PEMENUHAN HAK ANAK DALAM KELUARGA POLIGAMI

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagai sebuah fenomena sosial masyarakat yang menemukan puncak
kontrovesinya pada masa sekarang ini, poligami mendapatkan tanggapan dari
masyarakat baik yang pro maupaun yang kontra. Bagi kelompok yang pro,
poligami dapat dijalankan karena beberapa sebab yang menjadi rekomendasi
akan kebolehan pemberlakuannya. Dalam wacana islam, ikhtilaf tentang
poligami sudah lama ada. Ini terjadi karena perbedaan pemahaman yang
dimiliki oleh para ulama dalam memahami teks-teks agama. Satu kelompok
memandang bahwa poligami merupakan fasilitas yang diberikan Allah
kepada para suami dan menganggapnya bukan saja termasuk sesuatu yang
dihalalkan, tetapi juga menjadi tindakan yang dianjurkan (disunahkan).
Sementara kelompok lainnya beranggapan bahwa poligami merupakan
tindakan tidak adil terhadap relasi suami dan istri, karena konsep itu telah
memosisikan perempuan secara rendah sehingga mengakibatkan hak-hak
kesamaan dalam keluarga dan kehidupan terabaikan. Kedua pandangan itu
tentu saja tidaklah muncul secara dadakan melainkan dibangun oleh
metodologi yang sama-sama kuat. Hal inilah yang membawa persoalan
poligami menjadi sulit untuk dikompromikan. Beberapa alasan yang muncul
dari kontroversi tersebut di antaranya adalah perbedaan nafsu laki-laki dan

perempuan, dimana nafsu laki-laki lebih besar dari perempuan, adanya masamasa dimana perempuan tidak bisa melakukan persetubuhan seperti pada saat
haid, nifas, dan lain-lain, jumlah perempuan di dunia lebih besar daripada

1

perempuan, adanya semangat persamaan hak antara laki-laki dan perempuan,
dan semi permanennya pemahaman masyarakat bahwa unsure keadilan dapat
diukur dengan material atau immaterial. Masih banyak lagi alasan yang
menjadi dasar perdebatan tema poligami.
Terlepas dari kontroversi diatas, pada sudut lain, persoalan poligami
merupakan masalah terbangunnya keluarga yang utuh dan sejahtera, dimana
bapak, ibu, dan anak-anaknya mesti mempunyai hak yang sama untuk
berkembang menuju kebahagiannya. Seorang istri atau para istri yang hidup
dengan seorang poligan mempunyai hak untuk terpenuhi kebahagiannya
secara material dan immaterial, terlebih lagi anak-anak mereka yang secara
umum masih muda dan memiliki masa depan yang masih panjang. Apalagi
jika bapak dan para anak yang ibunya dipoligami tersebut telah meninggal
dunia. Hampir dipastikan mereka tidak saja hampa perhatian dan kasih
sayang bapaknya, tetapi juga kehilangan tulang punggung yang menanggung
pencapaian harapan hidupnya. Akhirnya anak-anak tersebut bisa menjadi

persoalan serius dalam kehidupan sosial masyarakat. Anak-anak seperti ini
membutuhkan keluarga utuh yang dapat dijadikan sebagai tempat berlindung,
mengadu, dan mengembangkan potensinya. Bebeapa kasus kenakalan remaja
dan munculnya anak jalanan, dewasa ini merupakan salah satu implikasi dan
tidak ditemukannya kebahagiaan dalam kehidupan keluarga. Dan kasus-kasus
lain seperti eksploitasi anak dalam kerja, kekerasan terhadap anak,
pengiriman TKI di bawah umur, perdagangan anak, dan sebagainya
merupakan indikasi lain dari lemahnya daya tawar anak dalam posisi sosial.

2

Sebagian dari persoalan anak tersebut memang tidak semuanya menjadi
tanggung jawab keluarga, melainkan juga tanggung jawab pemerintah.
Pemerintah

Indonesia

telah

mengelurkan


kebijakan

tentang

upaya

perlindungan anak, salah satunya adalah UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak. Pada pasal 3 (tiga) dari UU tersebut dikatakan bahwa
perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar
dapat tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang
berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.
Akar dari munculnya persoalan-persoalan anak kebanyakan adalah
karena ketidakmampuan keluarga dalam membangun kebahagiaan dan
kesejahteraan dalam kehidupannya. Oleh karena itu, persoalan poligami
sesungguhnya bukan terkait dengan hubungan antara suami dan istri saja,
tetapi yang lebih penting adalah bagaimana anak tetap dapat mengembangkan
potensinya dalam kedewasaan dan kemandiriannya. Persoalan yang ada pada

pada dunia anak ini memang tidak hanya muncul dari adanya perilaku
poligami

masyarakat.

