Hubungan Spritualitas Dengan Strategi Koping Keluarga Dalam Menghadapi Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa Di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Pemprovsu Medan Hubungan Spiritualitas Dengan Strategi Koping Keluarga Dalam Menghadapi Anggota Kelua

(1)

Lampiran 1

Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Saya yang bernama Mariana Simangunsong (091101055) adalah mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya sedang melakukan penelitian tentang “Hubungan Spiritualitas Dengan Strategi Koping Keluarga Dalam Menghadapi Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa Di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan”. Penelitian ini merupakan salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Untuk keperluan tersebut saya memohon kesediaan bapak/ibu untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Selanjutnya saya mohon kesediaan bapak/ibu untuk mengisi kuesioner dengan jujur dan apa adanya. Jika bersedia silahkan menandatangani lembar persetujuan ini sebagai bukti kesukarelaan bapak/ibu.

Partisipasi bapak/ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela, sehingga bapak/ibu bebas untuk mengundurkan diri setiap saat tanpa ada sanksi apapun. Identitas bapak/ibu dan semua informasi yang bapak/ibu berikan akan dirahasiakan dan hanya akan digunakan untuk keperluan penelitian ini.

Terimakasih atas partisipasi bapak/ibu dalam penelitian ini.

Medan, Maret 2013

Peneliti Responden


(2)

(3)

Lampiran 3

Taksasi Dana Penelitian

1. Persiapan Proposal

- Biaya kertas dan tinta print proposal Rp. 100.000, - Biaya untuk pengadaan tinjauan pustaka Rp. 100.000, - Perbanyak Proposal Rp. 50.000, - Sidang Proposal Rp. 100.000,- 2. Pengumpulan Data

- Biaya pulsa Rp. 100.000,-

- Biaya penelitian Rp. 100.000,- - Biaya transport Rp. 150.000,- - Penggandaan Kuesioner Rp. 100.000,- 3. Analisa Data dan Penyusunan Laporan Perbaikan

- Biaya kertas dan tinta print skripsi Rp. 100.000,-

- Penjilidan Rp. 200.000,-

- Penggandaan laporan penelitian Rp. 200.000,- - Biaya Sidang Skripsi Rp. 100.000,-

+ Total: Rp 1.400.000,-


(4)

Lampiran 4

INSTRUMEN PENELITIAN

Hubungan Spritualitas dengan Strategi Koping Keluarga dalam Menghadapi Anggota Keluarga yang Mengalami Gangguan Jiwa di Unit Rawat Jalan Rumah

Sakit Jiwa Pemprovsu Medan.

Instrumen dalam penelitian ini adalah kuisioner data demografi responden, kuesioner spiritualitas, dan kuesioner koping. Kuesioner ini akan digunakan dalam melakukan

pengumpulan data terhadap responden penelitian.

Ada dua bagian yang termasuk di dalam instrumen penelitian ini yaitu : Bagian 1 : Kuesioner data demografi

Bagian 2 : Kuesioner tentang spiritualitas Bagian 3 : Kuesioner tentang koping


(5)

Kode : Tanggal : Petunjuk Umum Pengisian

Saudara/I (Responden) diharapkan:

1. Menjawab pertanyaan yang tersedia dengan memberikan tanda checklist (√) pada setiap tempat yang disediakan.

2. Semua pertanyaan diisi dengan satu jawaban.

3. Bila ada yang kurang dimengerti dapat ditanyakan pada peneliti. 1. Kuisioner Data Demografi

1. Keluarga yang merawat pasien :

Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan Umur : tahun

Agama : Islam Kristen Hindu Buddha 2. Pekerjaan Keluarga : PNS ABRI Wiraswasta

Petani Kary. Swasta Lain 3. Tingkat Pendidikan : Tidak Sekolah SD SLTP

SLTA Akademi S1 Lain 4. Hubungan dengan pasien : Ayah Ibu Saudara Kandung 5. Pasien anak ke : dari bersaudara

6. Jenis Kelamin Pasien : laki-laki perempuan 7. Pengeluaran untuk pasien dalam 1 bulan :

Lebih dari Rp. 500.000 Rp. 250.000 s/d 500.000,- Rp. 100.000 s/d Rp. 250.000 Rp. 50.000 s/d 100.000,- 8. Lama sakit :


(6)

9. Yang membiayai pengobatan :

10. Daerah Asal :

11. Memiliki Askes/Jamkesmas : II. KUESIONER

Skala Spiritual

Berilah tanda centang / check list (√) di tempat yang telah disediakan pada jawaban yang bapak/ibu anggap paling tepat sesuai dengan kenyataan yang bapak/ibu rasakan. Isilah pernyataan dibawah ini dengan sejujur-jujurnya dan mohon kerja samanya dalam pengisian kuisioner di bawah ini, terima kasih. Pernyataan ini berisi tentang spiritualitas yang anda rasakan selama 2 atau 3 minggu belakangan ini.

1. Apakah kepercayaan anda menimbulkan perasaan gelisah dalam kehidupan anda? Tidak ada sedikit cukup banyak sangat banyak

2. Apakah anda merasa hidup anda bermakna saat ini?

Tidak ada sedikit cukup banyak sangat banyak

3. Seberapa besar kepercayaan anda memberikan kekuatan dalam menghadapi kesulitan? Tidak ada sedikit cukup banyak sangat banyak

4. Seberapa besar harapan yang anda miliki dalam hidup ini?


(7)

Tidak ada sedikit cukup banyak sangat banyak

6. Apakah perhatian dari orang lain memberikan pengaruh untuk memperoleh ketenangan dalam hidup anda?

Tidak ada sedikit cukup banyak sangat banyak

7. Apakah anda memperoleh pengalaman yang mampu mengubah hidup dari sekitar anda ? Tidak ada sedikit cukup banyak sangat banyak

8. Apakah anda merasa tidak cocok berhubungan dengan orang di sekitar anda? Tidak ada sedikit cukup banyak sangat banyak

9. Apakah anda merasa damai ketika melihat/membayangkan keindahan alam? Tidak ada sedikit cukup banyak sangat banyak

10. Seberapa banyak waktu yang anda luangkan untuk relakasi seperti rekreasi selama bulan terakhir ini?

Tidak ada sedikit cukup banyak sangat banyak

11. Apakah anda bersyukur terhadap hal-hal di alam yang bisa anda nikmati? Tidak ada sedikit cukup banyak sangat banyak

12. Adakah pengaruh bercerita dengan orang lain dalam memberikan ketenangan dalam hidup anda?


(8)

13. Seberapa sering anda beribadah/berdo’a akhir-akhir ini?

Tidak ada sedikit cukup banyak sangat banyak

14. Apakah anda menganggap diri anda menjadi orang yang religius? Tidak ada sedikit cukup banyak sangat banyak

15. Apakah anda merasa kecewa kepada Tuhan atas beberapa hal?

Tidak ada sedikit cukup banyak sangat banyak

16. Apakah anda merasakan kedamaian saat berhubungan dengan Tuhan ketika berdoa/ibadah?


(9)

Skala Koping Keluarga

Pernyataan di bawah ini merupakan penjelasan perasaan dan persepsi tentang pengalaman keluarga. Untuk setiap pertanyaan berikanlah tanda (√) di tempat yang menggambarkan keberlakuan pernyataan tersebut dalam kehidupanan sehari – hari. Keberlakuan untuk setiap pertanyaan dapat dinyatakan sebagai berikut.:

Tidak pernah = 1 Sering = 3

Kadang – kadang = 2 Selalu = 4

NO PERNYATAAN TP KD SR S

1 Saya berusaha untuk melakukan banyak hal terhadap situasi yang sedang saya hadapi

2 Saya berusaha membuat langkah-langkah apa yang harus saya lakukan

3 Saya mencari solusi atas masalah yang sedang terjadi 4 Saya menerima kenyataan yang terjadi

5 Saya berusaha membuat situasi menjadi menyenangkan 6 Saya berusaha menemukan kenyamanan dalam keyakinan

saya

7 Saya mendapatkan dukungan emosi dari orang lain

8 Saya berusaha untuk mendapatkan saran atau bantuan dari orang lain tentang apa yang harus dilakukan

9 Saya melakukan kegiatan lain untuk mengalihkan pikiran saya

10 Saya mengatakan pada diri sendiri bahwa "ini tidak nyata” 11 Saya mengatakan hal baik pada diri saya sendiri untuk

menghilangkan pikiran

12 Saya menggunakan alkohol atau narkoba agar saya merasa lebih baik

13 Saya sudah menyerah dalam menghadapi kesulitan-kesulitan saya

14 Saya mengkritik diri saya sendiri


(10)

Lampiran 5

Daftar Riwayat Hidup

Nama : Mariana Simangunsong

Tempat Tanggal Lahir : Padang, 15 Agustus 1991 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen

Alamat : Jl. Terompet 16A, Pasar 1 Padang Bulan, Medan Riwayat Pendidikan :

1. 1997-2003 : SD. N. No. 06 Padang Besi, Indarung, Padang 2. 2003-2006 : SMP N. 8 Padang

3. 2006-2009 : SMA Semen Padang, Padang 4. 2009-2013 : Fakultas Keperawatan USU


(11)

Lampiran 6

Hasil Analisa Data ReliabilityStatistics

Spiritualitas Cronbach's

Alpha

N of Items .939 16

Distribusi Frekuensi dan Persentase Spiritualitas Statistics

Spiritual Keluarga

N Valid 56

Missing 0 spiritual keluarga

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid spiritualitas

sedang 15 26,8 26,8 26,8

spiritualitas

tinggi 41 73,2 73,2 100.0

Total 56 100.0 100.0

Reliability Statistics Koping Cronbach's

Alpha N of Items .908 14


(12)

Distribusi Frekuensi dan Persentase Koping Statistics Koping Keluarga

N Valid 56 Missing 0

Koping Keluarga

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Adaptif 56 100 100 100

Maladaptif 0 0 0 0

Total 56 100.0 100.0

Hasil Analisa Bivariat Correlations

spiritual koping Spearman's rho spiritual Correlation Coefficient 1.000 .278*

Sig. (2-tailed) . .038

N 56 56

koping Correlation Coefficient .278*

1.000

Sig. (2-tailed) .038 .

N 56 56


(13)

Lampiran 7

Tabel distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan spiritual keluarga (n = 56)

Hubungan Dengan Diri Sendiri Tingkat Spiritualitas n (%)

TA S C B SB

Apakah kepercayaan anda menimbulkan perasaan gelisah dalam kehidupan anda?

0 (0) 0 (0) 20 (35,7) 27 (48,2) 9 (16,1) Apakah anda merasa hidup anda bermakna saat ini? 0

(0) 8 (14,3) 16 (28,6) 15 (26,8) 17 (30,4) Seberapa besar kepercayaan anda memberikan

kekuatan dalam menghadapi kesulitan?

0 (0) 0 (0) 21 (37,5) 27 (48,2) 8 (14,3) Seberapa besar harapan yang anda miliki dalam hidup

ini? 0 (0) 12 (21,4) 16 (28,6) 15 (26,8) 13 (23,2) Hubungan Dengan Orang Lain Tingkat Spiritualitas n (%)

TA S C B SB

Apakah kepercayaan spiritual membantu anda dalam memahami orang lain?

0 (0) 8 (14,3) 21 (37,5) 13 (23,2) 14 (25) Apakah perhatian dari orang lain memberikan

pengaruh untuk memperoleh ketenangan dalam hidup anda? 0 (0) 0 (0) 19 (33,9) 25 (44,7) 12 (21,4) Apakah anda memperoleh pengalaman yang mampu

mengubah hidup dari sekitar anda ?

