IDENTIFIKASI TINDAK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008)

(1)

ABSTRAK

IDENTIFIKASI TINDAK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

(UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008)

Oleh Arina Fersa

Sistem eletronik adalah sistem komputer yang mencakup perangkat keras lunak komputer, juga mencakup jaringan telekomunikasi dan system komunikasi elektronik, digunakan untuk menjelaskan keberadaan sistem informasi yang merupakan penerapan teknologi informasi yang berbasis jaringan telekomunikasi dan media elektronik yang berfungsi merancang, memproses, menganalisis, menampilkan, dan mengirimkan atau menyebarkan informasi elektronik. Berkaitan dengan itu perlu diperhatikan sisi keamanan dan kepastian hukum dalam pemanfaatan teknologi informasi, media, dan komunikasi agar dapat berkembang secara optimal. Maka terdapat tiga pendekatan untuk menjaga keamanan di cyberspace, yaitu pendekatan aspek hukum, aspek teknologi, serta aspek social budaya dan etika. Perkembangan pesat pemanfaatan jasa internet ternyata menimbulkan dampak negatif lainnya yaitu dalam bentuk perbuatan kejahatan dan pelanggaran yang kemudian disebut dengan cybercrime, yang sering terjadi didalam masyarakat luas adalah penyalahgunaan kartu kredit, pembobolan rekening sesorang dan Hacking.

Berdasarkan hal di atas maka permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah apa sajakah perbuatan yang termasuk dalam tindak pidana berdasarkan Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008, apakah barang bukti elektronik yang dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah dan bagaimanakah ketentuan hukum pidana terhadap pelaku kejahatan cybercrime.

Penelitian pada skripsi ini dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan yaitu Pendekatan Yuridis Normatif dan Yuridis Empiris dengan lebih memfokuskan pada pendekatan Yuridis Normatif. Pendekatan secara Yuridis Normatif dilakukan dengan cara mempelajari perundang-undangan, teori-teori dan konsep-konsep yang berhubungan dengan permasalahan. Secara operasional pendekatan ini dilakukan dengan studi kepustakaan atau studi literatur, sedangkan yuridis empiris dilakukan dengan studi lapangan melalui wawancara dengan responden seorang


(2)

penegak hukum dari Polda Lampung, Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, dan dua orang akademisi Universitas Lampung.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbuatan yang termasuk dalam tindak pidana berdasarkan Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 adalah yang tertera dalam Pasal 27-37 undang-undang ini, barang bukti elektronik dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah menurut Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 yaitu : Real Evidence, Hearsay Evidence, Derived Evidence, sedangkan ketentuan pidana yang dapat menjerat pelaku tindak pidana cybercrime yaitu : Kitab Undang Undang Hukum Pidana (Pasal 362, Pasal 378, Pasal 335, Pasal 311, Pasal 303, Pasal 282 dan 311, Pasal 378 dan 262, Pasal 406), Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Pasal 1 angka (8), Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi Pasal 1 angka (1), Undang-Undang No 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan, Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi & Transaksi Elektronik.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka perlu untuk membentuk suatu peraturan perundang-undangan yang lebih spesifik dalam mengatur tentang tindak pidana dunia maya (Cybercrime), selain itu dalam hal Sumber Daya Manusia (SDM), masih banyak aparat penegak hukumnya belum siap bahkan tidak mampu (gagap teknologi) sehingga perlu adanya peningkatan dalam hal SDM ini dengan cara memberikan pelatihan kepada para penegak hukum oleh pakar/ahli yang memang berkompeten dalam masalah dunia maya.


(3)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Sistem eletronik adalah system computer yang mencakup perangkat keras lunak komputer , juga mencakup jaringan telekomunikasi dan system komunikasi elektronik, digunakan untuk menjelaskan keberadaan sistem informasi yang merupakan penerapan teknologi informasi yang berbasis jaringan telekomunikasi dan media elektronik yang berfungsi merancang, memproses, menganalisis, menampilkan, dan mengirimkan atau menyebarkan informasi elektronik.

Kegiatan melalui media sistem elektronik, yang disebut juga cyberspace, meskipun bersifat virtual namun dapat dikategorikan sebagai perbuatan hukum yang nyata. Kegiatan dalam cyberspace adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata, meskipun alat buktinya bersifat elektronik.

Berkaitan dengan itu perlu diperhatikan sisi keamanan dan kepastian hukum dalam pemanfaatan teknologi informasi, media, dan komunikasi agar dapat berkembang secara optimal. Maka terdapat tiga pendekatan untuk menjaga keamanan di cyberspace, yaitu pendekatan aspek hukum, aspek teknologi, serta aspek social budaya dan etika.


