Kualifikasi ini menjadi penting dalam rangka realisasi good and clean governance.

Good and Clean Governance dan Kontrol Sosial

Partisipasi masyarakat merupakan salah satu tujuan sari implementasi good and clean

governance. Untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih berdasarkan prinsip-prinsip
pokok good and clean governance, setidaknya dapat dilakukan melalui pelaksanaan prioritas
program, yakni:
1. Penguatan fungsi dan peran lembaga perwakilan.
2. Kemandirian lembaga peradilan.
3. Profesionalitas dan integritas aparatur pemerintah.
4. Penguatan partisipasi Masyarakat Madani.
5. Peningkatan kesejahteraan rakyat dalam kerangka otonomi daerah.
Lahirnya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah telah memberikan
kewenangan pada daerah untuk melakukan pengelolaan dan memajukan masyakarat dalam
politik, ekonomi, sosial, dan budaya dalam kerangka menjaga keutuhan NKRI. Pencapaian
tingkat kesejahteraan dapat diwujudkan secara lebih cepat yang pada akhirnya akan mendorong
kemandirian masyarakat.

Korupsi Penghambat Utama Tata Kelola Pemerintahan yang Baik
dan Bersih
Tindakan penyalahgunaan Anggaran Pembangunan dan Biaya Daerah (APBD) yang
dilakukan oleh pemda dan anggota legislatif (DPRD) oleh sejumlah lembaga, seakan belum
cukup untuk mengikis tindakan korupsi di kalangan pejabat negara. Menurut Badan Pengawas
Keuangan dan Pembangunan (BPKP), korupsi merupakan tindakan yang merugikan kepentingan

umum dan masyarakat luas demi keuntungan pribadi atau kelompok tertentu.
Menurut data Indeks Persepsi Korupsi 2011 yang dilansir oleh situs resmi Transparansi
Internasional, dalam hal persepsi publik terhadap korupsi sektor publik Indonesia masuk urutan
ke-100 dunia dengan skor rendah (3). Sementara di antara negara-negara di kawasan Asia
Pasifik-Indonesia bertandang di urutan ke-20.

Gerakan Antikorupsi
Jeremy Pope menawarkan strategi untuk memberantas korupsi yang mengedepankan
kontrol kepada dua unsur paling berperan di dalam tindak korupsi. Pertama, peluang korupsi;
kedua keinginan korupsi. Menurutnya, korupsi terjadi jika peluang dan keinginan dalam waktu
bersamaan. Peluang dapat dikurangi dengan cara membalikkan siasat “laba tinggi, risiko rendah”
menjadi “laba rendah, risiko tinggi”, dengan cara menegakkan hukum dan menakuti secara
efektif, dan menegakkan mekanisme akuntabilitas.
Penanggulangan tindakan korupsi dapat dilakukan antara lain dengan : pertama, adanya
political will dan political action dari pejabat negara dan pimpinan lembaga pemerintah pada
setiap satuan kerja organisasi untuk melakukan langkah proaktif pencegahan dan pemberantasan
perilaku dan tindak pidana korupsi.

Kedua, penegakkan hukum secara tegas dan berat. Proses eksekusi mati bagi koruptor di
Cina, misalnya telah membuat sejumlah pejabat tinggi dan pengusaha di negeri ini menjadi era

untuk melakukan tindak korupsi. Tindakan ini merupakan shock therapy untuk membuat
tindakan korupsi berhenti.
Ketiga, membangun lembaga-lembaga yang mendukung upaya pencegahan korupsi. Pada
beberapa negara, mandat Ombudsman mencakup pemeriksaan dan inspeksi atas sistem
administrasi pemerintah dalam hal kemampuannya mencegah tindakan korupsi aparat birokrasi.
Keempat, membangun mekanisme penyelenggara pemerintahan yang menjamin
terlaksananya praktik good and clean governance¸ baik di sektor pemerintah, swasta, atau
organisasi kemasyarakatan.
Kelima, memberikan pendidikan antikorupsi, baik melalui pendidikan formal maupun
nonformal. Dalam pendidikan formal, sejak pendidikan dasar sampai perguruan tinggi diajarkan
bahwa nilai korupsi adalah bantuk lain dari kejahatan.
Keenam, gerakan agama antikorupsi, yaitu gerakan membangun kesadaran keagamaan
dan mengembangkan spiritualitas antikorupsi.

