Strategi Koping Keluarga dalam Menghadapi Masalah Kesehatan: Kasus Penyakit TB Pam di Kabupaten Bandung

STRATEGI KOPING KELUARGA
DALAM MENGHADAPI MASALAH KESEHATAN:
KASUS PENYAKIT TB PARU DI KABUPATEN BANDUNG

Oleh:
MAMAT LUKMAN

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANLAN BOGOR
2002

ABSTRAK
MAMAT LUKMAN. Strategi Koping Keluarga dalam Menghadapi Masalah
Kesehatan: Kasus Penyakit TB Paru di Kabupaten Bandung. Dibimbing oleh RATNA
MEGAWANGI dan DWI HASTUTI.

Berkaitan dengan masalah kesehatan (keadaan sakit) keluarga perlu
mengembangkan strategi adaptasi dimana koping keluarga merupakan suatu bentuk
respon positif yang digunakan keluarga dan subsistemnya untuk memecahkan masalah
yang diakibatkan oleh suatu peristiwa yang tejadi dalam keluarga. Penyakit TB paru
merupakan salah satu penyakit yang berbahaya terutama apabila dialami oleh salah

seorang anggota keluarga dan cenderung keluarga merasa rendah din dan malu sehingga
proses penyembuhan akan menjadi terhambat karena penderita tidak patuh dalam
berobat, padahal pemerintah telah memberikan bantuan pengobatan secara gratis melalui
strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short course). Dalam kondisi ini perlu
adanya support system keluarga yang dapat mendukung upaya pemecahan masalah
penyakit di dalam keluarga. Tujuan penelitian ini adalah : 1) mengetahui gambaran
surnber koping, persepsi dan strategi koping keluarga dalam menghadapi penyaht TB
paru ; 2) Menganalisis perbedaaan strategi koping keluarga yang mendapat bantuan
dengan yang tidak mendapat bantuan pengobatan; 3) Mengetahui factor-faktor yang
mempengaruhi strategi koping keluarga dalam mengahadapi masalah kesehatan
(penyakit TI3 paru); 4) Menganalisis hubungan antara kepatuhan berobat penderita TB
Paru dengan strateg koping keluarga dan tingkat stress penderita. Desain penelitian ini
berupa Cross Sectional yang pengambilan datanya dilakukan selama tiga bulan dari
bulan Juni -September 2001 di Kabupaten Bandung. Pengambilan contoh dilakukan
dengan sengajaJpurposive terhadap dua kelompok keluarga yaitu yang mendapat
bantuan pengobatan diambil dari Puskesmas dan yang tidak mendapat bantuan
pengobatan dari Rumah Sakit. Contoh diambil sebanyak 150 keluarga.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa 54,67 % keluarga mempunyai perilaku
koping positif dan terdapat perbedaan yang bennakna antara koping keluarga pada
kelompok yang dibantu dengan kelompok yang tidak dibantu (p=0,09), namun

perbedaan tersebut bukan karena berbeda kelompoknya (p(Ancova=0,274) tapi karena
faktor lain. Berkaitan dengan pola strateg koping keluarga memperlihatkan hasil bahwa
70,67 % keluarga baik yang dibantu maupun yang tidak dibantu menerapkan pola
pertama yaitu mempertahankan keutuhan keluarga, kerjasama dan rasa optimis
menghadapi keadaan. Strategi koping dipengaruhi secara bennakna oleh lama
pendidikan pasangan, pengetahuan pasangan, sikap keluarga, ketersediaan sarana dan
fasilitas kesehatan dan persepsi keluarga mengenai penyakit TB paru. Sedangkan
kepatuhan penderita TB paru dalam pengobatan berhubungan secara bermakna dengan
strategi koping dan tingkat stress penderita.

SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya inenyatakan bahwa tesis yang berjudul: "Strategi Koping
Keluarga Dalam Memnghadapi Masalah Kesehatan: Kasus Penyakit TB Paru
Di Kabupaten Bandung", adalah benar hasil karya saya sendiri.

Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara
jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, 20 Pebruari 2002


Mamat Lukman

STRATEGI KOPING KELUARGA
DALAM MENGHADAPI MASALAH KESEHATAN:
KASUS PENYAKIT TB PARU DI KABUPATEN BANDUNG

MAMAT LUKMAN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Gizi Masyarakat dan Surnberdaya Keluarga

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

Judul

: Strategi Koping Keluarga dalam Menghadapi Masalah Kesehatan:


Nama Mahasiswa
Nomor Pokok
Program Studi

: Mamat Lukrnan
: GMK. 99475
: Ilmu Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

Kasus Penyakit TB Pam di Kabupaten Bandung

Menyetujui :
1. Komisi Pembimbing

0

Dr. Ir. Ratna Megawangi, M.Sc
Ketua

Ir. Dwi Hastuti, M.Sc

Anggota

Mengetahui:
Ketua Program Studi Gizi Masyarakat
dan Sumberdaya Keluarga

Prof Dr.Ir. Ali Khomsan, MS

Tanggal Lulus: 20 Pebruari 2002

Manuwoto, M.Sc

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Banjar-Ciamis, Jawa Barat, pada tanggal 14 Maret 1963
sebagai anak bungsu dari lima bersaudara dari ayah Djunaedi (aim.) dan ibu
Hj.St.Djulaeha. Tahun 1982 penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA)
Negeri Banjar-Ciamis. Pada tahun 1982 penulis terdaftar sebagai mahasiswa
Akademi Perawatan Departemen Kesehatan-Bandung, lulus pada tahun 1985. Pada
tahun 1988 penulis mendapat kesempatan untuk meneruskan pendidikan pada
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM-UI) melalui biaya

World Bank-WHO (Dep.Kes) dan mendapat gelar sarjana pada tahun 1988. Dan

selanjutnya pada tahun 1994 penulis juga mendapatkan kesempatan untuk menambah
ilmu di

Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas

Padjadjaran (PSM-FK UNPAD) dan mendapat gelar sarjana kembali pada tahun
1997. Mulai tahun 1986 penulis tercatat sebagai Pegawai Negeri Sipil Departemen
Kesehatan sampai tahun 1996, dan sejak tahun 1997 penulis pindah dan tercatat
sebagai pegawai negeri sipil untuk tenaga pengajar di Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran Bandung, hingga sekarang. Dan sejak September 1999
penulis terdaftar

sebagai mahasiswa Pascasarjana IPB Program Studi Gizi

Masyarakat dan Surnberdaya Keluarga (GMK) dengan bantuan dana BPPS
Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Republik Indonesia.