(4)

Dengan dikeluarkan dan diberlakukannya pengaturan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik maka pengelolaan, penggunaan, dan pemanfaatan informasi dan transaksi eletronik harus terus dikembangkan melalui infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatannya dapat dilakukan secara aman utntuk mencegah penyalahgunaannya.

Perkembangan pesat pemanfaatan jasa internet ternyata menimbulkan dampak negative lainnya yaitu dalam bentuk perbuatan kejahatan dan pelanggaran yang kemudian disebut dengan cybercrime. Cybercrime yang sering terjadi didalam masyarakat luas adalah penyalahgunaan kartu kredit, pembobolan rekening sesorang dan Hacking. dan baru-baru ini terjadi kasus yang sempat menghebohkan dunia hukum adalah kasus yang dialami seorang ibu rumah tangga yang bernama Prita Mulyasari. Kasus tersebut bermulai karena Prita merasa kecewa oleh pelayanan Rumah Sakit Omni Internasional, lalu Prita mengirimkan posting curahan hatinya (curhat) melalui media internet dan ajang social facebook.

Curhat di dunia maya yang akhirnya membawa Prita Mulyasari mendekam dalam penjara. Semula Prita hanya ingin menyampaikan keluhannya mengenai layanan kesehatan yang dialaminya. Layanan kesehatan itu sangat mengecewakannya sehingga beliau membuat posting email kepada teman-temannya melalui internet dan facebook. Rumah sakit yang dimaksud merasa difitnah oleh Prita dan telah melaporkan kepada pihak yang berwajib.


(5)

Oleh karena fitnah tersebut disebarkan melalui internet, pihak Kejaksaam Negeri Tanggerang menganggap Prita telah melanggar Pasal 27 Ayat (3) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,

Adapun isi Pasal 27 Ayat (3) UU Nomor 11 Tahun 2008 adalah sebagai berikut : “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.”

Disamping Pasal 27 UU Nomor 11 Tahun 2008, Prita juga telah dianggap melanggar ketentuan Pasal 310, 311 KUHP. Prita diancam hukuman kurungan 6 (enam) tahun dan denda Rp 1 miliar (satu miliar rupiah), Prita dijebloskan ke dalam penjara wanita di Tanggerang. (Niniek Suparni, SH, MH, Cyberspce, Problematika dan Antisipasi Pengaturannya; 143)

Didalam beberapa cybercrime terdapat beberapa tindak pidana yang tentunya dapat dipidanakan menurut KUHP. Perbuatan pidana yang digunakan untuk menjerat pelakunya didakwa adalah penipuan, kecurangan, pencurian, perusakan dan lainnya. Peristiwa diatas tentunya sangat menarik untuk dipahami oleh masyarakat luas, agar masyarakat dapat lebih memahami tentang tindak pidana di dunia cyber dan dapat lebih mengetahui hal-hal apa saja yang dapat menjerat pelaku-pelaku kejahatan tersebut.


(6)

B.Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan

Yang dijadikan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah :

a. Apa sajakah perbuatan yang termasuk dalam tindak pidana berdasarkan Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 ?

b. Apakah barang bukti elektronik dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah ?

c. Bagaimanakah ketentuan hukum pidana terhadap pelaku kejahatan cybercrime ?

2. Ruang Lingkup

Untuk membahas masalah tersebut, maka pokok bahasan dibatasi pada jenis – jenis perbuatan yang termasuk tindak pidana berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008, Identifikasi barang bukti yang terjadi dalam tindak pidana tersebut dan sanksi pidana menurut UU Nomor 11 Tahun 2008.

C.Tujuan dan Kegunaan Penulisan 1. Tujuan Penulisan

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dan pokok bahasan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui apa sajakah perbuatan yang termasuk dalam tindak pidana berdasarkan Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008.

2. Mampu mendeskripsikan apakah barang bukti elektronik dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah.


(7)

3. Mengetahui dan menganalisis Bagaimana ketentuan hukum pidana terhadap pelaku kejahatan cybercrime.

2. Kegunaan Penulisan a. Kegunaan Teoritis

Kegunaan Teoritis dari hasil penelitian ini untuk memberikan sumbangan pengetahuan bagi perkembangan disiplin ilmu hukum khususnya yang berada dalam tindak pidana cybercrime menurut Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

b. Kegunaan Praktis

Kegunaan praktis dari penelitian ini adalah sebagai acuan atau referensi bagi pendidikan ilmu hukum dan penelitian hukum lanjutan, sumber bacaan baru di bidang hukum khususnya mengenai tentang tindak pidana cybercrime menurur Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

D.Kerangka Teori dan Konseptual.

