Strategi Koping, Dukungan Sosial, dan Kesejahteraan Keluarga di Daerah Rawan Bencana, Kabupaten Bandung

(1)

KABUPATEN BANDUNG

PUSPASARI

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Strategi Koping, Dukungan Sosial, dan Kesejahteraan Keluarga di Daerah Rawan Bencana, Kabupaten Bandung adalah karya saya dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada institusi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya pihak lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis ini kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2013

Puspasari NIM. I24070039


(3)

Daerah Rawan Bencana, Kabupaten Bandung. Dibimbing oleh RETNANINGSIH dan TIN HERAWATI.

Bentuk pertahanan keluarga dalam mengatasi masa sulit diantaranya melakukan strategi koping. Selain itu, adanya dukungan sosial dari orang sekitar membantu keluarga untuk mencapai kesejahteraan hidup. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi koping, dukungan sosial dan kesejahteraan keluarga di daerah rawan bencana Kabupaten Bandung. Lokasi penelitian dan sampel dipilih secara purposive. Sebanyak 200 keluarga contoh dipilih di Kecamatan Rancabali dan Kutawaringin, Kabupaten Bandung Selatan. Strategi koping keluarga dilihat dari dua dimensi yaitu strategi koping penghematan pengeluaran dan penambahan pendapatan. Dukungan sosial tertinggi yang diterima keluarga berupa dukungan emosi. Dukungan instrumen merupakan dukungan yang paling jarang diterima keluarga contoh. Rata-rata kesejahteraan subyektif keluarga contoh tergolong rendah namun dilihat dari kesejahteraan obyekif, sebagian besar keluarga contoh tergolong sejahtera. Kesejahteraan Subyektif dipengaruhi oleh ukuran keluarga, pendapatan total, dan dukungan emosi. Kesejahteraan obyektif dipengaruhi oleh ukuran keluarga, pendidikan istri dan strategi koping penghematan pengeluaran.

Kata kunci: bencana, dukungan sosial, kesejahteraan, strategi koping

ABSTRACT

PUSPASARI. Coping Strategies, Social Support, and Families Welfare in Disaster-Prone Areas in Bandung Regency. Supervised by RETNANINGSIH and TIN HERAWATI.

Form of family’s defense to dealing with a difficult time is doing coping strategies. In addition, social support from people around could help families to achieve prosperity. This study aims to determine the coping strategies, social support and prosperity of families in disaster-prone areas in Bandung regency. Study site and sample selected purposively. A total sample of 200 families selected in district Rancabali and Kutawaringin, South Bandung Regency. Viewed as two dimensions family coping strategies are coping strategies to expenditure savings and additional revenue. The highest social support to the family was emotional support. Instrument support was the most rarely accepted to the family. The average of subjective prosperity of the families was low but viewed from the objective prosperity, most families belonging to prosperous. This showed that the prosperous family of the economy aspect was not always prosperous of the other aspects.


(4)

(5)

Daerah Rawan Bencana Alam, Kabupaten Bandung. Dibimbing oleh RETNANINGSIH dan TIN HERAWATI.

Propinsi Jawa Barat ditetapkan sebagai daerah dengan indeks kerawanan bencana tertinggi kedua setelah Jawa Tengah. Kejadian bencana alam menyebabkan masyarakat yang menjadi korban mengalami kondisi krisis dan miskin. Dampak bencana juga menyebabkan masyarakat mengalami perubahan kondisi yang menjadikan kelompok-kelompok tertentu di bawah garis kemiskinan dan juga turut melanggengkan kemiskinan yang kronis.

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui strategi koping, dukungan sosial, dan kesejahteraan keluarga di daerah rawan bencana Kabupaten Bandung. Tujuan khusus adalah (1) mengidentifikasi karakteristik keluarga, strategi koping, dukungan sosial, dan kesejahteraan keluarga di Kecamatan Rancabali dan Kutawaringin, (2) menganalisis hubungan karakteristik keluarga dengan strategi koping, dukungan sosial, dan kesejahteraan keluarga, (3) menganalisis hubungan dukungan sosial dengan strategi koping, (4) menganalisis pengaruh karakteristik keluarga, strategi koping, dan dukungan sosial keluarga terhadap kesejahteraan keluarga.

Disain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study. Lokasi penelitian di Kecamatan Kutawaringin dan Rancabali, Kabupaten Bandung. Sampel penelitian ini sebanyak 200 keluarga yang ditentukan secara purposive dengan kriteria keluarga yang pernah mengalami bencana dan tinggal di daerah rawan bencana serta bersedia untuk diwawancara. Pengumpulan data primer menggunakan alat bantu kuesioner. Analisis data meliputi uji deskriptif (karakteristik keluarga, strategi koping, dukungan sosial, dan kesejahteraan subyektif keluarga), uji regresi linear berganda (pengaruh karakteristik keluarga, strategi koping, dan dukungan sosial terhadap kesejahteraan keluarga), uji korelasi Spearman (menganalisis hubungan karakteristik keluarga dengan strategi koping, dukungan sosial, dan kesejahteraan subyektif; menganalisis hubungan variabel dukungan sosial dengan strategi koping; menganalisis hubungan strategi koping dan dukungan sosial dengan kesejahteraan obyektif), dan uji independen t-test (menguji perbedaan strategi koping, dukungan sosial, dan kesejahteraan keluarga di Kecamatan Rancabali dan Kutawaringin).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase tertinggi (70.5%) keluarga contoh termasuk dalam kategori keluarga kecil. Sebagian besar suami-istri berusia antara 18-40 tahun dengan rataan 38 tahun. Sebanyak 67.5 persen suami berpendidikan sampai SD begitu pula dengan istri sebanyak 70.0 persen berpendidikan sampai SD. Pekerjaan buruh merupakan pekerjaan utama yang paling banyak (47.0%) dilakukan suami, sedangkan tidak bekerja merupakan pekerjaan yang paling banyak (55.5%) dilakukan istri. Pendapatan per kapita sebagian besar keluarga contoh (41.0%) berkisar antara Rp 500.000 – Rp 1.000.000. Berdasarkan kepemilikan rumah, sebagian besar rumah merupakan milik sendiri (68.5%) dengan dinding berupa bambu (52.0%), atap genteng (98.0%) dan lantai berupa papan (45.5%). Sementara itu, televisi (88.0%) dan telepon genggam (71.0%) merupakan jenis aset terbanyak yang dimiliki keluarga contoh.

Dukungan sosial yang diterima sebagian besar keluarga contoh (62.0%) masuk dalam kategori tinggi. Persentase bentuk dukungan sosial tertinggi yang diterima keluarga contoh berupa dukungan emosi. Dukungan instrumen merupakan dukungan yang paling jarang diterima keluarga contoh. Strategi


(6)

dengan kondisi kesejahteraan obyektif dengan persentase tertinggi (63.0%) masuk dalam kategori tinggi.

Ukuran keluarga berhubungan positif dengan strategi koping total dan penambahan pendapatan. Karakteristik keluarga yang memiliki hubungan dengan kesejahteraan diantaranya ukuran keluarga, pendidikan suami-istri dan pendapatan total keluarga. Ukuran keluarga berhubungan negatif sedangkan pendidikan istri berhubungan positif dengan kesejahteraan obyektif. Dukungan sosial total berhubungan positif dengan strategi koping total. Pendidikan suami dan pendapatan total berhubungan negatif dengan strategi koping penghematan pengeluaran. Pendidikan istri juga berhubungan positif dengan dukungan emosi. Kesejahteraan subyektif dipengaruhi secara nyata oleh ukuran keluarga, pendapatan total, dan dukungan emosi, sedangkan kesejahteraan obyektif dipengaruhi secara nyata oleh ukuran keluarga, pendidikan istri, dan strategi koping penghematan pengeluaran.

Saran yang diberikan kepada berbagai pihak berdasarkan hasil penelitian ini yaitu perlu adanya dukungan sosial yang kuat dari berbagai pihak khususnya pada saat keluarga mengalami kondisi krisis akibat bencana, pemerintah perlu melakukan pengembangan program pelatihan terkait peningkatan perekonomian keluarga untuk memotivasi masyarakat agar lebih berdaya, produktif dan kreatif. Selain itu perlu diadakannya sosialisasi manfaat tanaman obat bagi keluarga karena belum banyaknya keluarga yang belum memanfaatkan tanaman obat sebagai alternatif peningkatan kesehatan keluarga. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pengembangan kajian kebencanaan dari aspek keluarga pada penelitian selanjutnya.


(7)

© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian dan seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.


(8)

KABUPATEN BANDUNG

PUSPASARI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

Pada

Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(9)

NIM : I24070039

Disetujui oleh

Ir. Retnaningsih, M.Si.

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Dr. Tin Herawati, S.P., M.Si.

Diketahui oleh

Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc.


(10)

SWT yang telah memberi petunjuk dan kekuatan selama proses penyelesaian skripsi. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian program DIKTI yang berjudul “Pengembangan Model Pemasaran Sosial Siaga Bencana di Daerah Rawan Gempa”. Setiap proses dalam menyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ir. Retnaningsih, M.Si. dan Dr. Tin Herawati, S.P., M.Si. sebagai dosen pembimbing yang telah bersabar membimbing dan memotivasi kepada penulis untuk terus berjuang meraih mimpi mencapai kelulusan.

2. Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc. sebagai ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen yang telah memberikan bantuan dan kebijaksanaannya sehingga penulis tetap bisa menempuh pendidikan sarjana di IPB.

3. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc. sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberi banyak inspirasi hidup kepada penulis. 4. Prof. Dr. Ir. Euis Sunarti, M.S. dan Megawati Simanjuntak S.P., M.Si.

sebagai dosen penguji ujian skripsi yang telah memberikan banyak ilmu. 5. Terimakasih kepada tim dosen dalam penelitian Stranas DIKTI (Dr. Ir.

Diah Krisnatuti, Ir. Retnaningsih, M.Si., dan Irni Rahmayani Johan, S.P., MM) yang telah membantu dan memfasilitasi dalam penelitian ini.

6. Yayasan Karya Salemba Empat dan Ibu Wiwik yang telah memberi dukungan secara finansial maupun moral sehingga saya bisa menyelesaikan studi sebagai seorang sarjana.

7. Kedua orang tua, Ibu Mudiharyati dan almarhum Bapak Tugiyanto serta kakak kandung saya (Mugiyati, Wagiyanto, Teguh, Wenti, dan Budiyana) dalam memberikan semangat kepada saya untuk terus meraih mimpi. 8. Semua pihak yang membantu dalam proses penyusunan skripsi yang

tidak dapat disebutkan satu persatu.

Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan masa depan. Demikian skripisi ini disusun semoga bermanfaat.

Bogor, April 2013

Puspasari


(11)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Kejadian bencana alam di Indonesia dalam lima tahun terakhir ini mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut tidak hanya terbatas pada bencana yang disebabkan oleh alam, tetapi juga bencana sosial. Bencana alam sering terjadi sebagai efek kondisi geografis Indonesia yang berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik aktif yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik. Hal ini menimbulkan efek kebencanaan yang tinggi seperti gempa, longsor, dan letusan gunung merapi. Fakta yang diungkapkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tahun 2011 menyebutkan bahwa kejadian bencana di Indonesia selama tahun 2008 mengalami peningkatan sebesar 47 persen sedangkan tahun 2009 meningkat sebesar 50 persen.

Peningkatan di tingkat global hampir mencapai 350 persen khususnya dalam tiga dasawarsa terakhir, termasuk wilayah Indonesia. Peningkatan potensi tersebut khususnya menyangkut bencana hidrometeorologi (bencana yang diakibatkan oleh kondisi cuaca diantaranya banjir, tanah longsor, kekeringan, dan puting beliung). Selain menimbulkan korban jiwa, bencana alam juga menyebabkan keluarga harus mengungsi, mengalami kerusakan/kehilangan tempat tinggal, harta benda, dan fasilitas umum. Data kebencanaan menunjukkan adanya peningkatan jumlah korban dari tahun 2008 yang berjumlah 624 orang menjadi 2.611 orang di tahun 2009 (BNPB 2011).

