Analisis Hukum Mengenai Penerapan Asas Piercing The Corporate Veil Atas Tanggung Jawab Direksi Pada Sebuah Perseroan Terbatas Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

(1)

xii

Law Analysis On Application Of Piercing The Corporate Veil Principles On Directur Responsibility At A Limited Company Based On Law Number 40/2007

Regarding Limited Company

Abstract

Farahdina Mirza Lameida

The economic activity generates development. A company is one of significant actors in economy. Limited (Ltd) as a type of companies leads by a director. A director should manage the company based on a good will and responsibility. However, in facts, a director sometimes experiences mistakes and violating the rules. The consequences, a company suffering losses. In some cases, company must warrant a debt because of a directure failure. Based on this phenomenon, researcher was interesting to conduct a research relating to the application of Piercing The Corporate Veil Principles Based on Law Number 40/2007 Regarding Limited Company and its impact Director Responsibility in a limited Company.

The type of research that conducted is a descriptive analysis by describing the facts of the primary data and secondary data which applying normative juridical method. The resulting data were analyzed by juridical qualitative, so that the hierarchy of legislation can be considered as well as to guarantee legal certainty.

Based on result of analysis, it shows that the Piercing The Corporate Veil principles can be implemented if it complied with Law Number 40/2007 Regarding limited company in the article 3 subsection (2). Moreover the Piercing The Corporate Veil Principles can be applied for stock stakeholders and directors who purposefully causing lost for the company, If the directors are proved violating directly or indirectly against the law which utilizing company assets and causing a liabilities, the responsibility of directors as one of the stock stakeholders company can be changed from limited responsibility to unlimited responsibility (Piercing The Corporate Veil).


(2)

xi

ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH

PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

ABSTRAK

FARAHDINA MIRZA LAMEIDA

Kegiatan perekonomian sangat mendukung dalam kegiatan pembangunan di Indonesia saat ini, salah satunya kegiatan perekonomian yang berbentuk perusahaan atau usaha yang didirikan oleh individu atau orang perorangan. Salah satu bentuk usaha yang didirikan oleh individu yaitu usaha dalam bentuk perseroan terbatas (PT). Pengelolaan perusahaan diserahkan pada individu atau organisasi yang terdapat dalam perseroan terbatas, salah satu organ yang cukup penting dalam perseroan terbatas yaitu Direksi. Direksi wajib bertindak dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan perseroan, akan tetapi pada praktiknya direksi seringkali tidak menjalankan peran pengawasannya terhadap perseroan, dimana karena kesalahan dan kelalaiannya menyebabkan timbulnya kerugian dalam perseroan dimana direksi sebagai organ kepercayaan dalam perseroan yang ditunjuk untuk mengurusi segala kepentingan perseroan dalam hal ini terbukti melakukan pelanggaran dengan secara langsung atau tidak langsung melakukan perbuatan melawan hukum sehingga menimbulkan utang bagi perseroan. Berdasarkan latar belakang tersebut maka perlu dikaji permasalahan mengenai penerapan asas Piercing The Corporate Veil menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan implementasinya di Indonesia serta dampak pelaksanaan tanggung jawab Direksi dalam perseroan terbatas menurut asas Piercing The Corporate Veil berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

Penelitian yang dilakukan penulis bersifat deskriptif analitis dengan melukiskan fakta-fakta berupa data primer dan data sekunder dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Data yang dihasilkan dianalisis secara yuridis kualitatif, sehingga hierarki peraturan perundang-undangan dapat diperhatikan serta dapat menjamin kepastian hukum.

Berdasarkan analisis terhadap data yang diperoleh disimpulkan bahwa asas Piercing The Corporate Veil menjadi berlaku apabila memenuhi ketentuan berdasarkan pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, selain itu asas Piercing The Corporate Veil dapat diterapkan pada para pemegang saham yang secara sengaja melakukan kesalahan yang menyebabkan timbulnya kerugian dalam perseroan salah satunya direksi, apabila direksi dalam hal ini terbukti melakukan pelanggaran dengan secara langsung atau tidak langsung melakukan perbuatan melawan hukum dalam perseroan dengan menggunakan harta kekayaan milik perseroan sehingga menimbulkan utang bagi perseroan, tanggung jawab direksi sebagai salah satu pemegang saham yang bersifat terbatas dapat diganti menjadi tanggung jawab tidak terbatas (Piercing The Corporate Veil).


(3)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Guna mewujudkan perkembangan pembangunan nasional, perlu ditingkatkannya kualitas dan produktivitas dalam berbagai sektor, salah satunya dalam sektor perekonomian. Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Kegiatan perekonomian sangat mendukung dalam kegiatan pembangunan di Indonesia saat ini, salah satunya kegiatan perekonomian yang berbentuk perusahaan atau usaha yang didirikan oleh individu atau orang perorangan. Suatu kegiatan usaha merupakan kegiatan yang berkembang dari waktu ke waktu, setiap individu selalu mencari jalan untuk memperoleh sesuatu yang lebih menguntungkan dengan cara mendirikan bentuk-bentuk usaha perdagangan.

Salah satu bentuk usaha yang didirikan oleh individu yaitu usaha dalam bentuk perseroan terbatas (PT). Berdasarkan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yang dimaksud dengan perseroan terbatas yaitu badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang


(4)

2

ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya . Perseroan terbatas merupakan badan usaha yang besar modalnya tercantum dalam anggaran dasar. Selain itu tanggung jawab para pemegang saham bersifat terbatas dan dapat memberikan kemudahan bagi pemegang saham untuk mengalihkan perusahaannya kepada setiap orang dengan menjual seluruh saham yang dimilikinya pada perusahaan tersebut.1 Apabila perusahaan mendapatkan keuntungan, maka keuntungan akan dibagi berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan, keuntungan akan dibagi kepada para pemegang saham yang besarnya tergantung pada keuntungan yang diperoleh dalam perusahaan, sebaliknya apabila terdapat utang dalam perusahaan yang melebihi harta kekayaan para pemegang saham maka kelebihan utang bukan merupakan tanggung jawab para pemegang saham.

Pengelolaan perusahaan diserahkan pada individu atau organisasi yang terdapat dalam perseroan terbatas, struktur organisasi tersebut terdiri dari rapat umum pemegang saham, komisaris, dan direksi. Salah satu organ yang cukup penting dalam perseroan terbatas yaitu Direksi, berdasarkan pasal 1 butir 5 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Direksi adalah organ yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar . Oleh karena itu, direksi diberikan kepercayaan sepenuhnya oleh seluruh pemegang saham melalui rapat umum

1

Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Perseroan Terbatas, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999, hlm.1


(5)

3

pemegang saham untuk menjadi organ perseroan yang diberikan kepercayaan mengelola dan mengurus perseroan. Berdasarkan penjelasan tersebut maka direksi wajib bertindak dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan perseroan, akan tetapi pada praktiknya direksi seringkali tidak menjalankan peran pengawasannya terhadap perseroan, dimana karena kesalahan dan kelalaiannya menyebabkan timbulnya kerugian dalam perseroan.

Berdasarkan permasalahan tersebut maka diterapkan asas Piercing The Corporate Veil dimana tanggung jawab Direksi yang bersifat terbatas berubah menjadi tanggung jawab yang bersifat tidak terbatas, sampai pada kekayaan pribadi apabila terjadi pelanggaran atau kesalahan dalam pengurusan perseroan.2 Salah satu kasus yang sering terjadi dalam perseroan yaitu dimana direksi sebagai organ kepercayaan dalam perseroan yang ditunjuk untuk mengurusi segala kepentingan perseroan dalam hal ini terbukti melakukan pelanggaran dengan secara langsung atau tidak langsung melakukan perbuatan melawan hukum dalam perseroan dengan secara sengaja menggunakan harta kekayaan milik perseroan sehingga menimbulkan utang bagi perseroan. Salah satu contoh kasusnya yaitu kasus korupsi yang dilakukan oleh direksi PT.Angkasa Pura 1 dimana direksi telah menggunakan harta kekayaan perusahaan untuk kepentingan pribadinya sehingga perbuatan tersebut telah menimbulkan kerugian bagi perusahaan dan negara. Berdasarkan permasalahan tersebut, apabila direksi terbukti melakukan perbuatan melawan

2

Chatamarrasjid, Menyingkap Tabir Perseroan Piercing The Corporate Veil Kapita Selekta Hukum Perusahaan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000,hlm.12


(6)

4

hukum sebagaimana diuraikan pada kasus di atas, maka tanggung jawab direksi sebagai salah satu pemegang saham yang bersifat terbatas dapat berubah menjadi tanggung jawab tidak terbatas (Piercing The Corporate Veil) sehingga direksi dapat dituntut oleh para pemegang saham lainnya untuk mengganti segala kerugian yang timbul dalam perseroan.3

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk mengkaji permasalahan tersebut untuk memenuhi tugas akhir penulisan hukum dengan mengambil judul ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS .

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka permasalahan hukum yang dapat di identifikasikan antara lain :

1. Bagaimana efektifitas asas Piercing The Corporate Veil menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan implementasinya di Indonesia ?

2. Bagaimana dampak pelaksanaan tanggung jawab Direksi dalam perseroan terbatas menurut asas Piercing The Corporate Veil ?

3


(7)

5

C. Maksud dan Tujuan Penelitian

Penulisan hukum ini dimaksudkan dan ditujukan untuk :

1. Untuk memahami bagaimana efektifitas asas Piercing The Corporate Veil menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan implementasinya di Indonesia.

