Pengaruh efektifitas herbisida diuron 500 g l sc dalam pengendalian gulma pada tanaman tebu (Saccharum officinarum l)

PENGARUH EFEKTIFITAS HERBISIDA DIURON 500 g/l SC
DALAM PENGENDALIAN GULMA PADA TANAMAN TEBU
(Saccharum officinarum L)

DICKY NURFAUZI MUSTOPA
A24070059

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

RINGKASAN

DICKY NURFAUZI MUSTOPA. Pengaruh Efektifitas Herbisida Diuron
500 g/l SC dalam Pengendalian Gulma pada Tanaman Tebu (Saccharum
officinarum L). (Dibimbing oleh HARIYADI).
Percobaan ini dilakukan untuk menguji efikasi herbisida diuron dengan
bahan aktif diuron 500 g/l terhadap gulma pada budidaya tanaman tebu yang
disimpulkan berdasarkan analisis statistik data biomassa spesies gulma sasaran
dan data persentase penutupan gulma. Penelitian dilaksanakan di PT. PG.

Rajawali II Unit PG. Subang terletak di blok Cidangdeur, desa Pasirbungur,
Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Jawa Barat, pada bulan Desember
2010 sampai Maret 2011.
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rancangan acak lengkap teracak (RKLT) dengan satu faktor. Penelitian ini
menggunakan Enam perlakuan dengan Empat ulangan. Adapun perlakuan yang
diberikan adalah : (P1) diuron 500 g/l SC dengan dosis 0.5 l/ha, (P2) diuron 500
g/l SC dengan dosis 1.0 l/ha, (P3) diuron 500 g/l SC dengan dosis 2.0 l/ha, (P4)
diuron 500 g/l SC dengan dosis 3.0 l/ha, (P5) Penyiangan Manual, (P6) Kontrol.
Berdasarkan hasil analisis vegetasi sebelum aplikasi herbisida diuron 500
g/l SC didapatkan empat spesies gulma dominan yaitu Cleome rutidosperma,
Borreria alata, Digitaria adscendens, dan Brachiaria distachya. Spesies gulma
lain sebelum aplikasi herbisida adalah

Cynodon dactylon,

Urena lobata,

Cyperus rotundus, dan Croton monanthogynus. Pada akhir pengamatan dilakukan
analisis vegetasi akhir yang memberikan gambaran umum tentang dominansi

gulma setelah aplikasi herbisida.
Herbisida diuron 500 g/l SC dengan dosis 0.5-3.0 l/ha efektif dalam
mengendalikan gulma pada pertanaman tebu hingga 10 MSA. Secara umum
berdasarkan hasil analisis statistik, rata-rata diantara perlakuan herbisida dengan
dosis 0.5 l/ha, 1.0 l/ha, 2.0 l/ha, dan 3.0 l/ha tidak berbeda tingkat
pengendaliannya terhadap pertumbuhan gulma. Sehingga aplikasi herbisida
dengan dosis 0.5 l/ha lebih efektif untuk diaplikasikan karena dengan dosis 0.5
l/ha sudah mampu mengendalikan pertumbuhan gulma dan berbeda nyata dengan

perlakuan kontrol dan penyiangan manual. Selama percobaan tidak ditemukan
gejala keracunan pada perlakuan dosis 0.5-2.0 l/ha, namun pada perlakuan dengan
dosis 3.0 l/ha menunjukan skoring keracunan ringan atau tidak terlalu
membahayakan.

Influence Effectiveness Diuron 500 g/l SC Herbicide Growth of Weed on
Sugar Cane (Saccharum officinarum L)
Dicky Nurfauzi Mustopa1, Hariyadi2
1
Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB
(A24070059)

2
Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB
Abstract
The experiment was conducted to test the efficacy of Diuron 500 g/l SC
herbicide of weeds in sugar cane cultivation is inferred based on statistical
analysis of the target weed species biomass data. The experiment was conducted
at PT. PG. PG Rajawali II Unit. Subang is located in block Cidangdeur,
Pasirbungur village, District Purwadadi, Subang regency, West Java, in January
2011 to March 2011. Experimental design used in this study was a randomized
complete randomized design (RKLT) with one factor. This study used six
treatments with four replications. The treatment given is: (P1) Diuron 500 g/l SC
with a dose of 0.5 l/ha, (P2) Diuron 500 g/l SC with a dose of 1.0 l/ha, (P3 Diuron
500 g/l SC with a dose of 2.0 l/ha, (P4) Diuron 500 g/l SC at a dose of 3.0 l/ha,
(P5) Manual Weeding, (P6) Control. Diuron 500 g/l SC herbicide effectively
suppress weed growth by 10 MSA. In statistical calculations, the average
herbicide treatment with a dose of 0.5 l/ha, 1.0 l/ha, 2.0 l/ha, and 3.0 l/ha showed
no significant difference in controlling weed growth. So that the herbicide
application with a dose of 0.5 l/ha is more effective to apply for a dose of 0.5 l/ha
was able to control weed growth and significantly different from control
treatment. During the trial found no symptoms of poisoning at treatment doses of

0.5-2.0 l/ha, but on treatment with a dose of 3.0 l / ha showed mild toxicity
scoring or not too harmful.
Keywords : Herbicide, Diuron, Weeds, Sugar cane.

PENGARUH EFEKTIFITAS HERBISIDA DIURON 500 g/l SC
DALAM PENGENDALIAN GULMA PADA TANAMAN TEBU
(Saccharum officinarum L)

Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

DICKY NURFAUZI MUSTOPA
A24070059

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011


ii

LEMBAR PENGESAHAN

Judul

: PENGARUH EFEKTIFITAS HERBISIDA DIURON
500 g/l SC DALAM PENGENDALIAN GULMA
PADA TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L)

Nama

: DICKY NURFAUZI MUSTOPA

NIM

: A24070059

Menyetujui,
Dosen pembimbing


Dr. Ir. Hariyadi, MS
NIP. 19611008 198601 1 001

Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr.
NIP. 19611101 198703 1 003

Tanggal lulus :

iii

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Subang, Propinsi Jawa Barat pada tanggal 1 Mei
1990. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak
Ruhiman, BSW dan Ibu Yayah Komariah.
Tahun 2001 penulis lulus dari SDN Tanjungjaya, kemudian pada tahun
2004 penulis menyelesaikan studi di SMP N 1 Tanjungsiang, Subang. Selanjutnya

penulis lulus dari SMA N 1 Tanjungsiang pada tahun 2007. Tahun 2007 penulis
diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI sebagai mahasiswa
pada Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB.
Tahun 2008 hingga 2011 penulis aktif di berbagai organisasi mahasiswa.
Tahun 2008 sebagai anggota kegiatan seni musik dan paduan suara Agriasuara
dan MAX, tahun 2008/2009 menjadi wakil ketua umum forum kemahasiswaan
Kabupaten Subang, dan sebagai koordinator wilayah Bogor pada organisasi
mahasiswa Subang seluruh Indonesia. Selanjutnya penulis pada tahun 2008/2009,
menjadi anggota Himagron (Himpunan Mahasiswa Agronomi) Faperta IPB, dan
menjadi ketua kegiatan OSPEK mahasiswa baru angkatan 45 yang dikenal dengan
nama MPD (Masa Perkenalan Departemen) Agronomi dan Hortikultura dengan
nama kegiatannya adalah SEMAI 45.

