AKSESIBILITAS PROGRAM PEMBELAJARAN LUAR SEKOLAH DI KEBUN RAYA KEBUN BINATANG (KRKB) GEMBIRA LOKA YOGYAKATA.

(1)

i

AKSESIBILITAS PROGRAM PEMBELAJARAN LUAR SEKOLAH DI KEBUN RAYA KEBUN BINATANG (KRKB) GEMBIRA LOKA

YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Rahmat Dwi Sanjaya NIM 13102241045

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v MOTTO

 Tebar kebaikan, tuai kebermanfaatan (Penulis)

 Jadikan setiap langkah yang dijalani sebagai perwujudan dari sebuah harapan dan mimpi yang dimiliki (Penulis)

 Kehidupan merupakan harmonisasi dari komponen-komponen yang saling beradu dan berpadu (Penulis)


(6)

vi

PERSEMBAHAN Atas karunia Allah SWT

Aku Persembahkan Karya Tulis ini Kepada:

1. Bapak dan Ibu tercinta yang telah mencurahkan segenap kasih sayangnya

serta do’a yang tidak pernah lupa mereka sisipkan, sehingga penulis dapat

berhasil menyusun karya ini. Terimakasih atas semua pengorbanan yang telah diberikan.

2. Almamaterku Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan yang begitu besar.

3. Jurusan Pendidikan Luar Sekolah yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan mencari pengalaman yang sangat luar biasa.


(7)

vii

AKSESIBILITAS PROGRAM PEMBELAJARAN LUAR SEKOLAH DI KEBUN RAYA KEBUN BINATANG (KRKB) GEMBIRA LOKA

YOGYAKATA

Oleh

Rahmat Dwi Sanjaya NIM 13102241045

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang: (1) aksesibilitas program pembelajaran luar sekolah, (2) faktor pendukung dan penghambat aksesibilitas program pembelajaran luar sekolah.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Subjek penelitian ini yaitu bagian marketing, pemandu program, dan guru pendamping. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, dokumentasi dan wawancara. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data komponensial secara induktif dengan metode interaktif yang meliputi: pengumpulan, reduksi, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Sedangkan keabsahan data yang digunakan adalah trianggulasi sumber.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa: (1) aksesibilitas program PLS GL zoo terdiri dari pihak-pihak yang memiliki akses dan peranannya yaitu dinas pendidikan selaku pemberi izin, pengelola KRKB selaku pemegang kebijakan, Jurusan PLS selaku konseptor program dan penyedia SDM pemandu, sekolah selaku peserta program, serta media massa selaku penyebarluasan informasi; kebijakan dan strategi yang diterapkan yaitu potongan tarif, pemandu, dan membentuk bidang khusus; pelaksanaan program sudah sesuai dengan langkah-langkah dan mendapat tanggapan positif; serta upaya untuk memperluas aksesibilitas program yaitu membuat kebijakan baru, menjalin kerjasama, membuat buku informasi dan penambahan konten; (2) Faktor pendukung aksesibilitas program meliputi adanya kepedulian pihak mitra, kebijakan internal yang pro terhadap program, dan kebutuhan lembaga sekolah akan program pembelajaran luar sekolah. Faktor penghambat aksesibilitas program meliputi SDM pemandu yang statusnya masih mahasiswa, kebijakan sekolah, alokasi pendanaan pihak sekolah, dan lokasi. Kata kunci: Aksesibilitas Program, Pembelajaran Luar Sekolah, Program PLS GL


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Aksesibilitas Program Pembelajaran Luar

Sekolah di Kebun Raya Kebun Binatang (KRKB) Gembira Loka Yogyakarta”, disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta.

Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari adanya bantuan berbagai pihak. Dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan penulis untuk melaksanakan kuliah di Universitas Negeri Yogyakarta. 2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan, yang telah memberikan fasilitas dan sarana

sehingga studi saya berjalan dengan lancar.

3. Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, yang telah memberikan kelancaran dalam penyusunan skripsi.

4. Bapak Dr. Sujarwo, M. Pd., selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan mengarahkan dan membimbing penulis hingga menyelesaikan skripsi. 5. Ibu Widyaningsih, M. Si., selaku dosen Penasehat Akademik yang selalu

memberikan motivasi dalam proses belajar dan penyusunan skripsi.

6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan sebagai bekal proses penelitian ini.

7. Direktur Utama Kebun Raya Kebun Binatang (KRKB) Gembira Loka, yang telah memberikan ijin dan bantuan untuk penelitian.

8. Bapak dan Ibu pengelola KRKB Gembira Loka, yang telah bersedia membantu dalam penelitian.

9. Bapak, Ibu, dan Kakak-kakakku atas do’a, perhatian, kasih sayang, dan segala dukungannya.


(9)

ix

10. Sahabat-sahabatku di grup Hi Skripsi Rita, Hikmah, dan Ngaesty yang selalu memberikan dorongan motivasi dan semangat dalam penulisan penelitian ini. 11. Semua teman-teman Jurusan Pendidikan Luar Sekolah angkatan 2013 yang

telah memberikan bantuan dan motivasi untuk peneluisan penelitian ini. 12. Semua pihak, secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat

disebutkan di sini atas bantuan dan perhatiannya selama penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini.

Akhirnya, semoga segala bantuan yang telah diberikan semua pihak diatas menjadi amalan yang bermanfaat dan mendapatkan balasan dari Allah SWT dan Tugas Akhir Skripsi ini menjadi informasi bermanfaat bagi pembaca dan pihak lain yang membutuhkannya.

Yogyakarta, 19 April 2017 Penulis


(10)

x DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN SURAT PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Fokus Penelitian ... 9

D. Rumusan Masalah ... 10

E. Tujuan Penelitian ... 10

F. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka ... 12


(11)

xi

1. Tinjauan tentang Wisata Belajar ... 12

a. Definisi Wisata Belajar ... 12

b. Tujuan Wisata Belajar ... 13

c. Program Wisata Belajar ... 14

d. Kelebihan dan Kekurangan Wisata Belajar ... 15

2. Tinjauan tentang Aksesibilitas Program ... 17

a. Definisi Aksesibilitas ... 17

b. Program Edukasi di KRKB Gembira Loka... 18

c. Komponen Program PLS GL zoo ... 20

d. Aksesibilitas Program PLS GL zoo ... 21

3. Tinjauan tentang Pembelajaran Luar Sekolah ... 22

a. Definisi Pembelajaran ... 22

b. Tujuan Pembelajaran ... 23

c. Pengertian Pembelajaran Luar Sekolah ... 24

d. Jenis-jenis Pembelajaran Luar Sekolah... 25

e. Langkah-langkah Pembelajaran Luar Sekolah ... 29

4. Tinjauan tentang Pendidikan Luar Sekolah ... 36

a. Definisi Pendidikan Luar Sekolah ... 36

b. Tujuan Pendidikan Luar Sekolah ... 38

5. Tinjauan tentang Kebun Binatang... 39

a. Pengertian Kebun Binatang ... 39

b. Wisata Belajar di Kebun Binatang ... 41


(12)

xii

B. Penelitian yang Relevan ... 43

C. Kerangka Berpikir ... 44

D. Pertanyaan Penelitian ... 46

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 48

B. Setting Penelitian ... 49

C. Penentuan Subjek dan Objek Penelitian ... 49

D. Teknik Pengumpulan Data ... 52

E. Instrumen Penelitian ... 56

F. Teknik Analisis Data ... 59

G. Keabsahan Data... 63

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 65

1. Lokasi dan Keadaan KRKB Gembira Loka ... 65

2. Profil KRKB Gembira Loka ... 66

3. Aksesibilitas Program PLS GL zoo ... 75

4. Faktor Pendukung dan Penghambat ... 91

B. Pembahasan ... 95

1. Aksesibilitas Program PLS GL zoo ... 95

2. Faktor Pendukung dan Penghambat ... 105

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 108


(13)

xiii

DAFTAR PUSTAKA ... 112 LAMPIRAN ... 116


(14)

xiv

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Sumber Data Penelitian (Key Informan) ... 51 Tabel 2. Sumber Data Penelitian (Informan) ... 52 Tabel 3. Teknik Pengumpulan Data ... 58


(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

hal


(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Pedoman Observasi ... 116

Lampiran 2. Pedoman Dokumentasi ... 118

Lampiran 3. Pedoman Wawancara ... 121

Lampiran 4. Catatan Lapangan ... 126

Lampiran 5. Hasil Dokumen Foto ... 141

Lampiran 6. Reduksi, Display, dan Kesimpulan ... 147

Lampiran 7. Bagan Struktur Organisasi ... 165

Lampiran 9. Data Reservasi Program PLS GL zoo Bulan Februari ... 166

Lampiran 10. Buku Informasi Program Edukasi ... 167

Lampiran 11. Surat Rekomendasi dari Dinas Pendidikan ... 177

Lampiran 12. Surat Rekomendasi dari Departemen Agama... 178

Lampiran 13. Surat Izin Penelitian dari Fakultas ... 179


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dari sekian banyak provinsi yang ada di Indonesia, Yogyakarta menjadi salah satu provinsi yang menyandang gelar daerah keistimewaan. Hal ini bukan tanpa alasan, sebagai contoh dari segi budaya masyarakat Yogyakarta masih memegang teguh adat istiadat warisan leluruh, segi pemerintahan yang masih menggunakan sistem kerajaan atau keraton, maupun kehidupan sosial masyarakatnya yang masih sangat kental dengan semangat gotong royong dan tolong menolong ditengah kebersahajaannya. Fakta tersebut merupakan beberapa alasan mengapa provinsi ini menyandang gelar sebagai daerah keistimewaan hingga saat ini. Selain menyandang gelar sebagai daerah keistimewaan, banyak lagi sebutan yang juga dapat digunakan untuk menyebut kota ini, seperti kota pendidikan, representasi indonesia dalam lingkup kecil, kota 1000 perguruan tinggi, kota wisata budaya, dan masih banyak lainnya. Keseluruhan gelar dan sebutan tersebut merupakan wujud cerminan dari kesuksesan lembaga pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam mengembangkan dan mengoptimalkan setiap potensi yang dimiliki. Tidak heran rasanya jika banyak masyarakat ataupun wisatawan yang juga ingin merasakan “keistimewaan” Kota Yogyakarta.