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga pembuatan tesis yang berjudul: "Strategi Koping Keluarga dalam Menghadapi
Masalah Kesehatan: Kasus Penyakit TB Paru di Kabupaten Bandung" telah berhasil
diselesaikan. Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan studi
Magister Sains pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada komisi
pembimbing yaitu Ibu Dr.Ir.Ratna Megawangi, M.Sc dan Ibu Ir. Dwi Hastuti, M.Sc yang
telah memberikan bimbingan, arahan, dan wawasan pengetahuan yang bermanfaat dalarn
penulisan tesis ini.
Penulis juga mengucapkan terirna kasih kepada Rektor Unpad, Dekan FK-Unpad
dan Ketua PSIK-FK Unpad yang telah memberikan kesempatan untuk melanjutkan
pendichkan, serta Pengelola Beasiswa BPPS DIKTI yang telah memberikan bantuan dana
selama mengkuti program pascasarjana di Institut Pertanian Bogor.
Kepada Bapak Drs. H. Achrnad Kusyana,M.Kes selaku Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten Bandung beserta staf, khususnya Bapak H. Eri Narendra, Bapak H. Agus
Kukuh, SKM, Bapak Sugihartono,SKM, yang telah memberi ijin tempat penelitian dan
membantu penulis dalarn pengumpulan data dilapangan, penulis ucapkan terima kasih.
Khusus kepada Ibunda tercinta Hj .St.Djulaeha, istri tercinta Henny Cahyaningsih,
serta anak-anakku Syahid, Yuditya, dan Hilman, yang telah memberikan dorongan

semangat dan do'a untuk keberhasilan penulis menyelesaikan studi. Juga ungkapan

terimakasih juga disampaikan kepada teman-teman mahasiswa pascasarjana Program
Studi Gizi Masyarakat angkatan 1999, serta sahabatku Sius, Pras, Iwan, Aziz dan Hano
yang telah membantu baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan tesis ini.
Demikian pula kepada semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu baik
yang ada di Bogor maupun di Bandung yang ikut memberi dorongan semangat selama
penulis menyelesaikan pendidikan.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang lebih baik. Akhir kata semoga
tesis ini dapat berrnanfaat.

Bogor, Pebruari 2002
Mamat Lukman

DAFTAR IS1
Halaman

DAFTAR TABEL............................................................................

ix


DAFTAR GAMBAR ........................................................................

xii

DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................

xi11

...

PENDAHULUAN........................................................................... 1
Latar Belakang..........................................................................
TujuanPenelitian.......................................................................
Hipotesis Penelitian .....................................................................
Kegunaan Penelitian ....................................................................
TINJAUAN PUSTAKA...................................................................
Kosep Stres Keluarga ................................................................
Koping Keluarga .....................................................................
Sumber Koping ........................................................................

StrategiMekanisme Koping ........................................................
Kepatuhan Penderita TB Pam ......................................................

METODE PENELITIAN..................................................................
Desain Penelitian.....................................................................
Waktu dan lokasi penelitian .........................................................
Populasi dan sampel..................................................................
Jenis dan cara pengumpulan data ...................................................
Pengolahan dan analisis data ........................................................
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................................
Surnber Koping Keluarga ............................................................
Karakteristik Individu dan Keluarga ...........................................
Pengetahuan (pasangan) Mengenai penyakit TB Pam .....................
Sikap Keluarga Mengenai Pengobatan TB Pam ............................
Ketersediaan Sarana dan Fasilitas .............................................
Dukungan dari Keluargdkatan Kekerabatan ...............................
Dukungan dari Masyarakat ....................................................
Lingkungan Tempat Tinggal (mmah) .........................................
Persepsi Keluarga Mengenai Penyakit TB Pam .................................


vii

1
5
6
6
7
7
12
17
20
31

38
38
38
38
40
40
50

50
50
58

60
61
62
63
64
65

Strateg Koping (Suamihstri) dalam Menghadapi Kasus Penyakit TB Paru..
Faktor-faktor yang mempengaruhi Strateg Koping Keluarga ... ... ... ... ... ..
Tingkat Stres Penderita TB Paru ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...
Tingkat Kepatuhan Penderita TB Paru ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... .
Hubungan Tingkat Kepatuhan Penderita TB Pam dengan Perilaku Koping
Keluarga Penderita TB Pam . . . ... ... ... ... . . . ... .. . ... . .. ... ... ... ... ... ... .. .
Hubungan Tingkat Kepatuhan Penderita TI3 Pam dengan ~ i n ~ k Stres
at
Penderita TI3 Pam ... ... .. . ... ... ... ... . . . .. . .. . ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... .
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan penderita TB Paru dalam
berobat ..............................................................................
KESIMPULAN DAN SARAN ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... . .. ... ... ..

DAFTAR PUSTAKA.. . ... ... ... .. . ... ... ... ... ... ... ... ... ... . . . . .. ... ... ... ... ... ... ... .

67
74
83
86
87

88

89
92
95

DAFTAR TABEL
Halaman

Jumlah anggota keluarga berdasarkan kelompok keluarga dibantu dan tidak 52
dibantui .......................................
Usia penderita TB paru berdasarkan kelompok keluarga dibantu dan tidak 53
dibantui ........................................................................
Jenis kelamin penderita TB paru berdasarkan kelompok keluarga dibantu 53
dan tidak dibantui.. ................................................
Lama pendidikan formal penderita penyakit TB paru berdasarkan 54
kelompok keluarga dibantu dan tidak dibantui...........................
Lama pendidikan formal pasangan penderita penyakit TB paru berdasarkan 56
kelompok keluarga dibantu dan tidak dibantui...........................
Jenis pekerjaan pasangan penderita penyakit TB paru berdasarkan 56
kelompok keluarga dibantu dan tidak dibantui.. .........................
Pendapatan keluarga berdasarkan keluarga yang dibantu dan tidak dibantu..

57

Pengetahuan pasangan penderita mengenai penyalut TB paru berdasarkan 59
kelompok keluarga dibantu dan tidak dibantui...........................
Tingkat pengetahuan pasangan penderita mengenai penyakit TB paru 59
berdasarkan jenis kelamin ................................................
Sikap keluarga mengenai pengobatan TB paru berdasarkan kelompok 60
keluarga dibantu dan tidak dibantui.. .....................................
Sikap keluarga tentang penyakit
kelamin. ........

TB paru berdasarkan

jenis 61

Sarana dan fasilitas kesehatan berdasarkan kelompok keluarga dibantu dan 62
tidak dibmtui ..................................................................
Dukungan keluargalkerabat penderita TB paru berdasarkan kelompok 63
keluarga dibantu dan tidak dibantui. ......................................

Dukungan masyarakat pada keluarga penderita TI3 paru berdasarkan 64
kelompok keluarga dibantu dan tidak dibantui.. . ... ... ... ... ... ... ... ...
Kualitas lingkungan tempat tinggal keluarga penderita TB paru 65
berdasarkan kelompok keluarga dibantu dan tidak dibantui.. . ... .. . ...
Persepsi keluarga mengenai penyakit TB paru berdasarkan kelornpok 67
keluarga dibantu dan tidak dibantui.. . .. . ... ... . .. ... ... ... ... ... ... ... . . .
Persepsi keluarga tentang penyakit TB paru berdasarkan jenis kelamin ... .. 67
Perilaku koping keluarga dalam menghadapi kasus penyakit TB paru di
keluarga berdasarkan kelompok keluarga dibantu dan tidak dibantui... 69
Pola strategi koping keluarga dalam menghadapi kasus penyakit TB paru di
keluarga berdasarkan kelompok keluarga dibantu dan tidak
70
dibantui ..........................................................................
Aspek mempertahankan keutuhan keluarga, kerjasama, rasa optimis ... .. . ..