iv

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kekuatan dan hidayah sehingga penelitian ini dapat diselesaikan
dengan baik. Penelitian pengujian efikasi herbisida diuron 500 g/l SC ini
dilaksanakan terdorong oleh keinginan untuk mengetahui pengaruh efektifitas

herbisida terhadap pertumbuhan gulma pada tanaman tebu (Saccharum
officinarum L) dan efek toksisitasnya bagi tanaman tebu. Penelitian dilaksanakan
di lahan tanaman tebu PT. PG. Rajawali II Unit PG. Subang yang terletak di blok
Cidangdeur, desa Pasirbungur, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Jawa
Barat.
Penulis menyampaikan terimakasih kepada Dr. Ir. Hariyadi, MS. yang
telah memberi bimbingan dan pengarahan

selama kegiatan penelitian dan

penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada teknisi kebun
yang telah memberikan bantuan selama pelaksanaan penelitian. Kepada kedua
orang tua yang telah memberikan dorongan yang tulus baik moril maupun materil,
penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya. Semoga hasil
penelitian ini berguna bagi yang memerlukan.

Bogor, Juli 2011
Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL .....................................................................................

vi

DAFTAR GAMBAR ................................................................................

vii

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................

viii

PENDAHULUAN ....................................................................................
Latar Belakang ..............................................................................
Tujuan Percobaan ..........................................................................
Hipotesis ........................................................................................

1
1

3
3

TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................
Ekologi gulma ...............................................................................
Persaingan Gulma dan Tanaman Tebu ..........................................
Penggunaan Herbisida ...................................................................
Herbisisida Pra Tumbuh ................................................................
Diuron............................................................................................
Aplikasi Herbisida .........................................................................

4
4
5
6
7
8
10

BAHAN DAN METODE .........................................................................

Tempat dan Waktu ........................................................................
Bahan dan Alat ..............................................................................
Metode Penelitian .........................................................................
Pelaksanaan Penelitian ..................................................................
Pengamatan ...................................................................................

12
12
12
12
13
14

HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................
Kondisi Umum ..............................................................................
Gulma Dominan ............................................................................
Persentase Penutupan Gulma ........................................................
Bobot Kering Gulma .....................................................................
Bobot Kering Gulma Total ................................................
Bobot Kering Gulma Daun Lebar Total ............................
Bobot Kering Gulma Rumput ...........................................
Bobot Kering Gulma Cleome rutidosperma......................
Bobot Kering Gulma Borreria alata .................................
Bobot Kering Gulma Digitaria adcendens........................
Bobot Kering Gulma Brachiaria distachya ......................
Fitotoksisitas pada Tanaman Tebu ................................................
Perbandingan dengan Pengendalian Mekanis ...............................
Pembahasan Umum .......................................................................

17
17
19
22
25
25
28
30
32
35
37
40
42
45
47

KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................

49

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................

50

LAMPIRAN ..............................................................................................

52

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1. Rekapitulasi Sidik Ragam pada Tiap Waktu Pengamatan ..................... 19
2. Nisbah Jumlah Dominansi (NJD) Gulma Sebelum Aplikasi Herbisida . 20
3. Nisbah Jumlah Dominansi (NJD) Gulma Setelah Aplikasi Herbisida ... 20
4. Data Curah Hujan Selama Percobaan ..................................................... 22
5.

Pengaruh Pengendalian Gulma terhadap Persentase Penutupan Gulma

24

6.

Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering
Gulma Total ........................................................................................... 26

7.

Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering
Gulma Daun Lebar ................................................................................. 29

8.

Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering
Gulma Rumput........................................................................................ 31

9.

Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering
Gulma Cleome rutidosperma .................................................................. 33

10. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering
Gulma Borreria alata ............................................................................. 36
11. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering
Gulma Digitaria adscendens .................................................................. 38
12. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering
Gulma Brachiaria distachya................................................................... 41
13. Data Nilai Rata-rata Tingkat Skoring Toksisitas pada Tanaman Tebu .. 44
14. Perbandingan Biaya antara Penyiangan Manual dengan Perlakuan
Herbisida dengan Beberapa Dosis……………………………………..

46

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1. Rumus Bangun Herbisida Diuron ...................................................

9

2. Kondisi Lahan Percobaan di PG. Rajawali 2 Unit Subang .............

18

3. Gambar Gulma Dominan ................................................................

21

4. Grafik Persentase Penutupan Gulma ...............................................

22

5. Grafik Bobot Kering Gulma Total ..................................................

27

6. Grafik Bobot Kering Gulma Daun Lebar ........................................

29

7. Grafik Bobot Kering Gulma Rumput ..............................................

32

8. Grafik Bobot Kering Gulma Cleome rutidosperma ........................

34

9. Regresi Pengaruh Perlakuan Herbisida Antara Dosis dengan Bobot
Kering Gulma Cleome rutidosperma ..............................................

35

10. Grafik Bobot Kering Gulma Borreria alata ...................................

37

11. Regresi Pengaruh Perlakuan Herbisida Antara Dosis dengan Bobot
Kering Gulma Borreria alata .........................................................

37

12. Grafik Bobot Kering Gulma Digitaria adscendens ........................

39

13. Regresi Pengaruh Perlakuan Herbisida Antara Dosis dengan Bobot
Kering Gulma Digitaria adscendens ..............................................

39

14. Grafik Bobot Kering Gulma Brachiaria distachya .........................

42

15. Regresi Pengaruh Perlakuan Herbisida Antara Dosis dengan Bobot
Kering Gulma Brachiaria distachya ...............................................

42

16. Grafik Tingkat Skoring Toksistas pada Tanaman Tebu ..................

44

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

1.

Halaman

Sidik Ragam Persentase Penutupan Gulma Total .................................. 52

2. Sidik Ragam Bobot Kering Gulma Total ............................................... 53
3. Sidik Ragam Bobot Kering Total Gulma Daun Lebar ........................... 54
4. Sidik Ragam Bobot Kering Total Gulma Rumput ................................. 55
5.

Sidik Ragam Bobot Kering Total Gulma Cleome rutidosperma ........... 56

6.

Sidik Ragam Bobot Kering Total Gulma Borreria alata ....................... 57

7.

Sidik Ragam Bobot Kering Total Gulma Digitaria adscendens ............ 58

8.

Sidik Ragam Bobot Kering Total Gulma Brachiaria distachya ............ 59

9.