2. Untuk menjelaskan dan memahami bagaimana dampak pelaksanaan tanggung jawab Direksi dalam perseroan terbatas menurut asas Piercing The Corporate Veil.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penulisan hukum ini antara lain untuk : 1. Segi Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap ilmu pengetahuan secara umum, dan terhadap perkembangan hukum perusahaan khususnya mengenai tanggung jawab Direksi dalam perseroan terbatas menurut penerapan asas Piercing The Corporate Veil

berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

2. Segi Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan pada masyarakat khususnya anggota direksi pada suatu perseroan agar lebih bersikap professional dalam melakukan pengurusan terhadap perseroan serta dapat mengetahui lebih lanjut mengenai pelaksanaan asas Piercing The


(8)

6

Corporate Veil dan tanggung jawab para pemegang saham dalam perseroan terbatas.

E. Kerangka Pemikiran

Kegiatan pembangunan saat ini tidak terlepas dari tujuan pembangunan nasional, berdasarkan alinea kedua pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 bahwa :

perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Republik Indonesia, yang Merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur .

Hal ini menunjukkan bahwa konsep utilitarianisme sangat melekat dalam pembukaan alinea kedua tersebut, diantaranya pada makna adil dan makmur . Dimana tujuan hukum yaitu memberikan kesejahteraan bagi masyarakat, sebagaimana di ungkapkan oleh Bentham yaitu The Greatest Happiness For The Greatest Number . Makna adil dan makmur tersebut harus dipahami sebagai kebutuhan masyarakat Indonesia, secara yuridis hal ini menunjukkan seberapa besar kemampuan hukum untuk dapat memberikan manfaat kepada masyarakat.

Seberapa besar hukum mampu melaksanakan atau mencapai hasil yang diinginkan, karena hukum dibuat dengan penuh kesabaran oleh Negara dan ditujukan pada tujuan tertentu. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa makna


(9)

7

yang tersirat dari kata adil dan makmur pada alinea kedua pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 terebut merupakan keadilan yang diperuntukkan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam berbagai sektor kehidupan.4

Tujuan kegiatan pembangunan nasional saat ini yaitu bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum, sebagaimana tercantum dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yaitu :

untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan untuk melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia .

Berdasarkan ketentuan mengenai tujuan kegiatan pembangunan nasional di atas, maka pemerintah seharusnya dapat memberikan pelayanan hukum yang baik guna membantu pelaksanaan pembangunan nasional khususnya dalam bidang ekonomi yang mengacu pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, selain itu pembangunan nasional juga harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan mengenai Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) agar pelaksanaan pembangunan nasional tersebut dapat terlaksana sesuai dengan visi, misi dan tujuan dibentuknya pemerintahan Indonesia sebagaimana disebutkan dalam pembukaan

4

Otje Salman S, Teori Hukum Mengingat, Mengumpulkan, dan Membuka kembali, PT Refika Aditama, Bandung, 2005, hlm.156.


(10)

8

Undang Dasar 1945, hal ini didasarkan pada Pasal 3 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 bahwa :

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional merupakan penjabaran dari tujuan dibentuknya Pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial dalam bentuk rumusan visi, misi dan arah Pembangunan Nasional.

Berdasarkan ketentuan di atas, maka segala kegiatan pembangunan nasional harus sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional yang ditetapkan pemerintah dan segala tindakan yang dilakukan oleh masyarakat harus sesuai dengan ketentuan hukum yang dibuat dan berlaku di Negara Indonesia. Hal tersebut didasarkan pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dimana Negara Indonesia adalah Negara Hukum , dan didasarkan pada Pasal 33 ayat (4) Undang Undang Dasar 1945 bahwa :

Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional . Kegiatan pembangunan nasional yang paling utama saat ini salah satunya adalah kegiatan perekonomian, adapun kegiatan perekonomian yang sangat penting dalam pembangunan saat ini salah satunya kegiatan


(11)

9

perekonomian di bidang bisnis usaha/ perusahaan. Perkembangan di bidang bisnis usaha yang paling banyak diminati masyarakat salah satunya yaitu perseroan terbatas. Berdasarkan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, yang dimaksud dengan perseroan terbatas yaitu :

Perseroan terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini, serta peraturan pelaksanaannya .

Berdasarkan rumusan ketentuan tersebut maka perseroan terbatas merupakan suatu bentuk usaha di mana besarnya modal perseroan tercantum dalam anggaran dasar sehingga harta kekayaan perusahaan terpisah dari kekayaan milik pribadi para pemegang saham, oleh karena itu tanggung jawab pemegang saham terhadap perseroan bersifat terbatas tergantung pada besar saham yang dimiliki dalam perseroan sedangkan pengelolaan perusahaan sendiri diserahkan pada individu atau organisasi yang terdapat dalam perseroan terbatas tersebut.

Pada praktiknya, seringkali terjadi permasalahan di mana organ dalam perseroan tidak melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik dalam perseroan sehingga menimbulkan kerugian dan utang dalam perseroan. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tanggung jawab para pemegang saham yang bersifat terbatas dapat berubah menjadi tanggung jawab yang


(12)

10

bersifat tidak terbatas, dalam hal ini diterapkannya asas Piercing The Corporate Veil.5

Penerapan asas Piercing The Corporate Veil menjadi berlaku apabila memenuhi ketentuan berdasarkan Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, yaitu sebagai berikut :

a. Persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;

b. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan untuk kepentingan pribadi;

c. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan; atau

d. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan.

Berdasarkan penjelasan mengenai Piercing The Corporate Veil di atas, maka penerapan asas Piercing The Corporate Veil dapat diterapkan pada para pemegang saham yang secara sengaja melakukan kesalahan yang menyebabkan timbulnya kerugian dalam perseroan. Oleh karena itu setiap anggota perseroan wajib bertindak dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan perseroan.6 Praktik pelaksanaannya seringkali berbeda, para pemegang saham tidak melaksanakan tugas dan funginya dalam perseroan dengan baik, salah satu contohnya yaitu dewan direksi. Direksi seharusnya dalam menjalankan tugasnya tidak boleh

5

Penerapan Azas Piercing The Corporate Veil, http://wordpress.com, diakses hari Kamis, tanggal 17 Februari 2011, pukul.14.00 WIB.

6

Loc.Cit, Penerapan Azas Piercing The Corporate Veil,diakses pada hari Kamis, tanggal 17 Februari 2011, pukul.14.00 WIB.


(13)

11

menerima manfaat untuk dirinya sendiri tetapi harus mendahulukan kepentingan perseroan. Akan tetapi Direksi dalam perseroan seringkali tidak menjalankan peran pengawasannya terhadap perseroan sehingga karena kesalahan dan kelalaiannya menyebabkan timbulnya kerugian dalam perseroan. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dapat diterapkan asas Piercing The Corporate Veil

dimana tanggung jawab direksi yang bersifat terbatas diubah menjadi tanggung jawab yang tidak terbatas.7

Berdasarkan penjelasan di atas, apabila direksi dalam hal ini terbukti melakukan pelanggaran dengan secara langsung atau tidak langsung melakukan perbuatan melawan hukum dalam perseroan dengan menggunakan harta kekayaan milik perseroan sehingga menimbulkan utang bagi perseroan, tanggung jawab direksi sebagai salah satu pemegang saham yang bersifat terbatas dapat diganti menjadi tanggung jawab tidak terbatas (Piercing The Corporate Veil) sehingga pemegang saham dapat dituntut oleh para pemegang saham lainnya untuk mengganti segala kerugian yang timbul dalam perseroan.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan penulis dalam menyusun skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Spesifikasi Penelitian

7

Loc.Cit, Penerapan Azas Piercing The Corporate Veil,diakses pada hari Kamis, tanggal 17 Februari 2011, pukul.14.00 WIB.


(14)

12

Spesifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis yaitu metode penelitian yang digunakan dengan cara menggambarkan data dan fakta baik berupa :

a. Data sekunder bahan hukum primer yaitu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perseroan terbatas, diantaranya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

b. Data sekunder bahan hukum sekunder berupa doktrin atau pendapat para ahli hukum terkemuka.

c. Data sekunder bahan hukum tersier berupa bahan-bahan yang didapat dari majalah, brosur, artikel-artikel, surat kabar dan internet.

2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan dalam penulisan hukum ini yaitu secara yuridis normatif, yaitu dimana hukum dikonsepsikan sebagai norma, asas atau dogma-dogma.8 Pada penulisan hukum ini, penulis mencoba melakukan penafsiran hukum gramatikal, yaitu penafsiran dilakukan dengan cara melihat arti kata pasal dalam undang-undang yang digunakan dalam penulisan hukum ini.

8

Hetty Hassanah, Up-Grading Refreshing Course-Legal Research Methodology, makalah disampaikan dalam Seminar FakultasHukum Unikompada tanggal 12 Februari 2011, Bandung, hlm.6


(15)

13

3. Tahap Penelitian

Penelitian yang dilakukan penulis melalui dua tahap meliputi : a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperoleh bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang berhubungan dengan penerapan asas Piercing The Corporate Veil dalam perseroan terbatas.

b. Penelitian Lapangan (Field Research)

Penelitian lapangan dilakukan untuk menunjang dan melengkapi studi kepustakaan dengan cara wawancara terstruktur dengan pihak-pihak terkait.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis adalah sebagai berikut :

a. Studi Dokumen, yaitu teknik pengumpulan data berupa data primer, sekunder dan tersier yang berhubungan dengan permasalahan yang penulis teliti.

b. Wawancara, yaitu dengan mengadakan tanya jawab dengan pihak-pihak yang terkait dengan cara mempersiapkan pertanyaan terlebih dahulu untuk memperlancar proses wawancara.