71

Aspek mempertahankan dukungan sosial, kepercayaan diri dan stabilitas
73
psikologis .....................................................................
Aspek memahami situasi medis melalui komunikasi dengan keluarga lain
dan konsultasi dengan tenaga kesehatan ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... .... 74
Analisis regresi berganda dari faktor-faktor yang mempengaruhi strategi
76
koping keluarga penderita TB paru ... ... ... ... .. ... ... ... ... ... ... ... ... .
Hasil analisis multivariate (Manova) dari faktor-faktor yang mempengaruhi
pola strateg koping keluarga penderita TB paru ... ... ... ... ... ... ... ... 8 1
Tingkatan stress penderita TB paru berdasarkan kelompok keluarga dibantu 83
dan tidak dibantui.. . ... ... ... ... ... ... ... . .. ... .. . ... ... ... .... ... ... .. . ... ...
Tingkatan stress penderita TB paru berdasarkan jenis kelamin. ... ... ... .. . ... 83
Tingkatan stress psikis penderita TB paru berdasarkan kelompok keluarga
dibantu dan tidak dibantui.. . ... ... ... ... ... ... .. . ... ... ... ... ... ... . . .. ... .. 85
Tingkatan stress fisik penderita TB paru berdasarkan kelompok keluarga
dibantu dan tidak dibantui.. . ... ... ... ... ... ... .. . ... ... ... . . . ... .. . . . . . .. ... 85
Kepatuhan penderita TB paru dalam berobat berdasarkan kelompok
keluarga dibantu dan tidak dibantui . .. ... ... ... ... . . . .. . . .. . . . ... .. . ... ... 86

30.

Kepatuhan penderita TI3 paru berdasarkan jenis kelamin ......................

3 1.

Hubungan antara tingkat kepatuhan dengan perilaku koping keluarga
penderita TB paru ..............................................................
88

32.

Hubungan antara tingkat kepatuhan dengan tingkat stress penderita TB
paru ..............................................................................
88

33.

Hasil pengujian regresi Logistik faktor-faktor yang rnempengaruhi tingkat
kepatuhan penderita TB Pam ................................................ 91

87

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Model ABC-X Hill yang telah direvisi untuk menunjukkan derajat
stress dan alternatif mengatasi krisis dan koping ......................

11

2.

Model Kontekstual stress keluarga ......................................

12

3.

Proses koping ...............................................................

15

I.

xii

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran tabel-tabel pengujian ...........................................

98

Tabel uji Ancova variable Perilaku Koping .............................

99

Tabel uji Ancova variable Tingkat stress................................

100

Matrik Korelasi antar variable .............................................

101

Analisa regresi berganda factor-faktor-yang mempengaruhi stress..

102

Operasional variable ........................................................

103

Uji validitas dan reabilitas ................................................

106

Kuesioner....................................................................

117

sakit akan mempengaruhi seluruh keluarga dan juga mengubah peranan dari anggotaanggota keluarga.
Untuk mengatasi dampak stresor-stresor tipe situasional (keadaan sakit),
keluarga perlu mengembangkan strategi adaptasi yang memadai, yang disebut
strategi koping. Koping keluarga adalah respon perilaku positif yang digunakan
keluarga dan subsistemnya untuk memecahkan suatu masalah atau mengurangi stres
yang diakibatkan oleh suatu peristiwa tertentu (Friedman, 1998). Dalam suatu
penelitian yang membandingkan koping dari keluarga Anglo (orang kulit putih) dan
Latin yang memiliki anak yang menderita kanker diperoleh hasil bahwa secara
empiris sistem kekerabatan orang Latin lebih kuat dan lebih aktif dalam memberikan
bantuan instrumental dan emosional daripada keluarga Anglo, sehingga mampu
mengurangi ketegangan yang timbul dari penyakit tersebut. Hal ini berarti strategi
koping keluarga Latin lebih efektif. ( Friedman,l998). Demikian pula pada kasus

TB Paru dimana keluarga memerlukan strateg koping untuk menguragi ketegangan
yang muncul akibat penyakit tersebut. Menurut Cuneo and Snider (1989) serta
Khairil Anwar (2000), masalah penyaht TB Paru di masyarakat sangatlah komplek,
di satu sisi penyakit ini sering dianggap sebagai penyalut yang menjijikan, dijauhi
baik oleh anggota keluarga maupun lingkungannya karena mempunyai sifat menular,
sehngga keluarga menyembunyikan orang yang sakit karena malu dan bingung. Di
lain pihak penyakit ini hams mendapatkan pengobatan secara teratur dan
berkesinambungan sehingga kepatuhan penderita dan dukungan dari keluarga sangat
penting untuk kesembuhan pasien

(D'OnofIlo,1980; Calnan,1983; Cuneo and

Snider,1989). Dengan demikian bila keluarga penderita TB Pam menggunakan

teoritis dan klinis seharusnya penyakit ini dapat ditanggulangi dan disembuhkan
dengan

baik. Seperti halnya di

Propinsi Jawa Barat pada tahun 1997 terjadi

peningkatan kasus TB Paru di Puskesmas yaitu 562.706 dibandingkan 1996 yang
hanya 36.641 orang. Pada tahun 1998 kasusnya kembali turun menjadi 168.322
orang. Dari Pola 10 penyakit terbanyak penderita rawat jalan di Rumah Sakit untuk
semua golongan umur di Jawa Barat menunjukkan bahwa TB Paru pada tahun
199711998 menduduki urutan ke empat, dan prosentasenya mengalami kenaikan dari
2,6% (1997) menjadi 3,0% pada tahun 1998 (Profil Kesehatan Propinsi Jawa Barat,
1999). Begitu pula data keadaan TB Pam di Kabupaten Bandung pada tahun
1999/2000 yang Qarnbil dari

Puskesmas tercatat 1.379 orang, dengan angka

kesembuhan pada akhir Triwulan I1 tahun. 2000 tercatat hanya 58% dari target lebih
dari 85 % sedangkan sisanya karena putus berobat dan berobat tidak teratur
(Din.Kes Kab. Bandung, 2000). Hal initerjadi karena dalam menanggulngi penyakit
melalui metode DOTS tersebut kurang melibatkan keluarga sebagai support system
melalui strategi koping keluarga.
Melihat gambaran tersebut di atas, maka peran keluarga dapat diharapkan
mampu menyelesaikan masalah kesehatannya yakni dengan mencari penyelesaian
melalui strategi koping efektif. Oleh karena itu penulis ingin meneliti: " sejauhmana
strateg koping digunakan oleh keluarga dalam menyelesaikan masalah penyakit TB
Paru?, sumber-sumber koping apa saja yang digunakan keluarga dalam menetapkan
strategi kopingnya?, dan bagaimana hubungannya antara strategi koping keluarga
dengan tingkat stres dan kepatuhan pasien untuk berobat secara teratur? Penelitian
perlu dilakukan karena selama ini banyak penelitian yang berkaitan dengan kasus TB

Paru hanya difokuskan pada diri pasien (individu), dan sepanjang pengetahuan
penulis di Indonesia masih jarang penelitian yang terfokus pada keluarga sebagai
suatu sistem dalam memberi dukungan pada masalah kesehatan yang dihadapi
keluarga.