Beberapa

penyebab

lain

seperti

perceraian,

perselingkuhan, perzinaan, dan sebagainya memiliki andil yang besar pula
dalam menciptakan keterlantaran anak. Poligami bukanlah bagian yang secara
terang-terangan menelantarkan anak, karena poligami itu sendiri merupakan
sebuah bangunan keluarga yang utuh dan lebih besar. Istri-istri kedua, ketiga,
an keempat adalah bangunan yang membuat keluarga menjadi besar, namun

tetap utuh di satu keluarga dengan satu suami. Oleh karena itu, dengan

3

tanggung jawab yang lebih besar seorang poligan dihadapkan pada pilihanpilihan: apakah dia mampu mengayomi dan melindungi anak-anaknya
sehingga persoalan-persoalan anak yang dewasa ini mengkhawatirkan
menjadi sedikit terselesaikan ataukah ia tidak mampu melindungi anakanaknya yang berarti ia telah mempertebal garis ketegasan akan persoalan
penelantaran anak.
Namun pada umumnya, persoalan pengayoman anak kurang dianggap
penting dalam pembicaraan-pembicaraan tentang poligami. Poligami selalu
diukur dari kemampuan pelaku dalam hal material dan atau immaterial (kasih
sayang) saja. Seringkali pula pelaku poligami disandarkan pada anggapan
bahwa jumlah wanita lebih banyak dari laki-laki, sehingga menjadi sangat
alamiah jika laki-laki memiliki pasangan hidup lebih dari satu. Padahal jika
melihat realita di masyarakat, banyak dijumpai para poligan yang istri kedua
atau ketiga dan atau keempatnya terdiri dari perempuan yang masih perawan
(belum punya anak) dan lebih muda bahkan lebih cantik. Dan masih banyak
lagi alasan-alasan lain yang pada ujungnya menjustifikasi poligami sebagai
kebolehan atau bahkan sunnah (anjuran), tanpa lebih jauh memandang
kepentingan dan kesejahteraan anak yatim.

Di sisi lain, pengayoman anak juga kurang menjadi pijakan bagi
golongan yang menolak poligami. Dalih yang kerap dipakai adalah bahwa
poligami merupakan penindasan terhadap perempuan, poligami adalah
arogansi kaum laki-laki berduit terhadap perempuan, poligami merupakan
pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM), dan sebagainya yang
semuanya tidak mengaitkan eksistensi anak dalam konteks ini. Namun,

4

diantara dua pandangan tersebut, terdapat pemikiran-pemikiran yang
berusaha

mempertemukan

perbedaan-perbedaan

keduanya.

Artinya,


pandangan ini tidak memungkiri adanya kehalalan atau kesunnahan poligami,
tetapi ia juga memahami bahwa poligami merupakan salah satu penyebab
terjadinya hubungan yang tidak seimbang antara suami dan istri. kemudian
jika ditarik secara luas, justifikasi poligami mempunyai andil besar bagi
timpangnya hubungan antara laki-laki dan perempuan, utamanya dalam
kehidupan modern ini.
Upaya perlindungan anak di Indonesia telah banyak dilakukan oleh
pemerintah melalui beberapa undang-undang. Hal ini dilakukan berdasarkan
pertimbangan bahwa Negara menjamin kesejahteraan tiap warganya dan
termasuk anak di dalamya. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan yang
dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Agar
setiap anak kelak dapat tumbuh secara optimal baik fisik, mental, maupun
sosial serta berakhlak mulia. Maka perlu dilakukan upaya perlindungan serta
upaya mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap
pemenuhan haknya serta perlakuan tanpa diskriminasi.
Berikut pula pula penulis paparkan mengenai praktik Nabi Saw dalam
berpoligami. Dalam tulisan Ulfa Azizah mengenai wacana poligami di
Indonesia dalam hal teori dan praktik, beliau mendapati data-data historis
menjelaskan secara gamblang bahwa Nabi Saw menjalani perkawinan
monogami bersama Khadijah selama 28 tahun dalam suasana yang penuh

dengan ketenangan dan kebahagiaan. Setelah dua tahun Khadijah wafat dan
setelah ketiga anak perempuan Nabi Saw. dari Khadijah tumbuh dewasa dan

