HUBUNGAN ANTARA KECENDERUNGAN METROSEKSUAL DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL PADA MAHASISWA

(1)

HUBUNGAN ANTARA KECENDERUNGAN METROSEKSUAL DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL PADA MAHASISWA

SKRIPSI

Oleh: Fina Mauludiyah

07810035

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2011


(2)

HUBUNGAN ANTARA KECENDERUNGAN METROSEKSUAL DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL PADA MAHASISWA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang sebagai salah satu persyaratan untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Psikologi

Oleh: Fina Mauludiyah

07810035

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2011


(3)

LEMBAR PERSETUJUAN

1. Judul Skripsi : Hubungan antara Kecenderungan Metroseksual dengan

Keceerdasan Emosional pada Mahasiswa. 2. Nama Peneliti : Fina Mauludiyah

3. NIM : 07810035

4. Fakultas : Psikologi

5. Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang 6. Waktu Penelitian : 6 - 24 Oktober 2011

7. Tanggal Seminar : 27 Mei 2011 8. Tanggal Ujian : 11 November 2011

Malang, 11 November 2011

Pembimbing I Pembimbing II


(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini telah di uji oleh dewan penguji Pada tanggal : 11 November 2011

Dewan penguji

Ketua Penguji : Ari Firmanto, S. Psi

Anggota Penguji : 1. Dra. Tri Daya Kisni, M. Si

2. Linda Yani Pusfiyaningsih, S. Psi, M. Si

Mengesahkan, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang


(5)

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Fina Mauludiyah

NIM : 07810035

Fakultas / Jurusan : Psikologi

Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang Menyatakan bahwa skripsi / karya ilmiah yang berjudul:

Hubungan antara Kecenderungan Metroseksual dengan Kecerdasan Emosional pada Mahasiswa

1. Adalah bukan karya orang lain baik sebagian maupun keseluruhan kecuali dalam bentuk kutipan yang digunakan dalam naskah ini dan telah disebutkan sumbernya.

2. Hasil tulisan karya ilmiah/skripsi dari penelitian yang saya lakukan merupakan Hak bebas Royalti non eksklusif, apabila digunakan sebagai sumber pustaka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia mendapat sanksi sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Mengetahui, Malang, 11 November 2011

Ketua Program Studi Yang Menyatakan


(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur sanantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan antara Kecenderungan Metroseksual dengan Kecerdasan Emosional pada Mahasiswa”, sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapat bimbingan serta bantuan yang bermanfaat dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Drs. Tulus Winarsunu, M.Si selaku dekan fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Dr. Latipun, M.Kes dan Ari Firmanto, S.Psi selaku dosen pembimbing I dan dosen pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan yang sangat berguna hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

3. Dra. Cahyaning Suryaningrum, M.Si selaku dosen wali yang telah mendukung dan memberi pengarahan sejak awal perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.

4. Seluruh dosen pengajar dan staf fakultas Psikologi yang bersedia membantu dan penyelesaian studi S1 hingga selesai.

5. Almarhum Bapak Jono yang menjadi inspirasi dalam penyelesaian studi di Psikologi, serta Ibu Sumi’ah yang senantiasa memotivasi dan memberikan curahan do’a dan kasih sayang pada penulis.

6. Seluruh keluarga besar Junaidi, Asma’ul Husnah, Ifa Dlatul Khoiroh, Hakim Masduki, Kholid Afdi Mubarokh yang selalu mendukung dan melengkapi perjalanan saya.


(7)

7. Seluruh teman-teman Psikologi angkatan 2007 terutama kelas A terimakasih telah menjadi teman dan melengkapi pembelajaran kemanusiaan untuk masa depan.

8. Untuk geng Kenther, KKN 38, team Career Center, Lisfa, geng Vespa, teman-teman dan staf di kajur Ilmu Pemerintahan dan Tata Usaha FISIP beserta teman-teman partimer terima kasih telah mengukir kenangan dan pengalaman yang tak dapat saya lupakan.

9. Untuk sahabat saya: Iphe, Lidya, Siska, Dilla, Inung, Mbak Har,Fajar, Elfina Nita, Fijar, Mas Adji, Gusti, Ayip, Sofi, Bq terima kasih kalian telah menjadi sahabat dan bersedia menerima keluhan saya disaat sedih dan lelah.

