18
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Maju dan mundurnya suatu negara sangat tergantung pada kualitas pendidikan yang ada pada negara tersebut, di mana untuk tercapainya pendidikan
yang berkualitas sebagaimana yang diharapkan, tentu memerlukan suatu perencanaan dan organisasi yang dilaksanakan secara sistematis dan tersruktur.
Dalam kaitannya dengan pendidikan sangat diperlukan adanya program yang terencana yang dapat menghantar proses pendidikan sampai pada tujuan yang
diinginkan, mulai dari proses, pelaksanaan, sampai kepada penilaian akhir, serangkaian kegiatan terencana tersebut lebih dikenal dengan istilah “kurikulum
pendidikan”. Tanpa adanya rancangan kurikulum yang baik, maka tujuan
pendidikan tidak akan tercapai dengan baik, karena kurikulum merupakan salah satu dari faktor pokok pendidikan.
Kurikulum pendidikan dengan seperangkat materi dan bahan ajar yang disusun secara baik, tentu tidak akan bisa berjalan secara maksimal tanpa
didukung oleh metode pembelajaran yang tepat dalam proses pembelajaran, oleh karena itu kebaikan materi harus ditopang oleh kebaikan metode juga agar tujuan
pendidikan bisa tercapai dengan baik.
1
Jika hal ini tidak berjalan seirama antara kurikulum dan metode yang diterapakan dilapangan, istilahnya tidak sinergi
antara kurikulum dan metode pembelajaran, maka tidak tertutup kemungkinan tujuan pendidikan yang berkualitas yang dicita-citakan akan menuai keniscayaan
yang ujung-ujungnya berakibat fatal bagi dunia pendidikan kita. Di sini menunjukkan bahwa metode sangat memegang peranan penting dalam efisiensi
aktivitas pembelajaran. Kurikulum tidak mungkin akan bisa berjalan sendiri tanpa ditemani oleh metode yang tersusun secara baik untuk tercapai tujuan pendidikan.
1
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, cet. 2 Jakarta: Kencana, 2008, hal. 165.
19 Berbicara tentang kualitas pendidikan dengan segenap proses pencapaian
yang akan dicapai dalam dunia pendidikan, sudah tentu tidak bisa dilepaskan dari peran kurikulum dan metode pembelajaran, sebab masalah kurikulum dan metode
adalah masalah yang sangat urgen dalam pendidikan Islam, dimana dari kedua variabel ini sering kali memicu kontroversi dari pihak pelaksana pendidikan
maupun dari pakar pendidikan itu sendiri. Tidak berlebihan bila penulis istilahkan bahwa maju mundurnya pendidikan sangat tergantung kepada kurikulum yang
dirancang dengan sejumlah komponen materi pelajaran serta metode yang diterapkan dalam proses belajar-mengajar, Karena kedua masalah ini merupakan
komponen pokok yang paling mendasar dalam pendidikan Islam. Apa yang kita saksikan sekarang dalam dunia pendidikan agak sedikit
mengalami pergeseran dan bisa dikatakan kurang tercapainya target pendidikan sebagaimana yang kita harapkan, ini kemungkinan besar dipengaruhi oleh faktor
tidak tepatnya materi pelajaran yang diajarkan di lembaga-lembaga pendidikan maupun metode yang yang diterapkan dalam proses belajar-mengajar, atau
mungkin saja kurikulumnya baik dengan segenap komponen materi ajar yang telah dirancang dengan sedemikian rupa, akan tetapi metodenya kurang tepat yang
diterapkan, maka akan menjadikan keburukan kurikulum tersebut, yang akhirnya tujuan pendidikan tidak akan dicapai, Karena kedua komponen ini sangat
mempengaruhi satu sama lain dan saling keterkaitan antara keduanya tanpa dapat dipisahkan.