Berdasarkan hasil interpretasi peta bencana wilayah, diperkirakan hampir dua pertiga wilayah Jawa Barat merupakan daerah rawan bencana. Pernyataan ini didukung oleh data dari BNPB tahun 2011 yang menyebutkan bahwa Propinsi Jawa Barat ditetapkan sebagai daerah dengan indeks kerawanan bencana tertinggi kedua setelah Jawa Tengah karena kondisi geografisnya terdiri dari rangkaian pegunungan yang membujur dari barat ke timur. Korban gempa dan tanah longsor di Jawa Barat tahun 2009 berjumlah sekitar 959 jiwa (BNPB 2011).

Dampak bencana memengaruhi berbagai aspek dalam sistem keluarga. Resiko bencana dari aspek ekonomi mengakibatkan keluarga kehilangan sumber mata pencaharian, kerusakan harta benda maupun kehilangan materi yang menjadi aset keluarga (Sunarti 2010). Korban bencana yang memiliki keterbatasan ekonomi jika tidak mendapatkan dukungan sosial, maka akan beresiko mengalami stres yang lebih tinggi dibanding keluarga yang mendapatkannya.


(12)

Stres yang dialami keluarga akibat bencana mendorong mereka untuk melakukan strategi koping sebagai bentuk pertahanan terhadap masalah. Hal yang berpengaruh terhadap strategi koping keluarga pasca bencana menurut Maryam (2007) diantaranya masalah stres dan keberadaan dukungan sosial. Jenis masalah dan tingkat stres akan menentukan jenis koping yang dilakukan oleh keluarga. Caplan dalam Friedman (1998) menyatakan keberadaan pendukung sosial merupakan strategi koping eksternal utama bagi keluarga. Masyarakat yang memiliki dukungan kuat baik dari segi ekonomi maupun sosial, akan lebih mampu mengatasi masalah yang menimpa dirinya. Menurut Maryam (2007) dukungan sosial yang diterima keluarga mendukung upaya keluarga dalam menyelesaikan masalah pasca bencana.

Kejadian bencana alam menyebabkan masyarakat yang menjadi korban menjadi terpuruk dan miskin. Dampak bencana alam menyebabkan masyarakat mengalami perubahan, dimana kelompok-kelompok tertentu berada di bawah garis kemiskinan dan juga turut melanggengkan kemiskinan yang kronis.

International Strategy for Disaster Reduction (ISDR) tahun 2009 menyatakan bahwa bencana menyebabkan gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat yang menyebabkan kerugian bagi kehidupan individu dan keluarga dari segi materi, ekonomi maupun lingkungan yang melampui kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri.

Salah satu indikator kemiskinan keluarga dapat dilihat dari tingkat kesejahteraannya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Tati (2004) menyimpulkan bahwa faktor ekonomi merupakan salah satu indikator untuk melihat kesejahteraan. Dampak bencana dari aspek ekonomi baik secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi kesejahteraan keluarga. Semakin rendah sosial ekonomi akan membuat keluarga semakin rentan dalam menghadapi bencana.

Perumusan Masalah

Bencana alam yang dialami masyarakat mengakibatkan keluarga mengalami dampak kerugian seperti korban jiwa, beban psikologis, kerusakan rumah, fasilitas umum, dan aset lainnya. Kejadian gempa bumi yang terjadi tahun 2009 mengakibatkan jumlah korban meninggal dan hilang sebanyak 1.330 jiwa. Korban yang menderita bahkan mengungsi mencapai 5 juta orang lebih. Propinsi Jawa Barat pada tahun 2009 menduduki urutan kedua kejadian


(13)

bencana terbesar yaitu sekitar 959 kejadian dengan jumlah korban yang menderita dan mengungsi terhitung lebih dari 200.000 jiwa (BNPB 2011). Selain itu Jawa barat merupakan daerah rawan bencana yang masuk kategori kerawanan tinggi. Wilayah Bandung menduduki rangking 3 nasional dalam indeks kerawanan tanah longsor.

Akhir-akhir tahun ini kejadian bencana dan kasus kemiskinan menjadi ancaman bagi keluarga Indonesia. Data BPS (2011) menunjukkan kemiskinan di Indonesia pada tahun 2011 mencapai 30 juta jiwa dan salah satu kota dengan jumlah penduduk miskin terbanyak ketiga berada di Propinsi Jawa Barat (4.700 orang). Penduduk Jawa Barat yang berjumlah sekitar 44 juta jiwa, sebanyak 28 juta bertempat tinggal di wilayah rawan bencana (BPS 2011). Wilayah Kabupaten Bandung yang terindikasi masuk dalam deretan daerah rawan bencana berada di wilayah bagian tengah dan selatan (BPLHD 2010).

Kabupaten Bandung termasuk daerah rawan bencana dengan jumlah korban terbanyak. Kecamatan yang masuk ke dalam kategori rawan bencana yaitu Kecamatan Rancabali dan Kutawaringin (BPBD 2011). Kedua kecamatan tersebut termasuk daerah yang dikelilingi tebing dengan indeks kelongsoran yang cukup rawan. Perbedaan kedua kecamatan tersebut dapat ditinjau dari keadaan geografisnya, dimana Rancabali merupakan kawasan yang didominasi perkebunan teh di bawah naungan perusahaan milik negara sedangkan Kutawaringin merupakan daerah dataran tinggi dengan dominasi lahan pertanian hortikultura milik masyarakat.

Dampak bencana menimbulkan kekhawatiran akan kehidupan selanjutnya sehingga menjadi stressor bagi keluarga yang membuatnya rapuh. Antisipasi adanya hal tersebut mendorong keluarga memiliki strategi koping. Friedman (1998) menyatakan bahwa strategi koping keluarga merupakan perilaku positif yang dilakukan keluarga untuk memecahkan suatu masalah atau mengurangi stres yang diakibatkan oleh suatu peristiwa tertentu. Keluarga yang dapat melakukan koping dengan baik akan berdampak positif terhadap keberfungsian keluarga.

Data kejadian bencana wilayah Bandung menunjukkan banyaknya korban dan kerugian yang memberi dampak pada keluarga. Kejadian tersebut berpengaruh terhadap perubahan sistem dalam keluarga. Selain itu, dampak bencana juga menembus kehidupan mikro tingkat keluarga, mengganggu keberfungsian serta pencapaian kesejahteraan keluarga (Sunarti 2007). Dampak


(14)

dari semua gangguan ini tergantung dari seberapa besar ancaman yang ada (Puspitawati 2012). Utomo (1998) dalam Khasanah (2010) menyatakan bahwa akibat yang ditimbulkan dari bencana alam dapat mengganggu keseimbangan dan stabilitas ekonomi dan mempengaruhi kesejahteraan keluarga.

Kondisi sosial ekonomi dan daya juang dalam menghadapi situasi sulit pasca bencana, menjadi penguat bagi keluarga untuk tetap menjalankan fungsi dan mencapai tujuan hidupnya. Selain itu, keberadaan dukungan sosial dari berbagi pihak sangat dibutuhkan untuk membantu keluarga mencapai tujuan akhirnya yaitu kesejahteraan. Berdasarkan permasalahan tersebut, menarik bagi peneliti untuk mengetahui beberapa hal terkait strategi koping, dukungan sosial dan kesejahteraan keluarga yang berada di daerah rawan bencana diantaranya:

1. Bagaimanakah karakteristik keluarga di daerah rawan bencana? 2. Bagaimanakah strategi koping keluarga yang mengalami bencana

dan tinggal di daerah rawan bencana?

3. Seberapa besar dukungan sosial yang diperoleh keluarga untuk tetap bertahan dalam situasi tersebut?

4. Bagaimanakah hubungan karakteristik keluarga contoh dengan strategi koping, dukungan sosial, dan kesejahteraan keluarga?

5. Bagaimanakah pengaruh karakteristik, dukungan sosial, dan strategi koping terhadap kesejahteraan keluarga?

Tujuan Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan menganalisis strategi koping, dukungan sosial, dan kesejahteraan keluarga di daerah rawan bencana, Kabupaten Bandung.

Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik keluarga, strategi koping, dukungan sosial, dan kesejahteraan subyektif dan obyektif keluarga di Rancabali dan Kutawaringin 2. Menganalisis hubungan karakteristik keluarga dengan strategi koping,

dukungan sosial, dan kesejahteraan subyektif dan obyektif keluarga 3. Menganalisis hubungan strategi koping dengan dukungan sosial

4. Menganalisis pengaruh karakteristik keluarga, strategi koping, dan dukungan sosial terhadap kesejahteraan subyektif dan obyektif keluarga


(15)

Manfaat Penelitian

Kajian mengenai strategi koping, dukungan sosial, dan kesejahteraan keluarga di daerah rawan bencana ini diharapkan dapat menguatkan informasi dan sebagai bahan masukan bagi pemerintah maupun institusi dalam merumuskan kebijakan khususnya terkait strategi koping, dukungan sosial, dan kesejahteraan keluarga pasca bencana. Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan pengembangan ilmu pengetahuan dan keilmuan khususnya dibidang keluarga serta menjadi masukan bagi penelitian sejenis berikutnya.


(16)

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Keluarga Korban Bencana Alam

Menurut Mattessich dan Hill (Zetlin et al., 1995) keluarga merupakan suatu kelompok yang berhubungan dengan kekerabatan, tempat tinggal, dan hubungan emosional yang sangat dekat yang memperlihatkan empat hal yaitu hubungan intim, memelihara batasan-batasan terseleksi, mampu untuk beradaptasi dengan perubahan dan memelihara identitas sepanjang waktu dan memelihara tugas-tugas keluarga. Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 1994 dan UU no 10 tahun 1992 menjelaskan bahwa keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Keluarga sebagai sebuah sistem sosial mempunyai tugas dan fungsi agar sistem tersebut berjalan.

Kondisi geografis di Indonesia yang menjadi tempat pertemuan empat lempeng tektonik mengakibatkan negara tersebut mengalami peningkatan kejadian bencana alam. Menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BPPN) tahun 2006, bencana dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti kondisi geografis, geologis, iklim, maupun faktor-faktor lain seperti keragaman sosial, budaya, dan politik. Bencana juga merupakan sebuah peristiwa yang terjadi karena bertemunya ancaman dari luar terhadap kehidupan manusia dan kerentanan, yaitu kondisi yang melemahkan masyarakat untuk menangani bencana yang berdampak negatif pada manusia dan lingkungannya serta adanya ketidakmampuan masyarakat untuk menanggulanginya (IDEP 2007).

Korban bencana adalah perorangan, keluarga atau kelompok masyarakat yang menderita baik secara fisik, mental maupun sosial ekonomi akibat terjadinya bencana alam atau musibah lainnya yang menyebabkan mereka mengalami hambatan dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya (Anonim 2012). Dampak sosial ekonomi yang diakibatkan oleh suatu bencana meliputi dampak makro ekonomi fiskal; mata pencaharian, pekerjaan dan penghasilan; serta dampak sosial (BNPB 2011). Sadisun (2007) menyatakan bencana alam dapat menimbulkan kerugian dan penderitaan bagi korban sebagai akibat perpaduan bahaya alam dan kompleksitas permasalahan lainnya.

Dampak bencana mempengaruhi berbagai aspek dalam keluarga yaitu aspek sosial, psikologi, dan ekonomi (Sunarti 2010). Dampak psikologis berkaitan dengan perubahan kondisi emosi, tingkah laku, dan cara berfikir/kemampuan memecahkan masalah sehingga menyebabkan stres dan


(18)

trauma. Dampak dari aspek ekonomi adalah kehilangan dan kerusakan materi serta kemampuan mencari nafkah. Sunarti (2009) menyatakan strategi ekonomi yang dilakukan keluarga sebatas bertahan hidup dalam kondisi ekonomi yang krisis.

