HASIL DAN PEMBAHASAN

4.4. Peta Kedalaman

4.4.1. Pemisahan Daratan dan Lautan Proses yang dilakukan untuk pemisahan daratan dan lautan adalah

dengan menggunakan proses masking. Prosesnya dilakukan dengan membuat polygon lalu dilanjutkan dengan mendigitasi daratan menggunakan bantuan software arcgis 10, sehingga didapatkan hasil pemisahan antara daratan dan lautan yang kemudian wilayah daratan tersebut diberi nilai 0. Hasil pemisahan daratan dan lautan dapat dilihat pada gambar 4.4.

Gambar 4.4. Pemisahan Daratan dan Lautan

4.4.2. Membuat Peta Kedalaman Peta kedalaman atau disebut juga peta batimetri sangatlah mudah proses

pembuatannya. Data yang diperlukan dalam pembuatan peta batimetri yaitu data kedalaman yang diperoleh secara langsung dilapang dengan menggunakan GPS

Map Sounder . Proses pembuatannya menggunakan software arcgis 10. Berikut hasil dari analisa pembuatan peta batimetri (gambar 4.5). Peta Batimetri memiliki informasi tentang kedalaman laut dimulai dari laut dangkal 0,5 meter hingga laut dalam mencapai 50 meter. Garis hitam yang terlihat seperti gambar dibawah merupakan hasil dari analisa kedalaman yang mewakili setiap kedalaman yang berbeda dan menghasilkan sebuah garis contour seperti yang terlihat pada gambar dibawah.

Gambar 4.5. Peta Batimetri Pulau Mandangin Gambar 4.5 adalah gambar hasil olahan dari data kedalaman aktual

perairan Pulau Mandangin dengan menggunakan ArcGIS, sehingga mendapatkan peta bathymetri yang dimana setiap garis kontur diwakili kedalaman yang berbeda-beda.

4.4.3. Membuat Model 3D Peta Profil Kedalaman Kedalaman laut yang diaplikasian menjadi model 3 dimensi menjadikan

kenampakan yang lebih jelas dibandingkan hanya dengan peta batimetri yang hanya menampilkan sebuah garis kontur beserta nilai kedalamannya. Membuat kenampakan yang lebih jelas dibandingkan hanya dengan peta batimetri yang hanya menampilkan sebuah garis kontur beserta nilai kedalamannya. Membuat

Gambar 4.6. Model Kedalaman 3D Pulau Mandangin Bagian Utara dan Timur Adanya perbedaan warna yang terlihat pada gambar adalah

menunjukkan tingkat perbedaan kedalaman. Kedalamannya dimulai dari 0.5 meter hingga 30 meter bahkan mencapai hingga 50 meter dibawah permukaan laut. Menurut Voskuil (1990), kedalaman antara 5 meter hingga 30 meter memiliki kemiringan lereng bervariasi antara 10,8% sampai dengan 17,7%, terklarifikasi sebagai lereng miring sampai dengan lereng sangat miring. Menurut Sunarto (1991), kriteria klasifikasi kemiringan lereng dengan persentase 8,0-13,9% masuk ke dalam lereng miring, dan lereng sangat miring dengan persentase 14,0-20,9%.

Gambar 4.7. Model Kedalaman 3D Pulau Mandangin Bagian Selatan dan Barat

4.5. Profil Kemiringan Dasar Perairan

Profil kemiringan dasar perairan dapat diketahui dengan menggunakan perhitungan regresi sederhana yang terdapat pada microsoft excel. Data yang dibutuhkan untuk mendapatkan profil kemiringan dasar perairan ini adalah data kedalaman aktual yang sudah dikoreksi dengan data pasang surut serta data jarak tiap titik pengambilan sample. Profil kedalaman diperoleh dengan menggunakan perhitungan regresi linear sederhana y = a+bx, sehingga akan diperoleh nilai b% pada masing-masing sample transek. Sample transek sebelah utara (T3,T5,T7,T9), timur

(T23,T25,T27,T29) dan barat (T35,T36,T37,T38). Masing-masing diambil 4 transek dan dalam analisa profil kemiringan dasar perairan ini bertujuan mencari nilai b% dimana tiap kemiringan berdasarkan kedalaman memiliki kriteria yang berbeda-beda.

(T16,T17,T18,T19),

selatan

 Lereng Datar (0,0-2,9%)  Lereng Landai (3,0-7,9%)  Lereng Miring (8,0-13,9%)  Lereng Sangat Miring (14,0-20,9%)  Lereng Curam (21,0-55,9%)  Lereng Sangat Curam (56,0-140,9%)  Lereng Terjal (>140,9%)

4.6. Perubahan Garis Pantai

Menganalisa perubahan garis pantai menggunakan citra WorldView-2 tahun 2012 (gambar 4.8) dan sebagai pembanding digunakan citra Google Earth tahun 2015 (gambar 4.9).

