Peluang Efisiensi Energi
B. Pengujian Motor Induksi
Salah satu rangkaian ekivalen motor induksi adalah sebagaimana terlihat pada gambar berikut ini.
Gambar 3.5 Rangkaian Ekivalen Motor Induksi
Dalam praktek di lapangan, sering kali diperlukan untuk menentukan parameter rangkaian motor induksi yang meliputi R 1 , X 1 , R 2 , X 2 , R c dan X m .
Parameter – parameter tersebut bisa didapatkan melalui pengujian terhadap motor induksi. Pengujian tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pengujian tanpa beban (No-load Test), pengujian ini dilakukan dengan cara menjalankan motor dan sama sekali tidak diberikan beban mekanis.
2. Pengujian rotor tertahan (Block Rotor Test), pengujian ini dilakukan dengan memberikan tegangan sumber ke motor, dan kondisi rotor ditahan sehingga tidak berputar sama sekali.
3. Pengujian tahanan dc lilitan stator, pengujian ini lebih tepat jika dinamakan pengukuran langsung tahanan stator dari motor induksi.
Untuk pengujian tanpa beban dan pengujian rotor tertahan harus dilakukan dengan selalu memperhatikan persyaratan tegangan dan frekuensi sumber sehingga tidak sampai merusak motor yang diuji.
1. Pengujian tanpa beban (no-load)
Pada saat pengujian tanpa beban, arus rotor kecil, sehingga rugi-rugi tembaga pada rotor bisa diabaikan, sedangkan rugi-rugi tembaga pada stator cukup besar sehingga tetap diperhitungkan.
Sehingga pada saat motor dioperasikan tanpa beban, maka daya masukan merupakan rugi – rugi :
P nl =P R +P CU stator .............................................................................................. (3.2) Dimana :
P R = Rugi perputaran rotor P nl = Daya masukan saat tanpa beban
CU stator = Rugi tembaga pada stator = 3 . I .R 1
Pada keadaan tanpa beban, slip yang terjadi sangat kecil sehingga nilai tahanan rotor R ’
2 /s menjadi sangat besar, sehingga hasil paralel antara R 2 /s + jX 2 dengan jX m akan mendekati jX m .
R jX
2 m // jX 2 jX m ....................................................................................................................... (3.3)
s Sehingga rangkaian ekivalen menjadi :
Gambar 3.6 Rangkaian ekivalen no-load
Atau :
Gambar 3.7 Rangkaian sederhana no-load
Reaktansi total saat tanpa beban (X nl ):
X nl X 1 X .................................................................................................. (3.4) a. Rangkaian pengujian yang dilakukan adalah seperti gambar berikut ini:
Gambar 3.8 Rangkaian pengujian no-load Gambar 3.8 Rangkaian pengujian no-load
c. Perhitungan parameter : - Rugi perputaran stator (P R ): - Daya nyata saat tanpa beban (P nl ):
2 P nl
P nl =3.I nl .R nl R nl =
3 . I nl
- Impedansi total saat tanpa beban (Z NL ):
|Z nl | = nl .............................................................................. (3.6)
I nl
2 Z 2 nl =R nl + jX nl |Z nl |= R
X nl .................................... (3.7) Sehingga nilai X nl :
nl
2 X 2 nl = Z nl - R nl ....................................................................... (3.8)
2. Pengujian Rotor Tertahan (Blocked Rotor Test)
Pada saat pengujian dengan rotor tertahan, arus rotor menjadi jauh lebih besar dibandingkan dengan arus magnetisasi, sehingga arus magnetisasi bisa diabaikan.
