12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN 2.1.1. Pengertian Perjanjian Pada Umumnya
Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana dua orang atau dua pihak saling berjanji untuk melakukan suatu hal atau suatu persetujuan
yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, dan masing-masing bersepakat akan mentaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu.
Sedangkan perikatan adalah suatu istilah atau pernyataan yang menunjuk pada hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan
antara dua orang atau lebih, di mana hubungan hukum tersebut melahirkan kewajiban kepada salah satu pihak yang terlibat dalam
hubungan hukum tersebut.
5
Perjanjian diatur dalam Buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang mengatur tentang Perikatan. Dalam Buku III Kitab
Undang-undang Hukum Perdata perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi antara dua orang atau lebih di dalam lapangan harta
kekayaan, di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lainnya berkewajiban atas sesuatu.
5
Kartini Mulyadi, Gunawan Wijaya, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. 2003, hal. 1.
13 Pasal 1233 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menjelaskan
bahwa : “tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-undang.”
Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata juga menjelaskan mengenai pengertian perjanjian sebagai berikut :
“Suatu persetujuan adalah perbuatan dengan mana suatu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih.”
Pihak-pihak yang ada dalam suatu perjanjian disebut sebagai subyek perjanjian. Subyek perjanjian dapat terdiri dari manusia itu
sendiri dan badan hukum. Dari uraian tersebut di atas, dijelaskan bahwa perjanjian hanya
mungkin terjadi jika ada suatu perbuatan yang nyata baik dalam bentuk ucapan, maupun berupa tindakan fisik dan bukannya berupa pikiran
semata-mata. Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata juga menjelaskan bahwa adanya perjanjian mengakibatkan seseorang saling
terikat satu sama lain. Dengan kata lain, perjanjian menimbulkan kewajibanprestasi dari satu atau lebih orangpihak kepada satu atau
lebih orangpihak lainnya yang berhak atas prestasi tersebut. Suatu perjanjian memberikan konsekuensi hukum bahwa perjanjian selalu
dilakukan oleh dua pihak, di mana pihak yang satu mempunyai kewajiban untuk memenuhi prestasi debitor sedangkan pihak yang
lainnya mempunyai hak atas prestasi tersebut kreditor. Dengan kata
14 lain bahwa suatu perjanjian menimbulkan prestasi dan kontraprestasi
bagi para pihak dari perjanjian tersebut. Agar perjanjian dianggap sah dan dapat berlaku mengikat serta
ditaati oleh para pihak, maka perjanjian tersebut harus memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian. Dalam Pasal 1320 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata ditentukan empat syarat yang harus dipenuhi agar suatu perjanjian dapat berlaku sah, yaitu :
6
1. Kata sepakat dari pihak yang mengikat dirinya;
2. Kecakapan dalam membuat suatu perikatan;
3. Ada sesuatu hal yang diperjanjikan;
4. Suatu sebab yang halal.
2.1.2. Pengertian Perjanjian Kredit
Secara etimologi kata kredit berasal dari bahasa Yunani yaitu “credere” yang berarti kepercayaan. Seseorang yang memperoleh
kredit berarti memperoleh kepercayaan. Dengan demikian, dasar dari suatu kredit adalah kepercayaan.
7
Sedangkan menurut
O.P. Simorangkir, kredit adalah pemberian
prestasi yang misalnya berupa uang, barang, dengan balas prestasi kontra prestasi yang akan terjadi pada waktu mendatang.
8
6
Purwahid Patrik, Hukum Perdata, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian dan Undang-undang Jilid I, Jurusan Hukum Perdata FH Universitas Diponegoro, 1989, hal. 12.
7
Edy Putra The Aman, Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis, Liberty, Yogyakarta, 1989, hal. 1.
8
O.P. Simorangkir, Seluk Beluk Bank Komersial, Aksara Persada Indonesia, Jakarta, 1988, hal. 91.
15 Dalam Pasal 1 angka 11 Undang-undang No. 10 Tahun 1998
Tentang Perbankan, kredit dirumuskan sebagai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah
jangka waktu tertentu. Sedangkan jika dilihat dari sudut ekonomi, kredit diartikan
sebagai penundaan pembayaran. Maksudnya di sini adalah bahwa pengembalian atas penerimaan uang dan atau suatu barang tidak
dilakukan bersamaan pada saat menerima, akan tetapi pengembaliannya dilakukan pada masa tertentu yang akan datang.
Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa inti dari arti kredit adalah kepercayaan.
9
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa kredit adalah suatu kepercayaan yang diberikan oleh bank kepada penerima kredit atau
debitor, di mana kredit yang diberikan oleh bank akan dibayar kembali oleh oleh debitor pada masa yang akan datang sesuai dengan jangka
waktu yang telah diperjanjikan. Perjanjian kredit sendiri dikelompokkan ke dalam bentuk
perjanjian pinjam meminjam yang diatur dalam Pasal 1754 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Menurut Buku III Kitab Undang-
undang Hukum Perdata yang mengatur tentang perikatan, perjanjian
9
Tjiptonegoro, Perbankan Masalah Perkreditan, Pradnya Paramita, Jakarta, 1990, hal. 14.
16 kredit sebagai perjanjian pinjam meminjam mempunyai sifat riil. Riil
di sini salah satunya adalah dalam bentuk perjanjian pinjam mengganti yang diatur dalam Bab XIII Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Menurut Marhainis A.H., ketentuan dalam Pasal 1754 Kitab Undang- undang Hukum Perdata tentang perjanjian pinjam mengganti
mempunyai pengertian yang identik dengan perjanjian kredit bank. Sebagai konsekuensinya haruslah dikatakan bahwa perjanjian kredit
bersifat riil.
10
Perjanjian pinjam mengganti dalam Pasal 1754 Kitab Undang- undang Hukum Perdata diartikan sebagai berikut :
“Perjanjian pinjam mengganti adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah
tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan
mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.”
Ketentuan Pasal 1754 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
tersebut oleh Wiryono Prodjodikoro
11
ditafsirkan sebagai persetujuan yang bersifat riil. Karena dalam ketentuan Pasal 1754 Kitab Undang-
undang Hukum Perdata tidak disebutkan bahwa pihak pertama mengikatkan diri untuk memberikan suatu jumlah tertentu barang-
barang yang menghabis, melainkan pihak pertama memberikan suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian.
10
Marhainis A.H., Hukum Perbankan di Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta, 1979, hal. 147.
11
Wiryono Prodjodikoro, Pokok-pokok Hukum Perdata Tentang Persetujuan-persetujuan Tertentu, Sumur Bandung, Bandung, 1981, hal. 137.
17 Dalam praktek perjanjian pinjam meminjam uang biasanya pihak
kreditor meminta kepada pihak debitor untuk memberikan jaminan yang berupa sejumlah harta kekayaannya untuk kepentingan pelunasan
sejumlah utang. Karena perjanjian pinjam meminjam merupakan suatu persetujuan, maka dalam pelaksanaannya haruslah memenuhi syarat-
syarat sahnya suatu perjanjian. Hal ini dimaksudkan agar perbuatan hukum yang dilakukan mempunyai kekuatan yang mengikat bagi
kedua belah pihak. Syarat sahnya perjanjian tersebut diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu :
1. Kata sepakat dari pihak yang mengikat dirinya;
2. Kecakapan dalam membuat suatu perikatan;
3. Ada sesuatu hal yang diperjanjikan;
4. Suatu sebab yang halal.
Syarat 1 dan 2 merupakan syarat subyektif karena mengenai orang atau subyek yang mengadakan perjanjian, sedangkan syarat 3
dan 4 merupakan syarat obyektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan.
12
Apabila suatu perjanjian tidak memenuhi syarat subyektif, maka perjanjian
tersebut dapat dibatalkan. Sedangkan apabila suatu perjanjian tidak memenuhi syarat obyektif, maka akibatnya perjanjian tersebut batal
demi hukum.
12
R. Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Internusa, Jakarta, 1993, hal. 17.
18 Suatu perjanjian yang sudah disepakati oleh para pihak berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka sendiri dan perjanjian itu tidak mengikat pihak ketiga yang berada di luar perjanjian.