Perbandingan Pertumbuhan Gulma pada Setiap Petak Perlakuan pada
2 MSA..................................................................................................... 60

10. Perbandingan Pertumbuhan Gulma pada Setiap Petak Perlakuan pada
12 MSA................................................................................................... 61
11. Perbandingan Tingkat Toksisitas pada Tanaman Tebu dari Setiap
Perlakuan Dosis Herbisida pada 6 MSA ................................................ 62
12. Denah Satuan Petak Perlakuan dan Pengambilan Contoh Gulma serta
Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L) ........................................... 63
13. Denah Petak Lahan dengan Enam Perlakuan dan Empat Ulangan ........ 64
14. Data Curah Hujan PT. PG. Rajawali II Unit Subang ............................. 65

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman tebu (Saccharum officinarum L) adalah suatu komoditi
perkebunan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Menurut Notojoewono dalam
Rahmawati (1994) tebu semula dikatakan berasal dari India di sekitar Sungai
Gangga, dan ada lagi yang mengatakan dari Kepulauan Pasifik Selatan atau Irian.
Permintaan tebu sebagai bahan baku gula pasir semakin meningkat. Pada tahun
2007 total kebutuhan gula di Indonesia mencapai 2.6 juta

ton, sedangkan

produksi gula hanya 2.1 juta ton (Zainudin, 2007). Produksi hablur (gula) pada
tahun 2002 – 2006 meningkat 7.97 % per tahun (produktivitas meningkat 4.01 %
per tahun) sedangkan pada tahun 2007 – 2010 turun 2.16 % per tahun
(produktivitas menurun 2.58 % per tahun). Luas areal perkebunan tebu dari tahun
ke tahun semakin meningkat, estimasi luas areal perkebunan tebu pada tahun 2011
adalah sebesar 473 923 ha, dan estimasi produksi tebunya sebesar 3 159 836 ton
(Deptan, 2010).
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan produk gula pasir, maka
peningkatan produksi tebu perlu dilakukan dan semua permasalahan dalam usaha
budidaya tebu dapat

diatasi, termasuk di dalamnya tindakan pengendalian

terhadap gulma sebagai jasad pengganggu yang dapat menghambat pertumbuhan
tanaman tebu. Kemajuan pertanian dewasa ini secara langsung ataupun tidak
langsung dapat memacu pertumbuhan gulma, seperti penanaman dalam baris,
jarak tanam yang lebar, mekanisasi, pengairan, dan pemberian bahan-bahan kimia
seperti pupuk. Keadaan suhu yang relatif tinggi, cahaya matahari melimpah, dan
curah hujan yang cukup di daerah tropik, juga mendorong gulma untuk tumbuh
subur. Akibatnya gulma menjadi masalah dalam budidaya tanaman pangan,
hortikultura, dan perkebunan khusunya dalam hal ini perkebunan tebu.
Permasalahan yang ditimbulkan oleh adanya gulma diantaranya adalah
dengan adanya penurunan produksi yang diakibatkan oleh adanya persaingan
dalam pengambilan unsur hara, air, sinar matahari, dan ruang hidup antara gulma
dan tanaman yang dibudidayakan. Mengingat masalah gulma ini merupakan suatu
masalah yang sangat penting dalam usaha pertanian khususnya dalam budidaya

2
tanaman tebu, maka selalu dicari alternatif pemecahan masalah pengendalian
gulma yang tidak dapat dilakukan hanya mengandalkan tenaga manusia dengan
penyiangan secara manual. Pengendalian gulma menggunakan senyawa kimia
akhir-akhir ini sangat diminati, terutama untuk lahan pertanian yang cukup luas.
Senyawa kimia yang digunakan untuk megendalikan gulma sering disebut dengan
nama herbisida.
Herbisida merupakan alat yang canggih dalam pengendalian gulma serta
memberikan keuntungan lebih dalam pemakaiannya. Salah satu pertimbangan
yang penting dalam pemakaian herbisida adalah untuk mendapatkan pengendalian
yang selektif, yaitu mematikan gulma, tetapi tidak merusak tanaman budidaya.
Oleh karena itu perlu dosis konsentrasi dan jenis herbisida yang tepat pada
tanaman, supaya kelebihan dan kesalahan pemakaian herbisida dapat dihindari.
Dalam hal ini perlu pemahaman tentang fisiologi dari tumbuhan dan herbisida itu
sendiri. Fisiologi herbisida dengan sendirinya akan mengungkapkan hubungan
herbisida mulai dari masuknya ke dalam tubuh tumbuhan sehubungan dengan
proses-proses yang mendukung metabolisme itu dan dampak yang diakibatkan.
Perkembangan teknologi yang semakin pesat mendorong manusia untuk
berusaha mendapatkan herbisida-herbisida yang baru untuk meningkatkan
pengendalian gulma dengan cara efisien dan efektif. Salah satu bahan aktif
herbisida yang sering digunakan dalam pertanaman tebu adalah diuron. Diuron
mempunyai kemampuan untuk menahan pencucian karena daya larutnya yang
rendah dalam air, sehingga persistensi diuron dalam tanah cukup lama yaitu
sekitar 2-3 bulan (Tjitrosoedirdjo et al., 1984). Herbisida yang diujikan dalam
penelitian ini adalah herbisida yang memiliki kandungan bahan aktif diuron 500
g/l dengan beberapa dosis konsentrasi yang berbeda pada setiap perlakuan yang
dibandingkan dengan perlakuan kontrol atau tanpa perlakuan herbisida dan
penyiangan manual.

3
Tujuan
Tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah untuk menguji efikasi herbisida
diuron 500 g/l SC terhadap pengendalian gulma pada budidaya tanaman tebu yang
disimpulkan berdasarkan analisis statistik data biomassa spesies gulma sasaran
dan persen penutupan gulma.

Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Penggunaan herbisida diuron 500 g/l SC dengan dosis tertentu dapat
mengendalikan gulma pada tanaman tebu secara efisien.
2. Tidak ada pengaruh toksisitas herbisida diuron 500 g/l SC terhadap
pertumbuhan tanaman tebu.

