0713023052

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Dunia pendidikan semakin hari terus mengadakan perbaikan ke jenjang yang lebih baik, namun langkah menuju perbaikan itu tidaklah mudah, banyak hal yang harus diperbaiki, salah satunya ialah mempersiapkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Menurut Trianto (2009) sistem pendidikan nasional menghadapi tantang-an ytantang-ang stantang-angat kompleks dalam menyiapktantang-an kualitas SDM ytantang-ang mampu bersaing di era global. Dalam Sidi (2003), Crawford mengemukakan abad 21 sebagai Era of Human Capital, yaitu suatu era di mana ilmu pengetahuan dan teknologi ber-kembang sangat pesat. Trilling dan Hood dalam Arnyana (2006) menambahkan pada abad 21 diperlukan SDM dengan kualitas tinggi yang memiliki keahlian, yaitu mampu bekerja sama, berpikir tingkat tinggi, kreatif, terampil, memahami berbagai budaya, mampu berkomunikasi, dan mampu belajar sepanjang hayat (life long learning). Upaya yang tepat untuk menyiapkan SDM yang handal dan ber-mutu tinggi adalah melalui pendidikan yang berkualitas.

Degeng dalam Arnyana (2006) menyatakan bahwa para lulusan sekolah dasar sampai perguruan tinggi disamping memiliki kemampuan vokasional (vocasional skills), juga harus memiliki kecakapan berpikir (thinking skills) sehingga bangsa Indonesia tidak menjadi bangsa ”buruh”. Pendapat ini mendukung pendapat Dewey dalam Arnyana (2006) yang sejak awal mengharapkan agar siswa


(2)

diajarkan kecakapan berpikir. Namun, hingga saat ini kecakapan berpikir belum ditangani secara sungguh-sungguh oleh para guru di sekolah. Hal ini juga diper-kuat dengan hasil penelitian Rofi’udin (2000) yang menemukan bahwa terjadi keluhan tentang rendahnya keterampilan berpikir kritis-kreatif yang dimiliki oleh lulusan pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Oleh karena itu, penanganan kecakapan berpikir terutama berpikir tingkat tinggi sangat penting diintegrasikan dalam setiap mata pelajaran.

Johnson, Krulik, dan Rudnick dalam Arnyana (2006) menyatakan bahwa berpikir tingkat tinggi dibedakan menjadi berpikir kritis dan berpikir kreatif. Berpikir kri-tis adalah proses terorganisasi yang melibatkan aktivitas mental seperti pemecah-an masalah (problem solving), pengambilpemecah-an keputuspemecah-an (decision making), pemecah-analisis asumsi (analyzing asumption), dan inkuiri sains. Namun faktanya, belum banyak siswa yang memiliki kecakapan berpikir kritis. Kenyataan di lapangan menunjuk-kan bahwa proses belajar yang dominan terjadi adalah proses penuangan informa-si dari guru kepada informa-siswa, bukan informa-siswa menemukan apa yang dipelajari dan bukan pula siswa membangun pengetahuannya.

Padahal, pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat ditransfer dari orang yang mempunyai pengetahuan kepada orang yang belum mempunyai pengetahu-an. Bahkan, bila seorang guru bermaksud mentransfer konsep, ide, dan penger-tiannya kepada siswa, pemindahan itu harus diinterpretasikan dan dikonstruksikan oleh siswa itu lewat pengalamannya (Trianto, 2007). Namun, pada pembelajaran kimia di sekolah, proses belajar yang dominan terjadi adalah transfer ilmu penge-tahuan. Selain itu, guru cenderung membelajarkan siswa dengan konsep-konsep


(3)

dan prinsip-prinsip sains secara verbal. Hal ini diperkuat dengan hasil observasi yang dilakukan di SMA Negeri 9 Bandar Lampung pada semester ganjil tahun pelajaran 2011/2012 yang menunjukkan bahwa pembelajaran masih sering meng-gunakan metode ceramah yang disertai latihan soal. Selain itu, paradigma lama di mana guru merupakan pusat kegiatan belajar di kelas (teacher centered) masih dipertahankan dengan alasan pembelajaran seperti ini adalah yang paling praktis dan tidak menyita banyak waktu. Cara pembelajaran seperti itu tentu menyebab-kan keterampilan berpikir kritis siswa kurang terlatih.