Tuiuan Penelitian
Tuiuan Umum

Menganalisis strategi koping keluarga dalam menghadapi masalah kesehatan
(penyakit TB Paru) serta hubungannya dengan tingkat stres dan kepatuhan penderita
untuk berobat.

Tuiuan Khusus
I.Mengetahui garnbaran strategi koping keluarga dalam menghadapi masalah

kesehatan (penyakit TB Pam)

2. Menganalisis perbedaan strategi koping keluarga penderita TB Paru yang
mendapat bantuan pengobatan dengan yang tidak mendapat bantuan pengobatan.
3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi strategi koping

keluarga

(sumber koping dan persepsi keluarga) dalam menghadapi masalah kesehatan
(penyakit TB Pam)

4. Menganalisis pengaruh strategi koping keluarga dan tingkat stres penderita
terhadap tingkat kepatuhan penderita TB Paru dalam menjalani pengobatan.

1. Sumber-sumber koping dan persepsi keluarga mengenai TB paru merupakan
faktor yang mempengaruhi strategi koping keluarga

2. Terdapat pengaruh bermakna dari strategi koping yang digunakan keluarga dan
tingkat stres terhadap tingkat kepatuhan penderita TB Pam di keluarga.
3. Terdapat perbedaan bermakna antara strategi koping pada keluarga penderita TB

Paru yang mendapat bantuan pengobatan dengan yang tidak mendapat bantuan
(mandiri)

Kegunaan Penelitian

Karena lingkup kajian ilmu keluarga ini sangat luas, maka penelitian ini dapat
memberikan sumbangan bagi perkembangan teori ilmu keluarga terutama yang
berkaitan dengan masalah kesehatan keluarga.
Disamping ha1 tersebut penelitian ini secara praktis dapat menjadi bahan
pertimbangan dalam membuat kebijakan di bidang kesehatan khususnya dalam
mengangulangi masalah penyakit TB Paru di masyarakat.

TINJAUAN PUSTAKA
Konse~Stres Keluarga
Seseorang atau keluarga dikatakan sehat tidak hanya terlepas dari penyakit
saja, tetapi juga perasaan tentram, tenang dan harmonis yang ditunjukkan oleh adanya
kemampuan dalam menggunakan koping yang efektif dalam mengadapi stressor baik
yang bersumber dari dalam maupun dari luar.
Pengertian stres menurut Lazarus & Folkman (1984) adalah reaksi spesifik
antara individu dan lingkungan yang dinlai individu membebani atau melebihi
kapasitasnya dan membahayakan kesejahteraannya. Sedangkan Selye (1982)
membatasi stres sebagai respon yang spesifik pada tubuh terhadap berbagai jenis
tuntutan, dimana respon yang non spesifik
Selye (1983) membatasi stres sebagai respon yang non-spesifik pada tubuh
terhadap berbagai jenis tuntutan. Respon yang non-spesifik disebut GAS (General
Adaptation Syndrome), dimana tubuh melepaskan hormon-honnon adaptif, yang

kemudian mengiubah struktur dan komposisi kimia pada tubuh.
General Adaptatin Syndrome (GA), terdiri dari tiga tahap yaitu:

1. Alarm Reaction (AR)

Tanda-tanda reaksi tubuh disebut alarm reaction, yaitu sistem pertahanan tubuh
untuk mengatasi stresor. Menurut Seyle pada alarm reaction ini dibag dua tahap
yaitu fase shock dan fase counter shock. Selama fase shock, penyebab stres dapat
diamati pada orang sadar maupun yang tidak sadar. Respon ini berlangsung dalam
waktu pendek, lebih kurang satu menit sampai 24 jam. Selama fase counter shock,

perubahan yang dihasilkan tubuh berlawanan dengan fase shock, pada fase ini
penderita mengadakan reaksi perbaikan.

2. Stage of resistance (Tingkat perlawanan)
Apabila stresor bisa diimbangi oleh daya tahan tubuh maka akan timbul kekuatan
untuk melawan. Tanda-tanda dari reaksi alarm akan hilang bahkan daya melawan ini
bisa melebih batas-batas normal.
3. Stage of Exhaustion (Tingkat kelelahan)

Apabila tubuh dihadapkan pada stresor yang lama dan waktu yang terlalu lama,
maka energi untuk beradaptatsi akan habis, sehingga akan timbul kembali reaksireaksi alarm tetapi ini bersifat irreversibel.
Ada tiga model yang akan dibahas berkaitan dengan model krisis dari adanya
stres keluarga. Yang pertama adalah model ABC-X yang telah dikembangkan oleh
Hill (1949). Kedua adalah model Mc.Cubbin dan Patterson (1980), dan yang ketiga
adalah model Boss (1983) dalam Sussman and Steinrnetz (1988).
1. Teori Stres Keluarga dari Hill (1949) adalah model

yang menggambarkan

faktor-faktor yang menghasilkan krisis atau non knsis dalam keluarga.
Berdasarkan riset dari Hill tentang perpisahan akibat perang dan reuni, ia
mengembangkan sebuah teori stres keluarga yang disebut ABCX, &mana ia
mengidentifikasikan satu set variabel utama dan hubungannya yang menimbulkan
krisis keluarga. Secara teoritis, ia menggambarkan determinan-determinan krisis
keluarga, yaitu: "faktor A (kejadian atau stresor) yang berinteraksi dengan B
(sumber-sumber koping keluarga, selanjutnya berinteraksi dengan C (persepsi
keluarga terhadap kejadian), yang akhirnya menghasilkan X (knsis)."