Berdasarkan fanomena yang ada serta realitas yang terjadi di lapangan, maka penulis tergugah hati untuk menggali dan menelusuri bagaimana konsep
pemikiran pakar pendidikan Islam, khususnya tentang kurikulum dalam pendidikan Islam serta metode yang digunakan, sekaligus sebagai alternatif untuk
menjawab sejumlah masalah yang muncul dalam pendidikan Islam, khususnya masalah kurikulum dan metode yang tepat berdasarkan pemikiran pakar Islam.
Penulis mencoba menawarkan beberapa gagasan lewat pemikiran yang ditawarkan oleh pakar pendidikan Islam, barangkali pemikiran-pemikiran tersebut
menjadi solusi terhadap problematika yang dihadapi dalam dunia pendidikan Islam saat ini.
20 Islam banyak memiliki tokoh yang turut memberikan perhatian dan
gagasannya terhadap dunia pendidikan. Mereka telah memberikan perhatian penuh terhadap pendidikan Islam, dengan meninggalkan karya yang yang sangat
bernilai harganya bagi kita sekarang. Salah satunya adalah Ibn Khaldun. yang dilahirkan di Tunisia pada bulan Ramadhan 732 H 1332 M, dari keluarga ilmuan
dan terhormat yang telah berhasil menghimpun antara jabatan ilmiah dan pemerintahan.
2
Sebagaimana termaktub dalam Muqaddimahnya. Tokoh ini merupakan salah satu yang pernah dilahirkan dalam dunia Islam
yang telah banyak meninggalkan warisan keilmuan. Ada tiga hal penting dicatat jika ingin meneliti tentang sosok Ibn Khaldun. Pertama, tokoh ini jarang sekali
mendapat tempat di tengah-tengah para ulama dayah. Bahkan jika dilihat dari penyebaran pemikiran Ibn Khaldun hampir dapat dikatakan bahwa kitab-kitab
beliau sangat jarang dikaji dan dikupas di lembaga-lembaga pendidikan Islam tradisional seperti dayah.
3
Ketidakinginan para ulama tradisional untuk mengupas pemikiran Ibn Khaldun tampaknya dipicu oleh karya-karyanya yang cenderung
menggunakan model berpikir induktif-empiris-historis. Adapun kajian yang sering dipergunakan di lembaga-lembaga pendidikan Islam tradisional cenderung
menggunakan model berpikir deduktif-normatif-tekstualis, sehingga wajar nama Ibn Khaldun menjadi sedikit asing bagi kalangan tertentu terutama dikalangan
pesantren tradisional di Indonesia. Kedua, para pemikir Islam semakin mendapat tempat di kalangan para
sarjana modern di mana mereka telah berkenalan dengan studi Islam yang mencoba mendekatinya melalui pisau bedah ilmu sosial. Dalam konteks ini Ibn
Khaldun menjadi sosok yang menarik untuk dikaji pemikirannya. Sehingga tidak mengherankan apabila tidak sedikit para sarjana ingin menelaah pemikirannya
dari berbagai dimensi. Sebab harus diakui bahwa konstribusi beliau tidak sedikit bagi pengembangan peradaban dunia.
2
Ramayulis dan Samsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam: Mengenal Tokoh Pendidikan Islam di Dunia Islam dan Indonesia, Cet. I Ciputat: Quantum Teaching, 2005, hal.
17.
3
Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat: Tradisi Islam di Indonesia, Bandung: Mizan, 1999, hal. 112.
21 Ketiga, masih banyak sisi pemikiran Ibn Khaldun yang belum tersentuh
oleh para peminat studi Islam. Sebab sosok ini memang selalu memberikan inspirasi bagi generasi selanjutnya dalam mendalami studi Islam. Karena itu,
sangat wajar jika tokoh yang satu ini sering diasosiasikan ketika membahas pemikiran sejarah dan sosiologi Islam pada era klasik. Karena karya beliau
merupakan referensi yang amat kaya dan memuat berbagai ulasan: sejarah, sosial, pendidikan dan kebudayaan masyarakat. Dia adalah seorang tokoh filsuf dan juga
sebagai tokoh sosiolog yang memiliki perhatian yang sangat besar terhadap pendidikan.