13
Suatu perjanjian melahirkan hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak
yang terlibat di dalamnya. Kewajiban yang dimaksud dalam hal ini adalah pemberian prestasi yang misalnya berupa uang atau barang
serta adanya kontraprestasi berupa pengembalian pinjaman sesuai dengan waktu yang telah dijanjikan. Kewajiban ini harus dipenuhi oleh
debitor sebagai pihak yang menerima kredit. Sedang hak yang harus diterima oleh kreditor adalah berupa penerimaan pelunasan utang dari
debitor. Dalam prakteknya, guna mengamankan pemberian kredit
umumnya perjanjian kredit dituangkan dalam bentuk tertulis dan dalam perjanjian baku standard contract yang dapat dibuat di bawah
tangan ataupun dibuat secara notariil. Perjanjian kredit yang merupakan perjanjian baku standard contract di mana isi atau
klausula-klausula perjanjian kredit tersebut telah dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir blanko, tidak terikat dalam suatu
bentuk tertentu. Bertitik tolak dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa suatu
perjanjian kredit terbit dari suatu perjanjian pinjam meminjam antara bank atau kreditor dengan nasabah atau debitor. Perjanjian pinjam
13
J. Satrio, Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, hal. 358.
19 meminjam tersebut lahir sejak dicapainya kata sepakat antara kedua
belah pihak. Oleh karena prestasi saat pemberian uang dari bank kepada nasabah dengan prestasi pengembalian uang dari debitor
kepada kreditor terdapat tenggang waktu yang dapat menimbulkan suatu risiko bagi bank, maka bank harus mempunyai kepercayaan
bahwa debitor akan mampu mengembalikan pinjamannya sesuai dengan waktu yang dijanjikan.
Lebih lanjut
Munir Fuady mengatakan, bahwa dari pengertian-
pengertian kredit di atas, terdapat unsur-unsur kredit sebagai berikut :
14
a. Adanya kesepakatan atau perjanjian antara pihak kreditor dengan
debitor, yang disebut dengan perjanjian kredit. b.
Adanya para pihak, yaitu pihak “kreditor” sebagai pihak yang memberikan pinjaman, seperti bank, dan pihak “debitor” yang
merupakan pihak yang membutuhkan uang pinjamanbarang atau jasa.
c. Adanya unsur kepercayaan dari kreditor bahwa pihak debitor mau
dan mampu membayarmencicil kreditnya. d.
Adanya kesanggupan dan janji membayar hutang dari pihak debitor. e.
Adanya pemberian sejumlah uangbarangjasa oleh pihak kreditor kepada pihak debitor.
f. Adanya pembayaran kembali sejumlah uangbarang atau jasa oleh
pihak debitor kepada kreditor, disertai dengan pemberian imbalanbunga atau pembagian keuntungan.
g. Adanya perbedaan waktu antara pemberian kredit oleh kreditor
dengan pengembalian kredit oleh debitor. h.
Adanya risiko tertentu yang diakibatkan karena adanya perbedaan waktu tadi. Semakin jauh tengggang waktu pengembalian, semakin
besar risiko tidak terlaksananya pembayaran kembali suatu kredit.
2.1.3. Sifat Perjanjian Kredit Bank
Menurut Mariam Darus Badrulzaman, yang dimaksud dengan
perjanjian kredit bank adalah perjanjian pendahuluan dari penyerahan
14
Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, PT. Aditya Bakti, Bandung, 2002, hal. 5.
20 uang, perjanjian pendahuluan ini merupakan hasil permufakatan antara
pemberi dan penerima peminjaman mengenai hubungan-hubungan antara keduanya.
15
Menurut Muchlis Sutopo bank adalah lembaga keuangan yang
usaha pokoknya adalah memberikan kredit dan jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang, di mana baik secara sosial maupun
secara ekonomi pihak debitor dan kreditor memperoleh keuntungan dan mengalami peningkatan kesejahteraan, sedangkan bagi negara
mengalami penambahan penerimaan dan pajak.
16
Sedangkan Prof. R. Subekti, S.H. mengatakan bahwa :
17
“Dalam bentuk apapun juga pemberian kredit itu diadakan, dalam semuanya itu pada hakekatnya yang terjadi adalah suatu
perjanjian pinjam meminjam sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1754 sampai dengan Pasal
1769, di mana pinjam meminjam di sini adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada suatu jumlah
tertentu, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang
sama pula.”