TINJAUAN PUSTAKA
Ekologi Gulma
Masalah gulma timbul pada suatu jenis tumbuhan atau sekelompok
tumbuhan mulai mengganggu aktifitas manusia baik kesehatannya maupun
kesenangannya. Istilah gulma bukanlah istilah yang ilmiah, melainkan istilah yang
sederhana yang sudah merupakan milik masyarakat (Sastroutomo, 1990). Secara
umum, masyarakat mempunyai konsepsi yang sangat luas tentang apa yang
dinamakan dengan gulma atau tanaman pengganggu. Gulma bukan hanya
termasuk ke dalam golongan tumbuhan yang merugikan manusia dalam beberapa
hal, tetapi juga merupakan jenis tumbuhan yang tidak bermanfaat atau belum
diketahui manfaatnya.
Pakar-pakar ekologi cenderung melihat gulma sebagai tumbuhan yang
mempunyai kemampuan khusus untuk menguasai lahan-lahan yang telah
mengalami gangguan manusia. Atau dalam bahasa ilmiahnya gulma adalah
tumbuhan pioner dari suksesi sekunder terutama pada lahan-lahan pertanian
(Sastroutomo, 1990). Gulma yang tumbuh pada areal tanaman budidaya akan
sangat merugikan tanaman pokoknya. Kerugian ini dapat berupa penurunan hasil,
mempersulit pekerjaan pemeliharaan, mempersulit panen, memperbesar biaya
produksi dan dapat sebagai sarang hama dan penyakit (Yakup, 2002).
Cara yang paling sederhana dan biasa digunakan untuk mengelompokan
gulma adalah berdasarkan habitatnya. Ada beberapa kelompok gulma yang
penting yaitu gulma agrestal atau segetal, ruderal, gulma padang rumput, gulma
air, gulma hutan, dan gulma lingkungan (Sastroutomo, 1990). Penelitian ini lebih
mengarah pada kelompok gulma agrestal atau segetal. Agrestal merupakan
kelompok gulma yang berada pada lahan pertanian atau di tanah-tanah yang
mengalami pengolahan, termasuk di dalamnya adalah gulma-gulma tanaman
pangan, kebun sayur, buah-buahan, dan perkebunan.
Guna kepentingan praktis agrestal biasanya secara sederhana dibagi
menjadi gulma semusim dan gulma menahun. Gulma menahun biasanya memiliki
daya reproduksi vegetatatif

yang tinggi, sedangkan gulma semusim daya

reproduksinya hanya bergantung pada biji (Sastroutomo, 1990). Pembagian lain

5

dari agrestal adalah menjadi gulma berdaun lebar (dikot) dan gulma berdaun
sempit (monokot) yang dibagi lagi menjadi rerumputan (Gramineae) dan tekitekian (Cyperaceae). Dalam penelitian ini akan lebih difokuskan kapada efikasi
herbisida diuron 500 g/l SC terhadap ketiga golongan gulma tersebut.

Persaingan Gulma dan Tanaman Tebu
Masalah gulma yang timbul diakibatkan karena adanya persaingan antara
gulma dan tanaman budidaya. Persaingan akan terjadi bila timbul interaksi antar
lebih dari satu tumbuhan. Interaksi adalah peristiwa saling tindak antar tumbuhan
tersebut. Kompetisi berasal dari kata competere yang berarti mencari atau
mengejar sesuatu yang secara bersamaan dibutuhkan oleh lebih dari satu pencari.
Persaingan timbul dari 3 reaksi tanaman pada faktor fisik dan pengaruh faktor
yang dimodifikasikan pada pesaing-pesaingnya (Moenandir, 1993).
Soedarsan dkk. dalam Agustanti (2006) mencatat adanya tujuh jenis gulma
penting pada pertanaman tebu yang hampir semuanya terdiri dari jenis rerumputan
(5), satu teki, dan satu jenis gulma berdaun lebar. Jenis-jenis gulma yang tumbuh
di pertanaman tebu sangat ditentukan oleh cara pengolahan tanah dan macam
tanaman budidayanya. Pada tanaman tebu, gulma akan bersaing dalam hal
mendapatkan air, zat hara (pupuk), sinar matahari dan ruang gerak pertumbuhan
tebu. Kadang-kadang ada jenis gulma yang mengeluarkan racun yang dapat
mempengaruhi perkembangan dan pertunasan tebu.
Supaya tumbuh lebih baik, tebu memerlukan masa bebas gulma antara dua
sampai dengan tiga bulan setelah tanam, karena pada masa tersebut dianggap
kritikal dalam pembentukan tunas (Sembodo, 1992). Kerugian pada tebu akibat
persaingan tersebut terutama pada bobot tebunya, besarnya kerugian akibat gulma
ini sangat bervariasi tergantung dari macam spesies gulma dan kerapatannya
(Murwandono, 1984). Gulma yang tumbuh pada tanaman tebu menjadi kendala
untuk mencapai produksi yang tinggi. Keberadaan gulma pada tanaman tebu dapat
menurunkan produksi sebesar 15.0-53.7% (Kuntohartono, 1998).
Keragaman macam gulma dikelompokan berdasarkan umur dan cara
berkembangbiaknya. Mengingat masalah gulma ini merupakan suatu masalah
yang sangat penting dalam usaha pertanian khususnya dalam budidaya tanaman

6

tebu, maka selalu dicari alternatif pemecahan masalah pengendalian gulma yang
tidak dapat dilakukan hanya mengandalkan tenaga manusia dengan penyiangan
secara manual. Pengendalian gulma menggunakan senyawa kimia akhir-akhir ini
sangat diminati, terutama untuk lahan pertanian yang cukup luas. Senyawa kimia
yang dipergunakan untuk pengendalian gulma sering disebut herbisida (Yakup,
2002).

Penggunaan Herbisida
Pada dasarnya ada enam macam metode pengendalian gulma, yaitu
mekanis, kultur teknis, fisik, biologis, kimia, dan terpadu. Pengendalian dengan
herbisida yang termasuk pengendalian secara kimia adalah upaya dan cara yang
sering digunakan petani dalam mengendalikan gulma. Pada saat sekarang
penggunaan herbisida tidak hanya terdiri dari satu jenis saja melainkan dapat
berupa gabungan dari dua atau tiga jenis herbisida. Herbisida merupakan alat
yang canggih dalam proses pegendalian gulma di tanaman perkebunan. Menurut
Tjitrosoedirdjo et al. (1984), pengendalian dengan menggunakan herbisida
memiliki beberapa keuntungan yaitu penggunaan tenaga kerja yang lebih sedikit
dan lebih mudah serta cepat dalam pelaksanaan pengendalian.
Herbisida dapat dikelompokan berdasarkan sifat kimia, sifat selektifitas,
dan berdasarkan cara pengendaliannya (Yakup, 2002). Salah satu pertimbangan
penting dalam pemakaian herbisida adalah untuk mendapatkan pengendalian yang
selektif, yaitu mematikan gulma tetapi tidak mengakibatkan kerusakan terhadap
tanaman budidaya. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan tentang dosis dan
konsentrasi yang optimum pada tanaman, supaya kelebihan pemakaian herbisida
dapat dihindari (Yakup, 2002). Berdasarkan waktu aplikasi, biasanya herbisida
diaplikasikan berdasarkan oleh stadia pertumbuhan dari tanaman maupun gulma.
Manusia akan berusaha mengendalikan gulma dengan cara yang efektif dan
efisien, maka dari itu manusia akan berusaha mengembangkan herbisidaherbisida baru.
Perlakuan yang berulangkali dapat mengakibatkan resistensi tumbuhan
terhadap herbisida. Bila herbisida tersisa dalam tubuh tumbuhan sampai saat
panen maka ada residu dalam tubuh tumbuhan dan yang tersisa dalam tanah

7

menjadi residu dalam tanah yang dapat mempengaruhi pertumbuhan berikutnya.
Absorpi herbisida, yang berarti herbisida diserap oleh tumbuhan dan masuk dalam
tubuhnya secara difusi, osmosis, imbibisi dan lain-lain. Absorpi herbisida akan
serupa dengan absorpsi nutrisi, sehingga perlu diingat adanya faktor-faktor yang
mempengaruhinya (Moenandir, 1990). Fisiologi herbisida dengan sendirinya akan
mengungkapkan hubungan herbisida mulai dari masuknya ke dalam tubuh
tumbuhan sehubungan dengan proses-proses yang mendukung metabolisme itu
dan dampak yang diakibatkan.