4
Sejarah dan biografi Ibn Khaldun dalam dunia pendidikan memang unik, ia terkenal sebagai pendahulu dalam ilmu filsafat sejarah dan sosiologi, selain itu
ia juga mengembangkan pandangan pendidikannya sendiri. Nyatanya dalam muqaddimah beliau sekitar sepertiga terakhir berisi diskusi tentang persoalan-
persoalan yang berhubungan dengan pendidikan.
5
karena pemikir besar masa klasik Islam ini bukan sekedar pengembang wacana dalam berbagai dimensi
seperti halnya para ilmuan lainnya, tetapi beliau terlibat langsung sebagai pendidik dan terakhir diangkat sebagai guru besar pada bidangnya.
Perhatian Ibn Khaldun terhadap dunia pendidikan sangatlah besar, sekalipun beliau berkecipung dalam bidang sosial kemasyaratan, namun
perhatiannya dalam bidang pendidikan menempati posisi yang sangat penting dalam pandangan Ibn Khaldun, sehingga masalah yang berkaitan dengan
pendidikan dan pengajaran beserta sejarahnya, dan dalam psikologi pendidikan dan pengajaran dan segala sesuatu yang berkaitan dengan pembahasan tentang
nilai sumbernya, membawa kepada kedudukan sebagai tokoh pembaharu dalam bidang-bidang
tersebut, beliau
secara tekun
membahasnya dalam
muqaddimahnya, yang terbagi ke dalam enam bab, dari bab pertama terdiri 10
4
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, 1999, hal. 173.
5
Hasan Asari. Menguak Sejarah Mencari ‘Ibrah: Risalah Sejarah Sosial-Intelektual
Muslim Klasik, Cetakan pertama, Bandung: Citapustaka Media, 2006, hal. 73.
22 pasal sampai bab kelima dan keenam mengandung pembahasan yang mencakup
sepertiga dari muqaddimahnya.
6
Salah satu perhatian Ibn Khaldun yang besar terhadap pendidikan Islam tersebut terlihat pada pemikirannya tentang tujuan pendidikan, yaitu memberikan
kesempatan kepada akal untuk lebih giat dalam melakukan aktivitas. Hal ini dapat dilakukan melalui proses menuntut ilmu dan ketrampilan. Dengan menuntut ilmu
dan ketrampilan, seseorang akan dapat meningkatkan kegiatan potensi akalnya. Di samping tujuan tersebut, Ibn Khaldun juga memandang tujuan
pendidikan dari segi kerohanian adalah dengan meningkatkan kerohanian manusia dengan menjalankan praktek ibadah, zikir, khalwat menyendiri dan
mengasingkan diri dari khalayak ramai sedapat mungkin untuk tujuan ibadah sebagaimana yang dilakukan oleh para sufi.
7
Dalam hal kurikulum Ibn Khaldun membuat klasifikasi ilmu dan menerangkan pokok-pokok bahasannya bagi peserta didik.
8
Ia menyusun kurikulum yang sesuai sebagai salah satu sarana untuk mencapai tujuan tujuan
Pendidikan. Hal ini dilakukan, karena kurikulum dan sistem pendidikan yang tidak selaras dengan akal dan kejiwaan peserta didik, akan menjadikan mereka
enggan dan malas belajar, yang pada akhirnya tujuan pendidikan tidak akan tercapai sebagaimana yang diharapkan. Di samping itu itu juga para pakar
pendidikan Islam hampir semuanya sepakat bahwa dalam hal belajar ilmu pengetahuan hendaknya para peserta didik untuk mempelajari ilmu yang ada
6
Ali Djumbulati, Perbandingan Pendidikan Islam, Terj. H.M. Arifin cet 2, Jakarta: Rhineka Cipta, 1987, hal. 195.