10.Semua pihak yang bersedia menjadi informan dan banyak memberikan informasi untuk penelitian ini.

11.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan bantuan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari tiada satupun karya manusia yang sempurna, sehingga kritik dan saran demi perbaikan karya skripsi ini sangat penulis harapkan. Meski demikian, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dan pembaca pada umumnya.

Malang, 11 November 2011 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

INTISARI ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. RumusanMasalah ... 6

C. TujuanPenelitian ... 6

D. ManfaatPenelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metroseksual ... 8

1. PengertianMetroseksual ... 8

2. Karakteristik Metroseksual ... 9

3. Faktor Penyebab Metroseksual ... 11

B. Kecerdasan Emosi ... 12

1. PengertianEmosi ... 12

2. Pengertian KecerdasanEmosi ... 13

3. Aspek-aspekKecerdasanEmosi ... 16

C. Mahasiswa ... 18

1. PengertianMahasiswa ... 2. Ciri-ciriDewasa Awal ... 18

3. Tugas Perkembangan Dewasa Awal ... 19

4. Hubungan Antara Kecenderungan Metroseksual dengan Kecerdasan Emosional ... 20

5. Kerangka Pemikiran ... 21

6. Hipotesis ... 24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 25


(9)

B. Variabel Penelitian ... 26

1. Identifikasi Penelitian ... 26

2. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 27

C. Populasi Dan Sampel ... 28

1. Populasi ... 28

2. Sampel ... 28

D. Jenis Data Dan Metode Pengumpulan Data ... 29

1. Jenis data ... 29

2. Metode pengumpulan data ... 29

3. Validitas Dan Reliabilitas ... 34

a. Validitas ... 34

b. Reliabilitas ... 38

4. Prosedur Penelitian ... 39

5. Teknik Analisa Data ... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 41

B. Analisa Data ... 43

C. Pembahasan ... 45

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 50

B. Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 52


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran1 Skala Kecenderungan Metroseksual ... 56

Lampiran 2 Skala Kecerdasan Emosional ... 59

Lampiran 3 Frequency Tabel ... 62

Lampiran 4 Korelasi Product Moment ... 64


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 : Blue Print Skala Kecenderungan Metroseksual ... 32

Table 3.2 : Blue Print Skala Kecerdasan Emosional ... 33

Tabel 3.3 :Uji Validitas Skala Kecenderungan Metroseksual ... 35

Tabel 3.4 : Blue Print Skala Kecenderungan Metroseksual setelah uji coba ... 36

Table 3.5 : Uji Validitas Skala Kecerdasan Emosional ... 37

Table 3.6 : Blue Print Skala Kecerdasan Emosional setelah uji coba ... 37

Table 3.7 : Rangkuman analisa realibilitas ... 39

Table 4.1 : Tabel sebaran T-Score Kecenderungan Metroseksual ... 42

Table 4.2 : Tabel sebaran T-Score Kecerdasan Emosional ... 42

Table 4.3 : Korelasi kecenderungan metroseksual dg kecerdasan emosional ... 42


(12)

DAFTAR PUSTAKA

Abe, B., (2004) “Pria-priametroseksual”.Diakses 21 Juni 2011

(http://www.swa.co.id/swamajalah.swa 06/XX/18-31Maret2004 ). Arikunto, S., ( 2002). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta:

Rineka Cipta.

Azwar, S.,(2006). Sikap manusia:Teori dan pengukurannya (edisi kedua). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Dwiperdanasari, Y., (2010). Perbedaan tingkat kecerdasan emosi ditinjau dari lingkungan tempat tinggal (remaja yang tinggal dipondok pesantren dan yang bukan tinggal di pondok pesantren), FakultasPsikologiUniversitasMuhammadiyah Malang.

Fathia, M., (2006). Gaya hidup dan perilaku pengambilan keputusan konsumen metroseksual terhadap pemilihan merek produk perawatan tubuh dan penunjang penampilan (Thesis, Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia, Jakarta) diakses 23 Juni 2011 http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/metadatapdf.jsp/id=1 09294).

Goleman,D., (1995). Emtional intelligence. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Hurlock, E., (1980). Psikologi perkembangan. Jakarta: Erlangga.