Banyaknya pilihan wisata yang tersedia di Yogyakarta sudah sejak lama menjadi daya tarik wisatawan domestik maupun mancanegara untuk sekedar berkunjung melepas penat atau mencari inspirasi baru. Menurut data Dinas


(18)

2

Pariwisata DIY pada tahun 2014, jumlah objek wisata yang ada di DIY yaitu sebanyak 132 objek wisata yang terdiri dari objek wisata alam, wisata budaya, dan desa/kampung wisata yang tersebar diseluruh wilayah DIY (visitingjogja.jogjaprov.go.id). Deretan objek wisata yang banyak terdapat di Yogyakarta tersebut seakan tak pernah kehilangan pesonanya untuk memikat para wisatawan. Selain karena banyaknya perguruan tinggi yang ada di kota ini, wisata belajar pun turut andil dalam mempromosikan Yogyakarta menjadi kota pendidikan. Wisata sambil belajar atau wisata belajar telah menjadi tren di Yogyakarta seiring bertambahnya pelajar maupun mahasiswa luar daerah yang memilih Yogyakarta sebagai tujuannya dalam mencari sekolah atau perguruan tinggi. Kondisi tersebut selain membawa dampak positif dalam dunia pendidikan di Yogyakarta, juga membawa beberapa dampak negatif yaitu semakin padatnya Yogyakarta dan daya saing yang semakin ketat dalam segala sektor kehidupan diakibatkan banyaknya perantau yang akhirnya menetap di Yogyakarta karena terhipnotis akan keistimewaannya.

Guna upayanya mengemban tanggung jawab sebagai salah satu kota pendidikan, Yogyakarta telah menyediakan banyak fasilitas pendidikan baik itu formal maupun nonformal. Fasilitas pendidikan yang ada juga memiliki beragam model dan variasi, tidak terbatas pada lembaga persekolahan ataupun formal saja. Dalam kaitannya sebagai kota pendidikan sekaligus kota destinasi wisata, Yogyakarta telah memiliki berbagai macam tempat dan alternatif pilihan. Baik dari pihak pemerintahan, swasta, maupun masyarakat telah banyak berkreasi dan menciptakan fasilitas-fasilitas penunjang pendidikan di


(19)

3

Yogyakarta misal perpustakaan kota, taman pintar, museum, kampung cyber, kebun binatang, desa wisata, dan lain-lain. Konsep perpaduan antara wisata dan pendidikan yang banyak diterapkan dibanyak tempat wisata di Yogyakarta merupakan nilai jual positif yang mungkin tidak banyak ditemui di daerah-daerah lainnya. Hal ini akan semakin menyamarkan anggapan yang selama ini berkembang ditengah masyarakat bahwa pendidikan adalah sama dengan sekolahan. Padahal pendidikan tidak harus dilakukan di sekolah, tetapi dapat dilakukan dimanapun, kapanpun, dan dengan siapapun asalkan sesuai dengan nilai dan norma serta mengarah kepada hal yang positif.

Salah satu program pembelajaran yang menggabungkan konsep wisata dan pendidikan yaitu program Pembelajaran Luar Sekolah di Kebun Raya Kebun Binatang (KRKB) Gembira Loka Yogyakarta atau biasa disebut program PLS GL zoo. Seperti yang tertera pada buku informasi program edukasi KRKB Gembira Loka, program ini diprakarsai oleh almarhum Sri Paduka Paku Alam (PA) VIII yang saat itu menginginkan KRKB Gembira Loka dapat menjadi fasilitas bagi pendidikan anak khususnya penerapan cinta satwa sejak usia dini. Untuk merealisasikan cita-cita tersebut, pihak KRKB Gembira Loka menggandeng Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta (FIP UNY) khususnya Jurusan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) (dalam buku informasi program edukasi KRKB Gembira Loka hal. 3). Sebagai salah satu lembaga pemerintah daerah yang berfungsi sebagai kawasan konservasi dan perlindungan terhadap flora dan fauna, KRKB Gembira Loka juga memiliki tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR)


(20)

4

yang mengharuskan sebuah perusahaan/lembaga bisnis untuk ikut peduli terhadap kehidupan masyarakat disekitarnya. Menurut European Commission (2006) Tanggung jawab sosial perusahaan adalah konsep dimana perusahaan mengintegrasikan perhatian pada aspek sosial dan lingkungan di dalam kegiatan bisnis dan interaksi dengan para pemangku kepentingan berdasar pada asas sukarela (dalam Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.2 No.1, Januari-Juni 2011). Di Indonesia sendiri, kebijakan mengenai program CSR diatur dalam Undang-undang Perseroan Terbatas (PT) No. 40 Tahun 2007 ayat 74 tentang tanggung jawab sosial perusahaan. Impementasi dari program CSR ini, yaitu adanya program pembelajaran luar sekolah yang sudah berlangsung selama kurang lebih 4 tahun terakhir.

Program PLS GL zoo telah resmi berjalan setelah adanya surat kesepakatan kerjasama yang ditandatangi oleh Direktur Utama KRKB Gembira Loka dan Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta tertanggal 17 Februari 2014 setelah melalui 2 tahun tahap perencanaan dan percobaan. Program ini memungkinkan mahasiswa Jurusan PLS untuk mengembangkan potensi yang dimiliki khususnya dalam bidang kepemanduan dan outbound. Program PLS GL zoo merupakan program pembelajaran luar sekolah dengan metode outing class dimana para peserta program yang terdiri dari siswa-siswi tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Sekolah Dasar (SD), dan Sekolah Menengah akan dipandu oleh mahasiswa Jurusan PLS untuk melakukan serangkaian kegiatan rekreatif dan edukatif. Kegiatan Outing Class merupakan salah satu program pembelajaran yang bertujuan memberikan


(21)

5

keterampilan dan keahlian dasar tertentu sebagai sarana menumbuhkan kreativitas siswa. Mahasiswa Jurusan PLS selaku pemandu juga sebelumnya telah dibekali mengenai apa-apa yang diperlukan selama kepemanduan di kebun binatang berlangsung. Pemandu program PLS GL zoo merupakan mahasiswa aktif Jurusan PLS khususnya yang tergabung dalam tim kepemanduan.

Secara umum, sasaran dalam program PLS GL zoo yaitu lembaga-lembaga sekolahan yang ada di wilayah Kota Jogja. Namun selama 4 tahun berjalan, realita dilapangan membuktikan belum adanya perhatian dan koordinasi yang baik dengan pihak Dinas Pendidikan DIY selaku pemegang kebijakan sehingga program baru dapat dinikmati oleh lembaga sekolah dalam lingkup Kota Jogja dan belum dapat dinikmati lembaga sekolah dilain kabupaten seperti Gunung Kidul, Kulon Progo, Bantul, dan Sleman. Campur tangan pihak dinas pendidikan sangat dibutuhkan guna mengembangkan dan memaksimalkan potensi yang telah dimiliki Provinsi DIY guna menciptakan fasilitas pembelajaran yang rekreatif dan edukatif. Desain pembelajaran model ini jika dikembangkan secara maksimal sebenarnya dapat menjadi jawaban bagi kejenuhan siswa akan model pembelajaran monoton di dalam kelas yang selama ini diterapakan. Harapannya ketika program dapat berjalan dengan baik dan lancar, program PLS GL zoo dapat menjadi salah satu destinasi wisata belajar yang bukan tidak mungkin dapat menambah pendapatan asli daerah dan menarik semakin banyak wisatawan yang berkunjung ke DIY khususnya KRKB Gembira Loka.


(22)

6

Jurusan PLS sebagai penyedia Sumber Daya Manusia dalam program ini selalu berupaya memperbaiki manajemen yang ada guna membuka akses yang seluas-luasnya bagi mahasiswanya untuk dapat berpartisipasi dalam program tersebut. Salah satu upaya yang ditempuh yaitu dengan membentuk tim inti yang fokus mengelola dan mengembangkan program PLS GL zoo agar dapat lebih baik lagi. Tim inti ini terdiri dari mahasiswa aktif PLS yang didampingi oleh seorang dosen pendamping serta telah diseleksi dan mengikuti serangkaian pembekalan. Upaya lain yang juga telah dilakukan oleh pihak Jurusan PLS yaitu dengan mengintegrasikan program PLS GL zoo ini kedalam beberapa mata kuliah. Hal ini bertujuan agar seluruh mahasiswa aktif Jurusan PLS dapat mengakses program ini secara bergiliran. Namun upaya-upaya tersebut dirasa masih belum mampu menjawab permasalahan yang ada khususnya dalam bidang Sumber Daya Manusia (SDM) kepemanduan program PLS GL zoo baik dalam hal kualitas maupun kuantitasnya.

Sistem marketing program PLS GL zoo ini diatur langsung oleh pihak KRKB Gembira Loka melalui bagian marketing. Jadi secara garis besar, terdapat pembagian kerja yang cukup jelas antara pihak Jurusan PLS dan KRKB Gembira Loka. Pembagian kerja tersebut yaitu, Jurusan PLS FIP UNY sebagai penyedia SDM untuk memandu dan melaksanakan program sedangkan pihak KRKB Gembira Loka melalui bagian marketing melakukan sosialisasi dan penyebarluasan informasi keberadaan program PLS GL zoo ke lembaga sekolah di Kota Jogja. Sosialisasi program PLS GL zoo difokuskan untuk lembaga-lembaga pendidikan anak usia dini (PAUD) dan sekolah dasar (SD) yang ada


(23)

7

di lingkup Kota Jogja. Metode sosialisasi yang digunakan yaitu secara langsung dengan membagikan selebaran dan undangan ke sekolah-sekolah dengan pelampiran surat rekomendasi untuk mengikuti program yang dikeluarkan oleh pihak Dinas Pendidikan DIY. Harga tiket khusus juga diberlakukan bagi pengunjung KRKB Gembira Loka yang merupakan peserta dari program PLS GL zoo. Keselurahan kebijakan tersebut diterapkan oleh pihak pengelola KRKB Gembira Loka guna mempermudah dan memperluas akses lembaga pendidikan terhadap program ini. Walaupun telah berjalan dengan baik, metode sosialisasi langsung yang diterapkan dirasa kurang efektif mengingat banyaknya SDM yang dibutuhkan dan luasnya daerah yang harus dijangkau. Hal ini kemungkinan besar akan berakibat pada tidak tersampaikannya informasi mengenai program PLS GL zoo ke sekolah sasaran dengan baik.

Pengembangan terhadap konten dan media yang digunakan dalam program PLS GL zoo juga sudah semestinya terus dilakukan guna menambah aksesibilitas program ini bagi lembaga-lembaga pendidikan yang ada di Yogyakarta. Harapannya, program PLS GL zoo ini dapat dinikmati bukan saja sebagai program outing class bagi anak-anak PAUD ataupun SD tetapi juga bagi anak dengan usia yang lebih tinggi bahkan hingga perguruan tinggi dan masyarakat umum yang mungkin juga membutuhkan program tersebut. Selain itu, pelibatan media masa untuk meliput dan mendokumentasikan program ini juga perlu dilakukan guna penyebaran informasi yang lebih luas dan merata diseluruh wilayah DIY. Media massa sebagai sarana penyampai pesan, komunikasi, dan informasi kepada khalayak ramai merupakan kekuatan besar


(24)

8

untuk menyebarluaskan informasi mengenai program ini. Menurut McQuail (2005: 3) media massa merupakan sumber kekuatan, alat kontrol manajemen, dan inovasi dalam masyarakat yang dapat didayagunakan sebagai pengganti kekuatan atau sumber daya lainnya. Oleh karena itu, optimalisasi peran media massa untuk penyebarluasan informasi mengenai program PLS GL zoo ini sangat penting diupayakan guna menambah aksesibilitas yang dimiliki.