Gambar 3.9 Rangkaian ekivalen blocked-rotor
Karena rotor tertahan (tidak berputar) maka nilai slip yang terjadi adalah 100 % (s = 1), sehingga :
1 Rangkaian ekivalen bisa disederhanakan menjadi :
Gambar 3.10 Rangkaian ekivalen blocker-rotor tanpa slip
a. Arus stator hanya dibatasi oleh tahanan kumparan (r 1 + r 2 ’) yang
dikombinasikan dengan X 1 +X 2 ’.
b. Daya keluaran hanya berupa rugi-rugi tembaga I 2 . R saja.
c. Terdapat hubungan seri antara r 1 dan r 2 ’ juga antara X 1 dan X 2 ’
d. Rangkaian ekivalennya bisa diringkas menjadi : Rangkaian pengujian adalah sebagai berikut :
Gambar 3.11 Rangkaian pengujian blocked-rotor
Dimana : R eq =r 1 +r 2 ’
X eq =X 1 +X 2 ’
a. Data yang didapatkan : - P bl = Daya nyata yang terbaca pada wattmeter (merupakan rugi – rugi tembaga magnetisasi pada Req) - V bl = Tegangan yang terbaca pada voltmeter (keadaan rotor di blok) - I bl = Arus listrik yang terbaca pada ampermeter a. Data yang didapatkan : - P bl = Daya nyata yang terbaca pada wattmeter (merupakan rugi – rugi tembaga magnetisasi pada Req) - V bl = Tegangan yang terbaca pada voltmeter (keadaan rotor di blok) - I bl = Arus listrik yang terbaca pada ampermeter
- Daya rugi tembaga pada R C :P =
. R eq
bl
- Sehingga : R P
- Nilai Req tersebut merupakan gabungan antara r1 dan r2’ :
R eq =r 1 +r 2 ’
- Nilai r 1 bisa didapatkan dengan pengukuran langsung terhadap stator
karena r 1 adalah tahanan dc pada kumparan stator.
- Jika r 1 telah didapatkan, maka nilai r 2 ’ dapat ditentukan :
r 2 ’=R eq –r 1
- Dari besarnya arus dan tegangan rangkaian yang terukur akan didapatkan impedansi rangkaian :
V Z eq hs .................................................................................... (3.10) I hs
- Dari gambar ekivalen, didapatkan impedansi saat rotor di tahan :
2 Z 2 eq =R eq + jX eq Z eq R eq X eq .................................... (3.11)
- Dari kedua nilai Z eq tersebut didapatkan :
- Nilai Xeq tersebut mencakup X 1 dan X 2 ’, sehingga besarnya X 1 dan
X 2 ’ dapat ditentukan dengan tabel pendekatan empiris :
Tabel 3.1 Pembagian Secara empiris reaktansi bocor dalam motor induksi
Bagian dari Kelas Motor
Keterangan
X 1 +X 2
A Kopel awal normal, arus awal normal 0,5 0,5
B Kopel awal normal, arus awal rendah 0,4 0,6
C Kopel awal tinggi, arus awal rendah
0,5 0,5 Rotor Terlilit
D Kopel awal tinggi, slip tinggi
- Untuk nilai X NL dan X 1 yang telah didapatkan, maka nilai Xm dapat ditentukan dari persamaan (1) :
X nl =X 1 +X ᵠ X ᵠ =X nl -X 1 ................................................................................. (3.13) - Besarnya tahanan total saat rotor tertahan (R bl ) adalah : P bl
R bl .................................................................................. (3.14) 3 . I bl
- Selisih tahanan R bl dan R 1 adalah :
R=R bl -R 1 .................................................................................. (3.15) - Dari rangkaian ekivalen saat s=1, maka R merupakan bagian real dari
Z p = (R 2 + jX 2 ) paralel dengan jX ᵠ . Z p = (R 2 + jX 2 ) // (jX m )
R 2 jX 2 jX m
R 2 jX 2 jX m
- Sehingga nilai R : R = Real dari Z p
2 - Karena R 2
2 jauh lebih kecil dari (X ᵠ +X 2 ) maka bagian R 22 bisa diabaikan, dan persamaan R menjadi :
- Dari persamaan tersebut dapat ditentukan R 2 :
X 22
R 2 = R dimana : X 22 =X +X 2 ................................... (3.19)
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Spesifikasi Motor – Pompa
1. Motor Induksi 3 Ө Merk
: TECO
Tipe
: Motor Induksi
TY
Daya output
: 11 KW (15HP)
Gambar 4.1 Nameplate Motor
Kecepatan
: 2910 rpm
2. Pompa Sentrifugal Merk
: EBARA
Tipe
: 80x65 FSHA
Daya
: 11 KW Head : 40 m
Kapasitas
: 600 ltr/mnt
Diameter Impeller
: 199 mm
Gambar 4.2 Nameplate Pompa
B. Data Beban Mekanis Pompa
Data beban mekanis digunakan sebagai acuan untuk pemilihan pompa agar didapat pompa sentrifugal yang dapat memenuhi kebutuhan beban. Adapun data kebutuhan beban pada pompa fasum antara lain:
a. Kapasitas Kapasitas sebuah pompa dinyatakan dalam satuan isi per waktu. Misalnya:
m 3 /jam, liter/menit, GPM (gallon per minute) dan lain sebagainya.