(16)

14

5. Metode Analisis Data

Analisis data dan penarikan kesimpulan dari hasil penelitian dilakukan secara yuridis kualitatif, yuridis kualitatif meliputi :

1. Memperhatikan hirarkis peraturan perundang-undangan, dimana peraturan perundang-undangan yang derajatnya lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang derajatnya lebih tinggi.

2. Kepastian hukum, dalam arti perundang-undangan yang diteliti betul-betul dilaksanakan dan didukung oleh penegak hukum.

6. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian diambil untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam penyusunan skiripsi ini, yaitu :

1. Perpustakaan, diantaranya :

a) Perpustakaan Universitas Komputer Indonesia Jl. Dipati Ukur No.112 Bandung.

b) Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Jl. Dipati Ukur No.35 Bandung.

2. Instansi / Lembaga terkait :

a) Angkasa Pura, PT (Persero) Husein Sastranegara Airport, Jl. Pajajaran No. 156, Bandung, Jawa Barat 40173.


(17)

15

b) Indonesia Corruption Watch, Jl. Tulodong Bawah No. 9 Kebayoran Baru Jakarta Selatan.

3. Website :

a) http://wordpress.com b) www.hukum-online.com c) Dan lain-lain.


(18)

16

BAB II

ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN

PENERAPAN ASAS

PIERCING

THE CORPORATE VEIL

ATAS

TANGGUNG JAWAB DIREKSI

A. Perseroan Terbatas sebagai Badan Hukum

Dewasa ini Perseroan Terbatas merupakan suatu bentuk usaha yang paling banyak diminati di Indonesia, hal ini dikarenakan perseroan terbatas merupakan suatu bentuk usaha dan badan hukum yang mandiri. Sebutan untuk Perseroan Terbatas awalnya berasal dari hukum dagang Belanda yaitu

Naamloze Vennotschaap (NV), istilah tersebut juga lama digunakan di Indonesia sebelum diganti dengan Perseroan Terbatas (PT),8 akan tetapi di Indonesia saat ini lebih dikenal dengan istilah perseroan terbatas.

Kata perseroan dalam pengertian umum adalah suatu perusahaan, organisasi usaha atau badan usaha, sedangkan perseroan terbatas adalah suatu bentuk organisasi yang ada dan dikenal dalam sistem hukum dagang

8

Dadang Sukandar, Pengertian Perseroan Terbatas, http://wordpress.com, diakses pada hari Rabu, tanggal 6 April 2011, pukul 19.10 WIB.


(19)

17

Indonesia.9 Perseroan Terbatas sangat penting dalam lalu lintas perekonomian antara lain yaitu:10

a. Memungkinkan adanya pengerahan dana dari masyarakat.

b. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan ekonomi dengan memperoleh laba bersama.

c. Pemerataan kesejahteraan melalui jual beli saham dengan masyarakat.

d. Meningkatkan tanggung jawab sosial Perseroan Terbatas karena dibawah pengamatan dan kontrol masyarakat baik melalui pemegangan saham ataupun mekanisme pasar modal.

Pengertian perseroan terbatas berdasarkan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yang dimaksud dengan perseroan terbatas yaitu :

Badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya .

9

I.G. Rai Widjaja, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Megapoin, Jakarta, 2000, hlm.1

10

Gani Bazar, Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum, http://Wordpress.com, diakses pada tanggal 3 april 2011, pukul 16.00 WIB.


(20)

18

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka terdapat 5 unsur dalam perseroan antara lain :11

1. Perseroan terbatas merupakan suatu badan hukum 2. Didirikan berdasarkan perjanjian

3. Menjalankan usaha tertentu

4. Memiliki modal yang terbagi dalam saham-saham 5. Memenuhi persyaratan Undang-Undang

Melihat rumusan yang terdapat dalam undang-undang perseroan terbatas, secara tegas dinyatakan bahwa perseroan merupakan badan hukum. Perseroan terbatas dapat dikatakan sebagai pendukung hak dan kewajiban, antara lain memiliki harta kekayaan sendiri dan harta kekayaan tersebut terpisah dari harta kekayaan para pemegang saham dalam perseroan. Hal ini berarti Perseroan dapat melakukan perbuatan hukum dan dapat mempunyai kekayaan atau utang dalam menjalankan perusahaannya. Setiap perseroan didirikan berdasarkan perjanjian (kontrak), artinya harus ada dua orang atau lebih pemegang saham yang sepakat untuk mendirikan perseroan yang dibuktikan secara tertulis dalam bentuk anggaran dasar kemudian dibuat dalam akta pendirian yang dibuat dihadapan notaris. Ketentuan ini adalah asas dalam pendirian perseroan.12

11

Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, hlm.7

12

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perseroan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hlm.6


(21)

19

Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, maksud dan tujuan didirikannya perseroan terbatas yaitu :

Perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang undangan, ketertiban umum, dan atau kesusilaan.

Berdasarkan ketentuan di atas, setiap perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang jelas dan tegas dalam pelaksanaannya.

Perseroan Terbatas didirikan berdasarkan beberapa prosedur, prosedur yang harus di penuhi dalam pendirian perseroan terbatas yaitu :

a. Persiapan, antara lain kesepakatan-kesepakatan/perjanjian antara para pendiri (minimal 2 orang atau lebih) untuk dituangkan dalam akta notaris/akta pendirian.

b. Pembuatan Akta Pendirian, yang memuat Anggaran Dasar dan Keterangan lain berkaitan dengan pendirian Perseroan, dilakukan di muka Notaris.

c. Pengajuan permohonan (melalui Jasa IT & didahului dengan pengajuan nama perseroan) Pengesahan oleh Menteri Hukum dan HAM (jika dikuasakan pengajuan hanya dpt dilakukan oleh Notaris dan diajukan paling lambat 60 hari sejak tanggal akta pendirian di tanda tangani, dilengkapi keterangan dan dokumen pendukung. Apabila dinyatakan lengkap, Menteri langsung menyatakan tidak keberatan atas permohonan yang diajukan secara elektronik paling lambat 30


(22)

20

hari sejak pernyataan tidak keberatan, pemohon wajib menyampaikan secara fisik surat permohonan yang dilampiri dokumen pendukung, setelah 14 hari Menteri menerbitkan keputusan pengesahan Badan Hukum Perseroan yg ditanda tangani secara elektronik.

d. Daftar Perseroan (diselenggarakan oleh Menteri, dilakukan bersamaan dengan tanggal Keputusan menteri Hukum dan HAM mengenai Pengesahan Badan Hukum Perseroan, persetujuan atas perubahan Anggaran Dasar yang memerlukan Persetujuan, penerimaan pemberitahuan perubahan Anggaran Dasar yang tidak memerlukan persetujuan atau penerimaan pemberitahuan perubahan data perseroan yang bukan merupakan perubahan Anggaran Dasar). e. Pengumuman dalam Tambahan Berita Negara RI (pengumuman

diselenggarakan oleh Menteri), antara lain akta pendirian perseroan beserta Keputusan menteri Hukum dan HAM tentang Pengesahan Badan Hukum Perseroan, akta perubahan Anggaran Dasar serta Keputusan menteri dan Akta perubahan Anggaran Dasar yang telah diterima pemberitahuannya oleh menteri.

Berdasarkan persyaratan di atas, apabila prosedur pendirian tersebut telah dipenuhi maka perseroan dapat berstatus badan hukum penuh dan para pemegang saham dapat menjalankan perseroan tersebut dan mematuhi segala aturan dalam menjalankan perseroan sesuai dengan peraturan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Selain itu, setelah mendapatkan statusnya sebagai Badan Hukum maka Pemegang Saham


(23)

21

Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki. Perseroan sebagai badan hukum merupakan persekutuan modal, didirikan oleh para pendiri berdasarkan perjanjian, Berarti Perseroan dilakukan secara konsensual dan kontraktual berdasarkan Pasal 1313 KUHPerdata, pendirian dilakukan para pendiri atas persetujuan dimana para pendiri antara satu dengan yang lain saling mengikatkan dirinya untuk mendirikan perseroan.

Setiap perseroan harus memenuhi persyaratan undang-undang perseroan dan peraturan pelaksanaannya, ketentuan ini menunjukkan bahwa undang-undang perseroan menganut system tertutup (closed system).

Persyaratan yang wajib dipenuhi mulai dari pendiriannya, beroperasinya, dan berakhirnya. Salah satunya yaitu syarat pendirian perseroan.13 Syarat sah didirikannya perseroan menurut Pasal 7 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan terbatas yaitu :

Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan Berdasarkan ketentuan dalam pasal tersebut di atas, maka suatu perseroan dikatakan sah berdiri sebagai badan hukum setelah mendapat pengesahan dari Menteri. Pengesahan diterbitkan dalam bentuk keputusan Menteri yang disebut Keputusan Pengesahan Badan Hukum Perseroan.