1. Kerangka Teori.

Kejahatan dalam arti kriminologis adalah perbuatan manusia yang menyalahi norma yang hidup dalam masyarakat secara konkret.

Menurut Moeljanto (Moeljanto, 1987:54), yang dimaksud dengan tindak pidana adalah :


(8)

“Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanski) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut”

Menurut Simons, dalam merumuskan pengertian tindak pidana, beliau memberikan unsur – unsur tindak pidana sebagai berikut :

1. Perbuatan manusia (positif atau negatif; berbuat sesuatu atau tidak berbuat atau membiarkan);

2. Diancam dengan pidana 3. Melawan hukum

4. Dilakukan dengan kesalahan

5. Orang yang mampu bertanggung jawab (Sudarto, 1990: 40)

Rumusan unsur–unsur tindak pidana menurut Moeljanto sebagai berikut : 1. Perbuatan (manusia)

2. Yang memenuhi rumusan dalam undang – undang (ini merupakan syarat formil) dan

3. Bersifat melawan hukum.

Pada pasal 184 ayat (1) kitab Undang–Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan bahwa :

Alat bukti yang sah ialah : 1. Keterangan saksi ; 2. Keterangan ahli ; 3. Surat ;


(9)

5. Keterangan terdakwa .

Pada pasal 5 Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan bahwa :

(1)Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.

(2)Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.

(3)Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.

(4)Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk: a) surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan b) surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.

Pertanggungjawaban pidana pada hakiktanya mengandung makna pencelaan pembuat (subjek hukum) atas tindak pidana yang telah dilakukannya. Artinya, secara objektif si pembuat telah melakukan tindak pidana menurut hukum yang berlaku (asas legalitas) dan secara subjektif si pembuat patut untuk dicela atau dopersalahkan/dipertanggungjawabkan


(10)

atas tindak pidana yang dilakukannya itu (asas culpabilitas/kesalahan) sehingga ia patut unutk dipidana.

2. Kerangka Konseptual

Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep – konsep yang merupakan kumpulan dari arti – arti yang terkait dengan istilah yang akan diteliti dan juga memberikan arah atau pedoman yang jelas dalam penelitian ini, maka perlu memahami definisi – definisi sebagai berikut :

a. Identifikasi diartikan sebagai proses psikologi yang terjadi dalam diri seseorang karena secara tidak sadar membayangkan dirinya seperti orang lain yang dikaguminya, lalu dia meniru tingkah laku orang tersebut. (Kamus Besar Bahasa Indonesia)

b. Tindak pidana diartikan sebagai suatu perbuatan yang sudah memenuhi unsur – unsur pelanggaran atau kejahatan. (Wirjono Prodjodikoro, 1980:1)

c. Undang – Undang diartikan sebagai ketentuan – ketentuan dan peraturan negara yang dibuat oleh pemerintah (menteri, badan eksekutif, dsb), disahkan oleh parlemen (Dewan Perwakilan Rakyat, Badan Legislatif, dsb), ditandatangani oleh kepala negara (Presiden, Kepala Pemerintahan, Raja) dan mempunyai kekuatan yang mengikat. (Kamus Besar Bahasa Indonesia)

d. Informasi diartikan sebagai Pemberitahuan, kabar atau berita. (Kamus Besar Bahasa Indonesia)


(11)

e. Transaksi Elekronik diartikan sebagai perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya. (Pasal 1 Ayat (2) UU No 11 Tahun 2008).

Lebih lanjut, Soerjono Soekanto (1984:124), berpendapat bahwa kerangka konseptual adalah suatu kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep – konsep khusus yang meruapakan kumpulan arti yang berkaitan dengan istilah yang diteliti, maka terdapat beberapa unsur yang kemudian akan di angkat sebagai istilah – istilah yang akan di gunakan dalam penulisan dengan tujuan membatasi agar tidak terjadi kesalah pahaman dalam melakukan penelitian.

E. Sistematika Penulisan

Untuk memberikan pendekatan pemikiran mengenai hal – hal apa saja yang menjadi fokus pembahasan dalam skripsi ini penulis menyusun sistematika penulisan dalam 5 bab, dimana masing – masing bab berhubungan satu sama lain, yaitu :

I. PENDAHULUAN

Bab ini akan membahas antara lain : latar belakang, pokok permasalahan, kerangka konsepsonial, sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini akan membahas antara lain, perbuatan yang termasuk dalam tindak pidana berdasarkan Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008, apakah barang bukti elektronik dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah, ketentuan hukum pidana terhadap pelaku kejahatan cybercrime.