Strategi Koping Pengertian Strategi Koping

Strategi koping mengacu pada usaha spesifik dalam bentuk tingkah laku atau kondisi psikologis yang digunakan untuk mengatasi kondisi berbahaya, mengancam, dan mengurangi/meminimalisasi keadaan yang membuat seseorang tertekan (Taylor 1991, diacu dalam Smet 1994). Koping merupakan proses yang melibatkan respon kolektif kognitif, emosi, dan perilaku keluarga. Penentu utama keluarga mampu menanggulangi kondisi stres adalah makna peristiwa yang terjadi pada keluarga dan individu-individu yang ada di dalamnya (Boss 1987) diacu pada Zeitlin et al. (1995).

Sunarti (2010) menyebutkan faktor yang menentukan strategi mana yang paling banyak atau sering digunakan sangat tergantung pada kepribadian seseorang dan sejauh mana tingkat stres dari kondisi yang dialami. Faktor-faktor yang mempengaruhi strategi koping individu diantaranya kesehatan, keyakinan atau pandangan positif, keterampilan memecahkan masalah, keterampilan sosial, dan dukungan sosial.

Dalam hal stres terdapat delapan strategi koping terpisah yang dipercaya sebagai tindakan individu pada berbagai situasi stres. Menurut Folkman dan Lazarus (1984), kedelapan hal tersebut meliputi konfrontasi, mencari dukungan sosial, merencanakan pemecahan masalah, pengendalian diri, menerima tanggung jawab, jarak, penilaian positif, dan melarikan diri atau menghindar.

Koping merupakan bagian penting yang membuat keluarga dapat beradaptasi untuk bertahan hidup. Oleh karena itu, setiap keluarga harus memiliki kreativitas dalam mencari strategi yang efektif dalam mengelola situasi. Sumberdaya keluarga, strategi koping, dan proses dinilai menyediakan fondasi untuk membantu keluarga dalam adaptasi dan pencapaian kesejahteraan yang lebih tinggi (Jones 2003).

Proses dan strategi koping keluarga menurut Jones (2003) adalah bagian penting membuat keluarga dapat beradaptasi untuk bertahan hidup khususnya ketika mendapatkan musibah. Persepsi dan penanganan keluarga terhadap masalah melalui berbagai sumberdaya dan strategi koping penting bagi


(19)

keberhasilan keluarga dalam menangani tuntutan yang ada (Syahrini 2010). Lazarus dan Folkman (1984) mengatakan bahwa keadaan stres yang dihadapi seseorang akan menimbulkan efek yang kurang menguntungkan baik secara fisiologis maupun psikologis. Dalam menghadapi situasi tersebut individu melakukan tindakan untuk mengatasinya yang biasa disebut dengan strategi koping. Strategi koping sering dipengaruhi oleh latar belakang budaya, pengalaman dalam menghadapi masalah, faktor lingkungan, kepribadian, konsep diri, faktor sosial, dan lain-lain (Maryam 2007).

Dari beberapa pengertian koping di atas, dapat disimpulkan bahwa koping merupakan (1) respon perilaku dan fikiran terhadap stres; (2) penggunaan sumber yang ada pada diri individu atau lingkungan sekitarnya; (3) pelaksanaannya dilakukan secara sadar oleh individu dan (4) bertujuan untuk mengurangi atau mengatur konflik-konflik yang timbul baik internal maupun eksternal sehingga kehidupan menjadi lebih baik. Perilaku koping juga dapat dikatakan sebagai transaksi yang dilakukan individu untuk mengatasi atau mengurangi berbagai tuntutan sebagai sesuatu yang membebani dan mengganggu kelangsungan hidupnya.

Dampak akibat bencana menimbulkan stres bagi sebagian korban. Stres tersebut dipicu oleh hilangnya jiwa, harta, maupun aset ekonomi yang menopang kebutuhan hidupnya selama ini. Kapabilitas keluarga dalam menanggapi goncangan dan tekanan merupakan aspek penting dalam kemampuan kelurga untuk bertahan. Secara teoritis, aspek ini didasarkan pada teori strategi koping yang dikelompokkan menjadi strategi yang berkaitan dengan ekonomi dan non-ekonomi.

Lazarus dan Folkman (1984) menyebutkan bahwa strategi koping manusia dalam menghadapi stress terdiri dari strategi koping fokus pada masalah dan strategi koping focus pada emosi. Strategi yang berkaitan dengan ekonomi menurut Puspitawati (1998) membagi menjadi strategi pasif dalam hal penghematan pengeluaran dan strategi aktif berupa penambahan pendapatan. Secara teori, keluarga yang tidak memiliki pendapatan yang mencukupi kebutuhan hidupnya dapat mencoba untuk mengurangi tekanan ekonomi dengan melakukan satu atau lebih strategi diatas. Keluarga dapat mengurangi kebutuhan atau tuntutan dengan penghematan pada konsumsi dan atau berupaya untuk meningkatkan pendapatan keluarga melalui perubahan pekerjaan (Conger et al. 1990). Jenis strategi koping mana yang akan digunakan dan bagaimana


(20)

dampaknya sangat tergantung pada jenis stres atau masalah yang dihadapi. Menurut Coper dan Payne (1991) menyebutkan bahwa dalam menyelesaikan masalah, individu tidak hanya melakukan satu strategi koping saja melainkan beberapa strategi koping yang dianggap tepat dan sesuai dengan permasalahn yang dihadapi.

Sumberdaya koping dapat diartikan segala sesuatu yang dimiliki keluarga baik bersifat fisik dan non fisik untuk membangun perilaku koping. Dalam strategi koping penting adanya sumberdaya koping yang berfungsi sebagai bahan individu dalam menghadapi stres dan ketahanan individu dalam menghadapi berbagai efek stres yang merugikan. Sumberdaya koping tersebut bersifat subyektif dan relatif sehingga perilaku koping bisa bervariasi pada setiap orang. Lazarus dan Folkman (1984) mengatakan bahwa cara seseorang atau keluarga melakukan strategi koping bergantung pada sumber daya yang dimiliki.

Dukungan Sosial

Kaplan et al. (1977) dalam Cutrona (1996) mendefinisikan dukungan sosial pemenuhan kebutuhan dasar orang lain oleh seseorang untuk mencapai kesejahteraan. Amstrong, Bernie, dan Ungar (2005) diacu dalam Gottileb (1985) mendefinisikan dukungan sosial sebagai informasi atau saran, bantuan nyata, atau tindakan berbentuk verbal dan non-verbal yang ditawarkan oleh komunitas sosial, atau disimpulkan sebagai kehadiran komunitas sosial yang mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku pada penerima.

Cutrona (1996) mengemukakan bahwa jaringan sosial merupakan sumber potensial dari dukungan sosial. Amstrong, Bernie, dan Ungar (2005) menambahkan bahwa teori dukungan sosial mengemukakan dua model utama, yaitu efek utama (The main effect) dan efek penyangga (the buffering effect) untuk menjelaskan hubungan atau jalur antara dukungan sosial dan kesejahteraan. Model efek utama menjelaskan bahwa integrasi dan pengakaran sosial mempunyai pengaruh positif pada kondisi kesejahteraan atau orang yang sedang tidak pada kondisi tertekan. Model efek penyangga mengemukakan bahwa dukungan sosial melindungi individu dari efek stres yang berbahaya, setidaknya ada dua titik waktu yang telah diidentifikasi yaitu antara stres dengan ketertekanan dan antara stres dengan dampak kesehatan fisik atau mental.

Dukungan sosial dapat diperoleh dari berbagai pihak baik teman, kerabat, keluarga, asosiasi kerja, kelompok sosial, dan jaringan formal lainnya. Cutrona (1996) menyampaikan bahwa teman dan keluarga berperan dalam memberikan


(21)

dukungan paling optimal saat individu membutuhkan. Bentuk dukungan sosial menurut Kaplan et al. (1977) dalam Cutrona (1996) membagi bentuk dukungan sosial menjadi empat yaitu dukungan emosi, dukungan instrumen, dukungan informasi, dan dukungan penghargaan. Sarafino (1996) diacu dalam Tati (2004) memaparkan bentuk dukungan tersebut sebagai berikut:

A. Dukungan emosi

Ungkapan kasih sayang dan ekspresi yang diberikan orang-orang disekitar individu merupakan bentuk dukungan emosi itu sendiri. Menurut Weiss, Cutrona & Russel, 1987; Witty et al. 1992 diacu dalam Tati (2004) adanya dukungan emosi, individu merasa dapat mencurahkan perasaan dan suasana hatinya pada seseorang yang dapat membuatnya merasa aman dan percaya. Miroesky & Ross 1989 diacu dalam Tuner (1983) menyatakan bahwa perhatian dan dukungan emosi yang mendalam membantu individu dapat mencurahkan perasaanya yang akan membuatnya memiliki kesehatan mental yang baik dan mendukung kesejahteraan yang ingin dicapainya.

Safarino (1996) menyampaikan bahwa emosi yang diekspresikan seeorang melibatkan rasa empati dan perhatian terhadap individu sehingga individu tersebut merasa diperhatikan dan dicintai. Bentuk dukungan ini berupa perilaku memberikan empati dan perhatian serta bersedia menjadi pendengar yang baik bagi orang lain yang sedang mencurahkan perasaannya. Dukungan ini biasanya diperoleh dari orang-orang disekitar individu yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam kehidupan individu tersebut.

B. Dukungan Instrumen

Merupakan bentuk dukungan yang memberikan bantuan secara langsung baik bersifat finansial maupun bantuan dalam mengerjakan pekerjaan tertentu (Sarafino 1996) atau penyediaan fasilitas yang dibutuhkan untuk dapat meringankan pekerjaan

.

Dukungan instrumen juga dapat diberikan dalam bentuk materi maupun jasa misalnya berupa uang, barang kebutuhan sehari-hari atau bantuan tenaga seperti memberikan pinjaman alat transportasi, uang, barang maupun meyediakan waktu dan tenaga untuk mengasuh anak (Borgatta 1992). C. Dukungan Informasi

Bentuk dukungan yang diperoleh individu berupa informasi atau pengetahuan yang berhubungan dengan masalah yang sedang dihadapi. Dukungan ini meliputi memberikan nasehat, petunjuk, masukan atau penjelasan


(22)

bagaimana seseorang bersikap. Dukungan ini diperoleh melalui berbagi pengalaman antar individu sehingga memberi pelajaran individu dalam bertindak. D. Dukungan Penghargaan

Dukungan ini biasa dikenal dengan dukungan berupa penghargaan maupun penilaian berupa penilaian yang positif, penguatan (pembenaran) untuk melakukan sesuatu, maupun penghargaan atas apa yang telah dilakukannya (Cutrona 1996). Dukungan ini bisa diberikan dalam bentuk pujian, penilaian postif maupun kritikan dan masukan yang membangun untuk kebaikan orang yang memberikan dukungan.

Dukungan sosial yang diterima keluarga diperoleh dari berbagai sumber dukungan sosial. Secara operasional, Tati (2004) membagi sumber dukungan sosial kedalam dua golongan, yaitu:

1. Sumber dukungan informal

- Sumber dukungan individu misalnya dari suami/istri, tetangga, saudara, teman. Dukungan yang diperoleh berupa dukungan emosi, instrumen dan informasi.

- Sumber dukungan kelompok misalnya berasal dari kelompok-kelompok sosial seperti PKK, karang taruna, komunitas tertentu dan BKB.

2. Sumber dukungan formal

- Dukungan dari pihak professional misalnya psikiatri, psikolog, spesialis atau yang lain.

- Dukungan dari pusat pelayanan seperti rumah sakit, panti sosial, atau lembaga pelayanan lainnya.

Keluarga merupakan sumber dukungan yang utama karena keluarga memiliki fungsi-fungsi dukungan tertentu yang tidak berubah maupun digantikan oleh orang lain. Purnomosari (2004) menyatakan bahwa dukungan sosial yang positif akan membuat ibu dapat melaksanakan tugas dan peranannya dengan perasaan aman dan nyaman dalam mengelola rumah tangga.