13


(24)

22

Setiap Perseroan Terbatas dalam pelaksanaannya juga wajib untuk mendaftarkan perusahaannya, tujuan dibuatnya daftar perusahaan adalah untuk mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar oleh perusahaan dan merupakan sumber informasi resmi bagi semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas, data serta keterangan lainnya tentang perusahaan yang tercantum dalam daftar perusahaan itu dalam rangka menjamin kepastian berusaha. Ketentuan pendaftaran perseroan terbatas tersebut harus memenuhi ketentuan mengenai modal dasar didirikannya perseroan terbatas yaitu Rp.20.000.000,00. Hal ini dimaksudkan agar PT sebagai pelaku bisnis benar-benar memulainya dengan kemampuan modal riil, sehingga diharapkan mampu memberikan jaminan perlindungan hukum bagi pihak ketiga yang mengadakan hubungan hukum dengan PT. modal dalam perseroan terbagi kedalam 3 bagian yaitu :14

a. Modal Dasar

Modal dasar merupakan keseluruhan nilai perusahaan, yaitu seberapa besar perseroan tersebut dapat dinilai berdasarkan permodalannya. Modal dasar bukan merupakan modal riil perusahaan karena belum sepenuhnya modal tersebut disetorkan tetapi hanya dalam batas tertentu untuk menentukan nilai total perusahaan. Penilaian ini sangat berguna terutama pada saat menentukan kelas perusahaan.

14

Dadang Sukandar, Pengertian Perseroan Terbatas, http://wordpress.com, diakses pada hari Rabu, tanggal 6 April 2011, pukul 19.00 WIB.


(25)

23

b. Modal Ditempatkan

Modal ditempatkan adalah kesanggupan para pemegang saham untuk menanamkan modalnya ke dalam perseroan. Modal Ditempatkan juga bukan merupakan modal riil karena belum sepenuhnya disetorkan kedalam perseroan, tapi hanya menunjukkan besarnya modal saham yang sanggup dimasukkan pemegang saham ke dalam perseroan.

c. Modal Disetor

Modal disetor adalah Modal PT yang dianggap riil, yaitu modal saham yang telah benar-benar disetorkan kedalam perseroan. Dalam hal ini, pemegang saham telah benar-benar menyetorkan modalnya kedalam perusahaan. Menurut UUPT, Modal Ditempatkan harus telah disetor penuh oleh para pemegang saham.

Berdasarkan pembagian modal tersebut, maka dapat dilihat secara jelas dalam laporan keuangan perusahaan mengenai pembagian modal dalam perusahaan sehingga bagian yang menjadi hak perseroan secara jelas terpisah dari harta pribadi masing-masing pengurus perseroan.

Perseroan terbatas dalam pelaksanaannya harus ada ketetapan yang jelas mengenai anggaran dasar dalam perseroan. Menurut Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas anggaran dasar sekurang-kurangnya harus memuat :

a. Nama dan tempat kedudukan Perseroan;

b. Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan; c. Jangka waktu berdirinya Perseroan;


(26)

24

d. Besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;

e. Jumlah saham, klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham untuk tiap klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap saham, dan nilai nominal setiap saham;

f. Nama jabatan dan jumlah anggota Direksi dan Dewan Komisaris; g. Penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS;

h. Tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota direksi dan dewan komisaris;

i. Tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen.

Setelah persyaratan tersebut telah terpenuhi maka anggaran dasar dalam suatu perseroan terbatas dapat segera dibuat dan tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada yang mengatur tentang perseroan terbatas. Suatu kegiatan perseroan anggaran dasar dalam suatu perseroan dapat berubah sewaktu-waktu. Akta perubahan anggaran dasar tersebut wajib dilaporkan kepada Menteri Hukum dan HAM , hal ini didasarkan pada Pasal 10 Peraturan Menteri Hukum Dan Hak AsasiI Manusia Republik Indonesia Nomor M.01 HT.01.10 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Dan Pengesahan Akta Pendirian, Persetujuan, Penyampaian Laporan, Dan Pemberitahuan Akta Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas yaitu :

Akta perubahan anggaran dasar yang diberitahukan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia adalah akta perubahan yang dibuat di hadapan Notaris berdasarkan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham sesuai dengan tata cara yang ditentukan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas adalah yang berisi khusus mengenai perubahan pengurus, pengalihan hak atas saham, pembubaran perseroan terbatas dan perubahan jenis perseroan terbatas .


(27)

25

Berdasarkan penjelasan yang disebutkan dalam pasal diatas, maka setiap akta perubahan anggaran dasar tersebut dapat dilaporkan kepada Menteri Hukum dan HAM apabila akta perubahan anggaran dasar tersebut telah dibuat dan dinyatakan sah dihadapan notaris dan isi perubahan akta anggaran dasar tersebut telah sesuai dengan tata cara yang telah diatur dalam perundang-undangan mengenai perseroan terbatas.

B. Organ dalam Perseroan Terbatas

Perseroan terbatas sebagai suatu badan hukum terdiri dari 3 organ yang cukup penting, masing-masing organ tersebut memiliki fungsi, tugas dan wewenang tersendiri dalam menjalankan perseroan, ketiga organ tersebut antara lain terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi dan Dewan Komisaris.

Fungsi, tugas dan wewenang ketiga organ dalam perseroan tersebut berbeda satu sama lain, hal ini dikarenakan ketiga organ tersebut dipilih untuk menjalankan pengurusan perseroan sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam anggaran dasar dalam perseroan terbatas. Ketiga organ tersebut terdiri dari :

1. Rapat Umum Pemegang Saham

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) merupakan organ perseroan yang memiliki kedudukan tertinggi dalam menentukan arah dan tujuan perseroan. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) memiliki kekuasaan tertinggi dan wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi


(28)

26

maupun Dewan Komisaris.15 Pengertian rapat umum pemegang saham (RUPS) menurut Pasal 1 butir 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yaitu:

Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar. Berdasarkan penjelasan tersebut diatas, maka sangat jelas bahwa Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) mempunyai wewenang dan tugas yang cukup penting dalam menjalankan perseroan. Dalam forum RUPS, pemegang saham berhak memperoleh keterangan yang berkaitan dengan Perseroan dari Direksi dan/atau Dewan Komisaris, sepanjang berhubungan dengan isi rapat dan tidak bertentangan dengan kepentingan Perseroan. Akan tetapi, RUPS tidak berhak mengambil keputusan kecuali semua pemegang saham hadir dan/atau diwakili dalam RUPS dan menyetujui penambahan isi rapat.16

2. Dewan Direksi

Direksi dalam perseroan merupakan organ yang sangat penting dalam perseroan, dimana direksi sebagai salah satu pemegang

15

Loc.Cit, Dadang Sukandar, diakses pada hari Rabu, tanggal 6 April 2011, pukul 19.00 WIB

16

Munawar Kholil,Hukum Perseroan Terbatas, www.wordpress.com, diakses pada tanggal 11 maret 2011, pukul 20.00 wib.


(29)

27

saham/organ dalam perseroan bertugas dan bertanggung jawab dalam pengelolaan perseroan. Pada prinsipnya direksi bertanggung jawab terhadap perseroan bukan kepada pemegang saham secara perseorangan, tugas kepengurusan direksi tidak terbatas pada kegiatan rutin melainkan juga berwenang dan wajib mengambil inisiatif membuat rencana dan perkiraan mengenai perkembangan perseroan untuk masa mendatang dalam rangka mewujudkan maksud dan tujuan perseroan.17

Tanggung jawab tersebut dapat dilihat dari pengaturan tugas masing-masing anggota direksi, bahkan apabila anggota direksi yang bersangkutan bersalah atau lalai melaksanakan tugasnya dengan baik sehingga perseroan dirugikan, dia bertanggung jawab penuh secara pribadi dan pemegang saham dapat mengajukan gugatan ke pengadilan Negeri. Karena pentingnya peranan direksi, maka undang-undang perseroan mengatur persyaratan yang cukup berat untuk menjadi anggota direksi.18 Adapun yang dimaksud dengan direksi menurut Pasal 1 butir 5 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan terbatas dimana :

Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

17

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perseroan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung,1996, hlm.72

18


(30)

28

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal di atas, maka Direksi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya untuk menjalankan perseroan harus sesuai dengan ketentuan atau peraturan yang mengatur mengenai perseroan dimana dalam menjalankan tugasnya direksi harus bertindak dan menjalankan segala sesuatu yang berhubungan dengan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan didirikannya perseroan tersebut, Sehingga direksi dalam melaksanakan pengurusan perseroan harus bertindak dengan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.19 Pengangkatan anggota Direksi dilakukan oleh pendiri dalam Akta Pendirian untuk selanjutnya anggota Direksi diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), adapun kewajiban direksi dalam perseroan yaitu :

a. Kewajiban yang berkaitan dengan perseroan b. Kewajiban yang berkaitan dengan RUPS

c. Kewajiban yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat.

Selain menjalankan kewajiban dalam perseroan sebagaimana dijelaskan diatas, direksi dalam menjalankan perseroan juga mempunyai hak dalam perseroan. Adapun hak dewan direksi dalam perseroan yaitu :

a. Hak untuk mewakili perseroan di dalam dan diluar pengadilan b. Hak untuk memberikan kuasa tertulis pada pihak lain

19

Sandi Suwardy, Aspek-aspek Hukum Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbatas, http://wordpress.com, diakses pada hari Jumat, tanggal 11 maret 2011, pukul 20.30 WIB.


