Pengaruh Penerapan Prinsip-Prinsip Good Local Governance Terhadap Efektivitas Fungsi Pemerintah Desa

(1)

PENGARUH PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD

LOCAL GOVERNANCE TERHADAP EFEKTIVITAS

FUNGSI PEMERINTAH DESA

(Studi Pada Lima Desa Di Kecamatan Namorambe Kabupaten Deli Serdang)

Disusun oleh :

060903024

HARIONO

Departemen Ilmu Administrasi Negara

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2010


(2)

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmaanirrohim

Assalaamua’laikum warohmatullaahi wabarokaatuh

Puji dan syukur senantiasa Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmatNya sehingga skripsi berjudul “Pengaruh Penerapan Prinsip-Prinsip Good Local Governance Terhadap Efektivitas Fungsi Pemerintah Desa” ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam juga tak lupa diucapkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya, semoga kelak kita mendapat syafaat dan pertolongan dari beliau sekaligus diakui sebagai umatnya. Amin.

Skripsi ini merupakan sebuah karya tulis yang diperlukan untuk melengkapi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara serta sebagai wadah untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan wawasan yang telah diperoleh selama masa perkuliahan.

Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan prinsip-prinsip good local governance oleh pemerintah desa dan tingkat efektivitas fungsi pemerintah desa serta pengaruh penerapan prinsip-prinsip good local governance terhadap tingkat efektivitas fungsi pemerintah desa. Penelitian ini dilaksanakan di lima desa di Kecamatan Namorambe yaitu Desa Delitua, Desa Ujung Labuhan, Desa Batu Penjemuran, Desa Jati Kesuma Dan Desa Kuta Tengah.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dalam hal isi maupun penulisan. Untuk itu dengan segala


(3)

kerendahan hati, Penulis sangat mengharapkan kritik atau saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Dalam menyelesaikan skripsi ini Penulis banyak sekali dibantu oleh segenap keluarga besar, kerabat dan teman-teman sesama mahasiswa. Oleh karena itu, dalam kesempatan bahagia ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih dan rasa hormat yang sedalam-dalamnya, terutama kepada kedua orang tua terkasih,

Ayahanda Kartino dan Ibunda Nasib Ani yang dengan setia memberikan

dukungan dan kasih sayang yang tiada henti, yang tidak akan pernah terbalaskan sampai kapanpun jua.

Terima kasih juga diucapkan kepada Abang-Abang dan Kakak-Kakakku beserta keluarga, Sunarti, Junardi, Purwadi, S.Kom (terima kasih atas bantuan dan dukungan yang diberikan selama ini, semoga gelar Magisternya segera diraih, Amin..), dan Purwanto. Keponakan-keponakanku yang lucu dan rame, Nizam,

Sinta, Faiz, Bayu, Raihan, Afif, Dan Sabitha semoga menjadi anak yang soleh

dan soleha, dan jangan merusuh di rumah nenek ya, hehe.

Terima kasih juga diucapkan kepada keluarga Paman Siswanto yang bersedia meminjamkan komputernya siang dan malam ketika laptop Penulis bermasalah. Dan terima kasih kepada seluruh keluarga besar yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Secara khusus ungkapan terima kasih dan rasa hormat juga ingin diungkapkan kepada seluruh pihak yang telah membantu, membimbing dan mengarahkan Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung yaitu kepada:


(4)

1. Bapak DR. Badaruddin Rangkuti, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Zakaria, M.SP, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumater Utara.

3. Prof. DR. Marlon Sihombing, MA selaku Ketua Departemen Ilmu

Administrasi Negara dan juga selaku dosen penasehat akademik penilis. 4. Ibu Hj. Dra. Beti Nasution, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ilmu

Administrasi Negara.

5. Ibu Drs. Robinson Sembiring, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah bersedia membimbing dan mengarahkan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak/Ibu Staf Pengajar serta Pegawai Administrasi FISIP USU yang telah berjasa mendidik dan membimbing penulis selama masa perkuliahan, serta memudahkan administrasi khusunya kepada Kak

Mega dan Kak Dian selaku pegawai bagian pendidikan FISIP USU.

7. Seluruh Kepala Desa dan Perangkat Desa Delitua, Ujung Labuhan, Batu Penjemuran, Jati Kesuma dan Kuta Tengah yang telah bersedia membantu Penulis dalam melaksanakan penelitian.

8. Aida Fitrina S. Sos yang telah setia menemani dan memberikan

dukungan ketika yang lain mengabaikan. Yang memberikan motivasi dan semangat ketika Penulis mulai jenuh. Semoga sukses menjalani hidup dan tetap setia menemani Penulis sampai kapanpun.

9. Nazlia Safira Ardhani, S. Sos yang dengan setia mendengarkan


(5)

menyelesaikan perkuliahan dan skripsi selama ini. (Sori klo pas magang

aku sering ngejek ide-ide gilamu, haha). Terima kasih juga diucapkan

kepada anak-anak Macava yang lain, Adik Kembar Wira, Santi, Sohib

Esry, Yeni, Bang Tina, Nia, Si Jutek Rama, dan Ira.

10.Anak-anak Young Boy, kawan-kawan seperjuangan disaat susah (pas susah aj, pas senang sendiri-sendiri..), jangan lupa kita lah bintangnya di AN 06. Nama kalian akan dikenang dan menjadi legenda selamanya (the legend) karena lama tamat, hahahaha.. Khusus kepada fadli, “Ingat boy,

jangan telat mulu, klo mandi jangan lama-lama. Bisa dipecat kau klo kerja kayak gitu,hehe”

11.Rahmat Tongseng, “Ingat kuliah seng..jangan begadang aja kerja kau. Kau tengok KRS mu, supaya tau kau apa mata kuliah yang kau ambil..”

12.Sobirin, “Jangan ketawa aja kerja kau, dewasa dikit. Jaga wibawa, jangan bikin malu abangmu imam (haha, peace mam..). Oiya, satu lagi. “Manusia makan untuk hidup, bukan hidup untuk makan.”

13.Roy Liston Sibabami, “Jangan terlalu lama jadi rumput roy, emang kadang bagus ngikut kemana arah angin. Tapi ingat, sekarang banyak tukang potong rumput, kena babat nanti kau, haha..”

14.Tantri Batak’ra, “Kurangilah dayaknya ah, malu ma junior..tapi aku bangga ma kau tan, karena kau pelopor the legend ’06. hehe”

15.Imam, “Macam mana nya usaha lele kita itu, kok ga panen-panen kutengok. Kau pun lele mu mati kau bilang tidur, haha”


(6)

16.Mita dan Inggit, “Makasih udah nemeni awak ke kampus waktu awak ga ada kawan. Jangan cepat-cepat klen married ya, nanti kita ga bisa menggila lagi..”

17.Efriadi, “Bang adi, jangan kejam-kejamlah sama anak baru. Kasian..”

18.Raja Aceh dan Raja Minang, Sahripin dan Hafizh, “sampai ketemu pada diskusi selanjutnya, haha”

19.Terima kasih juga buat seluruh Teman-teman AN-06 yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih atas kebersamaannya selama ini. Semoga kita bertemu di lain waktu dalam keadaan sukses. Thanks for all!

Akhir kata, Penulis berharap skripsi ini berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan dan dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Terima kasih. Wassalamualaikum Wr. WB.

Medan, Agustus 2010

Penulis


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR BAGAN DAN DIAGRAM ... xv

DAFTAR LAMPIRAN... xvi

ABSTRAKSI ... xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Kerangka Teori 1. Good Local Governance ... 8

1. 1. Pengertian Good Governance ... 10

1. 2. Good Local Governance ... 14

2. Efektivitas Fungsi Pemerintah Desa 2. 1. Pengertian Efektivitas ... 16

2. 2. Pemerintah Desa... 19

a. Struktur Pemerintah Desa ... 20

b. Fungsi Pemerintah Desa ... 22

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Fungsi Pemerintah Desa ... 24

2. 3. Efektivitas Fungsi Pemerintah Desa ... 26

3. Hubungan Antara Good Local Governance Dengan Efektivitas Fungsi Pemerintah Desa ... 28

F. Hipotesis ... 32

G. Definisi Konsep ... 32

H. Definisi Operasional ... 33

BAB II METODE PENELITIAN A. Bentuk Penelitian ... 37

B. Lokasi Penelitian ... 37

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi ... 38

2. Sampel ... 38

D. Teknik Pengumpulan Data ... 39

E. Teknik Penentuan Skor ... 40

F. Teknik Analisa Data 1. Koefisien Korelasi Product Moment... 41

2. Uji “t” ... 42


(8)

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Singkat Kecamatan Namorambe ... 44

B. Letak dan Geografis Kecamatan Namorambe 1. Luas Daerah ... 45

2. Keadaan Alam (Topografi)... 47

3. Iklim ... 47

4. Batas-Batas Wilayah ... 47

C. Keadaan Penduduk Di Kecamatan Namorambe ... 47

1. Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 49

2. Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur ... 50

3. Klasifikasi Penduduk Menurut Mata Pencaharian... 53

D. Jenis-Jenis Sarana dan Prasarana ... 55

1. Sarana dan Prasarana Pendidikan ... 55

2. Sarana dan Prasarana Kesehatan... 57

3. Sarana dan Prasarana Peribadatan ... 59

4. Sarana dan Prasarana Perindustrian ... 60

5. Sarana dan Prasarana Perhubungan ... 62

E. Kelembagaan Desa ... 64

BAB IV PENYAJIAN DATA A. Identitas Responden ... 66

B. Tabel Distribusi Jawaban Responden 1. Variabel Bebas (Penerapan Prinsip-Prinsip Good Local Governance) a. Akuntabilitas ... 69

b. Transparansi ... 73

c. Responsivitas ... 78

d. Kapasitas ... 82

2. Variabel Terikat (Efektivitas Fungsi Pemerintah Desa) a. Fungsi Pemerintahan ... 86

b. Fungsi Pembangunan ... 91

c. Fungsi Kemasyarakatan... 100

BAB V ANALISA DATA A. Penerapan Prinsip-Prinsip Good Local Governance 1. Penerapan Prinsip Akuntabilitas ... 106

2. Penerapan Prinsip Transparansi ... 107

3. Penerapan Prinsip Responsivitas ... 108

4. Penerapan Prinsip Kapasitas ... 108

B. Efektivitas Fungsi Pemerintah Desa 1. Fungsi Pemerintahan ... 111

2. Fungsi Pembangunan ... 112

3. Fungsi Kemasyarakatan ... 113

C. Hubungan Antara Penerapan Prinsip-Prinsip Good Local Governance Dengan Tingkat Efektivitas Fungsi Pemerintah Desa 1. Koefisien Korelasi Product Moment... 116

2. Uji Signifikansi (T) ... 118


(9)

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan... 121 B. Saran ... 124

DAFTAR PUSTAKA ... xviii LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Relasi yang baik antara negara, masyarakat dan pasar menurut

konsep good governance ... 13

Tabel 2. Peta pemerintahan di level desa ... 16

Tabel 3. Interpretasi Korelasi Product Moment ... 42

Tabel 4. Luas Desa, Jumlah Dusun dan Jarak Ibu Kota Kecamatan ke Kantor Kepala Desa ... 46