Berdasarkan data perhitungan sistem seperti pada lampiran diketahui total debit (kapasitas) beban yaitu 1,2 m 3 /min.
b. Total Head Total Head dinyatakan dalam satuan jarak. Total Head beban didapat dari penjumlahan head statik dan head gesekan seperti perhitungan – perhitungan terlampir, sehingga didapat total head sistem sebesar 42,3 m.
c. Pressure Kebutuhan tekanan air (pressure) berkisar 3 – 6 bar.
C. Pemilihan Pompa
Pemilihan pompa sentrifugal dilakukan dengan menggunakan kurva karakteristik yang diberikan oleh pemasok. Kurva karakteristik ini digunakan untuk dicocokan dengan kondisi sistem yang memenuhi kebutuhan beban sedekat mungkin.
Titik operasi pompa adalah titik dimana kurva pompa dan kurva tahanan sistem berpotongan. Berdasarkan data perhitungan diketahui kebutuhan kapasitas beban sebesar 1,2 m 3 /min dengan total head 42 m. Titik pertemuan antara total
head dan kapasitas sistem menunjukkan pompa sentrifugal yang standar untuk digunakan. Berdasarkan kurva pemilihan pompa di atas didapt kode type pompa dengan keterangan sebagai berikut:
Gambar 4.3 Kode tipe pompa
Kurva berikut menunjukkan titik operasi pompa dan kode tipe yang didapat dari hasil pertemuan garis head dan kapasitas.
Gambar 4.4 Pemilihan pompa 50 Hz (3000 rpm)
Berdasarkan data kurva karakteristik diatas, diperoleh titik pertemuan sistem dan kode tipe pompa. Kode tipe pompa diatas menunjukkan pompa sentrifugal yang harus digunakan di dalam sistem untuk memenuhi kebutuhan beban mekanis pompa. Pompa dalam sistem harusnya dilakukan penggantian sesuai kurva karakteristik diatas. Namun dalam hal penghematan energi, pompa sentrifugal yang sudah ada (existing) tidak dapat diganti sesuai kebutuhan bebannya dikarenakan penggunaan energinya akan semakin meningkat seiring peningkatan dayanya. Sehingga dibutuhkan suatu teknik pengendalian khusus untuk mengatur motor – pompa agar tetap dapat bekerja dengan kondisi beban yang sudah melebihi kapasitasnya.
D. Sistem Operasional Pompa
1. Sistem kendali existing
Operasional pompa yang sudah ada (existing) menggunakan metode pengasutan star – delta (Y-∆). Gambar 4.5 berikut memperlihatkan rangkaian daya dan rangkaian kendali pengasutan star – delta.
Gambar 4.5 (a) Rangkaian kendali Y- ∆, (b) Rangkaian daya Y-∆
Pada pengasutan ini, selama periode starting lilitan motor akan berada dalam hubungan bintang (Y) dan setelah selang waktu tertentu akan berpindah ke hubungan lilitan delta dengan memanfaatkan kinerja timer otomatis. Dengan cara ini kenaikan arus start dapat dibatasi hingga sepertiga kali saja dibandingkan bila motor langsung terhubung delta. Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut:
Gambar 4.6 Hubungan star dan delta
Bila stator dihubung star, maka :
a. Tiap belitan mendapatkan tegangan sebesar V line /√3
b. Arus yang mengalir ditiap belitan (I Y ) akan sama dengan arus fasa Bila stator dihubungkan delta, maka :
a. Tiap belitan mendapatkan tegangan sebesar V line
b. Arus fasa untuk belitan delta : I phase =I line /√3
Tabel berikut merupakan perbandingan arus motor dalam hubungan star dan delta,
Tabel 4.1 Perbandingan arus motor hubungan star – delta Rangkaian Star (Y)
Rangkaian Delta (Δ)
V phase =
V phase =V line
I phase =I line-Y
I phase =
Sehingga,
Pengasutan dengan metode star – delta ini dilengkapi dengan pressure switch sebagai kendali otomatis. Dimana saat pressure dibawah nilai minimal (3bar) maka saklar akan aktif (on) dan akan menjalankan motor. Motor akan berputar hingga mencapai pressure maksimal (6bar), kemudian saklar akan non aktif dan mematikan motor.
