Kajian Teknologi Pemanfaatan Batubara di Indonesia Saat Ini.
5.1 Kajian Teknologi Pemanfaatan Batubara di Indonesia Saat Ini.
Berikut adalah uraian hasil pengumpulan dan evaluasi data mengenai pemanfaatan batubara di Indonesia.
5.1.1 Efisiensi Peralatan/Efisiensi Energi Pemanfaatan Batubara
Teknologi dan efisiensi peralatan/efisiensi energi pemanfaatan batubara yang akan dibahas dalam sub bab ini hanya untuk pengguna batubara di PLTU, industri tekstil, dan industri semen.
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)
Dalam rangka mengetahui efisiensi di PLTU Batubara yang ada di Indonesia. Maka telah dilakukan kegiatan pengambilan data di beberapa PLTU-B, yaitu :
1. PT. PLN (Persero) Pembangkitan Sumbagsel Sektor Pembangkitan Ombilin
2. PT. PLN (Persero) Pembangkitan Sumbagsel Sektor Pembangkitan Bukit Asam
3. PT. Pembangkitan Jawa-Bali Unit Pembangkitan Paiton
4. PT. PLN Sektor Pembangkitan Asam Asam
5. PT. PLN Sektor Pembangkitan Tarahan
6. PT. PLN (Persero) Pembangkitan Tanjung Jati B
7. PT. PLN Sektor Pembangkitan Labuhan Angin Tabel 5.1 merupakan data umum dari PLTU dan tabel 5.2 menyajikan data hasil evaluasi dari
data primer dan sekunder masing-masing PLTU-B.
Tabel 5.1 Data Umum PLTU Batubara
Nama Daya Teknologi Lokasi
Operator/Pemilik Tahun Operasi
PLTU-B Terpasang Pembakaran
PLN Pikitring
Sumbagsel 1987 (unit 1 &
PLN Pikitring
Bukit Asam
1994 (unit 3) 1995 (unit 4) 1993 (unit 2)
Paiton PLN
1994 (unit 1) PLN Pikitring
Kalselteng PLN Pikitring
Sumbagsel PLN UB Tanjung
Tanjung Jati B
Jateng
Jati/PT. Central
Java Power
Labuhan
PLN Pikitring
Keterangan : - PCC : Puverizer Coal Combustion
- CFBC : Circulating Fludized Bed Combustion
Tabel 5.2 Data PLTU-B Hasil Evaluasi
Nilai Kalor Turbin Heat Efisiensi Efisiensi No
Kapasitas
Laju Alir
Nama PLTU-B
(kkal/kg)
Boiler (%)
Total (%)
(kkal/KWH) 1 Ombilin
(MW)
(kg/jam)
92 33 3223 2 Bukit Asam
89 27 2615 3 Paiton PLN
91 34 2975 6 Tanjung Jati B
93 36 1922 7 Labuhan Angin
89 35 2148 Keterangan: Nilai efisiensi diperoleh berdasarkan perhitungan dengan beberapa asumsi (termasuk mengabaikan hilang panas akibat radiasi & konveksi) .
Menurut data umum dari masing-masing PLTU-B, terlihat PLTU-B paling lama beroperasi adalah PLTU-B Bukit Asam (awal operasi tahun 1987) dan yang masih baru adalah PLTU-B Labuhan Angin yang menerapkan teknologi CFBF yang secara teori tidak memerlukan persyaratan spesifikasi bahan bakar yang seketat teknologi PCC. Adapun PLTU-B Tanjung Jati B didesain untuk menjadi pembangkit listrik modern, dengan dilengkapi instalasi pengendali dampak lingkungan yang lengkap termasuk peralatan
pemantau dan pengendali kandungan SOx dan NOx. Kaitannya dengan nilai efisiensi (versi Puslitbang Tekmira) yang tercantum pada tabel 5.2, terlihat adanya pengaruh usia PLTU-B dan pembaharuan teknologi terhadap efisiensi peralatan yang mana PLTU-B Tanjung Jati dengan usia relatif baru dan teknologi PCC yang modern serta daya terpasang paling besar menunjukkan efisiensi paling tinggi dengan nilai 36 %.