Secara ringkas dalam empat tahun berjalannya program, permasalahan yang bersangkutan mengenai aksesibilitas program PLS GL zoo diantaranya yaitu belum maksimalnya koordinasi dengan Dinas Pendidikan DIY, terbatasnya sumber daya manusia (mahasiswa) selaku eksekutor dalam hal kualitas dan kuantitas yang dimiliki, kebijakan yang diambil oleh pihak pengelola GL zoo, dan kurangnya pelibatan peran media massa guna penyebarluasan informasi mengenai program tersebut. Permasalahan-permasalahan tersebut perlu segera diselesaikan agar tidak berlarut-larut dan mengganggu kelangsungan program kedepannya. Berdasarkan hal tersebut, penulis bermaksud mengadakan penelitian mengenai aksesibilitas program pembelajaran luar sekolah di Kebun Raya Kebun Binatang (KRKB) Gembira Loka Yogyakarta.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dijabarkan diatas, telah teridentifikasi beberapa masalah, yaitu :


(25)

9

2. Belum adanya perhatian dan koordinasi yang baik antara Dinas Pendidikan DIY dengan KRKB Gembira Loka khususnya dalam hal sosialisasi program PLS GL zoo;

3. Minimnya sumber daya manusia yaitu mahasiswa selaku eksekutor program baik dalam hal kualitas maupun kuantitas;

4. Metode sosialisasi langsung yang diterapkan oleh pengelola KRKB Gembira Loka untuk program PLS GL zoo dirasa kurang efektif mengingat banyaknya SDM yang dibutuhkan dan luasnya daerah yang harus dijangkau;

5. Perlunya pengembangan terhadap konten dan media yang digunakan dalam pelaksanaan program PLS GL zoo;

6. Belum adanya pelibatan media massa guna penyebarluasan informasi mengenai program PLS GL zoo;

7. Belum diketahuinya aksesibilitas program pembelajaran luar sekolah di KRKB Gembira Loka Yogykarta baik bagi lembaga sekolah, mahasiswa, dan pihak KRKB Gembira Loka sendiri.

C. Fokus Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang terdapat di identifikasi masalah, agar permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini tidak meluas maka peneliti memfokuskan penelitian pada (1) pelaksanaan program PLS GL zoo, (2) pihak yang memiliki akses dan peranannya, (3) kebijakan yang telah diterapkan, dan (4) upaya yang ditempuh untuk memperluas aksesibilitas program pembelajaran luar sekolah di KRKB Gembira Loka Yogykarta.


(26)

10 D. Rumusan Masalah

Dengan berdasarkan fokus penelitian di atas, maka dapat dirumuskan masalah-masalah yang akan dibahas dan diteliti yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana aksesibilitas program pembelajaran luar sekolah di KRKB Gembira Loka Yogykarta?

2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat aksesibilitas program pembelajaran luar sekolah di KRKB Gembira Loka Yogykarta?

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dituliskan di atas, maka penelitian ini bertujuan:

1. Untuk memperoleh informasi tentang aksesibilitas program pembelajaran luar sekolah di KRKB Gembira Loka Yogykarta;

2. Untuk mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat aksesibilitas program pembelajaran luar sekolah di KRKB Gembira Loka Yogykarta. F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis, harapan tersebut antara lain:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan akan menambah kepustakaan penelitian pendidikan khususnya di Pendidikan Luar Sekolah pada bidang ilmu pendidikan informal dan sebagai sumber penelitian lebih lanjut.


(27)

11 2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang aksesibilitas program pembelajaran luar sekolah di KRKB Gembira Loka sehingga dapat menjadi bahan acuan dalam evaluasi dan pengembangan program selanjutnya.


(28)

12 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka

1. Tinjauan tentang Wisata Belajar a. Definisi Wisata Belajar

Wisata diidentikkan sebagai kegiatan melepas penat dan kebosanan dari rutinitas sehari-hari. Selain hal tersebut, wisata juga dapat digunakan sebagai sarana refreshing sekaligus membelajarkan bagi anak-anak jika direncanakan dan dilaksanakan dengan baik. Banyak istilah yang dapat menggambarkan penggabungan antara wisata dan belajar, diantaranya karyawisata, studytour, wisata edukasi, outbound edukasi, outing class dan lain-lainnya. Menurut Husamah (2013: 53), pembelajaran melalui wisata belajar merupakan sebuah proses pembelajaran yang dilakukan oleh siswa dengan kegiatan mempelajari sumber belajar yang ada di luar kelas, dengan tujuan agar siswa memiliki wawasan yang luas tentang bahan ajar yang dipelajari di dalam kelas. Sedangkan menurut Moeslichatoen (2007: 21), wisata belajar merupakan salah satu metode yang melaksanakan kegiatan pengajaran dengan dunia luar secara langsung yang mendorong anak untuk memperoleh kesan yang sesuai dengan apa yang diamati.

Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa wisata belajar merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan diluar kelas atau sekolah yang dilakukan dengan sengaja dan direncanakan untuk


(29)

13

memperkaya wawasan dan pengetahuan siswa dengan memanfaatkan sumber belajar yang ada dilingkungan sekitar. Kegiatan pembelajaran model ini akan membawa siswa untuk berinteraksi langsung dengan lingkungan sekitar sehingga siswa tidak hanya sekedar tahu teorinya saja tetapi dapat langsung mempraktekkan dan menerapkannya. Tugas guru dalam proses ini adalah sebagai fasilitator dan konsultan ketika siswa menemukan kesulitan dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi.

Wisata belajar dilaksanakan dengan mengajak siswa ke suatu tempat atau objek di luar sekolah. Hal ini memungkinkan siswa untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman baru yang mungkin tidak akan diperoleh ketika mereka melakukannya di dalam kelas. Ketika di kelas, pembelajaran yang dilaksanakan hanya akan melibatkan indera penglihatan dan pendengaran saja. Namun ketika siswa diajak langsung mengunjungi hal yang sedang mereka pelajari, siswa dapat melibatkan seluruh indera yang mereka miliki dalam upayanya bereksplorasi. Semakin banyak indera yang terlibat dalam sebuah proses pembelajaran, maka semakin baik pula ingatan akan hal tersebut tersimpan dimemori siswa.

b. Tujuan Wisata Belajar

Banyak ahli yang telah mendefinisakan sekaligus memaparkan tujuan dari sebuah wisata belajar. Salah satunya yaitu Supriatna dalam Humasah (2013: 54) yang menguraikan tujuan dari wisata belajar sebagai berikut:


(30)

14

1) Sebagai pembanding antara teori yang dipelajari siswa dikelas dengan keadaan atau praktek nyatanya di lapangan.

2) Untuk menghilangkan kejenuhan siswa dalam belajar. Kejenuhan yang terjadi saat proses pembelajaran menyebabkan materi yang disampaikan oleh guru tidak akan dipahami dan diserap dengan optimal oleh siswa.

3) Sebagai rekreasi belajar. Untuk menumbukhan motivasi siswa agar lebih giat lagi dalam mengikuti proses pembelajaran.

Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa wisata belajar merupakan sebuah kegiatan pengayaan pembelajaran yang digunakan untuk mengeluarkan siswa dari kejenuhannya terhadap interaksi dalam kelas dengan tujuan agar siswa mampu kembali optimal dalam menyerap materi yang disampaikan oleh guru dalam proses belajar mengajar dikemudian hari. Wisata belajar juga bertujuan untuk mengembangkan kreativitas siswa, sehingga mampu memecahkan masalah yang dihadapi secara mandiri dan percaya diri.

c. Program Wisata Belajar

Wisata belajar sebagai salah satu variasi metode pembelajaran guna menghindari kejenuhan siswa, dapat dilakukan diberbagai tempat menyesuaikan kebutuhan dan tujuan yang hendak dicapai dari proses pembelajaran yang dilakukan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Isjoni dalam Muchsin (2013: 3) yang menyatakan wisata belajar sebagai cara


(31)

15

mengajar yang dilaksanakan dengan mengajak siswa ke suatu tempat atau objek di luar sekolah seperti pabrik, bengkel, peternakan, dan museum. Pernyataan diatas membuktikan program wisata belajar dapat diselenggarakan tidak terbatas dalam lingkungan lembaga persekolahan semata. Wisata belajar sebagai sebuah program pembelajaran dapat diselenggarakan diberbagai tempat, asal direncanakan dan dipersiapkan secara matang.

Program wisata belajar merupakan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan dengan memadukan unsur edukatif dan rekreatif. Menurut Aditya (2015: 9) program wisata belajar merupakan program yang dapat mendorong siswa untuk berpikir kreatif dengan bersumber pada pengetahuan-pengetahuan baru yang diperoleh siswa dengan mengalaminya langsung sehingga lebih mudah diingat dan dipahami. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa program wisata belajar merupakan program pembelajaran yang menggabungkan unsur edukatif dan rekreatif, dapat dilakukan diberbagai tempat serta dapat mendorong siswa untuk berpikir kreatif bersumber pada pengalaman yang didapatkannya secara langsung.

d. Kelebihan dan Kekurangan Wisata Belajar

Menurut Husamah (2013: 54), terdapat sisi positif bagi seorang siswa yang mengikuti kegiatan wisata belajar yaitu:


(32)

16

1) Kegiatan belajar mengajar lebih bermakna sebab siswa memperolehnya dengan mengalaminya secara langsung;

2) Membangkitkan sisi eksporatif siswa dalam usahanya menyelesaikan sesuatu;

3) Memperlihatkan kondisi nyata di lapangan dengan mengintegrasikannya dengan pengajaran di dalam kelas sehingga menciptakan kepribadian yang komplit baik bagi guru maupun siswa; 4) Memperbanyak pengetahuan dan wawasan yang diperoleh siswa baik

di dalam maupun luar kelas;

5) Memberikan kesenangan siswa terhadap alam sekitarnya.

Dari sekian banyak kelebihan yang diperoleh siswa dengan mengikuti wisata belajar, terdapat beberapa kekurangan dari kegiatan ini. Menurut Husamah (2013: 55), kekurangan dari kegiatan wisata belajar yaitu:

1) Persiapan harus matang dan cenderung memakan waktu yang cukup lama;

2) Biaya yang relatif tinggi dan sarana prasarana yang relatif banyak; 3) Persiapan yang kurang matang akan memperngaruhi hasil yang

diperoleh dari kegiatan;

4) Resiko yang cukup besar dengan membawa siswa yang jumlahnya banyak ke lingkungan luar kelas.