Gambar 4.8. Citra WorldView-2 27 Mei 2012

Gambar 4.9. Citra Dasar Google Earth 15 Agustus 2015 Lokasi garis pantai yang diteliti berada pada wilayah Pulau Mandangin

mencakup pantai bagian timur, sepanjang pantai bagian selatan hingga barat. Panjang garis pantai yang dianalisa mencakup 3,92 km. Panjang garis pantai tersebut diperoleh dari hasil pengukuran daerah antai pada citra WorldView-2 mencakup pantai bagian timur, sepanjang pantai bagian selatan hingga barat. Panjang garis pantai yang dianalisa mencakup 3,92 km. Panjang garis pantai tersebut diperoleh dari hasil pengukuran daerah antai pada citra WorldView-2

Gambar 4.10. Peta Garis Pantai Pulau Mandangin Perubahan garis pantai yang berada di Pulau Mandangin dapat

diakibatkan oleh karena adanya proses abrasi dan akresi yang dimana proses abrasi dan akresi sendiri diakibatkan oleh faktor gelombang, arus dan pasut pada perairan tersebut. Selain itu dapat pula diakibatkan oleh ulah manusia. Dalam hal ini, abrasi dan akresi sendiri terjadi akibat beberapa faktor alam antara lain ombak, gelombang, pasut dan angin. Diketahui pula, bahwa masyarakat yang bertempat tinggal di Pulau Mandangin sering mengambil pasir pantai secara besar-besaran menggunakan karung beras. Hal ini dilakukan bukan hanya satu kali ataupun dua kali, dan jumlah karung beras yang digunakan sangatlah banyak. Fenomena ini pula yang menjadi faktor terjadinya abrasi. Pengambilan pasir pantai yang dilakukan masyarakat lokal digunakan sebagai bahan untuk membangun rumah dan yang lainnya. Penambangan pasir laut ini dianggap dapat merubah geomorfologi dasar laut karena menurut laporan P3GL (1998), morfologi dasar laut yang seharusnya membentuk pola kontur kedalaman yang sejajar dengan garis pantai kini polanya membulat membentuk lubang-lubang diakibatkan oleh karena adanya proses abrasi dan akresi yang dimana proses abrasi dan akresi sendiri diakibatkan oleh faktor gelombang, arus dan pasut pada perairan tersebut. Selain itu dapat pula diakibatkan oleh ulah manusia. Dalam hal ini, abrasi dan akresi sendiri terjadi akibat beberapa faktor alam antara lain ombak, gelombang, pasut dan angin. Diketahui pula, bahwa masyarakat yang bertempat tinggal di Pulau Mandangin sering mengambil pasir pantai secara besar-besaran menggunakan karung beras. Hal ini dilakukan bukan hanya satu kali ataupun dua kali, dan jumlah karung beras yang digunakan sangatlah banyak. Fenomena ini pula yang menjadi faktor terjadinya abrasi. Pengambilan pasir pantai yang dilakukan masyarakat lokal digunakan sebagai bahan untuk membangun rumah dan yang lainnya. Penambangan pasir laut ini dianggap dapat merubah geomorfologi dasar laut karena menurut laporan P3GL (1998), morfologi dasar laut yang seharusnya membentuk pola kontur kedalaman yang sejajar dengan garis pantai kini polanya membulat membentuk lubang-lubang

Gambar 4.11. Peta Garis Segmen

Daerah yang mengalami akresi terdapat pada 4 segmen yaitu pada segmen 28, 30, 36, dan 53, sedangkan daerah yang mengalami abrasi terdapat pada 37 segmen yaitu segmen 1 sampai 27, 29, 31 sampai 35, 51, 52, 54, dan 55 (gambar 4.11). Didapatkan rata-rata kemajuan garis pantai atau akresi di daerah penelitian dari tahun 2012 sampai dengan 2015 adalah sepanjang 8,35 meter, dengan penambahan (akresi) paling besar terdapat pada segmen 30, yaitu sepanjang 15,15 meter, sedangkan akresi paling kecil terdapat pada segmen 53, yaitu sepanjang 1,16 meter. Sedangkan untuk rata – rata pengurangan (abrasi)