Adapun berdasarkan tabel 5.2, menunjukkan hal-hal sebagai berikut: -
Kapasitas Listrik Dari 7 PLTU-B yang ditinjau, kapasitas listrik yang terpasang paling tinggi adalah PLTU-B Tanjung Jati B sebesar 661 MWH dan terendah adalah PLTU-B Asam-Asam, 59 MWH.
Kapasitas PLTU, MWH
Gambar 5.1 Grafik Hubungan Kapasitas PLTU dengan Efisiensi Total
Menurut gambar 5.1, terlihat adanya kecenderungan semakin tinggi kapasitas terpasang efisiensi akan semakin tinggi.
Nilai kalor, kkal/kg
Gambar 5.2 Grafik Hubungan Nilai Kalor dengan Efisiensi PLTU-B
- Nilai Kalor Hasil pengambilan contoh batubara di 7 PLTU-B diperoleh nilai kalornya antara 4212 – 6387 kkal/kg. Nilai kalor yang mencapai sekitar ± 6000 kkal/kg adalah PLTU-Ombilin dan Tanjung Jati B, sedangkan yang nilai kalori sekitar 4000-an adalah PLTU-B Labuhan Angin dan nilai kalor di PLTU-B lainnya mencapai sekitar 5000-an. Pada umumnya, PLTU-B di Indonesia memang memakai batubara dengan nilai kalori 5000-an. Hubungan antara nilai kalor dengan efisiensi seharusnya semakin tinggi nilai kalor maka efisiensi akan semakin tinggi, namun dari gambar 5.2 kecenderungan tersebut tidak begitu terlihat. Hal ini dapat disebabkan banyaknya faktor lain yang mempengaruhi nilai efisiensi.
- Efisiensi Hasil perhitungan neraca massa dan neraca energi yang telah dilakukan terhadap masing-masing PLTU-B diperoleh nilai efisiensi boiler antara 88 – 92 %, dan efisiensi total antara 27 – 36 %. Dari data yang tersaji, terlihat bahwa nilai efisiensi tertinggi ada di PLTU-B Tanjung Jati B. Evaluasi efisiensi total masing-masing PLTU-B berdasarkan data primer adalah sebagai berikut :
PLTU-B Ombilin
Jika dilihat dari hasil pengujian komposisi kimia (Tabel II.1.1 pada lampiran II), hasilnya menunjukkan kualitas batubara yang tinggi sehingga efisiensi totalnya bisa lebih ditingkatkan lagi dengan menurunkan laju panas turbin, yaitu dengan mengatasi kehilangan panas akibat blowdown dan kondensat (dpt dilihat di bab 2.2.1.4) Laju panas turbin (Turbine heat rate) adalah banyaknya panas yang keluar per KWH listrik. Semakin tinggi nilai turbine heat rate maka boiler tersebut akan kurang baik sehingga akan mengakibatkan penurunan efisiensi. Dilihat dari tabel 5.2, PLTU-B Tanjung jati memiliki nilai turbine heat rate paling kecil dan efisiensinya pun paling tinggi, sedangkan PLTU-B yang lain turbine heat rate-nya di atas 2000 kkal/KWH.
PLTU-B Bukit Asam Pada tabel II.1.1, terlihat nilai kalor batubara hampir 5000 kkal dengan kandungan karbon total yang cukup signifikan (54,38 %), LOI di abu batubara 0,62% tetapi nilai kalor dalam abu batubara cukup besar (486 kkal/kg). Ini berarti ada ketidaksempurnaan saat pembakaran (tidak semua karbon terbakar). Hal ini bisa ditangani dengan mengoptimalkan operasi dan pemeliharaan serta menerapkan teknologi burner yang lebih baik.
PLTU-B Paiton PLN Hasil perhitungan efisien terhadap PLTU-B Paiton PLN menunjukkan nilai 34 %. Dilihat dengan usia PLTU yang lebih 15 tahun maka nilai efisiensi ini masih sebanding dengan kondisi peralatan operasionalnya.
PLTU-B Asam-Asam Dari data primer (Tabel II.1.2) hasil kualitas batubara diperoleh nilai kalor batubara cukup rendah (4200 kkal/kg) dan nilai kalor di abu batubara sangat rendah (kkal/kg). Tetapi efisiensi total PLTU cukup rendah (27 %). Hal ini bisa saja disebabkan karena kriteria batubara yang belum memenuhi spesifikasi peralatan.