(33)

17

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa sebagai salah satu kegiatan pembelajaran, wisata belajar memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari kegiatan wisata belajar banyak yang dapat langsung dirasakan siswa maupun guru ketika kegiatan tersebut berlangsung. Sedangkan untuk kekurangan yang dimiliki oleh kegiatan wisata belajar dapat ditanggulangi dengan perencanaan dan persiapan yang matang sebelum kegiatan akan dilaksanakan.

2. Tinjauan tentang Aksesibilitas Program a. Definisi Aksesibilitas

Aksesibilitas berasal dari kata dasar akses (access dalam bahasa inggris) yang berarti jalan masuk. Aksesibilitas/accessibility berarti hal yang mudah dicapai. Artinya, aksesibilitas tidak hanya melihat faktor ketersediaan saja, tetapi juga kemudahan dalam mencapai ketersediaan tersebut. Secara umum, aksesibilitas erat kaitannya dengan ilmu geografi dan pelayanan bagi orang-orang berkebutuhan khusus. Hal ini sesuai dengan definisi Tamin (dalam Miro, 2009:18) yang berpendapat bahwa aksesibilitas adalah mudahnya suatu lokasi dihubungkan dengan lokasi lainnya lewat jaringan transportasi yang ada, berupa prasarana jalan dan alat angkut yang bergerak diatasnya. Pendapat tersebut mendefinisikan aksesibilitas dalam kaitannya dengan konsep keterjangkauan sebuah lokasi dengan berbagai macam faktor pertimbangan.


(34)

18

Dalam definisi lain, aksesibilitas dapat pula diartikan sebagai kemudahan atau keterjangkauan terhadap suatu objek. Menurut Bambang Susantono (2004: 24) aksesibilitas merupakan suatu ukuran potensial atau kemudahan orang untuk mencapai tujuan dalam suatu perjalanan. Oleh karena itu, tingkat aksesibilitas dipengaruhi oleh jarak, kondisi, sarana dan prasarana penghubung. Tingkat aksesibilitas sebuah daerah juga memperngaruhi tingkat mobilitas penduduknya baik dari luar ke dalam ataupun sebaliknya. Daerah seperti kawasan perumahan di tengah kota akan memiliki mobilitas penduduk yang tinggi jika dibandingkan dengan kawasan pedesaan di bawah kaki pegunungan dikarenakan akses terhadap fasilitas dan sarana prasarana yang mendukung.

Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa aksesibilitas memiliki konteks makna yang luas. Aksesibilitas merupakan level kemudahan dan keterjangkauan terhadap suatu objek dengan mempertimbangkan aspek-aspek yang mempengaruhinya seperti: jarak, waktu, kondisi sarana prasarana, biaya, informasi dan pihak-pihak yang memiliki akses di dalamnya. Secara singkat aksesibilitas juga dapat diartikan sebagai seperangkat komponen yang dapat mempermudah jalannya sebuah proses.

b. Program Edukasi di KRKB Gembira Loka

KRKB Gembira Loka merupakan salah satu lembaga konservasi ex-situ yang ada di Provinsi DIY. Menurut peraturan Menteri Kehutanan No.


(35)

19

P.31/Menhut-II/2012 tentang lembaga konservasi, lembaga konservasi ex-situ adalah konservasi tumbuhan dan/atau satwa yang dilakukan diluar habitat aslinya. KRKB Gembira Loka sebagai lembaga konservasi ex-situ memiliki tiga fungsi, yaitu sebagai tempat penelitian, edukasi, dan rekreasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Tirtodiprojo (2008: 44) yang menyatakan bahwa konsep Gembira Loka yang naturalistik, adalah sebagai wadah kegiatan rekreasi alami yang fungsi dan tujuannya sebagai tempat rekreasi, konservasi, penelitian dan edukasi, perkembangan ilmu zoology dan botani di Indonesia dan kesadaran masyarakat dalam merawat, menjaga dan melindungi flora dan fauna. Dari beberapa pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa KRKB Gembira Loka sebagai lembaga yang bergerak dibidang konservasi khususnya konservasi ex-situ memiliki tiga fungsi penting yang harus dijalankan disamping fungsinya sebagai pusat konservasi flora dan fauna yaitu fungsi pendidikan, fungsi penelitian, dan fungsi rekreasi.

Salah satu dari ketiga fungsi tersebut yaitu fungsi edukasi. Fungsi edukasi menjadi penting adanya mengingat adanya fungsi ini menjadikan lembaga konservasi juga bertanggungjawab dalam mendidik generasi penerus agar dapat peduli terhadap lingkungan dan kelestarian satwa. Sebagai upaya dalam merealisasikan fungsi edukasi yang diemban, KRKB Gembira Loka membuat program-program edukatif namun dengan konsep yang menyenangkan yaitu Pembelajaran Luar Sekolah (PLS GL zoo) dan Satwa Masuk Sekolah (SMS). Pada penelitian ini, peneliti mengambil titik


(36)

20

fokus pada satu program edukasi yang diselenggarakan KRKB GembiraLoka yaitu program PLS GL zoo mengingat berbagai keterbatasan yang dimiliki. Program PLS GL zoo dirancang khusus untuk pelajar mulai dari tingkat TK hingga SMA sebagai salah satu upaya dalam pengenalan flora dan fauna serta pendidikan konservatif. Selain sebagai realisasi dari lembaga konservatif yang memiliki fungsi edukasi, program PLS GL zoo ini juga merupakan program CSR atau program sosial kemasyarakatan. Program CSR ini merupakan program sebagai implementasi tanggung jawab sosial yang dimiliki badan usaha atau perusahaan terhadap masyarakat disekitarnya. Oleh karena itu, program ini tidak berorientasi kepada keuntungan semata.

c. Komponen program PLS GL zoo

Komponen merupakan bagian-bagian dari sebuah sistem yang memiliki peran dalam berlangsungnya sebuah proses. Sedangkan yang dimaksud komponen pembelajaran yaitu kumpulan dari beberapa item/hal yang memiliki peran dan tugas masing-masing namun berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Komponen program PLS GL zoo mengacu pada komponen pembelajaran pada umumnya. Menurut Sumiati dan Asra (2009: 3) komponen pembelajaran dibagi dalam tiga kategori utama yaitu guru, isi atau materi pembelajaran, dan siswa. Lebih lanjut juga dijelaskan bahwa interaksi antara ketiga komponen tersebut juga melibatkan metode, media pembelajaran dan penataan lingkungan belajar sehingga tercapai situasi pembelajaran yang memungkinkan tercapainya tujuan pembelajaran.


(37)

21

Dari komponen pembelajaran yang telah diuraikan diatas, komponen program PLS GL zoo memiliki sedikit perbedaan baik dalam hal istilah maupun itemnya. Secara rinci, komponen program PLS GL zoo meliputi tujuan program, pemandu, peserta program, materi/isi, media pembelajaran, strategi pembelajaran, dan evaluasi hasil belajar. Dalam komponen program PLS GL zoo tidak terdapat kurikulum yang baku, namun pemberian materi, pemilihan media, dan strategi yang digunakan disesuaikan dengan tingkatan perkembangan peserta baik dari segi usia maupun jenjang kelas yaitu dari PAUD hingga SMA.

d. Aksesibilitas program PLS GL zoo

Aksesibilitas merupakan suatu konsep yang luas dan fleksibel. Menurut Derek Halden Consultancy (2004) dalam jurnalnya menyebutkan bahwa pemahaman mengenai aksesibilitas dapat dicirikan melalui tiga kategori pertanyaan yaitu:

1) Siapa atau dimana – aksesibilitas adalah bagian dari orang, atau tempat;

2) Apa peluang yang akan dicapai – meliputi fungsi dan aktivitas yang ada di dalamnya, atau sumber daya (termasuk orang-orang) yang memungkinkan orang dapat memenuhi kebutuhannya;

3) Bagaimana – faktor-faktor yang dapat mempengaruhi akses terhadap suatu objek.


(38)

22

Dalam kaitannya dengan sebuah program khususnya program jasa, aksesibilitas berarti segala komponen yang seharusnya terlibat dalam proses berjalannya program agar program tersebut dapat berjalan dengan lancar dan sesuai tujuan serta sasaran dari program itu sendiri dengan melihat berbagai aspek untuk dipertimbangkan. Aksesibilitas program dalam kaitan dengan program PLS GL zoo sendiri terdiri dari: (1) pihak-pihak yang memiliki akses di dalam program PLS GL zoo baik sebagai konsumen maupun pelaksana kegiatan, (2) pelaksanaan program, (3) strategi dan kebijakan yang ambil dalam rangka memperluas aksesibilitas yang dimiliki, (4) fakor-faktor pendukung dan penghambat yang berkaitan dengan aksesibilitas program PLS GL zoo.

3. Tinjauan tentang Pembelajaran Luar Sekolah a. Definisi Pembelajaran

Menurut Trianto (2010:17), pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks dan tidak sepenuhnya dapat dijelaskan. Menurut Corey (dalam Syaiful Sagala, 2011:61) pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu. Dari kedua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan proses dari tidak tahu menjadi tahu, dan tidak mengerti menjadi mengerti yang dilakukan berdasarkan pada interaksi antara pengembangan dan


(39)

23

pengalaman yang dimiliki sehingga dapat pula merubah tingkah laku individu tersebut.

Kegiatan pembelajaran secara sederhana dapat diartikan sebagai komunikasi dua arah antara orang yang tahu dan orang yang tidak tahu. Dalam dunia persekolahan, kegiatan pembelajaran diidentikkan sebagai proses belajar mengajar yang dilakukan oleh pendidik kepada peserta didiknya didalam kelas. Hal tersebut menyebabkan timbulnya pandangan bahwa sumber belajar utama yaitu seorang pendidik. Hal tersebut menyebabkan kegiatan pembelajaran berubah menjadi proses transfer pengetahuan pendidik ke peserta didik semata. Padahal sebenarnya masih banyak sumber belajar lain disekitar peserta didik yang dapat digunakan guna memperkaya dan mengembangkan pengetahuan yang dimiliki. b. Tujuan Pembelajaran

Sifatnya yang disengaja dan terstruktur, menyebabkan sebuah pembelajaran pasti memiliki tujuan yang hendak dicapai. Menurut H. Daryanto (2005: 58) definisi dari tujuan pembelajaran yaitu tujuan yang menggambarkan pengetahuan, kemampuan, keterampilan, dan sikap yang harus dimiliki siswa sebagai akibat dari hasil pembelajaran yang dinyatakan dalam bentuk tingkah laku yang dapat diamati dan diukur. Tujuan pembelajaran harus dirumuskan berdasarkan pertimbangan yang matang dan kesesuaiannya dengan komponen pendidikan yang lainnya. Dalam arti lain, tujuan pembelajaran merupakan garis akhir yang harus dicapai ketika sebuah pembelajaran dapat dikatakan berhasil.