Kesejahteraan

Kesejahteraan sering diartikan secara luas yaitu sebagai kamakmuran, kebahagiaan, dan kualitas hidup manusia baik pada tingkat individu atau kelompok keluarga dan masyarakat. Kesejahteraan dapat dijadikan indikator untuk mengukur kemiskinan yang terjadi dalam masyarakat. Pengukuran kemiskinan di Indonesia sampai saat menjadi fokus pemerintah dalam mencapai kesejahteraan masyarakat. Terdapat berbagai pendekatan untuk mengukur


(23)

kemiskinan, namun tidak ada satu pun yang sempurna dan bisa menjadi standar umum.

Terdapat tiga model untuk mengukur kemiskinan diantaranya model tingkat konsumsi, model kesejahteraan keluarga dan model pembangunan manusia. Model tingkat konsumsi merupakan model yang digunakan oleh BPS dalam menentukan kemiskinan di Indonesia. Model kesejahteraan merupakan model yang digunakan BKKBN dengan menentukan tahapan kesejahteraan masyarakat sedangkan model pembangunan manusia merupakan model yang digunakan United Nation Development Program (UNDP) dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Mengukur kesejahteraan dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu pendekatan obyektif dan subyektif.

A. Kesejahteraan Obyektif

Kesejahteraan diukur melalui fakta-fakta tertentu yang dapat diamati secara ekonomi, sosial dan statistik lingkungan. Kesejahteraan obyektif diukur secara tidak langsung menggunakan ukuran ordinal. Dengan kata lain, tingkat kesejahteraan masyarakat diukur dengan pendekatan yang baku seperti pengukuran kesejahteraan yang dilakukan oleh Badan koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Ukuran yang dapat dijadikan patokan kesejahteraan obyektif keluarga menurut Badan Pusat Statistik yaitu dengan melihat pendapatan perkapita perbulan keluarga yang diukur berdasarkan Garis Kemiskinan (GK). Pendapatan dan variabel sosial-ekonomi lain dapat menjadi variabel penjelas yang nyata bagi kesejahteraan seseorang namun tidak untuk setiap orang.

Menurut Rojas (2004) diacu dalam Simanjuntak (2010) bahwa kesejahteraan yang hanya diukur berdasarkan pendapatan dan indikator sosial ekonomi lainnya dinilai kurang tepat. Kelompok masyarakat hanya diukur secara rata-rata dengan patokan tertentu, baik ukuran ekonomi, sosial maupun ukuran lainnya tanpa melihat penilaian pribadi individu terhadap kesejahteraan itu sendiri. Oleh karena itu, terdapat pendekatan lain dalam mengukur kesejahteraan yaitu dengan pendekatan subyektif yang menilai kesejahteraan berdasarkan kebutuhan kesenangan individu dan kebahagiaan/kepuasan hidup. B. Kesejahteraan Subyektif

Miligan et al. (2006) diacu dalam Sunarti et al. (2009) menyatakan kesejahteraan dengan pendekatan subyektif diukur dari tingkat kebahagiaan dan kepuasan yang dirasakan oleh diri sendiri bukan orang lain. Namun secara


(24)

operasional, menurut Campbell, Convers dan Rogers dalam Sumarwan dan Hira (1993) diacu dalam Sunarti et al. (2009), variabel kepuasan merupakan indikator yang lebih baik dibandingkan variabel kebahagiaan karena dapat lebih mudah melihat gap antara aspirasi dan tujuan yang ingin dicapai. Dalam ilmu psikologi, konsep kebahagiaan memiliki makna yang lebih sempit dibandingkan kesejahteraan secara subyektif. Bruni dan Porta (2007,p. xviii) dalam conceição dan Bandura (2008) diacu dalam Simanjuntak (2010) membagi indikator kesejahteraan subyektif menjadi empat komponen, yaitu:

1. Emosi yang menyenangkan 2. Emosi yang tidak menyenangkan 3. Penilaian hidup secara menyeluruh

4. Domain kepuasan (perkawinan, kesehatan, kesenangan, dan lain-lain)

Kesejahteraan secara subyektif menggambarkan evaluasi individu terhadap kehidupannya yang mencakup kebahagiaan, kondisi emosi, dan kepuasan hidup. Kebahagiaan merupakan hasil dari keseimbangan antara pengaruh positif dan negatif sedangkan kepuasan merupakan jarak yang dirasakan seorang individu dari aspirasinya. Dari berbagai konsep dan hasil penelitian tentang kesejahteraan, keluarga memiliki pandangan tersendiri dalam mengartikan kesejahteraan. Syarif & Hartoyo (1993) menyatakan bahwa suatu keluarga walaupun tinggal di bawah garis kemiskinan mungkin akan merasa sejahtera karena merasa lebih bersyukur kepada Tuhannya atas apa yang telah dia dapatkan selama ini.

Kajian Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang keluarga korban bencana telah dilakukan oleh para peneliti di Indonesia. Penelitian yang berkaitan dengan hal tersebut dilakukan oleh Khasanah pada tahun 2011. Penelitian tersebut dilakukan pada keluarga korban bencana longsor di Kabupaten Bogor dengan melihat aspek permasalahan, kelentingan dan strategi koping. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 100 orang yang diambil secara proportional random sampling. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa masalah terbesar yang dihadapi oleh keluarga korban bencana yaitu masalah pangan, tempat tinggal, pendapatan dan pekerjaan. Kelentingan keluarga akibat bencana tergolong tinggi karena adanya pemaknaan kondisi krisis dan membentuk pola organisasi keluarga yang tinggi pula. Penelitian ini menggunakan dimensi fokus masalah dan emosi dalam


(25)

menganalisis strategi koping keluarga. Penelitian tersebut menyatakan bahwa dalam koping fokus masalah keluarga banyak melakukan upaya mencari dukungan dari pihak luar, merubah keadaan menjadi lebih baik dan merubah keadaan yang dapat menggambarkan tingkat resiko yang diambil. Strategi koping fokus emosi yang paling banyak dilakukan yaitu menciptakan situasi dan makna positif dari kejadian yang dialami dan menyesuaikan diri dengan keadaan yang dialami.

Penelitian terkait strategi koping dan dukungan sosial pasca bencana dilakukan oleh Yang et al. (2010) di Cina. Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif menggunakan metode path analysis dengan intervensi dari menggunakan aspek psikologi. Penelitian dilakukan pada remaja SMA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam situasi stres, seseorang membutuhkan dukungan sosial dan perlu upaya strategi koping dalam menghadapi situasi tersebut. Strategi koping yang paling banyak dilakukan yaitu strategi fokus pada emosi.

Chao dan Chu (2011) meneliti manajemen stres dan memelihara ketenangan diri ditinju dari aspek dukungan sosial dan koping strategi. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 459 orang dengan obyek mahasiswa sebagai responden penelitiannya. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu dukungan sosial total berhubungan dengan stres dan tenang. Strategi koping fokus pada masalah lebih bisa mengatasi stres dibandingkan seseorang yang memilih menghindari masalah. seseorang yang memilih jalan menghindari masalah dan mendapatkan dukungan yang rendah lebih rentan merasa stres dan merasa tidak bahagia.

Fitriani (2009) melakukan penelitian dengan obyek keluarga nelayan di daerah rawan bencana. Penelitian tersebut menganalisis variabel dukungan sosial dan ketahanan keluarga nelayan yang tinggal di daerah rawan bencana. Total contoh sebanyak 80 keluarga dipilih secara proportional random sampling.

Hasil penelitian menyatakan bahwa dukungan sosial yang diterima keluarga dari keluarga, tetangga, dan pemerintah tergolong tinggi. Tinggiya dukungan yang diterima keluarga berhubungan dengan ketahanan keluarga yang semakin membaik. Selain itu, hasil penelitian tersebut juga menyatakan bahwa wanita yang semakin cukup umur ketika menikah, maka akan memiliki tingkat ketahanan keluarga yang semakin baik.


(26)

meneliti dukungan sosial dan kesejahteraan keluarga nelayan di daerah rawan bencana. Contoh dalam penelitian ini sebanyak 80 keluarga. Hasil penelitian menyatakan bahwa dukungan keluarga dan tetangga termasuk kategori tinggi, namun dukungan yang berasal dari pemerintah masuk kategori rendah bagi nelayan buruh. Aspek kesejahteraan menunjukkan bahwa ketika nelayan yang mengalami krisis (paceklik) memiliki kondisi kesejahteraan yang sangat miskin.

Sunarti et al. (2010) meneliti terkait indikator kerentanan keluarga petani dan nelayan untuk mengurangi resiko bencana di sektor pertanian. Penelitian tersebut dilakukan di Indramayu selama tiga tahun. Hasil penelitian dari aspek strategi koping menunjukkan bahwa tindakan yang paling banyak dilakukan keluarga nelayan ketika kerentanan terjadi yaitu strategi koping penghematan pengeluaran diantaranya berupa tindakan mengurangi konsumsi pangan, melewati hari-hari tanpa makan dan mencari makanan yang lebih murah.

Berdasarkan uraian di atas, persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada obyek yang diteliti yaitu keluarga korban bencana. Hal yang membedakan dari penelitian sebelumnya terletak pada mata pencaharian contoh yang diteliti dalam penelitian ini yaitu mayoritas sebagai buruh tani.


(27)

KERANGKA PEMIKIRAN

Siklus kehidupan manusia termasuk keluarga terkadang mengalami peristiwa atau keadaan yang tidak menyenangkan yang menjadi sumber tekanan (stressor). Salah satu sumber stressor yaitu ketika keluarga terkena dampak musibah bencana alam. Keadaan tersebut menjadi input eksternal negatif yang menjadikan keluarga harus melakukan strategi koping sebagai bentuk adaptasi untuk bertahan hidup. Selain mengalami tekanan/stres, dampak bencana alam juga berkaitan dengan penurunan kondisi fisik, sosial, dan ekonomi yang akan mempengaruhi kualitas hidup keluarga. Sunarti (2009) menyatakan bahwa ketangguhan bangsa dan masyarakat terhadap bencana dapat dilihat dengan menganalisis dan mengidentifikasi kerentanannya (vulnerability). Ketangguhan tersebut menunjukkan kemampuan seseorang dalam mengembangkan mekanisme koping (Sunarti 2007).

Keluarga yang sejahtera adalah keluarga yang kuat dan sukses dalam mengatasi berbagai masalah. Pemilihan strategi koping individu bagi individu tergantung dari masalah yang dihadapi dan bentuknya berbeda antara satu dengan yang lainnya. Cooper dan Payne (1991) menyatakan bahwa individu tidak hanya menggunakan satu strategi koping saja melainkan beberapa strategi yang dinilai tepat dan sesuai dengan dirinya. Dampak bencana yang berpengaruh terhadap berbagai aspek baik ekonomi, sosial, maupun psikologis mendorong keluarga melakukan strategi koping.

Puspitawati (2012) mengelompokkan strategi koping keluarga menjadi dua yaitu strategi penghematan pengeluaran (Cutting-back expenses) dan strategi penambahan pendapatan (Income generating strategy). Selain strategi koping, juga dilihat bentuk dukungan sosial yang diterima keluarga pasca terjadinya bencana dan pengaruhnya terhadap kesejahteraan keluarga. Cutrona (1996) menyebutkan bentuk-bentuk dukungan sosial meliputi dukungan emosi, instrumen, informasi, dan penghargaan. Bentuk dukungan yang diberikan kepada keluarga korban bencana meliputi dukungan emosi, instrumen, dan informasi. Ditinjau dari perolehan dukungan, sumber dukungan tersebut berasal dari keluarga, masyarakat, lembaga sosial kemasyarakatan, dan pemerintah dalam bentuk dukungan emosi, instrumen, dan informasi.