0 (0) 7 (12,5) 16 (28,6) 19 (33,9) 14 (25) Apakah anda merasa tidak cocok berhubungan dengan

orang di sekitar anda?

0 (0) 3 (5,4) 20 (35,7) 17 (30,4) 16 (28,6)

Hubungan Dengan Alam Tingkat Spiritualitas n (%)

TA S C B SB

Apakah anda merasa damai ketika melihat/membayangkan keindahan alam?

0 (0) 9 (16,1) 17 (30,4) 21 (37,5) 9 (16,1) Seberapa banyak waktu yang anda luangkan

untuk relakasi seperti rekreasi selama bulan terakhir ini? 0 (0) 9 (16,1) 11 (19,6) 15 (26,8) 21 (37,5) Apakah anda bersyukur terhadap hal-hal di alam

yang bisa anda nikmati?

0 (0) 7 (12,5) 10 (17,9) 21 (37,5) 18 (32,1) Adakah pengaruh bercerita dengan orang lain

dalam memberikan ketenangan dalam hidup anda? 0 (0) 9 (16,1) 13 (23,2) 26 (46,4) 8 (14,3)


(14)

Hubungan Dengan Tuhan Tingkat Spiritualitas n (%)

TA S C B SB

Seberapa sering anda beribadah/berdo’a akhir-akhir ini? 0 (0) 11 (19,6) 17 (30,4) 17 (30,4) 11 19,6) Apakah anda menganggap diri anda menjadi orang

yang religius? 0 (0) 0 (0) 25 (44,6) 23 (41,1) 8 (14,3) Apakah anda merasa kecewa kepada Tuhan atas

beberapa hal? 0 (0) 4 (7,1) 16 (28,6) 30 (53,6) 6 (10,7) Apakah anda merasakan kedamaian saat

berhubungan dengan Tuhan ketika berdoa/ibadah? 0 (0) 0 (0) 17 (30,4) 14 (25,0) 25 (44,6)

Tabel distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan strategi koping keluarga (n = 56)

Koping Keluarga Tingkat Koping n (%)

TP KD SR S

Saya berusaha membuat langkah-langkah apa yang harus saya lakukan 0 (0) 2 (3,6) 12 (21,4) 42 (75) Saya menerima kenyataan yang terjadi 0

(0) 0 (0) 0 (0) 56 (100) Saya berusaha membuat situasi menjadi menyenangkan 0

(0) 0 (0) 0 (0) 56 (100) Saya mengatakan pada diri sendiri bahwa “ini tidak nyata” 50

(89,3) 6 (10,7) 0 (0) 0 (0) Saya mengatakan hal baik pada diri saya sendiri untuk

menghilangkan pikiran 10 (17,9) 18 (32,1) 20 (35,7) 8 (14,3) Saya menggunakan alkohol atau narkoba agar saya merasa

lebih baik 56 (100) 0 (0) 0 (0) 0 (0) Saya sudah menyerah dalam menghadapi

kesulitan-kesulitan ini 54 (96,4) 2 ( 3,6) 0 (0) 0 (0)

Saya mengkritik diri saya sendiri 54

(96,4) 2 (3,6) 0 (0) 0 (0) Saya berusaha untuk melakukan banyak hal terhadap situasi

yang sedang saya hadapi

0 (0) 0 (0) 56 (100) 0 (0) Saya mencari solusi atas masalah yang sedang terjadi 0

(0) 0 (0) 56 (100) 0 (0) Saya berusaha menemukan kenyamanan dalam keyakinan

saya 0 (0) 15 (26,8) 30 (53,6) 11 (19,6)


(15)

(0) (8,9) (66,1) (25) Saya berusaha untuk mendapatkan saran atau bantuan dari

orang lain tentang apa yang harus saya lakukan

0 (0)

0 (0)

22 (39,3)

34 (60,7) Saya melakukan kegiatan lain untuk mengalihkan pikiran

saya

2 (3,6)

17 (30,4)

20 (35,7)

17 (30,4)


(16)

(17)

(18)

(19)

(20)

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Aldridge, D. (2001). Prayer and Spiritual Healing and Medical Setting. Diunduh dari http : //www.ijhc.org/./free Journal/0601 articles/Aldridge-1-1-asp.com/ pada tanggal 11 November 2012. Arikunto. (2005). Prosedur Penelitian. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.

Brunner and Suddarth (2001). Medical Surgical of Nursing (terjemahan). Jakarta : EGC.

Calderon, R. & Greenberg, M.T. (1999). Stress and coping in Hearing Mothers of Children With Hearing Loss : Factor Affecting Mother and Child Adjustement. American Annals of the Deaf. Diunduh dari http : //www.Findarticles.com pada tanggal 19 November 2012. Carson, (2003). Spirituallity in Nursing Practice. Baltimore : Maryland.

Chairunnisya. (2007). Fenomena Perantaian Penderita Gangguan Jiwa. Diunduh dari November 2012.

Chandra, V (2005). Cara Pencegahan dan Pengobatan Gangguan Jiwa. Dibuka pada websit 14 Juni 2013

Dahlan, M.S. (2008). Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan : Deskriptif, Bivariat, dan Multivariat Ed.3. Jakarta : Salemba Medika.

Fortinash & Holoday.(2000). Psychiatric Mental Health Nursing. Missouri : Mosby.

Friedman, M. M. (1992). Keperawatan Keluarga: Teori dan Praktek. Jakarta: EGC.

Friedman, M.M.(1998). Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC.


(22)

Grayson, S.(2001). Spiritual Healing, (edisi 1). Semarang : Dahara Prize. Hamid, A.Y, (1999). Buku Aspek Spiritual Dalam Keperawatan. Jakarta :

Widya Medica.

Hart, J.A.(2002). Spirituality and Palliative care. Diunduh dari http : //www.nirh.htm pada tanggal 20 November 2012.

Hawari. (2001). Manajemen stress, cemas dan depresi. Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Heriwidodo, P. (2007). Gangguan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Dr.Amino Gondohutomo. Diunduh dari tanggal 12 November 2012.

Hidayat, A.A. (2007). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Edisi kedua. Jakarta : Salemba Medika

Keliat, B. A. (1996). Pera Serta Keluarga dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa. Jakarta : EGC

Kozier, B., Erb, G., Berman, A., et al. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 7. Volume 2. Jakarta:EGC

Lim, A. (2007). Konsep stress dan adaptasi. Dibuka pada website

Muta’din. (2002). Psikologi Kesehatan : Pengantar untuk perawat dan Profesional Kesehatan lain. Jakarta : EGC.

Muta’din. (2003). Strategi koping. Diunduh dari http: //www.psikologi.com/remaja/22070702.htm pada tanggal 17 November 2012.

Niven, N.(2001). Psikologi Kesehatan : Pengantar untuk perawat dan Profesional kesehatan lain. Jakarta : EGC.


(23)

Nursalam. (2001). Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan, Jakarta : Sagung Seto

Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Polit & Hungler. (1995). Essential of Nursing Research. Philadelphia: Lippicott

Prijosaksono, A dan Erningpraja, 1.(2003). Spiritualitas dan Kualitas Hidup. Diunduh dari http : //www.sinarharapan.co.id/mandiri/2003.htm. Pritzlaff, A. (2001). Examing The Coping Strategies of Parents who Have

Children with Disabilities. Diunduh dari http : //www. Uwstout. Edu/lib/thesis/2001/2001 Pritzlaffa.pdf pada tanggal 10 November 2012.

Punchalski,C.(2004). Spirituality and Health. Diunduh dari http : //www.Gwish % News Files id 76 1.thm pada tanggal 22 November 2012

Rasmun (2004). Stres, koping dan adaptasi : teori dan pohon masalah keperawatan. Edisi pertama. Jakarta : Sagung Seto.

Rivai (1996). Program Pertemuan dan Penyuluhan Keluarga Klien Dalam Konteks Asuhan Keperawatan di RSJP Bogor. Dibuka pada

website

Sasanto (2005). Cara pencegahan dan pengobatan gangguan jiwa. Dibuka pada websit

Sekaran,U, (1992). Research Methods for Busines. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Setiadi.(2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan Edisi 1. Yogyakarta :Graha Ilmu


(24)

Suprajitno. (2004). Asuhan keperawatan keluarga aplikasi dalam praktek. Jakarta: EGC

Suryani, L.K. (2005). Faktor-faktor penyebab gangguan jiwa. Diunduh dari

Tarjum. (2008). Sakit Jiwa=aib?. Dibuka pada website

Videback, Sheila. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Wahyuni, Arlinda Sari. (2007). Statistika Kedokteran (disertai aplikasi dengan SPSS). Jakarta Timur: Bamboedoea Communication.

Yosep. (2007). Keperawatan jiwa. Cetakan pertama. Bandung: Rafika Aditama.


(25)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN 3.1. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara spiritualitas dengan strategi koping keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan.

Variabel independen

Variabel dependen

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

Skema 3.1. Kerangka penelitian Hubungan Spritualitas Dengan Strategi Koping Keluarga Dalam Menghadapi Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa.

Spiritualitas :

- Hubungan dengan Tuhan - Hubungan dengan diri sendiri - Hubungan dengan orang lain - Hubungan dengan lingkungan


(26)

3.2. Defenisi Operasional

Tabel 1. Defenisi operasional

Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Skala Skor Spiritualitas

(variabel independen)

Spiritualitas

merupakan suatu sikap dan perilaku keluarga pasien yang didasarkan pada keyakinan atau kepercayaan pada Tuhan, hubungan dengan diri sendiri, orang lain dan alam.

Kuesioner terdiri dari 16 pertanyaaan yang berkaitan dengan karakteristik spiritualitas. Dengan pilihan jawaban: 1. Tidak ada 2. Sedikit 3. Cukup 4. Banyak 5. Sangat

banyak

Ordinal Rendah = 16-37

Sedang = 38- 59

Tinggi = 60-80

Koping Keluarga (Variabel dependen)

Upaya yang dilakukan oleh keluarga untuk mengatasi stres menghadapi dan merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan

jiwa yaitu dengan mengandalkan kelompok keluarga, penggunaan humor, memelihara ikatan keluarga, mengontrol makna masalah, pemecahan masalah bersama, fleksibilitas peran dan normalisasi maupun eksternal yaitu mencari dukungan spiritual. Kuesioner sebanyak 14 pernyataan tertutup dimana pernyataan strategi koping internal 5 buah, eksternal 6 buah dan pernyataan negatif 3 buah dengan

alternatif pilihan jawaban : 1. Tidak

pernah 2.

Kadang-kadang 3. Sering 4. Selalu

Ordinal 1. 14-27 = Maladaptif

2. 28-41 =


(27)

3.3. Hipotesa

Berdasarkan teori dan kerangka penelitian diatas maka penulis menetapkan terdapat hubungan antara spiritualitas dengan strategi koping keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa atau dengan kata lain Ha diterima atau Ho gagal ditolak.


(28)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitan ini adalah deskriptif korelasi yang mengidentifikasi hubungan spiritualitas dengan strategi koping keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. 4.1.1. Populasi dan Sampel

1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga yang memiliki dan merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa di unit rawat jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara bulan Oktober 2012 dengan jumlah sekitar 377 orang.

2. Sampel Penelitian

Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah purposive sampling dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan kriteria yang dikehendaki peneliti (Hidayat, 2007). Adapun kriteria sampel yang digunakan terdiri dari :

1) Keluarga yang memiliki atau yang merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.

2) Keluarga pasien dengan usia 18-60 tahun yang merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.