Model ABCX dari McCubbin dan Patterson (1980) merupakan bentuk
pengembangan dari teori ABCX-nya Hill. Mengingat teori Hill meliputi variabelvariabel krisis, teori McCubbin dan Patterson menjelaskan perbedaan dalam
adaptasi keluaiga pasca h s i s . Setiap variabel asli (ABCX) 'diuji kembali dan
definisi-definisinya dimodifikasi. Setiap variabel dalam model digambarkan
secara ringkas sebagai berikut :
Faktor aA, setumpuk stresor keluarga. McCubbin dan Patterson (1980)

menyatakan bahwa ada lebih dari satu stresor utama, yang berturnpuk menjadi
stresor keluarga", dan ini berpengaruh penting dalam tingkat adaptasi keluarga.
Mereka menjelaskan oleh karena knsis keluarga berkembang dan berubah dalam
satu kurun waktu, keluarga tidak hanya bekonfiontasi dengan satu stresor pada
waktu tertentu. Agaknya mereka mengalami setumpuk stresor (tuntutan dan
perubahan), terutama akibat dari suatu stresor utama seperti diagnosa kanker
terhadap seorang anggota keluarga. dalam sebuah studi tentang pengaruh polio
terhadap keluarga (Davis, 1963) terbukti bahwa keluarga tidak hanya mengalami
satu stresor pada satu waktu. Ia melaporkan bahwa keluarga melakukan koping
terhadap masalah-masalah yang telah lama ada, dan bersatu dengan stressorstresor penyakit kronis.
Faktor bB: Sumber-Sumber Koping Keluarga. Faktor ini adalah surnber-sumber

keluarga untuk dapat memenuhi tuntutan-tuntutan yang dihadapi keluarga. Faktor
tersebut terdiri dari sumber-sumber pribadi angota keluarga (pendidikan,
kesehatan dan karakteristik kepribadian), dan sumber-sumber internal dari sistem

keluarga (peran-peran yang fleksibel, kekuasaan bersama, komunikasi, dan ikatan
keluarga serta dukungan sosial).
Faktor cC: DeJinisi dun makna keluarga atau persepsi keluarga terhadap stresor.

Definisi faktor ini pada pokoknya menyangkut penilaian dari konseptualisasi
tentang definisi situasi keluarga yang dibuat oleli Hill.
Faktor xX: Adaptasi Keluarga. Dalam model ABCX Ganda, terdapat tiga tingkat

analisa: anggota keluarga (individu), unit keluarga clan komunitas dimana
keluarga menjadi bagannya.

Masing-masing unit ini digambarkan memiliki

tuntutan dan kemampuan. "Adaptasi keluarga dicapai lewat hubungan timbal
balik, dimana tuntutan dari satu unit keluarga dipenuhi lewat kemampuan dari
yang lain, untuk mencapai suatu keseimbangan secara simultan pada dua tingkat
interaksi primer antara individu dan sistem keluarga dan antara sistem keluarga
dengan komunitas. Lihat gambar 1.

Krisis

C

Stres

Koping
Kejadianl
Stressor
A

Sumber
Koping
B

Persepsi terhadap
kejadian
C

Gambar 1 . Model ABC-X Hill yang telah direvisi untuk menunjukkan
derajat stes dan alternatif mengatasi krisis dan koping
3. Model Stres Keluarga dari Boss (1983). Ia telah mengembangkan teori stres dari
Hill untuk menerangkan pengaruh konteks keluarga. Keluarga tidak hidup dalarn
isolasi tetapi mereka merupakan bagian dari konteks yang lebih besar yang
mempengaruhi variabel-variabel model dari Hill. Dua konteks berbeda yang
menjadi media bagi stres keluarga adalah konteks internal dan eksternal. Konteks
eksternal dari keluarga adalah konteks yang tidak dikontrol oleh keluarga.
Konteks tersebut termasuk lingkungan dimana keluarga berada, terdiri dari batasbatas genetik dan perkembangan, dan konteks "tempat dan waktu" (sejarah, ilmu,
ekonomi, kebudayaan). Konteks internal keluarga terdiri dari tiga elemen yang
hkontrol oleh keluarga dan dapat diubah. Ada elemen-elemen psikologs,
struktural dan filosofis. Elemen-elemen struktural sama dengan dimensi-dimensi
struktural dalam teks ini, tanpa memasukkan nilai-nilai keluarga; konteks
psikososial merujuk pada definisi dari keluarga tentang kejadiadstresor; konteks
filosofis merujuk pada keyakinan dan nilai-nilai dari keluarga. Model dari Boss

didasarkan pada konteks yang digambarkan sebagai dua lingkaran konsentrik
yang mengelilingi model ABCX.Lingkaran paling luar adalah konteks eksternal,
dan lingkaran paling dalam adalah konteks internal. Lihat garnbar 2.

Konteks Ekstemal

Konteks Internal
Sistem Respon

/ / / penyebab Stres

\

(Ekstemal)

~umberda~a

~ejadian

( ~ n t a l ) d /

-

Gambar 2. Model Kontekstual Stres Keluarga. (Boss dalam Sussman dan
Steinmetz, 1988)
Kopine Keluarga
Pengertian
Istilah koping telah berkembang menjadi berbagai pengertian, dan sangat
bervariasi bagi tiap individu dan mempunyai pesepsi yang berbeda terhadap masalah
yang dihadapi, dan cara penggunaan strategi kopingnya. Strategi koping ini dapat
berubah penilaiannya sesuai dengan kondlsi dan beratnya masalah yang dihadapi oleh

setiap individu. Setiap individu dapat menggunakan beberapa jenis koping yang
dirasa sesuai dengan konQsi dan masalah yang sedang dihadapi. Penggunaan
mekanisme koping sering dipengaruhi oleh latar belakang budaya individu,
pengalaman individu dalam menghadapi masalah, faktor lingkungan; kepribadian,
konsep diri indlvidu, faktor sosial dan lain-lain, dan itu sangat berpengaruh pada
kemampuan individu dalam menyelesaikan masalahnya.
Pengertian koping menurut Lazarus clan Folkrnan (1984) adalah suatu proses
pengelolaan tuntutan eksternal yang dinilai sebagai beban atau melebihi sumber yang
dimiliki seseorang.
Perlin dan Schooler yang dikutip oleh Achir Yani (1997) mendefinisikan
koping sebagai respon terhadap ketegangan eksternal yang berfimgsi mencegah,
menghmdari, atau mengendalikan tekanan emosional. Menurut Fleishman (1984)
dalam Achir Yani (1997), koping adalah perilaku yang terlihat dan tersembunyi yang
dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan ketegangan psikologik dan kondisi
yang penuh stres.
Mekanisme koping adalah berbagai usaha yang dilakukan individu untuk
menanggulangi stres yang dihadapinya (Stuart, 1984). Mekanisme koping merupakan
suatu perubahan yang konstan dari usaha kognitif dan tingkah laku untuk menata
tuntutan eksternal dan internal yang dinilai sebagai ha1 yang membebani atau
melebihi surnber daya individu (Lazarusdan Folkman, 1984).
Sebagai suatu proses koping adalah usaha untuk mengatasi kondisi bahaya,
ancaman atau tantangan ketika respon rutin atau otomatis tidak tersedia ... tuntutan
lingkungan harus memenuhi solusi perilaku baru atau lama dun harus disesuaikan