(28)

Gambar 1 Kerangka pemikiran Dukungan sosial

 Dukungan emosi  Dukungan instrumen  Dukungan informasi

Kesejahteraan keluarga

- Kesejahteraan keluarga subyektif

- Kesejahteraan keluarga obyektif Strategi koping keluarga  Strategi penghematan pengeluaran  Strategi penambahan pendapatan

Stres akibat dampak bencana

Bencana alam Karakteristik Sosial

Ekonomi Keluarga:  Usia suami-istri  Ukuran keluarga  Pendidikan suami-istri  Pekerjaan suami-istri  Keadaan rumah  Kepemilikan aset  Pendapatan total per

bulan dan pendapatan per kapita per bulan

= garis hubung yang diteliti = variabel yang diteliti


(29)

METODE PENELITIAN

Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian

Disain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study yaitu pengamatan yang dilakukan satu kali pada satu waktu yang sama. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian program Strategi Nasional DIKTI yang berjudul “Pengembangan Model Pemasaran Sosial Siaga Bencana di Daerah Rawan Gempa” oleh Krisnatuti, Retnaningsih, dan Rahmayani pada tahun 2011-2012.

Kabupaten Bandung dipilih sebagai lokasi penelitian secara purposive

dengan pertimbangan bahwa kawasan tersebut termasuk daerah rawan bencana sebagai akibat adanya aktivitas pertemuan lempeng Indo-Australia dan Eurasia (Surono 2009). Secara geografis, Kecamatan Rancabali merupakan dataran rendah yang didominasi perkebunan teh milik pemerintah, sedangkan Kutawaringin merupakan dataran tinggi/perbukitan yang didominasi oleh pertanian hortikultura. Waktu penelitian dan penulisan skripsi dimulai dari Juni 2012 hingga April 2013.

Cara Pengambilan Contoh

Populasi penelitian ini adalah keluarga yang pernah mengalami bencana alam di Bandung. Penarikan contoh dilakukan secara purposive dengan kriteria keluarga yang pernah mengalami bencana dan tinggal di daerah rawan bencana serta bersedia untuk diwawancara. Mekanisme pengambilan contoh dapat dilihat pada Gambar 2.

Tahap pertama, wilayah penelitian dipilih secara purpossive dengan kriteria wilayah yang memiliki indeks rawan bencana tertinggi dan terdapat ratusan korban akibat bencana alam. Kecamatan Rancabali dan Kutawaringin dipilih sebagai lokasi penelitian karena menurut BPBD Kabupaten Bandung tahun 2012, daerah tersebut merupakan daerah dengan korban bencana terbanyak dan termasuk paling rawan terhadap bencana. Tahap kedua, dari masing-masing kecamatan dipilih secara purpossive dua desa yang memiliki korban bencana terbanyak dan memiliki titik bencana terparah. Desa yang dijadikan lokasi penelitian yaitu Desa Cipelah, Sukaresmi, Kutawaringin, Sukamulya. Tahap ketiga, setiap desa terpilih diambil contoh secara purpossive sebanyak 50 keluarga yang tercatat sebagai keluarga yang mengalami dampak bencana alam dengan tempat tinggal berada di daerah rawan bencana (longsor) dan bersedia diwawancara. Total contoh dalam penelitian ini sebanyak 200 keluarga.


(30)

Gambar 2 Mekanisme pengambilan contoh

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dengan kuisioner sebagai alat pengumpul data utama. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data karakteristik keluarga (usia, pendidikan, pekerjaan, kepemilikan aset, pendapatan per bulan dan pendapatan/kapita/bulan keluarga), strategi koping (strategi koping penghematan pengeluaran dan penambahan pendapatan), dukungan sosial (dukungan emosi, dukungan instrumen, dukungan informasi), dan kesejahteraan keluarga (kesejahteraan subyektif dan obyektif).

Kuesioner strategi koping yang digunakan diacu dari Puspitawati (1998) dengan nilai Cronbach alpha sebesar 0,820. Kuesioner dukungan sosial dikembangkan dari penelitian Tati (2004). Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa kuesioner dukungan sosial memiliki nilai Cronbach alpha sebesar 0,893. Kesejahteraan subyektif diukur menggunakan kuesioner yang diacu dari Puspitawati (2012) dengan nilai Cronbach alpha sebesar 0,847 sedangkan kesejahteraan obyektif dilihat dari penghasilan perkapita perbulan keluarga yang mengacu pada Garis Kemiskinan (GK) pedesaan Kabupaten Jawa Barat tahun 2011 sebesar Rp 209.777,0.

Data sekunder meliputi data potensi, kondisi geografis dan jumlah penduduk yang diperoleh dari kantor desa dimasing-masing kecamatan, data kondisi kebencanaan di Jawa Barat diperoleh dari BNPB dan data jumlah penduduk Jawa Barat diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS). Selain itu digunakan juga literatur-literatur berupa buku, artikel, jurnal, internet, yang

Kabupaten Bandung

Kecamatan Kutawaringin Kecamatan Rancabali

Desa Cipelah Desa Sukaresmi Desa Kutawaringin Desa Sukamulya

50 keluarga 50 keluarga 50 keluarga 50 keluarga


(31)

dikeluarkan oleh lembaga-lembaga terkait serta bahan pustaka yang diambil dari hasil penelitian sebelumnya. Data sekunder digunakan sebagai acuan dalam penelitian sehingga permasalahan yang diteliti dapat dipahami secara lebih mendalam.

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh diolah melalui proses editing, coding, scoring, entry, cleaning, dan analyzing. Editing meliputi pengecekan mengenai kelengkapan isi yang dapat diterima pada kuesioner serta konsistensi jawaban antara satu pertanyaan dengan pertanyaan lain. Coding dilakukan berupa penyusunan kode sebagai panduan entri dan pengolahan data. Sistem skoring dilakukan dengan menjumlahkan dan mengkategorikan dengan menggunakan teknik scoring. Entri data dilakukan setelah melakukan skoring yang dilanjutkan dengan cleaning

berupa pengecekan kesesuaian data. Data dianalisis secara deskriptif dan inferensial dengan menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solutions) for Windows versi 17.0.

Karakteristik keluarga meliputi usia, besar keluarga, tingkat pendidikan, pekerjaan, besar pendapatan keluarga/kapita/bulan, kepemilikan aset. Dukungan sosial dilihat dari perolehan dukungan emosi, instrumen, dan informasi yang diperoleh dari keluarga luas, tetangga, dan pemerintah. Kesejahteraan keluarga dilihat berdasarkan dua pendekatan yaitu kesejahteraan subyektif dan obyektif. Variabel, skala dan kategori skor data ditunjukkan oleh Tabel 1.

Sistem skoring pada seluruh variable dibuat konsisten yaitu semakin tinggi skor maka semakin tinggi kategorinya. Setelah itu dijumlahkan dan dikategorikan menggunakan teknik skoring secara normatif. Teknik ini digunakan untuk variabel dukungan sosial dan strategi koping. Berdasarkan Slamet (1993), interval kelas ditentukan menggunakan rumus sebagai berikut:

Interval Kelas (IK) = Skor Maksimum (SMa) - Skor Minimum (SMi) Jumlah kategori

Pengelompokan kategori adalah sebagai berikut: Rendah/Kurang = SMi sampai (SMi + IK)

Sedang = (SMi + IK)+1 sampai (SMi +2IK)


(32)

Tabel 1 Variabel data, skala data, dan kategori skor data Variabel Skala Data Kategori Data

Karakteristik keluarga

Usia Rasio Hurlock (1998):

Dewasa muda: 18-40 tahun Dewasa madya: 41-60 tahun Dewasa tua: >60 tahun

Besar keluarga Rasio BKKBN (2008):

Kecil : ≤ 4 orang Sedang: 5-7 orang Besar : ≥ 8 orang.

Tingkat Pendidikan Ordinal 1: Tidak sekolah

2: Tidak tamat SD 3: Tamat SD 4: Tamat SMP 5: Tamat SMA

6:Tamat diploma/ akademi/ sarjana

Pekerjaan Nominal 0. Tidak bekerja

1. Wiraswasta 2. PNS

3. Pegawai Swasta 4. Buruh 5: Pensiunan 6: Petani 7: Lainnya

Besar pendapatan keluarga/bln Rasio 1.< Rp 500.000

2.Rp 500.001-Rp 1.000.000 3. Rp 1.000.001-Rp 1.500.000 4. Rp 1.500.001-Rp 2.000.000 5. > Rp 2000.000

Kondisi rumah Nominal 1. Ya

0. Tidak

Kepemilikan aset Nominal 1. Ya

0. Tidak

Besar pendapatan/kap/bln Rasio Garis kemiskinan pedesaan,

Propinsi Jawa Barat (BPS 2011): 1. < Rp 209.777

2. Rp 209.777- Rp 419.554 3. Rp 419.555-629.331 4. > Rp 629.332

Dukungan sosial

Tati (2004)

Rendah : 0-33.3 % Sedang : 33.4-66.7 % Tinggi : 66.8-100% Dukungan Keluarga Luas

(emosi, instrumen, informasi)

Ordinal Dukungan Tetangga

(emosi, instrumen, informasi)

Ordinal Dukungan Pemerintah

(emosi, instrumen, informasi)


(33)

Tabel 1 Lanjutan

Variabel Skala Data Kategori Data Strategi koping (Puspitawati 1998)

Rendah : 0-33.3.% Sedang : 33.4-66.7 % Tinggi : 66.8-100% Strategi penghematan pengeluaran Ordinal

Strategi penambahan pendapatan Ordinal

Kesejahteraan

- Kesejahteraan subyektif Ordinal (Puspitawati 1998) 1) Tidak puas 2) Kurang puas 3) Puas

- Kesejahteraan obyektif Rasio Garis kemiskinan pedesaan,

Propinsi Jawa Barat (BPS 2011)

1. Tidak Sejahtera (< Rp 209.777)

2. Sejahtera (> Rp 209.777) Analisis statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Uji deskriptif digunakan berupa tabulasi silang dan rata-rata. Uji deskriptif

digunakan untuk mengetahui karakteristik keluarga, strategi koping, dukungan sosial, kesejahteraan subyektif dan obyektif keluarga.

2. Uji independent t-test untuk menguji signifikansi perbedaan strategi koping, dukungan sosial dan kesejahteraan keluarga berdasarkan perbedaan daerah yaitu Kecamatan Rancabali (daerah perkebunan teh milik pemerintah) dan Kutawaringin (daerah dataran tinggi dan didominasi pertanian hortikultura). 3. Uji korelasi Spearman digunakan untuk menganalisis hubungan karakteristik

keluarga dengan strategi koping, dukungan sosial, kesejahteraan subyektif dan obyektif; menganalisis hubungan antar variabel strategi koping, dan dukungan sosial; menganalisis hubungan strategi koping dan dukungan sosial dengan kesejahteraan keluarga.

4. Analisis regresi linear digunakan untuk mengetahui pengaruh karakteristik sosial ekonomi keluarga, stretegi koping, dan dukungan sosial terhadap kesejahteraan keluarga.


(34)

Definisi Operasional

Keluarga adalah susunan orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan darah atau adopsi, terdiri dari suami, istri, dan anak-anak serta anggota keluarga lainnya.

Responden adalah ibu dari keluarga korban bencana.

Keluarga korban bencana adalah susunan orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan darah atau adopsi, terdiri dari suami, istri, dan anak-anak serta anggota keluarga lainnya yang pernah mengalami kejadian bencana maupun yang terancam terhadap bencana longsor baik yang mengalami kerugian jiwa, kerusakan harta benda maupun dampak negatif pada psikologis.

Contoh adalah keluarga korban bencana longsor maupun yang tinggal di daerah rawan longsor yang menjadi sampel dalam penelitian ini.

Karakteristik keluarga adalah ciri-ciri yang dimiliki oleh masing-masing keluarga seperti usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, jumlah anggota keluarga, kepemilikan aset, pendapatan, dan pengeluaran keluarga.

Usia adalah lama hidup anggota keluarga yang dialami sampai pada saat penelitian ini dilakukan.

Tingkat pendidikan adalah pendidikan formal terakhir yang ditempuh oleh suami-istri.

Besar keluarga adalah banyaknya jumlah anggota keluarga yang tinggal bersama dalam satu rumah.

Jumlah kepemilikan aset adalah kekayaan yang dimiliki keluarga berupa kepemilikan tanah/lahan, kendaraan, rumah, hewan ternak dan barang elektronik.