(31)

29

c. Hak untuk mengajukan usul kepada pengadilan negeri agar perseroan dinyatakan pailit setelah didahului terlebih dahulu oleh RUPS

d. Hak untuk membela diri dalam forum RUPS jika direksi telah diberhentikan sementara oleh RUPS/dewan komisaris

e. Hak untuk mendapatkan gaji dan tunjangan lainnya sesuai AD/akte pendirian

Selain memiliki hak dan kewajiban sebagaimana dijelaskan diatas, direksi dalam melaksanakan tugasnya harus bertanggung jawab penuh pada perseroan, adapun tanggung jawab tersebut diantaranya:

a. Dalam hal Laporan Keuangan yang disediakan ternyata tidak benar dan/atau menyesatkan, anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab terhadap pihak yang dirugikan.

b. Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya.

c. Anggota Direksi dapat diberhentikan untuk sementara oleh Dewan Komisaris dan dapat diberhentikan sewaktu-waktu berdasarkan keputusan RUPS apabila direksi dengan sengaja melakukan kesalahan

d. Tanggung jawab tersebut berlaku juga bagi anggota Direksi yang salah atau lalai yang pernah menjabat sebagai anggota


(32)

30

Direksi dalam jangka waktu 5 tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.

Berdasarkan penjelasan di atas, yang dimaksud dengan direksi bertanggung jawab secara renteng yaitu dimana masing-masing anggota Direksi memiliki tanggung jawab atas bagian yang sama dengan Komisaris, dan pihak yang dirugikan dapat menuntut ganti rugi dari anggota direksi atas keseluruhan jumlah kerugian yang dideritanya.20

Direksi dalam menjalankan tanggung jawabnya tersebut memiliki batasan tanggung jawab dalam perseroan, oleh karena itu dalam suatu perseroan biasanya terdapat 1 orang atau lebih anggota direksi, penjelasan tersebut didasarkan pada Pasal 92 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas dimana Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat, atau perseroan terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota direksi . Hal ini mengingat beratnya kewenangan dan tugas direksi dalam melaksanakan kepengurusan perseroan. Dalam hal tanggung jawab pengurusan perseroan, direksi yang karena kesalahannya dan kelalaiannya menimbulkan kerugian bagi perseroan dapat di tuntut oleh pemegang saham lainnya ke Pengadilan Negeri, hal ini didasarkan pada

20

Prof.Dr. Sutan Remy Sjahdeini, S.H, Tugas,Wewenang dan Tanggung Jawab Direksi dan Komisaris BUMN Persero, http://wordpress.com, diakses pada tanggal 23 Juni 2011, Pukul 11.30 WIB.


(33)

31

Pasal 97 ayat (6) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yaitu :

Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan .

Berdasarkan penjelasan di atas, pemegang saham yang mewakili 1/10 bagian jumlah saham perseroan dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri apabila terbukti terdapat anggota direksi yang karena kesalahan dan kelalaiannya menimbulkan kerugian bagi perseroan. Sehingga pengadilan dapat menindaklanjuti masalah yang timbul dalam perseroan akibat kesalahan yang dilakukan oleh anggota direksi. Selain itu, anggota direksi sewaktu-waktu dapat diberhentikan berdasarkan keputusan RUPS, keputusan memberhentikan anggota direksi hanya dapat diambil setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri. Apabila yang bersangkutan tidak hadir, maka RUPS dapat memberhentikan tanpa kehadirannya.21

3. Dewan Komisaris

Selain kedua organ tersebut diatas, salah satu organ yang cukup penting dalam pengurusan perseroan adalah komisaris. Pengangkatan anggota Dewan Komisaris dilakukan oleh pendiri dalam Akta Pendirian untuk selanjutnya anggota Dewan Komisaris diangkat oleh Rapat Umum

21


(34)

32

Pemegang Saham (RUPS). Dewan Komisaris terdiri atas 1 orang anggota atau lebih.

Pengertian Komisaris menurut Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang perseroan terbatas:

Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka komisaris dalam menjalankan tugasnya mewakili perseroan harus memberikan pengawasan yang benar dalam perseroan agar pelaksanaan kerja perseroan berjalan dengan baik. Komisaris dalam menjalankan tugasnya harus bertindak dengan itikad baik dan bertanggung jawab, oleh karena itu apabila terjadi kesalahan dalam perseroan komisaris berwenang untuk menasehati dewan direksi sebagai pihak yang mewakili perseroan. Adapun kewenangan komisaris yaitu :

a. Kewenangan untuk memberhentikan direksi untuk sementara waktu

b. Berkewenangan untuk menggantikan direksi apabila direksi berhalangan, dan bertindak sebagai pengurus

c. Berwenang meminta keterangan pada Direksi tentang perseroan


(35)

33

d. Berwenang memasuki ruangan/tempat penyimpanan barang milik perseroan.

Berdasarkan kewenangan yang telah disebutkan diatas, maka komisaris sebagai salah satu pengurus perseroan dapat menjalankan peran dan tanggung jawabnya untuk mengawasi jalannya perseroan, tanggung jawab komisaris tersebut antara lain :

a. Dalam hal Laporan Keuangan yang disediakan ternyata tidak benar dan/atau menyesatkan, anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng bertanggung jawab terhadap pihak yang dirugikan.

b. Dewan Komisaris bertanggung jawab atas pengawasan Perseroan.

c. Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat menggugat anggota Dewan Komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan ke Pengadilan Negeri.

d. Tanggung jawab tersebut berlaku juga bagi anggota Dewan Komisaris yang sudah tidak menjabat 5 tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.

Yang dimaksud dengan tanggung jawab renteng diatas, yaitu komisaris sebagai salah satu pengurus perseroan bertanggung jawab atas bagian


(36)

34

yang sama dengan direksi dan pihak-pihak yang dirugikan dapat menuntut ganti rugi kepada komisaris atas kerugian yang dideritanya akibat kesalahan yang dilakukan oleh komisaris. Akan tetapi, komisaris dapat dibebaskan dari tanggung jawabnya apabila kesalahan Laporan Keuangan yang tidak benar dan/atau menyesatkan terbukti bukan karena kesalahan komisaris, dalam hal ini dapat dikatakan bahwa tanggung jawab komisaris juga dibatasi mengingat beratnya tanggung jawab dan tugas komisaris dalam menjalankan perseroan.


(37)

35

BAB III

PENERAPAN ASAS

PIERCING THE CORPORATE VEIL

DALAM TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH

PERSEROAN TERBATAS DAN DAMPAK PENERAPANNYA

A. Penerapan asas Piercing The Corporate Veil dalam Perseroan Terbatas

Dewasa ini Perseroan Terbatas merupakan suatu bentuk usaha yang paling banyak diminati di Indonesia, hal ini dikarenakan perseroan terbatas merupakan suatu bentuk usaha dan badan hukum yang mandiri. Pengertian perseroan terbatas berdasarkan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yang dimaksud dengan perseroan terbatas yaitu :

Badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya .

Perseroan terbatas merupakan badan usaha yang besar modalnya tercantum dalam anggaran dasar, selain itu tanggung jawab para pemegang saham bersifat terbatas hanya tergantung pada besar saham yang dimiliki dalam perseroan sedangkan pengelolaan perusahaan sendiri diserahkan pada individu atau organisasi yang terdapat dalam perseroan terbatas tersebut, akan tetapi


(38)

36

seringkali terjadi permasalahan dimana organ dalam perseroan tidak melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik dalam perseroan sehingga menimbulkan kerugian dan utang dalam perseroan. Salah satunya kasus yang di alami oleh PT. Angkasa Pura 1 dimana direksi telah menggunakan harta kekayaan perusahaan untuk kepentingan pribadinya sehingga perbuatan tersebut telah menimbulkan kerugian bagi perusahaan dan Negara, dan kasus yang dialami oleh PT. Lapindo Brantas INC. Kasus meluapnya lumpur panas dari sumur bor PT Lapindo Brantas Inc, disebabkan karena casing sebagai pelindung lubang bor tidak dipasang, sehingga lumpur meluap keluar melalui celah-celah yang tidak tertutup casing. Meluapnya lumpur panas tersebut berdampak dengan merembesnya lumpur tersebut ke pemukiman penduduk dan infratruktur vital daerah Porong, Sidoarjo. Dalam hal ini PT Energi Mega Persada meminta direksi bertanggung jawab secara pribadi, dengan mengganti seluruh biaya yang telah maupun akan dikeluarkan perseroan karena terbukti bahwa direksi melakukan kesalahan atau kelalaian dalam menjalankan tugasnya mengurus perseroan (fiduciary duty) dimana direksi sebagai pengurus perseroan tidak dengan seksama dan tekun mengawasi pelaksanaan pengeboran seperti yang ada dalam program kerja sehingga terjadi masalah yang berujung pada kerugian yang dialami PT Lapindo Brantas Inc, sehingga direksi harus bertanggung jawab atas kerugian perseroan yang ditimbulkan akibat kesalahan atau kelalaiannya secara tanggung renteng.

Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka dapat dilihat bahwa tanggung jawab para pemegang saham yang bersifat terbatas dapat berubah menjadi tanggung jawab yang bersifat tidak terbatas, dalam hal ini diterapkannya


(39)

37

asas Piercing The Corporate Veil dalam perseroan terbatas. Penerapan asas

Piercing The Corporate Veil menjadi berlaku apabila memenuhi ketentuan berdasarkan Pasal 3 (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, yaitu sebagai berikut :

a. Persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;

b. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan untuk kepentingan pribadi;

c. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan; atau

d. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan.