Proses ini dilakukan berulang – ulang, sehingga motor akan sering start – stop pada waktu tertentu. Berdasarkan data di lapangan, kondisi timing start – stop motor terukur masih sangat tinggi. Berikut tabel hasil data yang telah dirangkum perharinya seperti tertuang pada lampiran:
Tabel 4.2 Data pengukuran timing motor
Tanggal Rata-rata waktu Rata-rata waktu Jumlah running Pengukuran running (detik)
jedah (detik)
dalam 1jam (kali)
26 Maret
27 Maret
32 46 46 Rata-rata
28 Maret
Berdasarkan data diatas, jumlah waktu istirahat (jedah) dan jumlah running motor dalam satu jam tidak memenuhi standar National Electical Manufacturers Association (NEMA) MG 10 seperti terlihat pada tabel berikut :
Tabel 4.3 Standar timing motor “baker” referensi NEMA
Keterangan :
A = Maksimum jumlah start / jam
B = Minimum waktu istirahat (jedah) dalam detik Jika dibandingkan dengan standar “baker” dari referensi NEMA seperti
tabel diatas, kondisi timing start – stop motor yang sudah ada (existing) masih jauh dari kondisi standar. Hal ini dapat menimbulkan panas dan menyebabkan lifetime motor berkurang.
Disisi lain, seringnya proses starting motor juga akan mempengaruhi biaya energi yang digunakan. Arus starting yang cukup besar akan menghasilkan daya yang cukup besar pula.
Tabel berikut menunjukkan data penggunaan energi dengan sistem operasional pompa yang sudah ada. Pengambilan data rutin dilakukan secara manual dengan melakukan pengamatan dan pembacaan langsung pada power meter yang terdapat pada panel kontol motor – pompa.
Pengambilan data dilakukan dengan kondisi motor pompa dijalankan secara normal. Kondisi pompa dijalankan menggunakan sistem star – delta starter, dimana valve output motor pompa dibuka 100% dengan kecepatan putar motor maksimal. Dengan cos Ө 0,9 didapat hasil data pengamatan seperti tabel berikut :
Tabel 4.4 Data Pengukuran Konsumsi Energi Hari
Kwh Meter Konsumsi Energi (kWh) Rabu
Rata – rata perhari
Berdasarkan data pengamatan diatas diketahui bahwa terdapat variasi nilai kWh yang terbaca pada setiap bulannya. Hal ini dikarenakan karakteristik dari motor induksi memiliki kecepatan putar yang berubah – ubah dibawah kecepatan sinkronnya. Dari data tersebut dapat dihitung biaya pemakaiannya.
= Pemakaian energi dalm 1 bulan x Biaya per-KWH = (202,159 x 30hari) x Rp. 704 = Rp. 4.536.447,96
Walaupun arus starting telah dibatasi dan dikurangi menggunakan metode pengasutan star – delta. Namun dengan kondisi pengasutan sistem start – stop seperti ini, arus starting akan terakumulasi dan menyebabkan penggunaan daya yang besar. Sehingga akan cepat merusak motor dan terjadi pemborosan energi yang cukup besar.
Maka perlu dilakukan suatu teknik pengendalian khusus untuk mengatur dan mengatasi masalah tersebut. Dalam hal ini dilakukan pengendalian motor dengan menggunakan Variable Speed Drive (VSD).