Menurut Arikunto (2006), jika jumlah populasi yang kurang dari 100 orang maka seluruh populasi dijadikan sampel. Selanjutnya jika populasi lebih dari 100 orang maka dapat diambil antara 10-20%. (Roscoe 1975 dalam Sekaran,U, 1992)


(29)

memberikan pedoman penentuan jumlah sampel, sebaiknya ukuran sampel diantara 30 s/d 500 elemen. Oleh karena itu jumlah sampel pada penelitian ini adalah 15% dari 377 orang yaitu sebanyak 56 orang.

4.1.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara. Pengumpulan data dilakukan mulai tanggal 04 Maret hingga 24 Juni 2013. Lokasi penelitian ini dipilih oleh peneliti karena merupakan Rumah Sakit Pemerintah yang khusus menangani masalah kesehatan jiwa dan jumlah pasien yang di rawat jalan sangat banyak.

4.1.3. Pertimbangan Etik

Dalam penelitian ini peneliti tetap berpedoman pada prinsip-prinsip etik penelitian yaitu: Pertama prinsip manfaat (Beneficence), berpedoman pada prinsip ini peneliti lebih dahulu memberikan penjelasan kepada calon responden tentang tujuan penelitian dan prosedur pelaksanaan penelitian. Jika calon responden bersedia maka responden harus menandatangani surat persetujuan menjadi responden (Informed consent). Tetapi jika responden menolak maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati haknya sesuai dengan prinsip Autonomy. Ketiga adalah prinsip kerahasiaan yaitu untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, maka peneliti tidak akan mencantumkan nama responden dalam lembar kuesioner (Anonimity). Pada lembar kuesioner hanya ditulis nomor kode tertentu oleh peneliti. Kerahasiaan informasi dari responden dijamin oleh penulis (Confidentiality).


(30)

4.1.4. Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan alat pengumpulan data berupa kuesioner. Instrumen ini terdiri dari tiga bagian yaitu : Kuesioner Data Demografi, Kuesioner Spritualitas dan Strategi Koping Keluarga Dalam Menghadapi Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa.

1. Kuesioner Data Demografi

Pada bagian pertama instrumen penelitian adalah kuesioner data demografi yang meliputi jenis kelamin, umur, agama responden, pekerjaan, tingkat pendidikan responden, hubungan dengan pasien, jenis kelamin pasien, daerah asal, lamanya pasien sakit dan urutan anak yang sakit dalam keluarganya. Data demografi responden tidak dianalisis hanya untuk mengetahui karakteristik responden.

2. Kuesioner Spiritualitas Keluarga

Kuesioner spiritualitas ini dimodifikasi dari kuesioner spiritualitas WHO (2010) yang berisi pernyataan untuk mengindentifikasi karakteristik spiritualitas orangtua dan disusun berdasarkan konsep yang terkait. Pernyataan untuk spiritualitas sebanyak 16 buah dengan pembagian hubungan dengan diri sendiri sebanyak 4 buah, hubungan dengan sesama terdiri dari 4 pernyataan, hubungan dengan alam terdiri dari 4 pernyataan, dan hubungan dengan Tuhan terdiri dari 4 pernyataan. Pernyataan positif sebanyak 13 buah (soal : 2,3,4,5,6,7,9,10,11,12,13,14,dan16) dan pernyataan negatif sebanyak 3 buah (soal : 1,8, dan 15).


(31)

Kuesioner disajikan dalam bentuk pernyataan dengan skala likert berupa 5 alternatif jawaban. Untuk pernyataan spiritualitas setiap pernyataan positif, jawaban “tidak ada” mendapat nilai 1, “sedikit” mendapat nilai 2, “cukup” mendapat nilai 3, “banyak” mendapat nilai 4, dan “sangat banyak” mendapat nilai 5. Dan pernyataan negatif jawaban “tidak ada” mendapat nilai 5, “sedikit” mendapat nilai 4, “cukup” mendapat nilai 3, “banyak” mendapat nilai 2, dan “sangat banyak” mendapat nilai 1. Skor tertinggi yang didapat yaitu 80 point dan skor terendah adalah 16 point.

Berdasarkan rumusan statistika menurut sudjana (1992), p= rentang/banyak kelas, dimana p merupakan panjang kelas, dengan rentang adalah nilai tertinggi dikurangi nilai terendah sebesar 48, dan banyak kelas dibagi atas 3 kategori (rendah, sedang, tinggi) maka akan diperoleh panjang kelas sebesar 21. Dengan p=21 dan nilai terendah 16 sebagai batas bawah kelas interval pertama, maka spiritualitas responden disajikan berdasarkan kelas interval berikut :

Spiritualitas rendah = 16-37 Spritualitas sedang = 38-59 Spiritualitas tinggi = 60-80 3. Kuesioner Koping Keluarga

Kuesioner koping keluarga dimodifikasi dari Charles S Carver (1997). Pengukuran kuesioner ini menggunakan skala likert dengan jumlah soal 14 buah. Jawaban “tidak pernah” mendapat nilai 1, “kadang-kadang” mendapat nilai 2, dan “selalu” mendapat nilai 3. Skor tertinggi yang didapat yaitu 42 point dan skor terendah adalah 14 point. Dan dengan p=14 dan nilai terendah 14 sebagai batas


(32)

bawah kelas, maka tingkat koping responden disajikan berdasarkan kelas interval pertama dan disajikan berdasarkan kelas interval berikut :

Maladaptif = 14 - 27 Adaptif = 28 - 41

4.1.5. Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya, instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah. Sebuah instrumen dikatakan valid, apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data yang dikumpulkan orang menyimpang dari gambaran tentang validitas yang dimaksud (Arikunto, 2006). Pada penelitian ini, kuesioner telah divalidasi oleh staf pengajar Keperawatan Jiwa di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

Uji reliabilitas ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar derajat atau kemampuan alat ukur tersebut mengukur secara konsisten sasaran yang diukur. Alat ukur yang baik adalah alat ukur yang memberikan hasil yang sama bila digunakan beberapa kali pada kelompok subjek. Untuk instrument yang baru akan reliabel jika memiliki reliabilitas lebih dari 0.70 (Polit & Beck, 2004). Uji reliabilitas ini dilakukan menggunakan rumus Alpha. Uji reliabilitas dilakukan kepada 10 orang responden yang rawat jalan di Rumah Sakit Jiwa Pemprovsu Medan yang memenuhi kriteria sampel, kemudian peneliti menilai responnya.


(33)

Instrumen yang diuji yaitu kuesioner spiritualitas (16 pernyataan) dan koping keluarga (14 pernyataan). Kedua kuesioner tersebut diuji reliabilitasnya dengan menggunakan uji reliabilitas internal dimana menganalisis datanya dari satu kali hasil pentesan. Penilaian pada kedua kuesioner dengan menggunakan komputerisasi dengan analisis Cronbach Alpa karena kedua kuesioner tersebut menggunakan skor dalam rentangan tertentu (Arikunto, 2010). Berdasarkan uji reliabilitas yang telah dilakukan diperoleh hasilnya, reliabel untuk kuesioner spiritualitas keluarga sebesar 0.939 dan reliabel untuk kuesioner koping keluarga sebesar 0,908 dengan demikian instrumen layak digunakan.

4.1.6. Pengumpulan Data

Data pengumpulan ini dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara. Pengumpulan data dilakukan mulai bulan 04 Maret – 24 Juni 2013. Pengumpulan data dilakukan setelah mendapat rekomendasi dari pihak Fakultas Keperawatan USU. Rekomendasi dari Fakultas Keperawatan USU akan dikirim ke Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara sebagai tempat penelitian. Setelah mendapat izin dari institusi, peneliti mengumpulkan data secara langsung. Peneliti menentukan responden berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Kemudian peneliti terlebih dahulu menjelaskan maksud dan tujuan penelitian serta menanyakan kesediaan untuk menjadi responden atau subjek dalam penelitian ini.

Calon responden yang bersedia, diminta untuk menandatangani lembar persetujuan secara lisan. Kemudian peneliti memberikan kuesioner kepada responden dan meminta untuk menjawabnya. Peneliti mendampingi responden dalam mengisi kuesioner sehingga hal – hal yang tidak dimengerti responden


(34)

dapat segera dijelaskan dan juga untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam pengisian kuesioner. Setelah selesai peneliti mengumpulkan kembali kuesioner. Pengolahan atau analisa data dilakukan setelah semua data yang diperlukan terkumpul.

4.1.7. Analisa Data

Setelah semua data terkumpul, maka peneliti melakukan analisa data melalui beberapa tahap, yaitu dimulai dengan melakukan tahap editing atau memeriksa kelengkapan data responden dan memastikan semua jawaban telah diisi, kemudian tabulating (memindahkan) data dari daftar pernyataan ke dalam tabel – tabel yang dipersiapkan, processing yaitu peneliti memasukan data dari kuesioner ke dalam program komputer dengan menggunakan program komputerisasi SPSS versi 17.0 , setelah itu cleaning yaitu peneliti memeriksa atau mengecek kembali data yang telah dimasukkan (entry) ke dalam komputer guna menghindari kesalahan dalam pemasukkan data, kemudian tahap terakhir peneliti melakukan tahap saving yaitu penyimpanan data untuk dianalisa.

Metode statistik untuk analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1) Statistik univariat

Statistik univariat adalah suatu prosedur untuk menganalisa data dari suatu variabel yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu hasil penelitian (Polit & Hungler, 1999). Pada penelitian ini analisa data dengan metode statistik univariat akan digunakan untuk menganalisa data demografi, variabel


(35)

independen (spiritualitas keluarga) dan variabel dependen (koping keluarga). Untuk menganalisa variabel spiritualitas dan koping keluarga akan dianalisis dengan menggunakan skala ordinal dan ordinal dan akan ditampilkan dalam distribusi frekuensi.

2) Statistik bivariat

Statistik bivariat adalah suatu prosedur untuk menganalisis hubungan antara dua variabel. Untuk melihat hubungan antara variabel independen (spiritualitas keluarga) terhadap variabel dependen (koping keluarga) digunakan uji korelasi Spearman karena variabel independen (spiritualitas keluarga) berskala ordinal dan variabel dependen (koping keluarga) berskala ordinal.

Hasil dari analisa korelasi Spearman ini koefisian korelasi (rs). Nilai r berkisar antara -1 sampai +1 untuk menunjukkan derajat hubungan antar kedua variabel tersebut, dan untuk menentukan apakah terdapat hubungan yang signifikan antara kedua variabel, maka dilakukan pengamatan terhadap nilai signifikan (p) pada hasil analisa data yaitu p<0.05. Untuk menafsirkan hasil pengujian statistik tersebut lebih lanjut digunakan penafsiran korelasi Spearman (Dahlan, 2008).


(36)

Tabel 4.1 Panduan interpretasi hasil uji hipotesa

No Parameter Nilai Interpretasi

1 Kekuatan Korelasi 0,00-0,199 0,20-0,399 0,40-0,599 0,60-0,799 0,80-1,000

Sangat lemah Lemah Sedang Kuat Sangat kuat

2 Nilai p P< 0,05

P> 0,05

Terdapat korelasi yang

bermakna antara dua variabel Tidak terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel 3 Arah Korelasi + (positif)

- (negatif)

Searah, semakin besar nilai suatu variabel semakin besar pula nilai variabel lainnya Berlawanan arah, semakin besar nilai suatu variabel, semakin kecil nilai variabel lainnya.


(37)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian

Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh sejak tanggal 4 Maret 2013 – 24 Juni 2013 di RSJ Pemprovsu Medan. Jumlah sampel yang didapat oleh peneliti yaitu 56 keluarga yang anggota keluarganya mengalami gangguan jiwa di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Pemprovsu Medan.