7
Abd al-Rahman Ibn Khaldun, Muqaddimah Ibn Khaldun, Tahqiq Hamid Ahmad Thahir, Cet. I, Cairo: Darul Fajri, 2003, hal. 1097
8
Di samping itu, Ibn Khaldun juga membagikan kurikulum sesuai dengan bidang ilmu masing-masing. Menurutnya ada tiga kategori kurikulum yang perlu diajarkan kepada peserta
didik. Pertama, kurikulum yang merupakan alat bantu pemahaman. Kurikulum ini mencakup ilmu tentang tata bahasa gramatika, ilmu nahwu, ilmu balaghah dan syair. Kedua, kurikulum
sekunder, yaitu mata Pelajaran yang menjadi pendukung untuk memahami Islam. Kurikulum ini meliputi ilmu-ilmu aqli, yaitu: ilmu-ilmu yang diperoleh manusia melalui kemampuan berpikir.
Proses perolehan tersebut dilakukan melalui panca indera dan akal. seperti: ilmu logika, fisika, metafisika, dan matematika. Ketiga, kurikulum primer yaitu mata kuliah yang menjadi inti ajaran
Islam. Kurikulum ini meliputi semua bidang al ulum al naqliyah ilmu yang diambil dari kitab suci dan sunnah Nabi seperti: ilmu tafsir, ilmu Hadis, Ushul Fiqh, Fiqh, ilmu kalam, ilmu tasawuf,
ilmu qiraat dan sebagainya. Untuk lebih jelasnya mengenai klasifikasi Ilmu dan kurikulum bisa dilihat pada bab III dari karya tulis ini. Lihat Ibn Khaldun, Muqaddimah Ibn Khaldun, Cet I, alih
bahasa Ahmadie Thoha, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986, hal. 543-546.
23 faedahnya, sehingga mereka akan mengetahui maksud dan tujuan dari ilmu itu
dipelajarinya. Untuk memudahkan mereka dalam meresapi satu bidang ilmu hendaknya tidak dipelajarinya secara sekaligus, melainkan dengan memperhatikan
sistematika dan memulainya satu-persatu dari sebuah topik bahasan dalam satu disiplin ilmu pengetahuan.
9
Barang kali sebelum mengkaji lebih lanjut tentang kurikulum, perlu kiranya diberikan pengertian kurikulum dalam pandangan Ibn Khaldun, karena
kurikulum pada zamannya tentu saja berbeda dengan kurikulum masa kini yang telah memiliki pengertian yang lebih luas. Pengertian kurikulum pada masa Ibnu
Khaldun masih terbatas pada maklumat-maklumat dan pengetahuan yang dikemukakan oleh guru atau sekolah dalam bentuk mata pelajaran yang terbatas
atau dalam bentuk kitab-kitab tradisional yang tertentu, yang dikaji oleh murid dalam tiap tahap pendidikan. Hal ini sejalan dengan pengertian kurikulum
menurut pandangan lama, kurikulum merupakan kumpulan mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau dipelajari oleh siswa. Anggapan ini telah ada sejak
zaman Yunani kuno, dalam lingkungan atau hubungan tertentu pandangan ini masih dipakai sampai sekarang.
10
Sedangkan pengertian kurikulum modern, telah mencakup konsep yang lebih luas, yaitu: seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedomaman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran.
11
Yang di dalamnya mencakup empat unsur pokok yaitu: Tujuan pendidikan yang ingin dicapai, pengetahuan-
pengetahuan, maklumat-maklumat,
data kegiatan-kegiatan,
pengalaman- pengalaman dari mana terbentuknya kurikulum itu, metode pengajaran serta
bimbingan kepada murid, ditambah metode penilaian yang dipergunakan untuk mengukur kurikulum dan hasil proses pendidikan.
Dalam pembahasannya mengenai kurikulum ia mencoba membandingkan kurikulum-kurikulum yang berlaku pada masanya, yaitu kurikulum pada tingkat
9
Ahmad Syalabi, Sejarah Pendidikan Islam, Alih bahasa oleh: Muchtar Yahya dan M. Sanusi Latief, Jakarta: Bulan Bintang, 1972, hal.313.
10
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Cet 1,Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006, hal. 4.
11
Siti Halimah, Telaah Kurikulum, Cet 1, Medan: Perdana Publishing, 2010, hal. 8.