2. Sistem kendali menggunakan VSD
Dalam hal ini motor induksi diaplikasikan untuk menggerakkan pompa sentrifugal untuk mengalirkan air pada titik – titik pada beban fasum (fasilitas umum). Dimana pengendalian kecepatan putar motor induksi ini harus memenuhi kebutuhan beban dilapangan. Karena perubahan kecepatannya yang dilakukan akan berpengaruh pada kemampuan pompa untuk menghasilkan tekanan, head, kecepatan aliran, debit, dan lain sebagainya.
Berikut adalah analisis perhitungan pengaruh perubahan kecepatan putar motor induksi dengan perubahan tekanan yang dihasilkan, hal ini dilakukan untuk menyesuaikan sistem dengan kebutuhan beban di lapangan.
E. Analisa Perhitungan
1. Perhitungan Kecepatan Aliran Pompa
Rumus untuk velocity adalah :
.......................................................................................................... (4.1) Dimana :
D = Diameter Impeller (inches) v = Velocity (ft/sec)
1 inches = 25,4 mm ; 1mm = 0.0393700787401575 inches Maka,
2. Perhitungan Head Pompa
Kita dapat memprediksi head setiap pompa sentrifugal dengan menghitung kecepatan impeller dan memasukkannya dalam rumus. Pompa sentrifugal Kita dapat memprediksi head setiap pompa sentrifugal dengan menghitung kecepatan impeller dan memasukkannya dalam rumus. Pompa sentrifugal
............................................................................................................. (4.2) Dimana :
H = Total head yang dihasilkan (feet) v = Velocity pinggir impeller (feet/second)
g = 32,2 Feet/Sec 2 Maka,
3. Perhitungan Tekanan
Tekanan pada setiap titik fluida disebabkan oleh kolom vertikal fluida, karena beratnya memberikan tekanan yang sama di semua titik. Tinggi kolom ini disebut head statis dan dinyatakan dalam feet. Head statis berhubungan dengan tekanan tertentu tergantung pada berat jenis fluida sesuai rumus berikut:
.................................................................................... (4.3) Dimana: Head (feet)
Pressure (psi) ; 1 psi = 6,89x10 -2 bar Maka,
4. Hasil Analisis Perhitungan
Sebuah pompa dengan diameter impeller dan kecepatan tertentu akan mendorong fluida pada ketinggian tertentu tergantung dari berat jenis fluida.
Semua bentuk energi yang terlibat dalam sistem aliran fluida dapat dinyatakan dalam “feet” fluida. Total dari variasi head menentukan total head sistem atau kemampuan yang harus dilakukan pompa dalam sistem.
Berdasarkan data hasil perhitungan maka didapat hasil data dengan variasi nilai kecepatan putar seperti pada tabel berikut :
Tabel 4.5 Pengaruh perubahan frekuensi terhadap pressure No frekuensi (Hz) velocity (ft/sec) Head (ft) Pressure (psi)
40.901 2.818 Keterangan : Nilai yang dibolehkan (tekanan minimal = 3 bar) Berdasarkan data di atas diketahui bahwa :
Penurunan frekuensi sumber dengan menggunakan VSD akan menurunkan kecepatan putar motor. Hal ini berpengaruh pada tekanan (pressure) air yang dihasilkan.
Perubahan frekuensi sumber berbanding lurus dengan perubahan kecepatan aliran dan head pompa. Penurunan frekuensi akan Perubahan frekuensi sumber berbanding lurus dengan perubahan kecepatan aliran dan head pompa. Penurunan frekuensi akan
Pengaturan arus starting menggunakan VSD dilakukan dengan mengatur frekuensi listrik pada setelan terendah pada saat motor start, kemudian dinaikkan secara bertahap sampai kecepatan motor nominalnya. Besarnya arus starting dengan pengendali VSD ini relatif tetap seperti yang diperlihatkan pada gambar di bawah ini.