Untuk melatih keterampilan berpikir kritis siswa, diperlukan model pembelajaran yang berfilosofi konstruktivisme, yakni pembelajaran yang menitikberatkan pada keaktifan siswa dan mengharuskan siswa membangun pengetahuannya sendiri. Salah satu model pembelajaran yang diduga dapat melatih dan meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa adalah model pembelajaran problem solving. Model pembelajaran problem solving menekankan pada siswa untuk memecahkan masalah hingga siswa menarik kesimpulan akhir atas jawaban masalah tersebut. Pada model pembelajaran ini, siswa melakukan serangkaian proses mencari atau memperoleh informasi sesuai dengan langkah-langkah model pembelajaran problem solving untuk mendapatkan jawaban akhir terhadap masalah yang diberikan. Dalam upaya untuk menyelesaikan masalah itulah diharapkan rasa ingin tahu siswa dan berpikir kritis siswa dapat berkembang. Misalnya, pada waktu mereka berusaha mencari jawaban atas permasalahan, diperlukan keteram-pilan dalam memprediksi jawaban atas permasalahan dan menganalisis apakah jawaban tersebut tepat atau tidak. Dengan rangkaian langkah tersebut, diharapkan


(4)

keterampilan berpikir kritis siswa akan meningkat. Untuk mencapai harapan itu, yakni peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa, peneliti mengangkat judul “Efektivitas Model Pembelajaran Problem Solving Pada Materi Kesetimbangan Kimia Dalam Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang diajukan dalam peneli-tian ini adalah :

Bagaimana efektivitas model pembelajaran problem solving pada materi kesetimbangan kimia dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis? C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Menentukan efektivitas model pembelajaran problem solving pada materi kesetimbangan kimia dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis. 2. Mendeskripsikan karakteristik model pembelajaran problem solving pada

materi kesetimbangan kimia yang efektif dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Bagi siswa

Siswa diberi kesempatan untuk berlatih mengembangkan keterampilan berpikir kritisnya dengan menggunakan model pembelajaran problem solving.


(5)

2. Bagi guru

Memperoleh salah satu model pembelajaran yang efektif dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis.

3. Bagi sekolah

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran kimia di se-kolah tersebut.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Untuk menghindari kesalahan penafsiran, penelitian ini dibatasi dengan ruang lingkup sebagai berikut:

1. Problem solving adalah proses mental dan intelektual dalam menemukan suatu masalah dan memecahkannya berdasarkan data dan informasi yang akurat, se-hingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan cermat

2. Siswa yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 5 dan XI IPA 6 SMA Negeri 9 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2011/2012. 3. Dalam pembelajaran problem solving digunakan LKS yang disesuaikan dengan

model pembelajaran problem solving dengan langkah-langkah meliputi :

a. Ada masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya.

b. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku-buku, meneliti, bertanya dan lain-lain.


(6)

c. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada langkah kedua di atas.

d. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langkah ini siswa harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa ja-waban tersebut itu betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan jaja-waban se-mentara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran jawaban ini tentu saja diperlukan metode seperti demonstrasi, tugas, diskusi, dan lain-lain.

e. Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan ter-akhir tentang jawaban dari masalah tadi.

4. Keterampilan berpikir kritis yang akan diteliti adalah keterampilan berpikir kri-tis menurut Ennis (1985) yaitu indikator :

a. Memfokuskan pertanyaan yang berfokus pada sub indikator merumuskan pertanyaan (KBK 1).

b. Mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya yang berfokus pada sub indikator mempertimbangkan penggunaan prosedur yang tepat (KBK 2). c. Mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi yang berfokus pada sub

indikator menyatakan tafsiran (KBK 3).

d. Mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan suatu definisi yang berfokus pada sub indikator membuat membuat isi definisi (KBK 4).

e. Berinteraksi dengan orang lain yang berfokus pada sub indikator mengguna-kan argumen (KBK 5).