Berdasarkan penjelasan mengenai Piercing The Corporate Veil diatas, maka penerapan asas Piercing The Corporate Veil dapat diterapkan pada para pemegang saham yang secara sengaja melakukan kesalahan yang menyebabkan timbulnya kerugian dalam perseroan.

Penerapan asas Piercing The Corporate Veil masih diberlakukan di Negara lain, salah satu contohnya di Amerika Serikat. Penerapan asas Piercing Th corporate Veil diberlakukan apabila :21

a. Tujuan perseroan dan formalitas-formalitas hukum diabaikan.

b. Pemegang saham perseroan memberlakukan aset perseroan sebgai harta mereka sendiri.

21

http://www.portalhr.com/majalah/edisisebelumnya/strategi/l id281.html, diakses pada tanggal 27 juni 2011, pukul 21.30 WIB.


(40)

38

c. Officer perseroan gagal memelihara catatan-catatan atau dokumen yang diperlukan.

d. Perseroan tidak cukup modal, tetapi perseroan tetap dijalankan. e. Perseroan digunakan untuk tujuan-tujuan curang, misalnya untuk

menghindari pajak.

Berdasarkan ketentuan di atas, maka sangat jelas bahwa konsep

Piercing The Corporate Veil menunjukkan suatu perseroan terbatas seringkali tidak dapat dipisahkan atau dilepaskan dari kehendak pihak-pihak yang menjadi pemegang saham dari perseroan tersebut. Konteks demikian menunjukkan jika konsep Piercing the Corporate veil menyatakan bahwa jika keadaan terpisah perseroan dengan pemegang saham tidak ada, maka sudah selayaknyalah jika sifat pertanggungjawaban terbatas dari pemegang saham juga dihapuskan,22 dengan diterapkannya asas Piercing The Corporate Veil dalam suatu perseroan terbatas maka pertanggungjawaban terbatas dari para pemegang saham hapus demi hukum dan pemegang saham turut bertanggung jawab secara pribadi terhadap kesalahan dan kerugian yang ditimbulkan dalam perseroan yang disebabkan oleh kelalaian para pemegang saham.

Asas Piercing The Corporate Veil diterapkan dalam perseroan mengingat banyaknya itikad buruk para pemegang saham dalam menjalankan perseroan dimana terjadi penyimpangan dalam menjalankan perseroan yang menyebabkan timbulnya kerugian bagi perseroan sehingga perseroan tidak sanggup lagi untuk memenuhi seluruh kewajibannya. Dengan demikian direksi dan atau dewan

22

Gunawan Widjaja, Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris & pemilik PT, Forum Sahabat, Jakarta, 2008, hlm.25


(41)

39

komisaris sebagai pengurus perseroan dapat dimintakan pertanggungjawaban secara pribadi atas kerugian yang dialami oleh perseroan.23 Berdasarkan penjelasan tersebut, maka asas Piercing The Corporate Veil dapat diterapkan bagi para pengurus perseroan dalam hal ini direksi perseroan dibawah pengawasan dewan komisaris dalam suatu perseroan terbatas.

B. Kedudukan dan Tanggung Jawab Direksi dalam Perseroan Terbatas

Sebagaimana yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya, Direksi dalam suatu perseroan merupakan salah satu organ terpenting dalam pelaksanaan perseroan yang bertugas dan bertanggung jawab dalam pengelolaan perseroan. Adapun yang dimaksud dengan direksi menurut Pasal 1 butir 5 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan terbatas dimana :

Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

Direksi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya untuk menjalankan perseroan harus sesuai dengan ketentuan atau peraturan yang mengatur mengenai perseroan dimana dalam menjalankan tugasnya direksi harus bertindak dan menjalankan segala sesuatu yang berhubungan dengan

22


(42)

40

perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan didirikannya perseroan. Kedudukan direksi sangat penting dalam suatu perseroan dimana direksi sebagai salah satu pengurus perseroan yang mengendalikan perusahaan dalam kegiatan sehari-hari sehingga direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan dan mewakili perseroan di dalam ataupun diluar pengadilan.

Direksi dalam suatu perseroan terbatas sekurang-kurangnya terdiri dari 2 orang atau lebih, suatu perseroan tidak dapat berdiri dan berjalan dengan baik apabila dalam perseroan tersebut tidak terdapat anggota direksi, hal ini didasarkan pada Pasal 92 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas dimana :

Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat, atau perseroan terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota direksi .

Setiap perseroan wajib memiliki anggota direksi karena perseroan tidak dapat berbuat apa-apa tanpa bantuan direksi, oleh karena itu direksi memiliki wewenang dan tanggung jawab yang berat dalam perseroan.24 Sebagaimana diuraikan pada bab sebelumnya, direksi dalam melaksanakan tugasnya harus bertanggung jawab penuh pada perseroan, adapun tanggung jawab tersebut diantaranya:

a. Dalam hal Laporan Keuangan yang disediakan ternyata tidak benar dan/atau menyesatkan, anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab terhadap pihak yang dirugikan.

24


(43)

41

b. Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya.

c. Anggota Direksi dapat diberhentikan untuk sementara oleh Dewan Komisaris dan dapat diberhentikan sewaktu-waktu berdasarkan keputusan RUPS apabila direksi dengan sengaja melakukan kesalahan

d. Tanggung jawab tersebut berlaku juga bagi anggota Direksi yang salah atau lalai yang pernah menjabat sebagai anggota Direksi dalam jangka waktu 5 tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.

Berdasarkan penjelasan diatas maka direksi sebagai pengurus perseroan harus melaksanakan tanggung jawabnya secara penuh terhadap perseroan. Dalam hal tanggung jawab pengurusan perseroan, direksi yang karena kesalahannya dan kelalaiannya menimbulkan kerugian bagi perseroan dapat dituntut oleh pemegang saham lainnya ke Pengadilan Negeri, hal ini didasarkan pada Pasal 97 ayat (6) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yaitu :

Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan .

Berdasarkan ketentua dalam pasal di atas, maka pemegang saham yang mewakili 1/10 bagian jumlah saham perseroan dapat mengajukan gugatan ke


(44)

42

pengadilan negeri apabila terbukti terdapat anggota direksi yang karena kesalahan dan kelalaiannya menimbulkan kerugian bagi perseroan. Sehingga pengadilan dapat menindaklanjuti masalah yang timbul dalam perseroan akibat kesalahan yang dilakukan oleh anggota direksi.

C. Dampak penerapan asas Piercing The Corporate Veil dalam perseroan terbatas

Asas Piercing The Corporate Veil mulai diterapkan dalam perseroan terbatas ketika dirasa perlu adanya pengaturan baru dalam perseroan khususnya pengaturan bagi para pengurus perseroan. Hal ini mengingat banyaknya kesalahan dan kelalaian yang ditimbullkan oleh para pengurus perseroan salah satunya dewan direksi, dimana dewan direksi secara sengaja dengan itikad buruk melakukan perbuatan melawan hukum dimana direksi menggunakan harta kekayaan perseroan untuk kepentingan pribadinya sehingga menyebabkan timbulnya kerugian bagi perseroan.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka diterapkan asas Piercing The Corporate Veil dimana tanggung jawab pengurus perseroan yang tadinya bersifat terbatas menjadi tanggung jawab yang tidak terbatas di mana dalam hal tertentu tidak tertutup kemungkinan dihapusnya tanggung jawab terbatas direksi perseroan terbatas, sejalan dengan kebutuhan keadilan kepada pihak yang beritikad baik maupun pihak ketiga yang mempunyai hubungan hukum dengan perseroan terbatas, dalam hal seperti ini pengadilan akan mengesampingkan status badan hukum dari perseroan terbatas tersebut dan membebankan tanggung jawab kepada organ perseroan terbatas tersebut dengan mengabaikan


(45)

43

prinsip tanggung jawab terbatas,25 dengan adanya pengaturan tersebut maka para pemegang saham khususnya dewan direksi dapat dituntut oleh pemegang saham yang lainnya ke pengadilan negeri apabila terbukti melakukan perbuatan yang menyimpang yang menyebabkan timbulnya kerugian bagi perseroan.

Penerapan teori Piercing The Corporate Veil tersebut merubah tanggung jawab pemegang saham dalam perseroan yang bersifat terbatas menjadi tanggung jawab tidak terbatas, sehingga beban tanggung jawab dipindahkan dari perseroan kepada pihak lainnya selain pemegang saham, misalnya direksi atau komisaris. Penerapan prinsip Piercing The Corporate Veil terhadap direksi dapat dilakukan dalam hal :

1. Direksi tidak melaksanakan fiduciary duty kepada perseroan. 2. Perusahaan belum dilakukan pendaftaran dan pengumuman. 3. Dokumen perhitungan tahunan tidak benar.

4. Direksi bersalah dan menyebabkan perusahaan pailit. 5. Permodalan yang tidak layak

6. Perseroan beroperasi secara tidak layak.

7. Anggota direksi tidak melaporkan kepemilikan saham oleh anggota direksi yang bersangkutan dan/atau keluarganya dalam perseroan terbatas.

Setiap pelanggaran atau penyimpangan tugas dan kewajiban yang dibebankan kepada direksi, maka direksi harus bertanggung jawab hingga harta pribadinya atas kerugian yang dialami oleh tiap-tiap pihak yang berkepentingan.

25

Roni Ansari N.S, Piercing The Corporate Veil dan Penerapannya, http://en.wikipedia.com, diakses pada hari Minggu, tanggal 13 juni 2011, pukul 12.00 WIB.