5

menikah, barulah Nabi memasuki kehidupan poligami dengan sebelas istri.
Pada waktu itu, kehidupan Nabi penuh dengan aktifitas perjuangan dalam
rangka menancapkan fondasi masyarakat Islam di Madinah, sekaligus
mengembangkan syiar Islam ke seluruh wilayah Jazirah Arab. Menarik untuk
direnungkan berkaitan dengan praktik poligami Nabi Saw, beliau melakukan
poligami sama sekali tidak berdasarkan pada kepentingan biologis atau
mendapatkan keturunan. Lagi pula, Nabi Saw melakukan poligami bukan
dalam situasi dan kondisi kehidupan yang normal, melainkan dalam kondisi
dan suasana kehidupan yang penuh aktifitas pengabdian, perjuangan, perang
jihad demi menegakkan syiar Islam menuju terbentuknya masyarakat madani
yang didambakan.1
Quraish Shihab menyatakan bahwa QS Al-Nisa ayat 3 tidak
mewajibkan poligami atau menganjurkannya, tetapi kebolehannya merupakan
pintu kecil darurat yang hanya dilalui pada saat amat diperlukan dan dengan
syarat yang tidak ringan dan sangat kondisional. Misalnya, pada saat populasi

perempuan jauh di atas jumlah laki-laki, ketika banyak janda dan anak
perempuan yang perlu mendapat perlindungan sosial, poligami dapat
dijadikan satu alternatif yang bersyarat dan bukan satu-satunya jalan keluar
dari permasalahan. Contoh dari keadaan itu adalah situasi setelah perang
uhud.2
Berbeda dengan kelompok pro, kelompok kontra mengungkapkan sisi
buruk yang ditimbulkan akibat poligami. Poligami pada hakekatnya

1

Rochayah Machali, ed., Wacana Poligami di Indonesia (Bandung: Mizan, 2005), hal. 52.
Anita Rahman, “Perkawinan Poligami ditinjau dari Perspektif Agama dan Perempuan,”
Wacana Poligami di Indonesia, ed. Rochayah Machali (Bandung: Mizan, 2005), hal. 89.
2

6

merupakan pelecehan dan penghinaan terhadap martabat perempuan. Sebab
sebenarnya tidak ada perempuan, begitu juga laki-laki yang rela dan bersedia
untuk dimadu atau diduakan. Dalam kehidupan poligami seorang suami hidup

bersama sejumlah istri dan anak-anak, bahkan mungkin dengan sejumlah
anggota keluarga dari masing-masing istri. ketentraman masyarakat
bersumber dari ketentraman dalam keluarga. Bagaimana mungkin timbul
ketentraman dalam keluarga yang terdiri dari banyak istri dan banyak anak.
Pandangan fiqih yang mengatakan bahwa dalam poligami suami tidak
diwajibkan untuk berlaku adil dalam soal cinta, melainkan hanya dituntut
pada hal-hal yang bersifat materi seperti nafkah. Karena tidak wajibnya
berlaku adil dalam soal cinta, hal ini tidak mungkin dilakukan oleh suami
manapun, maka suami sering kali mencintai salah seorang istri saja dan
mengabaikan istri lainnya. Hal inilah yang memicu timbulnya berbagai
konflik internal dalam kehidupan keluarga poligami. Konflik yang terjadi
bukan hanya terbatas antara suami dan istri, melainkan meluas di antara anakanak yang berlainan ibu, antara anak dan ayahnya, bahkan di antara anggota
satu keluarga dan keluarga lainnya. Konflik-konflik tersebut akan muncul
setiap saat, dan mungkin akan meredam tetapi pada saat yang lain akan sulit
dibendung. Konflik internal dalam keluarga poligami tidak sebesar dan
serumit pada keluarga monogami. Meskipun di dalam keluarga monogami
juga ada konflik, tetapi pastilah konflik yang timbul tidak sehebat konflik
dalam keluarga poligami yang sangat heterogen.
Kebahagiaan keluarga lebih mungkin diwujudkan dalam kehidupan
perkawinan monogami daripada poligami. Karena dalam monogami, suami