Herbisida Pra Tumbuh
Peersaingan antara gulma dengan tanaman pokok dapat dicegah sedini
mungkin dan untuk melindungi tanaman pokok dari gangguan gulma maka
tindakan pengendalian gulma yang tepat adalah dengan menggunakan herbisida
pra tumbuh (Sujarwadi, 1994). Lintasan utama masuknya herbisida ke dalam
tubuh tumbuhan ialah akar atau batang yang sedang muncul, untuk aplikasi lewat
tanah dan batang atau daun untuk aplikasi lewat atas tanah. Dengan demikian
herbisida harus masuk terlebih dahulu ke dalam jaringan tumbuhan sebelum
terjadi respon biologis.
Laju masuknya herbisida ke dalam tubuh tumbuhan tergantung dari stadia
perkembangan tumbuhan pada saat aplikasi. Herbisida dapat diaplikasikan ke
dalam beberapa kategori. Klasifikasi ini dapat didasarkan pada tipe gulma yang
akan

dikendalikan,

waktu

aplikasi,

dan

bagaimana

cara

aplikasinya

(Tjitrosoedirdjo et al., 1984). Berdasarkan waktu aplikasinya, herbisida dibedakan
menjadi herbisida pra kultivasi yang diaplikasikan sebelum tanah diolah dan
sebelum ada tanaman, herbisida pra tanam yang diaplikasikan sebelum tanam,
sesudah tanah diolah, herbisida pra tumbuh yang diaplikasikan sebelum tanaman
tumbuh (muncul), dan herbisida pasca tumbuh yang diaplikasikan setelah tanaman
tumbuh dan muncul, demikian pula gulmanya (Moenandir, 1990). Dalam
percobaan yang dilakukan lebih difokuskan kepada jenis herbisida pra tumbuh
yaitu herbisida diuron 500 g/l SC.
Herbisida pra tumbuh bekerja dengan cara mematikan biji-biji gulma yang
akan berkecambah di dalam maupun diatas permukaan tanah. Sebagian besar biji

8

gulma yang mampu tumbuh terletak di lapisan olah, yaitu lapisan antara 2.5 - 5
cm (Sujarwadi, 1994). Agar dapat merata ke seluruh gulma sasaran, herbisida pra
tumbuh memerlukan teknik pengolahan tanah yang baik pada areal yang akan
diaplikasikan dan tekstur tanah yang gembur serta tidak berbongkah-bongkah.
Untuk mengaplikasikan jenis herbisida pra tumbuh perlu diperhatikan jenis
pelarutnya. Aplikasi herbisida pra tumbuh memerlukan cukup banyak pelarut
(Barus, 2003). Karena jika kadar air rendah dapat mengurangi efisiensi dan
efektivitas pengendalian gulma.
Herbisida pra tumbuh akan efektif kerjanya di dalam tanah apabila
herbisida tersebut dapat mencapai kedalaman sampai beberapa cm di dalam tanah.
Apabila hanya mencapai kurang lebih 1-2 cm, maka pada umumnya hanya akan
membunuh biji-biji tumbuhan pengganggu yang setahun (annual) saja. Herbisida
pra tumbuh mampu mengendalikan gulma sejak awal, karena kompetisi sejak
awal inilah yang banyak menyebabkan kerugian pada tanaman yang akan
dibudidayakan. Menurut Kearney dalam Sujarwadi (1994) persistensi herbisida
pra tumbuh dalam tanah ditentukan oleh jenis herbisida, kadar air tanah, jumlah
liat, suhu tanah, pencucian dan penguapan, kandungan bahan organik, serta
kegiatan mikroorganisme.

Diuron
Masing-masing jenis herbisida memiliki beberapa bahan aktif yang
terkandung, diantaranya adalah diuron. Diuron merupakan bahan aktif herbisida
yang merupakan jenis herbisida yang diaplikasikan melalui tanah. Herbisida
golongan ini merupakan herbisida yang sistemik yang disemprotkan ke tanah,
kemudian diserap oleh akar dan ditranslokasikan bersama aliran transpirasi
sampai ke side of action pada jaringan daun yang menghambat proses pada
photosystem II pada fotosintesis (Yakup, 2002).
Diuron merupakan herbisida dari turunan urea. Herbisida ini merupakan
herbisida yang selektif dan proses pengendaliannya melalui tanah, walaupun ada
beberapa yang lewat daun. Herbisida ini merupakan jenis herbisida yang sistemik,
yang menyerang bagian tubuh gulma dan nantinya akan ditranslokasikan ke
seluruh tubuh gulma tersebut. Herbisida ini biasanya diabsorbsi melalui akar dan

9

ditranslokasikan ke daun melalui batang. Nama kimia dari herbisida diuron adalah
3-(3,4-dichlorophenyl)-1,1-dimethylurea (Gambar 1).
O
CH3
Cl

NH

C

N
CH3

Cl
3-(3,4-dichlorophenyl)-1,1-dimethylurea
Gambar 1. Rumus Bangun Herbisida Diuron
Didalam tubuh tumbuhan diuron mengalami degradasi, terutama melalui
pelepasan gugus metil. Herbisida diuron menghambat reaksi Hill pada
fotosintesis, yaitu dalam fotosistem II. Dengan demikian pembentukan ATP dan
NADPH terganggu (Tjitrosoedirdjo et al., 1984). Kebanyakan herbisida yang
berasal dari golongan urea seperti halnya diuron ini lebih cepat diserap melalui
akar tumbuhan dan dengan segera ditranslokasikan ke bagian atas tumbuhan
(daun dan batang) melalui system apoplastik. Ada dua hal yang menyebabkan
diuron tetap berada di permukaan tanah dalam waktu yang relatif agak lama yaitu:
(1) tidak mudah larut dalam air sehingga diuron mempunyai kemampuan untuk
bertahan dari pencucian dan (2) tingkat absorbsi yang tinggi oleh koloid tanah
(Agustanti, 2006).
Biasanya jenis herbisida yang memiliki bahan aktif diuron banyak
digunakan untuk pengendalian gulma pada tanaman tebu, kapas, karet, teh, dan
sebagainya. Tingkat toksisitas diuron sangat tinggi untuk kecambah tumbuhan
pengganggu. Dalam keadaan murni diuron akan berupa kristal putih, tidak
menguap, tidak mudah terbakar, dan tidak berbau, akan meleleh pada suhu 1580 1590 C, larut dalam air pada suhu 250 C sebanyak 42 ppm dan tahan terhadap
dekomposisi (Agustanti, 2006).
Gejala toksisitas yang ditimbulkan oleh herbisida diuron biasanya
tergantung pada jenis tumbuhan itu sendiri. Gejala yang timbul biasanya terjadi
kematian yang diawali dari ujung daun kemudian apabila ujung daun telah mati,

10

maka tidak akan terjadi turgor lagi. Setelah gejala tersebut timbul akan disusul
dengan timbulnya khlorosis yang biasanya akan diikuti oleh pertumbuhan yang
lambat dan kematian yang mendadak. Biasanya herbisida yang diaplikasikan
melalui tanah disemprotkan mengelilingi tanaman pokok atau disemprotkan
diantara barisan untuk meningkatkan selektivitas herbisida dan mengurangi biaya
pengendalian gulma.