Penyajian data penelitian ini meliputi deskripsi karakteristik responden, deskripsi spiritualitas, deskripsi koping, dan korelasi spiritualitas dengan koping keluarga yang anggota keluarganya mengalami gangguan jiwa di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Pemprovsu Medan.

5.1.1. Analisa Univariat

1. Deskripsi Karakteristik Responden

Karakteristik responden mencakup jenis kelamin, umur, agama, pekerjaan keluarga, tingkat pendidikan, hubungan dengan pasien, jenis kelamin pasien, biaya pasien dalam 1 bulan, lama sakit, daerah asal, dan memiliki askes/jamkesmas. Karakteristik responden tersebut dapat dilihat pada tabel 5.1.1


(38)

Tabel 5.1.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden yang Anggota Keluarganya Mengalami Gangguan Jiwa di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Pemprovsu Medan. (n = 56)

Karakteristik Frekuensi Persentase

1.Jenis kelamin

Laki – laki Perempuan

2.Usia

Dewasa awal 20-40 tahun Dewasa madya 41-54 tahun Dewasa akhir >54 tahun

3.Agama Islam Kristen 4.Pekerjaan PNS Wiraswasta Petani Kary.swasta Ibu rumah tangga

5.Tingkat pendidikan

Tidak sekolah SD SLTP SLTA D3 S1

6.Hubungan dengan pasien

Ayah Ibu Anak Saudara kandung Suami Istri Cucu

7.Lama anggota keluarga sakit

1-5 tahun 6-10 tahun 11-15 tahun

> 15 tahun

8.Jenis kelamin anggota keluarga

Laki-laki Perempuan

9.Biaya pasien dalam 1 bulan

Lebih dari Rp. 500.000 Rp. 250.000 s/d Rp. 500.000 Rp. 100.000 s/d 250.000, Rp. 50.000 s/d 100.000

10.Daerah Asal Medan Luar Medan 11.Memiliki Askes/Jamkesmas Ya Tidak 21 35 26 16 14 36 20 9 16 11 4 16 3 12 14 16 5 6 3 3 20 15 10 2 3 13 17 20 6 38 18 6 6 12 32 32 24 50 6 37,5 62,5 46,5 28,5 25 64,3 35,7 16,2 28,5 19,6 7,2 28,5 5,4 21,4 25 28,5 9 10,7 5,4 5,4 35,7 26,8 17,8 3,5 5,4 23,2 30,4 35,7 10,7 67,9 32,1 10,7 10,7 21,4 57,2 57,2 42,8 89,3 10,7


(39)

Berdasarkan tabel 5.1.1 diketahui bahwa karakteristik demografi responden yang diperoleh dari hasil penelitian adalah sebagai berikut: dari responden sebanyak 56 orang diketahui bahwa mayoritas responden berjenis kelamin perempuan (62,5%) dan responden mayoritas berada pada rentang usia dewasa awal (46,5%). Mayoritas responden beragama Islam (64,3%) dan responden yang memiliki latar belakang pendidikan SLTA sebanyak (28,5%), serta pekerjaan yang mayoritas dari responden adalah wiraswasta dan ibu rumah tangga sebanyak (28,5%). Mayoritas responden yang diteliti lebih banyak mempunyai hubungan sebagai anak (35,7%). Dan lama menderita sakit salah satu anggota keluarga mayoritas sekitar 11-15 tahun (35,7%).

2. Analisa spiritualitas keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa

Dari tabel 5.1.2 diperoleh data hasil penelitian bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 41 responden (73,2%) dikategorikan pada spiritualitas tinggi, 15 responden (26,8%) pada spiritualitas sedang dan pada spiritualitas rendah tidak ada.

Tabel 5.1.2 Spiritualitas Keluarga Dalam Menghadapi Anggota Keluarga yang Mengalami Gangguan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan Tahun 2013 (n=56)

Spiritualitas Keluarga Frekuensi Persentase (%)

Spiritualitas tinggi 41 73,2

Spiritualitas sedang 15 26,8


(40)

3. Analisa koping keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa

Berdasarkan tabel 5.1.3 diperoleh data hasil penelitian bahwa semua responden yang diteliti yaitu sebanyak 56 responden (100%) dikategorikan pada respon koping adaptif.

Tabel 5.1.3 Koping Keluarga Dalam Menghadapi Anggota Keluarga yang Mengalami Gangguan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan Tahun 2013 (n=56)

Kopig Keluarga Frekuensi Persentase (%)

Adaptif 56 100

Maladaptif 0 0

5.2 Analisa Bivariat

5.2.1 Hubungan antara spiritualitas dengan strategi koping keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan.

Dari tabel 5.2.1 dapat dilihat dalam penelitian ini hasil analisa statistik dengan komputerisasi menggunakan uji korelasi Spearman, didapatkan bahwa terdapat hubungan antara spiritualitas dengan strategi koping keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan. Nilai p yang menyatakan kemaknaan antara dua variabel yang diuji yaitu 0,038. Nilai koefesien korelasi diperoleh bahwa kekuatan korelasi antara spiritualitas dengan koping yaitu 0,278 yang berarti semakin tinggi spritualitas maka semakin tinggi koping, namun kekuatan korelasinya lemah.


(41)

Tabel 5.2.1 Hubungan Antara Spiritualitas dengan Strategi Koping Keluarga Dalam Menghadapi Anggota Keluarga yang Mengalami Gangguan Jiwa di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan. Variabel Koefesien Korelasi Sig. 2-(tailed)

Spiritualitas 0,278 0,038

Koping

5.3 Pembahasan

Dari data hasil penelitian yang diperoleh, pembahasan dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang hubungan antara spiritualitas dengan strategi koping keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa di Unit Rawat Jalan RSJ Provsu Medan.

5.3.1 Spiritualitas keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa

Spiritualitas keluarga yang menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa di unit rawat jalan RSJ Provsu Medan diperoleh bahwa sebagian besar responden termasuk pada kategori spiritualitas tinggi (73,2%). Spiritualitas responden yang tinggi dapat terjadi dari adanya keyakinan dan kekuatan responden terhadap aspek dimensi spiritual yaitu hubungan dengan Tuhan, dengan diri sendiri, dengan orang lain dan hubungan dengan lingkungan (Hart,2002).

Kozier (1995) mengemukakan bahwa spiritualitas yang tinggi pada individu dapat diperoleh dan kekuatan hubungan dengan Tuhan yang termasuk didalamnya adalah adanya nilai-nilai agama (religion), dan doa (prayer). Dimana diyakini bahwa nilai-nilai agama dan doa merupakan upaya individu untuk mempertahankan keharmonisan atau keselarasan dengan dimensi luar berjuang untuk menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika sedang menghadapi stres


(42)

emosional, stres penyakit fisik atau stres akibat kehilangan/kematian orang yang dicintai.

Hasil penelitian ini beralasan bila ditinjau dari beberapa aspek yang disampaikan oleh Hamid (1999), bahwa krisis yang dialami oleh salah satu anggota keluarga seperti penyakit, penderitaan, proses penuaan dan kematian, khususnya penyakit terminal atau penyakit dengan prognosis yang buruk merupakan pengalaman yang dapat mendekatkan diri seseorang kepada Tuhannya sehingga dapat meningkatkan keyakinan spiritualitas dan keinginan individu untuk berdoa.

Penelitian sebelumnya juga menggambarkan bahwa spiritualitas dapat meningkat secara signifikan dalam kehidupan seseorang yang berada dalam kecacatan dan keadaan sakit (Boswell, Knight, Harner & Chesney, 2001). Selanjutnya peristiwa dalam kehidupan seseorang sering dianggap sebagai suatu cobaan yang diberikan Tuhan kepada manusia untuk menguji kekuatan imannya.

Pandangan yang sama juga disampaikan oleh Prijosakson dan Ermingdrajat (2003) bahwa spiritualitas akan meningkat apabila seseorang mampu mengendalikan diri, mampu menjalin hubungan yang baik dengan orang lain, beramal, memaafkan, rendah hati, pasrah serta mengucap syukur dengan keadaan dan apa yang dimilikinya.

Namun demikian masih ada responden yang tingkat spiritualitasnya pada kategori sedang (26,8 %) hal ini dimungkinkan oleh kurangnya penerimaan terhadap penyakit yang diderita oleh salah satu anggota keluarganya, hubungan yang kurang baik dengan orang lain, serta pasrah dan tidak bersyukur kepada Tuhan dengan keadaan yang dijalani.


(43)

5.3.2 Koping keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan strategi koping keluarga internal, sebanyak 42 responden (75%) selalu berusaha untuk membuat langkah-langkah apa yang harus dilakukan. Responden dalam penelitian ini menyatakan selalu memikirkan pilihan dan cara baru untuk mengatasi penyakit yang diderita anggota keluarganya. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Bell (1977 dalam Rasmun, 2004) bahwa salah satu metode koping dalam situasi sulit adalah membuat berbagai alternatif tindakan untuk mengurangi situasi tersebut.

Menurut Sasanto (2005) banyak cara yang dilakukan keluarga untuk kesembuhan klien diantaranya berobat ke dokter, rehabilitasi medik sampai pengobatan alternatif. Dalam asuhan keperawatan klien dengan gangguan jiwa, keluarga sangat penting untuk ikut berpartisipasi dalam proses penyembuhan. Keterlibatan keluarga dalam membantu penyembuhan penyakit, baik fisik maupun mental ataupun dengan seringnya komunikasi antar klien dengan keluarga akan menambah kepercayaan dan meningkatkan harga diri klien, sehingga klien mau bekerjasama dengan keluarga untuk mengatasi gangguan jiwa (Rivai, 2006).

Sebanyak 56 responden (100%) berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh semua responden menerima kenyataan yang terjadi, serta berusaha membuat situasi menjadi menyenangkan. Hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa responden mempunyai sikap yang positif dalam masalah yang sedang dihadapi. Hal ini sesuai dengan pendapat Chandra (2005) yang menyatakan bahwa keluarga


(44)

manapun tidak tega sanak saudaranya menderita gangguan jiwa. Persepsi yang positif sangat diperlukan terutama dalam menghadapi masalah dalam hidup sehingga tidak membuat diri menjadi frustasi berlebihan ataupun menyalahi diri sendiri.

Kemudian 50 responden (89,3%) tidak pernah mengatakan pada diri sendiri bahwa “ini tidak nyata”, 20 responden (35,7%) sering mengatakan hal baik pada diri sendiri untuk menghilangkan pikiran, 56 responden (100%) tidak pernah menggunakan alkohol atau narkoba agar merasa lebih baik, 54 responden (96,4%) tidak pernah mengkritik diri sendiri atau menyalahkan diri sendiri, dan 54 responden (96,4%) mengatakan tidak pernah menyerah dalam menghadapi kesulitan-kesulitan. Hal ini dapat disebabkan karena rasa tanggung jawab keluarga, sesuai dengan pendapat Suprajitno (2004), bahwa keluarga merasa tanggung jawab untuk merawat salah satu anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan termasuk gangguan jiwa.

Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Tarjum (2008) yang menyatakan bahwa tempat terbaik bagi penderita gangguan jiwa adalah berada di tengah-tengah keluarganya, diantara orang-orang yang dicintainya. Perhatian dan kasih sayang tulus akan sangat membantu mempercepat kesembuhan penderita.

Selanjutnya hasil penelitian berdasarkan strategi koping keluarga eksternal, sebanyak 56 responden (100%) sering berusaha untuk melakukan banyak hal terhadap situasi yang sedang dihadapi, 56 responden (100%) sering mencari solusi atas masalah yang sedang terjadi, sebanyak 30 responden (53,6%) mengatakan bahwa sering berusaha untuk menemukan kenyamanan dalam keyakinan,


(45)

kemudian 37 responden (66,1%) sering mendapatkan dukungan emosional dari orang lain, 34 responden (60,7%) selalu berusaha untuk mendapatkan saran atau bantuan dari orang lain tentang apa yang harus dilakukan, dan sebanyak 20 responden (35,7%) mengatakan sering melakukan kegiatan lain untuk mengalihkan pikiran. Dengan demikian hasil penelitian menunjukkan bahwa koping keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa 56 orang (100%) kopingnya adaptif.