Berdasarkan pendapat para sarjana di atas, dapat diketahui bahwa sifat dari perjanjian kredit bank adalah riil di mana suatu perjanjian
baru terjadi setelah tercapainya suatu kesepakatan antara para pihak dan adanya penyerahan uang atau benda.
Bank sebagai salah satu lembaga keuangan memegang peranan yang sangat penting dalam rangka membantu pemerintah untuk
15
Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, PT. Citra Aditya Bakti, bandung, 1991, hal. 23.
16
Muchlis Sutopo, Pokok-pokok Manajemen Perkreditan, 1989, hal. 32.
17
R. Subekti, Jaminan-jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Alumni, Bandung, 1986, hal. 13.
21 mencapai kemakmuran khususnya dalam bidang perekonomian. Dari
uraian tersebut maka fungsi kredit dalam kehidupan perekonomian perdagangan secara garis besar adalah sebagai berikut :
18
1. Kredit dapat meningkatkan daya guna dari modal atau uang;
2. Kredit dapat meningkat daya guna suatu barang;
3. Kredit dapat meningkatkan kegairahan berusaha dari masyarakat;
4. Kredit sebagai jembatan untuk meningkatkan pendapatan
masyarakat. Adapun
menurut C. H. Gatot Wardoyo perjanjian kredit
mempunyai beberapa fungsi yaitu :
19
1. Perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian kredit
merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidaknya perjanjian lain yang mengikutinya;
2. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-
batasan hak dan kewajiban di antara kreditor dan debitor; 3.
Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melaksanakan monitoring kredit.
Sedangkan fungsi kredit perbankan menurut Munir Fuady antara
lain adalah :
20
1. Kredit pada hakikatnya dapat meningkatkan daya guna uang.
18
Muchdarsyah Sinungan, Dasar-dasar dan Teknik manajemen Kredit, PT. Bina Aksara, Jakarta, 1993, hal. 14.
19
C. H. Gatot Wardoyo, Sekitar Klausula-klausula Perjanjian Kredit Bank dan Manajemen, 1992, hal. 64.
20
Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hal. 16-17.
22 Para pemilik uang atau modal dapat secara langsung meminjamkan
uangnya kepada para pengusaha yang memerlukan atau dapat menyimpan uangnya pada lembaga keuangan dan diberikan kepada
perusahaan lain, untuk meningkatkan produksi atau usahanya. 2.
Kredit dapat meningkatkan peredaran lalu lintas uang. Kredit uang yang disalurkan melalui rekening biro dapat
menciptakan pembayaran baru seperti cek, bilyet giro, dan wesel sehingga dapat meningkatkan peredaran uang giral. Di samping itu,
kredit perbankan yang ditarik secara tunai dapat pula meningkatkan peredaran uang kartal.
3. Kredit dapat meningkatkan daya guna dan peredaran barang.
Dengan mendapat kredit, pengusaha dapat memproses bahan baku menjadi barang jadi, sehingga daya guna barang tersebut menjadi
meningkat. 4.
Kredit sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi. Dalam keadaan ekonomi yang kurang sehat, kebijakan diarahkan
kepada usaha-usaha pengendalian inflasi, peningkatan ekspor dan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat. Untuk itu kredit diarahkan
pada sektor-sektor yang produktif dengan pembatasan kualitatif dan kuantitatif, tujuannya adalah untuk meningkatkan produksi dan
memenuhi kebutuhan dalam negeri. 5.
Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan.
23 Dengan bantuan kredit dari bank, para pengusaha dapat
memperluas usahanya dan mendirikan proyek-proyek baru. Peningkatan usaha dan pendirian proyek-proyek baru akan
membutuhkan tenaga kerja, dengan tertampungnya tenaga kerja tersebut maka pemerataan pendapatan akan meningkat pula.
6. Kredit sebagai alat untuk meningkatkan hubungan internasional.
Bank-bank di luar negeri yang mempunyai jaringan usaha dapat memberikan bantuan dalam bentuk kredit, baik secara langsung
maupun tidak langsung dengan perusahaan-perusahaan di dalam negeri.
2.1.4. Macam-macam Kredit Bank
Dari segi tujuan penggunaan kredit, jenis kredit terdiri dari :
21
1. Kredit Konsumtif
Yaitu kredit yang diberikan kepada perseorangan oleh bank untuk membiayai keperluan konsumsinya, seperti kredit profesi, kredit
perumahan. 2.