Kartajaya, H.et al., (2004). Metrosexual in venus. Jakarta: Mark Plus & Co. Kerlinger, F.N., (1998). Asas-asas penelitian behavioral. Yogyakarta: UGM. Martin, D. A., (2003). Emotional quality manajement. Jakarta: Arga.

Mappiare,A., (1983). Psikologi orang dewasa. Surabaya: Usaha Nasional. Martono, N., (2010). Metode penelitian kuantitatif.Jakarta: PT. RajaGrafindo

Persada.

Nazir, M., (2003). Metode Penelitian. Jakarta Barat: Ghalia Indonesia.

Norvell, K. E., (2004). Emotional intelligence: Masculinity, feminimity, and

gender differences. Diakses 25 Juli 2011


(13)

Santrock, J.,(2002). Lifespan development perkembangan sepanjang masa. Jakarta: Erlangga.

Shapiro, E. L., (1997). Mengajarkan emosional intelligence pada anak. Jakarta: Gramedia Pustaka.

Sugiyono. (2009). metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan r&d. Bandung: Alfabeta.

Swistinawati. (2009). Kecerdasan emosional pada pria metroseksual (skripsi, Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma, Jakarta). Diakses 26

Maret 2011

darihttp://www.gunadarma.ac.id/library/.../gunadarma_10505083-skripsi_fpsi.pdf

Wahyuningsih, A. S., (2004). Hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar pada siswa kelas II SMU lab school jakarta timur (skripsi, Fakultas Psikologi Universitas Persada Indonesia) diakses 18 Juli 2011 http://www.kosongdelapan.com/skripsi/skripsi20%witri.doc. Winarsunu, T., (2006). Statistik dalam penelitian psikologi dan pendidikan


(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kecenderungan semakin banyaknya kaum pria yang berpenampilan rapi, wangi, dan sangat memperhatikan penampilan dewasa ini, memperlihatkan adanya perubahan nilai-nilai dan definisi tertentu di masyarakat. Para pria yang pada awalnya lekat sebagai sosok yang macho dan menjauhi hal-hal yang berbau kewanitaan seperti produk-produk kosmetik atau apapun yang identik dengan wanita, kini mengalami perubahan definisi sebagai sosok yang dandy dan sangat memperhatikan penampilannya.

Sejak pertama kali ditemukan pada tahun 1993, istilah metroseksual menjadi pembicaraan umum di berbagai media baik di Indonesia maupun di negara-negara lain. Sebagian dari editorial media memandang metroseksual sebagai manifestasi dari keberhasilan iklan produk-produk kosmetik pria. Sementara para kritikus sosial melihat gejala ini sebagai konsekuensi nyata dari keberhasilan gerakan feminisme yang menyebabkan pria meredefinisi peran mereka di ruang publik (Fathia, 2006).

Kecenderungan mereka disebut metroseksual karena gejala ini muncul dan terjadi di kota (metro). Ditengah hingar bingar dan gemerlapnya kota besar, ternyata telah tumbuh sekelompok segmen yang berpenghasilan menengah ke atas dan memiliki cara yang unik untuk membelanjakan uangnya, yaitu dengan memanjakan diri mereka seperti layaknya wanita, seperti mengunjungi salon, pergi ke pusat kebugaran yang menawarkan sensasi lebih, seperti celebrity fitness yang menjanjikan kita layaknya selebriti jika berolahraga disana, menggunakan kosmetik layaknya wanita namun tetap dengan label “for men”, mengenakan pakaian bermerk mahal dan selalu menyesuaikan dengan trend yang sedang berlangsung, selalu up-to-date dalam menggunakan teknologi, dan lain-lain. Mereka pada umumnya adalah kalangan pekerja kelas menengah ke


(15)

2

atas yang berkantor di gedung-gedung bertingkat tinggi siang hari dan menghabiskan waktu di kafe-kafe eksklusif pada malam harinya untuk bersosialisasi. Namun mesti diingat bahwa metroseksual ini bukan gay, banci atau kewanitaan. Mereka tetaplah lelaki seutuhnya (Fathia, 2006).