(40)

24

Pendapat serupa disampaikan oleh Wina (2008: 86) yang mendefinisikan tujuan pembelajaran sebagai kemampuan (kompetensi) atau keterampilan yang diharapkan dapat dimiliki oleh setiap siswa setelah mereka melakukan proses pembelajaran tertentu. Perumusan tujuan pembelajaran penting adanya karena dapat dijadikan tolak ukur yang nyata dari keberhasilan dari proses pembelajaran dalam membentuk pola pikir dan tingkah laku siswa didik. Tujuan pembelajaran yang akan dicapai juga menentukan langkah-langkah yang akan diambil sekolah maupun pendidik dalam rangka mencapai tujuan tersebut. Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran adalah untuk mempermudah siswa dalam memperoleh pengetahuan dan pola pikir baru melalui rumusan yang terperinci dan nyata sehingga pencapaian yang diraih dapat diukur secara nyata.

c. Pengertian Pembelajaran Luar Sekolah

Pembelajaran luar sekolah merupakan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan diluar ruangan atau sekolah dengan memanfaatkan media pembelajaran yang dapat mendukung terjadinya proses belajar. Dalam prosesnya kegiatan ini memcampurkan proses pendidikan nonformal ke dalam pendidikan formal guna memperoleh metode pembelajaran yang menyenangkan bagi peserta didik. Menurut Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pendidikan formal merupakan jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan tinggi. Lebih lanjut juga


(41)

25

dijelaskan mengenai pengertian pendidikan nonformal yaitu sebagai jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Oleh karena itu, pembelajaran luar sekolah merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh lembaga formal namun dengan perspektif nonformal.

Proses pembelajaran luar sekolah menekankan pada penggalian informasi dan pengetahuan secara mandiri oleh peserta didik. Hal ini dilakukan agar peserta didik memiliki ruang untuk bereksplorasi dan berkreasi terhadap apa-apa yang mereka temukan dilapangan. Pembelajaran model ini memungkinkan peserta didik untuk mengalami dan merasakan langsung, sehingga tidak hanya aspek kognitifnya saja yang akan berkembang, tetapi afektif dan psikomotoriknya juga. Kegiatan pembelajaran luar sekolah memanfaatkan lingkungan sekiatr sebagai sumber belajar guna memperoleh pengetahuan dan pengalaman. Dalam hal ini, peneliti berfokus pada kegiatan pembelajaran luar sekolah yang diselenggarakan di kebun binatang khususnya KRKB Gembira Loka. Kegiatan pembelajaran tersebut meliputi: bina suasana, pojok kreatif, mengenal satwa (tour the zoo), dan pengulasan kembali (recalling).

d. Jenis-jenis Pembelajaran Luar Sekolah

Sebagai salah satu metode pembelajaran, pembelajaran luar sekolah dalam pelaksanaannya memiliki banyak jenis dan variasi. Menurut Agus (2016: 50) yang dimaksud sebagai metode pembelajaran yaitu cara yang


(42)

26

digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk tujuan pembelajaran. Diantara banyak jenis pembelajaran luar sekolah yang ada, peneliti akan menguraikan tiga jenis pembelajaran luar sekolah yang paling banyak dilaksanakan, yaitu:

1) Outing class

Outing class merupakan salah satu metode pembelajaran yang mulai popular khususnya dalam pendidikan anak usia dasar. Pembelajaran outing class adalah suatu pembelajaran yang dilaksanakan di luar ruangan kelas atau sekolah yang bertujuan membekali keterampilan anak didik dan mengembangkan kemampuan yang dimiliki (Lenterahati. 2012 dalam Wijilestari 2013: 11). Dalam metode pembelajaran semacam ini, memungkinkan seorang pendidik dan peserta didik untuk membangun kedekatan yang lebih intim antar satu sama lain. Pembelajaran outing class dapat diterapkan dalam semua mata pelajaran.

Menurut Komarudin (dalam Husamah, 2013: 19) outing class merupakan aktivitas yang dilakukan di luar sekolah yang berisi kegiatan di luar kelas atau sekolah dan berada di lingkungan luar seperti bermain di lingkungan sekolah, taman, sawah, dan kegiatan yang sifatnya petualangan serta dapat mengembangkan aspek pengetahuan yang relevan. Peserta didik akan lebih mudah dalam memahami sebuah


(43)

27

konsep pengetahuan ketika mereka mengerjakan sambil mempraktekkan. Semakin banyak panca indera yang berinteraksi dalam sebuah pembelajaran, makan akan semakin baik pula pengetahuan tersebut disimpan oleh memori peserta didik.

Berdasarkan uraian pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa outing class bukan semata-mata kegiatan memindahkan lokasi belajar mengajar dari kelas ke alam bebas. Namun, perlu adanya upaya agar siswa dapat menyatu dengan alam dan melakukan beberapa aktivitas yang bermuara pada perubahan tingkah laku dan penambahan pengetahuan yang dimiliki. Aktivitas yang dilakukan dapat berupa olahraga, outbound, studi kasus, eksplorasi, pengamatan, dan lain-lain. Harapannya, siswa mampu menyikapi masalah yang dihadapi dengan kritis dan menyelesaikannya secara mandiri dengan belajar pada lingkungan sekitarnya.

2) Field Trip

Field trip ialah cara mengajar yang dilaksanakan dengan mengajak siswa ke suatu tempat atau obyek tertentu di luar sekolah untuk mempelajari atau menyelidiki sesuatu seperti meninjau pabrik sepatu, bengkel mobil, toserba, dan sebagainya (Asmani 2010: 150). Field trip adalah sebuah metode pembelajaran yang menggabungkan antara rekreasi dan belajar. Dalam proses field trip, peserta didik akan dapat menggunakan semua hal yang ada di lingkungan sekitarnya sebagai sumber belajar.


(44)

28

Pendapat lain disampaikan oleh Syaiful Sagala (2006: 214) yang menyebutkan metode field trip sebagai pesiar (ekskursi) yang dilakukan oleh para peserta didik untuk melengkapi pengalaman belajar tertentu dan merupakan bagian integral dari kurikulum sekolah. Metode field trip sengaja dimasukkan kedalam kurikulum sekolah sebagai salah satu cara untuk menetralisir kejenuhan siswa akan proses belajar mengajar di dalam kelas yang cenderung monoton dan membosankan. Metode pembelajaran field trip juga dapat digunakan sebagai ajang peserta didik untuk mengintegrasikan ilmu pengetahuan yang di dapatnya di kelas dengan kehidupan nyata.

Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metode field trip merupakan metode penyampaian materi dengan cara membawa langsung siswa ke obyek di luar kelas atau di lingkungan yang berdekatan dengan sekolah agar siswa mendapatkan pengalaman belajar langsung dan dapat mengintegrasikan pengetahuan yang di dapatnya di kelas ke dalam kehidupan nyata.

3) Outbound

Menurut Muchlisin (2009: 11) outbound adalah usaha olah diri (olah pikir dan fisik) yang sangat bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan motivasi, kinerja dan prestasi dalam rangka melaksanakan tugas dan kepentingan organisasi secara lebih baik lagi. Outbound bukan hanya bermakna kegiatan diluar, namun lebih dari itu


(45)

29

dimana peserta diajak untuk membuat terobosan-terobosan baru dan diajak untuk berfikir kreatif. Menurut Djamaludin (2007: 2) dalam dunia pendidikan sudah banyak lembaga yang menerapkan metode outbound dalam proses pengajarannya karena dinilai memberikan kontribusi positif terhadap kesuksesan belajar. Hal tersebut dikarenakan dalam proses outbound, peserta dituntut untuk dapat mandiri dalam menggali potensi yang dimiliki dalam suasana yang menyenangkan namun penuh tantangan sehingga muncul sebagai pribadi yang tangguh dan siap menghadapi masa depan.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa outbound adalah kegiatan pembelajaran yang berada diluar ruangan atau luar sekolah dengan tujuan meningkatkan dan mengoptimalkan potensi yang dimiliki melalui beberapa rangkaian kegiatan/permainan. Bentuk kegiatan outbound dapat berupa simulasi situasi dalam organisasi yang dikemas dengan bentuk permainan kreatif, rekreatif, dan edukatif baik secara individual maupun kelompok dengan tujuan untuk mengembangkan potensi diri baik secara individu maupun kelompok. e. Langkah-langkah Pembelajaran Luar Sekolah

Langkah merupakan tahapan yang harus dilaksanakan secara berurutan agar dapat mencapai tujuan atau maksud tertentu. Langkah-langkah Pembelajaran luar sekolah disusun guna mempermudah dan memperlancar proses berjalannya kegiatan. Langkah-langkah pembelajaran


(46)

30

luar sekolah dalam kajian ini akan difokuskan pada pelaksanaan program PLS GL zoo. Program PLS GL zoo merupakan program pendampingan yang dilakukan mahasiswa Jurusan PLS FIP UNY terhadap siswa siswi usia sekolah dasar yang mengikuti program PLS di KRKB Gembira loka.

Menurut Rokhmah (2012: 4), pendamping adalah perorangan atau lembaga yang melakukan pendampingan, dimana antara kedua belah pihak (pendamping dan didampingi) terjadi kesetaraan, kemitraan, kerjasama, dan kebersamaan tanpa ada batas golongan (kelas atau status sosial) yang tajam. Sedangkan yang dimaksud sebagai pendampingan yaitu suatu kegiatan yang disengaja dilaksanakan secara sistematis dan sesuai aturan karena pembelajaran tersebut terjadi ditempat kerja, dan pekerjaanya sesuai dengan apa yang dikerjakan. (Istiningsih, 2008: 85)

Program PLS GL zoo terdiri atas 3 tahapan pendampingan yaitu yang meliputi:

1) Perencanaan

Menurut Hamzah (2006: 2) perencanaan adalah kegiatan memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Menurut Majid (2008: 15) perencanaan merupakan penyusunan langkah-langkah yang akan dilaksanakan dalam mencapai tujuan yang sudah ditentukan sebelumnya. Oleh karena itu, perencanaan dibuat berdasarkan kebutuhan yang ada dan disusun dengan sistematis serta mudah dipahami.


(47)

31

Dari pendapat diatas, dapat disimpulkan kegiatan perencanaan yaitu kegiatan awal yang digunakan untuk membuat langkah sistematis guna mencapai tujuan yang diharapkan berdasarkan pada kebutuhan yang ada. Perencanaan memegang peranan penting dalam sebuah program ataupun kegiatan. Perencanaan digunakan untuk menjabarkan rangkaian langkah-langkah yang akan ditempuh dalam melaksanakan program. Perencanaan juga digunakan sebagai garis batas agar pelaksanaan kegiatan/program dapat tersusun secara sistematis dan mencapai tujuan yang diinginkan. Diharapkan dengan perencanaan yang matang, maka kegiatan/program yang akan dilaksanakan dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan tujuan.