Aplikasi Herbisida
Cara aplikasi penting dalam penentuan derajat keberhasilan pengendalian
gulma, seperti aplikasi yang mengurangi kontak dengan tanaman budidaya dan
memperbanyak kontak dengan gulma, ialah dalam alur, setempat, langsung dan
lain-lain. Cara terbaik adalah semprotan terarah dengan menggunakan gugusan
non selektif dan kontak ke dalam herbisida yang selektif (Moenandir, 1990).
Menurut Barus (2003), aplikasi herbisida dipengaruhi oleh faktor internal dan
faktor eksternal.
Faktor internal adalah faktor yang terdapat pada gulma itu sendiri yaitu
faktor pertumbuhan gulma. Faktor eksternal adalah faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi keefektifan dan efisiensi aplikasi herbisida, misalnya curah hujan,
angin, sinar matahari (cahaya), temperatur, dan kelemababan udara. Curah hujan
dapat menyebabkan bahan aktif herbisida tercuci, angin yang kencang dapat
menerbangkan butiran-butiran larutan herbisida dan sinar matahari yang terik
dapat menyebabkan terjadinya penguapan larutan herbisida yang diaplikasikan.
Waktu aplikasi mempunyai pengaruh juga dalam aktifitas herbisida. Berdasarkan
faktor internalnya, waktu aplikasi herbisida yang paling tepat adalah pada saat
gulma masih muda dan belum memasuki pertumbuhan generatif. Pada fase ini,
penyerapan bahan aktif herbisida yang diaplikasikan dapat berlangsung lebih
efektif.
Herbisida pra tumbuh dirancang untuk gugusan yang dapat diabsorbsi
dalam tanah, yang akan tetap tinggal pada lapisan tanah di permukaan. Peralatan
yang benar, nozel yang tepat, kecepatan jalan semprot, penetapan lebar semprotan
dan sebagainya, perlu mendapat pertimbangan yang matang sebelum mengadakan
aplikasi. Alat yang digunakan untuk melaksanakan penyemprotan disebut dengan

11

sprayer yang berfungsi untuk memecah cairan atau larutan menjadi butiranbutiran dengan ukuran yang efektif dan mendistribusikannya secara merata pada
permukaan yang dilindungi (Harefa, 1997).
Ukuran butiran semprot yang merata pada target dan jumlah butiran tidak
kurang dari 20 butir/cm2 adalah indikasi suatu semprotan yang berhasil (Harefa,
1997). Ukuran tetesan ditentukan oleh volume semprotan, dan ukuran serta bentuk
nozel. Menurut Harefa (1997) pada keadaan berangin, tetesan semprotan dengan
ukuran besar akan menjadi berguna, dengan ketentuan perlu volume yang lebih
tinggi (herbisida kontak). Sedangkan jumlah volume yang lebih rendah
dibutuhkan untuk herbisida translokasi atau sistemik. Diusahakan dapat
meningkatkan efisiensi kerja dan mendapatkan efikasi pemberantasan setinggi
mungkin. Menurut Sutiyoso (1988) aplikasi herbisida harus dengan pengalaman
disertai dengan latihan, maka diharapkan bisa dikuasai teknik aplikasi yang jauh
lebih baik.

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Kegiatan penelitian dilaksanakan di lahan tanaman tebu PT. PG. Rajawali
II Unit PG. Subang yang terletak di blok Cidangdeur, desa Pasirbungur,
Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Perusahaan ini memiliki
pabrik dengan jarak sekitar 22 km kearah Utara kota Subang dan 12 km kearah
Selatan dari Kecamatan Sukamandi, dengan ketinggian 31-33 m dpl, dan rata-rata
curah hujan sebesar 1 858. 22 mm per tahun. Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Desember 2010 sampai Maret 2011.

Bahan dan Alat
Bahan
Bahan yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah klon tebu yang
sering digunakan di perkebunan PG. Rajawali II, dan herbisida diuron 500 g/l SC
yang telah diperiksa kadar bahan aktifnya oleh laboratorium Batan dan disegel.
Alat
Alat yang digunakan adalah sprayer knapsack semi automatik dengan
nozel T-jet sebagai alat penyemprot herbisida yang digunakan, ember, gelas ukur,
pengaduk, timbangan, spidol, oven, dan kuadran dengan ukuran 0.5 m x 0.5 m.

Metode Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rancangan acak lengkap teracak (RKLT) dengan satu faktor. Penelitian ini
menggunakan enam perlakuan dengan empat ulangan. Perlakuan pertama adalah
menggunakan herbisida dengan dosis 0.5 l/ha, perlakuan kedua dengan dosis 1.0
l/ha, perlakuan ketiga menggunakan dosis 2.0 l/ha, perlakuan keempat
menggunakan dosis 3.0 l/ha. Perlakuan kelima tidak menggunakan herbisida
tetapi dengan cara penyiangan manual dengan teknik babat dempes, yang
dilakukan sekali pada pengamatan enam minggu setelah aplikasi (6 MSA).
Perlakuan keenam merupakan kontrol yang digunakan sebagai pembanding tanpa
penyiangan dan perlakuan apapun.

13

Model rancangan yang digunakan adalah :
Yijk = µ + τi + βj + εij
Keterangan :
Yijk

= Pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

µ

= Rataan umum

τi

= Pengaruh perlakuan ke-i

βj

= Pengaruh kelompok ke-j

εij

= Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
Pengolahan data dilakukan dengan metode analisis ragam. Apabila

perlakuan menunjukan pengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut terhadap
perbedaan nilai rata-rata pada kepercayaan 5 % dengan prosedur uji yang sesuai
dengan rancangan percobaan. Satuan petak terdiri atas gulma yang terdapat pada
lima guludan tebu atau dengan luas 7 m x 10 m. Jarak antar satuan petak
perlakuan adalah satu barisan tebu di dalam barisan dan jarak antar setiap petak
ulangan adalah satu guludan tebu. Penentuan tata letak satuan perlakuan di dalam
suatu kelompok dilakukan sedemikian rupa sehingga sebaran gulma relatif
merata.