(7)

5. Materi pembelajaran yang diberikan adalah kesetimbangan kimia dengan mate-ri konsep kesetimbangan dinamis, tetapan kesetimbangan, dan stoikiometmate-ri kesetimbangan kimia serta pergeseran kesetimbangan (asas Le Chatelier). 6. Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang biasa dilakukan guru

mitra yakni pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah, tanya jawab, dan latihan soal.

7. Efektivitas berarti tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan sasaran, maksudnya adalah keberhasilan dalam penggunaan model pembelajaran problem solving.


(8)

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA SMA Negeri 9 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2011-2012 yang berjumlah 192 siswa. Sementara sampel yakni siswa kelas XI IPA 5 dan XI IPA 6 yang masing-masing berjumlah 32 siswa. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu. Dalam hal ini, peneliti menetapkan kelas XI IPA 5 sebagai kelas eksperimen dan XI IPA 6 sebagai kelas kontrol dengan pertimbangan kedua kelas tersebut memiliki kemampuan awal yang tidak jauh berbeda.

B. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang bersifat kuantitatif yaitu data hasil tes sebelum pembelajaran diterapkan (pretest) dan hasil tes setelah pembelajaran diterapkan (posttest) siswa dan data pendukung yaitu data aktivitas on task siswa. Dengan materi pretest laju reaksi dan materi posttest kesetimbangan kimia. Sumber data dibagi menjadi dua kelompok, yaitu 1. Seluruh siswa kelas eksperimen; dan


(9)

C. Desain dan Metode Penelitian

1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan Non Equivalent Control Group Design (Purwanto, 2007). Di dalamnya terdapat langkah-langkah yang menunjukkan suatu urutan kegiatan penelitian yaitu:

Tabel 4. Desain penelitian

Pretest Perlakuan Postest

Kelas kontrol O1 - O2

Kelas eksperimen O1 X O2

O1 adalah pretest yang diberikan sebelum diberikan perlakuan, O2 adalah posttest yang diberikan setelah diberikan perlakuan. X adalah perlakuan berupa penerapan model pembelajaran problem solving.

2. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen. Dalam penelitian ini tes dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum dan sesudah perlakuan diberikan. Tes yang dilakukan sebelum perlakuan disebut pretest dan sesudah perlakuan disebut posttest. Kegiatan dalam tahap pelaksanaan ini meliputi:

a. Pelaksanaan pretest untuk mengetahui keterampilan berpikir kritis awal siswa. Soal pretest terdiri dari 10 soal essay.

b. Pelaksanaan penelitian disesuaikan dengan jadwal pelajaran dan dilaksanakan dalam rentang waktu yang telah ditentukan.

c. Pelaksanaan posttest untuk melihat perbedaan keterampilan berpikir kritis antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Soal posttest terdiri dari 10 soal essay.


(10)

D. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel bebas dan satu variabel terikat. Sebagai variabel bebas adalah pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran

problem solving dan pembelajaran konvensional. Sebagai variabel terikat adalah keterampilan berpikir kritis siswa.

E. Instrumen Penelitian dan Validitasnya

1. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah :

1. LKS Kimia yang berbasis model pembelajaran problem solving sejumlah tiga LKS yaitu LKS 1 berisi sub materi kesetimbangan dinamis, LKS 2 berisi sub materi tetapan kesetimbangan kimia, dan LKS 3 berisi sub materi asas Le Chatelier.

2. Soal pretest dan posttest yang masing-masing berisi 10 soal essay.

3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Silabus yang sesuai dengan standar Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

4. Lembar observasi aktivitas on task siswa. 2. Validitas Instrumen

Untuk mengetahui instrumen yang digunakan valid atau tidak, maka dilakukan pengukuran validitas instrumen. Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu


(11)

secara tepat. Dalam konteks pengujian kevalidan instrumen dapat dilakukan dengan dua macam cara, yaitu cara judgment atau penilaian, dan pengujian empirik.