Tidak hanya mengadopsi perilaku perempuan dalam hal berdandan, pria-pria metroseksual juga semakin nyaman mengidentifikasikan diri dengan terminologi-terminologi emosional yang selama ini dilekatkan kepada perempuan. Mereka malah bangga menyebut dirinya romantis, caring, setia, seksi, dan sebagainya. Mereka juga punya hobi yang sebelumnya identik dengan cewek dan ibu-ibu seperti ngerumpi. Sekelompok pria-pria yang ngerumpi di kafe-kafe atau tempat clubbing, tak kalah meriahnya dengan ibu-ibu yang sedang arisan (Kartajaya, et.al., 2004).

Kalau sebelumnya pria dikenal sebagai pribadi rasional yang memiliki sedikit sekali rasa empatetik, kini mereka sudah mulai menjadi lebih emosional. Mereka tidak malu-malu lagi mengungkapkan perasaan mereka. Mereka lebih sensitif, lebih bisa menjaga perasaan sesamanya dan lebih peduli pada penampilannya. Kepedulian pada penampilan ini tidaklah berarti identik dengan perilaku negatif. Kaum urban ini adalah pria yang sangat peduli dan mencintai keluarga mereka (Kartajaya, et al., 2004).

Pria metroseksual menjadi lebih peka terhadap perasaan orang lain yang ditunjukkan dengan perhatiannya pada keluarga, pasangan maupun sahabatnya. Pria ini tidak malu-malu lagi untuk menyampaikan perasaannya pada orang lain dan juga sebaliknya mereka juga bersedia mendengarkan dengan penuh empati pada orang lain. Ada asumsi yang memperkirakan kaum metroseksual memiliki kecenderungan androgenis. Mereka memiliki kromosom X dan Y yang seimbang. Katanya, hal ini mampu memanfaatkan secara seimbang unsur feminim dan maskulin kedalam dirinya (Arul, 2008). Yang artinya mereka dapat memadukan unsur kejantanan dan kelembutan yang mereka miliki untuk menjalin hubungan yang baik dengan orang disekitarnya.

Pria metroseksual adalah pekerja cerdas yang penuh percaya diri serta sangat peduli pada keluarga dan teman-temannya. Umumnya mereka pasangan yang


(16)

3

penuh perhatian pada keluarganya. Mereka bukan figur ayah yang gagah, kulitnya berminyak dan tubuhnya beraroma tembakau atau keringat, tahu segala hal, dan penentu segala keputusan yang tak bisa dibantah. Jauh dari itu, kaum metroseksual adalah suami yang tak ragu menggandeng dan mencium istrinya dimuka umum, sama-sama belanja di mal, menonton film atau berburu pernak-pernik aksesori. Pendeknya, mereka adalah teman yang baik bagi istri dan anak-anaknya.

Menurut Gardner (seperti yang disebut Goleman 1995) bahwa kecerdasan pribadi terdiri dari kecerdasan antar pribadi yaitu kemampuan untuk memahami orang lain, apa yang memotivasi mereka, bagaimana mereka bekerja bahu membahu dengan kecerdasan intra pribadi adalah kemampuan membentuk salah satu modal diri sendiri yang teliti dan mengacu pada diri serta kemampuan untuk menggunakan modal tadi sebagai alat untuk menempuh kehidupan secara efektif.

Menurut penelitian Norvell (2004) bahwa laki-laki yang lebih feminin memiliki skor yang tinggi untuk skala kecerdasan emosional. Pria metroseksual menunjukkan bahwa dirinya lebih feminin dari pria yang lain. Mereka menunjukkan bahwa dirinya adalah orang yang mampu mengenali emosi dirinya dan mengungkapkannya dengan wajar. Pria metroseksual lebih komunikatif dalam menyampaikan emosinya, terlihat dari bagaimana dia mencurahkan isi hatinya. Dengan arahan teknologi mereka biasanya mengunakan jejaring sosial untuk menyalurkan emosinya. Tak heran jika pria metroseksual kini lebih banyak dijumpai karena mereka punya banyak tempat untuk menyalurkan hobinya.

Agen periklanan raksasa Euro RSCG yang bermarkas di New York (2003), mengeluarkan hasil riset mereka mengenai “Perilaku dan Ambisi pria abad 21” yang memperlihatkan, pria usia 40 tahun keatas merasa aman dengan maskulinitas mereka dan ingin menunjukkan sensitifitas yang lebih besar, terutama melalui nilai-nilai keluarga. Direktur strategi perencanaan Euro RSCG mengatakan, ”Definisi dari apa yang dimaksud sebagai laki-laki memang berubah” (Kartajaya, et al., 2004).