Kegiatan perencanaan dalam program PLS GL zoo selanjutnya dilanjutkan dengan persiapan materi, media pembelajaran, dan SDM pendamping. Materi dan media pembelajaran yang dipersiapkan disesuaikan dengan tahapan perkembangan siswa siswi sasaran kegiatan. Hal ini agar materi yang disampaikan selama kegiatan dapat diterima dengan baik oleh sasaran. Penyampaian materi dilaksanakan dengan metode belajar dan bermain. Sedangkan untuk SDM pendamping merupakan mahasiswa aktif jurusan PLS FIP UNY yang mendapatkan izin pengalihan perkuliahan pada hari itu. Jumlah pendamping yang diterjunkan disesuaikan dengan jumlah siswa siswi sasaran. Biasanya seorang pendamping diberikan tugas untuk memandu 15-20 orang siswa yang tergabung dalam 1 kelompok.


(48)

32 2) Pelaksanaan

Rencana yang telah disusun selanjutnya diimplementasikan dalam bentuk pelaksanaan kegiatan. Kegiatan pelaksanaan yang didahului dengan perencanaan yang matang dimaksudkan untuk meminimalkan hambatan yang mungkin ditemui dan menemukan alternatif solusinya. Menurut Sujarwo (2013: 38) guna mencapai tujuan yang hendak dicapai, fasilitator (pendamping) hendaknya memiliki kemampuan untuk memilih metode, media, alat evaluasi pembelajaran, dan memanfaatkannya secara tepat. Dalam program PLS GL zoo ini, tahapan pelaksanaan meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut: a) Pengondisian peserta

Kegiatan pengondisian peserta didahului dengan penyambutan peserta dan guru pendamping. Selanjutnya peserta dikondisikan dengan berbaris sesuai dengan kelas atau kelompok masing-masing. Kegiatan ini bertujuan sebagai langkah perkenalan awal dalam upayanya membentuk kedekatan antara peserta dan pendamping. Kedekatan yang terjalin antar peserta dan pendamping akan mempermudah pendamping dalam memberikan penjelasan dan arahan selama program PLS GL zoo berlangsung.

b) Bina suasana

Kegiatan bina suasana diisi dengan perkenalan pendamping, permainan-permainan dan pembacaan peraturan selama program


(49)

33

berlangsung. Menurut Sujarwo (2013: 37) perkenalan menjadi sangat penting adanya guna membangun hubungan yang hangat antar fasilitator (pemandu) dan peserta didik. Permainan yang dilaksanakan dalam tahap bina suasana ini berisi permainan-permainan kecil yang selain menyenangkan namun juga terdapat nilai yang terkandung didalamnya. Permainan yang dilakukan biasanya merupakan permainan yang dapat melatih koordinasi gerak dan otak peserta program. Agar suasana hangat dapat terbangun diantara peserta dan pendamping, permainan juga diiringi lagu dan tanya jawab di dalamnya.

c) Pojok Kreatif

Pojok kreatif merupakan kegiatan yang dilaksanakan untuk menumbuhkan kreativitas peserta program. Pojok kreatif menggunakan media pembelajaran yang dapat menunjang proses pelaksanaan kegiatan. Pojok kreatif disesuaikan dengan tingkatan perkembangan peserta sasaran. Pengelompokan usia dan pojok kreatif yang dilaksanakan adalah sebagai berikut: kelompok usia PAUD/TK hingga sekolah dasar kelas 1-2 menggunakan media mewarnai mahkota gajah; kelompok usia kelas 3-4 sekolah dasar menggunakan gantungan kunci satwa sebagai pojok kreatifnya; dan kelas 5-6 sekolah dasar hingga SMP menggunakan tabel pengelompokan binatang yang harus diisi sesuai petunjuk dan arahan pendamping. Kegiatan pojok kreatif ini merupakan salah satu


(50)

34

nilai tambah yang sengaja diadakan guna menunjang kegiatan wisata belajar di KRKB Gembira loka.

d) Tour the zoo

Kegiatan ini berisi kepemanduan dan penjelasan mengenai satwa-satwa yang ada di kebun binatang. Dalam kegiatan ini siswa bebas mengeksplorasi sumber-sumber belajar yang ada disekitarnya. Jika di dalam kelas, siswa hanya mampu melihat gambar, membayangkan dan berimajinasi tentang bentuk fisik satwa, dalam kegiatan ini siswa dapat secara langsung mengamati dan bereksplorasi secara mandiri. Tugas pendamping dalam kegiatan ini adalah sebagai fasilitator dan konsultan ketika siswa menemukan masalah dalam eksplorasinya. Selain bentuk fisik satwa, dengan bantuan guru dan pendamping, siswa juga dapat belajar mengenai karakteristik satwa yang juga dapat digunakan sebagai sumber belajar siswa. Kegiatan tour the zoo ini menggunakan langkah-langkah yang selain dapat menambah wawasan dan pengetahuan, tetapi juga menumbuhkan rasa cinta kasih terhadap sesama dan cinta lingkungan dalam diri peserta program.

3) Evaluasi

Evaluasi merupakan proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk mengumpulkan, mendeskripsikan, menginterpretasikan, dan


(51)

35

menyajikan informasi tentang suatu program yang digunakan sebagai dasar membuat keputusan dan menyusun program selanjutnya (Eko, 2009: 6). Sedangkan menurut Sudaryono (2012: 41) evaluasi kaitannya dengan sebuah program bertujuan untuk mengetahui pencapaian target program dan digunakan untuk menentukan seberapa jauh target program pengajaran tercapai. Tolak ukur yang digunakan yaitu tujuan awal yang tertera dalam perencanaan dari penyelenggaraan program itu sendiri.

Kesimpulannya, evaluasi merupakan pengumpulan data dan fakta mengenai pelaksanaan program beserta hambatan-hambatan yang ditemui untuk dapat dicarikan alternatif solusi guna pengembangan program. Tingkat kesesuaian antara hasil evaluasi dan tujuan awal menentukan berhasil tidaknya sebuah program/kegiatan dilaksanakan. Dalam kaitannya dengan program PLS GL zoo, evaluasi dilaksanakan melalui kegiatan yang disebut recalling. Recalling berisi pengulasan kembali apa-apa yang sudah dialami dan dapatkan oleh peserta program selama berkeliling kebun binatang. Pengulasan kembali dilakukan dengan metode bercerita dan sharing pengalaman antar peserta program. Dari kegiatan tukar cerita inilah akan timbul budaya diskusi dan saling menghargai sejak anak usia dini. Recalling berfungsi untuk mengetahui seberapa banyak peserta memahami materi yang telah diberikan oleh pemandu selama pelaksanaan progam PLS GL zoo (Sujarwo dalam JPPM, 4 (1), 2017, 90-100).


(52)

36

Selain itu, evaluasi program secara keseluruhan yang dilaksanakan diakhir periode program juga turut diselenggarakan guna perbaikan dan pengembangan program kearah yang lebih baik lagi. Kegiatan evaluasi ini diikuti oleh seluruh pihak yang terlibat dalam program PLS GL zoo. Harapan dari adanya kegiatan ini yaitu seluruh pihak dapat terlibat langsung dalam pengembangan dan pengambilan kebijakan mengenai program PLS GL zoo kedepannya.

4. Tinjauan tentang Pendidikan Luar Sekolah a. Definisi Pendidikan Luar Sekolah

Menurut Marzuki (2010: 93) Pendidikan Luar Sekolah adalah semua pendidikan baik disengaja atau tidak, dirancang atau tidak, diorganisasikan atau tidak, yang berlangsung diluar sekolah atau universitas. Menurut Hamojoyo dalam Kamil (2011: 14), Pendidikan Luar Sekolah dalam kaitannya sebagai pendidikan nonformal merupakan usaha yang terorganisir secara sistematis dan berkelanjutan di luar sistem formal, melalui hubungan sosial yang digunakan untuk membimbing individu, kelompok maupun masyarakat agar memiliki cita-cita guna meningkatkan taraf hidup untuk mewujudkan kesejahteraan sosial. Pendidikan nonformal merupakan salah satu dari tiga jalur pendidikan selain pendidikan formal atau biasa dikenal dengan pendidikan sekolahan dan pendidikan informal atau pendidikan dalam keluarga dan lingkungan sekitar. Walaupun bersifat nonformal namun pendidikan nonformal tetap memiliki tahapan


(53)

37

penyelenggaraan yang jelas mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga tahap evaluasi guna keberhasilan proses pembelajaran.

Pendidikan luar sekolah juga meliputi pendidikan informal. Namun terdapat perbedaan diantara keduanya yaitu jika pendidikan nonformal memiliki standarisasi dan terstruktur maka pendidikan informal adalah pendidikan yang tidak terstruktur dan bahkan pelaksanaannya terkadang terjadi tanpa disadari. Namun, keduanya merupakan pendidikan yang dapat berlangsung sepanjang hayat. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Marzuki (2010: 137) dalam bukunya “Pendidikan Non Formal” yang menyatakan pendidikan informal sebagai proses belajar yang berlangsung sepanjang hayat dan terjadi pada setiap individu.

Menurut Sihombing (2001: 1) sebelum pendidikan yang bernama sekolah ada, Pendidikan luar sekolah sudah lebih dulu ada. Hal ini terbukti dengan adanya upaya transfer ilmu/pengetahuan secara turun temurun. Banyak hal yang diberikan orangtua kepada anaknya dilakukan melalui kegiatan yang sifatnya tidak formal, merupakan bukti adanya pendidikan luar sekolah jauh sebelum pendidikan sekolahan. Pendidikan luar sekolah lebih banyak berfokus kepada masyarakat secara langsung. Hal ini menyebabkan pendidikan luar sekolah memiliki banyak variasi, pengembangan dalam pelaksanaan programnya dan tidak terbatas ruang dan waktu. Pendidikan luar sekolah lebih menonjolkan aspek kebermanfaatan langsung yang dapat diperoleh peserta didiknya setelah mengikuti pendidikan tersebut. Oleh karena itu, kebanyakan pendidikan luar sekolah


(54)

38

lebih menitikberatkan pembelajarannya pada pengembangan keterampilan dan pemberdayaan masyarakat.

Menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 pasal 26 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan nonformal diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal guna mendukung pendidikan sepanjang hayat. Contoh dari beberapa program pendidikan nonformal yang sudah banyak ditemukan yaitu pendidikan kejar paket, Taman Pendidikan Al-Quran (TPA), lembaga pelatihan kerja, kursus, bimbingan belajar, dan masih banyak lainnya. Lain program lain pula sasarannya, lain pula metode yang digunakan. Begitulah karakteristik pendidikan nonformal yang dianggap lebih sesuai dengan keadaan dan kebutuhan dari sasarannya.

b. Tujuan Pendidikan Luar Sekolah

Menurut Sudjana (2004: 47) pendidikan luar sekolah memiliki tujuan untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, keterampilan, dan nilai-nilai yang memungkinkan bagi seseorang atau kelompok untuk berperan secara efektif dan efisien di lingkungan keluarganya, pekerjaannya, masyarakat, dan bahkan negaranya. Pendidikan luar sekolah berupaya menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas guna mencapai kehidupan masa depan yang lebih baik dengan mengoptimalkan potensi yang dimiliki. Oleh karena sifatnya yang fleksibel, maka pendidikan luar sekolah dianggap


(55)

39

mampu menyentuh lapisan paling bawah masyarakat yang selama ini dianggap sebagai kaum yang tidak berdaya.