Gambar 4.7 Rangkaian ekivalen sederhana motor induksi
Berdasarkan gambar diatas dapat dihitung arus starting yang mengalir sebagai berikut:
............................................................................................................... (4.4) Dimana:
I st = Arus starting (A)
V = Tegangan per fase (V) Z = Impedans (ohm)
Z= Untuk menghitung nilai impedans seperti formula diatas, perlu diketahui
terlebih dahulu nilai resistans dan reaktans masing – masing dari motor induksi (R 1, R 2, X 1 dan X 2 ). Dalam spesifikasi motor induksi tidak diberikan keterangan mengenai nilai impedansnya, sehingga perlu dilakukan beberapa pengujian untuk menetukan nilai impedans yang belum diketahui.
5. Pengujian Motor Induksi
Data pengujian berikut berlaku pada suatu motor induksi 3-phasa 2-kutub 50-Hz 21.6-A 380-V 3-fasa 11-kW dengan suatu rotor sangkar tupai diasumsikan dari jenis rancangan kelas A (torsi dan arus awal normal) : Pengujian 1 : Pengujian tanpa beban pada 50 Hz
Tegangan yang diberikan V nl = 392 Volt (Vline-line) Arus jala – jala rata – rata I nl = 6 Ampere Daya : P nl = 1 kWatt
Pengujian 2 : Percobaan rotor tertahan
V bl = 381 Volt
I bl = 32 Ampere P bl = 12 kWatt Pengujian 3 : Tahanan dc rata – rata tiap fasa stator (diukur langsung setelah pengujian 2) R 1 = 1 ohm/fasa (dianggap terhubung Y) Berdasarkan data pengukuran diatas, dilakukan perhitungan sebagai berikut:
1. Pada pengujian 3 telah didapatkan nilai tahanan stator (R 1 ): R 1 = 1 ohm/fasa (dianggap terhubung Y)
2. Pada pengujian tanpa beban : - V nl = 392 Volt (tegangan antar fasa) - P nl = 1 kWatt - I nl = 6 Ampere
Sehingga rugi-rugi perputaran P R pada keadaan normal adalah: P 2
=P nl – q. (I nl ) .R 1
= 1000 2 –3.6 .0 = 1000 Watt
Tahanan/resistansi total saat tanpa beban : R P
nl = nl 2 = 1000 2 = 9,2 ohm/fasa
3 . I nl
Impedansi total saat tanpa beban :
V 392
|Z | = nl nl =
= 37,7 ohm/fasa
I nl
Reaktansi total saat tanpa beban :
2 X 2 nl =
R nl
37 , 7 9 , 2 = 36,5 ohm/fasa
nl
3. Pada Pengujian Rotor Tertahan : - V bl = 381 Volt - I bl = 32 Ampere - P bl = 12 kWatt
Impedansi total saat rotor tertahan :
V 3 381 3
|Z bl | = bl
= 6,8 ohm/fasa
I bl
Resistansi total saat rotor tertahan : P bl
R bl =
2 = 3,9 ohm/fasa
3 . I bl
Reaktansi total saat rotor tertahan:
bl = Z bl R bl = 6 , 8 3 , 9 = 3,9 ohm/fasa
Untuk motor induksi kelas A, maka nilai X 1 dan X 2 dapat ditentukan sebagai berikut :
X 1 = 0,5 X bl = 0,5 . 3,9 = 1,95 ohm/fasa
X 2 = 0,5 X bl = 0,5 . 3,9 = 1,95 ohm/fasa
Telah diperoleh nilai X 1 = 1,95 dan X nl = 36,5. Sehingga nilai X ᵠ adalah :
X ᵠ =X nl –X 1 = 36,5 – 1,95 = 34,5 ohm
Selanjutnya dengan :
X 2 = 1,95 ohm/fasa
X ᵠ = 34,5 ohm/fasa R bl = 3,9 ohm/fasa
R 1 = 0 ohm/fasa Maka : R = R bl –R 1 = 3,9 – 0 = 3,9 ohm/fasa
X 22 =X 2 +X ᵠ = 1,95 + 34,5 = 36,5 ohm/fasa
X 22
= 4,36 ohm/fasa
Sehingga didapat :
R 1 = 1 ohm/fasa R 2 = 4,36 ohm/fasa
X 1 = 1,95 ohm/fasa
X 2 = 1,95 ohm/fasa
Setelah diketahui nilai resistansi dan reaktansi dari motor induksi, maka dapat dihitung nilai impedansnya. Pada saat starting motor dianggap belum berputar sehingga slip yang dihasilkan nilainya satu (s=1). Berikut perhitungannya:
Z=
Z = 6,62 ohm/fasa Kemudian setelah diketahui nilai impedansnya, maka dapat dihitung nilai
arus yang mengalir sebagai berikut: Arus starting :
Arus beban penuh :
P= √3 . V . I . CosӨ
I=
I=
I = 21,8 Ampere
Arus merupakan fungsi slip, sehingga pada perubahan frekuensi dengan menggunakan VSD akan menghasilkan perubahan arus dikarenakan perubahan kecepatan putarnya. Berikut data hasil perhitungan dengan variasi nilai frekuensi inputnya.