Kredit Produktif baik kredit investasi maupun kredit eksploitasi. Kredit investasi yaitu kredit yang ditujukan untuk penggunaan
pembiayaan modal tetap. Sedangkan kredit eksploitasi adalah kredit yang ditujukan untuk penggunaan pembiayaan kebutuhan dunia
usaha akan modal kerja.
21
Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, 2000, hal. 377.
24 3.
Perpaduan antara kredit konsumtif dan kredit produktif. Kredit ditinjau dari segi jangka waktunya dapat berupa :
22
1. Kredit Jangka Pendek
Kredit jangka pendek, yaitu kredit yang diberikan dengan tidak melebihi jangka waktu 1 satu tahun.
2. Kredit Jangka Menengah
Kredit jangka menengah, yaitu kredit yang diberikan dengan jangka waktu lebih dari 1 satu tahun tetapi tidak lebih dari 3 tiga tahun.
3. Kredit jangka Panjang
Kredit jangka panjang, yaitu kredit yang diberikan dengan jangka waktu lebih dari 3 tiga tahun.
Sedangkan penggolongan kualitas kredit menurut Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia No. 30267KEPDIR tersebut
adalah sebagai berikut : 1.
Kredit lancar, yaitu apabila memenuhi kriteria : •
Pembayaran angsuran pokok dan atau bunga tepat; •
Memiliki mutasi rekening yang aktif; atau •
Bagian dari kredit yang dijamin dengan agunan tunai. 2.
Kredit dalam perhatian khusus, yaitu apabila memenuhi kriteria : •
Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga yang belum melampaui 90 hari; atau
• Kadang-kadang terjadi cerukan; atau
22
H.R. Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hal. 125-126.
25 •
Mutasi rekening relatif rendah; atau •
Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan; atau
• Didukung oleh pinjaman baru.
3. Kredit kurang lancar, yaitu apabila memenuhi kriteria :
• Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga yang
telah melampaui 90 hari; atau •
Sering terjadi cerukan; atau •
Frekuensi mutasi rekening relatif rendah; atau •
Terjadi pelanggaran kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90 hari; atau
• Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitor;
atau •
Dokumentasi pinjaman yang lemah. 4.
Kredit yang diragukan, yaitu apabila memenuhi kriteria : •
Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 180 hari; atau
• Sering terjadi cerukan yang bersifat permanen; atau
• Terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari; atau
• Terjadi kapitalisasi bunga; atau
• Dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian kredit
maupun peningkatan jaminan. 5.
Kredit macet, yaitu apabila memenuhi kriteria :
26 •
Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 270 hari; atau
• Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru; atau
• Dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat
dicairkan pada nilai wajar. Secara yuridis formal ada dua jenis perjanjian kredit yang
digunakan bank dalam memberikan kreditnya, yaitu :
23
1. Perjanjian kredit atau pemberian kredit yang dibuat di bawah
tangan. Pemberian kredit yang dibuat di bawah tangan adalah perjanjian
pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya yang hanya dibuat di antara mereka kreditor dan debitor tanpa notaris. Bahkan
dalam penandatanganan akta perjanjian kredit atau pemberian kredit tersebut dilakukan tanpa adanya saksi yang turut serta dalam
membubuhkan tandatangannya. Padahal, sebagaimana diketahui bahwa saksi merupakan salah satu alat pembuktian dalam perkara
perdata. 2.
Perjanjian kredit atau pemberian kredit yang dibuat dengan akta notariil otentik.
Pemberian kredit yang dibuat dengan akta notariil otentik adalah perjanjian pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya yang
hanya dibuat oleh atau di hadapan notaris.
23
H.R. Daeng Naja, Op. cit, hal. 184.
27
2.1.5. Prinsip-prinsip Penilaian dalam Permohonan Kredit.
Di dalam memberikan penilaian atau analisis sebelum dilakukannya pemberian kredit oleh bank, terdapat prinsip-prinsip
yang biasa dijadikan acuan, prinsip-prinsip tersebut yaitu :
Prinsip 5 C Prinsip 5 C adalah singkatan dari unsur-unsur :
1. Character watak
Character watak dari calon debitor, merupakan salah satu faktor yang harus dipertimbangkan sebagai faktor yang paling
penting sebelum memutuskan atau menetapkan untuk memberikan kredit. Yang dimaksud dengan watak dalam hal ini
adalah reputasi yang baik dari calon debitor yaitu mereka yang selalu menepati janjinya dan berupaya untuk menepati janji
bahwa debitor mau dan mampu untuk mengembalikan kredit. 2.