Sejalan dengan pendapat diatas, tujuan pendidikan luar sekolah juga tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 73 tahun 1991 Bab II pasal 2 yang berbunyi :

1) Melayani Warga Belajar supaya dapat tumbuh dan berkembang sendini mungkin dan sepanjang hayatnya guna meningkatkan martabat dan mutu kehidupannya;

2) Membina Warga Belajar agar memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah, atau melanjutkan ketingkat yng lebih tinggi;

3) Memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat dipenuhi dalam jalur pendidikan sekolah.

Kesimpulannya, pendidikan luar sekolah merupakan upaya yang diselenggarakan guna meningkatkan kualitas sumber daya semaksimal mungkin dengan tujuan agar masyarakat mampu mengoptimalkan potensi yang dimiliki dalam rangka meningkatkan atau mewujudkan kesejahteraan sosialnya maupun negaranya.

5. Tinjauan tentang Kebun Binatang a. Pengertian Kebun binatang

Kebun binatang merupakan tempat dimana binatang dipelihara dalam lingkungan buatan sehingga dapat dipertunjukkan ke khalayak ramai.


(56)

40

Menurut Abdullah kebun binatang merupakan taman stwa yang artunya tempat atau wadah dengan fungsi utama konservasi ex-situ yang melakukan usaha perawatan dan penangkaran berbagai jenis satwa dalam rangka membentuk dan mengembangkan habitat baru sebagai sarana perlindungan dan pelestarian alam (dalam Jurnal Biologi Edukasi Online (JBE), 2010). Selain fungsinya sebagai tempat untuk konservasi seperti yang telah dijelaskan diatas, kebun binatang juga dapat pula dimanfaatkan sebagai sarana memperoleh ilmu pengetahuan dan rekreasi. Oleh karena itu, kebun binatang sebagai lembaga konservasi mempunyai fungsi lebih dari sekedar pengembangbiakan dan pelestarian flora serta fauna. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.31/Menhut-II/2012 tentang lembaga konservasi yang menyebutkan bahwa kebun binatang sebagai lembaga konservasi juga memiliki fungsi sebagai tempat pendidikan, peragaan, penitipan sementara, sumber indukan dan cadangan genetik untuk mendukung populasi in-situ, sarana rekreasi yang sehat serta penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan kebun binatang merupakan tempat konservasi flora maupun fauna yang juga memiliki fungsi sebagai sarana memperoleh ilmu pengetahuan. Segala sesuatu yang tersedia di kebun binatang dapat dijadikan sebagai sumber belajar yang dapat memperkaya pengetahuan dan wawasan yang dimiliki individu. Kegiatan yang berlangsung didalamnya bukan hanya yang sifatnya rekreatif saja, namun juga edukatif bagi pengunjung dan masyarakat pada umumnya.


(57)

41 b. Wisata Belajar di Kebun Binatang

Menurut Surakhmad dalam Suryaningsih (2012: 5) perjalanan wisata dalam rangka belajar merupakan bentuk pengalaman yang tidak pernah dapat diabaikan begitu saja, karena karyawisata sesungguhnya memberikan kesempatan pengalaman kongkrit secara terpimpin. Kegiatan wisata belajar merupakan salah satu alternatif pilihan kegiatan untuk mengoptimalkan penyampaian materi pembelajaran oleh pendidik. Pengoptimalan tersebut dikarenakan adanya integrasi materi pelajaran yang didapat siswa di kelas, dengan pengalaman langsung yang didapat siswa ketika melakukan wisata belajar. Hal inilah yang mendasari pentingnya kegiatan wisata belajar diinternalisasikan dalam kurikulum persekolahan.

Metode pembelajaran secara langsung dan nyata memiliki daya rangsang terhadap kreativitas anak lebih baik jika dibandingkan pembelajaran monoton yang terjadi di kelas. Menurut Aditya (2015: 14) penggunaan metode pembelajaran yang berhubungan langsung dengan lingkungan sekitar akan meningkatkan daya kreativitas anak. Hal tersebut berhubungan langsung dengan proses dan kemapuan siswa dalam menyerap pengetahuan yang disampaikan oleh pendidik.

Kebun binatang dianggap mampu menyediakan sarana pendidikan penunjang kegiatan pembelajaran luar sekolah. Di kebun binatang, siswa dapat bukan hanya mendapat sumber belajar dari binatang saja, proses interaksi dan sosialisasi yang terjadi antar pengunjung, pedangan, dan lain-lain dapat pula dijadikan sumber belajar untuk menumbuhkan kepekaan


(58)

42

sosial siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Rohani (1990: 19) yang menyebutkan bahwa sumber belajar siswa tidak hanya terbatas pada apa yang disampaikan guru dan ada dalam buku tetapi diperlukan faktor penunjang lain seperti metode, media, dan fasilitas-fasilitas lain termasuk lingkungan belajar.

Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa wisata belajar di kebun binatang merupakan sarana rekreasi yang sekaligus dapat membelajarkan bagi anak-anak untuk mengoptimalkan perkembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik melalui kegiatan yang menyenangkan dan membelajarkan.

c. Fungsi Wisata Belajar di Kebun Binatang

Menurut Pringle dalam Lai (2012: 91) kegiatan belajar di kebun binatang memungkinkan anak-anak untuk mengembangkan pengetahuan tentang binatang dan kesadaran lingkungan dalam upayanya menuju lingkungan yang aman untuk mendorong pengembangan keterampilan sosial. Artinya, anak-anak dapat memanfaatkan lingkungan kebun binatang sebagai sumber belajarnya dan memperoleh pengetahuan dan pengalaman sekaligus dari kegiatannya tersebut. Dari kegiatan eksploratif itulah, perkembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik anak akan dapat berjalan dengan seimbang. Selain ketiga aspek perkembangan tersebut, sisi positif lain yaitu anak-anak akan terbiasa kreatif dan mandiri dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.


(59)

43

Wisata belajar dikebun binatang sebagai salah satu alternatif metode pembelajaran yang dapat diintegrasikan kedalam kurikulum sekolah mengingat pentingnya kegiatan sejenis guna meningkatkan pengetahuan dan wawasan yang dimiliki siswa. Menurut Moeslichatoen (2007: 72), anak yang dibawa ke kebun binatang akan memperoleh pemahaman penuh tentang bermacam kehidupan fauna yang ada ditempat tersebut sehingga dapat menciptakan sikap mencintai binatang. Tidak terbatas pada mempelajari bentuk fisiknya saja, lebih lanjut anak-anak dengan arahan guru ataupun pendamping pun dapat belajar mengenai karakteristik binatang. Karakteristik binatang dapat pula dijadikan sebagai sumber belajar tentang karakter bagi anak-anak. Karakter binatang misalnya gajah yang setia, merpati yang sehidup semati dengan pasangannya, dan karakter-karakter binatang lainnya dapat diajarkan kepada anak sehingga anak dapat membedakan karakter yang baik dan buruk dengan melihat karakter yang dimiliki binatang.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian berikut ini adalah penelitian yang dinilai relevan dengan penelitian yang akan dilaksanakan dengan mengangkat masalah antara lain: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Adityo Gari Purossani tahun 2015 Jurusan

Pendidikan Luar Sekolah mengenai Pendampingan Pembelajaran Luar Sekolah Berbasis Wisata Pada Anak SD di Gembira Loka. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pelaksanaan pendampingan pembelajaran


(60)

44

luar sekolah di Gembira Loka Zoo serta faktor pendukung dan penghambat yang menyertainya.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Cahyo Nugroho tahun 2013 Program Studi Pendidikan Geografi mengenai Aksesibilitas Halte dan Kualitas Pelayanan Trans Jogja dengan Keputusan Pengguna. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan aksesibilitas halte dengan keputusan pengguna, hubungan kualitas pelayanan Trans Jogja dengan keputusan pengguna serta hubungan aksesibilitas dan kualitas pelayanan Trans Jogja secara bersama-sama dengan keputusan pengguna.

C. Kerangka Berpikir

Pendidikan dan belajar merupakan dua hal yang saling terkait satu dengan yang lainnya. Pendidikan dapat diselenggarakan dimanapun dan dengan beragam metode. Proses belajar kearah yang lebih baik dan positif merupakan salah satu tujuan dari diselenggarakannya pendidikan. Lembaga penyedia fasilitas dan sarana belajar pun kita tidak terbatas pada lembaga persekolahan saja. Banyak juga tempat wisata yang menawarkan kegiatan wisata belajar guna menunjang aktivitas pembelajaran di kelas. Kesimpulannya, pendidikan tidak terbatas dalam sistem persekolahan semata. Pendidikan dapat dilaksanakan di objek-objek wisata atau biasa disebut sebagai wisata belajar.

Kebun binatang menjadi salat satu objek wisata yang dapat digunakan sebagai tempat melaksanakan wisata belajar. Salah satunya yaitu yang dilakukan oleh KRKB Gembira Loka Yogyakarta bekerja sama dengan Jurusan


(61)

45

PLS FIP UNY. Program kerjasama dalam bidang CSR tersebut diimplementasikan dengan mengadakan program Pembelajaran Luar Sekolah dengan sasaran utama yaitu anak-anak usia sekolah dasar. Program ini merupakan program pendampingan, dimana jurusan PLS FIP UNY berperan dalam penyediaan SDM pendamping kegiatan dan KRKB Gembira Loka sebagai penyedia fasilitas dan sumber belajar. Program kerjasama yang telah berlangsung selama kurang lebih 4 tahun ini diprioritaskan untuk sekolah-sekolah dasar yang ada dilingkup Kota Jogja. Kesimpulannya, KRKB Gembira Loka selaku objek wisata khususnya kebun binatang melaksanakan program wisata belajar yang dinamakan program pembelajaran luar sekolah dan bekerja sama dengan jurusan PLS FIP UNY.

Progam pembelajaran luar sekolah yang diselenggarakan di KRKB Gembira Loka (PLS GL zoo) meliputi: bina suasana, pojok kreatif, tour the zoo, dan recalling. Kegiatan ini memungkinkan anak untuk dapat mengembangkan jiwa eksploratif dan mandiri dalam menghadapi permasalahan yang ditemui. Metode pembelajaran luar sekolah juga diselenggarakan untuk mengurang kejenuhan peserta terhadap metode pembelajaran dikelas yang sifatnya kaku dan monoton. Kesimpulannya, program PLS GL zoo dilaksanakan dengan metode yang berbeda dengan pembelajaran di kelas guna menghindari kejenuhan siswa.