Penelitian ini menggunakan kevalidan isi. Kevalidan isi adalah kesesuaian antara instrumen dengan ranah atau domain yang diukur. Adapun pengujian kevalidan isi ini dilakukan dengan cara judgment. Dalam hal ini pengujian dilakukan dengan menelaah kisi-kisi, terutama kesesuaian antara tujuan penelitian, tujuan pengukuran, indikator, dan butir-butir pertanyaannya. Bila antara unsur-unsur itu terdapat

kesesuaian, maka dapat dinilai bahwa instrumen dianggap valid untuk digunakan dalam mengumpulkan data sesuai kepentingan penelitian yang bersangkutan. Oleh karena dalam melakukan judgment diperlukan ketelitian dan keahlian penilai, maka peneliti meminta ahli untuk melakukannya. Dalam hal ini dilakukan oleh Ibu Dra. Chansyanah Diawati, M. Si. dan Ibu Dr. Noor Fadiawati, M.Si. sebagai

Pembimbing penelitian untuk mengujinya.

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan adalah : 1. Observasi pendahuluan

a. Meminta izin kepada Kepala SMA Negeri 9 Bandar Lampung untuk melaksanakan penelitian.

b. Menentukan populasi kemudian menentukan sampel penelitian sebanyak 2 kelas.

2. Pelaksanaan penelitian


(12)

a. Tahap persiapan

Menyusun silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan instrumen tes.

b. Tahap pelaksanaan proses pembelajaran.

Adapun pelaksanaan proses pembelajaran adalah:

1) Memberikan pretest dengan soal-soal yang sama pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

2) Melaksanakan kegiatan pembelajaran pada materi kesetimbangan kimia sesuai dengan pembelajaran yang telah ditetapkan di masing-masing kelas, pembelajaran dengan model problem solving di kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional di kelas kontrol.

3) Memberikan posttest dengan soal-soal yang sama pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

c. Tabulasi dan analisis data.

Prosedur pelaksanaan penelitian tersebut dapat digambarkan dalam bentuk bagan di bawah ini :


(13)

Analisis konsep-konsep pada materi kesetimbangan kimia

Kelas eksperimen Kelas kontrol

Validasi instrumen

· Rencana pembelajaran problem solving

· Pembuatan kisi-kisi butir soal

Pembelajaran konvensional Problem Solving

Pretest Pretest

Validasi instrumen · Rencana pembelajaran

konvensional

· Pembuatan kisi-kisi butir soal

Postest Posttest

Analisis data Kesimpulan

Gambar 1. Prosedur Pelaksanaan Penelitian G. Analisis Data Penelitian

1. Hipotesis Kerja

Dari pengertian hipotesis umum, dikembangkan menjadi hipotesis kerja. Hipotesis kerja dalam penelitian ini yakni: rata-rata keterampilan berpikir kritis siswa dengan model pembelajaran problem solving lebih tinggi dibandingkan keterampilan berpikir kritis dengan pembelajaran konvensional pada materi kesetimbangan kimia.


(14)

2. Hipotesis Statistik

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik, hipotesis dirumuskan dalam bentuk pasangan hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (H1). Hipotesis :

H0 : rata-rata n-Gain keterampilan berpikir kritis siswa yang pembelajarannya menggunakan model problem solving pada materi kesetimbangan kimia lebih rendah atau sama dengan yang diberi pembelajaran konvensional dari siswa SMA Negeri 9 Bandar Lampung.

H0 : µ1 ≤ µ2

H1 : rata-rata n-Gain keterampilan berpikir kritis siswa yang pembelajarannya menggunakan model problem solving pada materi kesetimbangan kimia lebih tinggi daripada yang diberi pembelajaran konvensional dari siswa SMA Negeri 9 Bandar Lampung.