Hal diatas relevan dengan pernyataan Revenson dan Majerovitz (1991, dalam Lim, A, 2007) bahwa sistem pendukung seperti keluarga, teman atau rekan kerja yang akan mendengarkan dan memberikan nasihat dan dukungan emosional akan sangat bermanfaat bagi seseorang yang mengalami stres. Sistem pendukung dapat mengurangi reaksi stres dan meningkatkan kesejahteraan fisik serta mental. Sesuai dengan pernyataan Keliat (1996), keluarga merupakan sistem pendukung utama dalam memberi perawatan langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) klien dan selain itu keluarga merupakan satu sistem, jika terjadi gangguan pada salah satu anggota keluarga maka akan mempengaruhi seluruh sistem.

5.3.3 Hubungan Spiritualitas Dengan Koping keluarga Dalam Menghadapi Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa

Berdasarkan hasil analisa statistik secara komputerisasi menggunakan uji korelasi Spearman diperoleh nilai p < 0,05 yaitu p = 0,038 dan hasil kekuatan korelasi 0,278 yang artinya terdapat hubungan antara spiritualitas dengan koping, namun hubungan yang ditunjukkan lemah. Menurut Friedman (2003) hal ini disebabkan oleh salah satu faktor yang mempengaruhi koping keluarga yaitu dukungan materi yang kurang sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidup


(46)

sehari-hari tidak bisa terpenuhi terlihat pada hasil penelitian mayoritas responden pekerjaannya wiraswasta dan ibu rumah tangga kemudian sebanyak 50 responden menggunakan askes/jamkesmas.

Pernyataan diatas juga didukung oleh Ahyar (2010), bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi strategi koping, diantaranya adalah dukungan sosial dan materi. Dukungan sosial meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh anggota keluarga lain ataupun masyarakat disekitarnya, dalam hal ini peneliti berasumsi bahwa keluarga kurang mendapatkan dukungan sosial yang dapat berasal dari petugas kesehatan berupa informasi tentang gangguan jiwa sehingga dapat memengaruhi mekanisme koping yang dimiliki oleh keluarga. Sedangkan materi meliputi sumberdaya uang, barang atau layanan yang dapat di beli, hal ini dapat dikaitkan dengan status sosial ekonomi dari responden penelitian yang mayoritas memiliki askes/jamkesmas untuk meringankan beban biaya pengobatan bila ke rumah sakit dan mayoritas bekerja sebagai wiraswasta dan ibu rumah tangga sehingga faktor ini dapat mempengaruhi mekanisme koping yang dimiliki oleh keluarga.

Mekanisme koping merupakan cara penyesuaian diri ketika menghadapi stress ataupun situasi yang sulit (Siswanto, 2007), yang berasal dari dalam diri seseorang. Jadi dapat disimpulkan bahwa mekanisme koping merupakan penyebab internal yang dapat memengaruhi sikap seseorang. Hal ini sesuai dengan penelitian ini bahwa mekanisme koping yang baik juga dapat mempengaruhi sikap keluarga untuk menerima menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan hasil analisa statistik secara komputerisasi menggunakan uji korelasi Spearman diperoleh hasil kekuatan


(47)

korelasi 0,278 yang berarti arah hubungannya positif maka semakin tinggi spiritualitas seseorang maka akan semakin tinggi juga koping yang dilakukan seseorang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesa penelitian diterima, artinya bahwa pernyataan hipotesa adanya hubungan antara spiritualitas dengan strategi koping keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami ganggguan jiwa dapat diterima.

Hal tersebut menguatkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Graham, dkk. (2001) yang menunjukkan bahwa semakin penting spiritualitas bagi seseorang, maka semakin besar kemampuannya mengatasi masalah yang dihadapi. Penelitian ini menyarankan bahwa spiritualitas bisa memiliki peran yang sangat penting dalam mengatasi masalah. Spiritualitas bisa melibatkan sesuatu di luar sumber-sumber yang nyata atau mencari terapi untuk mengatasi situasi-situasi yang penuh tekanan di dalam hidup seseorang. Kesehatan spiritual mencakup penemuan makna dan tujuan dalam hidup seseorang mengandalkan Tuhan atau suatu kekuatan yang lebih tinggi (The Higher Power), merasakan kedamaian, atau merasakan hubungan dengan alam semesta.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hart (2002), diketahui bahwa spiritualitas dapat meningkatkan keterampilan koping dan dukungan sosial, meningkatkan optimisme dan harapan, mempromosikan prilaku sehat, mengurangi depresi dan kecemasan serta mendukung perasaan relaksasi. Disamping itu keyakinan spiritual secara positif dapat mempengaruhi sistem imun, kardiovaskular, hormonal dan sistem saraf. Pernyataan tersebut juga telah dibuktikan bahwa sebuah studi dari India, yang mengevaluasi faktor yang terkait dengan kursus dan hasil skizofrenia, menunjukkan bahwa keluarga pasien


(48)

yang menghabiskan lebih banyak waktu dalam kegiatan keagamaan cenderung merasa lebih tenang dalam menghadapi pasien yang mengalami gangguan jiwa (Ruchita Shah, Parmanand Kulhara, Sandeep Grover, Suresh Kumar, Rama Malhotra & Shikha Tyagi, 2010). Dengan demikian, dapat dimengerti ada hubungan antara dua variabel yaitu spiritualitas dengan strategi koping keluarga.


(49)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan dapat diambil kesimpulan dan saran mengenai hubungan spiritualitas dengan strategi koping keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Daerah Sumatera Utara.

6.1. Kesimpulan

Penelitian yang dilakukan pada 56 keluarga yang mempunyai anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa di RSJ Provsu Medan mengenai hubungan spiritualitas dengan strategi koping keluarga menggambarkan bahwa mayoritas memiliki spiritualitas tinggi yaitu 41 orang (73,2%) dari 56 orang sampel. Hanya 15 orang (26,8%) yang memiliki spiritualitas sedang. Sedangkan pada strategi koping keluarga hasil penelitian menunjukkan 56 orang (100%) kopingnya adaptif.

Berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan uji korelasi Spearman diperoleh nilai p <0,05 dan hasil kekuatan korelasi 0,278 yang artinya terdapat hubungan antara spiritualitas dengan koping, namun hubungan yang ditunjukkan lemah. Serta arah korelasi yang positif yang berarti semakin tinggi spiritualitas seseorang maka akan semakin tinggi koping yang digunakan.


(50)

6.2. Saran

2.1 Untuk Pendidikan Keperawatan

Bagi pendidikan keperawatan sebagai tambahan informasi dan pengetahuan tentang penerapan aspek spiritualitas terhadap peningkatan koping dalam memberikan asuhan keperawatan pada keluarga yang mempunyai anggota keluarga dengan gangguan jiwa.

2.2 Untuk Praktik Keperawatan

Dalam praktik keperawatan diharapkan perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang lebih komprehensif dengan memenuhi kebutuhan spiritual pasien dan keluarga. Selain itu, perawat juga dapat membentuk kelompok perkumpulan bagi keluarga yang mempunyai anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa sehingga keluarga dapat saling berdiskusi tentang keadaan mereka.

2.3 Penelitian Selanjutnya

Dalam penelitian ini, peneliti hanya meneliti dengan jumlah responden yang sedikit sehingga hasil penelitian belum menggambarkan secara menyeluruh. Oleh sebab itu disarankan kepada peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah responden yang lebih banyak dan pada kriteria inklusi lama responden sakit lebih baik kurang dari 1 tahun sehingga hasil yang diperoleh lebih presentatif.


(51)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gangguan Jiwa

2.1.1. Pengertian

Gangguan jiwa adalah gangguan pikiran, perasaan dan/atau prilaku yang dialami seseorang sehingga menimbulkan penderitaan serta terganggunya pelaksanaan fungsi sehari-hari dari orang tersebut (Azwar, 2007).

Menurut Thea (2007), gangguan jiwa adalah perubahan fungsi jiwa yang menyebabkan gangguan pada fungsi jiwa, sehingga menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosial baik peran di keluarga maupun masyarakat. Fungsi jiwa yang terganggu meliputi fungsi biologis, psikologis, sosial, spiritual. Secara umum gangguan fungsi jiwa yang dialami seseorang dapat terlihat dari penampilan, komunikasi, proses berpikir, interaksi dan aktivitasnya sehari-hari.

2.1.2. Penyebab Gangguan Jiwa

Suryani (2005) menjelaskan bahwa gangguan jiwa dapat terjadi karena tiga faktor yang bekerja sama yaitu faktor biologik, psikologik, dan sosiobudaya. Dalam faktor biologik, gangguan mental sebagian besar dihubungkan dengan keadaan neurotransmiter di otak. Bila salah satu orangtua mengalami skizofrenia kemungkinan 15 persen anaknya mengalami skizofrenia. Sementara bila kedua orangtua menderita maka 35-68 persen anaknya menderita skizofrenia, kemungkinan skizofrenia meningkat apabila orangtua, anak dan saudara kandung menderita skizofrenia (Benyamin, 1976


(52)

dalam Suryani, 2005). Pendapat ini didukung Slater, 1966 (dikutip dari Suryani 2005), yang menyatakan angka prevalensi skizofrenia lebih tinggi pada anggota keluarga yang individunya sakit dibandingkan dengan angka prevalensi penduduk umumnya.

Pada faktor psikologik, hubungan antara peristiwa hidup yang mengancam dan gangguan mental sangat kompleks tergantung dari situasi, individu dan konstitusi orang itu. Hal ini sangat tergantung pada bantuan teman, dan tetangga selama periode stres. Setiap penderita yang mengalami gangguan jiwa fungsional memperlihatkan kegagalan yang mencolok dalam satu atau beberapa fase perkembangan akibat tidak kuatnya hubungan personal dengan keluarga, lingkungan sekolah atau dengan masyarakat sekitarnya.

Dalam faktor sosio budaya, Maretzki dan Nelson (196, dalam Suryani, 2005) menyatakan bahwa alkulturasi dapat menyebabkan pola kepribadian berubah dan terlihat pada psikopatologinya. Pendapat ini didukung pernyataan Favazza (1980, dalam Suryani, 2005) yang menyatakan perubahan budaya yang cepat seperti identifikasi, kompetisi, alkulturasi dan penyesuaian dapat menimbulkan gangguan jiwa. Selain itu, status sosial ekonomi juga berpengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa Goodman (1983, dalam Suryani, 2005) yang meneliti status ekonomi menyatakan bahwa penderita yang dengan status ekonomi rendah erat hubungannya dengan prevalensi gangguan afektif dan alkoholisme.


(53)

2.1.3. Jenis-Jenis Gangguan Jiwa

Ada enam jenis gangguan jiwa yang diangkat sebagai isu global oleh WHO, yaitu epilepsi, depresi, skizofrenia, alzheimer, keterbelakangan mental, dan ketergantungan alkohol. Sedangkan fokus nasional adalah gangguan cemas atau ansietas dan depresi (Yulianti, 2001).

a. Gangguan Skizofrenia

Gangguan skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area fungsi individu, termasuk berpikir dan berkomunikasi, menerima, dan menginterpretasikan realitas, merasakan dan menunjukkan emosi, dan berperilaku dengan sikap yang dapat diterima secara sosial (Isaacs, 2004). Gangguan berlangsung selama sedikitnya 6 bulan dan termasuk minimal 1 bulan gejala fase aktif yang melibatkan : waham, halusinasi, bicara tidak teratur, perilaku yang sangat kacau atau katatonik, dan gejala-gejala negatif (afek datar, alogia, dan avolisi).