(17)

4

Dalam tulisan sebelumnya MarkPlus&Co menjelaskan beberapa kali menyebutkan pria metroseksual sebagai women-oriented-man alias pria yang orientasinya seperti wanita. Kami katakan disitu bahwa maksudnya bukanlah pria yang kemayu, atau pria yang beralih orientasi seks ataupun pria yang kehilangan maskulinitasnya. Tapi pria yang semakin emosional. Pria yang karena adanya perkembangan tekhnologi informasi semakin mampu mengekspresikan emosi dan perasaannya. Pria dalam hal-hal tertentu memiliki nilai (value) dan perilaku (behavior) yang mirip dengan wanita (Kartajaya, et al,. 2004). Dari penjelasan diatas dapat dikaitkan bahwa pria metroseksual mempunyai kecerdasan emosional yang baik, seperti yang dikatakan Goleman bahwa kecerdasan emosional ditujukan pada upaya mengenali, memahami dan mewujudkan emosi dalam porsi yang tepat.

Menurut Swistinawati (2009) bahwa pria metroseksual memiliki kecerdasan emosional yang baik karena dilihat dari faktor keluarga, pekerjaan dan kebutuhan akan teman. Pria metroseksual ini memperlihatkan kecerdasan emosionalnya dengan mengenali emosinya sendiri dan bagaimana mengungkapkannya dengan porsi yang tepat. Mengenali emosi orang lain dengan baik sehingga dapat bekomunikasi dan menjalin hubungan interpersonal yang prima. Selain itu, perilaku menghargai wanita pun dapat digolongkan sebagai perilaku yang mencerminkan kecerdasan emosional, ini dilihat dari definisi kecerdasan emosi dari Cooper dan Sawaf (1998) seperti yang disebut Swistinawati (2009) mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosi menuntut penilikan perasaan, untuk belajar mengakui, menghargai perasaan dan pada diri dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat, menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari.

Kecerdasan emosional dalam pengertian Goleman tampaknya lebih ditujukan pada upaya mengenali, memahami dan mewujudkan emosi dalam porsi yang tepat. Hal lain yang juga penting dalam kecedasan emosional ini adalah upaya untuk mengelola emosi agar terkendali dan dapat dimanfaatkan


(18)

5

untuk memecahkan masalah kehidupan terutama yang terkait dengan hubungan antar manusia (Rostiana, 1997 dalam Swistimawati 2009).

Lebih lanjut Goleman (1995) mengatakan bahwa koordinasi hati adalah inti dari hubungan sosial yang baik. Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang lain atau dapat berempati, orang tersebut akan memiliki tingkat emosionalitas yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial serta lingkungannya.

Seseorang yang mempunyai kecerdasan emosional yang baik akan berusaha menunjukkan sisi terbaiknya pada orang lain yaitu dengan menjaga penampilan agar terlihat menarik, cara berkomunikasi yang baik dan pandai menjalin hubungan. Seperti yang dijelaskan Mayer & Salovey (dalam Goleman, 1995) mengungkapkan bahwa kecerdasan emosi sebagai kemampuan untuk memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain, dan menggunakan perasaan-perasaan itu untuk memandu pikiran dan tindakan. Pria metroseksual cerdas dalam mengungkapkan emosinya tak lagi mengamuk ataupun diam seribu bahasa seperti yang pernah dilakukan pria pada generasi sebelumnya. Pria metroseksual mampu mengelola emosi dan mengungkapkannya dalam porsi yang tepat. Seperti yang dijelaskan Goleman (1995) bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dalam hubungannya dengan orang lain.

Lebih lanjut Swistinawati (2009) menegaskan bahwa seorang metroseksual mempunyai kecerdasan emosional yang baik didasari motivasi yang baik dalam berkarir dan menjalin hubungan yang baik dengan keluarga, teman dan pasangannya. Pria metroseksual adalah pribadi yang tangguh dalam menghadapi masalah hidupnya. Faktor yang menyebabkan kecerdasan emosional pria metroseksual baik adalah dari motivasi keluarga untuk hidup mandiri dan kebutuhannya untuk berafiliasi yang membentuk kepribadiannya untuk menjadi metroseksual.