H1: µ1> µ2 Keterangan :

µ1 : rata-rata n-Gain keterampilan berpikir kritis dengan pembelajaran mengguna-kan model problem solving.

µ2 : rata-rata n-Gain keterampilan berpikir kritis dengan pembelajaran konvensional.

3. Teknik Analisis Data

Tujuan analisis data yang dikumpulkan adalah untuk memberikan makna atau arti yang digunakan untuk menarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan masalah, tujuan, dan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.

Skor pretest dan posttest dirumuskan sebagai berikut: Skor siswa = jumlah point jawaban yang diperoleh


(15)

Data yang diperoleh kemudian dicari gain ternormalisasinya kemudian dianalisis menggunakan uji homogenitas dua varians.

1. Perhitungan gain ternormalisasi

Setelah sampel diberi perlakuan yang berbeda, data yang diperoleh dari hasil pretest dan posttest, dianalisis untuk mengetahui besarnya peningkatan kemampuan belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Menurut Meltzer besarnya peningkatan dihitung dengan rumus normalized Gain, yaitu

n-Gain =

Data gain ternormalisasi yang diperoleh diuji normalitas dan homogenitasnya kemu-dian digunakan sebagai dasar dalam menguji hipotesis penelitian.

2. Uji homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk memperoleh asumsi bahwa sampel penelitian berawal dari kondisi yang sama atau homogen, yang selanjutnya untuk menentukan statistik-t yang akan digunakan dalam pengujian hipotesis. Uji homogenitas

dilakukan dengan menyelidiki apakah kedua sampel mempunyai varians yang sama atau tidak. Untuk menghitung varians digunakan rumus sebagai berikut:

= ∑( − ̅)

−1

Keterangan: = varians x= n-Gain siswa

̅ =rata-rata n-Gain n= jumlah siswa


(16)

Hipotesis yang digunakan dalam uji homogenitas adalah sebagai berikut: H0 = s 12 s= 22 (data penelitian mempunyai variansi yang homogen) H1 = s 12 s¹ 22 (data penelitian mempunyai variansi yang tidak homogen) Untuk menguji kesamaan dua varians dalam Sudjana (2002)

digunakan rumus sebagai berikut: F =

Kriteria : Pada taraf 0,05 tolak H0 hanya jika F hitung ≥ F ½α (υ1, υ2).

Untuk menguji apakah kedua varians tersebut sama atau tidak, maka Fhitung dikon-sultasikan dengan Ftabel. Jika Fhitung < Ftabel maka H0 diterima. Yang berarti kedua kelompok tersebut mempunyai varians yang sama atau dikatakan homogen. 3. Pengujian Hipotesis

Pada umumnya, metode statistika digunakan untuk persoalan dimana populasinya mengikuti distribusi tertentu yang diketahui bentuknya. Akan tetapi, tidak selalu kita kita dapat memperoleh kenormalan, sehingga dengan demikian asumsi kenormalan tidak selalu dapat dijamin penuh. Karenanya, teknik lain perlu dikembangkan yakni metode statistika non parametrik (Sudjana, 2002). Pengujian hipotesis disini

dilakukan dengan menggunakan rumusan statistik uji non parametrik dengan uji Wilcoxon. Rumusan hipotesisnya adalah sebagai berikut :

Rumusan hipotesis :

H0 : rata-rata n-Gain keterampilan berpikir kritis siswa yang pembelajarannya menggunakan model problem solving pada materi kesetimbangan kimia lebih rendah atau sama dengan yang diberi pembelajaran konvensional dari siswa SMA Negeri 9 Bandar Lampung.


(17)

H1 : rata-rata n-Gain keterampilan berpikir kritis siswa yang pembelajarannya menggunakan model problem solving pada materi kesetimbangan kimia lebih tinggi daripada yang diberi pembelajaran konvensional dari siswa SMA Negeri 9 Bandar Lampung.

H1 : µ1 > µ2 Keterangan :

µ1 : rata-rata n-Gain keterampilan berpikir kritis dengan pembelajaran mengguna-kan model problem solving.