Permasalahan yang terkait dengan aksesibilitas program PLS GL zoo meliputi kurangnya koordinasi dan komunikasi dengan dinas pendidikan DIY, terbatasnya SDM yang dimiliki baik secara kualitas maupun kuantitas,


(62)

46

kebijakan yang diambil oleh pihak pengelola KRKB Gembira Loka, serta kurangnya pelibatan media massa sebagai sarana penyebarluasan informasi mengenai keberadaan program. Permasalahan-permasalah tersebut memunculkan banyak pertanyaan seperti sebenarnya pihak mana saja yang memiliki akses terhadap program ini, bagaimana tanggapan yang diberikan terhadap pelaksanaan program ini, apa saja kebijakan dan strategi yang telah diterapkan, apa upaya yang dilakukan untuk memperluas aksesibilitas program tersebut, dan apa saja faktor pendukung dan penghambat dari aksesibilitas program PLS GL zoo ini.

D. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir diatas, maka dapat diajukan pertanyaan penelitian yang dapat menjawab permasalahan yang akan diteliti yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana aksesibilitas program pembelajaran luar sekolah di KRKB Gembira Loka Yogyakarta :

a. Siapa saja pihak-pihak yang memiliki akses terhadap program PLS GL zoo?

b. Apa saja peran masing-masing pihak tersebut dalam program PLS GL zoo?

c. Apa saja kebijakan yang telah diterapkan pihak KRKB Gembira Loka terkait aksesibilitas program PLS GL zoo?


(63)

47

d. Bagaimana pelaksanaan program PLS GL zoo dilihat dari segi aksesibilitasnya?

e. bagaimana strategi dan upaya yang akan ditempuh guna memperluas aksesibilitas program PLS GL zoo kedepannya?

2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat aksesibilitas program pembelajaran luar sekolah di KRKB Gembira Loka Yogykarta.

a. Apa saja faktor pendukung aksesibilitas program PLS GL zoo? b. Apa saja faktor penghambat aksesibilitas program PLS GL zoo?


(64)

48 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Menurut Lexy J. Moleong (2012: 6) penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya prilaku, persepsi, motivasi, tindakan baik secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Penelitian ini berusaha mendeskripsikan aspek-aspek secara holistik terkait aksesibilitas program PLS GL zoo.

Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan studi kasus. Penulis memilih penelitian studi kasus karena penelitian studi kasus berusaha menggambarkan kehidupan dan tindakan-tindakan manusia secara khusus pada lokasi tertentu dengan kasus tertentu. Penelitian studi kasus menurut Rachmat (2006: 79) merupakan metode riset yang menggunakan berbagai macam sumber data yang bisa digunakan untuk meneliti, menguraikan, dan menjelaskan secara komprehensif berbagai aspek individu, kelompok suatu program, organisasi atau peristiwa secara sistematis. Dalam penelitian ini peneliti ingin berusaha mengungkapkan secara mendalam aksesibilitas program PLS GL zoo yang dilihat pada: (a) pihak-pihak yang memiliki akses dan peranannya; (b) pelaksanaan program PLS GL zoo; (c)


(65)

49

kebijakan yang sudah diterapkan; dan (d) upaya untuk memperluas aksesibilitas program PLS GL zoo kedepannya.

B. Setting Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di KRKB Gembira Loka yang beralamatkan di Jl. Kebun Raya No. 2, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi tersebut dipilih sebagai setting penelitian dengan alasan sebagai berikut: 1. Akses transportasi yang mudah dikarenakan letak KRKB Gembira Loka

berada di tengah kota;

2. KRKB Gembira loka merupakan tempat berlangsungnya program;

3. Keseluruhan narasumber yang dibutuhkan untuk mengumpulkan data dapat ditemui dilokasi tersebut

4. Lokasi tersebut mudah dijangkau oleh peneliti sehingga memungkinkan penelitian dapat berjalan lancar;

5. Sikap terbuka yang ditunjukkan oleh pihak pengelola KRKB Gembira Loka dalam aktivitas penelitian dan pengumpulan data.

C. Penentuan Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian

Sumber data atau informan bisa berupa orang, dokumentasi (arsip), atau berupa kegiatan. Pemilihan subjek penelitian dilakukan menggunakan teknik pengambilan sampel secara bertujuan (purposive sampling technique). Penentuan ini berdasarkan pernyataan Sugiyono (2010: 300) bahwa penentuan sumber data pada orang yang akan diwawancarai maupun


(66)

50

diobservasi dilakukan secara purposive sampling, yaitu dipilih dengan pertimbangan dan tujuan tertentu.

Subjek dalam penelitian ini adalah pemandu dan guru pendamping dari sekolah peserta program PLS GL zoo. Selain subjek utama tersebut, peneliti juga mengumpulkan data melalui sumber informasi atau key informan. Sumber informasi atau key informan yang memiliki cukup informasi tentang fokus penelitian adalah bagian marketing KRKB Gembira Loka Yogyakarta. Sumber informasi atau key informan dalam penelitian ini adalah informan yang dipilih secara purposive dengan pertimbangan memiliki cukup informasi dan mengetahui tentang aksesibilitas program PLS GL zoo di KRKB Gembira Loka Yogyakarta. Maksud dari pemilihan subjek ini adalah untuk mendapat sebanyak mungkin informasi dari berbagai sumber sehingga data yang diperoleh valid dan dapat diakui kebenarannya.

Subjek penelitian yang menjadi key informan adalah bapak MS dan bapak YH. Berikut merupakan deskripsi dari key informan penelitian yaitu: a. Bapak MS adalah salah satu staff bagian marketing di KRKB Gembira Loka. Beliau menjabat sebagai kepala bidang pendidikan sejak bagian marketing dipecah menjadi 3 bidang pada 2016.

b. Bapak YH adalah salah satu staff bagian marketing di KRKB Gembira Loka. Beliau menjabat sebagai kepala bidang humas sejaka bagian marketing dipecah menjadi 3 bagian pada 2016.


(67)

51

Tabel 1. Sumber Data Penelitian (Key Informan)

No. Nama Umur Jabatan di KRKB Gembira Loka

1 MS 39 Kepala Bidang Pendidikan

2 YH 31 Kepala Bidang Humas

Subjek penelitian yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah Ibu TSN dan Ibu SM selaku guru pendamping serta RA dan HKA selaku pemandu program PLS GL zoo. Berikut merupakan deskripsi dari informan penelitian yaitu:

a. Ibu TSN merupakan salah satu guru pendamping dari sekolah peserta program PLS GL zoo di bulan februari. Beliau berumur 45 tahun dan sekarang menduduki jabatan sebagai kepala sekolah.

b. Ibu SM merupakan salah satu guru pendamping dari sekolah peserta program PLS GL zoo di bulan februari. Beliau berumur 40 tahun dan sekarang menduduki jabatan sebagai salah satu guru kelas.

c. RA merupakan salah satu pemandu PLS GL zoo yang tergabung sebagai tim inti yaitu sebagai koordinator umum pada periode 2015/2016. RA berusia 20 tahun dan masih berstatus sebagai mahasiswa aktif di Jurusan Pendidikan Luar Sekolah.

d. HKA merupakan salah satu pemandu PLS GL zoo yang tergabung sebagai tim inti yaitu sebagai bidang humas pada periode 2015/2016. HKA berusia 20 tahun dan masih berstatus sebagai mahasiswa aktif di Jurusan Pendidikan Luar Sekolah.


(68)

52

Tabel 2. Sumber Data Penelitian (Informan)

No. Nama Umur Jabatan

1 TSN 45 Guru Pendamping

2 SM 30 Guru Pendamping

3 RA 20 Pemandu

4 HKA 20 Pemandu

2. Objek Penelitian

Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi,

tetapi oleh Spradley dinamakan “social situation” atau situasi sosial yang

terdiri atas tiga elemen yaitu: tempat (place), pelaku (actors), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis. Situasi sosial tersebut, dapat dinyatakan sebagai obyek penelitian. Pada situasi sosial atau obyek penelitian ini peneliti dapat mengamati secara mendalam aktivitas (activity) orang-orang (actors) yang ada pada tempat (place) tertentu (Sugiyono, 2010: 297-298)

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat diketahui objek yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah aksesibilitas program pembelajaran luar sekolah di KRKB Gembira Loka Yogyakarta.

D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian kualitatif ini yang berperan menjadi instrumen penelitian adalah peneliti itu sendiri. Peneliti menggunakan peran sosial interaktif, melakukan pengamatan, wawancara, mencatat hasil pengamatan dan interaksi bersama informan. Sebagaimana yang disampaikan oleh Sugiyono


(69)

53

(2010: 306) peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan.

Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi berperanserta (participan observation), wawancara mendalam (in depth interview), dan dokumentasi (Sugiyono, 2010: 309). Untuk mendapatkan data mengenai aksesibilitas program pembelajaran luar sekolah di KRKB Gembira Loka Yogyakarta maka digunakan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Data dapat diperoleh dari staff marketing, mahasiswa selaku pemandu kegiatan, serta pihak sekolah selaku peserta program PLS GL zoo. Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Observasi

Observasi adalah dasar pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Pengamatan dan pencatatan ini dilakukan terhadap objek di tempat terjadi atau berlangsungnya peristiwa. Menurut Nasution (dalam Sugiyono, 2010: 310) observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi. Selain itu observasi juga diartikan meliputi


(70)

54

kegiatan pemuatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra (Suharsimi Arikunto, 2010: 199).

Teknik observasi digunakan peneliti karena peneliti ingin mengetahui secara langsung apa saja yang dilakukan atau yang terjadi di lapangan mengenai aksesibilitas program pembelajaran luar sekolah di KRKB Gembira Loka Yogyakarta. Teknik ini difokuskan untuk memperoleh data tentang pelaksanaan program, kondisi fisik daerah penelitian, dan penerapan kebijakan yang berkaitan dengan program PLS GL zoo. Dari observasi yang dilakukan akan menghasilkan pengamatan mengenai aktivitas-aktivitas yang relevan dan berkaitan dengan aksesibilitas program pembelajaran luar sekolah. Observasi dilakukan pada aspek fisik dan non fisik yang berkaitan dengan aksesibilitas program pembelajaran luar sekolah di KRKB Gembira Loka Yogyakarta guna kepentingan penarikan kesimpulan dari data yang telah diperoleh.

2. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2012: 186). Definisi serupa dikemukakan oleh Esterberg (dalam Sugiyono, 2010: 317) yang mendefinisikan wawancara sebagai pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan


(1)

(2)

(3)

177


(4)

178


(5)

179 Lampiran 12. Surat Izin Penelitian dari Fakultas


(6)

180