untukrnenghadapi stres saat ini (Monat dan Lazaw, 1977 dalam Sussman and

Steinmetz,1988).
Dari sudut pandang kognitif dan fenomenologi, Lazaruz (1966, 1977) dalam
Sussman and Steinrnetz (1988) koping didefenisikan sebagai aktifitas kognitif yang
menggabungkan : (I) pengukuran bahaya yang akan datang (penilaian utama), (2)
pengukuran konsekuensi koping (pengukuran sekunder). Jadi proses koping menurut
Lazaruz (1977) adalah penggunaan kognitif penilaian sekunder dan primer tentang
apa yang terjadi, sedangkan strateg atau aktivitas koping adalah respon nyata untuk
merasakan ancaman. Perilaku koping dldefenisikan oleh Lazaruz (1976) sebagai : (1)
perilaku tindakan yang langsung melawan ancaman atau lari dari ancarnan (melawan
atau lari) dan didisain untuk mengubah hubungan stres dengan lingkungan fisik atau
sosial; (2) bentuk intrapsychic koping merupakan mekanisme pertahanan (misalnya
penolakan) yang lebih cbdisain untuk mengurangi munculnya emosi dibandingkan
untuk mengubah situasi. Tindakan dan pikiran dapat membuat seseorang lebih baik
jika mereka tidak dapat mengubah sumber stres.
Walaupun teori Lazaruz adalah berkaitan dengan psikologi dan diarahkan
pada stres individu, namun relevan dengan teori stres keluarga. Pentingnya kesadaran
tentang profil psikologi orang yang stres (nilai, keyakinan, harapan dan motivasi)
yang ditekankan oleh Lazaruz (1966), adalah penting pada stres dan koping keluarga.
Dikaitkan dengan faktor Hill (pengertian kejadian), nilai dan keyakinan menjadi
penting pada penilaian primer dan sekunder ancaman. Dengan konsep Hi11 (1958) clan

Lazaruz (1966), para peneliti dapat mulai menggunakan faktor Hill dengan memakai
indikator penilaian yang dibuat Lazaw dalam proses koping (gambar 3.).

PENILAIAN
KOGNITIF

'

2

3

- REAKSI
EMOSIONAL

PERILAKU
KOPING

Berdasarkan pada : (a) derajat ancaman yang dirasakan
(b) konfigurasi stimulus
(c) psikologi individual
termasuk penilaian primer yang merupakan pengukuran bahaya di masa
mendatang dan penilaian sekunder yang merupakan pengukuran
konsekuensi perilaku koping yang mungkin terjadi
Termasuk reaksi aktual ancaman yang dirasakan
Termasuk (a) perilaku tindakan langsung (melawan atau lademnghindar)
yang berhadapan dengan penyebab stres itu sendiri dan (b) perilaku yang
meringankan (tindakan atau pikiran yang membuat seseorang lebih
nyaman)

Gambar 3.. Proses Koping (Sumber : Laza~uz,1977dalam Sussman and
Steinmetz,1988 )

Dari sudut pandang dialektikal, defenisi koping keluarga mencakup inlkator
individu dan kelompok.

Penilaian kognitif situasi atau kejadian yang penuh

ketegangan, maka emosi memberikan reaksi dan respon perilaku pada penilaian dan
emosi yang terjadi pada individu walaupun dalam sebuah konteks sistem. Lebih
lanjut ltambahkan dari sudut pandang terapi keluarga, asumsi bahwa individu sangat
dipengaruhi oleh system yang telah lalu dan saat ini, dimana mereka menjadi bagan
darrpadanya. Jadi koping keluarga didefenisikan sebagai manajemen kelompok
terhadap kejadian atau situasi yang penuh ketegangan (McCubbin, 1979). Hams
ditambahkan bahwa keluarga sebagai sebuah kelompok bukanlah koping, jika hanya
ada satu anggota keluarga yang menunjukkan gejala tidak stres. Walaupun jika
keluarga sebagai satu kesatuan kelihatan seolah-olah mengelola efek kejadian

penyebab stres khusus, namun terhadap pengujian yang lebih dekat dapat ditemukan
bahwa ibu mengalami depresi, remaja mengalami masalah psikosomatik atau ayah
mengalami tekanan darah tinggi yang sangat berbahaya. Jadi eksplorasi secara
induktif yang berasal dari indikator kelompok serta indikator individu dianjurkan
dalam pengukuran koping keluarga.
Secara ringkas, koping keluarga adalah manajemen kejadian stres oleh
keluarga dan oleh tiap individu dalam keluarga. Adalah proses kognitif dan afektif
dimana individu dan sistem keluarganya menyesuaikan d i d
Menindak lanjuti kejadian penyebab stres internal dadatau lingkungan, maka
perilaku koping terjadi ketika level stres keluarga berfluktuasi terlalu besar atau
terlalu kecil. Dengan mengaktifkan proses koping, level stres keluarga dimodifikasi
dan krisis dapat dihindari. Contohnya, pada beberapa keluarga tiap orang akan
bersembunyi dibelakang pintu ketika pertengkaran menjadi semakin panas;
sedangkan pada yang lainnya seseorang dapat berlaku jahat untuk mengendalikan
kehidupan keluarga yang &ngn dan membosankan. Kedua sistem indvidu dan
keluarga terkait dalarn proses ini.
Awalnya seseorang atau keluarga dapat meredam perilaku yang dapat
menyelesaikan masalah secara tidak sengaja, dengan cara trial dan error, atau secara
rasional memutuskan untuk melakukan tindakan tertentu yang terbukti efektif. Pada
berbagai kejadian saat perilaku koping yang ampuh pada kejadian tertentu ditemukan
akan menjadi bagian dari orang atau keluarga sebagai sebuah koping atau strategi
penyelesaian masalah.

Sumber Koping
Cara individu menanggulangi stres juga amat bergantung pada sumber yang
tersedia dan pembatas-peinbatas yang menghambat penggunaan sumber koping
dalam konteks peristiwa tertentu (Lazarus & Folkman, 1984).
Sumber-sumber koping terdiri dari:

a. Keseimbangan Energi. Orang yang menderita sakit dan lemah kurang mampu
melakukan penanggulangan, tetapi pada individu yang sehat lebih mudah
melakukan penanggulangan dibanding individu yang sakit.
b. Kepribadian. Kepribadian adalah jumlah perilaku yang dapat diamati dan yang

mempunyai ciri-ciri biologi, sosiologi dan moral yang khas baginya yang dapat
membedakannya dari kepribadian yang lain. Kepribadian dapat digolongkan
menjadi dua (W.F.Maramis, 1998), yaitu: 1) Introvert, yaitu orang yang suka
memikirkan tentang diri sendiri, banyak fantasi, lekas merasakan kritik, menahan
ekspresi emosi, lekas tersinggung dalam diskusi, suka membesarkan
kesalahannya, analisa dan kntik diri sendiri menjadi buah pilurannya.
2).Ekstrovert. Orang yang melihat kenyataan dan keharusan, tidak lekas
merasakan kntik, ekspresi emosinya spontan, dirinya tidak dituruti dalam
alarnnya, tidak begitu mersakan kegagalan, tidak banyak mengadakan analisa dan
kritik diri sendiri.