Pendapatan total keluarga per bulan adalah total pemasukan yang diperoleh suami, istri, anak serta keluarga lainnya ditambah sumber pemasukan lain selain itu (misalnya BLT, raskin, PKH) yang dinyatakan dalam rupiah per bulan.

Pendapatan per kapita rata-rata keluarga adalah penghasilan yang diperoleh keluarga dari seluruh anggota keluarga baik dari pekerjaan utama maupun pekerjaan tambahan yang dikonversikan per bulan dibagi jumlah anggota keluarga yang dinyatakan dalam rupiah per kapita per bulan.


(35)

Strategi koping keluarga adalah respon perilaku yang digunakan keluarga untuk memecahkan masalah yang dihadapi keluarga untuk mengurangi stres yang diakibatkan oleh kejadian tertentu.

Dukungan sosial adalah bantuan yang diperoleh keluarga contoh dari keluarga luas, tetangga dan pemerintah dalam bentuk dukungan emosi, instrumen, dan informasi.

Dukungan sosial keluarga luas adalah persepsi dukungan dalam bentuk emosi, instrumen dan informasi yang diterima keluarga dari keluarga besarnya baik keluarga besar dari suami maupun istri.

Dukungan sosial tetangga adalah persepsi dukungan yang berasal dari tetangga tempat keluarga tinggal yang diwujudkan dalam bentuk emosi, instrumen dan informasi kepada keluarga didaerah rawan bencana longsor.

Dukungan sosial pemerintah adalah persepsi dukungan yang diterima keluarga di daerah rawan longsor yang berasal dari lembaga sosial maupun pemerintah melalui aparat desa dan kelurahan.

Dukungan emosi adalah dukungan dalam bentuk perhatian, ungkapan kasih sayang, dan ekspresi yang diberikan orang-orang di sekitar keluarga contoh.

Dukungan instrumen adalah bantuan secara langsung baik bersifat finansial maupun bantuan dalam mengerjakan pekerjaan tertentu atau penyediaan fasilitas yang dibutuhkan untuk dapat meringankan pekerjaan.

Dukungan informasi adalah berita atau pengetahuan yang diberikan pada keluarga contoh terkait masalah yang sedang dihadapi.

Kesejahteraan keluarga adalah tingkatan keadaan keluarga baik secara fisik, ekonomi, dan psikologi yang dinilai secara subyektif dan obyektif.

Kesejahteraansubyektif adalah kesejahteraan yang diukur dengan pendekatan tingkat kebahagiaan dan kepuasan yang dirasakan oleh anggota keluarga sendiri bukan orang lain.

Kesejahteraan obyektif adalah kesejahteraan yang diukur berdasarkan Garis Kemiskinan (GK) Jawa barat BPS 2011.


(36)

(37)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Gambaran Lokasi Penelitian

Dilihat dari posisi geografis, Kabaputen Bandung terletak pada 107º 22’-108º 50’ bujur timur dan 6º 41’-7º 19’ lintang selatan, sedangkan berdasarkan topografinya sebagian besar wilayah Kabupaten Bandung merupakan pegunungan atau daerah perbukitan dengan ketinggian di atas permukaan laut bervariasi dari 500 m sampai 1.800 m. Luas wilayah Kabupaten Bandung tercatat seluas 1.762,39 Km atau 176.238,67 Ha. Wilayah ini dibagi menjadi kategori luas lahan pertanian sawah, luas lahan pertanian bukan sawah dan luas lahan non-pertanian

Batas wilayah Kabupaten Bandung:

a. Utara : Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung, dan Kabupaten Sumedang

b. Timur : Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Garut c. Selatan : Kabupaten Garut dan Kabupaten Cianjur

d. Barat : Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung, dan Kota Cimahi Jumlah penduduk Kabupaten Bandung tahun 2009 sebanyak 3,1 juta jiwa dengan komposisi jumlah perempuan sebanyak 1,5 juta dan laki-laki 1,6 juta. Jumlah penduduk produktif mencapai 64,89 persen dengan pertanian sebagai sektor terbesar mata pencaharian penduduk. Kabupaten Bandung memiliki 31 kecamatan, 267 desa, dan 9 kelurahan.

Propinsi Jawa Barat dinyatakan oleh BNPB (2011) sebagai daerah dengan indeks kerawanan bencana tertinggi kedua setelah Jawa Tengah. Hal tersebut didukung oleh kondisi geografis yang terdiri dari rangkaian pegunungan. Wilayah Kabupaten Bandung menempati rangking 3 nasional dalam indeks kerawanan tanah longsor. Selain longsor, indeks kerawanan terhadap kejadian gempa sebagian besar terdapat di Kabupaten Bandung. Tahun 2009 terjadi bencana gempa berpusat di Tasikmalaya yang berdampak pada 15 kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat. Gempa tersebut terjadi akibat tumbukan lempeng Indo-Australia dengan Indo Eurasia yang berada di Pulau Jawa. Kabupaten Bandung merupakan salah satu kabupaten yang terkena dampak terparah dengan korban jiwa terbanyak dibandingkan kabupaten lain (Tabel 1). Total jumlah korban gempa dan tanah longsor di Jawa Barat tahun 2009 sekitar 959 jiwa (BNPB 2011).


(38)

Tabel 2 Jumlah korban jiwa dan pengungsi kejadian gempa Tasikmalaya tahun 2009

No Kab/Kota Korban Jiwa

Korban Mengungsi

Meninggal Luka-luka Hilang KK Jiwa

Jawa Barat

1 Kab. Bandung 23 771 0 19,165 75,805

2 Kab. Bandung Barat 0 16 0 0 2,369

3 Kab. Bogor 2 17 0 163 663

4 Kab. Ciamis 8 123 0 8,919 26,400

5 Kab. Cianjur 28 21 42 2,389 10,047

6 Kab. Garut 8 190 0 10,273 40,894

7 Kota Banjar 0 4 0 0 0

8 Kota Tasikmalaya 5 22 0 0 3,387

9 Kab. Kuningan 0 0 0 69 246

10 Kab. Majalengka 0 0 0 0 0

11 Kab. Purwakarta 0 0 0 0 0

12 Kab. Sukabumi 2 14 0 519 1,029

13 Kab. Tasikmalaya 5 109 0 9,467 33,962

14 Kab. Subang 0 0 0 0 0

15 Kota Sukabumi 0 0 0 0 0

Jawa Tengah

16 Kab. Cilacap 0 10 0 0 1,388

Jumlah 81 1,297 42 50,964 196,107 sumber: PODES 2008-Jawa Barat dalam angka 2008 diolah oleh tim DaLA PSB IPB

Menurut data BPBD kabupaten bandung tahun 2011, kejadian bencana alam banyak terjadi di beberapa kecamatan. Kecamatan Kutawaringin dan Rancabali merupakan salah satu bagian dari wilayah kecamatan di Kabupaten Bandung yang dinyatakan memiliki indeks kerawanan bencana gempa dan tanah longsor yang cukup parah serta termasuk wilayah dengan korban bencana yang cukup banyak. Kedua kecamatan tersebut memiliki luas wilayah masing-masing sebesar 11219,20 Ha dan 4430,90 Ha. Kecamatan Kutawaringin terletak di perbatasan dengan 3/4 dari luas wilayah Kecamatan Soreang sebelum terjadi pemekaran. Topografi wilayah ini cenderung berbukit-bukit di sebelah barat, sedangkan kawasan timurnya adalah dataran pesawahan yang cukup luas membentang sampai ke lembah 89.544 jiwa. Kecamatan ini terdiri atas 489 RT, 164 RW dan 38 dusun.

Berbeda dengan Kutawaringin, topografi Kecamatan Rancabali didominasi lereng/punggung bukit. Jumlah penduduk tahun 2010 sebanyak 47.700 jiwa


(39)

dengan perkebunan dan buruh pertanian mendominasi mata pencaharian penduduk. Kecamatan tersebut memiliki 281 RT, 82 RW dan 17 dusun. Di Kecamatan Rancabali terdapat perkebunan teh di bawah naungan perusahaan milik swasta dan pemerintah. Kejadian bencana tahun 2009 merusak bangunan milik warga dan terdapat ratusan korban jiwa akibat gempa maupun tanah longsor. Dua desa di Kecamatan Rancabali yang rawan terhadap bencana longsor yaitu Desa Cipelah dan Sukaresmi.

Karakteristik Keluarga Contoh Usia

Usia dapat dijadikan ukuran untuk melihat kemampuan berfikir dan menyelesaikan masalah dalam diri seseorang. Hal ini disebabkan karena setiap tahapan/periode usia memiliki kemampuan menyelesaikan masalah sesuai dengan tahapan usianya (Hultsch dan Deutsh 1981).

Tabel 3 Sebaran contoh menurut usia suami-istri

Karakteristik Rancabali Kutawaringin Total

n % n % n %

Usia Suami

Dewasa muda (18 - 40 tahun) 47 46.1 45 45.9 92 46.0

Dewasa madya (41 - 60 tahun) 50 49.0 39 39.8 89 44.5

Dewasa akhir (> 60 tahun) 5 4.9 14 14.3 19 9.5

Total 102 100.0 98 100.0 200 100.0

Min-maks 22-80 22-85 22-85

Rataan 43.18±0.58 45.34±0.71 44.24±0.65

p-value 0.246

Usia Istri

Dewasa muda (18 - 40 tahun) 64 62.7 63 64.3 127 63.5

Dewasa madya (41 - 60 tahun) 36 35.3 31 31.6 67 33.5

Dewasa akhir (> 60 tahun) 2 2.0 4 4.1 6 3.0

Total 102 100.0 98 100.0 200 100.0

Min-max 19-65 18-75 18-75

Rataan 37.68±0.52 37.46±0.56 37.57±0.54

p-value 0.894

Tabel 3 menunjukkan bahwa persentase tertinggi usia suami (46.0%) dan istri (63.5%) di kedua kecamatan berada pada kategori dewasa muda (18-40 tahun). Terdapat perbedaan sebaran kategori usia suami antara kecamatan Rancabali dengan Kutawaringin namun perbedaan tersebut tidak signifikan ( p-value >0.05). Persentase terbesar suami (49.0%) di Rancabali termasuk dalam kategori dewasa madya (41-60 tahun) sedangkan di Kutawaringin (49.5%) termasuk kategori dewasa muda (18-40 tahun). Lebih dari setengah contoh istri baik di Rancabali (62.7%) maupun Kutawaringin (64.3%) berada pada kategori usia dewasa muda (18-40 tahun).


(40)

Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan faktor penting dalam menentukan kemampuan berfikir dan bersikap seseorang dalam menghadapi masalah. Gunarsa dan Gunarsa (2000) menyatakan bahwa pendidikan membentuk cara, pola, kemampuan berfikir, pemahaman dan kepribadian seseorang. Hal tersebut yang mempengaruhi kemampuan seseorang dalam menganalisis masalah, menentukan strategi koping dan membuat keputusan yang tepat saat dihadapkan dengan situasi yang tidak diinginkan. Selain itu, pendidikan juga mempengaruhi kemampuan keluarga dalam mencapai keadaan sosial ekonomi dan kesejahteraan yang lebih baik.