Tabel 4.6 Pengaruh perubahan frekuensi terhadap nilai impedans motor
No
f (Hz) Slip R 2 /s (ohm) Z (ohm)
8 0 1 4.35 6.62 Seiring dengan penurunan frekuensi maka terjadi juga penurunan
impedansi pada kumparan motor karena adanya reaktansi induktif (X L ) pada kumparan motor (slip kecil), begitupun sebaliknya.
Maka dalam pengendalian frekuensi input dengan penggunaan VSD diharapkan dapat mengendalikan arus starting agar tidak terjadi lonjakan yang menyebabkan pemborosan energi yang cukup besar.
Berikut data perhitungan daya yang digunakan pada penggunaan VSD dengan membandingkan arus starting pada sistem star – delta jika pada penggunaan VSD arus yang mengalir sama dengan arus beban benuh tanpa adanya lonjakan arus:
Maka dalam satu tahun penggunaan daya dengan menggunakan VSD sebesar : = 68,125% x Konsumsi daya perbulan x Biaya KWH
= (0,68125 x 202,159 x 30) x Rp. 704,- = Rp. 2.908.663,69 Sehingga dengan penggunaan VSD dapat dilakukan penghematan daya sebesar:
= Rp. 4.536.447,96 - Rp. 2.908.663,69
= Rp. 1.627.784,27 per-bulan
F. Analisis Pengaturan Variable Speed Drive
1. Pemilihan Variable Speed Drive
Variable Speed Drive (VSD) yang akan digunakan untuk mengendalikan suatu motor induksi 3 fasa harus disesuaikan dengan karakteristik bebannya seperti kapasitas dayanya, arus yang mengalir, serta aplikasi penggunaan motor tersebut. Berdasarkan data beban mekanis motor – pompa seperti perhitungan – perhitungan karakteristik di atas, maka dipilih VSD sebagai berikut :
Altivar 61 (ATV61HD11N4)
Pump and Fan Drive Application Tegangan Suplai 380 – 480 VAC
F = 50 Hz kW = 11
| HP = 15
I input = 30 A |I nominal = 27,7 A
|I transien = 33,2 A
Frekuensi Output = 0,5 – 1600 Hz
Altivar 61 secara khusus diaplikasikan untuk pengendalian motor untuk menggerakkan pompa ataupun fan. VSD Altivar 61 ini memiliki beberapa kelebihan antara lain :
- Range yang lengkap (luas) - Modul tampilan grafik multibahasa untuk kemudahan setup dan diagnostic - Terbuka untuk semua bus komunikasi untuk aplikasi industri dan gedung
Altivar 61 ini memiliki lebih dari 150 fungsi dan dilengkapi dengan sistem komunikasi seperti Modbus dan CANopen. Drive ini cocok diaplikasikan untuk industri dan bangunan (HVAC).
2. Instalasi dan Pengaturan Variable Speed Drive
Setelah didapat Variable Speed Drive yang sesuai dengan karakteristik dari data beban mekanis motor – pompa. Selanjutnya dapat dilakukan proses instalasi dan pengaturannya. Berikut rangkaian sederhana pemasangan Variable Speed Drive :
Gambar 4.8 Diagram rangkaian Altivar 61
Pengaturan instalasi dan pemrograman VSD ini mengacu pada manual book yang diberikan oleh pemasok. Berikut gambar proses instalasi VSD pada motor pompa.