Pelaksanaan Penelitian
Analisis vegetasi dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan aplikasi
untuk mengetahui jenis gulma yang dominan. Analisis vegetasi dilakukan dengan
menggunakan alat kuadrat berukuran 0.5 m x 0.5 m, dengan mengambil contoh
gulma secara sistematis pada areal disekitar areal bercobaan yang diasumsikan
memiliki kondisi lahan yang sama dengan lahan percobaan. Sebelum melakukan
aplikasi herbisida, terlebih dahulu dilakukan pembagian petak percobaan yang
disesuaikan berdasarkan perlakuan yang akan diberikan yang semuanya berjumlah
24 petak percobaan. Setiap petak berukuran 7 m x 10 m dengan jarak antar
ulangan adalah 1.3 m dan jarak antara petak dalam satu ulangan adalah 0.5 m.
Kondisi pertanaman yang harus diperhatikan yaitu pertumbuhan
tanamannya yang relatif seragam dimana umur tanaman tebu pada saat aplikasi
adalah berumur lima hari. Kondisi gulma di lokasi percobaan pada saat aplikasi
terlihat masih belum tumbuh atau hanya sekitar 5 % gulma yang sudah tumbuh di

14

petak percobaan tersebut.

Cara aplikasi herbisida dan alat yang digunakan

disesuaikan dengan sifat fisik, cara kerja dan bentuk formulasi herbisida yang
diuji. Untuk formulasi yang larut dalam air, digunakan alat semprot punggung
semi automatik (semi automatik knapsack sprayer) dan nozel T-jet dengan
tekanan 1 kg/cm2 (15-20 psi). Aplikasi herbisida yang diuji dilakukan hanya satu
kali, waktunya adalah setelah tanah diolah sempurna dan telah ditanami namun
kondisi gulma di lahan percobaan belum tumbuh.

Pengamatan
Pengamatan gulma
1. Jumlah contoh
Jumlah contoh yang digunakan adalah data contoh biomassa gulma pada
setiap satuan petak perlakuan, diamati sebanyak dua kuadran per petak perlakuan,
menggunakan metode kuadrat berukuran 0.5 m x 0.5 m. Letak petak kuadrat
ditetapkan secara sistematis.
2. Waktu pengambilan contoh
Pengambilan contoh pada saat sebelum aplikasi dilakukan dengan cara
pengambilan gulma untuk data biomassa kerapatan dan frekuensi dilakukan
sebelum aplikasi, dimaksudkan untuk menganalisis vegetasi menggunakan teknik
sum dominance ratio (SDR) yaitu proses perhitungan jumlah dominansi gulma
yang ada di sekitar areal percobaan tersebut. Pengambilan contoh setelah aplikasi
dilakukan dengan cara pengambilan contoh gulma untuk data biomasa dan untuk
data persentase penutupan gulma yang dilakukan 2 minggu sekali setelah aplikasi,
dilakukan selama 3 bulan, berarti terdapat 6 kali pengamatan yaitu pada 2, 4, 6, 8,
10, dan 12 MSA. Kemudian pada akhir pengamatan dilakukan juga pengambilan
contoh gulma untuk analisis vegetasi akhir pada 12 MSA.
3. Cara pengambilan contoh
Contoh gulma yang diambil adalah gulma sasaran yang menjadi target
herbisida yang diuji yang diperoleh menggunakan teknik pelemparan alat kuadran
berukuran 0.5 m x 0.5 m sebanyak dua kuadran per petak perlakakuan. Gulma
yang masih segar dipotong tepat setinggi permukaan tanah, kemudian dipisahkan
setiap spesies. Selanjutnya gulma tersebut dikeringkan dalam oven pada

15

temperatur 800 C selama 48 jam atau sampai mencapai bobot kering konstan,
kemudian ditimbang untuk menghitung biomassa gulma. Proses pengovenan dan
penimbangan contoh gulma dilakukan di Laboratorium Pasca Panen, Departemen
Agronomi dan Hortikultura, IPB. Kemudian untuk pengamatan persentase
penutupan gulma dilakukan secara visual terhadap setiap petak perlakuan yang
nantinya akan dinilai dalam satuan persen (%) pada 2, 4, 6, 8, 10, dan 12 MSA.

Pengamatan tebu
1. Jumlah contoh
Jumlah contoh tanaman tebu untuk pengamatan fitotoksisitas adalah
sebanyak 10 tanaman dalam satuan petak perlakuan dan ditentukan sacara acak.
2. Fitotoksisitas
Tingkat keracunan dinilai secara visual terhadap populasi kultivar dalam
satuan petak perlakuan, diamati pada 4, 6, dan 8 minggu setelah aplikasi (MSA).
Skoring keracunan yang diberikan sebagai berikut :
0

= Tidak ada keracunan, 0 – 5% bentuk atau warna daun dan atau
pertumbuhan tanaman tebu tidak normal.

1

= Keracunan ringan, >5 – 20% bentuk atau warna daun dan atau
pertumbuhan tanaman tebu tidak normal.

2

= Keracunan sedang, > 20 – 50% bentuk atau warna daun dan atau
pertumbuhan tanaman tebu tidak normal.

3

= Keracunan berat, > 50 – 75% bentuk atau warna daun dan atau
pertumbuhan tanaman tebu tidak normal.

4

= Keracunan sangat berat, > 75% bentuk atau warna daun dan atau
pertumbuhan tanaman tebu tidak normal.

Kriteria efikasi
1. Efektifitas

herbisida

yang

diuji

penyiangan manual dan kontrol.

dibandingkan

dengan

perlakuan

16

2. Efikasi herbisida yang diuji disimpulkan berdasarkan analisis statistik data
biomassa spesies gulma sasaran dan persen penutupan gulma.
3. Sebagai data penunjang adalah keracunan dan tidak berpengaruh terhadap
pertumbuhan tebu.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Perusahaan
PT. PG. Rajawali II Unit PG. Subang terletak di blok Cidangdeur, desa
Pasirbungur, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Perusahaan
ini memiliki pabrik dengan jarak sekitar 22 km kearah Utara kota Subang dan 12
km kearah Selatan dari Kecamatan Sukamandi. Lokasi ini dipilih sebagai tempat
pabrik karena 75 % areal kebun tebu terletak didaerah ini sehingga akan lebih
melancarkan proses transportasi tebu ke pabrik. Secara geografis, kedudukan PG.
Rajawali II Unit Subang dan areal perkebunannya terletak diantara 107° 41°16°
BT sampai 107° 41°18° BT dan 6° 24° 46° LS sampai 6° 24° 48° LS, dengan
ketinggian 31-33 m di atas permukaan laut. Daerah PG. Subang merupakan
daerah datar sampai bergelombang dengan kemiringan 3-10%. Jenis tanah pada
areal perkebunan ini umumnya merupakan tanah latosol merah.
Berdasarkan SK menteri No. 68/Menteri-X/1978 tanggal 14 Oktober 1978
pengelolaan PG. Subang yang terdiri dari kebun Pasir Bungur, Pasir Muncang,
dan Manyingsal sepenuhnya diserahkan kepada PT. Perkebunan XIV. Pada tahun
1981, dimulailah pembangunan fisiknya yang ditegaskan dalam surat menteri
pertanian No. 667/KPTS/8/1981 tertanggal 11 Agustus 1981. Giling pertama PG.
Subang adalah pada tanggal 3 Juli 1984 dan berakhir tanggal 18 Oktober 1984,
dengan total tebu sejumlah 1 122 716 kuintal dari

keseluruhan jumlah tebu

2 135 628 kuintal. Pada saat pabrik berdiri atau produksi belum lancar, tebu PG.
Subang digiling di PG lain di PTP XIV.
Penelitian
Kondisi pertanaman tebu pada awal dimulainya penelitian di areal
percobaan terlihat cukup baik (Gambar 2). Aplikasi herbisida dilaksanakan pada
tanggal 19 Desember 2010, pada pagi hari yang diperkirakan tidak turun hujan
atau maksimal turun hujan 6 jam setelah aplikasi. Aplikasi dilakukan pada pagi
hari untuk menghindari penguapan herbisida oleh sinar matahari yang dapat
mengurangi efektifitas herbisida yang diaplikasikan.