Capacity kemampuan Yaitu kemampuan calon debitor dalam mengelola usahanya
yang harus diketahui oleh pihak bank. Kemampuan ini akan memberikan kejelasan dalam proses analisis sejauh mana
pendapatan debitor atau pengusaha dari waktu ke waktu. Adapun patokan dalam menilai kemampuan debitor atau calon
debitor adalah sebagai berikut : −
Kemampuan melunasi pinjaman disertai bunga tepat pada waktunya;
28 −
Penguasaan pasar marketing; −
Efisiensi dan efektifitas usahanya atau perusahaannya; −
Sistem organisasi manajemen usahanya; −
Penguasaan teknis produksi; −
Kemampuan dalam menghasilkan laba perusahaan; −
Dan lain-lain. 3.
Capital modal Untuk memperoleh kredit calon debitor harus memiliki modal
terlebih dahulu. Jumlah dan struktur modal calon debitor harus dapat diteliti untuk mengetahui tingkat rasio dan
solvabilitasnya. Karena modal dari calon debitor merupakan hal yang penting yang harus diketahui oleh kreditornya yaitu bank.
Pemodalan dan kemampuan keuangan dari seorang debitor akan mempunyai korelasi langsung dengan tingkat kemampuan
dalam membayar kredit. 4.
Collateral Jaminanagunan Adalah jaminan berupa harta benda milik debitor atau pihak
lain yang menjaminnya. Suatu barang jaminan harus mempunyai nilai yuridis dan nilai ekonomis.
24
Adapun jaminan kredit yang mempunyai nilai yuridis yaitu :
− Milik perusahaan calon debitor, ada dalam kekuasaan calon
debitor;
24
Warman Djohan, Kredit Bank, Alternatif Pembiayaan dan Pengajuannya, PT. Mutiara Sumber Widya, Jakarta, 2000, hal. 151
29 −
Tidak berada dalam sengketa dengan pihak lain; −
Memiliki bukti-bukti pemilikan yang sah; −
Belum dijaminkan pada pihak lain; dan −
Memenuhi syarat untuk diikat dengan hak tanggungan ataupun jenis pengikatan yuridis lainnya.
Sedangkan jaminan kredit yang mempunyai nilai ekonomis marketable, yaitu :
− Dapat diperjual belikan secara bebas;
− Mudah dipasarkan tanpa mengeluarkan biaya pemasaran
yang berarti; −
Memiliki nilai stabil atau memiliki prospek nilai yang baik; −
Mempunyai manfaat ekonomis dalam jangka waktu yang lebih lama dari jangka waktu kredit.
5. Condition of economy kondisi ekonomi
Untuk mengetahui aspek kondisi ekonomi dari debitor atau pemohon kredit, maka dilakukan analisa terhadap :
− Jenis usaha;
− Bentuk usaha; dan
− Besarnya permohonan yang diajukan.
Selain hal-hal di atas dalam menganalisa kondisi ekonomi debitor sehubungan dengan pengajuan permohonan kredit,
maka yang perlu diperhatikan tidak saja kondisi ekonomi pada
30 sektor usaha calon debitor tetapi juga kondisi ekonomi secara
umum di mana perusahaan calon debitor tersebut berada.
Prinsip 3 R : Prinsip 3 R merupakan singkatan dari Returns, Repayment, dan
Risk Bearing Ability. 1.
Returns hasil yang diperoleh Di sini dilakukan penilaian terhadap hasil usaha yang dapat
dicapai oleh calon debitor. Terhadap hasil yang akan dicapai oleh calon debitor ini, akan dianalisis atas kemungkinan
pengembalian kredit. 2.
Repayment pembayaran kembali Kemampuan calon debitor untuk mengembalikan piutang
kreditor harus sudah dapat diperkirakan oleh pihak kreditor. 3.