µ2 : rata-rata n-Gain keterampilan berpikir kritis dengan pembelajaran konvensional.

Dengan kriteria pengujian: terima H0 jika Jhitung > Jtabel dan sebaliknya, dengan taraf signifikan α = 5%.


(18)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:

1. Model pembelajaran problem solving efektif dalam meningkatkan keteram-pilan berpikir kritis.

2. Rata-rata keterampilan berpikir kritis siswa dengan sub indikator merumus-kan pertanyaan, mempertimbangmerumus-kan penggunaan prosedur yang tepat, menya-takan tafisiran, membuat isi definisi, dan menggunakan argumen yang diberi pembelajaran menggunakan model problem solving lebih tinggi daripada yang diberi pembelajaran konvensional pada siswa SMA Negeri 9 Bandar Lampung.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa:

1. Untuk melatih keterampilan berpikir kritis siswa diperlukan alokasi waktu yang memadai. Oleh karena itu sebaiknya dilakukan perbaikan muatan kurikulum. Dalam artian, materi pembelajaran yang sangat esensial diberi alokasi waktu yang lebih panjang daripada materi pembelajaran yang kurang esensial.


(19)

2. Lemari asam sangat diperlukan dalam materi kesetimbangan kimia sehingga diharapkan kepada setiap sekolah menengah atas untuk memiliki lemari asam.

3. Dalam pembelajaran menggunakan model problem solving, agar antusias siswa meningkat guru diharapkan memberi hadiah pada kelompok yang aktif dalam diskusi kelas.


(20)

DAFTAR PUSTAKA

Adnyana, I. 2006. Meningkatkan Aktivitas Belajar, Keterampilan Berpikir Kritis, dan Pemahaman Konsep Biologi Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah. Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Pendidikan Departemen Pendidikan Nasional. Bali. Amri, S. 2010. Proses Pembelajaran Kreatif dan Inovatif dalam Kelas. PT

Prestasi Pustakaraya. Jakarta.

Arifin, M. 2003. Strategi Belajar Mengajar Kimia. IMSTEP JICA. Bandung. Arnyana, I. 2006. Pengaruh Penerapan Strategi Pembelajaran Inovatif pada

Pelajaran Biologi terhadap Kemampuan Berpikir Kritis-Kreatif Siswa. IKIP Negeri Singaraja. Bali.

Baer, J. 1993. Creativity and Divergent Thinking a Task Specific Approach. Lawrence Elbaum Associates Publisher. London.

Costa, AL. 1985. Developing Minds a Resource Book for Teaching Thinking. Virginia ASCD. Alexandria.

Dahar, RW. 1989. Teori-Teori Belajar. Erlangga. Jakarta.

Ennis, R. 1985. Critical Thinking. Prentice Hall, Inc. New Jersey.

Fadiawati, Noor. 2011. Perkembangan Konsepsi Siswa Pembelajar tentang Struktur Atom dari SMA hingga Perguruan Tinggi. UPI. Bandung.

Ibrahim dan Nur. 2005. Pengajaran Berdasarkan Masalah Edisi 2. University Press. Jakarta.

Ismail. 2003. Media Pembelajaran (Model-Model Pembelajaran). Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Hidayati, M. 2006. Model Problem Solving untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kalor dan Perpindahannya Pada Siswa MTsN 1 Tanjung Karang. FKIP Unila. Bandar Lampung.


(21)

Nessinta, Nina. 2009. Penerapan Metode Problem Solving untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi Pokok Asam Basa. Universitas Lampung.

Bandar Lampung.

Priyanto dan Harnoko.1997. Perangkat Pembelajaran. Depdikbud. Jakarta. Purwanto, E. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif. Gaya Media. Yogyakarta. Redhana, I. 2010. Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Peta Argumen

Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Siswa pada Topik Laju Reaksi. Universitas Pendidikan Ganesha.