24 rendah yang terjadi di negara-negara Islam bagian Barat dan Timur. Ia
mengatakan bahwa sistem pendidikan dan pengajaran yang berlaku di Maghrib, bahwa orang-orang Maghrib membatasi pendidikan dan pengajaran mereka pada
mempelajari Alquran dari berbagai segi kandungannya. Sedangkan orang-orang Andalusia, mereka menjadikan Alquran sebagai dasar dalam pengajarannya,
karena Alquran merupakan sumber Islam dan sumber semua ilmu pengetahuan. Sehingga mereka tidak membatasi pengajaran anak-anak pada mempelajari
Alquran saja, akan tetapi dimasukkan juga pelajaran-pelajaran lain seperti syair, karang mengarang, khat, kaidah-kaidah bahasa Arab dan hafalan-hafalan lain.
Demikian pula dengan orang-orang Afrika, mereka mengkombinasikan pengajaran Alquran dengan Hadis dan kaidah-kaidah dasar ilmu pengetahuan
tertentu.
12
Ibn Khaldun dalam pandangannya tentang kurikulum, beliau tidak hanya memasukkan ke dalam kurikulum itu terbatas pada pelajaran agama semata, akan
tetapi dimasukkan juga ilmu aqliyah sebagai penunjang bagi ilmu-ilmu lain, sangat disayangkan bila dalam konteks sekarang ini ada ulama yang
mengharamkan untuk mempelajari Ilmu-ilmu aqli tersebut, padahal pemikiran Ibn Khaldun sangat cocok dengan keadaan sekarang, karena untuk mencapai
kemajuan dalam bidang pendidikan harus melakukan perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik agar tujuan pendidikan bisa dicapai, karena musuh kita
sekarang adalah kemiskinan dan kebodohan, maka ilmu- ilmu ‘aqliyah harus
dimasukkan kembali ke dalam kurikulum pendidikan Islam agar pelajar Muslim lebih kreatif, inovatif serta memiliki wawasan yang luas yang pada akhirnya
mereka bisa menghadapi tantangan zaman.
13
Dalam metode pengajaran Ibn Khaldun menggunakan metode berangsur- angsur, setapak demi setapak, dan sedikit demi sedikit. beliau menganjurkan agar
seorang pendidik itu bersikap sopan dan halus dalam mendidik muridnya, hal ini juga termasuk sikap orang tua terhadap anaknya, karena orang tua adalah guru
12
Ali Djumbulati, Perbandingan Pendidikan …,hal. 60.
13
Abd Mukti, Pembaharuan lembaga Pendidikan di Mesir studi tentang sekolah-sekolah modern Muhammad Ali pasya,Cet 1, Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2008, hal. 6.
25 utama bagi anaknya. Menurutnya keahlian adalah sifat dan corak jiwa yang tidak
dapat tumbuh serempak.
14
Kritikan Ibn Khaldun terhadap para guru masa itu yang tidak memahami cara-cara mengajar, sehingga mereka tanpa sadar telah memaksa murid untuk
mamahami persoalan yang hanya mengharapkan keberhasilan latihan berpikir logika. Para guru pada masa itu mengira bahwa cara tersebut merupakan cara
efektif mengajarkan murid untuk menjadi manusia cerdas, namun yang terjadi adalah fenomena kebingungan para murid.
Karena murid tidak dikenalkan untuk memahami pokok-pokok persoalan dari metodologi ilmu yang jelas, apa yang diajarkan oleh para guru mereka
sebagai proses pendidikan yang tidak jelas. Kenyataan atas ketimpangan tersebut berdampak luas pada keengganan murid mendalami bidang-bidang ilmu tertentu,
atau muncul polarisasi ilmu-ilmu tertentu tenpa pemikiran kritis, seperti apa yang dialami oleh masyarakat Indonesia sekarang ini. Di samping itu, fenomena ini
akan menimbulkan pengaruh psikologi yang amat dalam terhadap anak didik dalam mengikuti proses pendidikan.