Risk Bearing Ability kemampuan untuk menanggung risiko Hal ini dikaitkan dengan kemungkinan terjadinya kegagalan
pada usaha calon debitor. Di sini dinilai juga kemampuan calon debitor untuk menutup kemungkinan terjadinya kerugian yang
terjadi.
2.1.6. Dokumen dalam Perjanjian Kredit
Dalam setiap transaksi kredit, di samping perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok terdapat juga dokumen-dokumen lain yang
menyertai, mengikuti atau mendahului perjanjian kredit tersebut.
31 Dokumen-dokumen lain yang menyertai, mengikuti atau
mendahului perjanjian kredit tersebut antara lain:
25
1. Dokumen Pendahuluan.
Ada beberapa dokumen yang dibuat sebelum ditandatanganinya suatu perjanjian kredit. Dokumen-dokumen tersebut dapat disebut
dengan “Dokumen Pendahuluan” dan biasanya berisi data finansial atau garis besar data tentang ferm dan condition dari perjanjian
kredit yang akan ditandatangani kelak. 2.
Dokumen Jaminan. Ada juga beberapa dokumentasi yang menyertai perjanjian kredit
yang dapat disebut sebagai “Dokumen Jaminan”. Seluruh dokumen ini secara yuridis dianggap sebagai dokumen yang “acessoir”.
Maksudnya adalah bahwa perjanjian jaminan tersebut merupakan bagian dari perjanjian pokok. Sehingga apabila perjanjian pokok
yang dalam hal ini adalah perjanjian kredit karena suatu alasan dinyatakan batal atau tidak berlaku secara hukum, maka perjanjian
jaminan pun tidak mempunyai kekuatan hukum lagi. 3.
Dokumen Legalitas Yakni yang merupakan dokumen-dokumen “pengaman” yang
biasanya non notariil, dibuat dengan tujuan agar terjaminnya keabsahan dari perjanjian kredit dan pelaksanannya nanti.
4. Dokumen Instrumentalia.
25
Munir Fuady, Op. cit, hal. 52
32 Beberapa dokumen yang dibuat dalam hubungan dengan perjanjian
kredit hanya bersifat instrumentalia saja, yang termasuk dalam dokumen instrumentalia ini antara lain adalah :
a. Pengakuan hutang murni;
b. Pemberitahuan penarikan;
c. Promes;
d. Surat aksep; dan lain-lain.
2.1.7. Hak dan Kewajiban dalam Perjanjian Kredit Bank
Setelah perjanjian kredit disetujui, ditandatangani, dan dilaksanakan oleh kedua belah pihak maka timbullah hubungan hukum
yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak. Adapun hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian kredit bank adalah :
a. Bank sebagai pemberi kredit
Kewajiban bank antara lain :
Bank mempunyai kewajiban untuk menyediakan dana dan memberikan kredit sesuai dengan tujuan dan jangka waktu
perjanjian. Selain itu, bank juga mempunyai kewajiban untuk menghapus dan menghentikan pengikatan barang jaminan atas
barang yang dijadikan agunan oleh debitor, jika debitor telah melunasi hutangnya.
33
Hak bank antara lain : Sesuai dengan rumusan Pasal 1 angka 11 Undang-undang
Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan yang pada intinya
menjelaskan bahwa bank selaku kreditor berhak untuk memperoleh pelunasan piutang beserta bunga sebagaimana yang
telah ditentukan dalam perjanjian kredit yang dibuat. b.
Debitor sebagai penerima kredit
Kewajiban debitor antara lain : Sesuai dengan rumusan Pasal 1 angka 11 Undang-undang
Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan yang pada intinya
menjelaskan bahwa debitor selaku penerima kredit mempunyai kewajiban untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu
tertentu disertai dengan pembayaran sejumlah bunga.
Hak debitor antara lain : 1
Hak untuk memperoleh kredit sampai jumlah maksimum sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan dengan
dikurangi biaya yang timbul karena untuk pelaksanaan kredit.
2 Hak untuk memperoleh kembali surat dan dokumen serta
benda lainnya yang telah dijadikan jaminan dalam keadaan
34 baik setelah membayar lunas pinjaman kredit yang
bersangkutan.
2.2. JAMINAN HAK TANGGUNGAN DALAM KREDIT BANK 2.2.1. Pengertian Hak Tanggungan