18
Selama penelitian berlangsung, tingkat curah hujan di sekitar areal
perkebunan tidak terlalu tinggi bila dibandingkan dengan tingkat curah hujan
bulan-bulan sebelumnya. Namun tingkat curah hujan yang terjadi di sekitar areal
perkebunan akan mempengaruhi populasi gulma yang ada. Pengaruh tersebut
dapat berupa peningkatan pertumbuhan kembali gulma (re-growth) dan
mempercepat pertumbuhan biji gulma. Menurut Tjitrosoedirdjo et al. (1984),
bahwa pemakaian herbisida pra tumbuh kurang efektif saat kurang hujan karena
herbisida

tersebut

memerlukan

kelembaban

tanah

untuk

mengaktifkan

senyawanya.

Gambar 2. Kondisi Lahan Percobaan di PG Rajawali II Unit Subang

19
Tabel 1. Rekapitulasi Sidik Ragam pada Tiap Waktu Pengamatan
Waktu
(MSA)
2
4
6
8
10
12

PPG
**
**
**
**
**
tn

BKT
**
**
**
**
**
tn

Peubah Pengamatan
BKRT
BKDT
BKD
tn
**
tn
tn
**
tn
tn
**
tn
tn
**
tn
tn
**
*
tn
tn
tn

BKB
*
**
*
tn
tn
tn

BKCL
**
**
**
**
**
tn

BKBR
tn
tn
tn
tn
tn
*

Keterangan:
*

= Berpengaruh nyata pada taraf 5 %

BKBR = Bobot Kering Brachiaria distachya

**

= Berpengaruh nyata pada taraf 1 %

PPG

+

= Berpengaruh nyata pada taraf 10 %

BKT = Bobot Kering Gulma Total

tn

= Tidak berpengaruh nyata

BKRT = Bobot Kering Rumput Total

BKD

= Bobot Kering Digitaria adscendes

BKDT = Bobot Kering Daun Lebar Total

BKB

= Bobot Kering Borreria alata

BKCL= Bobot Kering Cleome rutidosperma

= Persentase Penutupan Gulma

Gulma Dominan
Vegetasi gulma menggambarkan perpaduan berbagai jenis gulma disuatu
wilayah atau daerah. Suatu tipe vegetasi menggambarkan suatu daerah dari segi
penyebaran gulma yang ada baik secara ruang maupun waktu. Vegetasi gulma
dapat diketahui dengan melakukan suatu teknik yang dinamakan anilisis vegetasi.
Analisis vegetasi dilakukan sebelum dan sesudah aplikasi herbisida untuk
mengetahui jenis gulma dominan di lahan percobaan. Spesies gulma dominan
ditunjukan oleh besarnya Nisbah Jumlah Dominansi (NJD) dalam % pada areal
percobaan. Nisbah Jumlah Dominansi merupakan rata-rata jumlah kerapatan
nisbi, nilai frekuensi nisbi, dan nilai berat kering nisbi gulma yang diperoleh dari
hasil analisis vegetasi pada areal percobaan.
Data-data yang diperoleh dari analisis vegetasi dapat digolongkan menjadi
dua, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Analisis vegetasi yang dilakukan
pada penelitian ini adalah analisis kuantitatif. Hasil analisis vegetasi gulma
sebelum aplikasi herbisida diuron 500 g/l SC disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan
hasil analisis vegetasi sebelum apikasi herbisida diuron 500 g/l SC didapatkan
empat spesies gulma dominan yaitu Cleome rutidosperma, Borreria alata,
Digitaria adscendens, dan Brachiaria distachya (Gambar 3). Spesies gulma lain

20
sebelum aplikasi herbisida adalah Cynodon dactylon, Urena lobata, Cyperus
rotundus, dan Croton monanthogynus.
Tabel 2. Nisbah Jumlah Dominansi (NJD) Gulma Sebelum Aplikasi Herbisida.
No
1
2
3
4
5

Jenis Gulma
Cleome rutidosperma
Borreria alata
Digitaria adscendens
Brachiaria distachya
Gulma lain

NJD (%)
35.60
24.98
14.41
8.53
16.48

Analisis vegetasi juga dilakukan pada akhir percobaan untuk mengetahui
apakah ada perubahan dari jumlah gulma yang dominan ketika sebelum aplikasi
dengan setelah aplikasi herbisida. Hasil analisis vegetasi akhir pada 12 Minggu
Setelah Aplikasi (MSA) disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Nisbah Jumlah Dominansi (NJD) Gulma Setelah Aplikasi Herbisida.
No
1
2
3
4
5

Jenis Gulma
Borreria alata
Cleome rutidosperma
Digitaria adscendens
Brachiaria distachya
Gulma lain

NJD (%)
23.67
22.57
22.38
18.81
12.57

Hasil analisis vegetasi akhir yang dilakukan pada lahan percobaan
memberikan gambaran umum tentang

dominansi gulma setelah aplikasi

herbisida. Data yang didapatkan pada Tabel 3 menunjukan bahwa terjadi
perubahan dominansi gulma yang terjadi pada akhir percobaan setelah aplikasi
herbisida. Hal ini terlihat dari perubahan dominansi gulma Cleome rutidosperma
yang digantikan oleh gulma Borreria alata pada akhir percobaan. Pada Tabel 3
dapat dilihat juga bahwa terjadi penurunan nilai NJD pada gulma Cleome
rutidosperma, dan gulma Borreria alata yang merupakan gulma daun lebar.
Sedangkan nilai NJD pada gulma Digitaria adscendens, dan

Brachiaria

distachya yang tergolong gulma rumput mengalami peningkatan.
Hal ini menunjukan bahwa herbisida diuron 500 g/l SC yang memiliki
bahan aktif diuron 500 g/l lebih efektif untuk mengendalikan gulma golongan

21
daun lebar. Adanya peningkatan nilai NJD dari beberapa spesies gulma dari
golongan rumput menunjukan bahwa herbisida diuron 500 g/l SC kurang efektif
dalam mengendalikan gulma rumput seperti Digitaria adscendens dan Brachiaria
distachya. Moenandir (1990) menyatakan bahwa ada empat peranan penting yang
mempengaruhi keselektifan