7

dapat mencurahkan seluruh emosi dan perhatiannya hanya kepada satu istri
dan anak-anaknya. Lebih mudah baginya untuk memenuhi hak-hak istri dan
anak-anaknya mencakup kasih sayang, perhatian, dan kebutuhan material.
Hal yang sama sulit dilakukan pada kondisi perkawinan poligami.
Siti Musdah Mulia menjelaskan salah satu implikasi poligami yang
sering muncul di masyarakat adalah nikah di bawah tangan dimana
perkawinan yang tidak dicatatkan baik di kantor Pencatat Nikah atau Kantor
Urusan Agama. Hal tersebut terjadi karena para suami yang berpoligami
biasanya enggan mencatatkan perkawinannya karena mereka malu dan segan
berurusan dengan aparat pemerintah. Lagi pula kebanyakan perkawinan
poligami dilakukan secara rahasia dan sembunyi-sembunyi karena khawatir
ketahuan istri atau anak-anaknya bahkan diketahui banyak orang, sehingga
kerap kali melupakan nasib perempuan yang di poligami.3 Para istri yang
dinikahi tanpa pencatatan pada institusi Negara (KUA atau KCS) atau tidak
memiliki Akta Nikah maka perkawinannya tidak sah secara hukum, sehingga
dengan sendirinya tidak dapat menuntut hak-haknya, seperti hak atas nafkah,
warisan, harta gono-gini, dan hak perwalian. Adapun dampaknya bagi anak
adalah status anak yang dilahirkan dianggap sebagai anak tidak sah yang
hanya memiliki hubungan perdata dengan ibunya dan sebaliknya tidak
mempunyai hubungan perdata dengan ayahnya. Tentu saja pencantuman anak
luar nikah akan berdampak buruk secara sosial dan psikologis bagi si anak
dan ibunya.

3

Siti Musdah Mulia, Islam Menggugat Poligami (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama,2006), hal. 161.

8

Perkawinan

poligami

juga

membawa

dampak

buruk

bagi

perkembangan jiwa anak, terutama bagi anak perempuan. Penelitian yang
dilakukan

oleh

Mudhofar

Badri

mengungkapkan

temuan

yang

memprihatinkan, bahwa perkawinan poligami menimbulkan beban psikologis
yang berat bagi anak-anak. Timbul rasa minder dan menghindar bergaul
dengan teman sebayanya dan bahkan bagi anak perempuan biasanya sulit
bergaul dengan teman laki-lakinya.4 Hal tersebut akan berdampak pada
psikologis anak yang kemudian berdampak pula pada cara berpikirnya kelak.
Akibat lanjut dari tekanan psikologis bagi anak tersebut adalah melemahnya
kondsi fisik sehingga mereka mudah terserang berbagai penyakit.
Yang kemudian dalam hal yang tersebut diatas erat kaitannya dengan
perlindungan anak. Tujuan perlindungan anak yang tercantum dalam UU
Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2003 yaitu untuk menjamim terpenuhinya
hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi
secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta
mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya
anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.5 Di antara
hak-hak asasi manusia adalah hak untuk memperoleh kebebasan, keadilan,
dan kedamaian di dunia. Dalam hal ini, anak-anak lebih memerlukan
perhatian, dukungan, dan keamanan dibanding kelompok umur yang lain.
Masa depan yang lebih baik memerlukan dukungan kesehatan mental dan
keamanan anak-anak.

4

Mudhofar Badri, Panduan Pengajaran Fiqh Perempuan di Pesantren (Yogyakarta: YKF,
2000), hal. 143.
5
Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 pasal 3 tentang Perlindungan Anak

9

Terlepas dari kontroversi mengenai poligami, ada hal yang juga sangat
penting akan tetapi jarang dibicarakan dalam wacana poligami yaitu masalah
hak dan perlindungan anak (jika istri pertama, kedua, ketiga atau keempat
telah memiliki anak). Hak anak anak kerap diabaikan dalam kasus poligami,
hingga akibatnya proses tumbuh kembang anak rentan karena perilaku
poligami. Padahal seharusnya anak menjadi salah satu factor pertimbangan
utama bagi seseorang untuk tidak atau melakukan poligami.