PLTU-B Tarahan 3 &4, PLTU-B Tanjung Jati B, dan PLTU-B Labuhan Angin
Nilai efisiensi dari ketiga PLTU-B masing-masing secara berurutan adalah 34 %, 36 %, dan 35 %. Nilai tersebut sesuai dengan penerapan kondisi peralatan PLTU dan teknologi pembangkit yang masih baru.
- Laju Alir Batubara Laju alir batubara yang paling tinggi dikonsumsi PLTU-B adalah 270.885 kg/jam (PLTU-B Tanjung Jati) dan terendah sebesar 207.050 kg/jam (PLTU-B Paiton). Berdasarkan laju alir batubara ini dan dengan mengetahui kandungan karbon di dalamnya maka banyaknya
CO 2 yang dilepaskan ke udara dapat diprediksi. Tabel 5.3 memperlihatkan nilai emisi CO 2 menurut konsumsi batubara. Meningkatnya efisiensi akan mengurangi jumlah batubara yang dikonsumsi sehingga jumlah CO2 yang dihasilkan pun akan berkurang. Berdasarkan Tabel 5.3, jika efisiensi
masing-masing PLTU ditingkatkan 1 % maka prediksi emisi CO 2 yang dihasilkan akan berkurang sebesar 39 ton/jam.
Tabel 5.3 Prediksi Emisi CO 2 Berdasarkan Konsumsi Batubara di Beberapa PLTU
CO 2
Laju Alir Batubara No
Kapasitas Listrik
Efisiensi
Nama PLTU
(ton/jam) (ton/jam)
2 Bukit Asam
3 Paiton PLN
6 Tanjung Jati B
7 Labuhan Angin
Industri Tekstil
Kajian efisiensi industri tekstil dilakukan di wilayah Kabupaten Bandung. Dari 116 perusahaan tekstil yang terdata berdasarkan Laporan BPLHD Kabupaten Bandung Tahun 2008, telah dipilih 25 perusahaan tekstil yang dianggap memiliki data lengkap. Hasil perhitungan disajikan pada Tabel 5.4. Pada umumnya, perusahaan tekstil menerapkan cara pembakaran antara chain grate dan fluidized dengan berbagai merk lokal maupun impor.
Dari 25 perusahaan tekstil yang dikunjungi, PT. Daliateks merupakan pengguna batubara terbesar karena batubara tersebut digunakan untuk menggabungkan dua sistem boiler dimana sistem boiler keadaan tekanan-temperatur tinggi (HP) untuk membangkitkan energi listrik bagi keperluan operasional pabrik. Kemudian sisa steam dari turbin dengan keadaan tekanan-temperatur rendah (LP) dimanfaatkan ke dalam proses industri dengan bantuan heat recovery boiler .
Dari Tabel 5.4, efisiensi boiler yang diperoleh antara 78 – 91 %. Nilai tersebut tidak jauh berbeda dengan nilai efisiensi boiler di PLTU-B. Adapun nilai kalor dari hasil pengambilan contoh batubara diperoleh kisaran antara kualitas batubara rendah (low rank coal, < 5100 kkal), dan kualitas batubara menengah (medium coal rank, 5100 – 6100 kkal) serta ada 2 perusahaan (PT. Dactex dan PT. Daliatex) yang memakai batubara kualitas tinggi (high rank coal , > 7100).