Tabel 5. Jumlah Penduduk, Kepadatan Penduduk, Jumlah Rumah Tangga dan Rata-Rata Penduduk Per Rumah Tangga ... 48

Tabel 6. Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 49

Tabel 7. Klasifikasi Penduduk Kecamatan Namorambe Berdasarkan Kelompok Umur ... 51

Tabel 8. Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 54

Tabel 9. Sarana dan Prasarana Pendidikan di Kec. Namorambe ... 56

Tabel 10. Sarana dan Prasarana Kesehatan di Kec. Namorambe ... 58

Tabel 11. Sarana dan Prasarana Peribadatan di Kec. Namorambe ... 59

Tabel 12. Sarana dan Prasarana Produksi di Kecamatan Namorambe ... 61

Tabel 13. Sarana dan Prasarana Perhubungan di Kecamatan Namorambe ... 63

Tabel 14. Nama-Nama Kepala Desa dan Perangkat Desa ... 65

Tabel 15. Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 67

Tabel 16. Identitas Responden Berdasarkan Status Perkawinan ... 67

Tabel 17. Identitas Responden Berdasarkan Usia ... 68

Tabel 18. Identitas Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 68

Tabel 19. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Pemahaman Tugas, Fungsi dan Wewenang Sebagai Perangkat Desa ... 69


(11)

Tabel 20. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Inisiatif Pemerintah

Desa Menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja... 70 Tabel 21. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Penyampaian Laporan

Akuntabilitas Kinerja Kepada BPD/Bupati ... 70 Tabel 22. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Penyampaian Laporan

Akuntabilitas Kinerja Kepada Masyarakat... 71 Tabel 23. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Penting Tidaknya

Menyampaikan Laporan Akuntabilitas Kinerja Kepada

Masyarakat ... 72 Tabel 24. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Keyakinan Bahwa

Akuntabilitas Mempengaruhi Efektivitas Fungsi Pemerintah

Desa ... 72 Tabel 25. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Perlakuan Adil dan

Tidak Pilih Kasih Kepada Masyarakat ... 73 Tabel 26. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Sosialisasi APBDesa ... 74 Tabel 27. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Sosialisasi Kas Desa ... 75 Tabel 28. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Pelibatan Masyarakat

Dalam Pengambilan Keputusan di Desa ... 76 Tabel 29. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Penting Tidaknya

Menyampaikan Kinerja dan Keuangan Pemerintah Desa ... 77 Tabel 30. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Keyakinan Bahwa

Transparansi Mempengaruhi Efektivitas Fungsi Pemerintah

Desa ... 77 Tabel 31. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Perlunya


(12)

Tabel 32. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Pelaksanaan Musyawarah Desa ... 79 Tabel 33. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Ketersediaan Ruang Publik

Untuk Menyalurkan Aspirasi... 79 Tabel 34. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Pengambilan Keputusan

di Desa Melalui Musyawarah ... 80 Tabel 35. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Penting Tidaknya Aspirasi

Warga ... 81 Tabel 36. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Keyakinan Bahwa Aspirasi

Mempengaruhi Efektivitas Fungsi Pemerintah Desa ... 81 Tabel 37. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Pengetahuan dan

Keterampilan Perangkat Desa Mempengaruhi Kinerja... 82 Tabel 38. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Kemampuan Perangkat

Desa Menjalankan Tugas ... 82 Tabel 39. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Pelatihan dan Pembinaan

Perangkat Desa ... 83 Tabel 40. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Pembinaan Perangkat

Desa dari Pemerintah Kabupaten ... 84 Tabel 41. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Sarana dan Prasarana

Pemerintah Desa ... 84 Tabel 42. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Keyakinan Bahwa

Kapasitas Pemerintah Desa Mempengaruhi Efektivitas Fungsi ... 85 Tabel 43. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Pelibatan BPD dan


(13)

Tabel 44. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Mengambil Kebijakan

Tepat Waktu ... 86 Tabel 45. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Apakah Peraturan

Desa Dilaksanakan Dengan Baik ... 87 Tabel 46. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Pelibatan BPD dan

Masyarakat Dalam Menyusun APBDesa ... 87 Tabel 47. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Penyusunan APBDesa

Tepat Waktu ... 88 Tabel 48. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Realisasi APBDesa ... 89 Tabel 49. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Pelayanan

Administrasi Kepada Masyarakat ... 89 Tabel 50. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Sosialisasi Standar

Pelayanan Administrasi Kepada Masyarakat ... 90 Tabel 51. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Kewajaran Biaya dan

Waktu Pelayanan Administrasi... 90 Tabel 52. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Penyusunan RPJM

Desa ... 91 Tabel 53. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Pelibatan Masyarakat

Dalam Penyusunan RPJM Desa ... 92 Tabel 54. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Kesesuaian RPJM Desa

Dengan Aspirasi Warga ... 92 Tabel 55. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Sarana dan Prasarana

di Desa ... 93 Tabel 56. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Pelaksanaan RPJM ... 94


(14)

Tabel 57. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Manfaat Pembangunan

di Desa ... 94

Tabel 58. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Besaran Iuran Kas Desa ... 95

Tabel 59. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Pengelolaan Kas Desa ... 95

Tabel 60. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Penggunaan Kas Desa ... 96

Tabel 61. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Penyaluran Bantuan ... 96

Tabel 62. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Ketepatan Waktu Penyaluran Bantuan ... 97

Tabel 63. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Kemerataan Penyaluran Bantuan... 98

Tabel 64. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Himbauan Pemerintah Desa Untuk Gotong Royong Kebersihan Lingkungan ... 98

Tabel 65. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Seberapa Sering Gotong Royong Dilaksanakan ... 99

Tabel 66. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Kebersihan Desa ... 99

Tabel 67. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Kemampuan Pemerintah Desa Menyelesaikan Sengketa Warga ... 100

Tabel 68. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Ketuntasan Penyelesaian Sengketa Warga ... 101

Tabel 69. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Keadilan Penyelesaian Sengketa Warga ... 101

Tabel 70. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Hubungan Pemerintah Desa Dengan Masyarakat ... 102


(15)

Tabel 71. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Hubungan Antara

Sesama Warga ... 103 Tabel 72. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Keamanan di Desa ... 103 Tabel 73. Rekapitulasi Jawaban Responden Mengenai Tingkat Penerapan

Prinsip-Prinsip Good Local Governance ... 110 Tabel 74. Rekapitulasi Jawaban Responden Mengenai Tingkat Efektivitas


(16)

DAFTAR BAGAN DAN DIAGRAM

Bagan 1. Organisasi Pemerintahan Desa menurut UU No. 5/1979 ... 21

Bagan 2. Organisasi Pemerintahan Desa menurut UU No. 32/2004 ... 21

Bagan 3. Model Metodologis Nilai Menurut Soebijanta ... 29

Bagan 4. Kerangka Hubungan antara Budaya dan Efektivitas ... 31

Diagram 1. Rekapitulasi Jawaban Responden Mengenai Tingkat Penerapan Good Local Governance ... 111

Diagram 2. Rekapitulasi Jawaban Responden Mengenai Tingkat Efektivitas Fungsi Pemerintah Desa ... 115


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Surat Rencana Skripsi

Lampiran II : Surat Persetujuan Permohonan Skripsi Lampiran III : Surat Penunjukkan Dosen Pembimbing

Lampiran IV : Undangan Seminar Proposal Usulan Penelitian Skripsi Lampiran V : Daftar Hadir Peserta Seminar Proposal Rancangan Usulan

Penelitian

Lampiran VI : Berita Acara Seminar Usulan Penelitian Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP USU

Lampiran VII : Surat Pengantar Penelitian dari Fakultas

Lampiran VIII : Surat Pengantar Penelitian dari Kecamatan Namorambe Lampiran IX : Surat Disposisi dari Desa Delitua

Lampiran X : Surat Disposisi dari Desa Ujung Labuhan Lampiran XI : Surat Disposisi dari Desa Batu Penjemuran Lampiran XII : Surat Disposisi dari Desa Jati Kesuma Lampiran XIII : Surat Disposisi dari Desa Kuta Tengah Lampiran XIV : Kuesioner Penelitian

Lampiran XV : Hasil Wawancara

Lampiran XVI : Data Kuesioner Penelitian Variabel Penerapan Prinsip-Prinsip

Good Local Governance (X)

Lampiran XVII : Data Kuesioner Penelitian Variabel Tingkat Efektivitas Fungsi Pemerintah Desa (Y)

Lampiran XVIII : Data Distribusi Hasil Kuesioner X², Y², XY Lampiran XIX : Tabel Nilai-Nilai r Product Moment


(18)

ABSTRAKSI

Pengaruh Penerapan Prinsip-Prinsip Good Local Governance Terhadap Efektivitas Fungsi Pemerintah Desa

(Studi Pada Lima Desa Di Kecamatan Namorambe Kabupaten Deli Serdang) Skripsi ini disusun oleh :

Nama : Hariono

NIM : 060903024

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Dosen Pembimbing : Drs. Robinson Sembiring, M. Si

Undang-undang yang mengatur mengenai Pemerintahan Desa terus mengalami perubahan, sejak diberlakukannya UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok- Pokok Pemerintahan di Daerah hingga terakhir dikeluarkannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 Tentang Desa. Perubahan regulasi ini juga menyebabkan perubahan struktur dan pola pemerintahan di level desa.

Perubahan struktur dan pola pemerintahan di level desa yang yang disebabkan tuntutan regulasi tersebut nyatanya tidak meningkatkan efektivitas fungsi pemerintah desa sebagaimana yang diharapkan. Ini menunjukkan ada faktor lain yang mempengaruhi sehingga tidak efektifnya fungsi-fungsi pemerintah desa selain faktor struktur organisasinya. Faktor tersebut antara lain kualitas sumber daya manusia aparat pemerintah desa dan budaya yang dianut oleh individu aparat pemerintah desa tersebut.

Good local governance merupakan suatu konsep yang berupa seperangkat

tatanan nilai yang tepat untuk mengatasi masalah sumber daya aparat pemerintah desa di atas. Di dalam konsep good local governance terdapat prinsip akuntabilitas, transparansi, responsivitas dan kapasitas.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar hubungan penerapan prinsip-prinsip good local governance terhadap tingkat efektivitas fungsi pemerintah desa. Metode penelitian yang digunakan adalah Explanatory Research yaitu untuk menguji hubungan antara variabel penerapan prinsip-prinsip good local governance (X) dengan variabel tingkat efektivitas fungsi pemerintah desa (Y). Sampel dalam penelitian ini berjumlah 45 orang yang terdiri dari 5 orang kepala desa dan 40 orang perangkat desa. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner, wawancara dan observasi. Analisis penelitian menggunakan analisis korelasi product moment Pearson dan koefisien determinasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan prinsip-prinsip good local

governance memiliki hubungan yang kuat/tinggi dengan tingkat efektivitas fungsi

pemerintah desa. Hal ini terbukti dari hasil perhitungan dimana r = 0,65. Ini menunjukkan adanya hubungan yang positif antara penerapan prinsip-prinsip good

local governance dengan tingkat efektivitas fungsi pemerintah desa, dimana nilai

kritiknya pada taraf signifikan 5% adalah 0,312. Sementara koefisien determinan diperoleh sebesar 42,25%. Hal ini menunjukkan tingkat efektivitas fungsi pemerintah desa dipengaruhi oleh penerapan prinsip-prinsip good local governance sebesar 42,25% sementara 57,75% dipengaruhi oleh faktor lain di luar penelitian ini.