Selama ini UU Perkawinan maupun PP 10 tahun 1983 mengenai poligami
hanya menyebutkan bahwa seorang laki-laki hanya membutuhkan izin dari
istrinya untuk melakukan poligami, sedangkan izin anak sama sekali tidak
disinggung. Tampaknya masih perlu dilakukan revisi peraturan terkait
untuk memperketat peraturan khususnya tentang hak anak, sehingga
pelaku poligami yang mengakibatkan anak menjadi terlantar bisa ditindak
Negara. Meskipun di sisi lain tidak tertutup kemungkinan bahwa ada pula
kasus-kasus poligami yang justru meningkatkan hak anak dan memberikan
perlindungan bagi anak, misalnya poligami dengan tujuan melindungi
anak-anak yatim dengan catatan tidak mengabaikan hak istri pertama dan
anak-anak kandungnya sendiri. Seorang laki-laki yang melakukan
poligami memiliki tanggung jawab untuk memenuhi semua kewajibannya
sebagai seorang suami dan ayah yang baik pada para istri, anak kandung,
maupun anak tirinya.6
Kemudian timbullah berbagai macam pertanyaan dalam diri penulis,
apakah keadilan yang terima oleh anak-anak adalah “keadilan” material
semata seperti uang jajan, uang sekolah, uang buku, kendaraan, rumah,
ataupun kebutuhan fisik lainnya. Lalu bagaimana dengan kebutuhan akan
kasih sayang, perhatian, kehadiran dan keterlibatan sang ayah serta rasa
nyaman yang didapatkan anak dalam rumah? Bagaimana tumbuh kembang
mereka secara psikologis dan sosial? Hal-hal semacam ini yang masih jarang
diperhatikan dan diperbincangkan dalam poligami menyangkut hak-hak dasar
6

Rodli Makmun, Eva Muafiah, Lia Amalia, Poligami dalam Tafsir Muhammad Syahrur
(Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2009), hal. 75.

10

seorang anak agar dapat bertumbuh dan berkembang secara sehat dan
optimal. Perdebatan yang sering kali muncul adalah permasalahan mengenai
hukum poligami yang penulis rasa hanya mengedepankan logika berpikir dan
retorika penyampaiannya saja yang sebenarnya sudah tuntas pembahasannya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan yaitu:
1. Bagaimana pemenuhan hak nafkah anak dalam keluarga poligami?
2. Bagaimana pemenuhan hak hadhanah dan perwalian anak dalam
keluarga poligami?
3. Bagaimana pemenuhan han nasab anak dalam keluarga poligami?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai
pemenuhan hak anak dalam keluarga poligami yang didalamnya membahas
akan hak nafkah, nasab, hadhanah dan perwalian dalam rangka untuk
mewujudkan keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara
praktis terhadap orang tua dan Negara untuk menjamin dan melindungi hak
anak dalam rangka mewujudkan kesejahteraan serta keadilan anak untuk
memenuhi hak-hak anak. Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat
memberikan manfaat secara teoritis yaitu sebagai bahan kajian dan evaluasi
terhadap pemerintah dan Negara untuk menjamin serta melindungi hak anak
11

dalam kaitannya dengan poligami yang diwujudkan dalam bentuk peraturan
perundang-undangan sehingga anak mendapat kesempatan yang seluasluasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental
maupun sosial, dan berakhlak mulia.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang disajikan secara
deskriptif. Jenis penelitian ini adalah kualitatif yaitu penelitian yang bertujuan
menggambarkan secara sistematis mengenai fakta-fakta yang ditemukan di
lapangan, bersifat verbal, kalimat-kalimat, fenomena-fenomena dan tidak
berupa angka-angka.7 Dalam hal ini yang dikaji adalah pelaksanaan penelitian
yang terjadi secara alamiah, apa adanya dalam situasi normal yang tidak
dimanipulasi keadaannya dan kondisi yang menekankan pada deskripsi secara
alami terkait pemenuhan hak anak dalam keluarga poligami.
2. Objek Penelitian
Dalam hal ini, objek penelitian yang ingin diteliti oleh penulis yaitu
keluarga dalam perkawinan poligami dengan informan utama yaitu anak yang
berusia 12 tahun keatas. Informan utama tersebut akan menjadi sumber data
primer dari penelitian ini yang diperoleh penulis secara langsung melalui
wawancara mendalam (in depth interview). Untuk mendukung data yang
diperoleh dari informan utama, penulis melengkapi data tersebut berupa
sumber data sekunder yang diperoleh secara tidak langsung melalui orang-