(19)

6

Awalnya metroseksual hanya menyerang model pria, artis, orang-orang media, eksekutif muda dan pengacara, namun kini mulai merambah semua elemen masyarakat termasuk mahasiswa. Mahasiswa bergaya metroseksual merupakan suatu bentuk ekspresi dalam penampilan. Dengan arahan teknologi dan motivasi sosial tidak heran jika banyak mahasiswa bergaya hidup metroseksual. Mahasiswa metroseksual merupakan suatu fenomena baru yang terjadi di kota-kota besar di Indonesia khususnya Malang. Kecintaan fanatik terhadap dirinya telah merubah gaya hidup dan perilaku dalam kehidupan mereka.

Dari uraian diatas terlihat adanya kaitan antara seorang metroseksual yang cenderungan semakin emosional dengan memperhatikan pasangan dan keluarga, mampu mengungkapkan emosi dengan wajar dan mempunyai pretasi yang gemilang. Atas dasar tersebut peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara kecenderungan metroseksual dengan kecerdasan emosional pada mahasiswa.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah: apakah ada hubungan antara kecenderungan metroseksual dengan kecerdasan emosional pada mahasiswa?

C. Tujuan penelitian

Adapun tujuan penelitian iniuntuk mengetahui hubungan antara kecenderungan metroseksual dengan kecerdasan emosional pada mahasiswa.

D. Manfaat

1. Secara teoritis:

a. Diharapkan dapat digunakan untuk menambah dan melengkapi teori-teori psikologi, khususnya bidang psikologi perkembangan, terutama mengenai kecerdasan emosional pria metroseksual.

b. Menjadi masukan, referensi teoritis, dan empiris bagi peneliti lain yang berhubungan dengan penelitian ini.


(20)

7

2. Secara aplikatif:

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan masukan positif pada mahasiswa untuk megenali karakteristik kecerdasan emosional pada pria metroseksual, sehingga dapat diambil sisi manfaatnya.


(1)

atas yang berkantor di gedung-gedung bertingkat tinggi siang hari dan menghabiskan waktu di kafe-kafe eksklusif pada malam harinya untuk bersosialisasi. Namun mesti diingat bahwa metroseksual ini bukan gay, banci atau kewanitaan. Mereka tetaplah lelaki seutuhnya (Fathia, 2006).

Tidak hanya mengadopsi perilaku perempuan dalam hal berdandan, pria-pria metroseksual juga semakin nyaman mengidentifikasikan diri dengan terminologi-terminologi emosional yang selama ini dilekatkan kepada perempuan. Mereka malah bangga menyebut dirinya romantis, caring, setia, seksi, dan sebagainya. Mereka juga punya hobi yang sebelumnya identik dengan cewek dan ibu-ibu seperti ngerumpi. Sekelompok pria-pria yang ngerumpi di kafe-kafe atau tempat clubbing, tak kalah meriahnya dengan ibu-ibu yang sedang arisan (Kartajaya, et.al., 2004).

Kalau sebelumnya pria dikenal sebagai pribadi rasional yang memiliki sedikit sekali rasa empatetik, kini mereka sudah mulai menjadi lebih emosional. Mereka tidak malu-malu lagi mengungkapkan perasaan mereka. Mereka lebih sensitif, lebih bisa menjaga perasaan sesamanya dan lebih peduli pada penampilannya. Kepedulian pada penampilan ini tidaklah berarti identik dengan perilaku negatif. Kaum urban ini adalah pria yang sangat peduli dan mencintai keluarga mereka (Kartajaya, et al., 2004).

Pria metroseksual menjadi lebih peka terhadap perasaan orang lain yang ditunjukkan dengan perhatiannya pada keluarga, pasangan maupun sahabatnya. Pria ini tidak malu-malu lagi untuk menyampaikan perasaannya pada orang lain dan juga sebaliknya mereka juga bersedia mendengarkan dengan penuh empati pada orang lain. Ada asumsi yang memperkirakan kaum metroseksual memiliki kecenderungan androgenis. Mereka memiliki kromosom X dan Y yang seimbang. Katanya, hal ini mampu memanfaatkan secara seimbang unsur feminim dan maskulin kedalam dirinya (Arul, 2008). Yang artinya mereka dapat memadukan unsur kejantanan dan kelembutan yang mereka miliki untuk menjalin hubungan yang baik dengan orang disekitarnya.