(19)

ABSTRAKSI

Pengaruh Penerapan Prinsip-Prinsip Good Local Governance Terhadap Efektivitas Fungsi Pemerintah Desa

(Studi Pada Lima Desa Di Kecamatan Namorambe Kabupaten Deli Serdang) Skripsi ini disusun oleh :

Nama : Hariono

NIM : 060903024

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Dosen Pembimbing : Drs. Robinson Sembiring, M. Si

Undang-undang yang mengatur mengenai Pemerintahan Desa terus mengalami perubahan, sejak diberlakukannya UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok- Pokok Pemerintahan di Daerah hingga terakhir dikeluarkannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 Tentang Desa. Perubahan regulasi ini juga menyebabkan perubahan struktur dan pola pemerintahan di level desa.

Perubahan struktur dan pola pemerintahan di level desa yang yang disebabkan tuntutan regulasi tersebut nyatanya tidak meningkatkan efektivitas fungsi pemerintah desa sebagaimana yang diharapkan. Ini menunjukkan ada faktor lain yang mempengaruhi sehingga tidak efektifnya fungsi-fungsi pemerintah desa selain faktor struktur organisasinya. Faktor tersebut antara lain kualitas sumber daya manusia aparat pemerintah desa dan budaya yang dianut oleh individu aparat pemerintah desa tersebut.

Good local governance merupakan suatu konsep yang berupa seperangkat

tatanan nilai yang tepat untuk mengatasi masalah sumber daya aparat pemerintah desa di atas. Di dalam konsep good local governance terdapat prinsip akuntabilitas, transparansi, responsivitas dan kapasitas.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar hubungan penerapan prinsip-prinsip good local governance terhadap tingkat efektivitas fungsi pemerintah desa. Metode penelitian yang digunakan adalah Explanatory Research yaitu untuk menguji hubungan antara variabel penerapan prinsip-prinsip good local governance (X) dengan variabel tingkat efektivitas fungsi pemerintah desa (Y). Sampel dalam penelitian ini berjumlah 45 orang yang terdiri dari 5 orang kepala desa dan 40 orang perangkat desa. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner, wawancara dan observasi. Analisis penelitian menggunakan analisis korelasi product moment Pearson dan koefisien determinasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan prinsip-prinsip good local

governance memiliki hubungan yang kuat/tinggi dengan tingkat efektivitas fungsi

pemerintah desa. Hal ini terbukti dari hasil perhitungan dimana r = 0,65. Ini menunjukkan adanya hubungan yang positif antara penerapan prinsip-prinsip good

local governance dengan tingkat efektivitas fungsi pemerintah desa, dimana nilai

kritiknya pada taraf signifikan 5% adalah 0,312. Sementara koefisien determinan diperoleh sebesar 42,25%. Hal ini menunjukkan tingkat efektivitas fungsi pemerintah desa dipengaruhi oleh penerapan prinsip-prinsip good local governance sebesar 42,25% sementara 57,75% dipengaruhi oleh faktor lain di luar penelitian ini.


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya, desa merupakan awal bagi terbentuknya masyarakat politik dan pemerintahan di Indonesia. Jauh sebelum negara modern ini terbentuk, kesatuan sosial sejenis desa atau masyarakat adat telah menjadi institusi sosial yang mempunyai posisi sangat penting. Mereka ini merupakan institusi yang otonom dengan tradisi, adat istiadat dan hukumnya sendiri yang mengakar kuat serta relatif mandiri dari campur tangan kekuasaan dari luar.1

Kehadiran dan campur tangan negara modern ke dalam semua sektor pemerintahan desa membawa implikasi pada melemahnya kemandirian dan kemampuan pemerintahan desa. Kondisi ini sangat jelas terlihat selama masa kekuasaan pemerintahan Orde Baru. Saat itu, berdasarkan UU No. 5 Tahun 1979, penguasa melakukan kebijakan sentralisasi, birokratisasi dan uniformitas pemerintahan dan komunitas pada tingkatan desa.

Walaupun demikian, kenyataan sekarang ini di atas kesatuan sosial seperti desa itu kini telah berdiri suatu perangkat kehidupan modern yang kita sebut “negara”. Pada akhirnya, desa juga tidak luput dari intervensi negara. Hal ini terlihat jelas ketika ditetapkannya Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah dan Undang-Undang No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa yang menyeragamkan nama, bentuk, susunan dan kedudukan Pemerintahan Desa.

2

Negara, yang dalam hal ini dipersonifikasikan sebagai pemerintah pusat, telah menjadi sumber dari semua kekuasaan dan kebijakan yang ada, termasuk dalam

1

Purwo Santoso ed., Pembaharuan Desa Secara Partisipatif (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hal. 2.

2


(21)

pemerintahan desa. Selain itu, kehadiran dominasi negara dalam pemerintahan pada tingkatan desa juga diwujudkan dengan adanya birokratisasi pada pemerintahan desa. Semua institusi dan individu lokal saat itu pada akhirnya mengalami negaraisasi sehingga simbol negara menjadi sangat dominan dalam pemerintahan dan komunitas pada tingkatan desa.3

Pada sisi yang lain, tanpa menghiraukan heterogenitas masyarakat adat dan pemerintahan asli, undang-undang tersebut juga melakukan penyeragaman pemerintahan pada level desa secara nasional. Uniformitas ini secara sederhana diwujudkan dengan pemberian nama “desa” kepada semua bentuk pemerintahan se-level desa.4

Seiring dengan berakhirnya rezim Orde Baru yang diikuti dengan reformasi politik dan pergantian pemerintahan di tahun 1998, kemudian lahirlah Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam undang-undang ini, antara lain berisi mencabut UU No. 5 Tahun 1974 dan UU No. 5 Tahun 1979 yang tidak sesuai dengan jiwa Undang-Undang Dasar 1945 dan perlunya mengakui hak asal usul Daerah yang bersifat istimewa. Secara khusus UU ini juga mengatur tentang desa pada Bab XI (pasal 93). Selanjutnya UU ini diikuti dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 76 Tahun 2001 tentang Pedoman Umum Pengaturan Tentang Desa5

Menurut UU No. 22 Tahun 1999, desa atau yang disebut dengan nama lain, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah

yang secara khusus mengatur tentang Desa.

3 Ibid. 4

Ibid. 5


(22)

Kabupaten6. Sesuatu yang baru dengan lahirnya UU ini adalah dengan dibentuknya Badan Perwakilan Desa (BPD) sebagai wujud tata pemerintahan desa yang lebih demokratis. Secara normatif, BPD dikonsepkan sebagai lembaga perwakilan masyarakat desa (parlemennya desa) yang memiliki fungsi mengayomi adat istiadat, membuat peraturan desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa.7

Perubahan ini pada akhirnya juga membawa implikasi pada kemungkinan munculnya kembali variasi antar daerah dalam model-model pemerintahan di tingkat desa menjadi sangat besar. Dengan kata lain, undang-undang ini memungkinkan terjadinya beberapa perubahan seperti, dari pengaturan desa tingkat nasional (UU) menjadi pengaturan tingkat kabupaten/kota (perda), dari uniformitas menjadi variatif dan dari dominasi birokrasi menjadi institusi masyarakat lokal/adat.8

Pada perkembangan selanjutnya, dikeluarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang No. 22 Tahun 1999. Menurut UU No. 32 Tahun 2004, Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-asul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.9

6

Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 60).

7

Jurnal “Pembaharuan Pemerintahan Desa” (Yogyakarta:IRE Press, 2003) hal. 20 8

Santoso, Op. Cit., hal. 4. 9

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2004 No. 125).


(23)

Sama seperti sebelumnya, UU ini kemudian diikuti dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 Tentang Desa10

Pemerintahan Desa yang ada di Kecamatan Namorambe, Kabupaten Deli Serdang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor 7 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pemilihan, Pencalonan, Pengangkatan, Pelantikan Dan Pemberhentian Kepala Desa.

. Dengan dikeluarkannya peraturan pemerintah ini, maka PP No. 76 Tahun 2001 dinyatakan tidak berlaku lagi.

Selanjutnya pengaturan mengenai syarat dan tata cara pemilihan Kepala Desa dan BPD secara rinci untuk setiap Kabupaten diatur berdasarkan Peraturan Daerah yang dikeluarkan oleh Bupati selaku Kepala Daerah dengan berpedoman kepada Peraturan Pemerintah.

11

Pemerintah desa adalah bagian dari birokrasi negara dan sekaligus sebagai pemimpin lokal yang memiliki posisi dan peran yang signifikan dalam membangun dan mengelola pemerintahan desa. Pemerintah desa mengemban tugas utama dalam hal menciptakan kehidupan yang demokratis, mendorong pemberdayaan masyarakat serta memberikan pelayanan publik yang baik.

Menurut Perda Kabupaten Deli Serdang No. 7 Tahun 2007, Kepala Desa bertugas menyelenggarakan urusan Pemerintahan, Pembangunan dan Kemasyarakatan.

Dalam konteks desa, Pemerintah Desa memegang peran yang sangat penting demi terciptanya tata pemerintahan yang baik di desa. Pemerintah Desa sebagai eksekutif berfungsi menjalankan fungsi pemerintahan, pembangunan dan menciptakan kehidupan kemasyarakatan yang kondusif di desa.

12

Tetapi kondisi ideal belum tercapai sepenuhnya hingga saat ini. Ciri kebijakan sentralistis pada masa Orde Baru yang menunjukkan pola hubungan antara

10

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158. 11

Berita Daerah Kabupaten Deli Serdang Tahun 2007 Nomor 8. 12


(24)

pemerintah pusat dengan pemerintah desa lebih merupakan “intervensi” daripada “interaksi” masih terbawa-bawa hingga sekarang. Kepala Desa selaku penguasa tunggal di desa kemudian hanya dijadikan alat oleh pemerintah pusat untuk menerapkan pola hubungan korporatis-sentralistic.13

Selain itu, lemahnya konsolidasi internal, responsibilitas dan kompetensi perangkat desa akibat beberapa faktor, sangat menghambat efektivitas fungsi pemerintah desa. Hal ini diperparah dengan minimnya budaya administrasi modern dan kurangnya kemampuan dalam hal mengelola keuangan desa.