Tabel 4 Sebaran contoh menurut tingkat pendidikan suami-istri

Pendidikan Rancabali Kutawaringin Total

n % n % n %

Pendidikan Suami

Tidak Sekolah 0 0 4 4.1 4 2.0

Tidak Tamat SD 6 5.9 15 15.3 21 10.5 Tamat SD 73 71.6 62 63.3 135 67.5

Tamat SMP 14 13.7 6 6.1 20 10.0

Tamat SMA 7 6.9 8 8.2 15 7.5

Tamat Perguruan Tinggi 2 2.0 3 3.1 5 2.5

Total 102 100.0 98 100.0 200 100.0

Pendidikan Istri

Tidak Sekolah 0 0 5 5.1 5 2.5 Tidak Tamat SD 4 3.9 18 18.4 22 11.0 Tamat SD 78 76.5 62 63.3 140 70.0

Tamat SMP 10 9.8 9 9.2 19 9.5 Tamat SMA 9 8.8 2 2.0 11 5.5 Tamat Perguruan Tinggi 1 1.0 2 2.0 3 1.5

Total 102 100.0 98 100.0 200 100.0

Tabel 4 menunjukkan bahwa persentase terbesar pendidikan suami-istri di kedua kecamatan hanya sampai tamat SD. Lebih dari setengah contoh pendidikan suami baik di Kecamatan Rancabali (71.6%) maupun Kutawaringin (63.3%) menamatkan pendidikannya sampai tingkat SD. Begitupula dengan pendidikan istri di kedua kecamatan, sebanyak 70 persen istri berpendidikan sampai SD. Di Kecamatan Kutawaringin terdapat 4 persen suami dan 5 persen istri yang tidak pernah merasakan pendidikan formal sekolah. Diantara kedua kecamatan, persentase suami-istri yang pendidikannya mencapai jenjang SMA maupun perguruan tinggi tergolong sedikit yaitu suami sekitar 7.5 persen dan istri sebesar sekitar 5.5 persen.


(41)

Besar Keluarga

Besar keluarga adalah banyaknya jumlah anggota keluarga yang tinggal bersama dalam satu rumah yang terdiri dari suami, istri, anak dan anggota keluarga lainnya. Tabel 5 menunjukkan persentase terbesar (70.5%) keluarga contoh di kedua kecamatan masuk dalam kategori keluarga kecil (≤4 orang) dengan rata-rata jumlah anggota sebesar 4 orang. Keluarga contoh yang besar keluarga diatas 8 orang sebanyak sekitar 2 persen.

Hasil penelitian menunjukkan keberhasilan program Keluarga Berencana (KB) di daerah tersebut dan adanya kesadaran keluarga dalam mengukur kemampuan ekonomi yang disesuaikan dengan jumlah tanggungan anggota keluarga. Rambe (2004) menyatakan bahwa semakin sedikit anggota keluarga maka beban tanggungan keluarga semakin kecil. Jumlah anak yang cukup besar dapat menjadi pemicu stres dalam keluarga karena biasanya akan bermasalah dalam pemenuhan kebutuhan pokok (Pulungan 1993 diacu dalam Cahyaningsih 1999).

Tabel 5 Sebaran contoh menurut besar keluarga

Karakteristik Rancabali Kutawaringin Total

n % n % n %

Keluarga Kecil (≤4 orang) 70 68.6 71 72.4 141 70.5

Keluarga Sedang (5-7 orang) 32 31.4 25 25.5 57 28.5 Keluarga Besar (≥8 orang) 0 0.0 2 2.0 2 1.0

Total 102 100.0 98 100.0 200 100.0

Min-max 2-7 2-9 2-9

Rataan 4.02 3.85 3.94

p-value 0.795

Kepemilikan Aset

Kepemilikan aset keluarga meliputi kepemilikan lahan, kendaraan, hewan ternak, barang elektronik, perhiasan dan tabungan. Aset merupakan segala sesuatu yang dimiliki keluarga dan memiliki nilai tukar serta dapat digunakan untuk mencapai tujuan (Khasanah 2011). Bryant (1990) menyebutkan bahwa aset merupakan alat pemuas kebutuhan yang dapat membantu mencapai kesejahteraan. Keluarga yang memiliki aset lebih banyak cenderung lebih sejahtera dibandingkan dengan keluarga yang memiliki aset sedikit karena aset tersebut sewaktu-waktu bisa dijual maupun dimanfaatkan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi.

Televisi dan handphone merupakan barang elektronik terbanyak yang dimiliki keluarga dengan persentase masing-masing sebesar 88.5 persen dan 71.0 persen. Aset kendaraan terbanyak (45.5%) yang dimiliki berupa sepeda


(42)

motor. Lokasi desa yang jauh dari pusat perkotaan dan berupa dataran tinggi, menjadikan masyarakat lebih memilih motor sebagai kendaraan utama. Terdapat perbedaan persentase kepemilikan lahan antara Rancabali dengan Kutawaringin. Lahan yang paling banyak dimiliki keluarga contoh di Rancabali berupa kolam ikan (53.9%) sedangkan di Kutawaringin berupa pekarangan (44.0%). Hal ini dikarenakan banyaknya keluarga contoh di daerah perkebunan (Rancabali) yang menjadikan kolam ikan sebagai alternatif sumber lauk bagi keluarga dibandingkan dengan masyarakat di daerah dataran tinggi (Kutawaringin). Selain itu, perbedaan kepemilikan aset juga dapat di lihat dari ternak yang dihasilkan dimana ikan (52.0%) lebih banyak dihasilkan di Rancabali sedangkan keluarga di Kutawaringin paling banyak (12.0%) beternak kambing.

Tabel 6 Sebaran contoh menurut kepemilikan aset

Nama Barang Rancabali Kutawaringin Total

n % n % n %

Kepemilikan Lahan

Kebun 30 29.4 32 32.7 62 31.0

Pekarangan 49 48.0 43 43.9 92 46.0

Sawah 5 4.9 14 14.3 19 9.5

Kolam ikan 55 53.9 3 3.1 58 29.0

Kendaraan

Mobil/angkot/truk dsb 5 4.9 2 2.0 7 3.5

Motor 42 41.2 49 50.0 91 45.5

Sepeda 12 11.8 19 19.4 31 15.5

Kepemilikan Hewan Ternak

Ayam 27 26.5 36 36.7 63 31.5

Bebek/itik 4 3.9 6 6.1 10 5.0

Kambing 5 4.9 12 12.2 17 8.5

Sapi/Kerbau 8 7.8 1 1.0 9 4.5

Ikan 53 52.0 6 6.1 59 29.5

Kepemilikan Barang Elektronik

Televisi 94 92.2 83 84.7 177 88.5

Radio/tape/compo 40 39.2 42 42.9 82 41.0

VCD/DVD player 67 65.7 45 45.9 112 56.0

Lemari es/Kulkas 15 14.7 16 16.3 31 15.5

Mesin Cuci 2 2.0 5 5.1 7 3.5

Rice cooker 51 50.0 54 55.1 105 52.5

Blender/mixer 18 17.6 20 20.4 38 19.0

Handphone 85 83.3 57 58.2 142 71.0

Komputer/laptop 8 7.8 5 5.1 13 6.5

Perhiasan dan tabungan

Macam perhiasan 47 46.1 38 38.8 85 42.5

Tabungan (suami-istri) 20 19.6 12 12.2 32 16.0

Keadaan Rumah

Rumah merupakan tempat tinggal utama bagi keluarga yang didalamnya terdapat berbagi aktivitas fisik maupun non-fsik. Keluarga yang sehat dan sejahtera, dapat dilihat dari kondisi rumahnya. Dalam pengukuran tingkat


(43)

kesejahteraan keluarga yang dilakukan BPS, keadaan rumah menjadi salah satu parameternya.

Tabel 7 menunjukkan lebih dari dua pertiga keluarga contoh memiliki rumah sendiri (68.5%), tipe dinding terbuat dari bambu (52.0%), beratap genteng (98.0%) dan memiliki lantai terbuat dari papan (45.5%). Beberapa perbedaan kondisi rumah antara masyarakat Kutawaringin dengan Rancabali meliputi status kepemilikan rumah, jenis dinding dan tipe lantai. Persentase tertinggi keluarga contoh di Rancabali memiliki rumah dengan status milik pemerintah (49.0%) dengan jenis dinding bambu (61.8%) dan lantai berupa papan (60.8%) sedangkan keluarga contoh di Kutawaringin memiliki rumah dengan status sendiri (92.9%), berdinding tembok (54.0%) dan tipe lantai berupa keramik (45.9%).

Tabel 7 Sebaran contoh menurut keadaan rumah

Keadaan Rumah Rancabali Kutawaringin Total

n % n % n %

Status Kepemilikan Rumah

Sendiri 46 45.1 91 92.9 137 68.5

Orang tua 5 4.9 7 7.1 12 6.0

Pemerintah 50 49.0 0 0 50 25.0

Saudara 1 1.0 0 0 1 0.5

Total 102 100.0 98 100.0 200 100.0

Tipe Dinding

Bambu 63 61.8 41 41.8 104 52.0

Kayu 9 8.8 2 2.0 11 5.5

Tembok Sebagian 8 7.8 1 1.0 9 4.5

Tembok 20 19.6 53 54.1 73 36.5

Triplek 2 2.0 1 1.0 3 1.5

Total 102 100.0 98 100.0 200 100.0

Tipe Atap

Genteng 98 96.1 98 100.0 196 98.0

Seng 2 2.0 0 0 2 1.0

Asbes 2 2.0 0 .0 2 1.0

Total 102 100.0 98 100.0 200 100.0

Tipe Lantai

Keramik 22 21.6 45 45.9 67 33.5

Ubin 10 9.8 14 14.3 24 12.0

Semen 6 5.9 6 6.1 12 6.0

Tanah 0 0 4 4.1 4 2.0

Papan 62 60.8 29 29.6 91 45.5

Lain-lain 1 1.0 0 0 1 0.5

Total 102 100.0 98 100.0 200 100.0

Lebih dari setengah (61.8%) keluarga contoh keluarga di Rancabali berdinding bambu sedangkan masyarakat Kutawaringin sebesar 54.1 persen berdinding tembok. Selain itu, sebesar 60.8 persen masyarakat Rancabali memiliki lantai yang terbuat dari papan sedangkan mayoritas (49.1%)


(44)

masyarakat Kutawaringin lantainya terbuat dari keramik. Perbedaan keadaan rumah di kedua kecamatan tersebut dikarenakan sebagian dari masyarakat Rancabali bekerja dan tinggal di rumah dinas perkebunan milik milik pemerintah yang bentuk dan ukurannya homogen.

Pekerjaan Utama

Salah satu sumber utama pendapatan keluarga diperoleh dari upah pekerjaan. Pekerjaan merupakan indikator tunggal terbaik yang dapat menggambarkan kelas sosial seseorang (Engel et al. 1994). Tabel 8 menunjukkan bahwa sebagian besar (97.0%) keluarga contoh memiliki pekerjaan. Sekitar 3 persen suami berstatus tidak bekerja. Pekerjaan buruh dan wiraswasta merupakan pekerjaan utama yang dijalani oleh suami dengan persentase masing-masing sebesar 47 persen dan 23 persen. Begitu pula dengan pekerjaan istri.

Tabel 8 Sebaran contoh menurut pekerjaan utama

Karakteristik Rancabali Kutawaringin Total

n % n % n %

Pekerjaan Utama Ayah

Tidak Bekerja 3 2.9 3 3.1 6 3.0

Wiraswasta 19 18.6 27 27.6 46 23.0

PNS 2 2.0 3 3.1 5 2.5

Pegawai Swasta 20 19.6 1 1.0 21 10.5

Buruh pertanian 46 45.1 48 49.0 94 47.0

Pensiunan 2 2.0 2 2.0 4 2.0

Petani 7 6.9 13 13.3 20 10.0

Lainnya 3 2.9 1 1.0 4 2.0

Total 102 100.0 98 100.0 200 100.0

Pekerjaan Utama Ibu

Tidak Bekerja 40 39.2 71 72.4 111 55.5

Wiraswasta 22 21.6 23 23.5 45 22.5

PNS 1 1.0 2 2.0 3 1.5

Pegawai Swasta 8 7.8 0 0 8 4.0

Buruh 30 29.4 2 2.0 32 16.0

Pensiunan 0 0 0 0 0 0

Petani 1 0 0 0 1 0.5

Lainnya 0 0 0 0 0 0

Total 102 100.0 98 100.0 200 100.0

Persentase wiraswasta (22.5%) dan buruh (16.0%) menempati urutan tertinggi dibanding dengan jenis pekerjaan lain. Namun demikan, persentase istri yang tidak bekerja lebih banyak (55.5%) dari yang bekerja (44.5%). Terdapat perbedaan persentase total ibu yang tidak bekerja di kedua kecamatan tersebut. Persentase istri yang tidak bekerja di kecamatan Kutawaringin lebih banyak


(45)

(72.4%) dibanding di Rancabali (39.2%).