Konsep diri. Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian
yang diketahui individu dalam berhubungan dengan orang lain (Stuart and
Sundeen, 1991). Konsep diri dipelajari melalui kontak sosial dan pengalaman

beruhubungan dengan orang lain. Pandangan individu tentang dirinya dipengaruhi
oleh bagaimana individu mengartikan pandangan orang lain tentang dirinya.
Sehingga dapat disimpulakn bahwa konsep diri rnerupakan aspek kritikal dan
dasar dari perilaku individu. Individu dengan konsep diri yang positif dapat
berfungsi lebih efektif yang terlihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan
intelektual dan penguasaan lingkungan. Konsep diri negatif dapat dilihat dari
hubungan individu dan sosiap yang ma1 adaptif (Budi Ana, 1992).

d. Dukungan Sosial. Dukungan sosial ini dengan adanya keterlibatan orang lain
dalam membantu menyelesaikan masalah. Disini individu melakukan tindakan
kooperatif dan mencari dukungan dari orang lain. Kondisi ini memungkinkan
adanya kontrol sosial dan luar untuk menjadi lebih baik.

e. Materi. Uang, harta benda dan pelayanan yang dapat diperoleh dengan uang.
Sumber material memperrnudah dalam penyelesaian masalah dan merupakan
jalan efektif menuju bantuan hukum, medis dan finansial.

Sumberdaya Koping Keluarga adalah kekuatan individu dan kekuatan
bersama pada saat terjadi kejadian penyebab stres.

Sumber koping keluarga

diantaranya adalah jaminan ekonomi, kesehatan, inteligensi, keahlian kerja,
kedekatan, semangat bekerjasama, keahlian hubungan dan jaringan serta dukungan
sosial. Dengan demikian sumberdaya keluarga adalah aset sosiolog, ekonomi,
fisiologi, emosional dan fisik yang dengannya anggota keluarga dapat memberi
respon pada kejadian stres tunggal atau akurnulasi. Namun demikian, memiliki
sumberdaya tidak berimplikasi terhadap bagaimana keluarga menggunakannya.
Contohnya sebuah keluarga dapat menggunakan uang untuk mengatasi pengangguran

dengan cara yang tidak adaptif (untuk membeli lebih banyak minurnan keras) atau
lebih bersifat fungsional (mencari pekerjaan lain). Jadi ketersedaan sumberdaya
keluarga tetap menjadi variabel statis dan lebih mudah diukur oleh peneliti dan ahli
terapi.
Koping keluarga (lawan knsis pada model ABC-X) merupakan sebuah
variabel proses dan hasil yang menunjukkan apa yang dilakukan keluarga terhadap
sumberdaya yang dimilikinya.

Hanya jika

keluarga mengubah koping

sumberdayanya menjadi tindakan, proses koping dapat dimulai.

Jika keluarga

memiliki sedikit sumberdaya, baik secara individu maupun kolektif, maka proses
koping munglun tidak akan pernah dimulai dan knsis dapat teqadi ketika terjadi stres.
Perbedaan antara sumber koping dan koping sebagai sebuah proses
penanggulangan, menunjuk pada cara menglxndan stres awal (Burr, 1973; Hill, 1958
&lam Sussman and Steinmetz,l988). Karena pada model utama knsis atau mudah
terserangnya keluarga (dibandingkan tidak mudah terserang atau dapat pulih
kembali), maka mereka tidak menganggap koping sebagai sesuatu yang unik dan
topik yang terpisah. Jika kita merubah definisi faktor X dalam model ABC-X untuk
menggambarkan hasilnya dalam berbagai derajat stres koping kepada non koping
(knsis), maka konsep baru ini dapat digabungkan pada model yang sudah ada (lihat
gambar 1) sebagai sebuah alternatif penyelesaian. Namun demilan panah putusputus pada garnbar 1 antara koping dan krisis menunjukkan level kntis sebelum ada
titik pemecahan dan ketidakseimbangan akut.

Ada beberapa jenis mekanisme koping yang terjadi pada individu, ha1
tersebut adalah :
a. Koping yang berpusat pada masalah (Problem ~ o c u s e dForm of Coping
mekanism/direct action).
Mekanisme koping berpusat pada masalah diarahkan untuk mengurangi
tuntutan-tuntutan situasi yang menimbulkan stres atau mengembangkan surnber daya
untuk mengatasinya.
Mekanisme koping ini bertujuan untuk menghadapi tuntutan secara sadar,
realistis, objektif dan rasional.
Hal-ha1 yang berhubungan dengan mekanisme koping yang berpusat pada masalah
(Stuart and Sundeen, 1991) adalah:

a. Koping Konfrontasi ( Confiontative coping). Ini adalah menggambarkan usahausaha untuk mengubah

keadaan atau masalah

secara agresif, juga

menggambarkan tingkat kemarahan serta pengambilan resiko.
b. Isolasi.

Individu berusaha menarik diri dari lingkungan atau tidak mau tahu

masalah yang dihadapi.
C.

Kompromi. Menggambarkan usaha untuk mengubah keadaan secara hati-hati,
meminta bantuan dan kerjasama dengan keluarga dan teman kerja atau
mengurangi keinginannya lalu memilih jalan tengah.
Konfiontasi, isolasi, dan kompromi ketiganya memiliki langkah-langkah yang

sama, yaitu: a) mempelajari dan menetapkan persoalan, b) menyusun alternatif
penyelesaian, c) menentukan tindakan yang mempunyai kemungkinan paling besar

akan berhasil dengan akibat yang paling menguntungkan, d) bertindak, e) penilaian
hasil tindakan supaya dapat Qambil langkah yang lain bila kurang memuaskan atau
ada kesalahan.
Yang paling sulit dalam langkah-langkah di atas adalah dalam pengambilan,
keputusan karena dalam pengambilan keputusan ini luta hams mempertimbangkan
norma, memperkirakan hasilnya, dan kemudian memperhitungkan untung ruginya.
b. Koping yang berpusat pada emosi (Emotion Focused of Coping/Palliatif

Form).
Koping ini mengarah pada usaha Reduksi, Pembatasan Imenghilangkan atau
toleransi stress subjective (somatis, motorik atau afehf) dari stres emosional yang
muncul karena adanya transaksi dengan lingkungan yang menyulitkan.
Fungsi koping ini bertujuan memperhalus, memperlemah atau membuat suatu
kenyamanan. Mekanisme pertahanan ego ditampilkan dengan pengingkaran, supresi

dan proyeksi, penolakan, sublimasi, rasionalisasi, kompensasi, represi, regresi,
identifikasi, proyeksi, konversi, displacement reaksi formasi (mekanisme koping
yang berpusat pada emosi sebagai suatu strate@ kognitif ditujukan untuk
meningkatkan tekanan emosional, beberapa individu perlu untuk merasa lebih buruk
terlebih dahulu, misalnya menyalahkan diri sendiri sebelum merasa lebih baik.
Mekanisme koping berpusat pada emosi digunakan untuk memelihara harapan dan
optimisme, menyangkal fakta dan implikasinya, menolak untuk mengakui ha1
terburuk, bereaksi seolah-olah apa yang dalam waktu lama mekanisme koping
menjadi ma1 adaptif.