Keadaan ini ternyata berdampak meski kini struktur pemerintahan desa telah dirubah. Masih kuat dan dominannya kepemimpinan Kepala Desa akibat kebijakan sentralistis Orde Baru ditambah budaya paternalistic menghambat terciptanya akuntabilitas pemerintahan desa. Pola hubungan Patron-Client terkadang mematikan daya kritis masyarakat desa terhadap Kepala Desa selaku tokoh yang menjadi panutan.

14

Dengan efektifnya fungsi-fungsi dari Pemerintah Desa, maka pemerintahan di desa akan berjalan dalam sinergi dimana setiap kebijakan yang diambil berbasis masyarakat, sehingga masyarakat merasa memiliki dan mau ikut ambil bagian dalam

Sehubungan dengan kenyataan di atas, pelaksanaan fungsi Pemerintah Desa yang efektif mutlak diperlukan. Pemerintah Desa merupakan lembaga yang memiliki peran dan potensi yang cukup besar dalam membangun dan mengelola pemerintahan di desa. Pemerintah Desa selaku eksekutif di desa, berperan aktif dalam menentukan kebijakan maupun pelaksanaan pembangunan di desa. Selain itu, Pemerintah Desa harus mampu membangun kemitraan, baik dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), pihak swasta maupun masyarakat itu sendiri.

13 Ibid. 14


(25)

pembangunan desa. Setiap elemen di desa menjalankan peran secara proporsional dalam mengontrol jalannya pemerintahan di desa. Dan pada akhirnya akan tercipta tata pemerintahan desa yang baik (good local governance).

Untuk menciptakan hal tersebut, maka konsep pembaharuan desa yang diterapkan harusnya bukannya mengarah kepada penyeragaman bentuk dan nama desa, melainkan lebih mengarah kepada upaya mendekatkan negara kepada masyarakat dengan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam urusan lokal yang pada akhirnya akan mendorong terciptanya transparansi, akuntabilitas dan responsivitas pemerintah lokal. Pembaharuan desa harus mampu memperkuat semua elemen desa secara seimbang, baik itu pemerintah desa, masyarakat politik, masyarakat sipil dan masyarakat ekonomi.

Good local governance merupakan suatu konsep turunan dari konsep good governance yang diterapkan di level desa, dimana prinsip-prinsip tata pemerintahan

yang baik di level negara diaplikasikan ke tingkatan desa dengan menekankan pada aspek penguatan potensi lokal dan kemandirian. Good local governance merupakan konsep yang tepat untuk diterapkan pada pemerintahan desa demi meningkatkan keefektifan pemerintahan se-level desa.

Dengan melihat berbagai permasalahan diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Penerapan Prinsip-Prinsip Good Local Governance Terhadap Efektivitas Fungsi Pemerintah Desa”. Penelitian ini dilaksanakan pada 5 desa di Kec. Namorambe yaitu Desa Delitua, Desa Ujung Labuhan, Desa Batu Penjemuran, Desa Jati Kesuma dan Desa Kuta Tengah.


(26)

Agar penelitian dapat dilaksanakan dengan baik, maka harus dapat dirumuskan apa yang menjadi permasalahannya sehingga jelas darimana harus memulai dan kemana harus pergi, serta dengan apa melakukan penelitian.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana penerapan prinsip-prinsip good local governance pada lima desa di Kecamatan Namorambe?

2. Bagaimana efektivitas fungsi Pemerintah Desa pada lima desa di Kecamatan Namorambe?

3. Adakah pengaruh penerapan prinsip-prinsip good local governance terhadap efektivitas fungsi Pemerintah Desa di Kecamatan Namorambe?

C. Tujuan Penelitian

Mengacu pada permasalahan penelitian di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini antara lain:

1. Untuk mengukur penerapan prinsip-prinsip good local governance di desa di Kecamatan Namorambe.

2. Untuk mengukur efektivitas fungsi Pemerintah Desa di Kecamatan Namorambe. 3. Untuk mengetahui adakah pengaruh penerapan prinsip-prinsip good local

governance terhadap efektivitas fungsi Pemerintah Desa di Kecamatan

Namorambe.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumbangan pemikiran, masukan dan pertimbangan dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan desa.


(27)

2. Secara akademis, penelitian ini akan lebih melengkapi ragam penelitian pada kajian Ilmu Administrasi Negara dan menambah bahan bacaan dan referensi karya ilmiah.

3. Bagi penulis sendiri, penelitian ini akan memberikan manfaat dalam meningkatkan kemampuan berpikir dan memahami permasalahan tentang desa serta dapat menerapkan ilmu yang diperoleh selama ini dalam perkuliahan untuk mencari solusi masalah berkenaan tentang desa.

E. Kerangka Teori

1. Good Local Governance

Desa tidak jauh berbeda dengan negara, dan dapat dikatakan sebagai miniatur negara. Dalam tempo yang lama, pemerintahan desa terkontaminasi oleh praktik-praktik birokratisasi yang merusak, kepemimpinan bergaya priyayi yang memperdaya rakyat, penggunaan paradigma K-3 (kekuasaan, kewenangan dan kekayaan) yang melanggengkan korupsi, maupun praktek pendekatan yang meminggirkan masyarakat dari arena politik. Penguasa desa menjadi kuat secara birokratis tetapi lemah kapasitasnya. Di desa orang bisa melihat betapa kuatnya oligarki elite, yaitu segelintir elite yang mengklaim dirinya dipercaya oleh rakyat, menguasai sumber daya politik dan ekonomi desa. Pola pengelolaan kekuasaan dan kekayaan yang merusak yang diwarisi dari zaman prakolonial hingga Orde Baru telah membuahkan pemerintahan yang buruk (bad governance) di tingkat desa. Karena itu desa harus dirubah dengan demokratisasi melalui pembaharuan pemerintahan.15

Secara institusional Pemerintah Desa telah ditemani Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang hadir sebagai mitra sekaligus oposisi. Bagi masyarakat bawah, demokrasi bukanlah sesuatu yang asing lagi. Masyarakat sekarang jauh lebih kritis

15


(28)

dan menuntut pemimpinnya berbuat lebih baik, jujur, bersih terbuka dan bertanggung jawab.

Good governance, atau lebih tepatnya tata pemerintahan lokal yang baik (good local governance) adalah sebuah perspektif (model) yang relevan digunakan untuk

membingkai pembaharuan pemerintahan desa. Good local governance sebagai cara pandang baru untuk menggantikan paradigma lama government. Cara pandang

government secara konvensional memandang bahwa negara adalah segala-galanya

atau sebuah lembaga yang sangat kuat, sentral dan superior. Good local governance memandang bahwa negara (pemerintah desa) dan masyarakat berada dalam posisi sejajar yang secara bersama-sama belajar mengelola pemerintahan desa. Perspektif baru tentang pemerintah, dimana perubahan peran pemerintah dalam masyarakat dan kemampuannya mewujudkan kepentingan bersama di bawah batasan internal maupun eksternal merupakan inti dari good local governance. Intinya adalah melibatkan masyarakat dalam proses pemerintahan sekaligus mendekatkan negara kepada masyarakat.

Good local governance merupakan konsep turunan dari konsep good governance. Perbedaannya hanya terletak pada locus penerapannya saja, dimana good governance diterapkan pada level negara, sementara good local governance

diaplikasikan pada level pemerintahan desa. Untuk itu, sebelum membahas mengenai

good local governance, akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai konsep good governance.

1. 1. Pengertian Good Governance

Munculnya istilah good governance sekarang mendorong para ilmuwan politik untuk tidak sekedar memperhatikan pemerintah sebagai lembaga, melainkan juga pemerintahan sebagai proses multi arah, yaitu proses memerintah yang melibatkan


(29)

pemerintah dengan unsur-unsur di luar pemerintah. Governance adalah bentuk interaksi antara negara dan masyarakat sipil.16

Governance tidak sama dengan government (pemerintah) dalam arti sebagai

lembaga, tetapi governance adalah proses kepemerintahan dalam arti yang luas. Jon Pierre dan Guy Peters misalnya, memahami governance sebagai sebuah konsep yang berada dalam konteks hubungan antara sistem politik dengan lingkungannya, dan mungkin melengkapi sebuah proyek yang membuat ilmu politik mempunyai relevansi dengan kebijakan publik. Berpikir tentang governance, demikian Jon Pierre dan Guy Peters, berarti berpikir tentang bagaimana mengendalikan ekonomi dan masyarakat, serta bagaimana mencapai tujuan-tujuan bersama.

17

Bank Dunia18

Goran Hayden

(1989), mendefinisikan governance sebagai tindakan pemegang kekuasaan untuk mengelola urusan-urusan nasional. Governance bisa juga diartikan sebagai pengelolaan struktur rezim dengan sebuah pandangan untuk memperkuat legitimasi penyelenggaraan kekuasaan di mata kehidupan publik. Legitimasi adalah variabel yang tergantung yang dihasilkan oleh governance yang efektif.

19

16

Leftwich, (1994) dan Rhodes, (1997), dalam Dwipayana, Membangun Good Governance di Desa (Yogyakarta: IRE Press, 2003), hal. 8.

17

Jon Pirre dan Guy Peters, Governance, Politics and the State (London: MacMilan Press, 2000), hal. 1.

18

AAGN Ari Dwipayana et. al., Membangun Good Governance di Desa (Yogyakarta: IRE Press, 2003), hal. 9.

19

Ibid., hal. 10.

(1992) secara komprehensif mengidentifikasi 3 dimensi besar dalam konteks governance: dimensi aktor, dimensi struktural, dan dimensi empirik. Dimensi aktor mencakup kekuasaan, kewenangan, resiprositas dan pertukaran. Dimensi struktural mencakup elemen seperti ketulusan, kepercayaan, akuntabilitas dan inovasi. Dimensi empirik governance mencakup tiga elemen utama: pengaruh warga negara, resiprositas sosial serta kepemimpinan yang responsif dan bertanggung


(30)

jawab. Pengaruh warga negara bisa diukur dari tingkat partisipasi politik, perangkat artikulasi dan agregasi serta metode akuntabilitas publik.