Tabel 5.4 Data Efisiensi di Beberapa Perusahaan Tekstil Kabupaten Bandung
Kapasitas Boiler No
Effisiensi
Nilai Kalor
Laju alir Batubara
Nama Pabrik Teknologi
(ton steam/jam) 1 Dactex
Boiler (%)
(kkal/kg)
(kg/jam)
4 Sinar Majalaya
25,34 ra 5 Sipatex
51,21 G n ai
21,87 h C
7 Dhanar Mas
81,12 9 Bima Jaya
38,84 11 Naga Sakti
71,46 12 Sinar Baru
16 Panca Agung
106,46 ed iz
39,51 id u
18 BCP
25,41 Fl 19 Himalaya
33,09 21 Sinar Sari
36,84 22 Cemara Agung
20,37 23 Budi Agung
606,34 Power Plant
Kapasitas Boiler , ton steam/jam
Chain Grate
Fluidized
Gambar 5.3 Grafik Hubungan Kapasitas Boiler dengan Efisiensi Boiler
Gambar 5.3 memperlihatkan hubungan antara kapasitas boiler dengan nilai efisiensi dengan teknologinya. Dari gambar tersebut tidak bisa dipastikan bahwa salah satu teknologi pembakaran lebih baik efisiensinya. Namun, dari hasil pengamatan temperatus gas buang pada Tabel II.2.4 pada lampiran, terlihat pada umumnya boiler dengan teknologi fluidized bed menghasilkan temperatur gas buang lebih kecil (selisih temperatur dengan chain grate mencapai 30 o
C lebih rendah). Sehingga hilang panas akibat gas buang lebih kecil juga. Tetapi pada prinsipnya, efisiensi boiler sangat tergantung bagaimana pengoperasian dan pemeliharaan dari boiler tersebut.
B 84 Chain Grate
si
e n 82 Fluidized E fi si 80
Power Plant 78
Nilai Kalor, kkal/kg
Gambar 5.4 Grafik Hubungan dengan Nilai Kalor dengan Efisiensi Boiler
Dan dari Gambar 5.4, tidak terlihat pengaruh nilai kalor terhadap perolehan efisiensi boiler. Tetapi berdasarkan Tabel 5.4, nilai kalor yang mendekati kualitas batubara tinggi (6100-7100 kkal/kg) efisiensinya mencapai 90 % lebih.
Berdasarkan Tabel 5.5 jelas terlihat bahwa penggunaan batubara di industri tekstil masih jauh lebih kecil dibandingkan di PLTU-B.
Tabel 5.5 Prediksi Emisi CO 2 di Beberapa Perusahaan Tekstil
No
Nama Perusahaan
Laju alir batubara
CO 2 Total
(kg/jam)
(kg/jam)
5 Sinar Majalaya
9 Panca Agung
11 Dhanar Mas
15 Bima Jaya
17 Sinar Sari
18 Cemara Agung
19 Budi Agung
21 Naga Sakti
22 Sinar Baru
Industri Semen
Berbeda dengan industri sebelumnya (PLTU-B dan tekstil). Di industri semen ini, pembahasan hanya difokuskan pada efisiensi penggunaan energi. Kaitannya dengan pengurangan emisi
CO 2 , industri semen di Indonesia sudah ada beberapa yang sedang mempersiapkan penerapan program CDM. Industri semen yang disurvei pada kegiatan penelitian adalah PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk pabrik Palimanan dan PT. Semen Padang.
Seperti telah disebutkan di bab sebelumnya (Bab 2.2.), bahwa keberhasilan proyek CDM suatu pabrik semen dapat dievaluasi dengan mengacu pada patokan nilai kinerja berdasarkan pendekatan pembandingan (Benchmarking Approach).
Tabel 5.5 merupakan hasil evaluasi data dari kedua pabrik semen tersebut.
Tabel 5.5 Hasil Evaluasi CDM di Pabrik Semen
PT. Semen Tahapan Proses
PT.
Nilai Kinerja
Indocement
Padang
Persiapan
(penggilingan) bahan kWh/ton bahan
kWh/ton bahan baku
baku baku
4082 Produksi klinker
MJ/ton klinker
MJ/ton klinker
MJ/ton klinker
Penghalusan semen
kWh/ton
kWh/ton semen
kWh/ton semen semen
Keterangan : - = belum diperoleh data yang jelas Sumber data = PT. Indocement dari http://www.osun.org/Indocement+Tunggal+Prakarsa-ppt.html PT. Semen Padang dari pengolahan data sekunder perusahaan
Dari Tabel 5.5 di atas, CDM di PT. Indocement telah lebih jauh penerapannya dibandingkan di PT. Semen Padang. Perbedaan ini disebabkan di PT. Indocement, untuk mengurangi emisi
CO 2 ini selain menerapkan pencampuran bahan baku dengan menggunakan kapur, abu terbang batubara, dan batu trass (Pozzolan) juga meningkatkan pemakaian bahan bakar alternatif seperti sekam padi, serbuk gergaji, abu dasar batubara, minyak bekas, ampas kelapa, dll. Sedangkan di PT. Semen Padang baru pada penerapan pencampuran bahan baku.