(46)

44

Adapun bentuk-bentuk pelanggaran dan penyimpangan yang dilakukan direksi adalah direksi tidak menjalankan tugasnya secara profesional sesuai dengan keahlian yang dimilikinya. Bentuk-bentuk pelanggaran profesional tersebut, di antaranya :

1. Baik sengaja atau tidak, melakukan pelanggaran atas tugas yang diberikan (breach of duty);

2. Baik sengaja atau tidak, melalaikan tugas yang seharusnya dijalankan (omission of duty);

3. Baik sengaja atau tidak, memberikan pemyataan yang salah (misstatement);

4. Baik sengaja atau tidak, memberikan pernyataan yang menyesatkan (misleading statement);

5. Baik sengaja atau tidak, melakukan penyalahgunaan kewenangan atau kekuasaan sebagai direksi;

6. Baik sengaja atau tidak, tidak memenuhi janji yang telah diberikan (breach of warranty or authorithy commitment).

7. Tidak menjalankan tugasnya sebagai wakil pemegang saham dengan baik.

Sebagaimana dijelaskan di atas, apabila direksi terbukti melakukan pelanggaran dalam perseroan maka kerugian yang di timbulkan perusahaan akan menjadi tangggung jawab direksi seandainya semua kesalahan atau kelalaian tersebut bisa dibuktikan.26

26

Piercing The Corporate Veil, http://en.wikipedia.com, diakses pada hari Selasa, tanggal 29 juni 2011, pukul 22.00 WIB.


(47)

45

Dengan adanya penerapan asas Piercing The Corporate Veil dalam perseroan terbatas tersebut, maka memberikan dampak langsung pada para pengurus perseroan dimana para pengurus perseroan tidak dapat melakukan perbuatan yang menyimpang dari pelaksanaan perseroan. Dengan demikian tidak ada lagi ruang bagi direksi sebagai pengurus perseroan untuk melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan kerugian bagi perseroan.


(48)

46

BAB IV

ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS

PIERCING

THE CORPORATE VEIL

ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI

PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS MENURUT

UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG

PERSEROAN TERBATAS

A. Efektifitas asas Piercing The Corporate Veil menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Implementasinya di Indonesia

Guna mewujudkan perkembangan pembangunan nasional, perlu ditingkatkannya kualitas dan produktivitas dalam berbagai sektor, salah satunya dalam sektor perekonomian. Kegiatan perekonomian sangat mendukung dalam kegiatan pembangunan di Indonesia saat ini, salah satunya kegiatan perekonomian yang berbentuk perusahaan atau usaha yang didirikan oleh individu atau orang perorangan. Salah satu bentuk usaha yang didirikan oleh individu yaitu usaha dalam bentuk perseroan terbatas (PT).

Perseroan Terbatas merupakan suatu bentuk usaha yang paling banyak diminati di Indonesia, hal ini dikarenakan perseroan terbatas merupakan suatu bentuk usaha dan badan hukum yang mandiri. Kata perseroan dalam


(49)

47

pengertian umum adalah suatu perusahaan, organisasi usaha atau badan usaha, sedangkan perseroan terbatas adalah suatu bentuk organisasi yang ada dan dikenal dalam sistem hukum dagang Indonesia.

Pengertian perseroan terbatas berdasarkan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yang dimaksud dengan perseroan terbatas yaitu :

Badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya . Berdasarkan ketentuan tersebut diatas, maka sudah sangat jelas dikatakan bahwa perseroan terbatas merupakan badan hukum. Sejak perusahaan berstatus badan hukum, maka perusahaan dapat dikatakan sebagai pribadi yang dapat bertanggung jawab sendiri atas perbuatan perusahaan.

Perseroan merupakan suatu badan hukum yang terpisah dari subjek hukum perseroan itu sendiri yaitu para pemegang saham atau pengurus perseroan. Setelah perseroan berstatus badan hukum maka ada dua kemungkinan yang akan terjadi terhadap perbuatan hukum yang dilakukan oleh pendiri perusahaan, kemungkinan pertama yaitu perbuatan hukum yang dilakukan oleh pengurus perseroan mengikat perusahaan setelah perusahaan menjadi badan hukum, sedangkan kemungkinan kedua yaitu perbuatan hukum yang dilakukan tidak dapat diterima oleh perusahaan sehingga masing-masing pengurus perseroan bertanggung jawab secara pribadi terhadap segala kerugian yang ditimbulkan dalam perusahaan. Keterbatasan tanggung jawab para


(50)

48

pemegang saham tersebut dapat berubah menjadi suatu tanggung jawab yang tidak terbatas atau lebih dikenal dengan istilah Piercing The Corporate Veil.

Penerapan asas Piercing The Corporate Veil dalam hukum positif Indonesia, menjadi berlaku apabila memenuhi ketentuan berdasarkan Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, yaitu sebagai berikut :

a. Persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;

b. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan untuk kepentingan pribadi;

c. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan; atau

d. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan.

Tujuan diberlakukannnya tanggung jawab tidak terbatas sebagaimana di jelaskan diatas, yaitu agar PT didirikan tidak semata-mata sebagai alat yang dipergunakan untuk memenuhi tujuan pribadi para pemegang saham.

Asas Piercing The Corporate Veil diterapkan dalam perseroan mengingat banyaknya itikad buruk para pemegang saham dalam menjalankan perseroan dimana terjadi penyimpangan dalam menjalankan perseroan yang menyebabkan timbulnya kerugian bagi perseroan sehingga perseroan tidak sanggup lagi untuk memenuhi seluruh kewajibannya.

Asas Piercing The Corporate Veil mulai berkembang di dalam setiap sistem hukum modern saat ini, sejalan dengan kebutuhan keadilan kepada pihak


(51)

49

yang beritikad baik maupun pihak ketiga yang mempunyai hubungan hukum dengan perseroan terbatas. Dalam hal seperti ini pengadilan akan mengesampingkan status badan hukum dari perseroan terbatas tersebut dan membebankan tanggung jawab kepada organ perseroan terbatas tersebut dengan mengabaikan prinsip tanggung jawab terbatas yang dibebankan pada para pengurus perseroan, kekebalan (immunity) yang biasa dimiliki oleh pemegang saham, dalam hal ini direksi dan komisaris, yaitu tanggung jawab yang tadinya bersifat terbatas, dibuka dan diterobos menjadi tanggung jawab tidak terbatas hingga kekayaan pribadi apabila terjadi pelanggaran, penyimpangan atau kesalahan dalam melakukan pengurusan perseroan.1

Penerapan asas Piercing the Corporate Veil dalam tatanan hukum Indonesia diberlakukan pada perusahaan yang berbadan hukum mengingat kenyataan yang terjadi di Indonesia dimana seringkali timbul permasalahan para pengurus perseroan dengan sengaja beritikad buruk melakukan kesalahan dengan cara menggunakan harta kekayaan perseroan untuk kepentingan pribadi diluar kepentingan perseroan sehingga menyebabkan timbulnya utang atau kerugian bagi perseroan, Salah satunya kasus yang di alami oleh PT. Angkasa Pura 1 dimana direksi telah menggunakan harta kekayaan perusahaan untuk kepentingan pribadinya sehingga perbuatan tersebut telah menimbulkan kerugian bagi perusahaan dan Negara, dengan adanya permasalahan tersebut maka diterapkan asas Piercing The Corporate Veil terhadap direksi hal ini didasarkan pada Pasal 3 ayat (2) butir b Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

1

Tejabuwana, Piercing The Corporate Veil Dan Penerapannya, http://wordpress.com, diakses pada hari Minggu, tanggal 27 juni 2011, pukul 22.40 WIB.


(52)

50

Tentang Perseroan Terbatas bahwa asas Piercing The Corporate Veil dapat diterapkan terhadap para pengurus perseroan dimana :

Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan untuk kepentingan pribadi;

Dengan adanya permasalahan tersebut di atas, maka di Indonesia diberlakukan atau diterapkan tanggung jawab tidak terbatas pada para pengurus perusahaaan (Piercing The Corporate Veil).

B. Dampak Pelaksanaan Tanggung Jawab Direksi Dalam Perseroan Terbatas Menurut Asas Piercing The Corporate Veil Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

Sebagai wadah untuk melakukan kegiatan usaha, suatu perseroan terbatas harus didukung oleh perangkat organisasi serta para pengurus yang menjalankan perseroan. Untuk itu dibutuhkan kerangka kerja hukum yang pasti agar perseroan dapat bekerja dengan produktif dan efisien, dan terdapat arahan hukum yang jelas dalam melaksanakan kegiatan perseroan.