Jika perspektif government memandang negara adalah segala-galanya maka perspektif governance mempunyai sejumlah paradigma baru dalam mengelola negara yang bersandar pada enam prinsip utama:

a. Negara tetap menjadi pemain kunci bukan dalam pengertian dominasi dan hegemoni, tetapi negara adalah aktor setara yang mempunyai kapasitas memadai untuk memobilisasi aktor-aktor masyarakat dan pasar untuk mencapaii tujuan besar.

b. Negara bukan lagi sentrum “kekuasaan formal” tetapi sebagai sentrum “kapasitas politik”. Kekuasaan negara harus ditransformasikan dari “kekuasaan atas” (power over) menuju “kekuasaan untuk” (power to).

c. Negara harus berbagi kekuasaan dan peran pada tiga level: ke atas pada organisasi transnasional, ke samping pada NGO dan swasta, serta ke bawah pada daerah dan masyarakat lokal.

d. Negara harus melonggarkan kontrol politik dan kesatuan organisasinya agar mendorong segmen-segmen di luar negara mampu mengembangkan pertukaran dan kemitraan secara kokoh, otonom dan dinamis.

e. Negara harus melibatkan unsur-unsur masyarakat dan swasta dalam agenda pembuatan keputusan dan pemberian layanan publik.

f. Penyelenggara negara harus mempunyai kemampuan responsif, adaptasi dan akuntabilitas publik.20

Selanjutnya Bank Dunia memberi batasan good governance sebagai pelayanan publik yang efisien, sistem peradilan yang dapat diandalkan serta pemerintahan yang

20


(31)

bertanggung jawab pada publiknya. Sementara Komunitas Eropa merumuskan good

governance sebagai pengelolaan kebijakan sosial ekonomi yang masuk akal,

pengambilan keputusan yang demokratis, transparansi pemerintahan dan pertanggungjawaban finansial yang memadai, penciptaan lingkungan yang bersahabat dengan pasar bagi pembangunan, langkah-langkah untuk memerangi korupsi, penghargaan terhadap aturan hukum, penghargaan terhadap HAM, kebebasan pers dan ekspresi.21

Tabel 1. Relasi yang baik antara negara, masyarakat dan pasar menurut konsep good governance22

Aktor dan Relasi

Negara Masyarakat Pasar

Negara Minimalisasi peran negara melalui demokratisasi, desentralisasi, debirokratisasi dan deregulasi. 1). Pemerintahan yang transparan, akuntabel, responsif dan efektif.

2). Rule of law

1). Birokratisasi bersahabat dengan pasar. 2). Deregulasi dan privatisasi. 3). Regulasi untuk mencegah monopoli.

Masyarakat 1). Partisipasi dalam

pemerintahan dan pembangunan. 2). Mandiri dari negara 3). Punya kapasitas kontrol Masyarakat yang demokratis, pluralis, inklusif dan semarak. Masyarakat mempunyai akses terbuka terhadap pasar yang sehat.

Pasar 1). Akses pelaku ekonomi terhadap kebijakan dan modal. 2). Akuntabel Pasar yang bertanggungjawab terhadap masyarakat. Pasar yang kompetitif dan bertanggungjawa b. 21

Robert Archer, Pasar dan Penyelenggaraan Negara Yang Baik, dalam Didik J. Rachbini (ed.),

Negara dan Kemiskinan di Daerah (Jakarta: Sinar Harapan, 1994), hal. 27.

22


(32)

Sedangkan UNDP memberi pengertian good governance sebagai sebuah konsensus yang dicapai oleh pemerintah, warga negara dan sektor swasta bagi penyelenggaraan pemerintahan dalam sebuah negara. Secara tegas, UNDP mengidentifikasikan 6 karakteristik good governance: (1) partisipatif; (2) transparan dan bertanggungjawab; (3) efektif dan berkeadilan; (4) mempromosikan supremasi hukum; (5) memastikan bahwa prioritas sosial, ekonomi dan politik didasarkan pada konsensus dalam masyarakat; dan (6) memastikan bahwa suara penduduk miskin dan rentan didengarkan dalam proses pembuatan keputusan.23

1.2. Good Local Governance

Kerangka good governance yang bersifat makro di atas dapat dimodifikasi bila dikontekstualisasikan pada level desa (good local governance). Dalam konteks ini, agenda besarnya adalah desentralisasi dan demokrasi politik serta demokratisasi politik. Dalam konteks yang lebih luas, terutama relasi antara desa dan supradesa,

good local governance di level desa juga mencakup otonomi desa, yakni self-governing community di level desa dan subsidiarity (pengambilan keputusan dan

penggunaan wewenang di level desa). Sedangkan dari sisi ekonomi adalah pengelolaan sumber daya ekonomi berbasis pada masyarakat.24

Jika good governance diletakkan dalam lingkup desa, maka ada dua isu yang perlu diperhatikan. Pertama, isu pemerintahan demokratis (democratic governance), yaitu pemerintahan desa yang berasal dari masyarakat (partisipasi), dikelola oleh masyarakat (akuntabilitas dan transparansi), dan dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk masyarakat (responsivitas). Kedua, hubungan antar elemen pemerintahan di desa yang didasarkan pada prinsip kesejajaran, keseimbangan dan kepercayaan (trust). 25

23

Dalam Dwipayana, Op. Cit., hal. 10. 24

Ibid., hal. 21. 25


(33)

Kedua isu ini ibarat dua sisi mata uang yang memang berbeda tapi tidak dapat dipisahkan. Nilai mata uang itu adalah keterlibatan masyarakat (partisipasi) dalam pengelolaan pemerintahan dan pembangunan untuk mencapai kebaikan bersama secara kolektif. Pola hubungan antar elemen bisa sejajar dan seimbang bila pemerintahan desa dikelola secara partisipatif , akuntabel, transparan dan responsif. Sebaliknya, pemerintahan desa yang demokratis (partisipatif , akuntabel, transparan dan responsif) bisa semakin kokoh, legitimate, dan mampu bekerja secara efektif bila ditopang dengan kesejajaran, keseimbangan, dan kepercayaan antar elemen pemerintahan di desa.26

Hal ini membutuhkan sebuah proses perluasan ruang publik melalui dialog-dialog (forum warga atau rembug desa) yang semarak dan berkelanjutan. Forum warga atau rembug desa itulah yang dipandang sebagai bentuk demokrasi deliberatif (demokrasi permusyawaratan). Model demokrasi seperti ini menekankan pada proses permusyawaratan untuk mencapai kesepakatan dan kebaikan bersama, yang hasilnya digunakan sebagai aturan main, traktat dan kebijakan dalam pengelolaan pemerintahan di desa.27

Dipandang dari sudut negara, Pemerintah Desa dan Kepala Desa merupakan bagian dari mata rantai birokrasi negara, yang menjalankan fungsi regulasi dan kontrol pada wilayah dan masyarakat melalui “pelayanan administratif”, implementasi proyek-proyek pembangunan, mobilisasi masyarakat untuk mendukung kebijakan pemerintah, melakukan pelayanan pada masyarakat untuk kepentingan negara, menarik pungutan dan lain-lain. Konsekuensinya, pemerintah desa (Kepala Desa) mempunyai akuntabilitas hukum dan politik kepada pemerintah supradesa. Sementara dari sudut pandang masyarakat, pemerintah desa merupakan representasi

26 Ibid. 27


(34)

masyarakat melalui pemilihan Kepala Desa secara langsung yang melibatkan masyarakat desa.

Tabel 2. Peta pemerintahan di level desa28

Elemen Governance

Aktor Arena Isu Relasional

Negara Kepala desa dan perangkat desa Regulasi, kontrol pada masyarakat, pengelolaan kebijakan, keuangan, pelayanan. Akuntabilitas, transparansi, responsivitas dan kapasitas. Masyarakat Politik Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Representasi, artikulasi, agregasi, formulasi, legislasi, sosialisasi, kontrol. Kapasitas, akuntabilitas dan responsivitas Masyarakat Sipil Institusi sosial, organisasi sosial, warga masyarakat Keswadayaan, kerja sama, gotong royong, jaringan sosial. Partisipasi (voice, akses dan kontrol) Masyarakat Ekonomi Pelaku dan organisasi ekonomi Produksi dan distribusi Akses kebijakan, akuntabilitas sosial

2. Efektivitas Fungsi Pemerintah Desa 2. 1. Pengertian Efektivitas

Dalam setiap organisasi, efektivitas merupakan unsur pokok yang sangat penting dalam mencapai tujuan ataupun sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, baik bagi organisasi swasta yang bersifat profit oriented maupun organisasi pemerintahan yang bersifat non-profit oriented. Menurut Mullins29

28

Ibid., hal. 23. 29

Dalam Nana Rukmana, Model Manajemen Pendidikan Berbasis Komitmen (Semarang: Alfabeta, 2006), hal.14.

, efektif itu harus terkait dengan pencapaian tujuan dan sasaran suatu tugas dan pekerjaan dan terkait juga dengan kinerja dari proses pelaksanaan suatu pekerjaan.


(35)

The Liang Gie berpendapat bahwa:

“Efektivitas merupakan suatu keadaan yang mangandung pengertian mengenai terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki. Kalau seseorang melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud tertentu yang memang kehendaknya maka perbuatan orang itu dikatakan efektif kalau menimbulkan akibat atau mencapai maksud sebagaimana yang dikehendakinya.”30

Sedangkan bila ditinjau dari aspek ketepatan waktu pencapaian tujuan, efektivitas adalah tercapaianya berbagai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, tepat waktunya dengan menggunakan sumber-sumber tertentu yang sudah dialokasikan untuk melakukan berbagai kegiatan.

Dari kedua pendapat diatas, dapat dikatakan bahwa suatu pekerjaan yang dikatakan efektif hanya bila pekerjaan tersebut mendatangkan hasil/mencapai tujuan seperti yang telah direncanakan sebelumnya. Disini terlihat jelas bahwa efektivitas disini berarti berorientasi pada pencapaian tujuan.

31

Bila ditinjau dari aspek manfaat yang dihasilkan, efektivitas dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk mencapai suatu keuntungan maksimal dalam organisasi dengan segala cara. Maka semakin besar keuntungan yang diperoleh organisasi, maka organisasi itu semakin efektif.32

Bila ditinjau dari segi kemampuan melaksanakan tugas, efektivitas adalah segala usaha untuk meningkatkan kemampuan dalam melakukan tugas.

Pengertian ini digunakan untuk mengukur efektivitas organisasi yang bersifat profit-oriented, namun kurang tepat bila digunakan untuk mengukur efektivitas organisasi pemerintah yang bersifat non profit-oriented. Karena organisasi pemerintah lebih mengutamakan sisi pelayanan daripada mencari keuntungan.

33

30

The Liang Gie, Administrasi Perkantoran Modern (Yogyakarta: Raja India, 1976), hal. 215. 31

Sondang P. Siagian, Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hal. 171. 32

Richards M. Steers, Efektivitas Organisasi (Jakarta: Erlangga, 1980), hal. 47. 33

AW. Widjaya, Administrasi Kepegawaian (Jakarta: Rajawali, 1986), hal. 146.


(36)

disini diartikan sebagai usaha untuk meningkatkan kemampuan melaksanakan tugas, baik dari sisi teknis maupun dari sisi keterampilan sumber daya manusianya.

Dari beberapa pendapat ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa efektivitas merujuk pada tingkat sejauh mana suatu organisasi melaksanakan kegiataan/usaha untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya tepat waktu, dengan menggunakan alat-alat atau sumber daya yang ada secara optimal. Ketepatan waktu dan kemampuan untuk melaksanakan tugas tersebut dilihat dari kualitas dan kuantitas penyelesaian tugas. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa ada 4 indikator penting dalam mengukur efektivitas, yaitu pencapaian tujuan, ketepatan waktu, manfaat dan kemampuan.