Gejala umum skizofrenia adalah

1) Waham : keyakinan keliru yang sangat kuat yang tidak dapat dikurangi dengan menggunakan logika.

2) Asosiasi longgar : kurangnya hubungan yang logis antara pikiran dan gagasan, yang dapat tercermin pada berbagai gejala.

3) Halusinasi : persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indra, dalam skizofrenia halusinasi pendengaran merupakan halusinasi yang banyak terjadi.


(54)

5) Depersonalisasi : individu merasa bahwa dirinya sudah berubah secara mendasar.

6) Afek datar : tidak adanya respon emosional, afek juga dapat digambarkan sebagai tumpul, atau tidak tepat.

7) Ambivalensi : adanya konflik atau pertentangan emosi yang menyebabkan sulitnya individu menentukan pilihan atau keputusan.

8) Avolisi : kurangnya motivasi untuk melanjutkan aktivitas yang berorientasi pada tujuan.

9) Alogia : berkurangnya pola bicara atau miskin kata-kata. 10) Ekopraksia : meniru tindakan orang lain tanpa sadar.

11) Anhedonia : kurang senang melakukan aktivitas dan hal-hal lain yang secara normal menyenangkan.

12) Pemikiran konkrit : kesulitan berpikir abstrak sehingga ia menginterpretasikan komunikasi orang lain secara harfiah.

Penyebab gangguan skizofrenia yang pasti masih belum jelas. Namun ada beberapa faktor predisposisi yang meliputi genetika, abnormalitas perkembangan saraf, abnormalitas struktur otak, ketidakseimbangan neurokimia, dan proses psikososial dan lingkungan.

Ada beberapa jenis skizofrenia, antara lain : skizofrenia paranoid (ciri utamanya adalah waham yang sistematis atau halusinasi pendengaran). Skizofrenia hebefrenik (ciri utamanya percakapan dan perilaku yang kacau, serta afek yang datar atau tidak tepat), diagnosis ditegakkan pertama kali pada usia remaja atau dewasa muda/mulai 15-25 tahun (Maslim, 2001), skizofrenia katatonik (ciri utamanya gangguan psikomotor, yang melibatkan


(55)

imobilitas), skizofrenia yang tidak digolongkan (ciri utamanya adalah waham, halusinasi, percakapan yang tidak koheren dan perilaku yang kacau), skizofrenia residu (ciri utamanya adalah tidak adanya gejala akut saat ini, melainkan terjadi di masa lalu). Orang yang telah didiagnosa mengalami skizofrenia biasanya sulit dipulihkan. Jika bisa sembuh, itu pun memakan waktu yang sangat lama (bertahun-tahun) dan tidak bisa seperti semula lagi. Bila tidak berhati-hati dan mengalami stres yang berlebihan, besar kemungkinan akan kambuh lagi dan menjadi lebih parah (Siswanto, 2007). b. Gangguan Depresi

Persatuan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa pada juni 2007 lalu menyatakan bahwa 94 persen masyarakat Indonesia saat ini mengidap depresi, dari tingkat yang tinggi sampai tingkat yang rendah (Lathifah, 2007). Depresi adalah keadaan emosional yang dicirikan dengan kesedihan, berkecil hati, perasaan bersalah, penurunan harga diri, ketidakberdayaan dan keputusasaan (Isaac, 2004). Depresi termasuk dalam gangguan mood yang berkisar dari depresi berat sampai mania berat.

Dampak gangguan mood pada keluarga yaitu perubahan tingkat energi, fungsi peran dan sosialisasi yang terjadi pada individu dengan gangguan mood mempengaruhi setiap aspek kehidupan keluarga.

Jenis gangguan mood adalah gangguan depresi mayor yang dicirikan denga sedikitnya 2 minggu depresi mood atau kehilangan minat terhadap kesenangan dan aktivitas. Penentu spesifikasinya antara lain gambaran melankolik dimana individu mengalami anhedonia dengan semua aktivitas, gambaran atpikal dimana individu menunjukkan reaktivitas mood,


(56)

peningkatan ansietas dan sensitivitas dan perubahan nafsu makan, gambaran psikotik dimana depresi individu disertai dengan delusi dan halusinasi. Jenis yang lain yaitu distimia yang dicirikan dengan depresi mood kronis yang terjadi hampir sepanjang hari, selama kurang lebih 2 tahun. Kemudian gangguan bipolar dicirikan dengan satu episode manik atau lebih biasanya disertai episode depresi mayor. Siklotimia dicirikan dengan sedikitnya 2 tahun beberapa periode gejala hipomanik yang tidak separah episode manik.

Penyebab pasti belum diketahui secara jelas. Faktor predisposisinya antara lain genetika, ketidakseimbangan neurokimia, obat-obatan tertentu, kondisi medis, dan proses psikososial dan lingkungan.

c. Gangguan Ansietas

Ansietas adalah respon emosional terhadap penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya. Ansietas sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik, dialami secara subjektif dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal (Stuart, 1998). Tingkat ansietas adalah : ansietas ringan yang berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Tingkat selanjutnya ansietas sedang yang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain. Kemudian ansietas berat yang sangat mengurangi lahan persepsi seseorang dimana individu cenderung memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal lain. Tingkat yang terakhir adalah panik yang berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror,


(57)

tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan dan hal lain ini melibatkan disorganisasi kepribadian.

Ada beberapa teori yang menjelaskan asal ansietas yaitu, pandangan psikoanalitik (konflik emosional antara dua elemen kepribadian id dan superego), pandangan interpersonal (perasaan takut akan tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal), pandangan perilaku (produk frustasi), kajian biologis (reseptor benzodiazepines dalam otak yang mengatur ansietas).

d. Perilaku Bunuh Diri

Perilaku destruktif diri yaitu setiap aktivitas yang jika dicegah dapat mengarah kepada kematian (Stuart, 1998). Perilaku destruktif-diri langsung mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri. Perilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi tiga bagian yaitu, ancaman bunuh diri (pertimbangan verbal atau nonverbal bahwa orang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri), upaya bunuh diri (semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan yang dapat mengarah pada kematian), dan bunuh diri (mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau diabaikan).

Perilaku destruktif-diri dapat ditimbulkan oleh stres berlebihan yang dialami individu yang dapat berupa kejadian kehidupan yang memalukan seperti, masalah interpersonal, dipermalukan di depan umum, kehilangan pekerjaan, atau ancaman pengurungan.

e. Penyalahgunaan Zat

Penyalahgunaan zat merujuk pada penggunaan zat secara terus-menerus bahkan sampai setelah terjadi masalah (Stuart, 1998).


(58)

Kecenderungannya semakin banyak masyarakat yang memakai zat tergolong kelompok NAPZA tersebut, khususnya anak remaja (15-24 tahun) sepertinya menjadi suatu model perilaku baru bagi kalangan remaja (Depkes, 2001 dalam Mustikasari, 2007). Individu akan mengalami keadaan relaksasi, euforia, stimulasi atau perubahan kesadaran dengan berbagai cara (Stuart, 1998).

Penyebab banyaknya pemakaian zat tersebut antara lain karena kurangnya pengetahuan masyarakat yang disebabkan karena faktor individu, faktor keluarga dan faktor lingkungan akan dampak pemakaian zat tersebut serta kemudahan untuk mendapatkannya. Faktor individu yang tampak lebih pada kepribadian individu tersebut, faktor keluarga lebih pada hubungan individu dengan keluarga misalnya kurang perhatian keluarga terhadap individu, kesibukan keluarga dan lainnya, faktor lingkungan lebih pada kurang positif sikap masyarakat terhadap masalah tersebut misalnya ketidakpedulian masyarakat tentang NAPZA (Hawari, 2000 dalam Mustikasari, 2007).

2.2 Konsep Spiritualitas 2.2.1. Pengertian

Spiritualitas adalah yang termasuk di dalamnya sebuah kepercayaan atau keinginan yang bersifat universal lebih besar dari kekuatan dirinya sendiri, sebuah perasaan yang saling keterkaitan dengan segala pengaturan kehidupan, perhatian terhadap tujuan dan arti kehidupan dan perkembangan diri serta nilai-nilai yang absolut (Hart, 2002).


(59)

Menurut Stoll (1989, dikutip dari Kozier, Erb, Blais, Wilkinson, 1995) spiritualitas adalah suatu konsep dua dimensi yaitu dimensi vertikal dan dimensi horizontal. Dimensi vertikal adalah adanya hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Penguasa yang menuntun kehidupan seseorang. Sedangkan dimensi horizontal adalah hubungan seseorang dengan dirinya sendiri, dengan orang lain dan dengan lingkungannya, dimana terdapat hubungan yang berlangsung terus menerus antara dua dimensi tersebut.

Menurut Mickey et al (1992) spiritualitas adalah sebagai suatu yang multidimensi, yaitu dimensi eksistensial dan dimensi agama. Dimensi eksistensial berfokus pada hubungan seseorang dengan Tuhan Yang Maha Esa. Dimensi spritual berupaya untuk mempertahankan keharmonisan atau keselarasan dengan dunia luar, berjuang untuk menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika menghadapi stres emosional, penyakit fisik atau kematian. Adapun kekuatan yang timbul adalah diluar kekuatan manusia (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995: Murray & Zentner, 1993).

Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Caserta (2000) diketahui bahwa terdapat pengaruh stres orangtua terhadap kesehatan anak. Salah satu koping yang bisa dilakukan adalah berdoa, membaca kitab suci, dan bercerita. Aritonang (2008) menyebutkan bahwa keluarga yang anaknya menderita penyakit kronis menggunakan doa sebagai kopingnya dalam mengatasi stres. Selain itu, mereka juga optimis terhadap kesembuhan anak mereka dan terus mencari informasi tentang penyakit anaknya kepada petugas kesehatan maupun orang lain tentang penyakit anaknya dan bagaimana perawatannya.


(60)

Hal ini menunjukkan bahwa keluarga memiliki spiritualitas yang tinggi. Salah satu praktek spiritual adalah kepercayaan.

2.2.2. Dimensi Spiritualitas

Spiritualitas adalah keyakinan dari diri seseorang yang dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Pencipta. Sebagai contoh seseorang yang percaya kepada Allah sebagai Pencipta atau sebagai Maha Kuasa (Burkhardt, 1993).

1. Hubungan dengan Tuhan

Bersifat mengekspresikan kebutuhan ritual, berbagi keyakinan dengan orang lain dan merasa bersyukur atas anugerah yang telah dilimpahkan oleh Tuhan. Dengan menjalin hubungan positif dan dinamis dengan Tuhan melalui keyakinan, rasa percaya dan cinta akan memberikan prilaku adaptif pada seorang individu.

1.1 Nilai-nilai agama (Religion). Agama merupakan sistem ibadah yang terorganisasi dan mempunyai aturan-aturan tertentu. Agama mempunyai keyakinan sentral, ritual dan praktik yang biasanya berhubungan dengan kematian, perkawinan, dan keselamatan. Perkembangan keagamaan individu merujuk pada penerimaan keyakinan, nilai, aturan dan ritual tertentu (Hamid, 1999).

1.2 Doa (Prayer). Berdoa adalah suatu bagian penting dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan salah satu terapi yang dapat meningkatkan koping seseorang melalui perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan Tuhan. Dengan berdoa individu merasa tenang dan bersyukur atas anugerah yang dilimpahkan Tuhan (Aldridge, 2001).