Apa yang dikritik oleh Ibn Khaldun pada kenyataan masa itu, sesungguhnya masih valid dengan kenyataan apa yang terjadi sekarang ini.
Banyak kasus kegagalan sistem pendidikan dalam melakukan program-program penyelenggaraan proses pendidikan masyarakat mengahadapi jalan buntu, karena
pengaruh yang dimaksud. Program-program ideal tentang pendidikan yang dirancang oleh lembaga pendidikan menjadi tidak sesuai dengan apa yang terjadi
di lapangan. Kegagalan dalam menerapkan dasar-dasar atau fundamental konsep
pendidikan dalam proses pendidikan itu sendiri telah menimbulkan reaksi-reaksi negatif dikalangan pelajar dalam merespon konsep dan proses pendidikan itu
sendiri. Pendidikan tanpa mengindahkan masalah pendidikan akan menimbulkan pemaksaan murid untuk menerima sekumpulan pelajaran yang telah ditetapkan
dan hanya mengikuti standar kurikulum yang tertuang dalam matriks yang kaku.
14
Suwito dan Fauzan , Sejarah Sosial Pendidikan Islam , Cet 1,Jakarta: Kencana, 2005, hal.87.
26 Target-target tersebut sekedar mencapai proses pengajaran yang
diidealkan, model semacam ini tanpa disadari telah memperkenalkan murid pada sistem kekerasan. Objektif mencapai target atas standar-standar yang ditetapkan
lembaga pendidikan tanpa disadari sebagai wujud pemaksaan murid untuk menyerap pelajaran dengan aturan yang ketat. tanpa melihat kondisi peserta didik
dengan berbagai macam karakteristik dan kemampuan akal pikirannya. Apa yang berkembang sekarang yang sudah menjadi Trend pada saat ini,
misalnya lembaga-lembaga pendidikan menetapkan standar nilai seperti: sekolah unggul, rangking, nilai UN, kelas inti dan lain-lain. Tanpa disadari sistem
pendidikan semacam ini telah terjebak menjadi semata-mata sistem persekolahan dengan target yang ketat. Sehingga para murid yang tidak mampu mengikuti
standar yang telah ditetapkan akan merespon dengan cara yang lain, agar kahadiran dalam kehidupan mereka diakuai.
Mereka yang tidak mampu mencapai prestasi yang telah ditetapkan sesuai standar, akhirnya mereka menciptakan hal-hal lain yang bersifat sensasi, agar
mendapat perhatian teman-temannya. Fenomena inilah yang yang menciptakan sistem pendidikan kita berada pada kondisi kritis, karena anak didik tidak seperti
yang diharapkan, malah terjadi hal yang sebaliknya. Fanomena tersebut merupakan sederet masalah yang sesungguhnya adalah
bias dari proses pendidikan yang timpang, yakni akibat gagalnya lembaga pendidikan dalam mengembangkan sistem pendidikan yang memiliki prinsip-
prinsip pedagogik yang jelas, sesuai dengan perubahan dan perkembangan zaman. Ibn Khaldun menentang sistem kekerasan dalam menjalankan proses
pendidikan dengan dalih apapun, kekerasan dalam pendidikan, baik terhadap pelajar membawa akibat bahwa kekerasan itu menguasai jiwa dan mencegah
perkembangan pribadi peserta didik, kekerasan membuka jalan bagi kemalasan, kecurangan, penipuan, kelicikan, dan perdaya tumbuh karena takut. Dapat
dikatakan bahwa Ibn Khaldun adalah seorang ahli dari Islam yang mengecam, bahkan anti kekerasan dan kekasaran dalam pendidikan. Suatu hukuman belum
27 tentu menjadi alat yang efektif, tetapi sebaliknya justru menjadi semakin besarnya
efek negatif dalam diri subjek didik.