Pendapatan per bulan dan pendapatan per kapita keluarga

Pendapatan keluarga merupakan total pemasukan per bulan yang diterima keluarga. Tabel 9 menunjukkan bahwa sebagian besar (41.5%) keluarga contoh memiliki penghasilan berkisar antara Rp 5.00.000-Rp 1.000.000. Sebanyak 14 persen keluarga contoh berpenghasilan di atas 2 juta namun demikian masih terdapat keluarga contoh yang berpenghasilan di bawah 500 ribu yaitu sebesar 9 persen. Jumlah keluarga contoh di Kutawaringin sebanyak 17.3 persen sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan Rancabali yang berjumlah sekitar 2 persen. Perbedaan penghasilan kedua kecamatan tersebut tidak berbeda nyata (p-value

>0.05).

Tabel 9 Sebaran contoh menurut pendapatan total per bulan dan pendapatan per kapita per bulan

Tingkat Penghasilan Rancabali Kutawaringin Total

n % n % n %

< Rp 500.000 1 2.0 17 17.3 18 9.0

Rp 500.000 – Rp 1.000.000 50 49.0 33 33.7 83 41.5

Rp1.000.001 – Rp 1.500.000 27 26.5 21 21.4 48 24.0

Rp1.500.001– Rp 2.000.000 12 11.8 11 11.2 24 11.5

> Rp 2.000.000 12 11.8 16 16.3 28 14.0

Total 102 100.0 98 100.0 200 100.0

Rataan±Sd 1.325.063± 1.022.298 1.281.439± 1.083.978 1.303.687± 1.050.545

p-value 0.770

< Rp 209.777 33 32.4 41 41.8 74 37.0

Rp 209.777- Rp 419.554 46 45.1 28 28.6 74 37.0

Rp 419.555-629.331 13 12.7 15 15.3 28 14.0

> Rp 629.332 10 9.8 14 14.3 24 12.0

Total 102 100.0 98 100.0 200 100.0.

Rataan±Sd 349070±

281201

345181± 267154

347.164± 281201

p-value 0.922

Sementara itu, pendapatan per kapita rata-rata keluarga merupakan total pendapatan keluarga dibagi dengan jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan. Persentase tertinggi pendapatan per kapita keluarga contoh di kedua kecamatan berada pada rentang kurang dari Rp 209.777,0 dan Rp 209.777,0-Rp 419.554,0 yaitu sebanyak 37 persen. Persentase tertinggi (45.1%) pendapatan per kapita Kecamatan Rancabali berada pada ketegori Rp. 209.777,0-Rp 419.554,0 sedangkan Kutawaringin kurang dari Rp 209.777,0 sebesar 41.8 persen.


(1)

Lampiran 4 Sebaran contoh menurut tingkat kepuasan kesejahteraan subyektif

No Pernyataan Rancabali Kutawaringin Total

Tidak Puas

1 Kondisi keuangan keluarga 48.0 50.0 49.0

2 Frekuensi makan (3 kali sehari) dan keragaman jenis makanan 14.7 7.1 11.0

3 Kondisi/ kualitas rumah yang ditempati 41.2 45.9 43.5

4 Jumlah Pakaian yang dimiliki dan keragamannya 31.4 21.4 26.5

5 Keadaan materi/ aset yang dimiliki 50.0 46.9 48.5

6 Keadaan spiritual/ mental 16.7 15.3 16.0

7 Keadaan kesehatan fisik keluarga 24.5 27.6 26.0

8 Perasaan istri terhadap pendidikan anak 46.1 38.8 42.5

9 Perasaan istri terhadap perilaku anak 11.8 14.3 13.0

10 Perasaan istri terhadap penghasilan suami 44.1 42.9 43.5

11 Kepemilikan perhiasan atau barang

berharga laiinya 60.8 66.3 63.5

12 Cara pengelolaan (manajemen) keuangan

keluarga 26.5 24.5 25.5

13 Pengelolaan/ pembagian pekerjaan rumah 11.8 16.3 14.0

14 Perasaan istri terhadap komunikasi dengan

suami 6.9 10.2 8.5

15 Perasaan istri terhadap perilaku suami

dalam membantu pekerjaan rumah 15.7 17.3 16.5

16 Kepuasan hubungan perkawinan dengan suami 4.9 7.1 6.0

Cukup Puas

1 Kondisi keuangan keluarga 23.5 25.5 24.5

2 Frekuensi makan (3 kali sehari) dan

keragaman jenis makanan 20.6 33.7 27.0

3 Kondisi/ kualitas rumah yang ditempati 23.5 24.5 24.0

4 Jumlah Pakaian yang dimiliki dan

keragamannya 31.4 38.8 35.0

5 Keadaan materi/ aset yang dimiliki 24.5 25.5 25.0

6 Keadaan spiritual/ mental 16.7 15.3 16.0

7 Keadaan kesehatan fisik keluarga 23.5 11.2 17.5

8 Perasaan istri terhadap pendidikan anak 19.6 12.2 16.0

9 Perasaan istri terhadap perilaku anak 19.6 22.4 21.0

10 Perasaan istri terhadap penghasilan suami 16.7 27.6 22.0

11 Kepemilikan perhiasan atau barang

berharga laiinya 13.7 14.3 14.0

12 Cara pengelolaan (manajemen) keuangan

keluarga 19.6 28.6 24.0

13 Pengelolaan/ pembagian pekerjaan rumah 17.6 15.3 16.5

14 Perasaan istri terhadap komunikasi dengan

suami 14.7 14.3 14.5

15 Perasaan istri terhadap perilaku suami

dalam membantu pekerjaan rumah 13.7 8.2 11.0

16 Kepuasan hubungan perkawinan dengan

suami 9.8 9.2 9.5

Puas

1 Kondisi keuangan keluarga 28.4 24.5 26.5

2 Frekuensi makan (3 kali sehari) dan keragaman jenis makanan 64.7 59.2 62.0

3 Kondisi/ kualitas rumah yang ditempati 35.3 29.6 32.5

4 Jumlah Pakaian yang dimiliki dan


(2)

No Pernyataan Rancabali Kutawaringin Total

5 Keadaan materi/ aset yang dimiliki 25.5 27.6 26.5

6 Keadaan spiritual/ mental 66.7 69.4 68.0

7 Keadaan kesehatan fisik keluarga 52.0 61.2 56.5

8 Perasaan istri terhadap pendidikan anak 34.3 49.0 41.5

9 Perasaan istri terhadap perilaku anak 68.6 63.3 66.0

10 Perasaan istri terhadap penghasilan suami 39.2 29.6 34.5

11 Kepemilikan perhiasan atau barang

berharga laiinya 25.5 19.4 22.5

12 Cara pengelolaan (manajemen) keuangan keluarga 53.9 46.9 50.5

13 Pengelolaan/ pembagian pekerjaan rumah 70.6 68.4 69.5

14 Perasaan istri terhadap komunikasi dengan

suami 78.4 75.5 77.0

15 Perasaan istri terhadap perilaku suami dalam membantu pekerjaan rumah 70.6 74.5 72.5

16 Kepuasan hubungan perkawinan dengan


(3)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan mahasiswa Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia IPB angkatan 2007. Dia dilahirkan pada tanggal 30 April 1989 sebagai anak kelima dari tujuh bersaudara pasangan Almarhum Tugiyanto dan Mudiharyati. Penulis berasal dari Purworejo Jawa Tengah. Pada tahun 2007 menamatkan pendidikan di SMA N 1 Purworejo dan masuk IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Kegiatan organisasi mahasiswa maupun kepanitiaan yang diikuti penulis selama mahasiswa cukup banyak.

Tahun 2010-2011 penulis mendapatkan amanah menjadi Sekretaris Jendral (ketua umum) Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa IPB (MPM KM IPB). Pada waktu bersamaan penulis merangkap jabatan sebagai staff komisi 2 Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM KM IPB). Pada tahun 2011-2012 penulis aktif di kegiatan direktorat kemahasiswaan sebagai official kegiatan PIMNAS, ketua pelaksana kegiatan manajemen kepemimpinan mahasiswa dan ketua pelaksana sosialisasi technopreneur dari Bank Mandiri. Tahun 2009-2010 penulis menjabat sebagai ketua komisi II. Dewan Perwakilan Mahasiwa Fakultas Ekologi Manusia (DPM FEMA IPB).


(4)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL……….. xvii

DAFTAR GAMBAR………..xviii

DAFTAR LAMPIRAN……….. …xviii

PENDAHULUAN ... 1

Latar belakang... 1

Perumusan Masalah... 2

Tujuan ... 4

Manfaat Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA ... 7

Keluarga Korban Bencana Alam ... 7

Strategi Koping ... 8

Dukungan Sosial ... 10

Kesejahteraan ... 12

Kajian Penelitian Terdahulu ... 14

KERANGKA PEMIKIRAN ... 17

METODE PENELITIAN ... 19

Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian ... 19

Cara Pengambilan Contoh ... 19

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 20

Pengolahan dan Analisis Data ... 21

Definisi Operasional ... 24

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 27

Gambaran Lokasi Penelitian... 27

Karakteristik Keluarga Contoh ... 29

Strategi Koping ... 36

Dukungan Sosial ... 40

Kesejahteraan Keluarga Subyektif dan Obyektif ... 45

Hubungan antara Karakteristik Keluarga Contoh dengan Strategi Koping, Dukungan Sosial, dan Kesejahteraan Keluarga... 46

Hubungan Dukungan Sosial dengan Strategi Koping ... 49

Pengaruh Karakteristik Keluarga, Dukungan Sosial, dan Strategi Koping terhadap Kesejahteraan Keluarga ... 49

Pembahasan ... 52

KESIMPULAN DAN SARAN ... 57

Kesimpulan ... 57

Saran ... 58


(5)

DAFTAR TABEL

1 Variabel data, skala data, dan kategori skor data ... 22

2 Jumlah korban kejadian gempa Tasikmalaya tahun 2009 ... 28

3 Sebaran contoh menurut usia suami-istri ... 29

4 Sebaran contoh menurut tingkat pendidikan suami-istri ... 30

5 Sebaran contoh menurut besar keluarga ... 31

6 Sebaran contoh menurut kepemilikan aset ... 32

7 Sebaran contoh menurut keadaan rumah ... 33

8 Sebaran contoh menurut pekerjaan utama ... 34

9 Sebaran contoh menurut pendapatan per kapita keluarga per bulan ... 35

10 Sebaran contoh menurut komponen strategi koping penghematan pengeluaran keluarga ... 37

11 Sebaran contoh menurut komponen strategi koping penambahan pendapatan keluarga ... 38

12 Sebaran contoh menurut kategori koping penghematan pengeluaran dan penambahan pendapatan ... 39

13 Sebaran contoh menurut kategori strategi koping total... 40

14 Sebaran contoh menurut indikator dukungan sosial keluarga ... 422

15 Sebaran contoh menurut indikator dukungan sosial tetangga ... 43

16 Sebaran contoh menurut indikator dukungan sosial pemerintah ... 44

17 Sebaran contoh menurut kategori dukungan sosial total ... 45

18 Sebaran kategori kesejahteraan subyektif total ... 46

19 Sebaran kategori kesejahteraan obyektif total ... 46

20 Hubungan karakteristik dengan strategi koping, dukungan sosial, dan kesejahteraan keluarga ... 47

21 Hubungan strategi koping dan jenis dukungan sosial ... 49

22 Pengaruh karakteristik keluarga, dukungan sosial, dan strategi koping terhadap kesejahteraan subyektif keluarga... 50

23 Pengaruh karakteristik keluarga, dukungan sosial, dan strategi koping terhadap kesejahteraan obyektif keluarga ... 51


(6)

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka pemikiran... 18

2. Mekanisme pengambilan contoh ... 20

DAFTAR LAMPIRAN

1. Sebaran contoh menurut kategori dukungan sosial keluarga ... 64

2. Sebaran contoh menurut kategori dukungan sosial tetangga ... 64

3. Sebaran contoh menurut kategori dukungan sosial pemerintah ... 65