(61)

2. Hubungan dengan diri sendiri

Bersifat kekuatan dalam diri seseorang seperti pengetahuan tentang siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya dan sikap percaya pada diri sendiri. 2.1 Kepercayaan (Faith). Menurut Hamid (1999), kepercayaan atau

keyakinan berarti mempercayai atau mempunyai komitmen terhadap sesuatu atau seseorang. Secara umum agama atau keyakinan spritual merupakan upaya seseorang didalam kehidupan yaitu kemampuan seseorang melihat dirinya dalam hubungannya dengan lingkungan secara menyeluruh.

2.2 Harapan (Hope). Harapan berhubungan dengan ketidakpastian dalam hidup dan merupakan suatu proses interpersonal yang terbina melalui hubungan saling percaya dengan orang lain, termasuk dengan Tuhan. Harapan sangat penting bagi individu untuk mempertahankan hidup, tanpa harapan banyak orang menjadi depresi dan lebih cendrung terkena penyakit (Grimm, 1991). Harapan dapat dipelajari dengan latihan-latihan tentunya dengan sikap-sikap yang mendukungnya, salah satunya adalah dengan kesabaran dan kemampuan yang lebih toleransi terhadap keadaan. 2.3 Makna atau arti dari hidup (Meaning of life). Perasaan mengetahui

makna hidup, yang kadang dengan perasaan dekat dengan Tuhan, merasakan hidup sebagai suatu pengalaman yang positif seperti membicarakan tentang situasi yang nyata, membuat hidup lebih terarah, penuh harapan tentang masa depan, merasa mencintai dan dicintai orang lain (Puchalski, 2004).


(62)

Dapat bersifat harmonis seperti berbagi waktu, pengetahuan dan sumber secara timbal balik dengan orang lain, mengasuh anak, orang tua, orang sakit, meyakini kehidupan dan kematian mengunjungi, melayani dan lain-lain, bersifat tidak harmonis seperti konflik dengan orang lain, resolusi yang menimbulkan ketidakharmonisan.

3.1 Memaafkan atau Pengampunan (Forgiveness). Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri seperti marah, mengingkari, rasa bersalah, malu, binggung, meyakini bahwa Tuhan sedang menghukum serta mengembangkan arti penderitaan dan meyakini hikmah dari suatu kejadian atau penderitaan. Dengan pengampunan, seorang individu dapat meningkatkan koping terhadap stres, cemas, depresi atau tekanan emosional, penyakit fisik serta meningkatkan perilaku sehat dan perasaan damai (Puchalski, 2004).

3.2 Cinta kasih dan dukungan sosial (Love and Social Support). Hart, (2002). Keinginan untuk menjalin dan mengembangkan hubungan antar manusia yang positif melalui keyakinan, rasa percaya dan cinta kasih. Teman dan keluarga dekat dapat memberikan bantuan dan dukungan emosional untuk melawan banyak penyakit. Seseorang yang mempunyai pengalaman cinta kasih dan dukungan sosial yang kuat cendrung untuk menentang perilaku tidak sehat dan melindungi individu dari penyakit jantung.


(63)

4. Hubungan dengan lingkungan atau alam.

Bersifat harmonis seperti mengetahui tentang tanaman, pohon, margasatwa, iklim, dapat berkomunikasi dengan alam (bertanam, jalan kaki), mengabdikan dan melindungi alam (Hamid, 1999).

4.1 Rekreasi (Joy). Rekreasi merupakan kebutuhan spiritual seseorang dalam menumbuhkan keyakinan, rahmat, rasa terima kasih, harapan dan cinta kasih. Dengan rekreasi, seseorang dapat menyelaraskan antara jasmani dan rohani sehingga timbul perasaan kesenangan dan kepuasan dalam pemenuhan hal-hal yang dianggap penting dalam hidup, seperti menonton TV, dengar musik, olahraga dan lain-lain (Puchalski, 2004).

4.2 Kedamaian (Peace). Kedamaian merupakan keadilan, rasa kasihan dan kesatuan. Dengan kedamaian seseorang akan merasa lebih senang dan dapat meningkatkan status kesehatan.

2.2.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Spiritualitas

Menurut Taylor, Lilis and le Mone (1997) dan Craven and Hirnle (1996), faktor penting yang dapat mempengaruhi spiritualitas seseorang adalah pertimbangan tahap perkembangan keluarga, latar belakang etnik dan budaya. Pengalaman hidup sebelumnya, krisis dan perubahan, terpisah dari ikatan spiritual, isu moral terkait dengan terapi, asuhan keperawatan yang kurang tepat. Maka oleh sebab itu faktor-faktor yang mempengaruhi spiritualitas yaitu:

1. Pertimbangan tahap perkembangan. Berdasarkan hasil penelitian terhadap anak dengan empat agama yang berbeda ditemukan bahwa mereka


(64)

mempunyai persepsi tentang Tuhan dan sembahyang yang berbeda menurut usia, seks, agama dan kepribadian anak.

2. Keluarga. Peran orang tua sangat menentukan dalam perkembangan spiritualitas anak. Keluarga merupakan lingkungan terdekat dan pengalaman pertama anak dalam mempersepsikan kehidupan didunia.

3. Latar belakang etnik dan budaya. Sikap, keyakinan dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan budaya. Pada umumnya seseorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual keluarga.

4. Pengalaman hidup sebelumnya. Pengalaman hidup baik yang positif maupun pengalaman negatif dapat mempengaruhi spiritualitas seseorang. Sebaliknya juga dipengaruhi oleh bagaimana seseorang mengartikan secara spiritual kejadian atau pengalaman tersebut.

5. Krisis dan perubahan. Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalaman spiritual seseorang (Toth, 1992) dan Craven and Hirnle (1996). Krisis sering dialami ketika seseorang menghadapi penyakit, penderitaan, proses penuaan, kehilangan dan bahkan kematian, khususnya pada klien dengan penyakit terminal atau dengan prognosis yang buruk. Perubahan dalam kehidupan dan krisis yang dihadapi tersebut merupakan pengalaman spiritual selain juga pengalaman yang bersifat fisikal dan emosional. 6. Terpisah dari ikatan spiritual. Menderita sakit terutama yang bersifat akut,

seringkali membuat individu merasa terisolasi dan kehilangan kebebasan pribadi dan sistem dukungan sosial (social support system). Kebiasaan hidup sehari-hari berubah seperti tidak dapat menghadiri acara reuni, mengikuti kegiatan keagamaan atau tidak dapat berkumpul dengan


(65)

keluarga atau teman dekat yang biasa memberikan dukungan setiap saat diinginkan.

7. Isu moral terkait denga terapi. Pada kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap sebagai cara Tuhan untuk menunjukkan kebesaran-Nya, walaupun ada juga agama yang menolak intervensi pengobatan.

8. Asuhan keperawatan yang kurang tepat. Ketika memberikan asuhan keperawatan klien, perawat diharapkan untuk peka terhadap kebutuhan spiritual klien, tetapi dengan berbagai alasan ada kemungkinan perawat justru menghindar untuk memberikan asuhan spiritual. Alasan tersebut antara lain karena perawat merasa kurang nyaman dengan kehidupan spiritualnya, kurang menggangap penting kebutuhan spiritual, tidak mendapatkan pendidikan tentang aspek spiritual dalam keperawatan, atau merasa bahwa pemenuhan kebutuhan spiritual klien bukan menjadi tuganya tetapi tanggung jawab pemuka agama.

2.3 Konsep Koping

2.3.1. Pengertian Koping

Koping adalah pola atau cara seseorang atau individu dalam merespon stres (Berger & William, 1992). Koping dapat dilihat sebagai bermacam-macam cara atau strategi yang dilakukan oleh seseorang individu baik secara sadar maupun tidak sadar dengan tujuan untuk mengatasi stres dan tekanan yang muncul sebagai suatu ancaman untuk mengatasi suatu masalah (Fortinash & Holodry, 2000). Koping dapat dilihat sebagi tindakan yang diambil oleh seseorang secara langsung dalam menghadapi tuntutan,


(66)

menyelesaikan masalah, dan atau merubah dan mengatur stresor (McCubbin, Thompson, & McCubbin, 1996 dikutip dari Lewis & Brown, 2002).

Berdasarkan pengertian diatas, peneliti menyimpulkan bahwa mekanisme koping adalah reaksi individu ketika menghadapi suatu tekanan atau stres dan bagaimana individu tersebut menanggulangi stres yang dihadapinya.

2.3.2. Sumber-sumber koping

Folkman et al (1979) menggambarkan lima jenis sumber koping untuk mengurangi efek yang buruk dari stres dan mempengaruhi penyesuaian diri (Calderon & Greenberg, 1999). Sumber koping yang pertama ialah keahlian menyelesaikan masalah dimana orang akan lebih efektif dalam mengidentifikasi masalah dan mengembangkan solusi yang dapat mengatasi stres. Kedua, yaitu jaringan sosial yang didefinisikan sebagai hubungan dukungan yang potensial seperti pasangan, teman, keluarga besar yang memfasilitasi adaptasi positif terutama setelah krisis. Ketiga, yaitu sumber-sumber yang bermanfaat termasuk faktor-faktor seperti penghasilan, pendidikan, intervensi dari luar dan pelayanan profesional lain. Keempat, yaitu keyakinan umum maupun spesifik termasuk self efficacy, kontrol diri dan spiritualitas. Kelima, yaitu kesehatan, energi, moral yang mencerminkan tingkat kesejahteraan fisik dan emosi sebelum dan selama datangnya stresor. Chelsa (1999) dalam Hoeman (2002) menggunakan teori McCubbin & McCubbin untuk mengidentifikasi stres keluarga, perubahan yang dilakukan keluarga untuk memanajemen stres, dan adaptasi, berpendapat bahwa tercapainya koping keluarga sebagai respon adaptasi terhadap stres yang


(67)

disebabkan oleh salah satu anggota keluarga yang mengalami penyakit kronik, dipengaruhi oleh pengetahuan keluarga tentang penyakit, pengobatannya, dan perubahan gaya hidup yang harus dilakukan terhadap anggota keluarga yang sakit.

2.3.3 Penggolongan Mekanisme Koping

Mekanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi 3 (Stuart dan Laraia, 2005) yaitu :

1. Koping yang berpusat pada masalah (Problem Focused Coping Mechanisms). Mekanisme koping berpusat pada masalah diarahkan untuk mengurangi tuntutan-tuntutan situasi yang menimbulkan stress atau mengembangkan sumber daya untuk mengatasinya.

Hal-hal yang berhubungan dengan mekanisme koping yang berpusat pada masalah adalah :

a. Koping konfrontasi (Confrontative Coping), menggambarkan usaha-usaha untuk mengubah keadaan atau masalah secara agresif, juga menggambarkan tingkat kemarahan serta pengambilan resiko.

b. Isolasi, individu berusaha menarik diri dari lingkungan atau tidak mau tahu masalah yang dihadapi.

c. Kompromi menggambarkan usaha untuk mengubah keadaan secara hati-hati, meminta bantuan dan kerjasama dengan keluarga dan teman kerja atau mengurangi keinginannya lalu memilih jalan tengah.

2. Koping yang berpusat pada kognitif (Cognitively Focused Coping Mechanisms). Dimana seseorang berusaha untuk mengontrol masalah dan menyelesaikannya. Contohnya termasuk perbandingan yang positif,


(68)

ketidaktahuan memilih, penggantian penghargaan, dan evaluasi dari keinginan akan tujuan.