Rofiana, S. 2005. Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika Melalui Pemecahan Masalah Pada Siswa Kelas X-4 Semester Genap MAN 1 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2004/2005. FKIP Unila. Bandar Lampung.

Rofi’udin, A. 2000. Studi Tentang Bentuk dan Fungsi Pertanyaan dalam Interaksi Kelas B.Indonesia dan dalam Interaksi Keluarga. PPS IKIP Malang. Malang.

Sidi, I. 2003. Menuju Masyarakat Belajar Menggagas Paradigma Baru Pendidikan. Logos Wacana Ilmu. Ciputat.

Sudjana, N. 2002. Metode Statistika Edisi Ke-enam. PT. Tarsito. Bandung. Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius.

Yogyakarta.

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Prestasi Pustaka. Jakarta

Widyastuti, W. 2010. Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Siswa. Universitas Negeri Malang. Malang.


(1)

Hipotesis yang digunakan dalam uji homogenitas adalah sebagai berikut: H0 = s 12 s= 22 (data penelitian mempunyai variansi yang homogen) H1 = s 12 s¹ 22 (data penelitian mempunyai variansi yang tidak homogen) Untuk menguji kesamaan dua varians dalam Sudjana (2002)

digunakan rumus sebagai berikut: F =

Kriteria : Pada taraf 0,05 tolak H0 hanya jika F hitung ≥ F ½α (υ1, υ2).

Untuk menguji apakah kedua varians tersebut sama atau tidak, maka Fhitung dikon-sultasikan dengan Ftabel. Jika Fhitung < Ftabel maka H0 diterima. Yang berarti kedua kelompok tersebut mempunyai varians yang sama atau dikatakan homogen. 3. Pengujian Hipotesis

Pada umumnya, metode statistika digunakan untuk persoalan dimana populasinya mengikuti distribusi tertentu yang diketahui bentuknya. Akan tetapi, tidak selalu kita kita dapat memperoleh kenormalan, sehingga dengan demikian asumsi kenormalan tidak selalu dapat dijamin penuh. Karenanya, teknik lain perlu dikembangkan yakni metode statistika non parametrik (Sudjana, 2002). Pengujian hipotesis disini

dilakukan dengan menggunakan rumusan statistik uji non parametrik dengan uji Wilcoxon. Rumusan hipotesisnya adalah sebagai berikut :

Rumusan hipotesis :

H0 : rata-rata n-Gain keterampilan berpikir kritis siswa yang pembelajarannya menggunakan model problem solving pada materi kesetimbangan kimia lebih rendah atau sama dengan yang diberi pembelajaran konvensional dari siswa SMA Negeri 9 Bandar Lampung.


(2)

35

H1 : rata-rata n-Gain keterampilan berpikir kritis siswa yang pembelajarannya menggunakan model problem solving pada materi kesetimbangan kimia lebih tinggi daripada yang diberi pembelajaran konvensional dari siswa SMA Negeri 9 Bandar Lampung.

H1 : µ1 > µ2 Keterangan :

µ1 : rata-rata n-Gain keterampilan berpikir kritis dengan pembelajaran mengguna-kan model problem solving.

µ2 : rata-rata n-Gain keterampilan berpikir kritis dengan pembelajaran konvensional.

Dengan kriteria pengujian: terima H0 jika Jhitung > Jtabel dan sebaliknya, dengan taraf signifikan α = 5%.


(3)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:

1. Model pembelajaran problem solving efektif dalam meningkatkan keteram-pilan berpikir kritis.

2. Rata-rata keterampilan berpikir kritis siswa dengan sub indikator merumus-kan pertanyaan, mempertimbangmerumus-kan penggunaan prosedur yang tepat, menya-takan tafisiran, membuat isi definisi, dan menggunakan argumen yang diberi pembelajaran menggunakan model problem solving lebih tinggi daripada yang diberi pembelajaran konvensional pada siswa SMA Negeri 9 Bandar Lampung.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa:

1. Untuk melatih keterampilan berpikir kritis siswa diperlukan alokasi waktu yang memadai. Oleh karena itu sebaiknya dilakukan perbaikan muatan kurikulum. Dalam artian, materi pembelajaran yang sangat esensial diberi alokasi waktu yang lebih panjang daripada materi pembelajaran yang kurang esensial.