garis pantai di daerah penelitian dari tahun 2012 sampai tahun 2015 adalah sepanjang 14,32 meter, dengan pengurangan garis pantai paling besar terdapat pada segmen 32, yaitu sepanjang 47,67 meter, sedangkan pengurangan garis pantai paling kecil ada pada segmen 34, yaitu sepanjang 0,42 meter. Kerusakan pantai (abrasi) sepanjang garis pantai diduga disebabkan oleh fenomena alam dan oleh masyarakat yang mengambil pasir di perairan pantai. Hal ini kemungkinan diakibatkan oleh terjadinya gelombang yang besar secara terus menerus dari arah laut atau tegak lurus pantai mengakibatkan pantai tererosi. Menurut Vreugdenhil (1999), apabila gelombang yang sangat besar datang tegak lurus terhadap garis pantai dengan waktu yang lama dapat mengikis pantai. Hal ini sependapat juga dengan apa yang dikemukakan oleh Wyrtki (1961) bahwa gelombang yang datang tegak lurus dengan pantai secara terus-menerus dengan waktu yang lama dapat menyebabkan pantai tererosi. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa memang benar gelombang menjadi salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya pengikisan sedimen yang berada di daerah pantai yang terjadi dalam jangka waktu panjang dan secara terus-menerus. Pengukuran perubahan panjang garis pantai dari semua segmen yang berjumlah 55 segmen menggunakan tools ‘Measure’ yang terdapat dalam software ArcMap 10 dan tersedia dalam tabel 4.5.

Selain mengukur perubahan panjang garis pantai, disini juga menghitung luas area yang mengalami abrasi (gambar 4.12) serta luas area yang mengalami akresi (gambar 4.13). Perhitungan luas area yang mengalami abrasi dan akresi dihitung menggunakan software ArcMap 10 dengan menggunakan tools calculate geometry. Setelah semua area yang mengalami abrasi diketahui luasnya, lalu kita jumlah seluruh luas area yang mengalami abrasi atau pengurangan garis pantai untuk mengetahui luas total area abrasi yaitu sepanjang 43.613 m² lalu dikonversikan dalam satuan hektar (ha) menjadi 4,3613 ha (tabel 4.1). Sedangkan untuk luas area yang mengalami akresi atau penambahan garis pantai dengan luas totalnya yaitu sepanjang 4.416 m² dan dikonversikan dalam satuan hektar menjadi 0,4416 ha (tabel 4.2).

Gambar 4.12. Peta Lokasi Abrasi

Gambar 4.12 merupakan hasil dari analisa perubahan garis pantai menggunakan data citra WorldView-2 tahun 2012 dan citra Google Earth tahun 2015 sebagai pembandingnya. Terdapat 14 titik di sepanjang pantai Pulau Mandangin yang mengalami abrasi dengan ditandai warna merah. Masing-masing wilayah yang mengalami abrasi dihitung luasnya dan kemudian di rata-rata sehingga didapatkan rata-rata laju abrasi per tahunnya yang tersaji pada tabel 4.1 dibawah ini.

Tabel 4.1. Luas Abrasi Titik Koordinat

ha Bujur Timur

1 113°13'17,407" 7°18'24,384"

2 113°13'23,424" 7°18'26,787" 12,38 1617,838832 0,161784

3 113°13'25,706" 7°18'28,955"

4 113°13'24,228" 7°18'29,308" 23,53 18526,75498 1,852675

5 113°12'44,524" 7°18'40,463" 35,43 3230,620765 0,323062

6 113°12'35,326" 7°18'35,866"

7 113°12'17,884" 7°18'30,766" 17,84 6847,362921 0,684736

8 113°12'6,395" 7°18'24,098"

9 113°12'7,866" 7°18'18,492"

10 113°12'12,389" 7°18'13,51" 59,06 8144,047686 0,814405

11 113°12'17,262" 7°18'14,422"

12 113°12'20,035" 7°18'15,681"

13 113°12'22,84" 7°18'16,557"

187,003346 0,0187 Pada tabel 4.1 menjelaskan hasil perhitungan luas abrasi di setiap titik.

14 113°12'23,993" 7°18'16,181"

Abrasi dengan luas terkecil terjadi pada titik 11 dengan luas sebesar 0,00138 ha dan untuk abrasi terbesar terdapat pada titik 10 dengan luas abrasi sebesar 0,814405 ha.

Gambar 4.13. Peta Lokasi Akresi

Gambar 4.13 merupakan hasil dari analisa perubahan garis pantai menggunakan data citra WorldView-2 tahun 2012 dan citra Google Earth tahun 2015 sebagai pembandingnya. Terdapat 15 titik di sepanjang pantai Pulau Mandangin yang mengalami akesi dengan ditandai warna hijau. Masing-masing luas wilayah akresi dihitung luasnya dan kemudian di rata-rata sehingga didapatkan rata-rata laju akresi per tahunnya yang tersaji pada tabel 4.2 dibawah ini.

Tabel 4.2. Luas Akresi Titik Koordinat

ha Bujur Timur

1 113°13'13,858" 7°18'22,722"

6,67

185,288128 0,018528813