7

Burhan Bungin, Metode Penelitian Social dan Format-Format Kualitatif-Kuantitatif
(Surabaya: Angkasa Prima, 2001), hal. 48.

12

orang terdekat yang berada di sekitar informan utama yaitu ayah dan ibu
informan utama yang berupa wawancara pula.
3. Metode Pengumpulan Data
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara
dengan responden dengan atau tanpa

menggunakan pedoman (guide)

wawancara.8 Wawancara yang dilakukan oleh penulis adalah wawancara
secara mendalam (in depth interview) terhadap anak dalam keluarga poligami
yang berusia 12 tahun keatas untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan
oleh penulis yang berkaitan dengan hak anak. Untuk melengkapi data yang
diinginkan oleh penulis, maka wawancara pun akan dilakukan oleh penulis
secara tidak langsung melalui orang-orang terdekat yang berada di sekitar
informan utama. Bentuk wawancara yang digunakan dalam penelitian ini
adalah model wawancara tidak terstruktur yaitu wawancara yang bebas
dimana penulis tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun
secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya.9 Pedoman
wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan
yang akan ditanyakan oleh pewawancara.
4. Metode Analisis Data
Dalam menganalisis data, penulis menggunakan metode deskriptif
kualitatif yaitu untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi,

8
9

Ibid, hal. 133.
Sugiyono, Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2009), hal. 140.

13

berbagai situasi atau berbagai variable yang timbul dimasyarakat. 10 Sehingga
penulis melakukan analisis data dengan metode tersebut sebagai prosedur
pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan
keadaan subyek atau obyek dari penelitian berdasarkan fakta yang tampak
sebagaimana adanya.
F. Sistematika Penulisan
Dalam suatu penelitian perlu ada penjabaran dari suatu permasalahan
yang diangkat. Perlu adanya sebuah penyusunan yang sistematis sehingga
memudahkan dalam membuat kesimpulan dari sebuah penelitian. Penulis
akan mencoba memberikan sistematika dari bagian dan bab yang akan
dibahas nantinya, dan tentunya disesuaikan dengan kerangka pemikiran yang
mencakup seluruh bagian dari isi penelitian. Adapun sistematika penulisan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang pendahuluan sebagai pengantar secara
keseluruhan, sehingga dari bab ini akan diperoleh gambaran umum
tentang pembahasan skripsi ini. Bab pertama ini memuat larat belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
metode penelitian, dan sistematika penelitian.
BAB II : KAJIAN PUSTAKA
Bab ini menjelaskan tinjauan umum tentang perkawinan poligami serta
pemenuhan hak anak. Uraian ini akan membahas tentang perkawinan
10

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan-Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif (Bandung:
Alfabeta. 2011), hal. 285.

14

poligami dalam praktik di masyarakat serta pengertian dan dasar hukum
poligami. Bab ini memuat pula tentang hak anak menurut islam dan
undang-undang.
BAB III : HASIL PENELITIAN
Bab ini merupakan hasil penelitian yang berkaitan dengan obyek
penelitian yang didapat selama proses penelitian dan hasil analisis datadata tersebut.
BAB IV : PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi yang menjelaskan
tentang kesimpulan dan saran dari penulis tentang pemenuhan hak anak
dalam keluarga poligami.

15

PEMENUHAN HAK ANAK
DALAM KELUARGA POLIGAMI

SKRIPSI

Oleh:
RATNA KUSUMA WARDANI
NIM: 201010020311022

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
FAKULTAS AGAMA ISLAM
JURUSAN SYARI’AH
2014
PEMENUHAN HAK ANAK

DALAM KELUARGA POLIGAMI

SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Malang
untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu (S-1)

Oleh:
RATNA KUSUMA WARDANI
NIM: 201010020311022

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
FAKULTAS AGAMA ISLAM
JURUSAN SYARI’AH
2014

KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT penulis panjatkan karena hanya berkat
rahmat, hidayah dan inayah-Nya skripsi dengan judul “Pemenuhan Hak Anak
dalam Keluarga Poligami” dapat terselesaikan dengan baik. Sholawat serta salam
tidak lupa selalu tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan berkat bimbingan,
bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Dengan segala kerendahan hati penulis
mengucapkan banyak terimakasih kepada yang terhormat:
1.