Namun suatu hal yang penting, bahwa efektivitas merupakan sesuatu yang kontradiksi dengan efisiensi. Efektivitas senantiasa berorientasi pada keluaran (output), sedangkan konsep efisiensi berorientasi pada masukan (input). Efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukkan tingkat keberhasilan kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan menajemen yang efektif yang tidak disertai dengan efisiensi.34

Pemerintah desa memiliki peran signifikan dalam pengelolaan proses sosial di dalam masyarakat. Tugas utama yang harus diemban pemerintah desa adalah bagaimana menciptakan kehidupan demokratik, memberikan pelayanan sosial yang baik sehingga dapat membawa warganya pada kehidupan yang sejahtera, rasa tenteram dan berkeadilan. Guna mewujudkan tugas tersebut, pemerintah desa dituntut

Kedua pilihan ini seringkali tidak dipilih salah satunya, tetapi sama-sama dipakai bersamaan. Penerapan kedua option yang berlainan makna ini sesungguhnya dapat membentuk pilihan atau keputusan yang salah (adverse selection).

2. 2. Pemerintah Desa

34


(37)

untuk melakukan perubahan, baik dari segi kepemimpinan, kinerja birokrasi yang berorientasi pada pelayanan yang berkualitas dan bermakna, sehingga kinerja pemerintah desa benar-benar makin mengarah pada praktek good local governance, bukannya bad governance.35

Peluang untuk menciptakan pemerintahan desa yang berorientasi pada good

local governance sebenarnya dalam konteks transisi demokrasi seperti yang dialami

oleh bangsa Indonesia sekarang terbuka cukup lebar. Hal ini setidaknya didukung oleh kondisi sosial pasca otoritarianisme Orde Baru yang melahirkan liberalisasi politik yang memungkinkan seluruh elemen masyarakat di desa secara bebas mengekspresikan gagasan-gagasan politiknya.36 Begitu pula dukungan pemerintahan transisi pasca Orde Baru dengan membuat regulasi melalui UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian disempurnakan oleh UU No.32 Tahun 2004 yang sedikit lebih maju dibandingkan dengan regulasi sebelumnya di masa Orde Baru yang syarat dengan penyeragaman dan pengekangan sosial.37

Meskipun demikian, adanya perubahan sosial-politik dalam masa transisi demokrasi ini tidak dengan serta merta dapat merubah dalam sekejap wacana dan kinerja pemerintahan desa ke dalam visi demokratisasi dan good local governance. Sekalipun strukturnya mengalami perubahan, dimana saat ini pemerintahan desa tidak lagi bercorak korporatis dan sentralistik pada kepemimpinan Kepala Desa, akan tetapi kultur dan tradisi paternalistik yang memposisikan Kepala Desa sebagai orang kuat dan berpengaruh masih begitu melekat dengan kuat. Realitas ini memang tidak dapat dilepaskan sebagai bagian dari proses konstruksi sosial yang begitu mendalam sehingga membuat daya kognitif warga desa seringkali terasa kesulitan dalam

35

Dwipayana, Op. Cit., hal. 33. 36

Mohctar Mas’oed, Negara Kapital dan Demokrasi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,1994), hal. 97-101. 37


(38)

membuat terobosan-terobosan baru yang sejalan dengan semangat perubahan ketika berbenturan dengan kebijakan seorang Kepala Desa.38

Kondisi ini sedikit banyak juga dipengaruhi pula oleh lemahnya human

resources di desa yang populasinya relatif kecil dan sangat terbatas. Sebab itu guna

mendobrak kebekuan atau stagnasi sosial ini diperlukan terobosan dari kekuatan luar untuk bermitra atau saling bekerja sama dengan aktor-aktor dan lembaga-lembaga potensial di desa dalam melakukan perubahan sosial menuju ke arah situasi yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya.39

a. Struktur Pemerintah Desa

Semangat otonomi daerah dan desentralisasi memang berhembus demikian kuat di dalam masyarakat dan juga di lingkungan pemerintahan, khususnya kabupaten yang menjadi basis dari pelaksanaan otonomi daerah. Kondisi ini setidaknya membawa angin segar serta harapan akan realisasi otonomi desa, meskipun otonomi desa tidak disebutkan secara jelas di dalam UU No. 22 Tahun 1999 maupun UU No. 32 Tahun 2004.

Di dalam UU No. 22 Tahun 1999, pemerintahan desa masih diposisikan dalam kondisi agar memiliki ketergantungan pada pemerintahan di level kabupaten dan provinsi. Hal ini mengakibatkan implementasi pasal-pasal tentang desa dalam UU produk reformasi itu demikian bergantung terhadap proses legislatif di tingkat kabupaten, bahkan mungkin demikian tergantung pada tarik-ulur politik otonomi daerah di tingkat provinsi.40

38

Peter L. Berger, Tafsir Sosial atas Kenyataan: Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan (Jakarta: LP3S, 1990).

39

Dwipayana, Loc. Cit. 40

Dwipayana, Op. Cit., hal. 35.

Sementara pada UU No. 32 Tahun 2004, desa tidak lagi dinyatakan berada di daerah kabupaten namun Kepala Desa tetap bertanggung jawab kepada Bupati melalui Camat dan BPD.


(39)

Bagan 1. Organisasi Pemerintahan Desa menurut UU No. 5/1979

Bagan 2. Organisasi Pemerintahan Desa menurut UU No. 32/2004

Di atas disajikan kedua bagan organisasi pemerintahan desa menurut aturan lama (UU No. 5 Tahun 1979) dan aturan baru (menurut UU No. 32 Tahun 2004). Perbedaan mendasar antara kedua model bagan tersebut terletak pada lembaga penyeimbang Kepala Desa, sekaligus hubungan antara Kepala Desa dengan lembaga tersebut. Dalam pola lama, lembaga tersebut adalah Lembaga Musyawarah Desa (LMD), dimana Kepala Desa adalah ketuanya.

Sementara dalam pola baru, lembaga dimaksud adalah Badan Permusyawaratan Desa (BPD), yang sama sekali tak berkaitan langsung dengan Kepala Desa, dan berfungsi sebagai lembaga legislatif sekaligus representatif di

Kepala Desa BPD

Sekretaris Desa

Para Kepala Urusan

Para Kepala Dusun

Kepala Desa

Sekretaris Desa

Para Kepala Urusan Para Kepala

Dusun


(40)

tingkat desa. Dengan demikian, pola baru ini diidealkan (paling tidak secara konseptual) lebih demokratis daripada pola lama.

b. Fungsi Pemerintah Desa

Menurut Perda Kabupaten Deli Serdang No. 7 Tahun 2007, tugas utama seorang Kepala Desa adalah menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Kepala Desa diberi serangkaian wewenang dan kewajiban.41

Dalam kegiatan sehari-hari, secara umum pemerintah desa menjalankan empat fungsi utama. Keempat fungsi itu antara lain:42

a. Sebagai kepanjangan tangan birokrasi pemerintah dengan memberi pelayanan administratif (menyurat) kepada warga. Sudah lama birokratisasi surat-menyurat itu mereka anggap sebagai pelayanan publik, meskipun hal itu yang membutuhkan adalah negara, bukan masyarakat.

b. Fungsi sosial yang bercampur aduk dengan fungsi pribadi, yaitu

beranjangsana dengan warga masyarakat melalui silaturahmi (layat, jagong

dan sanja). Fungsi sosial ini secara empirik merupakan indikator legitimasi sosial perangkat desa di hadapan warga masyarakat. Anjangsana sosial adalah kearifan lokal yang mempunyai makna simbolik, mendekatkan pamong dan rakyatnya secara personal, membiasakan komunikasi antarpersonal dan sebagainya. Sebagai bentuk kearifan lokal, anjangsana sosial tidak boleh dibunuh. Tetapi problemnya, anjangsana hanya berlangsung dalam area privat. Pemerintah desa, terutama kepala desa tidak melembagakan

anjangsana dan komunikasi yang intensif dalam proses pemerintahan dan

pengambilan keputusan desa.

41

Baca Perda Deli Serdang No. 7 Tahun 2007 pasal 30 ayat 2 dan pasal 31 ayat 1. 42


(41)

c. Fungsi pembangunan seperti menggerakkan perencanaan dari bawah, merancang proposal yang disampaikan ke pemerintah supra desa, mengalokasikan bantuan kepada masyarakat, serta memobilisasi dana dan tenaga masyarakat melalui gotong royong. Umumnya fungsi pembangunan ini dikerahkan untuk pembangunan sarana fisik desa, bukan pemberdayaan sosial, politik dan ekonomi yang lebih luas.

d. Mengumpulkan pungutan seperti pajak bumi dan bangunan (PBB). Untuk urusan yang satu ini, pemerintah desa sangat giat, sebab pengumpulan PBB yang tinggi dan cepat merupakan “prestasi” di hadapan pemerintah supra desa. Pelaksanaan tugas birokrasi negara inilah yang membuat pamong desa, semisal kepala dusun, tercerabut dari akarnya. Kalau dulu kepala dusun adalah pamong (yang melindungi dan mengayomi) yang dipercaya oleh rakyatnya, sekarang ia hadir sebagai “musuh” yang mengganggu dan memungut uang warga untuk kepentingan negara.

Keempat fungsi ini mempunyai implikasi terhadap legitimasi dan akuntabilitas pemerintah desa. Kepala Desa tidak merasa perlu merawat vitalitas legitimasi dari sisi kinerja, tetapi cukup dengan tampil jujur dan tampil populis dengan anjangsana di berbagai komunitas. Kepala Desa tetap punya citra diri sebagai “orang kuat” (omnipotent) dan pemurah hati (benevolent) di hadapan warganya. Warga masyarakat cenderung punya citra diri sebagai obedient, yang menganggap Kepala Desa sebagai panutan, pengayom dan pemimpin. Yang terjadi bukanlah pola hubungan citizenship, melainkan clientelistic. Masyarakat menilai kinerja pemimpinnya dalam kerangka sosial personal, daripada kerangka politik dan teknokratis.43

c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Fungsi Pemerintah Desa

43


(42)

Hal-hal yang menentukan efektivitas fungsi pemerintah desa biasanya meliputi beberapa faktor-faktor berikut ini:44

a. Konsolidasi internal di kalangan pemerintah desa.

Semakin kuat konsolidasi tersebut, semakin efektif pula kinerja aparat. Tetapi jika yang terjadi sebaliknya, maka kinerjanya semakin buruk dan tidak terkoordinir dengan baik. Faktor konsolidasi ini sangat penting, mengingat dimensi-dimensi politis sangat berpengaruh pula dalam kinerja pemerintahan desa. Sebab biasanya pasca pilkades di kalangan warga masyarakat masih masih menyisakan konflik, kekecewaan dan sejenisnya, utamanya dari komunitas yang figurnya kalah dalam kompetisi pemilihan. Singkatnya, bila para perangkat desa itu masih berada dalam satu kubu dalam hal peta dukungan terhadap Kepala Desa semasa pilkades, semakin mudah upaya konsolidasi internal dilakukan. Sebaliknya, jika dalam tubuh aparat sendiri terdapat orang-orang yang semasa pilkades justru penentang Kepala Desa yang kini terpilih, umumnya yang terjadi semakin sulit konsolidasi internal dilaksanakan. Dalam konteks ini, peran kepemimpinan Kepala Desa memang sangat menentukan dalam upaya konsolidasi internal sehingga dapat membentuk team work yang solid. b. Adanya optimalisasi peran seluruh elemen dalam struktur pemerintahan desa.