Bentuk-bentuk kognitif dari mekanisme koping berpusat pada emosi
mengakibatkan suatu perubahan. Proses-proses ini memberi kemunglunan interpretasi
yang menipu diri dan distorsi realitas (Lazarus, 1984).
Jenis-jenis mekanisme koping yang berpusat pada emosi (Stuart and Sundeen,
1991) adalah :

a. Denial, menolak masalah dengan mengatakan ha1 tersebut tidak terjadi pada
dirinya.
b. Rasionalisasi, menggunakan alasan yang dapat diterima oleh aka1 dan diterima

oleh orang lain untuk menutupi ketidakmampuan dirinya. Rasionalisasi ini
mempunyai tiga segi pembelaan, yaitu: 1) Membantu kita membenarkan apa
yang hta lakukan dan kita percayai, 2) Menolong luta melunakan kekecewaan
yang berhubungan dengan cita-cita yang tidak tercapai. Dengan rasionalisasi kita
tidak hanya dapat membenarkan apa yang kita lakukan, tetapi juga merasa bahwa
itu sudah selayaknya h t a berbuat demikian menurut keadilan. Adapun tandatanda bahwa seseorang menggunakan rasionalisasi menurut Maramis (1984),
adalah:

a)

mencari-cari

alasan

untuk

membenarkan

pebuatan

atau

kepercayaannya, b) tidak sanggup mengenal hal-ha1 yang tidak tetap atau
bertentangan, c) menjadi bingung atau marah bila alasannya diragukan orang.
C.

Kompensasi, menunjukkan tingkah laku untuk menutupi ketidak marnpuan
dengan menonjolkan sifat yang baik, atau karena frustasi dalam suatu bidang
maka dicari kepuasan secara berlebihan dalam bidang lain. Kompensasi timbul
karena adanya perasaan kurang mampu.

d. Represi, yaitu dengan melupakan masa-masa yang tidak menyenangkan dari
ingatannya dengan hanya mengingat waktu-waktu yang menyenangkan (disadari).
Represi memegang peranan yang penting dalam membantu seseorang mengawasi
semua keinginan yang berbahaya dan dalam mengurang gangguan sebagai akibat
pengalaman yang menyakitkan atau kejadian traumatic.

e. Regresi, yaitu sikap seseorang yang kembali ke masa lalu atau bersikap seperti
anak kecil yang dalam regresi secara tidak sadar manusia mencoba lagi perilaku
atau cara.
f. Sublimasi, yaitu seseorang yang mengekspresikan atau menyalurkan perasaan,

bakat atau kemampuan dengan sikap atau tindakan (bersifat positif).
g. Identifikasi, yaitu meniru cara berfikir, ide dan tingkah laku orang lain. Pada

umumnya seseorang manusia ini mengidentifikasikan dirinya dengan seseorang
yang mirip sekali dengannya.
h. Proyeksi, yaitu menyalahkan orang lain tentang kesulitannya sendiri atau

melampiaskan kepada orang lain keingnannya sendiri yang tidak baik. Proyeksi
ini munglun berkembang dari pengalaman luta bahwa dengan menyalahkan orang
lain sehubungan kegagalan kita, dan keburukan kita, akan membantu luta
menghindari celaan atau memindahkan reksi psikologi ke gejala fisik. (Lazarus,
1991).
i. Konversi, yaitu mentransfer atau memindahkan reaksi psikologi ke gejala fisik.

(Lazarus, 1991).
j.

Displacement, yaitu reaksi emosi terhadap seseorang atau suatu benda yang
diarahkan kepada seseorang atau suatu benda lain. (Maramis, 1998).

k. Reaksi Formasi, yaitu membentuk reaksi yang baru yamng bertolak beakang atau

tidak sesuai dengan perasaan sendiri.
Pearlin dan Schooler (1978) dalam Friedrnan (!998) mengidentifikasi tiga tipe
cara koping yang digunakan secara luas oleh individu-individu dalam menjalankan
fungsi sosialnya. Setiap cara tersebut akan digambarkan secara singkat dengan
efektifitasnya dalam mengurangi stres. Secara umum bahasan mengenai efektifitas ini
mempunyai relevansi langsung bagi keluarga dan orang tua melakukan mekanisme
koping dalam hubungan keluarga yang mengatur suasana bagaimana unit keluarga
memberikan respons. Tipe respons koping yang pertama adalah tipe yang mengubah
situasi yang penuh dengan stres. Tipe strategi koping ini merupakan cara yang
langsung mengatasi ketegangan dalam hidup, dimana tipe ini diarahkan untuk
mengubah dan mengeliminasi stresor dengan cara meningkatkan rasa percaya diri dan
mencari dukungan sosial melalui sistem kekerabatan. Tipe strateg koping yang kedua
adalah pengetahuan dan pengalaman dalam menghadapi suatu stresorlmasalah.
Dengan demikian berbahaya atau tidaknya stresor bagi satu keluarga, tergantung pada
pengetahuan anggota keluarga dan persepsi terhadap kejadian (Lazarus et al, 1974
dalam Friedrnan, 1998). Berikut ini adalah contoh-contoh koping pengetahuan yang

dapat menetralkan ancaman-ancaman yang dialami dalam hidup yaitu; membuat
perbandingan

yang

positip;

meminimalkan

elemen-elemen

negatif,

dan

memaksimalkan elemen-elemen positip, seperti pengalamanan yang berharga
(pengalaman yang paling menghasilkan ketegangan menjadi bagian yang tidak
berharga dalam hidup seseorang). Pengalaman berharga ini terbukti dapat menjadi
pengalaman yang baik dalarn kehidupan pekerjaan dan ekonomi seseorang. Tipe

24

koping yang ketzga adalah mekanisme-mekanisme yang digunakan untuk mengatur
stres yang ada, bukan untuk menghadapi masalah stresor itu sendiri. Enam respons
koping dalam kategori ini. Sebagai contoh adalah: Perkawinan, ungkapan perasaan
yang terkontrol, inenarik diri dan mementingkan diri sendiri, peran-peran orang tua,
perasaan memiliki kemampuan dan mengundurkan diri tanpa daya.

c. Strategi Koping Keluarga
Berkaitan dengan strategi koping keluarga, Friedrnan (1998) mengemukakan
dua tipe strateg koping keluarga setelah menganalisis berbagai hasil penelitian yang
telah dilakukan mengenai strategi koping keluarga, yaitu internal atau intrafamilial
dan eksternal atau ekstrafamilial.

Strategi Koping Keluarga InternaVintrafamilial.
Dalam strateg koping keluarga internal terdapat

tujuh strategr koping

intrafamilial. Ketujuh strategi tersebut adalah: mengandalkan kemampuan sendiri dari
keluarga, penggunaan humor,

musyawarah bersama (memelihara ikatan

kebersamaan), mengartikan masalah, pemecahan masalah secara bersama,
fleksibilitas peran, dan normalisasi.

Mengandalkan kemamprcan sendiri dan' keluarga. Untuk mengatasi masalah/stresor
yang dihadapin