Ayahanda Amin Tohari, Ibunda Mulyoningsih, adik-adikku tercinta yang
senantiasa mendoakan penulis dalam menuntut ilmu.

2.

Idaul Hasanah, M. HI, selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan, motivasi dan kesabaran dalam membimbing penulis.

3.

Azhar Muttaqin, M. Ag, selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan
arahan, masukan, dan bimbingan kepada penulis.

4.

Para keluarga yang menjadi inspirasi serta objek penelitian penulis, sehingga
penelitian ini dapat dirampungkan dengan baik.

5.

Mahasiswa angkatan 2010 jurusan Syari’ah yang selalu memberikan motivasi
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

6.

Teman-temanku terkasih, Shikita Vitariana, Dewi Nurlaili, Fathin Istianatul
Umami, Nurul Jumentaria, Bungah Wijayanti serta orang terdekatku
Kariswan Pratama Jaya yang selalu mendorong dan memberiku semangat
dalam mengerjakan skripsi ini.

7.

Semua pihak yang terkait yang tidak mungkin dapat penulis sebutkan satu per
satu.
Semoga apa yang telah diberikan kepada penulis, senantiasa mendapatkan

balasan yang setimpal dari Allah SWT. Penulis sadar bahwa penelitian ini masih
belum sempurna, maka penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis maupun
bagi orang lain yang membacanya saat ini ataupun di kemudian hari.
Malang,

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................................. i
Lembar Persetujuan ..................................................................................... ii
Lembar Pengesahan ..................................................................................... iii
Surat Pernyataan Keaslian Tulisan ................................................................ iv
Abstrak ........................................................................................................ vii
Kata Pengantar ............................................................................................. viii
Daftar Isi ...................................................................................................... ix
BAB I

PENDAHULUAN ...................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................. 11
C. Tujuan Penelitian .................................................................. 11
D. Manfaat Penelitian ................................................................ 11
E. Metode Penelitian .................................................................. 12
F. Sistematika Penulisan ............................................................ 14

BAB II

KAJIAN PUSTAKA .................................................................. 16
A. Pengertian Poligami .............................................................. 16
B. Pengetahuan tentang Uraian yang Mencakup Poligami .......... 19
C. Poligami dalam Pandangan Islam .......................................... 24
D. Landasan Hukum Poligami di Indonesia ................................ 30
E. Pengertian Anak dan Batasan Usia Anak ............................... 32
F. Hak Anak dalam Pandangan Islam ........................................ 37
G. Hak-Hak Anak Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2002
dan Konvensi Hak Anak ........................................................ 50