(12)

III. METODE PENELITIAN

Bab ini akan membahas mengenai metode yang digunakan dalam menyusun skripsi ini antara lain : Pendekatan masalah, sumber dan jenis data, penentuan populasi dan sample, metode pengumpulan dan

pengolahan data, analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan membahas hasil penelitian dan pembahasan terhadap masalah yang ada dalam skripsi ini, yaitu antara lain perbuatan apa saja yang termasuk dalam tindak pidana berdasarkan Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008, apakah barang bukti elektronik dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah, dan apa saja ketentuan hukum pidana terhadap pelaku kejahatan cybercrime.

V. PENUTUP


(13)

V. PENUTUP

A.Kesimpulan

Setelah melakukan pembahasan terhadap data dan informasi yang diperoleh dalam penulisan, maka penulis mengambil kesimpulan antara lain :

1. Perbuatan yang termasuk dalam tindak pidana berdasarkan Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 adalah yang tertera dalam Pasal 27-37 undang-undang ini, antara lain :

a. Mendistibusikan dan/atau menstranmisikan dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, memiliki muatan perjudian, penghinaan dan/atau pencemaran nama baik serta pemerasan dan/atau pengancaman.

b. Menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik serta menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

c. Mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakuti-nakuti yang ditujukan secara pribadi.


(14)

d. Mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik orang lain dengan cara apa pun, dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.

e. Melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik orang lain, intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat public dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.

f. Dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik orang lain atau milik public, memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik orang lain yang tidak berhak.

g. Melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektonik dan/atau mengakibatkan Sistem Elektonik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.

h. Melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar


(15)

Inforamsi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.

2. Barang bukti elektronik dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah menurut Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 :

a. Real Evidence, Meliputi kalkulasi-kalkulasi atau analisa-analisa yang dibuat oleh komputer itu sendiri melalui pengaplikasian software dan penerima informasi dari device lain.

b. Hearsay Evidence, Termasuk dalam hearsay evidence adalah dokumen-dokumen data yang diproduksi pleh komputer yang merupakan salinan dari informasi yang diberikan oleh manusia kepada komputer.

c. Derived Evidence, adalah informasi yang mengkombinasikan antara bukti nyata dengan informasi yang diberikan oleh manusia ke komputer dengan tujuan unutk membentuk sebuah data yang tergabung.

3. Ketentuan hukum pidana yang dapat menjerat pelaku kejahatan cybercrime, terbagi menjadi beberapa peraturan perundang-undangan, yaitu:

a. Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 362, Pasal 378, Pasal 335, Pasal 311, Pasal 303, Pasal 282 dan 311, Pasal 378 dan 262, Pasal 406.

b. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Pasal 1 angka (8)

c. Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi Pasal 1 angka (1)


(16)

e. Undang No 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang

f. Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

g. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi & Transaksi Elektronik.

B.Saran

Setelah melakukan pembahasan dan mengambil beberapa kesimpulan maka saran-saran yang dapat disampaikan oleh penulis adalah :

1. Kelemahan perangkat hukum dalam penegakan hukum pidana khususnya perkara Cyber Crime banyak memiliki keterbatasan, karena itu sangat dirasa perlu untuk membentuk suatu peraturan perundang-undangan yang lebih spesifik dalam mengatur tentang tindak pidana dunia maya (Cybercrime). 2. Dalam hal Sumber Daya Manusia (SDM), masih banyak aparat penegak

hukumnya belum siap bahkan tidak mampu (gagap teknologi), untuk mengusut pelakunya dan alat-alat bukti yang dipergunakan dalam hubungannya dengan bentuk kejahatan dunia maya ini sulit terdeksi, bahkan banyak pelaku yang tidak dapat dihukum dikarenakan pasal yang menjerat perbuatan pelaku lemah. Untuk itu perlu diberikan pelatihan-pelatihan kepada penegak hukum perihal dunia maya oleh pakar yang memang berkompeten di bidangnya.


(1)

e. Transaksi Elekronik diartikan sebagai perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya. (Pasal 1 Ayat (2) UU No 11 Tahun 2008).

Lebih lanjut, Soerjono Soekanto (1984:124), berpendapat bahwa kerangka konseptual adalah suatu kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep – konsep khusus yang meruapakan kumpulan arti yang berkaitan dengan istilah yang diteliti, maka terdapat beberapa unsur yang kemudian akan di angkat sebagai istilah – istilah yang akan di gunakan dalam penulisan dengan tujuan membatasi agar tidak terjadi kesalah pahaman dalam melakukan penelitian.