Salah satu perangkat kerja atau organ yang terpenting dalam perseroan yaitu Dewan Direksi, Direksi sebagai salah satu pemegang saham/organ dalam perseroan bertugas dan bertanggung jawab dalam pengelolaan perseroan. Pada prinsipnya direksi bertanggung jawab terhadap perseroan bukan kepada pemegang saham secara perseorangan, tugas kepengurusan


(53)

51

direksi tidak terbatas pada kegiatan rutin melainkan juga berwenang dan wajib mengambil inisiatif membuat rencana dan perkiraan mengenai perkembangan perseroan untuk masa mendatang dalam rangka mewujudkan maksud dan tujuan perseroan.2

Adapun yang dimaksud dengan direksi menurut Pasal 1 butir 5 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan terbatas yaitu :

Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

Direksi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya untuk menjalankan perseroan harus sesuai dengan ketentuan atau peraturan yang mengatur mengenai perseroan dimana dalam menjalankan tugasnya direksi harus bertindak dan menjalankan segala sesuatu yang berhubungan dengan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan didirikannya perseroan tersebut, Sehingga direksi dalam melaksanakan pengurusan perseroan harus bertindak dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.3

Tanggung jawab Direksi pada dasarnya dilandasi oleh 2 (dua) prinsip penting, yaitu prinsip yang lahir karena tugas dan kedudukan yang dipercayakan kepadanya oleh perseroan (fiduciary duty) dan prinsip yang merujuk pada kemampuan serta kehati-hatian tindakan Direksi (duty of skill and care). Kedua

2

Prof. Abdulkadir Muhammad, S.H, Hukum Perseroan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hlm.72

3

Sandi Suwardy, Aspek-aspek Hukum Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbatas, http://wordpress.com, diakses pada tanggal 11 maret 2011, pukul 20.30 WIB.


(54)

52

prinsip ini menuntut Direksi untuk bertindak secara hati-hati dan disertai dengan itikad baik, yang semata-mata untuk kepentingan dan tujuan perseroan. Pelanggaran terhadapnya akan membawa konsekuensi yang berat bagi Direksi, karena Direksi dapat dimintai pertanggungjawaban secara pribadi. Adapun tanggung jawab direksi sebagai pengurus perseroan diantaranya yaitu :

a. Dalam hal Laporan Keuangan yang disediakan ternyata tidak benar dan/atau menyesatkan, anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab terhadap pihak yang dirugikan. b. Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi

atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya.

c. Anggota Direksi dapat diberhentikan untuk sementara oleh Dewan Komisaris dan dapat diberhentikan sewaktu-waktu berdasarkan keputusan RUPS apabila direksi dengan sengaja melakukan kesalahan

d. Tanggung jawab tersebut berlaku juga bagi anggota Direksi yang salah atau lalai yang pernah menjabat sebagai anggota Direksi dalam jangka waktu 5 tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.

Berdasarkan ketentuan tersebut diatas, maka direksi sebagai pengurus perseroan harus melaksanakan tanggung jawabnya secara penuh terhadap perseroan. Akan tetapi, pada kenyataannya seringkali direksi tidak menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik sebagai pengurus perusahaan, dimana direksi dengan sengaja beritikad buruk melakukan kesalahan dan


(1)

xiv

Penyampaian Laporan, Dan Pemberitahuan Akta Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas.

SITUS :

Penerapan azas piercing the corporate veil, http://wordpress.com.

Dadang Sukandar, Pengertian Perseroan Terbatas, http://wordpress.com. Gani Bazar, Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum,

http://Wordpress.com.

Munawar Kholil, Hukum Perseroan Terbatas, www.wordpress.com.

Sandi Suwardy, Aspek-aspek Hukum Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbatas, http://wordpress.com.

http://www.portalhr.com/majalah/edisisebelumnya/strategi/l id281.html. Roni Ansari N.S, Piercing The Corporate Veil dan Penerapannya,

http://en.wikipedia.com.

Tejabuwana, Piercing The Corporate Veil Dan Penerapannya, http://wordpress.com.


(2)

Nama Tempat/Tanggal Lahir Jenis Kelamin Agama Alamat Telepon Email Status

PENDIDIKAN FOMAL : SD BINA BANGSA SMPN 9 SUKABUMI SMAN 1 SUKABUMI

Universitas Komputer Indonesia Tempat/Tanggal Lahir

Jenis Kelamin

PENDIDIKAN FOMAL : BINA BANGSA

9 SUKABUMI AN 1 SUKABUMI

Universitas Komputer Indonesia

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Tempat/Tanggal Lahir

PENDIDIKAN FOMAL :

PALEMBANG 9 SUKABUMI

AN 1 SUKABUMI

Universitas Komputer Indonesia

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

: Farahdina Mirza Lameida : Palembang

: Perempuan : Islam :Jl. Su

No.20 B Sukabumi : 085720038352 : Farahdina.Mirza : Belum Menikah PALEMBANG

Universitas Komputer Indonesia

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Farahdina Mirza Lameida Palembang, 17

Perempuan Sukaraja k No.20 B Sukabumi

720038352 Farahdina.Mirza : Belum Menikah

: 1995 : 2000 : 2003 : 2007

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Farahdina Mirza Lameida Mei 1990 komp.Cima No.20 B Sukabumi

Farahdina.Mirza@yahoo.com 1995-2000 : 2000 - 2003 : 2003 - 2006 : 2007 - Sekarang

ahpar End @yahoo.com

Sekarang


(3)

iv

KATA PENGANTAR

Segala rasa kerendahan hati dan puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan karunianya yang telah dilimpahkan sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas penulisan skripsi dengan judul ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS dengan tujuan untuk memenuhi dan melengkapi salah satu persyaratan kelulusan di Fakultas Hukum, Universitas Komputer Indonesia.

Penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari sempurna dan banyak kekurangan baik dalam metode penulisan, dari segi penggunaan tata bahasa maupun dalam pembahasan materi. Semua ini dikarenakan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun kepada Penulis, yang mudah-mudah dikemudian hari Penulis dapat memperbaiki segala kekurangannya.

Dengan selesainya penulisan skripsi ini, ijinkanlah penulis mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada Prof. Dr. H.R Otje Salman Soemadiningrat,S.H. selaku pembimbing utama, yang telah memberikan ide serta pemikiran akademis yang sangat berharga yang dapat mendorong penulis untuk menyelesaiakan penulisan skripsi ini.

Dalam kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu, memberikan motivasi, dan doa kepada penulis


(4)

untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Untuk itu, terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada:

1. Yth. Bapak Dr. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto, Msc selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia;

2. Yth. Ibu Prof. Dr. Hj. Ria Ratna Ariawati, S.E., A.K., M.S selaku Pembantu Rektor I Universitas Komputer Indonesia;

3. Yth. Bapak Prof. Dr. Moh. Tajuddin, M.A. selaku Pembantu Rektor II Universitas Komputer Indonesia

4. Yth. Ibu Dr. Hj. Aelina Surya, selaku pembantu Rektor III Universitas Komputer Indonesia;

5. Yth. Bapak Prof. Dr. H.R. Otje Salman Soemadiningrat, S.H selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

6. Yth. Ibu Hetty Hassanah, S.H., M.H. selaku Ketua Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

7. Yth. Ibu Arinita Sandria, S.H., M.Hum selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

8. Yth. Bapak Budi Fitriadi, S.H., M.Hum selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

9. Yth. Bapak Waridi, S.H., selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

10. Yth. Bapak Anthon F. Susanto, S.H., M.Hum selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

11. Yth. Bapak Asep Iwan Irawan, S.H., M.Hum selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;


(5)

vi

12. Yth. Ibu Febilita Wulan sari S.H., selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

13. Yth. Ibu Rachmani Puspitadewi., S.H., M.Hum selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

14. Yth. Ibu Rika Rosiliawati, A.Md selaku Staff Administrasi Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

15. Yth. Bapak Muray Selaku Karyawan Fakultas Hukum Universitas Kompter Indonesia;

16. Rekan-rekan Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia Angkatan 2007; 17. Sahabat-sahabatku rini, rina, very suherman, luqman hadi,erga, dan sahabatku

lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

18. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu, semoga Allah SWT membalas kebaikan yang telah mereka berikan.

Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih untuk yang tercinta kedua orang tua penulis, Bapak tazali Mirza dan Ibu Taty Muliawaty yang sangat penulis hormati dan sayangi serta kakak tercinta Delano Mirza dan adik tercinta Fernanda Mirza, terima kasih atas limpahan kasih yang tercurah selama ini dan juga doa yang tulus semua ini tak ada bandingnya di dunia. Penulis juga mengucapakan terima kasih untuk Andika Hery Setiawan Yang selalu membantu, menghibur dan menemani penulis dalam membuat skripsi.

Akhir kata, semoga Allah SWT yang akan melimpahkan kasih sayang-Nya serta pahala yang berlipat ganda kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.


(6)

Billahitaufiq Wal Hidayah Wassalamualaikum Wr.,Wb.

Bandung,Agustus2011 Penulis

Farahdina Mirza 31607018


Dokumen yang terkait

Corporate Social Responsibility Menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

0 48 152

AKIBAT HUKUM PEMBUBARAN PERSEROAN TERBATAS DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

0 25 16

KAJIAN YURIDIS KEDUDUKAN HUKUM DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

0 5 16

KAJIAN YURIDIS KEDUDUKAN HUKUM DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

0 2 16

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PENGURUSAN PERSEROAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

0 6 36

Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbatas Dalam Akuisisi Suatu Perusahaan Yang Merugikan Pemegang Saham Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

0 0 1

EKSISTENSI DOKTRIN PIERCING THE CORPORATE VEIL DI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS TERHADAP TANGGUNG JAWAB DIREKSI ATAS TERJADINYA KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS.

0 0 13

Penerapan Prinsip Piercing The Corporate Veil Terhadap Holding Company Dalam Tindakan Hukum Anak Perusahaan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

0 0 10

Penerapan Prinsip Piercing The Corporate Veil Terhadap Holding Company Dalam Tindakan Hukum Anak Perusahaan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

0 0 1

Penerapan Asas Piercing The Corporate Veil: Perspektif Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbatas

0 0 9