Pria metroseksual adalah pekerja cerdas yang penuh percaya diri serta sangat peduli pada keluarga dan teman-temannya. Umumnya mereka pasangan yang


(2)

penuh perhatian pada keluarganya. Mereka bukan figur ayah yang gagah, kulitnya berminyak dan tubuhnya beraroma tembakau atau keringat, tahu segala hal, dan penentu segala keputusan yang tak bisa dibantah. Jauh dari itu, kaum metroseksual adalah suami yang tak ragu menggandeng dan mencium istrinya dimuka umum, sama-sama belanja di mal, menonton film atau berburu pernak-pernik aksesori. Pendeknya, mereka adalah teman yang baik bagi istri dan anak-anaknya.

Menurut Gardner (seperti yang disebut Goleman 1995) bahwa kecerdasan pribadi terdiri dari kecerdasan antar pribadi yaitu kemampuan untuk memahami orang lain, apa yang memotivasi mereka, bagaimana mereka bekerja bahu membahu dengan kecerdasan intra pribadi adalah kemampuan membentuk salah satu modal diri sendiri yang teliti dan mengacu pada diri serta kemampuan untuk menggunakan modal tadi sebagai alat untuk menempuh kehidupan secara efektif.

Menurut penelitian Norvell (2004) bahwa laki-laki yang lebih feminin memiliki skor yang tinggi untuk skala kecerdasan emosional. Pria metroseksual menunjukkan bahwa dirinya lebih feminin dari pria yang lain. Mereka menunjukkan bahwa dirinya adalah orang yang mampu mengenali emosi dirinya dan mengungkapkannya dengan wajar. Pria metroseksual lebih komunikatif dalam menyampaikan emosinya, terlihat dari bagaimana dia mencurahkan isi hatinya. Dengan arahan teknologi mereka biasanya mengunakan jejaring sosial untuk menyalurkan emosinya. Tak heran jika pria metroseksual kini lebih banyak dijumpai karena mereka punya banyak tempat untuk menyalurkan hobinya.

Agen periklanan raksasa Euro RSCG yang bermarkas di New York (2003), mengeluarkan hasil riset mereka mengenai “Perilaku dan Ambisi pria abad 21” yang memperlihatkan, pria usia 40 tahun keatas merasa aman dengan maskulinitas mereka dan ingin menunjukkan sensitifitas yang lebih besar, terutama melalui nilai-nilai keluarga. Direktur strategi perencanaan Euro RSCG mengatakan, ”Definisi dari apa yang dimaksud sebagai laki-laki memang


(3)

Dalam tulisan sebelumnya MarkPlus&Co menjelaskan beberapa kali menyebutkan pria metroseksual sebagai women-oriented-man alias pria yang orientasinya seperti wanita. Kami katakan disitu bahwa maksudnya bukanlah pria yang kemayu, atau pria yang beralih orientasi seks ataupun pria yang kehilangan maskulinitasnya. Tapi pria yang semakin emosional. Pria yang karena adanya perkembangan tekhnologi informasi semakin mampu mengekspresikan emosi dan perasaannya. Pria dalam hal-hal tertentu memiliki nilai (value) dan perilaku (behavior) yang mirip dengan wanita (Kartajaya, et al,. 2004). Dari penjelasan diatas dapat dikaitkan bahwa pria metroseksual mempunyai kecerdasan emosional yang baik, seperti yang dikatakan Goleman bahwa kecerdasan emosional ditujukan pada upaya mengenali, memahami dan mewujudkan emosi dalam porsi yang tepat.

Menurut Swistinawati (2009) bahwa pria metroseksual memiliki kecerdasan emosional yang baik karena dilihat dari faktor keluarga, pekerjaan dan kebutuhan akan teman. Pria metroseksual ini memperlihatkan kecerdasan emosionalnya dengan mengenali emosinya sendiri dan bagaimana mengungkapkannya dengan porsi yang tepat. Mengenali emosi orang lain dengan baik sehingga dapat bekomunikasi dan menjalin hubungan interpersonal yang prima. Selain itu, perilaku menghargai wanita pun dapat digolongkan sebagai perilaku yang mencerminkan kecerdasan emosional, ini dilihat dari definisi kecerdasan emosi dari Cooper dan Sawaf (1998) seperti yang disebut Swistinawati (2009) mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosi menuntut penilikan perasaan, untuk belajar mengakui, menghargai perasaan dan pada diri dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat, menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari.