E. Sistematika Penulisan

Untuk memberikan pendekatan pemikiran mengenai hal – hal apa saja yang menjadi fokus pembahasan dalam skripsi ini penulis menyusun sistematika penulisan dalam 5 bab, dimana masing – masing bab berhubungan satu sama lain, yaitu :

I. PENDAHULUAN

Bab ini akan membahas antara lain : latar belakang, pokok permasalahan, kerangka konsepsonial, sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini akan membahas antara lain, perbuatan yang termasuk dalam tindak pidana berdasarkan Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008, apakah barang bukti elektronik dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah, ketentuan hukum pidana terhadap pelaku kejahatan cybercrime.


(2)

10

III. METODE PENELITIAN

Bab ini akan membahas mengenai metode yang digunakan dalam menyusun skripsi ini antara lain : Pendekatan masalah, sumber dan jenis data, penentuan populasi dan sample, metode pengumpulan dan

pengolahan data, analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan membahas hasil penelitian dan pembahasan terhadap masalah yang ada dalam skripsi ini, yaitu antara lain perbuatan apa saja yang termasuk dalam tindak pidana berdasarkan Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008, apakah barang bukti elektronik dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah, dan apa saja ketentuan hukum pidana terhadap pelaku kejahatan cybercrime.

V. PENUTUP


(3)

V. PENUTUP

A.Kesimpulan

Setelah melakukan pembahasan terhadap data dan informasi yang diperoleh dalam penulisan, maka penulis mengambil kesimpulan antara lain :

1. Perbuatan yang termasuk dalam tindak pidana berdasarkan Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 adalah yang tertera dalam Pasal 27-37 undang-undang ini, antara lain :

a. Mendistibusikan dan/atau menstranmisikan dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, memiliki muatan perjudian, penghinaan dan/atau pencemaran nama baik serta pemerasan dan/atau pengancaman.

b. Menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik serta menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

c. Mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakuti-nakuti yang ditujukan secara pribadi.


(4)

61

d. Mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik orang lain dengan cara apa pun, dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.

e. Melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik orang lain, intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat public dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.

f. Dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik orang lain atau milik public, memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik orang lain yang tidak berhak.

g. Melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektonik dan/atau mengakibatkan Sistem Elektonik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.

h. Melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar


(5)

Inforamsi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.

2. Barang bukti elektronik dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah menurut Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 :

a. Real Evidence, Meliputi kalkulasi-kalkulasi atau analisa-analisa yang dibuat oleh komputer itu sendiri melalui pengaplikasian software dan penerima informasi dari device lain.

b. Hearsay Evidence, Termasuk dalam hearsay evidence adalah dokumen-dokumen data yang diproduksi pleh komputer yang merupakan salinan dari informasi yang diberikan oleh manusia kepada komputer.

c. Derived Evidence, adalah informasi yang mengkombinasikan antara bukti nyata dengan informasi yang diberikan oleh manusia ke komputer dengan tujuan unutk membentuk sebuah data yang tergabung.

3. Ketentuan hukum pidana yang dapat menjerat pelaku kejahatan cybercrime, terbagi menjadi beberapa peraturan perundang-undangan, yaitu:

a. Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 362, Pasal 378, Pasal 335, Pasal 311, Pasal 303, Pasal 282 dan 311, Pasal 378 dan 262, Pasal 406.

b. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Pasal 1 angka (8)

c. Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi Pasal 1 angka (1)


(6)

63

e. Undang No 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang

f. Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

g. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi & Transaksi Elektronik.

B.Saran

Setelah melakukan pembahasan dan mengambil beberapa kesimpulan maka saran-saran yang dapat disampaikan oleh penulis adalah :

1. Kelemahan perangkat hukum dalam penegakan hukum pidana khususnya perkara Cyber Crime banyak memiliki keterbatasan, karena itu sangat dirasa perlu untuk membentuk suatu peraturan perundang-undangan yang lebih spesifik dalam mengatur tentang tindak pidana dunia maya (Cybercrime). 2. Dalam hal Sumber Daya Manusia (SDM), masih banyak aparat penegak

hukumnya belum siap bahkan tidak mampu (gagap teknologi), untuk mengusut pelakunya dan alat-alat bukti yang dipergunakan dalam hubungannya dengan bentuk kejahatan dunia maya ini sulit terdeksi, bahkan banyak pelaku yang tidak dapat dihukum dikarenakan pasal yang menjerat perbuatan pelaku lemah. Untuk itu perlu diberikan pelatihan-pelatihan kepada penegak hukum perihal dunia maya oleh pakar yang memang berkompeten di bidangnya.