(4)

49

2. Lemari asam sangat diperlukan dalam materi kesetimbangan kimia sehingga diharapkan kepada setiap sekolah menengah atas untuk memiliki lemari asam.

3. Dalam pembelajaran menggunakan model problem solving, agar antusias siswa meningkat guru diharapkan memberi hadiah pada kelompok yang aktif dalam diskusi kelas.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Adnyana, I. 2006. Meningkatkan Aktivitas Belajar, Keterampilan Berpikir Kritis, dan Pemahaman Konsep Biologi Siswa Melalui Penerapan Model

Pembelajaran Berbasis Masalah. Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu

Pendidik dan Tenaga Pendidikan Departemen Pendidikan Nasional. Bali. Amri, S. 2010. Proses Pembelajaran Kreatif dan Inovatif dalam Kelas. PT

Prestasi Pustakaraya. Jakarta.

Arifin, M. 2003. Strategi Belajar Mengajar Kimia. IMSTEP JICA. Bandung. Arnyana, I. 2006. Pengaruh Penerapan Strategi Pembelajaran Inovatif pada

Pelajaran Biologi terhadap Kemampuan Berpikir Kritis-Kreatif Siswa. IKIP

Negeri Singaraja. Bali.

Baer, J. 1993. Creativity and Divergent Thinking a Task Specific Approach. Lawrence Elbaum Associates Publisher. London.

Costa, AL. 1985. Developing Minds a Resource Book for Teaching Thinking. Virginia ASCD. Alexandria.

Dahar, RW. 1989. Teori-Teori Belajar. Erlangga. Jakarta.

Ennis, R. 1985. Critical Thinking. Prentice Hall, Inc. New Jersey.

Fadiawati, Noor. 2011. Perkembangan Konsepsi Siswa Pembelajar tentang

Struktur Atom dari SMA hingga Perguruan Tinggi. UPI. Bandung.

Ibrahim dan Nur. 2005. Pengajaran Berdasarkan Masalah Edisi 2. University Press. Jakarta.

Ismail. 2003. Media Pembelajaran (Model-Model Pembelajaran). Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Hidayati, M. 2006. Model Problem Solving untuk Meningkatkan Hasil Belajar

Kalor dan Perpindahannya Pada Siswa MTsN 1 Tanjung Karang. FKIP


(6)

51

Nessinta, Nina. 2009. Penerapan Metode Problem Solving untuk Meningkatkan

Hasil Belajar Siswa pada Materi Pokok Asam Basa. Universitas Lampung.

Bandar Lampung.

Priyanto dan Harnoko.1997. Perangkat Pembelajaran. Depdikbud. Jakarta. Purwanto, E. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif. Gaya Media. Yogyakarta. Redhana, I. 2010. Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Peta Argumen

Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Siswa pada Topik Laju Reaksi.

Universitas Pendidikan Ganesha.

Rofiana, S. 2005. Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika

Melalui Pemecahan Masalah Pada Siswa Kelas X-4 Semester GenapMAN

1 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2004/2005. FKIP Unila. Bandar

Lampung.

Rofi’udin, A. 2000. Studi Tentang Bentuk dan Fungsi Pertanyaan dalam Interaksi Kelas B.Indonesia dan dalam Interaksi Keluarga. PPS IKIP

Malang. Malang.

Sidi, I. 2003. Menuju Masyarakat Belajar Menggagas Paradigma Baru

Pendidikan. Logos Wacana Ilmu. Ciputat.

Sudjana, N. 2002. Metode Statistika Edisi Ke-enam. PT. Tarsito. Bandung. Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius.

Yogyakarta.

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Prestasi Pustaka. Jakarta

Widyastuti, W. 2010. Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Siswa. Universitas Negeri Malang. Malang.