Tata Kelola Kepemerintahan yang Baik dan Kinerja Birokrasi
Pelayanan Publik
Pelayanan publik kepada masyarakat bisa diberikan secara cuma-cuma ataupun disertai
dengan pembayaran. Pelayanan publik yang bersifat cuma-cuma sebenarnya merupakan
kompensasi dari pajak yang telah dibayar oleh masyarakat itu sendiri. Adapun, pemberian
pelayanan publik yang disertai dengan penarikan bayaran, penentuan tarifnya didasarkan pada

harga pasar ataupun didasarkan menurut harga yang paling terjangkau bukan berdasarkan
ketentuan sepihak aparat atau instansi pemerintah.
Ada beberapa alasan mengapa pelayanan publik menjadi titik strategis untuk memulai
pengembangan dan penerapan good and clean governance di Indonesia, yaitu:
1. Pelayanan publik selama ini menjadi area di mana negara yang diwakili pemerintah
berinteraksi dengan lembaga nonpemerintah. Keberhasilan dalam pelayanan publik akan
mendorong tingginya dukungan masyarakat terhadap kerja birokrasi.
2. Pelayanan publik adalah wilayah di mana berbagai aspek good and clean governance bisa
diartikulasikan secara lebih mudah.

3. Pelayanan publik melibatkan kepentingan semua unsur governance, yaitu pemerintah,
maysarakat, dan mekanisme pasar.
Kinerja birokrasi adalah ukuran kuantitatif dan kualitif yang menggambarkan tingkat pencapaian
sasaran atau tujuan yang telah didtetapkan dengan memperhitungkan elemen-elemen indikator sebagai
berikut:

1. Indikator masukan adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar birokrasi mampu menghasilkan
2.
3.
4.

5.
6.

produknya, baik barang atau jasa, yang meliputi sumber daya manusia, informasi, kebijakan, dan
sebagainya.
Indikator proses, yaitu sesuatu yang berkaitan dengan proses pekerjaan berkaitan dengan
kesesuaian anatar perencanaan dengan pelaksanaan yang diharapkan langsung dicapai dari suatu
kegiatan yang berupa fisik ataupun nonfisik.
Indikator produk, yaitu sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang
berupa fisik ataupun nonfisik.
Indikator hasil adalah segala sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan.
Indikator manfaat adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan.
Indikator dampak adalah pengaruh yang ditimbulkan, baik positif maupun negatif pada setiap
tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang telah ditetapkan.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Birokrasi
Faktor-faktor yang memperngaruhi kinerja birokrasi antara lain : manajemen organisasi
dalam menerjemahkan dan menyelaraskan tujuan birokrasi; budaya kerja dan organisasi pada
birokrasi; kualitas sumber daya manusia yang dimiliki birokrasi; dan kepemimpinan birokrasi
yang efektif dan koordinasi kerja pada birokrasi. Faktor-faktor ini akan menentukan lancar

tidaknya suatu birokrasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Selain itu, kinerja
birokrasi di masa depan akan dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1. Struktur birokrasi sebagai hubungan internal, yang berkaitan dengan fungsi yang
menjalankan aktivitas birokasi.
2. Kebijakan pengelolaan, berupa visi, misi, tujuan, sasaran, dan tujuan dalam perencanaan
strategis pada birokrasi.
3. Sumber daya manusia, yang berkaitan dengan kualitas kerja dan kapasitas diri untuk
bekerja dan berkarya secara optimal.
4. Sistem informasi manajemen, yang berhubungan dengan pengelolaan database dalam
kerangka mempertinggi kinerja birokrasi.
5. Sarana dan prasarana yang dimiliki, yang berhubungan dengan penggunaan teknologi
bagi penyelenggaraan birokrasi pada setiap aktivitas birokrasi.