15
Keinginan manusia sepanjang sejarah untuk menjadikan individu maupun kelompok tertentu untuk lebih pintar, lebih cerdas, lebih berkuasa, dan lebih
dalam dari segala hal adalah sifat alamiah dan manusiawi. Fenomena ini adalah sebagai wujud tersembunyi sebuah pemaksaan kehendak yang serba maksimal,
tanpa kita sadari, kita sedang terjebak dalam konstruksi kebuadayaan kapitalisme, yang menginginkan segala sesuatu pada batas-batas optimum, prestasi sekaligus
prestise. Melalui pengalaman beliau yang luas sebagai pendidik dan sebagai
pengamat yang jeli tentang realitas pendidikan di zamannya, dia membangun teori-teori pendidikan yang terkenal dalam kitabnya Muqaddimah. Ibn Khaldun
mengulas permasalahan pendidikan dalam bab tersendiri dalam penjelasan kitabnya Muqaddimah terutama pada bab keenam.
16
Ibn Khaldun menawarkan beberapa metode pembelajaran yang kiranya cocok untuk diterapkan dalam pengajaran masa kini. Di mana Ibn Khaldun
berpendapat bahwa ilmu yang diberikan kepada anak didik itu harus melalui tahap demi tahap dan tidak bisa sekaligus diberikan. Dalam bentuk lain, Ibn Khaldun
juga berpendapat bahwa pemberian suatu ilmu kepada anak didik harus dilihat pada kesiapan anak didik tersebut. Jadi seorang guru tidak bisa mengajar dengan
memberikan meteri apa saja yang ia suka, namun harus melihat pada kondisi siswa yang akan belajar.
Sejalan dengan Wafi, Al-Ahwani pengarang kitab Al-Tarbiyah fi Al-Islam menegaskan bahwa Ibn Khaldun sebagai pencipta aliran baru dalam bidang
pendidikan Islam yang mendahului masanya. Al-Ahwani mengkatagorikan aliran pendidikan Ibn Khaldun sebagai aliran sosiologis mazhab al-Ijtimaiyah. Aliran
ini berbeda dengan aliran-aliran sebelumnya, yaitu aliran ahlussunnah yang diwakili oleh Al-Qabisi 935-1012 M, aliran falasifah yang diwakili oleh
15
Warul Walidin AK, Konstelasi Pemikiran Pedagogik Ibnu Khaldun: perspektif Pendidikan Modern, Edisi Revisi, Cet 2,Yogyakarta: Suluh Press, 2005, hal.106.
16
Ali Abdul Wahid Wafi, Ibnu Khaldun: Riwayat dan Karyanya,Jakarta: Pustaka Hidayah, 1995, hal. 157.
28 Ikhwanu al-
Shafa’, Ibn Maskawih, dan Ibn Sina, dan aliran al-Mutasawwifah yang diwakili oleh Al-Ghazali wafat 505 H.
17
Kiranya sudah saatnya dalam kurun kebangkitan kembali Islam dewasa ini mengkaji pandangan
–pandangan dan pemikiran-pemikiran filsuf muslim. Upaya menghidupkan kembali warisan pemikiran pendidikan Islam. Karena selama ini
terlihat bahwa kajian terhadap konsep-konsep pendidikan yang telah diwariskan oleh tokoh-tokoh Islam belum dikaji secara komperehensif. Dengan kata lain,
masih langka studi tentang pemikiran yang menyangkut tentang pendidikan. Kenyataan dalam dunia Islam sendiri masih belum begitu popular kajian-kajian
tentang teori-teori pendidikan Islam, baik itu kajian yang berkenaan dengan kurikulum pendidikan Islam sebagai pedoman dalam pembelajaran maupun
metode-metode pendidikan yang decetuskan oleh para tokoh Islam. Dengan merujuk kepada latar belakang tersebut, maka penulis berinisiatif
untuk mengkaji lebih dalam tentang Kurikulum dan metode pendidikan yang dicetuskan oleh seorang tokoh pendidikan Islam yang terkenal, yaitu Ibn Khaldun,
dengan demikian penulis berkesimpulan untuk menarik sebuah topik kajian ini
yang diberi judul “Kurikulum dan Metode Pendidikan Islam menurut Ibn Khaldun
”
B. Rumusan Masalah