5.1.2 Prediksi CO 2 Secara Umum di Indonesia
Dalam Outlook Energy Indonesia 2009 yang dikeluarkan BPPT, disebutkan bahwa konsumsi batubara pada kasus T30 (skenario tinggi dan harga minyak $30/barel) baik untuk sektor industri, pembangkit listrik, dan rumah tangga diprakirakan akan meningkat dengan pertumbuhan rata-rata sekitar 10,2 % per tahun. Total konsumsi batubara meningkat dari hampir 42,8 juta ton pada tahun 2006 menjadi 270,5 juta ton pada tahun 2025. Pertumbuhan konsumsi batubara pada kasus T30 lebih pesat daripada pertumbuhan konsumsi batubara pada kasus R30 (neraca dasar). Perkembangan konsumsi batubara banyak dipengaruhi oleh Dalam Outlook Energy Indonesia 2009 yang dikeluarkan BPPT, disebutkan bahwa konsumsi batubara pada kasus T30 (skenario tinggi dan harga minyak $30/barel) baik untuk sektor industri, pembangkit listrik, dan rumah tangga diprakirakan akan meningkat dengan pertumbuhan rata-rata sekitar 10,2 % per tahun. Total konsumsi batubara meningkat dari hampir 42,8 juta ton pada tahun 2006 menjadi 270,5 juta ton pada tahun 2025. Pertumbuhan konsumsi batubara pada kasus T30 lebih pesat daripada pertumbuhan konsumsi batubara pada kasus R30 (neraca dasar). Perkembangan konsumsi batubara banyak dipengaruhi oleh
Peningkatan pemakaian batubara di dalam negeri harus diantisipasi karena batubara mempunyai faktor emisi CO 2 lebih besar dibandingkan energi fosil lainnya.
Pemanfaatan Batubara Domestik
Batubara digunakan sebagai energi pada pembangkit listrik (power plant), industri keramik dan semen, industri pulp dan kertas, industri logam, dan penggunaan lainnya. Penggunaan batubara di dalam negeri mengalami peningkatan pada semua jenis industri, yaitu dari 22 juta ton pada tahun 2000 menjadi 61 juta ton pada tahun 2007.
Pada tahun 2007, sebagian besar batubara digunakan untuk pembangkit listrik (62,17%), diikuti oleh keramik dan semen (12,88%) , pulp dan paper (3,15%), industri logam (0,57%), briket (0,08%), dan lain-lain (21,13%). Pertumbuhan rata-rata konsumsi batubara dalam negeri dari tahun 2000-2007 adalah 16% (Tabel 5.6.).
Tabel 5.6. Konsumsi Domestik Batubara (ton)
Tahun Total Iron&Steel
Power Plant
Ceramic&Cement
Pulp&Paper
Briquette Others
Sumber: Puslitbang tek MIRA
Emisi CO 2
Emisi CO 2 di dalam negeri mengalami peningkatan dari 41,78 juta ton pada tahun 2000 menjadi 114,95 juta ton pada tahun 2007. Emisi CO 2 pada tahun 2007 terdiri atas pembangkit listrik 60,63 juta ton, semen dan keramik 12,16 juta ton, pulp dan kertas 3,74 juta ton, industri logam 0,70 juta ton, briket 0,09 juta ton, dan penggunaan lain 37,63 juta ton (Gambar 2.9.).
Pembangkit listrik yang ada saat ini memakai batubara dengan nilai kalor sekitar 5.200 kkal/kg dan kandungan karbon rata-rata 54 %, atau mempunyai faktor emisi sebesar 24,9 tC/TJ. Pembangkit listrik program percepatan menggunakan batubara dengan nilai kalori sekitar 4.200 kkal/kg dan kandungan karbon rata-rata 47 %, atau faktor emisi 27,1 tC/TJ.
Dengan demikian, emisi CO 2 dari pembangkit listrik akan mengalami peningkatan akibat penggunaan batubara kalori lebih rendah. Perhitungan emisi CO 2 menggunakan batubara dengan rata-rata kadar karbon 51 %.
o 100
total Emisi CO2
ta 80
ju
Iron&steel
Power Plant
i 40
Ceramic&Cement
is
m Pulp & paper 20
Briquette
Others