BAB III HASIL PENELITIAN ................................................................ 54
A. Gambaran Umum tentang Objek Penelitian ........................... 54
B. Pemenuhan Hak Anak Terhadap Keluarga Poligami .............. 57
1. Nafkah .............................................................................. 57
a. Keluarga A .................................................................... 57
b. Keluarga B..................................................................... 60
c. Keluarga C .................................................................... 61
2. Hadhanah dan Perwalian ................................................... 62
a. Keluarga A .................................................................... 63
b. Keluarga B..................................................................... 66
c. Keluarga C .................................................................... 67
3. Nasab ................................................................................ 69
a. Keluarga A .................................................................... 70
b. Keluarga B..................................................................... 70
c. Keluarga C .................................................................... 70
C. Analisis Pemenuhan Hak Anak Terhadap Keluarga Poligami . 70
1. Nafkah .............................................................................. 71
2. Hadhanah dan Perwalian ................................................... 75
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 82
A. Kesimpulan ........................................................................... 82
B. Saran ..................................................................................... 83
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 84
LAMPIRAN ...............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Maulana. (2004). Kamus Ilmiah Populer Lengkap. Yogyakarta: Absolut.
Al-Barry, Zakariya Ahmad. (1997). Hukum Anak-anak dalam Islam. (Terj.
Chadidjah Nasution). Jakarta: Bulan Bintang.
Al-Habsyie, Muhammad Sadig. (2013). Dominasi Arab Dalam Penafsiran AlQur’an: Kajian Tentang Khilafah Dan Poligami. Tesis Magister Ilmu
Agama yang tidak diterbitkan, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta 2013.
As-Sanan, Arij Abdurrahman. (2003). Memahami Keadilan Dalam Poligami.
(Terj. Ahmad Sahal Hasan). Jakarta: Global Media Cipta Publishing.
Az-Zuhaili, Wahbah. (2011). Fiqih Islam Wa adillatuhu. (Jilid 10). (Terj. Abdul
Hayyie al-Kattani). Jakarta: Gema Insani.
Badri, Mudhofar. (2000). Panduan Pengajaran Fiqh Perempuan Di Pesantren.
Yogyakarta: YKF.
Badriyah Fahyimi. (2002). Isu-isu Gender Dalam Islam. Jakarta: PSW UIN Syarif
Hidayatullah.
Bungin, Burhan. (2001). Metode Penelitian Social dan format-format kualitatifkuantitatif. Surabaya: Angkasa Prima.
Chatib, Munif. (2013). Orangtunya Manusia. Bandung: Kaifa.
Departemen Pendidikan Nasional. (2001). Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT. Ichtiar
Baru Van Hoeve.
Hadikusuma, Hilman. (1987). Hukum Kekerabatan Adat. Jakarta: Fajar Agung.
Imam al-Qurtubi. (2008). Tafsir al-Qurtubi. (Terj. Ahmad Rijali, Mukhlis B
Mukti, Ahmad Zubairin). Jakarta: Pustaka Azam.
K. H. A Hidding. (1990). Ensiklopedi Nasional Indoneia. Jakarta: Cipta Adi
Pustaka.
Machali, Rochayah Machali et al. (2005). Wacana Poligami Di Indonesia.
Bandung: Mizan.
Mahmasani, Subhi. (1993). Konsep Dasar Hak-Hak Asasi Manusia (Studi
Perbandingan Syari’at Islam dan Perundang-undangan Modern). (Terj.
Hasanuddin). Jakarta: Tintamas Indonesia.

Muhammad Joni, Zulchaina Z. Tanamas. (1999). Aspek Hukum Perlindungan
Anak Dalam Perspektif Konvensi Hak Anak. Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti.
Mulia, Siti Musdah. (2006). Islam Menggugat Poligami. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Nizam. (2005). Kewajian Orang atua Laki-Laki (Ayah) Atas Biaya Nafkah Anak
Sah Setelah Terjadinya Perceraian. Tesis Magister Kenotariatan yang
tidak diterbitkan, Universitas Diponegoro, Semarang 2005.
Peter Salim, Yenny Salim. (2002). Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer.
Jakarta: Modern English Press.
Prof. DR. Hj. Khuzaimah Tahido Yanggo. (2007). Poligami Dalam Perspektif
Hukum Islam, diakses pada tanggal 16 Desember 2007 dari
http://www.muslimat-nu.or.id/buku/poligami.htm.
Rodli Makmun, Eva Muafiah, Lia Amalia. (2009). Poligami Dalam Tafsir
Muhammad Syahrur. Ponorogo: STAIN Ponorogo Press.
Shihab, M.Quraish. (2002). Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian alQur’an. (Volume 3). Jakarta: Lentera Hati
Soekanto, Soerjono. (2002). Hukum Adat Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Soenitro, Irma Setyowati. (1990). Aspek Hukum Perlindungan Anak. Jakarta:
Bumi Aksara.
Sugiyono. (2009). Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suryadilaga, Al Fatih et al. (2009). Menyoal Keadilan Dalam Poligami.
Yogyakarta: PSW UIN Sunan Kalijaga.
Thalib, Sayuti. (1986). Hukum Kekeluargaan Indonesia. Jakarta: UI-Press.
Undang-Undang Perlindungan Anak (UU RI No. 23 Tahun 2002), Jakarta: Sinar
Grafika. 2012.
Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009
Wadong, Maulana Hasan. (2000). Advokasi Dan Hukum Perlindungan Anak.
Jakarta: Grasindo.