Kecerdasan emosional dalam pengertian Goleman tampaknya lebih ditujukan pada upaya mengenali, memahami dan mewujudkan emosi dalam porsi yang tepat. Hal lain yang juga penting dalam kecedasan emosional ini adalah upaya untuk mengelola emosi agar terkendali dan dapat dimanfaatkan


(4)

untuk memecahkan masalah kehidupan terutama yang terkait dengan hubungan antar manusia (Rostiana, 1997 dalam Swistimawati 2009).

Lebih lanjut Goleman (1995) mengatakan bahwa koordinasi hati adalah inti dari hubungan sosial yang baik. Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang lain atau dapat berempati, orang tersebut akan memiliki tingkat emosionalitas yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial serta lingkungannya.

Seseorang yang mempunyai kecerdasan emosional yang baik akan berusaha menunjukkan sisi terbaiknya pada orang lain yaitu dengan menjaga penampilan agar terlihat menarik, cara berkomunikasi yang baik dan pandai menjalin hubungan. Seperti yang dijelaskan Mayer & Salovey (dalam Goleman, 1995) mengungkapkan bahwa kecerdasan emosi sebagai kemampuan untuk memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain, dan menggunakan perasaan-perasaan itu untuk memandu pikiran dan tindakan. Pria metroseksual cerdas dalam mengungkapkan emosinya tak lagi mengamuk ataupun diam seribu bahasa seperti yang pernah dilakukan pria pada generasi sebelumnya. Pria metroseksual mampu mengelola emosi dan mengungkapkannya dalam porsi yang tepat. Seperti yang dijelaskan Goleman (1995) bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dalam hubungannya dengan orang lain.

Lebih lanjut Swistinawati (2009) menegaskan bahwa seorang metroseksual mempunyai kecerdasan emosional yang baik didasari motivasi yang baik dalam berkarir dan menjalin hubungan yang baik dengan keluarga, teman dan pasangannya. Pria metroseksual adalah pribadi yang tangguh dalam menghadapi masalah hidupnya. Faktor yang menyebabkan kecerdasan emosional pria metroseksual baik adalah dari motivasi keluarga untuk hidup mandiri dan kebutuhannya untuk berafiliasi yang membentuk kepribadiannya untuk menjadi metroseksual.


(5)

Awalnya metroseksual hanya menyerang model pria, artis, orang-orang media, eksekutif muda dan pengacara, namun kini mulai merambah semua elemen masyarakat termasuk mahasiswa. Mahasiswa bergaya metroseksual merupakan suatu bentuk ekspresi dalam penampilan. Dengan arahan teknologi dan motivasi sosial tidak heran jika banyak mahasiswa bergaya hidup metroseksual. Mahasiswa metroseksual merupakan suatu fenomena baru yang terjadi di kota-kota besar di Indonesia khususnya Malang. Kecintaan fanatik terhadap dirinya telah merubah gaya hidup dan perilaku dalam kehidupan mereka.

Dari uraian diatas terlihat adanya kaitan antara seorang metroseksual yang cenderungan semakin emosional dengan memperhatikan pasangan dan keluarga, mampu mengungkapkan emosi dengan wajar dan mempunyai pretasi yang gemilang. Atas dasar tersebut peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara kecenderungan metroseksual dengan kecerdasan emosional pada mahasiswa.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah: apakah ada hubungan antara kecenderungan metroseksual dengan kecerdasan emosional pada mahasiswa?

C. Tujuan penelitian

Adapun tujuan penelitian iniuntuk mengetahui hubungan antara kecenderungan metroseksual dengan kecerdasan emosional pada mahasiswa.

D. Manfaat

1. Secara teoritis:

a. Diharapkan dapat digunakan untuk menambah dan melengkapi teori-teori psikologi, khususnya bidang psikologi perkembangan, terutama mengenai kecerdasan emosional pria metroseksual.

b. Menjadi masukan, referensi teoritis, dan empiris bagi peneliti lain yang berhubungan dengan penelitian ini.


(6)

2. Secara aplikatif:

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan masukan positif pada mahasiswa untuk megenali karakteristik kecerdasan emosional pada pria metroseksual, sehingga dapat diambil sisi manfaatnya.