Optimalisasi peran seluruh elemen pemerintahan desa sangat diperlukan demi berjalannya tugas-tugas pemerintah desa dengan baik. Optimalisasi ini harusnya tidak hanya sampai pada perangkat desa yang utama seperti sekretaris desa, para kepala urusan dan kepala dusun, namun juga hingga ke tingkatan RT dan RW.

c. Adanya kompetensi dan kesesuaian peran dalam proses rekruitmen perangkat desa

44


(43)

Sampai tingkat tertentu dapat dimaklumi apabila faktor “politis” begitu mendominasi pertimbangan dalam rekruitmen aparat desa. Namun demikian, kemampuan sumber daya manusia yang rendah justru terbukti menciptakan suasana kontra-produktif terhadap kepemimpinan Kepala Desa dan pemerintahan desa pada umumnya.

Belum lagi bila dilihat dari kasus lainnya, yakni perangkat desa yang telah lanjut usia. Kondisi demikian juga merepotkan kinerja perangkat desa secara keseluruhan.sementara untuk melakukan peremajaan atau pergantian perangkat terdapat rasa pakewuh (segan) sehingga menciptakan hambatan psikologis dan sosial yang cukup besar.

Fenomena ini jika dilihat dari perspektif peran dan fungsi administrasi modern memang tidak berkesesuaian karena sangat mengandalkan merit system. Namun rasionalisasi di dalam masyarakat desa dalam konteks ini juga juga dapat diabaikan begitu saja, mengingat terdapat peran substansif yang dibawa, yakni representasi dan akomodasi sosial dalam rangka tetap terjalinnya keseimbangan sosial yang dapat menekan potensi konflik di desa.

d. Perlunya penyegaran dan pergantian perangkat desa yang kinerjanya buruk, terutama yang terindikasi terlibat korupsi.

Jika perangkat desa yang diindikasikan kuat terlibat korupsi terus dipertahankan, maka akan menciptakan pengaruh buruk bagi perangkat desa yang lain. Disamping itu, masyarakat sendiri juga akan mulai menarik dukungan dan bahkan akan dapat merongrong kinerja pemerintahan desa.

Pergantian perangkat desa juga harus jelas pula tata aturannya, terutama bila terkait kuat dengan indikasi praktek korupsi. Bila tidak dapat memunculkan suasana ketidakpastian pula yang dampaknya dapat memunculkan konflik sosial di desa.


(44)

2. 3. Efektivitas Fungsi Pemerintah Desa

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa efektivitas diukur melalui tiga indikator penting, yaitu pencapaian tujuan, ketepatan waktu dan manfaat. Indikator-indikator inilah yang kemudian akan digunakan untuk mengukur sejauh mana keefektifan fungsi-fungsi pemerintah desa.

Pemerintah sebagai eksekutif di desa secara umum menjalankan tiga fungsi utama dalam kegiatan sehari-harinya, antara lain sebagai fungsi pemerintahan yaitu kepanjangan tangan birokrasi yaitu memberikan pelayanan administrasi surat-menyurat dan mengumpulkan pungutan seperti iuran dan pajak, fungsi kemasyarakatan yaitu sebagai penghubung silaturahmi dan penengah dalam menyelesaikan sengketa antarwarga, dan fungsi pembangunan.

Di dalam menjalankan fungsi-fungsi tersebut, pemerintah desa memerlukan dana dan tenaga untuk membiayai kegiatannya demi mencapai tujuan atau fungsi tersebut. Namun, dana dan tenaga yang tersedia sangat terbatas sehingga akan sangat sulit bahkan tidak mungkin untuk melaksanakan fungsi-fungsi tersebut secara maksimal. Oleh karena itu, pemerintah desa harus menentukan skala prioritas dalam melaksanakan fungsi-fungsinya tersebut ditengah keterbatasan dana dan tenaga yang dimiliki. Dengan demikian diharapkan fungsi-fungsi pemerintah desa dapat berjalan secara optimal sesuai dengan skala prioritas yang ditentukan.

Selain itu, dana yang digunakan pemerintah desa pada dasarnya berasal dari warga yang dihimpun dalam bentuk pajak maupun pungutan/iuran, bantuan dari pemerintah daerah dan sumber-sumber lain yang sah dan tidak mengikat. Oleh karena itu, penggunaan dana tersebut harus dimanfaatkan secara efektif dan bertanggungjawab, karena dana tersebut berasal dari masyarakat. Sehingga setiap


(45)

rupiah dana yang dikumpulkan dan dikelola pemerintah desa harus dipertanggungjwabkan penggunaannya.

Efektivitas fungsi pemerintah desa pada dasarnya berkaitan dengan prilaku penyelenggara pemerintahan di desa itu sendiri. Karena untuk mengukur efektif atau tidaknya fungsi tersebut yang menjadi objek pengukuran adalah tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh penyelenggara pemerintahan desa sesuai dengan tugas dan fungsinya yang telah ditetapkan sebelumnya. Sehingga, kajian mengenai efektivitas fungsi ini pada hakekatnya merupakan kajian mengenai prilaku/tindakan penyelenggara pemerintahan desa.

3. Hubungan antara Good Local Governance Dengan Efektivitas Fungsi Pemerintah Desa

Good local governance pada dasarnya merupakan seperangkat tatanan nilai

yang diadopsi dari konsep good governance, dimana konsep good governance yang bersifat makro (dalam skala negara) diaplikasikan pada pemerintahan level desa. Tatanan nilai inilah yang nantinya akan diterapkan ke dalam diri setiap penyelenggara pemerintahan di desa. Namun, sebagai suatu tatanan nilai, konsep good local

governance masih bersifat abstrak dan harus dikaitkan terlebih dahulu dengan locus

dimana konsep tersebut hendak diterapkan (dalam hal ini Pemerintah Desa).

Istilah nilai (value) dalam bahasa Inggris, (valua, valere) dalam bahasa Latin maupun worth, weorth, wurth (Amerika) berarti sesuatu yang kuat atau berharga. Guna nilai adalah sebagai sumber dan tujuan pedoman hidup manusia. Arti nilai adalah :45

a. Sifat/hal yang penting/berguna bagi kemanusiaan b. Sesuatu yang paling didambakan

c. Sesuatu yang ingin dicapai

d. Sesuatu yang dimuliakan atau dikagumi

45


(46)

e. Kualitas atau fakta, sesuatu itu amat baik dan bermanfaat serta diinginkan.

Nilai menurut Rokeach adalah keyakinan abadi (enduring belief) yang dipilih seseorang atau sekelompok orang sebagai dasar untuk melakukan suatu kegiatan tertentu (mode of conduct) atau sebagai tujuan akhir tindakannya (end state of

existence).46 Sementara menurut Danandjaja, nilai adalah pengertian-pengertian (conceptions) yang dihayati seseorang mengenai apa yang lebih penting atau kurang penting, apa yang lebih baik atau kurang baik dan apa yang lebih benar atau kurang benar.47

J. M Soebijanta melalui artikelnya “Nilai, Pelimpahan Nilai dan Penjernihan

Nilai”48

Nilai Sikap Tingkah Laku Bagan 3. Model Metodologis Nilai Menurut Soebijanta

Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa nilai mempengaruhi sikap seorang individu. Dan selanjutnya, sikap tersebut akan tercermin dalam tingkah laku dan kecenderungan tindakan yang diambil individu tersebut.

Dari beberapa pengertian mengenai konsep nilai di atas dapat disimpulkan bahwa nilai merupakan sesuatu yang sangat penting dan berharga yang dijadikan sebagai pedoman hidup manusia. Nilai merupakan sesuatu yang melekat pada seorang individu dan dapat mempengaruhi prilaku individu tersebut.

menyatakan bahwa nilai hanya dapat dipahami jika dikaitkan dengan sikap dan tingkah laku dalam sebuah model metodologis:

46

Milton Rokeach, The Nature of Human Values (New York: The Free Press, 1973), hal. 5. 47

Andreas A. Danandjaja, Sistem Nilai Manajer Indonesia (Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo, 1986), hal. 22.

48


(47)

Dalam lingkup organisasi, nilai adalah :

“Keyakinan yang dipegang teguh seseorang atau sekelompok orang mengenai tindakan dan tujuan yang “seharusnya” dijadikan landasan atau identitas organisasi dalam menjalankan aktivitas bisnis, menetapkan tujuan-tujuan organisasi atau memilih tindakan-tindakan yang patut dijalankan diantara beberapa alternatif yang ada. “49

Kumpulan nilai-nilai yang ada dalam suatu organisasi yang dijadikan sebagai pedoman dan cara pandang organisasi disebut budaya organisasi. Terrence E. Deal dan Allan A Kennedy50

a. Efektivitas adalah fungsi dari nilai-nilai dan keyakinan para anggota organisasi.

berpendapat bahwa nilai adalah inti budaya. Budaya organisasi tersebut wajib dipatuhi oleh setiap individu yang menjadi anggota organisasi tersebut.

Denison mengaitkan antara budaya organisasi dengan efektivitas organisasi, dimana secara teoritik menurutnya efektivitas organisasi dipengaruhi oleh empat faktor sebagai berikut:

b. Efektivitas adalah fungsi dari kebijakan dan praktik organisasi.

c. Efektivitas adalah fungsi dari nilai-nilai inti dan keyakinan (core values

and beliefs) organisasi yang diterjemahkan ke dalam kebijakan dan praktik

organisasi.

d. Efektivitas adalah fungsi dari hubungan antara nilai-nilai inti dan keyakinan organisasi, kebijkaan dan praktik organisasi dan lingkungan organisasi.51

Pola kerangka hubungan antara budaya dengan efektivitas ditunjukkan dalam gambar berikut ini:

49

Cathy Enz dalam Achmad Sobirin, Budaya Organisasi (Yogyakarta: UPP-STIM YKPN, 2007), hal. 167.

50

Ndraha, Op. Cit., hal. 74. 51


(48)

Bagan 4. Kerangka Hubungan antara Budaya dan Efektivitas52

Di atas telah dijelaskan bahwa nilai mempengaruhi prilaku individu. Maka konsep good local governance sebagai suatu tatanan nilai diharapkan dapat tertanam di setiap individu penyelenggara pemerintahan di desa sehingga individu tersebut berprilaku sesuai dengan nilai-nilai maupun prinsip-prinsip good local governance

Dalam mengukur efektivitas fungsi Pemerintah Desa, yang dilihat adalah prilaku individu penyelenggara pemerintahan desa, yaitu sejauh mana kesesuaian antara prilaku individu tersebut (real behavior) dengan prilaku-prilaku yang seharusnya (ideal behavior) dalam menjalankan fungsinya sebagai pemerintah desa. Semakin sesuai prilaku penyelenggara pemerintahan desa dengan prilaku yang seharusnya dalam menjalankan fungsinya, maka semakin efektif fungsi-fungsi pemerintahan desa yang dijalankan.