Gambar 4.9 Proses instalasi dan input parameter pada VSD
VSD dalam hal ini digunakan sebagai softstarter, sehingga penggunaannya dilakukan untuk menghaluskan lonjakan arus pada saat starting bukan untuk penstabil tekanan (pressure). Sehingga sistem motor – pompa masih menggunakan sistem star – delta yang akan start – stop sesuai dengan pressure nya. Dari hasil pengujian dengan memvariasikan timing acceleration pada VSD maka didapat data sebagai berikut:
30 arus starting maks terbaca
(A)
20 konsumsi energi (/10 kWh) 10
frekuensi on-off pompa dalam waktu 10 menit (Hz)
5 10 15 20 Waktu (detik)
Gambar 4.10 Pengaruh timing acceleration terhadap arus
Dari data diatas diketahui bahwa semakin lama akselerasi VSD maka frekuensi start – stop pompa semakin sedikit dan mengonsumsi energi semakin banyak. Sedangkan untuk arus starting maks relatif tetap. Dari diatas maka dipilih pengaturan akselerasi 10 second, karena frekuensi start – stop pompa tidak terlalu banyak guna menjaga keawetan VSD dan konsumsi energi relatif masih rendah.
G. Analisa Penghematan Energi
Dalam hal penggunaan Variable Speed Drive disini akan mengendalikan arus starting agar tidak terjadi lonjakan yang menyebabkan pemborosan energi. Sehingga dengan pengaturan kecepatan putar dengan mengatur frekuensi akan menimbulkan penurunan daya dikarenakan penurunan arus startingnya. Berikut data hasil pengukuran kWH setelah menggunakan VSD:
Tabel 4.7 Data konsumsi energi menggunakan Variable Speed Drive
Hari Kwh Meter Konsumsi Energi (kWh) Kamis
Rata – rata perhari
Maka, Total biaya listrik perbulan, = (Energi perhari x 30hari) x Biaya Listrik per-kWH = 102.330 x 30 x Rp. 704 = Rp. 2.290.338,6
Sehingga dalam 1 bulan dapat dilakukan pengematan energi sebesar: = Biaya energi sebelum penggunaan – biaya energi setelah menggunakan VSD = Rp. 4.536.447,96 - Rp. 2.290.338,6 = Rp. 2.246.109,36 atau 49,51%
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pelaksanaan magang kerja dan analisis studi di lapangan, maka
penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Penggunaan motor listrik dengan cara konvensional (menggunakan kontaktor) dapat menyebabkan pemborosan energi dikarenakan timbulnya lonjakan arus starting yang nilainya cukup besar pada saat pengasutan.
2. Pengasutan motor listrik dengan metode star – delta dapat mengurangi lonjakan arus starting hingga 1/3 kalinya, namun dengan frekuensi start – stop yang tinggi dapat menyebabkan pemborosan energi.
3. Dalam hal penghematan energi Variable Speed Drive digunakan sebagai softstarter yang dapat mengurangi besarnya lonjakan arus starting dengan pengaturan timing acceleration dan kecepatan putar motor pada saat starting.
4. Penggunaan Variable Speed Drive dalam penelitian ini dapat mereduksi biaya sebesar 49,51 % atau Rp. 2.246.109,36 dalam sebulan.
5. Tolok ukur atas keberhasilan pada pengoperasian motor pompa dengan menggunakan Variable Speed Drive ini dapat dilihat dari beberapa parameter, yaitu: kualitas air yang harus terjaga (pressure dan debit), mudah dalam penyaluran air, keamanan dan keselamatan kerja terjamin, biaya operasi efisien dan mempertahankan kepuasan pelanggan.
B. Saran
1. Sebelum pelaksanaan kegiatan magang kerja sebaiknya dilakukan pembekalan bagi mahasiswa yang akan melakukan magang kerja. Pembekalan yang 1. Sebelum pelaksanaan kegiatan magang kerja sebaiknya dilakukan pembekalan bagi mahasiswa yang akan melakukan magang kerja. Pembekalan yang
2. Mahasiswa harus aktif dalam melaksanakan magang kerja agar mahasiswa benar – benar mendapatkan ilmu yang diharapkan