3. Koping yang berpusat pada emosi (Emotion Focused Coping Mechanisms). Koping ini mengarah pada usaha reduksi, pembatasan/penghilangan atau toleransi stress subjective (somatis, motori atau afektif) dari stres emosional yang muncul karena adanya transaksi dengan lingkungan yang menyulitkan.

Jenis-jenis mekanisme koping yang berpusat pada emosi adalah :

a. Denial, menolak masalah dengan mengatakan hal tersebut tidak terjadi

pada dirinya.

b. Rasionalisasi, menggunakan alasan yang dapat diterima oleh akal dan diterima oleh orang lain untuk menutupi ketidakmampuan dirinya. Dengan rasionalisasi kita tidak hanya dapat membenarkan apa yang kita lakukan, tetapi juga merasa sudah selayaknya berbuat demikian secara adil.

c. Kompensasi, menunjukkan tingkah laku untuk menutupi ketidakmampuan dengan menonjolkan sifat yang baik, karena frustasi dalam suatu bidang maka dicari kepuasan secara berlebihan dalam bidang lain. Kompensasi timbul karena adanya perasaan kurang mampu.

d. Represi, yaitu dengan melupakan masa-masa yang tidak menyenangkan dari ingatannya dan hanya mengingat waktu-waktu yang menyenangkan.


(69)

e. Sublimasi, yaitu mengekspresikan atau menyalurkan perasaan, bakat atau kemampuan dengan sikap positif.

f. Identifikasi, yaitu meniru cara berfikir, ide dan tingkah laku orang lain. g. Regresi, yaitu sikap seseorang yang kembali ke masa lalu atau bersikap

seperti anak kecil.

h. Proyeksi, yaitu menyalahkan orang lain atas kesulitannya sendiri atau melampiaskan kesalahannya kepada orang lain.

i. Konversi, yaitu mentransfer reaksi psikologi ke gejala fisik.

j. Displacement, yaitu reaksi emosi terhadap seseorang kemudian diarahkan kepada orang lain.

2.3.4. Koping Keluarga

Koping keluarga didefinisikan sebagai respon yang positif sesuai dengan masalah, afektif, persepsi, dan respon perilaku yang digunakan keluarga dan sub sistemnya untuk memecahkan suatu masalah atau mengurangi stress yang diakibatkan oleh masalah atau peristiwa. Dengan mengubah dari tingkat koping individu menjadi koping keluarga, koping menjadi jauh lebih rumit. Respons-respons atau perilaku koping keluarga merupakan tindakan-tindakan pengenalan yang digunakan keluarga sedangkan pola-pola dan strategi koping adalah respons-respons sama yang membentuk set-set homogeny. Strategi-strategi koping keluarga berkembang


(70)

dan berubah dari waktu ke waktu, sebagai respons terhadap tuntutan-tuntutan atau stresor yang dialami (Friedman, 2003).

Respons-respons koping keluarga meliputi tipe strategi koping eksternal dan internal. Sumber-sumber koping internal terdiri dari kemampuan keluarga yang menyatu sehingga menjadi kohesif dan terintegrasi. Integrasi keluarga memerlukan pengontrolan dan subsistem lewat ikatan kesatuan. Keluarga yang paling sukses menghadapi masalah-masalah mereka adalah keluarga yang paling sering terintegrasi dengan baik dimana anggota keluarga memiliki tanggung jawab yang kuat terhadap kelompok dan tujuan-tujuan kolektifnya. Satu sumber koping lainnya adalah fleksibilitas peran mampu memodifikasi peran-peran keluarga ketika dibutuhkan (Friedman, 2003).

Sumber-sumber koping eksternal berhubungan dengan penggunaan sistem pendukung sosial oleh keluarga. Dalam memandang sumber-sumber eksternal ini, jelas bahwa keluarga berbeda satu sama lain dalam hal sejauh mana mereka mampu memperoleh persetujuan dari lingkungan mereka untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan terhadap informasi, barang, dan pelayanan. Seringkali sumber-sumber finansial dan pengetahuan untuk mendapat bantuan kurang. Keluarga harus mampu mengurangi beberapa tuntutan darinya. Hal ini dilakukan lewat aturan batasan-batasan keluarga. Tanpa kemampuan yang memadai untuk mengamankan ketaatan terhadap lingkungan melalui pengaturan efektif dari batasan keluarga dan


(1)

5. Terima kasih kepada Ayahanda R.Simangunsong, dan Ibunda L. Marbun tercinta yang selalu mendoakan, menyayangiku, dan memberikan dukungan baik moril maupun materil, serta senantiasa memberikan yang terbaik untukku. Terimakasih juga kuucapkan untuk abangku Andi Simangunsong dan adik-adikku yang tersayang David Simangunsong dan Batara Simangunsong.

6. Terima kasih kepada pihak Rumah Sakit Jiwa Provsu Medan yang telah memberikan izin dan membantu dalam proses pengambilan data pada saat penelitian.

7. Terima kasih buat teman-temanku (Siska, Novia, Dian, Junita, Imelda, Friska, Erica, Riska, Sari, Aggrey, Melva dan Maruli), serta orang yang terkasih (Wirawan Hartadi Manurung) yang memberikan semangat dan doa serta yang selalu mendukungku dalam menyelesaikan skripsi ini. 8. Para responden yang telah bersedia berpartisipasi selama proses penelitian

berlangsung dan setiap anggota keluarga yang bersedia membantu dalam memberikan informasi tentang pasien.

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa dan penuh kasih melimpahkan berkat karunia-Nya kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat nantinya untuk pengembangan ilmu pengetahuan, terkhusus ilmu keperawatan.

Medan, Juli 2013


(2)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Lembar Persetujuan ... ii

Prakata ... iii

Daftar Isi ... iv

Daftar Skema ... v

Daftar Tabel ... vi

Abstrak ... vii

Lampiran ... viii

Bab 1. Pendahuluan 1. Latar Belakang ... 1

2. Rumusan Penelitian ... 5

3. Tujuan Penelitian ... 5

4. Manfaat Penelitian ... 6

Bab 2. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Gangguan Jiwa ... 8

1.1. Pengertian ... 8

1.2. Penyebab gangguan jiwa ... 8

1.3. Jenis-jenis gangguan jiwa ... 10

2. Konsep Spiritualitas ... 16

2.1. Pengertian ... 16

2.2. Dimensi Spiritualitas ... 17

2.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi spiritualitas ... 20

3. Konsep Koping ... 23

3.1. Pengertian ... 23

3.2. Sumber-sumber koping ... 23


(3)

3.4. Koping keluarga ... 27

3.5. Strategi koping keluarga ... 28

3.6. Faktor yang mempengarui strategi koping keluarga ... 30

3.7. Tipe strategi koping keluarga ... 31

3.8. Strategi koping keluarga dalam menghadapi pasien ... 37

3.9. Respon koping ... 38

4. Konsep Keluarga ... 39

4.1. pengertian ... 40

4.2. Fungsi keluarga ... 40

4.3. Tugas kesehatan keluarga ... 41

5. Hubungan Spiritualitas Dengan Koping Keluarga ... 41

Bab 3. Kerangka Konsep 1. Kerangka Konseptual ... 43

2. Defenisi Variabel Penelitian ... 44

3. Hipotesa Penelitian ... 45

Bab 4. Metode Penelitian 1. Desain Penelitian ... 46

2. Populasi dan Sampel penelitian ... 46

3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 47

4. Pertimbangan Etik ... 47

5. Instrumen Penelitian ... 47

6. Reliabilitas Instrumen ... 50

7. Pengumpulan Data ... 50

8. Analisa Data ... 51

BAB 5. Hasil Penelitian Dan Pembahasan 1. Hasil Penelitian ... 55

1.1 Hasil Analisa Univariat ... 55


(4)

2. Pembahasan ... 59

2.1. Spiritualitas Keluarga ... 59

2.2. Strategi Koping Keluarga ... 61

2.3. Hubungan Spiritualitas dengan Strategi Koping Keluarga ... 64

BAB 6. Kesimpulan Dan Saran 1. Kesimpulan ... 67

2. Saran ... 68

2.1. Bagi Pendidikan Keperawatan ... 68

2.2. Bagi Praktik Keperawatan ... 68

2.3. Bagi Penelitian ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 68

LAMPIRAN ... ... 68

1. Lembar Persetujuan Responden ... 69

2. Jadwal Penelitian ... 70

3. Taksasi Dana ... 71

4. Instrumen Penelitian ... 72

5. Riwayat Hidup ... ... ... 79

6. Lembar Konsultasi Skripsi... 80

7. Lembar Persetujuan Validitas ... 81

8. Hasil Analisa Data ... 83

9. Tabel distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan spiritual keluarga ... 86

10. Tabel distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan koping keluarga ... 87


(5)

DAFTAR SKEMA

Skema 3.1. Kerangka konsep penelitian Hubungan spritualitas dengan strategi koping keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Pemprovsu Medan... 43


(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional ... . 44 Tabel 4.1 Panduan Interpretasi Hasil Uji Hipotesa ... 54 Tabel 5.1 Karakteristik Karakteristik Responden yang Anggota Keluarganya

Mengalami Gangguan Jiwa di Unit Rawat Jalan RSJ Pemprovsu Medan ... 56 Tabel 5.2 Spiritualitas Keluarga Dalam Menghadapi Anggota Keluarga yang

Mengalami Gangguan Jiwa di RSJ Pemprovsu Medan ... 57 Tabel 5.4 Koping Keluarga Dalam Menghadapi Anggota Keluarga yang


Dokumen yang terkait

Hubungan Karakteristik Keluarga Dengan Tingkat Kecemasan Dalam Menghadapi Anggota Keluarganya yang Mengalami Gangguan Jiwa di RSJD Propinsi SUMUT Medan Tahun 2014

4 86 83

Hubungan Pengetahuan Keluarga Dengan Tingkat Kecemasan Dalam Menghadapi Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa Di Rumah Sakit Jiwa Propinsi Sumatera Utara, Medan

0 69 9

HUBUNGAN STRATEGI KOPING DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN SBMPTN Hubungan Strategi Koping Dengan Kecemasan Menghadapi Ujian SBMPTN.

0 4 15

HUBUNGAN STRATEGI KOPING DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI SBMPTN Hubungan Strategi Koping Dengan Kecemasan Menghadapi Ujian SBMPTN.

0 2 18

HUBUNGAN PERSEPSI KELUARGA TENTANG GANGGUAN JIWA DENGAN SIKAP KELUARGA PADA ANGGOTA Hubungan Persepsi Keluarga Tentang Gangguan Jiwa Dengan Sikap Keluarga Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.

1 6 14

PENDAHULUAN Hubungan Persepsi Keluarga Tentang Gangguan Jiwa Dengan Sikap Keluarga Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.

0 3 7

HUBUNGAN PERSEPSI KELUARGA TENTANG GANGGUAN JIWA DENGAN SIKAP KELUARGA PADA ANGGOTA KELUARGA YANG MENGALAMI GANGGUAN JIWA Hubungan Persepsi Keluarga Tentang Gangguan Jiwa Dengan Sikap Keluarga Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa Di Rumah

0 2 13

GAMBARAN STRATEGI KOPING YANG DILAKUKAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA PENDERITA SKIZOFRENIA DI INSTALASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI JAWA BARAT.

0 0 2

HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN STRATEGI KOPING PADA KELUARGA DENGAN ANGGOTA KELUARGA YANG DIRAWAT DENGAN PENYAKIT JANTUNG DI RSUD AMBARAWA 2005

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keluarga 2.1.1. Definisi Keluarga - Hubungan Karakteristik Keluarga Dengan Tingkat Kecemasan Dalam Menghadapi Anggota Keluarganya yang Mengalami Gangguan Jiwa di RSJD Propinsi SUMUT Medan Tahun 2014

0 0 16