52

Ibid., hal. 195. Sejarah Organisasi

Masa Depan Organisasi Values and

belief

Effectiveness Policies and

Practices

Lingkungan Organisasi Lingkungan Organisasi


(49)

tersebut. Dengan demikian, maka fungsi pemerintah desa yang mereka jalankan dapat berjalan dengan efektif.

F. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dirumuskan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum berdasarkan fakta-fakta empirisyang diperoleh melalui pengumpulan data.53

Dengan hipotesis, penelitian menjadi lebih jelas arah pengujiannya, dengan kata lain hipotesis membimbing peneliti dalam melaksanakan penelitian di lapangan baik sebagai objek pengujian maupun dalam pengumpulan data.

54

1. Hipotesis Alternatif (Ha)

Sesuai dengan masalah yang diteliti, maka dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut:

Terdapat hubungan antara penerapan prinsip-prinsip good local governance terhadap efektivitas fungsi Pemerintah Desa Jati Kesuma.

2. Hipotesis Nol (Ho)

Tidak terdapat hubungan antara penerapan prinsip-prinsip good local

governance terhadap efektivitas fungsi Pemerintah Desa Jati Kesuma.

G. Definisi Konsep

Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1995:37). Tujuannya adalah untuk memudahkan pemahaman dan menghindari terjadinya interpretasi ganda dari variabel yang diteliti.

53

Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi (Bandung: Alfabeta, 2005), hal. 70. 54


(1)

Data Kuesioner Penelitian Variabel Efektivitas Fungsi Pemerintah Desa

No Resp

Skor Jawaban Responden Untuk Item Pertanyaan No.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 1 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5 5 4 4 4 5 4 5 3 5 4

2 5 5 5 5 5 5 5 3 5 3 5 4 5 4 5 1 1 2 5 3

3 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5

4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 5

5 4 5 5 3 3 4 4 3 4 4 2 3 4 4 4 4 4 4 4 3

6 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4

7 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4

8 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

9 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 4

10 5 5 5 5 5 4 5 4 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4

11 5 5 5 5 5 4 5 4 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4

12 5 4 5 5 5 3 4 3 4 3 4 4 3 4 5 3 4 4 4 2

13 5 4 4 3 2 4 4 4 4 4 3 4 4 4 5 4 5 4 5 4

14 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3

15 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3

16 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3

17 5 4 3 3 3 4 4 4 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4

18 2 4 4 3 3 4 4 2 4 3 2 3 4 4 4 3 3 3 4 3

19 4 5 1 5 5 4 4 2 5 4 3 5 4 4 5 2 4 4 5 4

20 4 4 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 5 4 5 4 4 4 4 4

21 3 4 5 3 4 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3

22 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 5 4

23 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4

24 4 3 5 2 3 3 4 3 4 3 2 2 3 3 4 4 4 4 4 3

25 3 4 5 5 3 4 4 3 4 4 3 4 4 4 5 4 4 4 5 5

26 5 3 4 5 3 4 4 3 5 4 3 4 2 3 3 4 4 3 4 3

27 5 3 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 4

28 3 4 5 3 4 4 4 2 4 4 2 3 4 4 4 4 4 3 4 3

29 5 5 4 5 5 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3

30 5 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

31 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 5 4 3 4 4 4 4 4 4 4

32 5 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

33 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

34 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4

35 5 5 4 5 4 5 5 3 5 2 1 2 3 1 5 4 4 3 5 4

36 5 5 4 5 5 4 4 4 4 2 1 3 3 3 4 4 4 4 4 4

37 5 5 5 5 5 5 5 4 4 3 4 4 3 4 5 4 4 4 4 4

38 5 4 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4

39 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3


(2)

128

No. Resp

Skor Jawaban Responden Untuk Item Pertanyaan No.

Jumlah Rata_Rata 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

1 3 5 4 4 5 4 5 5 5 5 136 4,53

2 4 5 4 5 5 4 5 5 4 5 127 4,23

3 4 5 3 4 5 5 4 5 5 5 142 4,73

4 4 5 3 5 5 4 5 5 5 5 142 4,73

5 4 4 3 4 4 4 4 5 4 4 115 3,83

6 4 5 4 5 4 4 4 4 4 4 128 4,26

7 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 127 4,23

8 5 5 3 5 5 5 5 5 5 5 148 4,93

9 4 5 3 5 5 4 5 5 5 5 142 4,73

10 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 129 4,3

11 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 129 4,3

12 3 5 2 4 4 4 4 4 4 5 117 3,9

13 4 4 5 5 4 4 5 4 5 4 124 4,13

14 3 3 2 4 4 4 4 4 4 4 115 3,83

15 3 4 2 4 4 4 4 4 4 4 115 3,83

16 3 4 2 4 4 4 4 4 4 4 116 3,86

17 4 3 2 4 4 4 4 5 4 4 118 3,93

18 4 3 2 4 4 4 5 5 4 5 106 3,53

19 4 5 4 4 4 4 4 5 4 4 121 4,03

20 5 4 4 4 4 4 4 5 5 5 129 4,3

21 4 4 2 4 4 4 4 5 4 5 116 3,86

22 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 128 4,26

23 4 5 4 4 4 4 4 5 4 4 131 4,36

24 5 5 4 4 4 4 5 4 4 4 110 3,66

25 5 5 4 4 4 4 4 5 5 4 125 4,16

26 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 113 3,76

27 4 4 4 4 4 5 5 5 4 4 124 4,13

28 4 3 2 4 5 4 5 5 5 5 114 3,8

29 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 120 4

30 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 123 4,1

31 3 5 4 4 4 4 4 4 4 4 124 4,13

32 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 123 4,1

33 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 124 4,13

34 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 116 3,86

35 5 4 2 4 4 4 4 4 4 4 114 3,8

36 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 114 3,8

37 4 3 2 4 4 4 4 4 4 4 123 4,1

38 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 121 4,03

39 3 3 2 4 4 4 4 4 4 4 115 3,83


(3)

Data Distribusi Hasil Kuesioner X², Y², XY

No. X Y XY

1. 84 136 11424 7056 18496 2. 103 127 13081 10609 16129 3. 118 142 16756 13924 20164 4. 120 142 17040 14400 20164 5. 92 115 10580 8464 13225 6. 105 128 13440 11025 16384 7. 105 127 13335 11025 16129 8. 120 148 17760 14400 21904 9. 119 142 16898 14161 20164 10. 103 129 13287 10609 16641 11. 103 129 13287 10609 16641 12. 103 117 12051 10609 13689 13. 96 124 11904 9216 15376 14. 96 115 11040 9216 13225 15. 96 115 11040 9216 13225 16. 97 116 11252 9409 13456 17. 106 118 12508 11236 13924 18. 80 106 8480 6400 11236 19. 98 121 11858 9604 14641 20. 94 129 12126 8836 16641 21. 90 116 10440 8100 13456 22. 101 128 12928 10201 16384 23. 92 131 12052 8464 17161 24. 91 110 10010 8281 12100 25. 91 125 11375 8281 15625 26. 94 113 10622 8836 12769 27. 83 124 10292 6889 15376 28. 93 114 10602 8649 12996 29. 98 120 11760 9604 14400 30. 96 123 11808 9216 15129 31. 98 124 12152 9604 15376 32. 96 123 11808 9216 15129 33. 96 124 11904 9216 15376 34. 91 116 10556 8281 13456 35. 99 114 11286 9801 12996 36. 101 114 11514 10201 12996 37. 107 123 13161 11449 15129 38. 92 121 11132 8464 14641 39. 96 115 11040 9216 13225 40. 96 115 11040 9216 13225


(4)

xviii

DAFTAR PUSTAKA

Archer, Robert. Pasar dan Penyelenggaraan Negara Yang Baik, Dalam Rachbini, Didik. J. 1994. Negara dan Kemiskinan di Daerah. Jakarta: Sinar Harapan Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek.

Jakarta: Rineka Cipta

Berger, Peter L. 1990. Tafsir Sosial Atas Kenyataan: Risalah Tentang Sosiologi Pengetahuan. Jakarta: LP3S

Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo Pustaka

Cahyono, Heru. 2005. Konflik Elit Politik Pedesaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Danandjaja, Andreas A. 1986. Sistem Nilai Manajer Indonesia. Jakarta: Pustaka

Binaman Pressindo

Dwipayana, AAGN. Ari. 2003. Membangun Good Governance di Desa. Yogyakarta: IRE Press

Faisal, Sanapiah. 2000. Format-Format Penelitian Sosial: Dasar-Dasar Aplikasi. Jakarta: Rajawali Press

Gie, The Liang. 1976. Administrasi Perkantoran Modern. Yogyakarta: Raja India IRE Press. 2003. Pembaharuan Pemerintahan Desa. Yogyakarta

Koentjaraningrat. 1971. Masyarakat Desa di Indonesia. Jakarta: UI Press Komarudin. 1979. Ensiklopedia Umum. Bandung: Alumni, 1979)

Mas’oed, Mochtar. 1994. Negara Kapital dan Demokrasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

. 1994. Politik, Birokrasi dan Pembangunan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Ndraha, Talinzidhu. 2005. Teori Budaya Organisasi. Jakarta: Rineka Cipta

Pierre, John dan Guy Peters. 2000. Governance, Politics and The State. London: MacMilan

Purnomo, Mangku. 2004. Pembaruan Desa: Mencari Bentuk Penataan Produksi Desa.Yogyakarta: LAPERA Pustaka Utama


(5)

Rukmana, Nana. 2006. Model Manajemen Pendidikan Berbasis Komitmen. Semarang: Alfabeta

Santoso, Purwo. 2003. Pembaharuan Desa Secara Partisipatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Siagian, Sondang P. 2002. Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja. Jakarta: Rineka Cipta

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES

Sobirin, Achmad. 2007. Budaya Organisasi. Yogyakarta: UPP-STIM YKPN Steers, Richards M. 1980. Efektivitas Organisasi. Jakarta: Erlangga

Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Administrasi Negara. Bandung: Alfabeta Widjaya, HAW. 1986. Administrasi Kepegawaian. Jakarta: Rajawali

. 1994. Etika Administrasi Negara. Jakarta: PT. Bumi Aksara

.2003. Otonomi Desa: Merupakan Otonomi Yang Asli, Bulat dan Utuh. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Zakaria, Yando. 2004. Merebut Negara: Beberapa Catatan Reflektif tentang Upaya-Upaya Pengakuan, Pengembalian dan Pemulihan Otonomi Desa. Yogyakarta: LAPERA Pustaka Utama dan KARSA

Peraturan Perundang-Undangan:

Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok- Pokok Pemerintahan di Daerah

Undang-Undang No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Peraturan Pemerintah No. 76 Tahun 2001 tentang Pedoman Umum Pengaturan Tentang Desa


(6)

xx

Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 64 Tahun 1999 tentang Pedoman Umum Pengaturan Mengenai Desa

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 7 Tahun 2008 tentang Pedoman Tata Cara Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang No. 7 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pemilihan, Pencalonan, Pengangkatan, Pelantikan dan Pemberhentian Kepala Desa

Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang No. 8 Tahun 2007 tentang Badan Permusyawaratan Desa